Metode Penelitian KORELASI KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN (PPATK) DENGAN LEMBAGA PENGAWAS DAN PENGATUR (LPP) TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
I SSN : 0215-3092
GEMA, THN XXVII50Pebruari - Juli 2015 1648
Bank Indonesia
telah menerbitkan
ketentuan terkait dengan pencucian uang sejak tahun 2001 mengenai Penerapan
Prinsip Mengenal Nasabah Know Your Customer
Principles. Selanjutnya
ketentuan dimaksud disempurnakan pada tahun
2009 dengan
mengadopsi rekomendasi dengan standar internasional
yang lebih komprehensif untuk mencegah dan memberantas pencucian uang danatau
pendanaan terorisme yang dikeluarkan oleh Financial Action Task Force FATF,
yang dikenal dengan Rekomendasi 40 + 9 FATF.
Rekomendasi tersebut
juga digunakan oleh masyarakat internasional
dalam penilaian terhadap kepatuhan suatu negara terhadap pelaksanaan program APU
dan
PPT. Terdapat
penyesuaian terminologi dari sebelumnya menggunakan
terminologi “Know
Your Customer
Principle” berubah menjadi terminologi “CDDCustomer Due Dilligence”.
Pasal 1 angka 17 UU PPTPPU mengatur bahwa yang dimaksud dengan
Lembaga Pengawas dan Pengatur LPP adalah
lembaga yang
memiliki kewenangan
pengawasan, pengaturan,
danatau pengenaan sanksi terhadap pihak pelapor.
Bagi sektor
perbankan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1999 sebagaimana telah diubah beberapa kali dengan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia, maka yang
diterapkan sebagai LPP adalah Bank Indonesia.
Dalam perkembangannya
berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2011 tentang
Otoritas Jasa
Keuangan OJK
kewenangan Bank
Indonesia sebagai pengawas telah beralih ke OJK
. Meskipun kewenangan di bidang
perbankan telah dialihkan ke OJK, Bank Indonesia tetap merupakan LPP untuk jasa
sistem pembayaran.
Berdasarkan latar belakang diatas maka
ditemukan permasalahan
yang menarik untuk dikaji, yaitu bagaimana
korelasi kewenangan
antara PPATK
dengan LPP, termasuk Bank Indonesia dalam
rangka menanggulangi
tindak pidana
pencucian uang
money laundering?