Perencanaan Interior Rumah Sakit Khusus Paru di Bandung

(1)

Laporan Pengantar Tugas Akhir

PERENCANAAN INTERIOR RUMAH SAKIT KHUSUS PARU

DI BANDUNG

Diajukan untuk memenuhi mata kuliah DI. 38309 Tugas Akhir Semester VIII tahun akademik 2013/2014

Oleh :

Teguh Prihatmojo 52010012

PROGRAM STUDI DESAIN INTERIOR

FAKULTAS DESAIN

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

PERENCANAAN INTERIOR RUMAH SAKIT KHUSUS PARU

DI BANDUNG

TEGUH PRIHATMOJO

52010012

Telah disetujui dan disahkan di Bandung sebagai Tugas Akhir/Skripsi pada tanggal: 22 Agustus 2014

Menyetujui,

Pembimbing

Cherry Dharmawan, M.Sn. NIP. 4127 32 04 002

Dekan Fakultas Ketua Program Studi Desain Desain Interior

Prof. Dr. Primadi Tabrani Cherry Dharmawan, M.Sn. NIP. 4127 32 06 036 NIP. 4127 32 04 002


(3)

SURAT KETERANGAN

PERSETUJUAN PUBLIKASI

Bahwa yang bertanda tangan di bawah ini, penulis dan pihak perusahaan tempat penelitian, menyetujui :

“Untuk memberikan kepada Universitas Komputer Indonesia Hak Bebas Royalty Non-eksklusif & Tidak Untuk Diperjualbelikan atas penelitian ini dan bersedia

untuk di-online-kan sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk kepentingan riset

dan pendidikan “.

Bandung, 12 September 2014

Penulis, a.n. Direktur Utama

Direktur Medik & Keperawatan RSP Dr. H. A. Rotinsulu, Bandung

Teguh Prihatmojo dr. Temmasonge, Sp.P.

NIM. 52010012 NIP. 196303091997031001

Mengetahui, Pembimbing

Cherry Dharmawan, M.Sn. NIP. 4127 32 04 002

Catatan :

Kecuali Bab II, Bab III, dan Bab IV tidak untuk di-online-kan karena terdapat data-data perusahaan


(4)

DATA RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Tempat, tanggal

lahir

Sukabumi, 25 Agustus 1992

Jenis Kelamin Laki-laki

Kebangsaan Indonesia Umur 22 tahun

Status Belum Nikah Agama Islam

Golongan Darah B Tinggi 155 cm

Hobi Membaca Berat 45 Kg

PENDIDIKAN

Tingkat Pendidikan Tahun Nama Sekolah Tempat Sekolah Dasar 1998-2004 SDN Bojong I Sukabumi Sekolah Menengah

Pertama

2004-2007 MTs YLPI Tegallega Sukabumi Sekolah Menengah Atas 2007-2010 SMAN 4 Kota Sukabumi Sukabumi

Akademi

S1 Desain Interior 2010-2014 Universitas Komputer Indonesia

Bandung

SEMINAR

Himpunan Desain Interior Indonesia (HDII) Young Interior Designer of Indonesia (YIDI)

KETERAMPILAN

Menggambar Free Hand Autocad

Sketch Up + V-ray

Teguh Prihatmojo

Jl. Ciumbuleuit Gg. H. Syarif No. 21/155C

Kota Bandung

(085720220444)


(5)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA ... iii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ... v

LEMBAR DATA RIWAYAT HIDUP ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR TABEL ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xxi

KATA PENGANTAR ... xxiv

ABSTRAK ... xxviii

ABSTRACT ... xxix

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Gagasan Perancangan ... 4

1.3. Fokus Permasalahan ... 6

1.4. Permasalahan Perancangan ... 7


(6)

x

BAB II

TINJAUAN TEORI & DATA RUMAH SAKIT KHUSUS PARU

2.1. Tinjauan Umum Rumah Sakit Khusus Paru

2.1.1. Pengertian Rumah Sakit ... 10

2.1.2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit ... 11

2.1.3. Peranan Rumah Sakit ... 12

2.1.4. Jenis Rumah Sakit dan Pengelolanya ... 13

2.1.5. Klasifikasi Rumah Sakit Umum dan Klasifikasi Rumah Sakit Khusus Paru ... 15

2.1.6. Jenis Penyakit Paru ... 19

2.2. Tinjauan Interior Rumah Sakit 2.2.1. Lantai ... 22

2.2.2. Dinding ... 23

2.2.3. Langit-langit (Ceiling) ... 24

2.2.4. Penghawaan ... 24

2.2.5. Pencahayaan ... 25

2.2.6. Sirkulasi ... 26

2.2.7. Warna ... 27

2.2.8. Akustik (Kebisingan) ... 29

2.3. Limbah-limbah Rumah Sakit dan Pengelolaannya 2.3.1. Jenis-jenis Limbah Rumah Sakit ... 30


(7)

xi

2.3.3. Sifat-sifat Limbah Rumah Sakit ... 30

2.3.4. Pelaksanaan dan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit ... 31

2.3.5. Penampungan Limbah Rumah Sakit ... 32

2.3.6. Pembuangan dan Pemusnahan Limbah Rumah Sakit ... 33

2.4. Studi Psikologi 2.4.1. Hipnoterpai ... 35

2.4.2. Gelombang Otak ... 36

2.5. Studi Psikologi Ruang ... 37

2.5.1. Bentuk ... 38

2.5.2. Wujud ... 39

2.5.3. Cahaya ... 41

2.5.4. Warna ... 42

2.5.5. Tekstur... 43

2.6. Studi Antropometrik ... 45

2.7. Modern (Minimalis) 2.7.1. Sejarah Arsitektur Modern (Minimalis) ... 46

2.7.2. Tokoh Arsitektur Modern (Minimalis) ... 46

2.8. Studi Rumah Sakit Khusus Paru ... 48

2.8.1. Rumah Sakit Khusus Paru Kelas A ... 48

2.8.2. Dokumentasi Rumah Sakit Paru Dr. H. A. Rotinsulu ... 50


(8)

xii

BAB III

KONSEP PERENCENAAN RUMAH SAKIT KHUSUS PARU

3.1. Deskripsi Proyek ... 63

3.2. Data dan Karakteristik User 3.2.1. Data Pengelola dan Karyawan Rumah Sakit Khusus Paru ... 64

3.2.2. Data Pengunjung Rumah Sakit Khusus paru ... 64

3.3. Struktur Organisasi 3.3.1. Struktur Organisasi Ruamh Sakit Khusus Paru ... 65

3.3.2. Susunan Jabatan dan Tugasnya ... 66

3.4. Program Aktivitas dan Fassilitas 3.4.1. Aktivitas Rumah Sakit Khusus Paru ... 67

3.4.2. Fasilitas Rumah Sakit Khusus Paru ... 73

3.4.3. Total Luas Kesluruhan ... 83

3.5. Alur Sirkulasi Rumah Sakit Khusus Paru ... 84

3.6. Program Kedekatan Ruang ... 87

3.7. Zoning dan Blocking 3.7.1. Zoning ... 88

3.7.2. Blocking ... 90


(9)

xiii

BAB IV

KONSEP PERANCANGAN RUMAH SAKIT KHUSUS PARU

4.1. Tema Desain ... 95

4.2. Penggayaan ... 95

4.3. Konsep Desain ... 96

4.4. Implementasi Konsep Perancangan 4.4.1. Lay Out Furniture ... 97

4.4.2. Pola Lantai ... 98

4.4.3. Ceiling/Lighting Plan ... 98

4.4.4. Way Finding System ... 99

4.4.5. Material ... 100

4.4.6. Warna ... 103

4.4.7. Bentuk ... 105

4.4.8. Desain Furniture ... 106

4.5. Teknis Penghawaan ... 106

4.6. Teknis Pencahayaan ... 108

4.7. Teknis Keamanan ... 109

4.8. Jalur Evakuasi ... 111

DAFTAR PUSTAKA ... 113


(10)

xxiv

KATA PENGANTAR

Puja, puji, dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah yang Maha Berkendak, atas limpahan karuniaNya Laporan Tugas Akhir ini dapat terselesaikan la haula wala quwwata illa billah.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar – besarnya kepada semua pihak yang telah membantu proses terlaksananya pembuatan Laporan Tugas Akhir. Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada :

1. Kedua orang tua selaku Bendahara yang telah memberikan modal untuk penelitian dan pembuatan Laporan Tugas Akhir.

2. Bapak Prof. Dr. Primadi Tabrani selaku Dekan Fakultas Desain yang telah berperan dalam pengabsahan Laporan Tugas Akhir.

3. Ibu Tiara Isfiaty, M. Sn. selaku Koordinator Tugas Akhir yang telah memberikan pengarahan dalam melaksanakan Mata Kuliah Tugas Akhir.

4. Bapak Cherry Dharmawan, M.Sn. selaku Pembimbing Tugas Akhir yang telah membantu serta membimbing dalam pembuatan dan penyusunan Laporan Tugas Akhir.

5. Ibu Ryanty Derwentyana Nazhar, M. Ds. selaku Dosen Wali yang telah memberikan bantuan, arahan dan sarannya selama kuliah hingga tahap pengambilan Mata Kuliah Tugas Akhir.


(11)

xxv

6. Bapak Drs. Hary Lubis, Bapak Drs. Rachman Yudha, MM., Ibu Dina Fatimah, M. Ds., Ibu Febry Maharlika, S. Ds. selaku Dosen Program Studi Desain Interior yang telah membantu dalam memberikan materi sehingga Laporan Tugas Akhir ini dapat dibuat sebagaimana mestinya. 7. Rumah Sakit Paru Dr. H. A. Rotinsulu yang telah mengizinkan

penelitian, sehingga Laporan Tugas Akhir dapat terlengkapi dan terselesaikan.

8. Aji Cahyo, Ario Zetra, Bayu Catur Nugroho, Mochamad Yunus, Melissa Anastasya, Mochamad Nur Hidayat, Muhamad Regi Wahyudin, Rizki Prasetya Pribadi Putra selaku teman kelas Mata Kuliah Tugas Akhir yang selalu memberikan informasi mengenai Tugas Akhir.

9. Agis Rizky Moludi, Bayu Aulia Yasa, Dicky Shandy, Dicky Maryunadi, Muhammad Tegar Muslim, Nirma Virgia Saplina, Ricky Tri Yatna, Syarif Hidatullah, Sigit Slamet Kurniawan selaku “Keluarga Kepompong” yang selalu memberikan hiburan ketika bosan.

10. Agung permana, Dadan Wildan, Fransiskus Ginanjar Triadi, Jacky Hijratul, Puja Purnama, Rubi Maulana, Salman Daud Sembiring, Vincentius Christandio, Yoga Kharisma, Yohanes Mitak selaku kawan rumah kos yang telah memberikan hiburan dan dukungan.

11. Penerbit-penerbit buku, atas terbitan bukunya Laporan Tugas Akhir ini dapat dilengkapi.


(12)

xxvi

12. Penulis-penulis buku, atas teori-teorinya yang telah dipaparkan sehingga penulis dapat mengeksplorasi dan menemukan sebuah gagasan yang dapat dituangkan ke dalam rancangan interior di Mata Kuliah Tugas Akhir.

