HASIL INVENTARISASI Endapan Bitumen Padat

PEMAPARAN HASI L KEGI ATAN LAPANGAN SUBDI T BATUBARA – 2005 BI TUMEN PADAT – SUNGAI DAREH Stratigrafi Daerah Inventarisasi Cekungan sedimentasi Sumatra Tengah dan Cekungan Sumatra Selatan merupakan cekungan besar tetapi pada perioda tertentu terjadi pemisahan. Jalur pemisahnya melalui tinggian Pegunungan Bukittigapuluh, Pegunungan Bukitduabelas dan Bukitlimau. Batuan tertua yang terdapat di daerah Sungaidareh adalah kelompok batuan metamorf dan metasedimen yang menempati bagian barat lembar peta. Kedua kelompok batuan itu disebut sebagai batuan dasar, dan oleh Silitonga 1995 dinamakan Fm. Kuantan yang terdiri dari tiga anggota yaitu Anggota Bawah, Anggota Batugamping dan Anggota Filit dan Serpih. Formasi ini kemudian diterobos oleh batuan beku granit. Tidak selaras di atas kelompok batuan dasar diendapkan Fm. Telisa Bawah Fm. Talangakar yang terdiri dari konglomerat, batupasir, batulanau dan sisipan batulempung dan batubara. Batuan-batuan pembentuk formasi ini umumnya mengandung material volkanik berumur Oligosen sampai Miosen Awal. Selaras di atasnya diendapkan Fm. Telisa Atas Fm. Gumai yang disusun oleh serpih coklat, batupasir dan batulempung hijau berumur Miosen Awal. Selanjutnya di daerah ini diendapkan Fm. Air Benakat yang terdiri dari perselingan batulempung, batupasir yang kadangkala mengandung glaukonit dan serpih. Ketiga formasi ini menunujukkan pengendapan fase transgresi dari darat sampai laut dalam. Selaras di atas Fm. Air Benakat diendapkan Fm. Kasai yang memperlihatkan sedimentasi fase regresi. Dari semua formasi Tersier ini yang bersifat pembawa batubara adalah Fm. Telisa Bawah sedangkan Fm. Telisa Atas bertindak sebagai pembawa bitumen padat atau serpih bitumen Tabel 1. Struktur yang terdapat di daerah inventarisasi adalah lipatan dan sesar. Struktur lipatan terdiri dari sinklin dan antiklin yang berarah Baratlaut – Tenggara dan penunjaman ke arah Baratlaut dan Tenggara. Struktur lipatan ini mempunyai sayap-sayap yang tidak simetri dan besar kemiringan berkisar antara 10º dan 15º di bagian utara dan antara 25 o dan 56 o di bagian selatan. Struktur sesar sebagai hasil penafsiran adalah sesar mendatar dan sesar naik. Sesar mendatar berarah Timurlaut – Baratdaya yang memotong batuan Pre Tersier dan Tersier, diantaranya sesar mendatar yang melalui Sungai Pedulangan, sesar mendatar yang memotong aliran Sungai Batangtimpeh. Sesar naik dengan arah Baratlaut – Tenggara dan bidang sesar mengarah ke Timurlaut sehingga menyingkap batuan PreTersier.

IV. HASIL INVENTARISASI Endapan Bitumen Padat

Penyelidik terdahulu sudah menginformasikan keberadaan endapan bitumen padat di daerah inventarisasi. Menurut Tobing, S. M., 2000 menyatakan bahwa data singkapan bitumen padat yang ada diduga mempunyai ketebalan 300 m. Ilyas, S., 2003 dalam penyelidikannya terhadap endapan batubara menginformasikan juga bahwa lapisan endapan bitumen padat cukup tebal. Keterdapatan lapisan bitumen padat di daerah inventarisasi melalui singkapan-singkapan yang ada sangat sulit untuk mengetahui dan mengukur ketebalannya, karena batas singkapan lapisan bagian atas maupun lapisan bagian bawahnya sangat tidak jelas oleh karena karakteristik batuan berupa batulempungan yang mengalami Tabel 1. Stratigrafi Daerah Inventarisasi Umur Formasi Litologi Lingkungan Pengendapan Fase Plistosen Kasai Tuf dan kadangkala tuf batuapungan, sisipan batupasir dan batulempung, setempat konglomeratan. Rawa Regresi Miosen Tengah – Atas Airbenakat Serpih dan batupasir Laut Miosen Bawah – Tengah