13. Grup musik asal Swedia Club 8, Johny Cash selaku musisi beraliran rockabilly, John Mayer selaku musisi country, grup musik asal Norwegia Kings of Convenience, grup band asal Islandia Of Monster and Men, grup band The Goo Goo Dolls asal Amerika atas musik dan lagunya yang menemani penulis dalam pembuatan dan penyusunan Laporan Tugas Akhir.

Mohon maaf jika ada pihak yang tidak disebutkan di sini. Semoga Tuhan yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang memberikan limpahan karunia dan balasan untuk semua kebaikan yang telah dilakukan. Laporan Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan segala saran dan masukan untuk menyempurnakan isi dari Laporan Tugas Akhir ini. Demikian laporan ini dibuat, semoga bermanfaat bagi pihak yang kompeten.

Bandung, 4 September 2014


(13)

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku :

Adisasmito, Wiku. Sistem Manajemen Lingkungan Rumah Sakit. Jakarta: Rajawali Pers, 2009.

Ching, Franchis D.K. Ilustrasi Desain Interior. Jakarta: Erlangga, 1996.

Darmaprawira W.A., Sulasmi. Warna Teori dan Kreativitas Penggunaannya. edisi ke-2. Bandung: ITB, 2002.

Panero, Julius & Martin Zelnik, Dimensi manusia & Ruang Interior. Jakarta: Erlangga, 2003.

Pedoman Teknis Sarana Dan Prasarana Rumah Sakit Kelas C, Kementrian Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007.

Susanto, Dedy. Pemulihan Jiwa 2. Jakarta: TransMedia, 2012.

Sumber Internet :

Ahmad, Restu. (2012, Desember 22). Gejala Penyakit TBC. Diperoleh dari

http://banjarbungas88.blogspot.nl

Annisa, Epy Deshi. (2013). Kajian Sirkulasi Publik Rumah Sakit Umum Daerah Ungaran. (Seminar Arsitektur, Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang, Jawa Tengah) Diperoleh dari

http://eprints.unika.ac.id/2789/1/SA_99.11.3603_Epy_Deshi_An nisa.pdf


(14)

Andriani, Evi. (2010, Maret 27). Sistem Pernafasan Paru-paru. Diperoleh dari

http://eviandrianimosy.blogspot.com

Demetrius, Yolanda. (2013). Perancangan Rumah Sakit Khusus Anak Dengan Penerapan Taman Terapi di Jagakarsa. (Skripsi, Univesitas Bina Nusantara, Jakarta Barat, D.K.I. Jakarta).

Diperoleh dari

http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-2-01230-AR%20Bab2001.pdf

Galuh, Nurul. (2010, Oktober 6). Manajemen Linen/Laundry Di Rumah Sakit. Diperoleh dari http://4brainsin1team.blogspot.com

Giyaningtyas, Ika Juita. (2011, November 9). Hipnoterapi. Kompasiana. Diperoleh dari http://kesehatan.kompasiana.com

Karamoy, Elisa. (2014, Juni 15). TB Sebagai Salah Satu Sumber Kemiskinan. Diperoleh dari http://www.elisakaramoy.com

Muljadinata, Albertus Sidharta. (2013). Penerapan Konsep Arsitektur Minimalis Pada Rumah Tinggal Jl. Jupiter VI G 28 Semarang. Diperoleh dari Universitas Katolik Soegijapranata :

http://eprints.unika.ac.id/8717/1/sidharta-penelitian_penerapan.pdf


(15)

Prabowo, Mohamad Yudha. (2011). Perancangan Media Informasi Penyakit TBC Pada Anak. (Tugas Akhir, Universitas Komputer Indonesia,

Bandung, Jawa Barat). Diperoleh dari

http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/540/jbptunikompp-gdl-mohamadyud-26956-2-unikom_m-i.pdf

Ratnadi, Hery. (2006). Perencanaan dan Perancangan Interior Rumah Sakit Umum di Surakarta (lobby, ruang rawat inap anak dan perpustakaan). (Tugas Akhir, Universitas Sebelas Maret, Solo,

Jawa Tengah). Diperoleh dari

http://eprints.uns.ac.id/3102/2/65041606200906062.pdf

Siahaan, Maria Septi Ulina. (2011). Pelaksanaan Pengelolaan Sampah Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang Tahun 2010. (Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan, Sumatera Utara). Diperoleh dari http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/21943

Siregar, Krisna Isora. (2009). Laporan Praktek Kerja Farmasi Rumah Sakit. Diperoleh dari Student Papers, USU Institutional Repository :

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/18308

Sativa, Oryza. (2014, Janurai 05). Beberapa Jenis Gangguan Paru-paru.

Diperoleh dari


(16)

Surasetja, Irawan. (2012). Fungsi, Ruang, Bentuk dan Ekspresi Dalam

Arsitektur [PDF]. Diperoleh dari

http://file.upi.edu/browse.php?dir=Direktori/FPTK/JUR._PEND._

TEKNIK_ARSITEKTUR/196002051987031-R._IRAWAN_SURASETJA/Hand_Out/

Tanjung, Anisa. (2010). Rumah Sakit Paru di Kota Malang (Tugas Akhir, Univesitas Islam Negeri, Malang, Jawa Timur). Diperoleh dari

http://lib.uin-malang.ac.id/files/thesis/chapter_ii/05560003.pdf

Tita, Marischa. (2013, Agustus 29). Tuberkulosis Paru Merenggut Nyawa. Diperoleh dari https://undip.academia.edu/MarischaTita

Wandira. Ayu., B Pribadi, Septana. (2011). Kajian Aplikasi Warna Interior Rumah Sakit Ibu dan Anak Pada Psikologi Pasien Anak. Studi Kasus RSIA Hermina Pandanaran, 11 (2), 72-80.

http://eprints.undip.ac.id

Sumber Gambar :

Provinsi Jawa Barat. (2013). Kota Bandung Profil Daerah. Diperoleh dari

http://jabarprov.go.id

Brouns, Bastiaan. (2014, Juli 4). Children’s Hospital Celebrates Healing Through Sustainable Design. Diperoleh dari


(17)

Darmawan, Yulius. (2013, November 29). Supeeer PVC Plafon. Diperoleh dari http://www.supeeerpvc.com

Divani, Melina. (2013). 10 Reasons To Decorate Your Home With Bold Colors. Diperoleh dari http://decoholic.org


(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Paru-paru merupakan salah satu organ tubuh pada sistem pernapasan yang berfungsi sebagai tempat bertukarnya oksigen dari udara yang menggantikan karbondioksida di dalam darah (Andriani, 2010). Paru-paru yang sehat tentu akan stabil dan mencukupi kebutuhan oksigen yang masuk ke dalam tubuh, sehingga seluruh fungsi organ tubuh bekerja dengan normal dan optimal. Tetapi, keadaan ruang yang lembab, kurangnya sinar matahari dan kurangnya sirkulasi udara pada suatu ruang dapat mempengaruhi gangguan kesehatan pada paru. Keadaan lingkungan tersebut dapat berperan dalam penyebaran kuman mikobakterium tuberkulosa yang menyebabkan terjadinya penyakit paru yang disebut Tuberkulosis (TB) (Ahmad, 2012).

Penyakit TB tidak hanya dapat menimbulkan gangguan pada kesehatan paru saja, tetapi juga dapat mempengaruhi gangguan pada psikologis penderita yang disebabkan oleh penyakit TB tersebut. Penderita/pasien TB akan memiliki persistensi stigma dan rendahnya kualitas emosi, bahkan setelah sembuh. Selain itu, penderita TB akan mengalami ketakutan dan kecemasan karena tidak bisa diterima di masyarakat. Kondisi ini tentu saja akan menimbulkan kerugian yang


(19)

2 sangat mendalam, bahkan setelah sembuh penderita TB akan sulit membangun masa depannya kembali karena dalam dirinya telah terbentuk nilai diri yang baru yang diakibatkan oleh penderitaan secara fisik dan mental karena penyakit TB dan beban ekonomi yang dideritanya. Dibutuhkan kerja keras dan bantuan dari semua pihak serta waktu yang cukup lama untuk memulihkan kembali rasa percaya diri penderita TB untuk hidup dalam masyarakat. Penelitian persepsi pasien tentang TB menunjukkan reaksi pasien pada saat mengetahui diagnosa adalah kekhawatiran (50%) dan pikiran untuk bunuh diri (9%) (Karamoy, 2014).

Laporan World Health Organization (WHO) mengenai TB di dunia disampaikan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2010 bahwa pada tahun 2006 Indonesia berada pada urutan ketiga di bawah India dan Cina dengan jumlah kematian sekitar 101.000 jiwa/tahun (Prabowo, 2011). Sedangkan pada tahun 2007 WHO menyatakan total kasus TB di Indonesia sebanyak 275.193 kasus. Selain itu pada tahun 2008 WHO menyebutkan jumlah kasus TB baru di Indonesia sekitar 534.439 orang/tahun dengan jumlah kematian 88.113 orang/tahun (Tita, 2013). Angka prevalensi untuk semua kasus TB diperkirakan sebanyak 565.614 atau 244/100.000 penduduk. Sedangkan angka kematian karena TB diperkirakan 91.368 jiwa/tahun atau setiap hari 250 orang meninggal karena TB (Prabowo, 2011).


(20)

3 Pada tahun 2007 Dinas Kesehatan Kota Bandung menyatakan bahwa penemuan kasus TB di Kota Bandung secara klinis adalah sebesar 1.194 kasus. Sedangkan jumlah penderita sembuh pada tahun 2007 sebesar 858 jiwa atau 87 %, angka ini belum memenuhi target Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Kota Bandung sebesar 90 %. Tahun 2011 Dinas Kesehatan Kota Bandung menyatakan bahwa pada tahun 2010 jumlah penderita TB di Kotamadya dan Kabupaten Bandung sebanyak 7.958 jiwa. Sementara penderita TB dari golongan anak-anak sebanyak 1.840 anak. Angka tersebut membuktikan bahwa masih tingginya kasus TB di masyarakat Kotamadya maupun Kabupaten Bandung (Prabowo, 2011).

Badan Pusat Statistik Kota Bandung pada tahun 2011 menyatakan bahwa penduduk Kota Bandung berjumlah 2.412.148 jiwa. Dari jumlah penduduk Kota Bandung tersebut terdapat penderita TB kurang lebih sebanyak 7000 jiwa. Di Kota Bandung terdapat 18 unit rumah sakit yang memberikan pelayanan medis paru, sedangkan rumah sakit khusus paru di Kota Bandung saat ini hanya ada 1 unit. Rumah sakit khusus paru tersebut mampu menampung kurang lebih 400 pasien. Hal ini menyatakan bahwa keberadaan rumah sakit khusus paru di Kota Bandung tidak seimbang jika dibandingkan dengan jumlah penderitanya (penderita panyakit paru). Maka dari itu, Kota Bandung perlu membangun rumah sakit khusus paru untuk menampung sebagian jumlah penderita penyakit paru tersebut. Begitupun dengan keadaan lingkungan dan wujud interiornya,


(21)

4 keadaan lingkungan dan wujud interior rumah sakit khusus paru perlu dirancang khusus untuk membantu pasien dalam menjalankan tahap penyembuhan fisik dan pemulihan psikologisnya.

Rumah sakit khusus paru perlu menentukan zona untuk memisahkan penyakit paru yang menular dan membutuhkan interior yang sehat, baik secara pemilihan bahan maupun dengan penerapan bukaan yang dapat memanfaatkan sinar matahari masuk ke dalam ruang, serta didukung oleh pengondisian lingkungan (ekologis) dengan menanam banyak tumbuh-tumbuhan yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan pokok jasmani pasien. Keadaan lingkungan interior tersebut dirancang untuk menjaga pengguna/pasien rumah sakit khusus paru dari penyebaran kuman-kuman yang dapat memperburuk kesehatan parunya.

Rumah sakit khusus paru, juga membutuhkan rancangan interior yang mampu berperan terhadap penyembuhan fisik dan pemulihan psikologis pasien. Maka dari itu, cara yang dapat diupayakan yaitu dengan memberikan sugesti positif melalui komunikasi antar personal yang diperkuat oleh wujud interior untuk memulihkan mental pasien, serta untuk menumbuhkan emosi positif pasien agar memiliki semangat sembuh dan mengembalikan rasa percaya dirinya.

1.2. Gagasan Perancangan

Berbagai kegiatan di dalam rumah sakit khusus paru membutuhkan ketenangan dalam beristirahat dan ketenangan dalam


(22)

5 bertindak, kecepatan dalam penjangkauan dan ketepatan dalam mengambil sebuah keputusan. Penggayaan minimalis Tadao Ando yang memiliki karakteristik kesan ruang yang tenang dan sirkulasi ruang yang linear sangat cocok diterapkan di rumah sakit khusus paru yang membutuhkan ketenangan, kecepatan, dan ketepatan.

Penderita TB maupun penderita penyakit paru lainnya akan memiliki perasaan dan pikiran negatif yang diakibatkan oleh penyakit yang dideritanya tersebut, bahkan setelah sembuh penderita penyakit paru akan memiliki rasa tidak percaya diri dalam melangsungkan kehidupannya. Dengan demikian, penerapan metode hipnoterapi pada interior rumah sakit khusus paru akan sangat membantu dalam meredam perasaan dan pikiran negatif pasien.

Mengenai ketepatan dalam menghipnotis pasien, interior rumah sakit khusus paru akan dirancang dengan konsep “Kesejukan Berdenyut Ketenangan Berakhir dalam Kehangatan”. Ruang yang sejuk merupakan sebuah strategi untuk merangsang gelombang otak alfa, sebab gelombang alfa dapat terangsang oleh lingkungan atau interior yang memiliki suhu sejuk. Terangsangnya gelombang alfa bertujuan untuk sebuah transisi menuju gelombang otak teta yang sekaligus bertujuan untuk mengalihkan perasaan cemas dan gelisah pasien menuju ketenangan. Denyut ruang yang tenang adalah strategi untuk merangsang gelombang otak teta, gelombang teta adalah kondisi untuk memudahkan dalam memberikan atau menanamkan sugesti kepada pasien melalui apa yang dilihatnya dan apa yang


(23)

6 didengarnya. Ruang yang berkesan hangat merupakan titik untuk memberikan sugesti melalui wujud interior dan komunikasi agar emosi positif pasien dapat tumbuh kembali, sehingga pasien memiliki rasa semangat untuk sembuh dan memiliki rasa percaya diri dalam melangsungkan kehidupannya setelah sembuh.

1.3. Fokus Permasalahan

1. Adanya penyebaran kuman mikobakterium tuberkulosa di dalam sebuah ruang berkondisi lembab yang dapat mengakibatkan seseorang terkena penyakit TB.

2. Adanya indikasi terhadap tingginya penderita TB di Kota Bandung yang membutuhkan penanganan di sebuah pelayanan rumah sakit khusus paru dengan keadaan ruang yang sehat agar tidak mengganggu terhadap tahap penyembuhan pasien.

3. Adanya penyakit paru yang menular sehingga rumah sakit khusus paru membutuhkan ruang yang khusus untuk memisahkan pengidap penyakit paru menular.

4. Adanya pasien penyakit paru yang merasa cemas dan gelisah saat mengetahui penyakit yang sedang dideritanya, bahkan panederita dapat kehilangan percaya dirinya setelah sembuh sehingga rumah sakit khusus paru membutuhkan rancangan interior untuk membantu meredam emosi negatif pasien.


(24)

7 5. Perlunya rancangan interior yang mampu berperan dan mampu memudahkan pasien dalam menerima sugesti untuk penyembuhan fisik dan mental pasien.

1.4. Permasalahan Perancangan

1. Bagaimana merancang sebuah ruang yang tidak lembab di rumah sakit khusus paru agar seseorang/pasien terhindar dari kuman-kuman yang dapat memperburuk kondisi kesehatannya.

2. Bagaimana cara merancang sebuah fasilitas rumah sakit khusus paru dengan keadaan ruang yang sehat agar dapat membantu tahap penyembuhan penderita TB.

3. Bagaimana merancang sebuah ruang di rumah sakit khusus paru untuk menjaga terjadinya penularan yang di akibatkan oleh penyebaran kuman-kuman.

4. Bagaimana merancang sebuah interior yang dapat membantu dalam menumbuhkan emosi positif pasien agar memiliki semangat untuk sembuh, serta kembali memiliki rasa percaya diri dalam melangsungkan kehidupannya setelah sembuh.

5. Bagaiman merancang interior yang mampu berperan dan mampu memudahkan pasien dalam menerima sugesti untuk penyembuhan fisik dan mental pasien.


(25)

8

1.5. Maksud dan Tujuan Perancangan

Maksud perancangan

Maksud dari perancangan rumah sakit khusus paru adalah merancang sebuah interior untuk membantu pendertia penyakit paru dalam memulihkan fisik dan mental dengan cara memotivasi melalui pemberian sugesti yang diterapkan pada wujud interior.

Tujuan Perancangan

Tujuan dari perancangan rumah sakit khusus paru adalah merancang sebuah interior dengan menerapkan metode hipnoterapi agar dapat menumbuhkan emosi positif pasien agar memiliki semangat untuk sembuh, serta untuk menumbuhkan rasa percaya diri pasien dalam melangsungkan kehidupannya setelah sembuh.


(26)

10

BAB II

TINJAUAN TEORI & DATA RUMAH SAKIT KHUSUS PARU

2.1. Tinjauan Umum Rumah Sakit Khusus Paru 2.1.1. Pengertian Rumah Sakit

Menurut American Hospital Association (1974), rumah sakit adalah suatu organisasi tenaga medis profesional yang terorganisasi serta sarana kedokteran yang permanen dalam menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis, serta pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien. Sementara itu, menurut Wolper dan Pena (1987), rumah sakit adalah tempat di mana orang sakit mencari dan menerima pelayanan kedokteran serta tempat di mana pendidikan klinik untuk mahasiswa kedokteran, keperawatan, dan berbagai jenis tenaga profesi kesehatan lainnya diselenggarakan.

Pengertian yang terpapar di atas dapat disimpulkan bahwa rumah sakit adalah suatu tempat yang terorganisasi dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien, baik yang bersifat dasar, spesialistik, maupun subspesialistik. Selain itu, rumah sakit juga dapat digunakan sebagai lembaga pendidikan bagi tenaga profesi kesehatan dan memberikan


(27)

11 pelayanan kesehatan secara rawat jalan maupun rawat inap (Adisasmito, 2009).

2.1.2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

Menurut WHO (World Health Organization) peran rumah sakit merupakan bagian dari sistem pelayanan kesehatan secara keseluruhan yang memberikan pelayanan pengobatan penyakit (kuratif), pencegahan penyakit (preventif), menyelenggarakan gerakan pelayanan rawat jalan dan rawat inap. Di samping itu, rumah sakit juga berfungsi sebagai tempat pendidikan tenaga kesehatan dan tempat penelitian. Oleh karena itu, agar dapat menjalankan fungsinya dengan baik rumah sakit harus bisa bekerja sama dengan instansi lain di wilayahnya, baik instansi kesehatan maupun nonkesehatan (Adisasmito, 2009).

Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), pengobatan penyakit kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif).

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009, rumah sakit umum mempunyai fungsi:


(28)

12 A. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.

B. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna.

C. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

D. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

2.1.3. Peranan Rumah Sakit

Peranan rumah sakit adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat yang berhubungan dengan orang sakit. Pihak-pihak yang berhubungan dengan rumah sakit antara lain: tenaga medis, pengunjung, pasien luar dan tenaga administrasi (Ratnadi, 2006).

Jenis pelayanan kesehatan dan bagian-bagian dalam rumah sakit:

1. Pelayanan medis

Fungsi pelayanan kedokteran di rumah sakit yang ditangani oleh ahli yang bersangkutan.


(29)

13

2. Out patient department

Pelayanan medis untuk penderita yang berobat jalan, dilayani di poliklinik.

3. In patient department

Pelayanan medis untuk penderita yang dirawat pada unit perawatan termasuk bedah.

4. Penunjang medis

Fungsi penunjang dalam pelayanan medis, seperti: unit laboratorium, farmasi, radiology dan lain-lain.

5. Penunjang non medis

Fungsi pelayanan diluar bidang kedokteran yang diperlukan bagi pelayanan rumah sakit secara keseluruhan.

6. CSSD (Central Steril Supply Department)

Unit sterilisasi pusat, terutama untuk peralatan dan perlengkapan bedah.

2.1.4. Jenis Rumah Sakit dan Pengelolanya

Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit,berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolanya.

1. Rumah Sakit Berdasarkan Jenis Pelayanan

Rumah Sakit berdasarkan jenis pelayanan dikategorikan kedalam dua bagian, di antaranya adalah :


(30)

14

A. Rumah Sakit Umum

Rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit.

B. Rumah Sakit Khusus

Rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu, berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, organ atau jenis penyakit.

2. Rumah Sakit Berdasarkan Pengelolaan

Berdasarkan pengelolaannya Rumah Sakit dapat dibagi menjadi Rumah Sakit publik dan Rumah Sakit privat.

A. Rumah Sakit Public

Rumah Sakit Public dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Rumah sakit public yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, rumah sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah tidak dapat dialihkan menjadi rumah sakit privat.


(31)

15

B. Rumah Sakit Private

Rumah Sakit Private dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero. Rumah Sakit dapat ditetapkan menjadi Rumah Sakit pendidikan setelah memenuhi persyaratan dan standar rumah sakit pendidikan. Rumah Sakit pendidikan ditetapkan oleh Menteri yang membidangi urusan pendidikan.

2.1.5. Klasifikasi Rumah Sakit Umum dan Klasifikasi Rumah Sakit Khusus Paru

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340/Menkes/Per/III/2010 Tentang Klasifikasi Rumah Sakit bahwa Pasal 24 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, perlu mengatur Klasifikasi Rumah Sakit dengan Peraturan Menteri Kesehatan.