Telisa Atas Gumai Batupasir kuarsa, serpih kecoklatan dan batulanau, kontak bawah ditandai oleh kehadiran lapisan batubara kaya akan mineral pirit rombohedral Laut dangkal Transgresi Miosen Bawah Telisa Bawah Talangakar Batupasir, batulempung sisipan batubara , konglomerat alas. Rawa pengaruh pasang surut Pre Tersier Kelompok Pre Tersier Batuan metamorf dan metasedimen, granit. pelapukan dan cenderung gradasional. Peta geologi dan distribusi endapan bitumen padat dapat dilihat dalam Gambar 2. Pemboran yang dilakukan pada Fm. Telisa Atas Fm. Gumai sebagai formasi pembawa bitumen padat membuktikan keberadaan dan ketebalan lapisan bitumen padat tersebut. Pemboran dilakukan pada 4 empat titik dengan kedalaman titik bor masing-masing adalah TMP-01 = 56,8 m, TMP-02 = 47,60 m, TMP-03 = 47,90 m, dan TMP- PEMAPARAN HASI L KEGI ATAN LAPANGAN SUBDI T BATUBARA – 2005 BI TUMEN PADAT – SUNGAI DAREH 04 = 55,60m Gambar 3. Total kedalaman pemboran 297,90 m. Semua titik bor tidak menembus batas bawah lapisan bawah bitumen padat dan tidak menemukan lapisan pengotor sebagai pemisah lapisan. Total ketebalan lapisan bitumen padat dari hasil pemboran adalah 191,90 m dan merupakan lapisan tunggal. Endapan bitumen padat dijumpai mulai dari permukaan yang hanya ditutupi oleh tanah lapuk sebagai penutup lapisan. Kemiringan berkisar dari 20º - 35º. Serpih batuan berwarna coklat muda sampai coklat tua, berlembar, kaya material organik dan menghasilkan aroma khas aspalminyak bila dibakar. Belum dapat diketahui dengan pasti berapa ketebalan sebenarnya endapan bitumen padat di dalam Fm. Telisa Atas Fm. Gumai. Didukung oleh hasil pemetaan singkapan bitumen padat menunjukkan distribusi atau penyebarannya menerus dari baratlaut ke arah tenggara. Lapisan endapan bitumen padat terletak pada sayap sinklin bagian timurlaut, memanjang searah dengan arah formasi batuan Gambar 2. Endapan Batubara Formasi Telisa Bawah Fm. Talangakar di daerah penyelidikan adalah formasi pembawa batubara. Menurut Ilyas, S., 2003 sebaran batubara ditemukan di bagian utara daerah inventarisasi dibagi menjadi dua blok, yaitu Blok Pedulangan dan Blok Bukittujuh. Di Blok Pedulangan lapisan batubara terdiri dari tiga lapisan dinamakan Seam Pedulangan, Seam Tiu I dan Seam Siasam Seam Tiu II. Seam Pedulangan merupakan lapisan batubara paling bawah dengan total ketebalan 4,10 m yang terdiri dari lima lapisan. Tebal lapisan berkisar dari 0,15 m sampai 2,07 m. Sudut kemiringan kurang dari 10º - 15º. Seam Tiu I tersingkap pada aliran Sungai Batang Tiu dan anak Batang Siasam merupakan lapisan tunggal dengan satu lapisan pengotor lempung batubaraan, tebal 0,25 m. Ketebalan terukur singkapan 3,25 - 6,0 m. Seam Siasam merupakan batas atas Fm. Telisa Bawah dan Fm. Telisa Atas. Lapisan batubara terdapat dalam batulempung berwarna hijau, tebalnya 0,25 - 0,50 m. Batubara di Blok Bukittujuh disebut sebagai Seam Bukittujuh 1 dan Seam Bukittujuh 2. Lapisan batubara menempati struktur antiklin berarah Baratlaut – Tenggara. Seam Bukittujuh 1 berwarna hitam kecoklatan, kusam dan menyerpih, tebal 0,25 m. Seam Bukittujuh 2 tersingkap menempati kedua sayap antiklin. Tebal lapisan 0,80 m dalam batulempung, kemiringan lapisan 10º - 35º. Kualitas batubara Seam Pedulangan, mengandung abu 20,3 – 38,3 dan belerang 0,4 – 1,88. Nilai kalori antara 4.125 – 5.900 kalgr. Kandungan abu Seam Tiu I : 15,6 – 24,1, belerang 0,35 – 0,37 dan nilai kalori 5.875 – 6.440 kalgr. Sedangkan Seam Tiu II atau Seam Siasam mengandung abu 19,8, belerang 5,68 dan nilai kalori 3.970 – 4.030 kalgr. Seam Bukittujuh