1. Klasifikasi Rumah Sakit Umum A. Rumah Sakit Umum Kelas A

Rumah sakit kelas A minimal memiliki tempat tidur 400 buah dengan memiliki pelayanan medik spesialis dasar, pelayanan spesialis penunjang medik, pelayanan medik spesialis lain dan pelayanan medik subspesialis. Pemerintah menetapkan rumah sakit


(32)

16 tersebut sebagai tempat pelayanan rujukan tertinggi atau disebut juga rumah sakit pusat (Siahaan, 2011).

B. Rumah Sakit Umum Kelas B

Rumah sakit kelas B minimal memiliki 200 tempat tidur dengan memiliki pelayanan medik spesialis dasar, pelayanan penunjang medik, pelayanan medik spesialis lain dan pelayanan medik subspesialis. Rumah sakit ini didirikan di setiap Ibu Kota Provinsi yang menampung rujukan dari Rumah Sakit Kabupaten (Siahaan, 2011).

C. Rumah Sakit Umum Kelas C

Rumah sakit kelas C minimal memiliki 100 tempat tidur dengan memiliki pelayanan medik spesialis dasar dan pelayanan spesialis penunjang medik. Rumah sakit kelas C ini direncanakan akan didirikan di setiap Kota atau Kabupaten yang menampung rujukan dari Puskesmas (Siahaan, 2011).

D. Rumah Sakit Umum Kelas D

Rumah sakit kelas D minimal memiliki 50 tempat tidur dan hanya memiliki pelayanan medik spesialis dasar. Rumah sakit ini bersifat transisi karena pada suatu saat akan ditingkatkan mejadi rumah sakit kelas C. Rumah sakit kelas D juga sama


(33)

17 halnya dengan rumah sakit kelas C yang menampung rujukan dari Puskesmas (Siahaan, 2011).

2. Klasifikasi Rumah Sakit Khusus Paru

Berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan, Rumah Sakit Khusus diklasifikasikan menjadi 3 bagian diantaranya yaitu :

A. Rumah Sakit Khusus Paru Kelas A

Rumah sakit khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang terbatas (Demetrius, 2013). Rumah sakit khusus paru kelas A minimal memiliki fasilitas tempat tidur sebanyak 100 buah.

B. Rumah Sakit Khusus Paru Kelas B

Rumah sakit khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang terbatas (Demetrius, 2013). Rumah sakit khusus paru kelas B memiliki fasilitas tempat tidur sebanyak 50 hingga 100 tempat tidur.

C. Rumah Sakit Khusus Paru Kelas C

Rumah sakit khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai


(34)

18 kekhususan yang minimal (Demetrius, 2013). Rumah sakit khusus paru kelas C memiliki fasilitas tempat tidur sebanyak 25 hingga 50 tempat tidur.

Rumah Sakit Khusus Paru kelas A, kelas B, hingga kelas C memiliki sarana dan prasarana yang terdiri dari ruang-ruang sebagai berikut :

NO KELAS A KELAS B KELAS C

1 2 3 4 5 6 7 8

9 >100 TT 50-100 TT 25-50 TT

10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 NAMA BANGUNAN/RUANGAN Ruang Administrasi

Ruang Komite Medik Ruang Diagnostik Central Ruang Penyuluhan PKMRS Ruang Pemulasaraan Jenazah Ruang IRCU

Ruang Rehabilitasi Medik Ruang Pulih

Ruang Rawat Jalan Ruang Radiologi Ruang Radiotherapy Ruang Farmasi Ruang Laboratorium Unit Gawa Darurat (UGD) Ruang Perawatan Utama/VIP Ruang Rawat Inap

Ruang Tindakan Ruang Bedah Ruang Pertemuan Dapur/Instalasi Gizi Binatu/Laundry IPSRS/Bengkel IPLRS/Lab. IPAL Ruang Perpustakaan Ruang Diklat Catatan :

Tabel II.1. Kriteria Klasifikasi Rumah Sakit Paru Berdasarkan Sarana dan Prasaran

(Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

340/Menkes/Per/III/2010)

Keterangan lebih lanjut mengenai kriteria klasifikasi rumah sakit khusus paru terdapat di lampiran 2.


(35)

19

2.1.6. Jenis Penyakit Paru 1. Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikrobakterium tuberkulosis. Bakteri yang dapat menyebabkan terjadinya tuberkulosis paru mudah mati pada air mendidih 80oC dalam jangka waktu 5 menit dan 60oC dalam jangka waktu 20 menit, tidak hanya melalui suhu air tetapi bakteri tersebut bisa juga mati apabila terkena paparan sinar matahari. Biasanya bakteri tuberkulosis bertahan hidup hingga berbulan-bulan pada suhu ruangan yang lembab (Tanjung, 2010).

2. ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut)

ISPA merupakan radang akut saluran pernapasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri (Tanjung, 2011).

3. Pneumonia

Pneumonia merupakan keradangan parenkim paru, asinus yang terisi dengan cairan dan sel radang. Sebagian besar diakbitkan oleh infeksi, akan tetapi dapat juga disebabkan oleh bahan-bahan lain (Tanjung, 2011).

4. Asbestosis

Penyakit ini diakibatkan oleh bahan material yang memiliki zat asbes sehingga jika terhirup dapat


(36)

20 mengakibatkan kerusakan berat pada paru-paru. Asbestosis bisa menjadi penyebab timbulnya penyakit kanker paru-paru (Sativa, 2014).

5. Silikosis

Silikosis merupakan penyakit paru akibat lingkungan kerja. Penyakit ini disebabkan oleh suatu penimbunan debu-debu atau partikel-partikel silika di dalam paru-paru. Silika adalah jenis bahan material yang banyak digunakan dalam sebuah bangunan dan perusahaan konstruksi (Sativa, 2014).

6. PPOK (Penyakit Paru-paru Obstruktif Kronis)

PPOK adalah kerusakan jaringan paru-paru secara progresif dengan sesak napas yang semakin berat. PPOK meliputi bronkitis kronis dan emfisema, dua kelainan yang biasanya terjadi bersamaan (Sativa, 2014).

7. Emfisema

Emfisema adalah jenis dari penyakit paru obstruktif kronis yang melibatkan kerusakan pada kantung udara (alveoli) paru-paru. Akibatnya, penderita mengalami sulit bernafas sehingga tubuh tidak mendapatkan oksigen yang diperlukan. Merokok adalah penyabab yang paling umum terhadap terjadinya emfisema (Sativa, 2014).


(37)

21

8. Pneumotoraks

Pneumotoraks Adalah suatu jenis penyakit gangguan paru-paru yang terdapat di selaput paru atau yang disebut pleura. Pneumotoraks terjadi jika satu atau dua membran pleura tertembus dan udara masuk ke dalam rongga pleura menyebabkan paru-paru mengempis. Membran pleura dipisahkan oleh lapisang cairan pleura sangat tipis yang melumasi gerakan mereka. Keseimbangan antara dinding dada, lapisan pleura, dan jaringan paru-paru memungkinkan paru-paru "terisap" ke dalam dinding dada.

Pada pneumotoraks, udara masuk ke dalam rongga pleura. Keseimbangan tekanan pun berubah dan paru-paru mengempis. Jika lebih banyak udara yang masuk ke dalam rongga tapi tidak dapat keluar, tekanan di sekitar paru-paru semakin tinggi yang dapat mengancam jiwa.Pneumotoraks spontan dapat terjadi akibat pecahnya alveolus yang membesar secara abnormal di permukaan paru-paru atau akibat kondisi paru-paru, seperti asma. Penyebab lain adalah patah tulang rusuk dan luka dada (Sativa, 2014).


(38)

22

9. Asma

Jenis-jenis penyakit paru-paru lainnya adalah Asma. Asma merupakan penyakit radang paru-paru yang menimbulkan serangan sesak napas dan mengi yang berulang. Asma merupakan salah satu kelainan paru-paru paling banyak dan bervariasi, menyerang satu dari empat anak di beberapa daerah. Otot dinding saluran udara berkontraksi seperti kejang, menyebabkan saluran udara menyempit, sehingga terjadi serangan sesak napas. Penyempitan diperburuk oleh sekresi lendir yang berlebihan. Sebagian besar kasus terjadi di masa kanak-kanak dan biasanya berkaitan dengan penyakit yang didasari oleh alergi seperti eksema dan keduanya mempunyai faktor penyakit turunan (Sativa, 2014).

2.2. Tinjauan Interior Rumah Sakit 2.2.1. Lantai

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia di dalam buku yang berjudul Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Kelas C. Komponen penutup lantai untuk interior rumah sakit memiliki beberapa peryaratan sebagai berikut :

1. Permukaan material lantai yang rata (tidak berongga) agar tidak terlalu banyak menyimpan debu.


(39)

23 2. Mudah dibersihkan.

3. Warna pada lantai harus berwarna cerah.

4. Memiliki pola lantai dengan garis alur yang menerus keseluruh ruangan rumah sakit.

5. Pada daerah yang miring material lantai harus dari lapisan permukaan yang tidak licin walaupun dalam kondisi basah.

6. Hubungan/pertemuan antara lantai dengan dinding harus menggunakan bahan yang tidak bersudut (siku) tetapi melengkung untuk memudahkan pembersihan lantai (hospital plint).

2.2.2. Dinding

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia di dalam buku yang berjudul Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Kelas C. Komponen dinding untuk interior rumah sakit memiliki persyaratan sebagai berikut : 1. Dinding harus mudah dibersihkan, tahan cuaca dan tidak

berjamur.

2. Lapisan dinding tidak berpori sehingga dinding tidak menyimpan debu.

3. Warna dinding harus cerah.

4. Hubungan dinding harus melengkung untuk memudahkan pembersihan.


(40)

24

2.2.3. Langit-langit (Ceiling)

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia di dalam buku yang berjudul Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Kelas C. Komponen langit-langit (Ceiling) untuk interior rumah sakit memiliki persyaratan sebagai berikut :

1. Langit-langit harus mudah dibersihkan, tahan terhadap cuaca, tahan terhadap air, tidak mengandung unsur yang dapat membahayakan pasien, serta tidak berjamur.

2. Lapisan penutup langit-langit tidak berpori sehingga dinding tidak menyimpan debu.

3. Berwarna cerah tetapi tidak menyilaukan.

2.2.4. Penghawaan

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia di dalam buku yang berjudul Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Kelas C. Sistem penghawaan untuk interior rumah sakit memiliki persyaratan sebagai berikut : 1. Ruang-ruang rumah sakit harus memiliki penghawaan

alami dan penghawaan buatan yang dapat disesuaikan dengan fungsinya dan tingkat kontaminasi oleh lingkungan sekitar bangunan rumah sakit.

2. Penghawaan buatan harus disediakan jika penghawaan alami tidak memenuhi syarat. Misalkan tingkat


(41)

25 kontaminasi oleh lingkungan sekitar bangunan rumah sakit tinggi sehingga tidak memungkinkan udara bersih masuk ke dalam ruangan.

3. Penggunaan penghawaan buatan harus dilakukan pembersihan/perawatan secara berkala untuk mengurangi kandungan debu dan bakteri.

4. Penerapn penghawaan buatan harus mempertimbangkan prinsip-prinsip penghematan energi.

5. Penghawaan di daerah pelayanan pasien yang kritis harus tersaring dan terkontrol sehingga udara bertukar dengan normal dan mencegah pengumpulan gas-gas anestesi dalam ruangan.

2.2.5. Pencahayaan

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia di dalam buku yang berjudul Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Kelas C. Sistem pencahayaan untuk interior rumah sakit memiliki persyaratan sebagai berikut : 1. Ruang-ruang rumah sakit harus mempunyai pencahayaan

alami dan buatan termasuk pencahayaan darurat sesuai fungsinya.

2. Pencahayaan alami harus optimal disesuaikan dengan fungsi bangunan dan fungsi-fungsi ruang di dalam bangunan rumah sakit.


(42)

26 3. Pencahayaan buatan yang digunakan untuk pencahayaan dipasang sesuai dengan fungsinya, serta dapat bekerja secara otomatis dan mempunyai tibgkat pencahayaan yang cukup untuk evakuasi yang aman.

4. Semua sistem pencahayaan buatan (kecuali pencahayaan darurat) harus ditempatkan pada tempat yang mudah dicapai oleh pengguna ruang.

5. Pencahayaan umum disediakan dengan lampu yang dipasang di langit-langit.

6. Pencahayaan buatan yang ditempatkan pada setiap ruang rumah sakit disarankan menggunakan komponen yang tidak mengumpulkan debu.

2.2.6. Sirkulasi

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia di dalam buku yang berjudul Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Kelas C. Sirkulasi untuk interior rumah sakit memiliki persyaratan sebagai berikut :

1. Setiap bangunan rumah sakit harus memenuhui persyaratan kemudahan hubungan horizontal berupa tersedianya pintu dan koridor yang memadai untuk terselenggaranya fungsi bangunan rumah sakit tersebut.


(43)

27 2. Ukuran koridor sebagai akses horizontal antar ruang dipertimbangkan berdasarkan fungsi koridor, fungsi ruang, dan jumlah pengguna.

3. Setiap bangunan rumah sakit dengan ketinggian di atas lima lantai harus menyediakan sarana hubungan vertical berupa lift.

2.2.7. Warna

Pemilihan warna pada suatu bangunan memiliki pengaruh yang kuat pada perasaan dan emosi penggunanya. Ada kemungkinan, keadaan fisik penggunapun dapat dipengaruhi oleh warna-warna tertentu pada ruang yang ditempatinya. Maka dari itu, penggunaan warna harus dipertimbangkan pada saat mendesain sebuah interior, salah satunya adalah bangunan rumah sakit (Wandira & Pribadi, 2011).

Menurut Sulasmi Darmaprawira W.A. dalam bukunya yang berjudul Warna Teori dan Kreativitas Penggunaannya warna memiliki perlambangan tersendiri. Berikut ini adalah gambaran beberapa warna yang mempunyai nilai perlambangan secara umum :

1. Merah

Warna merah adalah warna terkuat dan paling menarik perhatian, bersifat primitif dan agresif. Warna ini di


(44)

28 asosiasikan sebagai darah, marah, berani, seks, bahaya, kekuatan, kejantanan, cinta.

2. Ungu

Berkarakter sejuk, hampir sama dengan biru tapi lebih tenggelam. Warna ini melambangkan duka cita, suci.

3. Biru

Berkarakter sejuk, tenang dan damai. Biru melambangkan kesucian, harapan dan damai.

4. Hijau

Berkarakter hampir sama dengan biru, namun warna hijau lebih bersifat istirahat Hijau mengungkapkan kesegaran, muda, pertumbuhan kehidupan, kesuburan dan harapan kelahiran kembali.

5. Kuning

Kuning melambangkan kelincahan, kesenangan dan intelektual. Kuning memaknakan kemuliaan cinta.

6. Putih

Putih berkarakter positif, merangsang, cemerlang, ringan dan sederhana. Putih melambangkan kesucian, polos, jujur dan murni.

7. Hitam

Melambangkan kegelapan, misteri. Namun bersifat tegas, kukuh, formal dan berkesan berstruktur kuat.


(45)

29

2.2.8. Akustik (Kebisingan)

Kenyamanan terhadap kebisingan adalah keadaan dengan tingkat kebisingan yang tidak menimbulkan gangguan pendengaran, kesehatan dan kenyamanan bagi seseorang dalam melakukan kegiatan. Gangguan kebisingan pada bangunan gedung dapat berisiko cacat pendengaran. Untuk memproteksi gangguan perlu dirancang lingkungan akustik ditempat kegiatan dalam ruang tersebut (Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Kelas C, 2007).

Setiap ruang-ruang rumah sakit harus meminimalkan kebisingan yang ditimbulkan dari kegiatan-kegiatan di rumah sakit dan kegiatan di luar lingkungan rumah sakit. Persyaratan kebisingan untuk masing-masing ruangan dalam rumah sakit adalah sebagai berikut :

1 Ruang Pasien Saat tidur Saat tidak tidur 2 R. Operasi Umum 3 Anastesi/pemulihan 4 Laboratorium 5 Sinar X 6 Koridor 7 Tangga 8 Kantor/Lobi 9 Ruang Alat/Gudang 10 Farmasi

11 Dapur 12 R.Cuci 13 R.Isolasi 14 R. Poliklinik

45 45 65

Maksimum Kebisingan

(Waktu pemaparan 8 jam dengan satuan dB)

No Ruang 40 45 80 40 40 45 45 45 45 78 78 40

Tabel II.2. Indeks Kebisingan Menurut Jenis Ruang (Pedoman Teknis Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Kelas C, 2007)


(46)

30

2.3. Limbah-limbah Rumah Sakit dan Pengelolaannya 2.3.1. Jenis-jenis Limbah Rumah Sakit

A. Limbah Medis

Limbah medis adalah limbah yang langsung dihasilkan dari tindakan diagnosis dan tindakan medis terhadap pasien. Termasuk dalam kajian tersebut juga kegiatan medis di ruang poliklinik, perawatan, bedah, kebidanan, otopsi dan ruang laboratorium (Siahaan, 2011).

B. Limbah Non Medis

Limbah non medis adalah limbah yang dihasilkan dari berbagai kegiatan seperti kantor/administrasi, unit perlengkapan, ruang tunggu, ruang rawat inap, unit gizi/dapur, halaman parkir, taman, dan unit pelayanan (Siahaan, 2011).

2.3.2. Profil Limbah Rumah Sakit

Keterangan lebih lanjut mengenai profil limbah rumah sakit terdapat di lampiran 2

2.3.3. Sifat-sifat Limbah Rumah Sakit

Keterangan lebih lanjut mengenai profil limbah rumah sakit terdapat di lampiran 3


(47)

31

2.3.4. Pelaksanaan dan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit

Pengelolaan limbah harus dilakukan dengan benar dan efektif serta memenuhi persyaratan sanitasi. Sebagai sesuatu yang tidak digunakan lagi dan yang harus dibuang. Maka limbah harus dikelola dengan baik. Syarat yang harus dipenuhi dalam pengelolaan limbah yaitu tidak mencemari udara, air, atau tanah, tidak menimbulkan bau (segi estetis) tidak menimbulkan kebakaran, dan sebagainya (Siahaan, 2011).

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 432/MENKES/SK/IV/2007 Tentang Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Rumah Sakit di dalam pelaksanaan pengelolaan limbah setiap rumah sakit harus melakukan reduksi limbah dimulai dari sumber, harus mengelola dan mengawasi penggunaan bahan kimia yang berbahaya dan beracun, harus melakukan pengelolaan stok bahan kimia dan farmasi. Setiap peralatan yang digunakan dalam pengelolaan limbah medis mulai dari pengumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan harus melalui sertifikasi dari pihak yang berwenang (Siahaan, 2011). Hal ini dapat dilaksanakan dengan melakukan :

1. Menyeleksi bahan-bahan yang kurang menghasilkan limbah sebelum membelinya.


(48)

32 3. Mengutamakan metode pembersihan secara fisik

daripada secara kimiawi.

4. Mencegah bahan-bahan yang dapat menjadi limbah seperti dalam kegiatan perawatan dan kebersihan.

5. Memonitor alur penggunaan bahan kimia dari bahan baku sampai menjadi limbah bahan berbahaya dan beracun. 6. Memesan bahan-bahan sesuai kebutuhan.

7. Menggunakan bahan-bahan yang diproduksi lebih awal untuk menghindari kadaluarsa.

8. Menghabiskan bahan dari setiap kemasan.

9. Mengecek tanggal kadaluarsa bahan-bahan pada saat diantar oleh distributor.

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2004 menyatakan bahwa hal ini dilakukan agar limbah yang dihasilkan dari rumah sakit dapat dikurangi sehingga dapat menghemat biaya operasional untuk pengelolaan limbah (Siahaan, 2011).

2.3.5. Penampungan Limbah Rumah Sakit

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2004 menyatakan bahwa limbah biasanya ditampung di tempat produksi limbah dalam jangka waktu yang lama. Untuk itu di setiap unit hendaknya disediakan tempat penampungan dengan bentuk, ukuran, jumlah yang


(49)

33 disesuaikan dengan jenis limbah dan kondisi setempat. Limbah atau sampah sebaiknya tidak dibiarkan di tempat penampungan terlalu lama. Kadang-kadang limbah juga diangkut langsung ke tempat penampungan untuk dimusnahkan. Penyimpanan limbah medis padat harus sesuai iklim tropis yaitu pada musim hujan paling lama 48 jam dan musim kemarau paling lama 24 jam (Siahaan, 2011).

Tempat-tempat penampungan limbah atau sampah hendak memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Bahan tidak mudah karat

2. Kedap air, terutama untuk menampung limbah yang basah

3. Bertutup rapat 4. Mudah dibersihkan

5. Mudah dikosongkan atau diangkut 6. tidak menimbulkan bising

7. Tahan terhadap benda tajam

2.3.6. Pembuangan dan Pemusnahan Limbah Rumah Sakit

Pembuangan dan pemusnahan sampah dapat ditempuh melalui dua alternatif yaitu:

1. Pembuangan dan pemusnahan sampah medis dan non medis secara terpisah. Pemisahan ini dimungkinkan bila Dinas Kebersihan dapat diandalkan sehingga beban


(50)

34 rumah sakit tinggal memusnahkan sampah medis (Siahaan, 2011).

2. Pembuangan dan pemusnahan sampah medis dan non medis dijadikan satu. Dengan demikian rumah sakit harus menyediakan sarana yang memadai (Siahaan, 2011). Pemusnahan sampah rumah sakit dapat dilakukan dengan metode sebagai berikut :

A. Insinerator

Insinerator merupakan alat yang digunakan untuk memusnahkan sampah dengan membakar sampah tersebut dalam satu tungku pada suhu 1500-1800 0F dan dapat mengurangi sampah 70 %. Dalam penggunaan insinerator di rumah sakit, maka beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan adalah ukuran, desain yang disesuaikan dengan peraturan pengendalian pencemaran udara, penempatan lokasi yang berkaitan dengan jalur pengangkutan sampah dalam komplek rumah sakit dan jalur pembuangan abu dan sarana gedung untuk melindungi insinerator dari bahaya kebakaran. Insinerator hanya digunakan untuk memusnahkan limbah klinis atau medis. Ukuran insinerator disesuaikan dengan jumlah dan kualitas sampah. Sementara untuk memperkirakan ukuran dan kapasitas insinerator perlu mengetahui jumlah puncak produksi sampah (Siahaan, 2011).


(51)

35

a) Lokasi Penguburan

Khusus untuk limbah medis, seperti plasenta atau sisa potongan anggota tubuh dari ruang operasi atau otopsi yang mudah membusuk, perlu segera dikubur (Siahaan, 2011).

b) Sanitary Landfill

Pembuangan sampah medis dapat juga dibuang ke lokasi pembuangan sampah akhir dengan menggunakan cara sanitary landfill. Sampah medis terlebih dahulu dilakukan sterilialisasi atau disinfeksi kemudian dibuang dan dipadatkan

ditutup dengan lapisan tanah setiap akhir hari kerja (Siahaan, 2011).

2.4. Studi Psikologi 2.4.1. Hipnoterapi

Hipnoterpai adalah salah satu cabang ilmu psikologi yang mempelajari manfaat sugesti untuk mengatasi masalah pikiran, perasaan dan perilaku. Hipnoterapi dapat juga dikatakan sebagai suatu teknik terapi pikiran menggunakan hipnotis. Hipnotis bisa diartikan sebagai ilmu untuk memberi sugesti atau perintah kepada pikiran bawah sadar (Giyaningtyas, 2011).


(52)

36

2.4.2. Gelombang Otak

Gelombang otak manusia terdiri dari empat gelombang, yaitu gelombang beta, alfa, teta, dan delta. Berikut merupakan penjelasan dari ke empat gelombang otak tersebut :

1. Gelombang Otak Beta

Beta merupakan gelombang otak yang bekerja disaat manusia sedang dalam kondisi terjaga, tegang, konsentrasi tinggi. Disaat beraktivitas gelombang tersebut aktif ketika manusia sedang mengerjakan tugas yang rumit, berolahraga, dan berdebat (Susanto, 2012).

2. Gelombang Otak Alfa

Alfa merupakan gelombang otak yang bekerja disaat masusia sedang dalam kondisi terjaga, waspada tetapi tetap santai. Disaat beraktivitas gelombang tersebut aktif ketika manusia sedang memecahkan suatu masalah, belajar, dan menulis (Susanto, 2012).

Gelombang otak alfa termasuk gelombang otak yang mudah dipengaruhi saat seseorang berada di dalam ruang yang sejuk dan suasana cahaya yang remang (Susanto, 2012).

3. Gelombang Otak Teta

Teta merupakan gelombang otak yang bekerja disaat masusia sedang dalam kondisi setengah terjaga, sangat santai, mengantuk. Disaat beraktivitas gelombang


(53)

37 tersebut aktif ketika manusia sedang mencari gagasan kreatif dan melamun (Susanto, 2012).

Gelombang otak teta terangsang saat seseorang merasa sangat santai, tenang, dan damai. Kondisi teta sangat mudah dipengaruhi karena alam bawah sadar terbuka sangat lebar dan kondisi ini adalah kondisi yang paling cepat dan mudah untuk memprogram alam bawah sadar (Susanto, 2012).

4. Gelombang Otak Delta

Delta merupakan gelombang otak yang bekerja disaat masusia sedang dalam kondisi tidak terjaga, sensor inderawi dengan luar terputus. Disaat beraktivitas gelombang tersebut aktif ketika manusia sedang tidur nyenyak tanpa mimpi dan koma (Susanto, 2012).

2.5. Studi Psikologi Ruang

Menurut seorang psikolog seni yang bernama Rudolf Arnheim, ruang adalah sesuatu yang dapat dibayangkan sebagai satu kesatuan terbatas atau tidak terbatas, seperti keadaan yang kosong yang sudah disiapkan mempunyai kapasitas untuk diisi barang (Surasetja, 2012).

Ruang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia baik secara psikologis emosional (Persepsi), maupun dimensional. Manusia berada dalam ruang, bergerak serta menghayati, berfikir dan juga


(54)

38 menciptakan ruang untuk menyatakan bentuk dunianya (Surasetja, 2012).

Secara umum, ruang dibentuk oleh 3 elemen pembentuk runag, diantaranya yaitu :

1. Bidang alas (Lantai)

2. Bidang pembatas (Dinding) 3. Bidang atap (Langit-langit)

Dari elemen-elemen pembentuk ruang tersebut akan menentukan karakteristik ruang melalui bentuk, wujud, warna, cahaya, tekstur (Surasetja, 2012).

2.5.1. Bentuk

Bentuk merupakan hasil dari sebuah garis yang dihubungkan melalui titik satu ke titik lainnya sehingga mejadi sebuah sumbu yang berwujud. Sumbu menghasilkan beberapa garis yang memiliki arti tersendiri dari segi psikologi.

1. Garis Lurus

Garis lurus memiliki karakter yang mengekspresikan sebuah kestabilan dan ketenangan. (Ching, 1996).

2. Garis Diagonal

Garis diagonal merupakan hasil dari penggabungan antara garis horisontal dan vertikal, sehingga dapat terlihat sebagai garis yang naik dan turun. Garis tersebut


(55)

39 menunjukan adanya gerakan yang tampak terlihat aktif dan dinamis (Ching, 1996).

3. Garis Lengkung

Garis lengkung merupakan garis yang memiliki sifat halus. Garis lengkung mengekspresikan keinginan bermain, energi, dan pola-pola pertumbuhan biologis (Ching, 1996).

2.5.2. Wujud

Wujud merupakan hasil dari sebuah pembentukan bidang yang mempertemukan sumbu-sumbu garis. Bentuk yang mempertemukan lebih dari satu garis sumbu menghasilkan beberapa wujud yang memiliki arti tersendiri melalui segi visual dan segi psikologi (Ching, 1996).

1. Bujur Sangkar (Kotak)

Wujud bentuk bujur sangkar menunjukan kejernihan dan rasionalitas. Bujur sangkar yang memiliki empat buah sisi sama panjang menghasilkan keteraturan, sehingga bujur sangkar memiliki sifat yang stabil dan tenang. Namun menjadi sebuah benda yang dinamis jika bujur sangkar berdiri pada salah satu sudutnya. Bujur sangkar dapat bervariasi dengan cara mengubah ukuran, proporsi, warna, tekstur, penempatan, atau orientasinya (Ching,1996).


(56)

40 Gambar II.1. Ragam-ragam Bujur Sangkar Berdasarkan

Penempatan dan Orientasi (Dokumen Pribadi)

2. Segitiga

Wujud bentuk segitiga sama sisi menunjukan stabilitas. Sebuah wujud bentuk segitiga sama sisi juga akan terlihat stabil jika berdiri pada salah satu sisinya. Jika didorong pada salah satu sudutnya, maka wujud bentuk segitiga akan menjadi dinamis (Ching, 1996).

Gambar II. 2. Ragam-ragam Segitiga Berdasarkan Penemptan dan Orientasi

(Dokumen Pribadi)

3. Lingkaran

Lingkaran yang memiliki jari-jari sama panjang merupakan wujud bentuk yang selaras. Lingkaran menggambarkan kesatuan, kontinuitas, dan keteraturan bentuk.


(57)

41 Kombinasi antara lingkaran dengan garis-garis dan wujud bentuk lain dapat terlihat memiliki gerak yang jelas. Garis dan wujud bentuk lengkung dapat dilihat sebagai potongan atau kombinasi dari wujud bentuk lingkaran. Teratur atau tidak, wujud bentuk lengkung dapat mengekspresikan kehalusan suatu bentuk, aliran suatu gerak, atau pertumbuhan biologis yang alamiah (Ching, 1996).

Gambar II.3. Wujud Bentuk Lingkaran Dikombinasikan Dengam Garis Lengkung

(Dokumen Pribadi)

2.5.3. Cahaya

Pencahayaan dapat mempengaruhi efek psikologis bagi pengguna ruangan (Susanto, 2012). Di dalam sebuah rumah sakit ada beragam kegiatan yang dilakukan oleh penggunanya yaitu bekerja (Doker dan Karyawan), berobat (Pasien),


(58)

42 beristirahat (Dokter, Karyawan dan Pasien), pengunjung pasien. Berikut adalah pengaruh psikologi terhadap pengguna rumah sakit :

1. Pencahayaan yang terang dapat memicu otak untuk aktif bekerja sehingga karyawan dapat bekerja dengan produktif, hal ini diberikan untuk karyawan atau pekerja lainnya (Susanto, 2012).

2. Pencahayaan yang redup dapat memberikan kesan ruang hening, tenang (Susanto, 2012). Sehingga pasien rawat inap dapat beristirahat dengan tenang dan nyaman yang dapat berpengaruh dalam tahap penyembuhan.

2.5.4. Warna

Menurut Sulasmi Darmaprawira W.A. dalam bukunya yang berjudul Warna Teori dan Kreativitas Penggunaannya bahwa reaksi manusia terhadap warna sifatnya emosional (psikologis). Rumah sakit dihuni oleh berbagai manusia dengan kegiatan yang berbeda-beda. Pasien merupakan penghuni rumah sakit yang membutuhkan pelayanan pemeliharaan dan penyembuhan. Maka dari itu, sebuah ruang rawat rumah sakit harus berkesan tenang yang menyebabkan pasien merasakan kenyamanan.

Warna untuk ruang kamar pasien atau ruang rawat jalan sebaiknya jangan warna yang terlalu murni atau terlalu


(59)

43 berbicara sebab akan memperburuk keadaan jasmani pasien. Warna yang disarankan yaitu warna hijau kebiruan yang merupakan syarat utama sebelum kebutuhan faktor emosional lainnya dipenuhi. Syarat-syarat lainnya adalah tempat tidur pasien perlu diletakan dekat jendela walaupun harus ada jarak, langit-langit diberi warna cerah karena posisi pasien yang banayak terlentang . Dinding dan lantai sebaiknya bernada lembut dengan daya pantul sekitar 40-60%.

2.5.5. Tekstur

Menurut Franchis D.K. Ching dalam bukunya yang berjudul Ilustrasi Desain Interior tekstur adalah kualitas tertentu suatu permukaan yang timbul sebagai akibat dari struktur 3 dimensi. Tekstur paling sering digunakan untuk menjelaskan tingkat kehalusan atau kekasaran suatu permukaan. Tekstur juga dapat digunakan untuk menjelaskan karakteristik kualitas permukaan pada bahan-bahan. Seperti kekasaran batu, garis-garis urat kayu dan tenunan kain.

Tekstur memiliki 2 jenis dasar yaitu tekstur nyata dan tekstur visual. Tekstur nyata merupakan tekstur yang dapat diraba, sedangkan tekstur visual hanya terlihat dengan mata. Semua tekstur nyata menyediakan tekstur visual, sebaliknya tekstur visual mungkin hanya ilusi atau mungkin juga nyata.


(60)

44 Indera penglihatan dan sentuhan sangat erat kaitannya. Pada saat mata membaca suatu permukaan tekstur visual dapat dirasakan kualitas tekstur nyatanya tanpa bena-benar menyentuhnya. Dengan demikian, penggunaan bahan-bahan interior di dalam ruang rumah sakit disarankan menggunakan bahan bertekstur halus untuk memberikan kesan yang nyaman bagi pasien.


(61)

45

2.6. Studi Antropometrik

Studi antropometrik ini diambil dari sebuah buku karangan Julius Panero dan Martin Zelnik tahun 1979 yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia terbitan tahun 2003. Berikut adalah gambaran-gambaran beserta teorinya.

Gambar II.4. Antropometrik Kamar Rumah Sakit (Panero dan Martin, 2003)


(62)

46

2.7. Modern (Minimalis)

2.7.1. Sejarah Arsitektur Modern (Minimalis)

Pada tahun 1990 istilah minimalism diterjemahkan dalam berbagai pengertian dengan melihat karakteristik karya-karya arsitek tahun 70an. Pada akhir 1988 muncul istilah minimal dari Rassogna (Majalah Arsitektur di Italia), kemudian oleh Charles Jenks dipopulerkan sebagai gerakan baru untuk arsitektur pada abad ke 20.

Konsep minimalis diterapkan dan menjadi populer dalam arsitektur pada tahun 1980an yang diterapkan pada beberapa fashion design dan arsitektur di London dan New York. Indikator dalam bentuk konsep minimalis didasarkan pada kesederhanaan, penggunaan warna putih dan ruangan dengan perabot secukupnya. Pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa prinsip dasar dari konsep minimalis terletak pada keindahan dalam kesederhanaan (Muljadinata, 2013).

2.7.2. Tokoh Arsitektur Modern (Minimalis)

Arsitektur minimalis melahirkan beberapa tokoh arsitek yang menerapkan tema minimalis pada karyanya. Salah satu tokoh arsitek minimalis tersebut adalah Tadao Ando. Tadao Ando merumuskan “Architecture, which acquires tanquility and thanks to geometric order, obtain dynamism thanks to natural


(63)

47 phenomena and human movements”. Menurutnya bahwa dalam sebuah karya arsitektur untuk mendapatkan suatu keseimbangan dan ketenangan diperoleh dengan suatu bentuk geometri, sedangkan kedinamisan di dapat dari fenomena alami dan kehidupan manusia (Muljadinata, 2013).

Azuma House yang dirancang tahun 1975 merupakan salah satu karya Tadao Ando dengan gaya arsitektur minimalis. Karakteristik arsitektur minimalis pada bangunan Azuma House ditunjukan dalam wujud sebagai berikut :

 Interior yang berkesan tenang, dingin dan anggun (Muljadinata, 2013).

 Kesederhanaan penggunaan bahan material yang selaras (Muljadinata, 2013).

 Pola sirkulasi ruang cenderung linear (Muljadinata, 2013).

 Ornamen yang digunakan sangat sederhana hanya sesuai dengan fungsinya (Muljadinata, 2013).

Rumah sakit membutuhkan situasi interior yang tenang untuk membantu pasien dalam tahap penyembuhannya. Tidak hanya itu, rumah sakit juga membutuhkan sirkulasi ruang linear untuk mendukung kegiatan-kegiatan rumah sakit dalam bertindak cepat dan tepat. Maka dari itu, karakteristik arsitektur minimalis Tadao Ando cocok untuk dituangkan ke dalam interior rumah sakit tersebut. Sehingga dengan


(64)

48 keadaan interior tersebut rumah sakit dapat memberikan fasilitas ruang yang baik yang akan berdampak terhadap kinerja yang optimal.

2.8. Studi Rumah Sakit Khusus Paru

Studi ini dilaksanakan di Rumah Sakit Paru Dr. H. A. Rotinsulu yang menyandang kriteria kelas A. Tujuan studi ini yaitu untuk membandingkan fasilitas-fasilitas rumah sakit khusus paru kelas A dengan rumah sakit khusus kelas C.

2.8.1. Rumah Sakit Khusus Paru Kelas A 1. Program Pelayanan Rawat Jalan

 Poli Umum

 Poli TB Paru

 Poli Asma/PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)

 Poli Anak

 Poli Eksekutif

2. Program Pelayanan Rawat Inap

 Ruang Rawat VIP

 Ruang Rawat Kelas 1

 Ruang Rawat Kelas 2

 Ruang Rawat Kelas 3

 Ruang Rawat ICU


(65)

49

3. Program Pelayanan Rawat Darurat 4. Program Pelayanan Penunjang Medis

 Laboratorium

 Radiologi

 Rehabilitasi Medis

 Bedah Sentral

Central Sterile Supply Department (CSSD)

5. Program Pelayanan Penunjang Non Medis

 Rekam Medis

 Instalasi Gizi

 Binatu (Laundry)

Incinerator


(66)

50

2.8.2. Dokumentasi Rumah Sakit Paru Dr. H. A. Rotinsulu

Gambar II.5. Facade

(Dokumen Pribadi)

Gambar II.6. Ruang Tunggu Poliklinik (Rawat jalan) (Dokumeni Pribadi)


(67)

51 Gambar II.7. Poliklinik Rawat Jalan

(Dokumen Pribadi)

Gambar II.8. Poliklinik Rawat Jalan (Dokumen Pribadi)


(68)

52 Gambar II.9. Ruang Rawat Inap VIP

(Dokumen Pribadi)

Gambar II.10. Ruang Rawat Inap VIP (Dokumen Pribadi)


(69)

53

Gambar II.11. Nurse Station Ruang Rawat Inap VIP

(Dokumen Pribadi)

Gambar II.12. Ruang Tunggu di Ruang Rawat Inap VIP (Dokumen Pribadi)


(70)

54 Gambar II.13. Ruang Rawat Inap Kelas 1 (Anak)

(Dokumen Pribadi)

Gambar II.14. Ruang Rawat Inap Kelas 2 (Dokumen Pribadi)


(71)

55 Gambar II.15. Nurse Station

(Dokumen Pribadi)

Gambar II.16. Ruang Rontgen (Instalasi Radiologi)


(72)

56

Gambar II.17. Ruang Operator dan Cuci Hasil Rontgen

(Dokumen Pribadi)

Gambar II.18. Ruang CT Scan (Dokumen Pribadi)


(73)

57

Gambar II.19. Ruang Operator CT Scan

(Dokumen Pribadi)

Gambar II.20. Ruang USG (Dokumen Pribadi)


(74)

58 Gambar II.21. Lobby Laboratorium

(Dokumen Pribadi)

Gambar II.22. Gedung Instalasi Rawat Darurat (Dokumen Pribadi)


(75)

59

Gambar II.23. Nurse Station Instalasi Rawat Darurat

(Dokumen Pribadi)

Gambar II.24. Ruang Triase Rawat Darurat (Dokumen Pribadi)


(76)

60 Gambar II.25. Ruang Radiologi Instalasi Rawat Darurat

(Dokumen Pribadi)

Gambar II.26. Ruang Observasi Instalasi Rawat Darurat (Dokumen Pribadi)


(77)

61

2.8.3. Studi Rumah Sakit Khusus Paru Kelas C

Studi rumah sakit paru kelas C ini mengacu kepada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340/Menkes/Per/III/2010 Tentang Klasifikasi Rumah Sakit.

1. Program Pelayanan Rawat Jalan

 Poli Spesialis Paru

 Poli Umum

2. Program Pelayanan Rawat Inap

 Ruang Rawat Kelas 1

 Ruang Rawat Kelas 2

 Ruang Rawat Kelas 3

 Ruang Rawat Isolasi

3. Program Pelayanan Rawat Darurat 4. Program Pelayanan Penunjang Medis

 Laboratorium

 Radiologi

 Rehabilitasi Medis

5. Program Pelayanan Penunjang Non Medis

 Rekam Medis

 Instalasi Gizi

 Binatu (Laundry)


(78)

63

BAB III

KONSEP PERENCANAAN RUMAH SAKIT KHUSUS PARU

3.1. Deskripsi Proyek

Judul : Perencanaan Interior Rumah Sakit Khusus Paru di Bandung

Lokasi : Bandung, Jawa Barat

Alamat : Jl. Bukit Jarian No. 40 Ciumbuleuit Bandung Klasifikasi Kelas : Rumah Sakit Kelas C

Sifat Proyek : Fiktif

Status Kepemilikan : Rumah Sakit Pemerintah Pengelola : Pemerintah Daerah Sasaran : Penderita Penyakit Paru


(79)

64

3.2. Data dan Karakteristik User

3.2.1. Data Pengelola dan Karyawan Rumah Sakit Khusus Paru

NO FAKTOR KETERANGAN

1 Usia 25 – 55 tahun

2 Jenis

Kelamin

Pria dan wanita

3 Jumlah Kelompok dan individu

4 Tujuan Bekerja

5 Sasaran Pengguna

Pengelola rumah sakit dan karyawan.

Tabel III.1. Data Pengelola dan Karyawan Rumah Sakit Khusus Paru (Dokumen Pribadi)

3.2.2. Data Pengunjung Rumah Sakit Khusus paru

NO FAKTOR KETERANGAN

1 Usia Remaja, dewasa, orang tua

2 Jenis

Kelamin

Pria dan wanita

3 Jumlah Kelompok dan individu

4 Tujuan Konsultasi, berobat (rawat jalan maupun rawat inap)

5 Sasaran Pengguna

Pengidap penyakit paru dari kalangan menengah ke bawah.

Tabel III.2. Data Pengunjung Rumah Sakit Khusus Paru (Dokumen Pribadi)


(80)

65

3.3. Struktur Organisasi

3.3.1. Struktur Organisasi Rumah Sakit Khusus Paru

Rumah Sakit Khusus Paru di pimpin oleh Direktur Utama yang diawas oleh Dewan Pengawas. Direktur Utama membawahi Direktur Medik & Keperawatan, Direktur Keuangan & Administrasi Umum, dan Komite Medik, Satuan Pemeriksaan intern merupakan pihak dari luar perusahaan. Adapun Struktur Organisasi secara lengkap yang di tunjukan pada Gambar III.1.

Gambar III.1. Struktur Organisasi Rumah Sakit Khusus Paru (Nurjanah, 2011)


(81)

66

3.3.2. Susunan Jabatan dan Tugasnya

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1081/Menkes/SK/IX/2007 Tentang Susunan dan Uraian Jabatan Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung. Sususnan jabatan dan tugasnya terdapat di lampiran 4.


(82)

67

3.4. Program Aktivitas dan Fasilitas

3.4.1. Aktivitas Rumah Sakit Khusus Paru

Publik Semi Publik Privat I

Memimpin rumah sakit Menetapkan Visi dan Misi Merencanakan rencana strategis RS

Menetapkan rencana bisnis dan anggaran RS

Merumuskan rancangan rencana strategis RS Merumuskan rancangan program RS untuk bahan

Rencana Bisnis Anggaran RS &

Merumuskan rancangan Standar Prosedur Operasional pelayanan medik, penunjang medik, rekam medik

dan keperawatan

Menyiapkan rumusan Rencana strategis RS

Menyiapkan rumusan program Kepala Bidang

RS untuk bahan Anggaran RS Medik

Menyiapkan rumusan laporan kegiatan secara berkala

3 a Kantor

2 a Kantor

No Aktivitas Pengguna Fasilitas Ruang

Direktur Utama a

Sifat Ruang Pengelola Rumah Sakit

Kantor 1

Keperawatan Direktur Medik


(83)

68 Menyiapkan data informasi

kajian sebagai bahan penyusunan rancangan kebijakan dan prosedur

di bidang pelayanan medik Kepala Seksi

Menyiapkan data informasi Pelayanan Medik

kajian kebutuhan fasilitas pemeliharaan sarana dan prasarana serta pendidikan dan pelatihan pegawai di bidang pelayanan medik

Melakukan penyiapan bahan Kepala Seksi

penyususunan rencana kebutuhan Penunjang Medik

sumber daya penunjang medik

Melaksanakan dan mengkoordinasi Kepala Seksi

kegiatan pendidikan dan pelatihan Pendidikan dan

serta penelitian dan pengembangan Penelitian

RS

Melaksanakan pengelolaan

kebutuhan pelayanan keperawatan Kepala Bidang

di rawat jalan, rawat inap, Keperawatan

rawat darurat dan rawat khusus

Melakukan bahan kebutuhan Kepala Seksi

sumber daya pelayanan keperawatan Pelayanan

rawat jalan Keperawatan

Rawat Inap

7 a Kantor

4 a

6 a Kantor

Kantor

5 a Kantor


(84)

69 Melakukan penyiapan bahan Kepala Seksi

kebutuhan sumber daya Pelayanan

pelayanan keperawatan Keperawatan

rawat inap Rawat Inap

Melakukan pengelolaan keuangan RS meliputi penyusunan dan evaluasi

anggaran, perbendaharaan dan Diektur mobilisasi dana serta akuntansi Keuangan dan dan verifikasi sekaligus melaksanakan Administrasi Umum pengelolaan layanan umum serta

perencanaan dan evaluasi kegiatan RS

Melaksanakan penyusunan anggaran, Kepala Bagian pemantauan dan evaluasi serta Keuangan pelaporan anggaran

Melakukan penyiapan bahan penyusunan anggaran RS serta

melakukan pemantauan, Kepala Sub Bagian pengendalian dan evaluasi hingga Program dan penyiapan bahan penyusunan Anggaran laporan pengelolaan anggaran

Melakukan kegiatan perbendaharaan Kepala Sub Bagian RS sekaligus melakukan kegiatan Perbendaharaan

akuntansi keuangan dan Akuntansi

9 a Kantor

a Kantor

10 a Kantor

12 a Kantor

11


(85)

70 Melakukan kegiatan penerimaan Kepala Sub Bagian

dan pendapatan RS Mobilisasi Dana

Melaksanakan kegiatan ketatausahaan Kepala Bagian perlengkapan dan kerumahtanggaan Administrasi Umum Melakukan urusan tata persuratan,

pengadaan, ekspedisi dan kearsipan Kepala Sub Bagian serta melakukan penyiapan bahan Tata Usaha dan analis kebutuhan pegawai, pengadaan Kepegawaian pegawai dan mutasi

serta tata usaha kepegawaian

Melakukan kegiatan kerumahtanggaan Kepala Sub Bagian meliputi transportasi, ketertiban dan Rumah Tangga keamanan serta pengelolaan ruangan dan Perlengkapan

II

R. Spesialis Paru dan Pernapasan

6 Memeriksa pasien dan konsultasi Dokter Umum a R. Poli Umum

7 Menunggu diperiksa Pasien a R. Tunggu

III

1 Daftar rawat jalan & rawat inap Karyawan a Lobby

2 Pembayaran administrasi a

3 Menunggu Pasien a R. Tunggu

IV

1 Menerima resep obat Apoteker a R. Farmasi

2 Meracik obat Apoteker a

3 Memberikan obat Apoteker a

4 Menunggu obat Pasien a R. Tunggu

Kantor a

Kantor

Poliklinik Rawat Jalan

Pelayanan Administrasi Pasien

Instalasi Farmasi Kantor a Kantor 17 14 16 15 a a a Dokter Sps. Paru

Memeriksa pasien dan konsultasi 1


(86)

71

V

1 Memeriksa/rontgen pasien Operator a R. Rontgen

2 Memeriksa dengan CT Scan Operator a R. CT Scan

3 Memeriksa Kehamilan Dokter a R. USG

4 Pelaksanaan Rontgen Operator a R. Operator

5 Pelaksanaan CT Scan Operator a R. Operator

6 Mencuci Hasil Rontgen Operator a R. Cuci poto

7 Menunggu diperiksa Pasien a R. Tunggu

8 Istirahat & Evaluasi Kerja Dokter a R. Dokter

VI

1 Merawat pasien Pasien a R. Rawat Inap Kelas 1

2 Menjaga Pasien Penjaga Pasien a R. Tunggu

2 Menjaga pasien ruang kelas 1 Perawat a Nurse Station

3 Menjaga & memeriksa pasien Dokter a R. Dokter

VII

1 Merawat pasien Pasien a R. Rawat Inap Kelas 2

2 Menjaga Pasien Penjaga Pasien a R. Tunggu

2 Menjaga pasien ruang kelas 2 Perawat a Nurse Station

3 Menjaga & memeriksa pasien Dokter a R. Dokter

VIII

1 Merawat pasien Pasien a R. Rawat Isolasi

2 Menjaga Pasien Penjaga Pasien a R. Tunggu

2 Menjaga pasien ruang kelas 3 Perawat a Nurse Station

3 Menjaga & memeriksa pasien Dokter a R. Dokter

IX

1 Membuat poster a Kantor

2 Membuat informasi tentang kesehatan a

3 Penyuluhan kesehatan a

Instalasi Radiologi

Ruang Rawat Inap Kelas 1

Karyawan

Ruang Rawat Inap Kelas 2

Ruang Rawat Isolasi


(1)

106

4.4.8. Desain Furniture

Wujud furniture yang memadukan garis lurus dan garis lengkung diwujudkan untuk menyeusaikan dengan konsep bentuk. Garis lurus menyiratkan sebuah kestabilan. Sedangkan garis lengkung merupakan garis halus yang tidak memiliki ketajaman sudut. Bentuk yang lengkung diwujudkan untuk menghindarkan pengguna dari bahaya luka.

Pada bagian atas funiture dirancang untuk memudahkan pasien dalam penjangkauan barang disaat penunggu tidak dapat membantu untuk mengambilkannya.

Gambar IV.11. Desain Furniture

(Dokumen Pribadi)

4.5. Teknis Penghawaan

Pada bagian area instalasi rawat darurat teknis penghawaan cenderung menggunakan penghawaan alami tujuannya agar pasien


(2)

107 rawat darurat ketika akan dipindahkan ke rawat inap lebih merasakan denyut suhu yang telah ditetapkan, sehingga gelombang otak akan terangsang lebih tepat. Berbeda dengan instalasi-instalasi yang lainnya cenderung menggunakan penghawaan buatan seperti air conditioner (AC) berjenis diffuser dengan suhu berbeda-beda.

Pada bagian lobby, instalasi rawat jalan, instalasi rehabilitasi medik, instalasi laboratorium, dan instalasi radiologi konsumen rumah sakit cenderung akan lebih lama diam sehingga penghawaan buatan ditetapkan pada suhu 250C agar tidak menimbulkan suhu dingin berlebihan. Sedangkan pada bagian koridor-koridor instalasi rawat inap pasien hanya lewat dengan jarak yang pendek maka untuk menekan gelombang otak alfa dan teta penghawaan buatan ditetapkan pada suhu 220C. Gambar dibawah ini merupakan penggambaran titik-titik suhu ruangan tersebut, warna hijau menunjukan suhu 250C dan warna biru menunjukan suhu 220C.


(3)

108

Gambar IV.12. Zona Titik-titik Suhu (Dokumen Pribadi)

4.6. Teknis Pencahayaan

Pada setiap ruang rawat inap di rumah sakit khusus paru memanfaatkan cahaya alami, pencahayaan alami merupakan salah satu treatment untuk menyembuhkan pasien TB dengan cara membiarkan tubuh terkena paparan sinar matahari yang tujuannya untuk membunuh kuman-kuman TB yang terdapat di tubuh pasien.


(4)

109 Pada setiap ruang rumah sakit menggunakan pencahayaan buatan general dengan terang yang berbeda-beda karena setiap sudut rumah sakit memiliki pencahayaan alami yang cukup pada siang hari.

Pencahayaan di koridor yang bersuhu 250C menggunakan pencahayaan buatan general dengan terang 12 watt pada setiap titik lampu yang berada di koridor tersebut. Sedangkan di koridor yang bersuhu 220C menggunakan pencahayaan buatan general dengan terang 8 watt pada setiap titik lampu yang berada di koridor yang bersuhu 220C tersebut. Terang lampu tersebut merupakan strategi untuk menenangkan pasien yang sedang dalam keadaan cemas dan gelisah sebab pencahayaan yang redup dapat memberikan kesan hening dan tenang, perasaan yang tenang dapat memudahkan sugesti positif masuk ke pikiran bawah sadar. Dengan masuknya sugesti positif ke pikiran bawah sadar, maka emosi positif akan tumbuh yang dapat menyebabkan pasien memiliki semangat yang tinggi.

4.7. Teknis Keamanan

Penyakit paru terdiri dari dua macam jenis, ada yang tidak menular dan ada yang menular. Maka, rumah sakit khusus paru membutuhkan rancangan interior untuk mengantisipasi terjadinya penularan.

Teknis keamanan dalam mencegah penularan penyakit paru yang menular yaitu dengan memanfaatkan ruang kosong sebagai


(5)

110 zona untuk mensterilkan udara yang berasal dari ruang isolasi yang dihuni oleh penderita penyakit paru menular.

Gambar IV.13. Zona Pencegah Penyebaran Bakteri (Dokumen Pribadi)

Pada gambar IV.13 merupakan gambar general lay out pada instalasi rawat isolasi. Pada gambar tersebut terdapat beberapa warna yang terdiri dari warna kuning, jingga, dan merah. Warna kuning menunjukan zona yang dilalui oleh dokter, perawat, dan yang lainnya. Warna jingga menunjukan zona ruang sterilisasi yang dilengkapi dengan exhaust fan. Warna merah menunjukan zona ruang isolasi yang dihuni oleh penderita penyakit paru menular.

Ruang sterilisasi tersebut berfungsi untuk membersihkan udara yang berasal dari ruang isolasi dengan cara membuang udara melalui exhaust fan yang diterapkan pada bagian ceiling. Dengan demikian, udara di bagian luar ruang isolasi dapat tetap terjaga dari udara yang telah terkontaminasi bakteri, sehingga pengguna rumah sakit khusus paru dapat terhindar dari penyebaran penyakit paru yang menular.


(6)

111

4.8. Jalur Evakuasi

Gambar IV.14. Jalur Evakuasi (Dokumen Pribadi)

Titik Kumpul Evakuasi Jalur Evakuasi