II mengandung abu 5,1 – 37,1, belerang 1,9 dan nilai kalori 4.125 – 6.565 kalgr. Sumber daya batubara di Blok Pedulangan sekitar 105,7 juta ton sedangkan di Blok Bukittujuh sekitar 2,7 juta ton. Gambar 2. Peta Geologi dan Distribusi Bitumen Padat Daerah Sungaidareh PEMAPARAN HASI L KEGI ATAN LAPANGAN SUBDI T BATUBARA – 2005 BI TUMEN PADAT – SUNGAI DAREH Gambar 3. Lapisan Endapan Bitumen Padat Pada Titik Bor Daerah Sungai Dareh Kualitas Bitumen Padat Kualitas bitumen padat ditentukan berdasarkan analisa ‘retorting’ dan petrografi organik. Hasil analisa ‘retorting’ batuan dari daerah inventarisasi ditunjukkan dalam Tabel 3. Kandungan minyak berkisar dari 5 – 40 liter per ton batuan. Dalam laporannya Tobing, S. M., 2000 menginformasikan hasil analisa petrografy singkapan batuan bitumen padat dari daerah inventarisasi mengandung ganggang algae dan beberapa material organik yang amorf. Tingkat kematangan batuan adalah ‘immature’ dengan vitrinit refleksi R v mean 0,22 – 0,36. Conto-conto yang dianalisis mengandung alginit berupa lamalginit dan telalginit Botryococcus dengan jumlah yang bervariasi. Maseral-maseral tersebut dipercaya oleh para ahli ‘petrography source rock’ sebagai sumber hidrokarbon yang potensial. Tabel 3. Hasil Analisa Retorting Conto Batuan Bitumen Padat Daerah Sungaidareh Kandungan No. No. Conto Air Lton Minyak Ltton SG. Batuan Grml Yield LTOM LiterTon 1 TMP-0102 50 30 2,41 60,00 2 TMP-0111 55 35 2,35 77,77 3 TMP-0115 80 40 2,21 200,00 4 TMP-0124 80 30 2,30 150,00 5 TMP-0131 100 20 2,68 20,00 6 TMP-0141 80 25 2,40 125,00 7 TMP-0254 55 25 2,27 55,55 8 TMP-0263 50 15 2,35 30,00 9 TMP-0274 65 25 2,36 71,42 10 TMP-0286 90 15 2,44 150,00 11 TMP-0305 120 10 2,43 50,00 12 TMP-0314 80 20 2,29 100,00 13 TMP-0319 50 20 2,47 40,00 14 TMP-0327 60 25 2,36 62,50 15 TMP-0433 60 20 2,21 50,00 16 TMP-0441 50 15 2,25 30,00 17 TMP-0451 70 5 2,25 16,60 18 TMP-0458 60 10 2,24 25,00 19 TMP-0462 60 20 2,30 50,00 20 TMP-0466 70 15 2,45 50,00 Ket.: conto cuttings. LTOM = Liters per ton oil on zero moisture yield. PEMAPARAN HASI L KEGI ATAN LAPANGAN SUBDI T BATUBARA – 2005 BI TUMEN PADAT – SUNGAI DAREH PEMAPARAN HASI L KEGI ATAN LAPANGAN SUBDI T BATUBARA – 2005 BI TUMEN PADAT – SUNGAI DAREH Sumber Daya Bitumen Padat Berdasarkan data singkapan-singkapan di lapangan, data pemboran, dan distribusi sebaran, maka ketebalan lapisan bitumen padat di seluruh blok perhitungan diasumsikan sama setebal 191,90 m. Kandungan minyak dalam batuan mulai dari 5 – 40 liter per ton batuan Tabel 3. Untuk perhitungan sumber daya, kandungan minyak ‘mean’ dalam batuan diasumsikan 20 liter per ton in situ dan ‘mean specific gravity’ batuan adalah 2,35. Juga kandungan minyak dalam batuan dapat dikonversi dalam ‘yield liters per ton oil on zero moisture’ LTOM. Perhitungan kandungan minyak dalam tiap blok batuan bitumen padat dapat dilihat dalam Tabel 4. ‘Mean liters per ton oil on zero moisture’ dari daerah inventarisasi adalah 70 LTOM. Perhitungan luas daerah inventarisasi dibagi ke dalam 4 empat blok. Masing-masing blok Lampiran 1 dibatasi berdasarkan struktur-struktur dan keyakinan geologi. Berdasarkan klasifikasi SNI tentang sumber daya, maka Blok I, Blok III dan Blok IV adalah sumber daya hipotetik. Sedangkan pada Blok II adalah sumber daya tereka. Dalam Tabel 4 dapat dilihat total sumber daya batuan pada Blok I, Blok III, dan Blok IV adalah sebesar 3.999.219.853 ton dengan total luas sekitar 8.868.138 m 2 . Bila diasumsi kandungan minyak relatip sama pada semua batuan danpada semua lapisan sekitar 20 liter per ton pada masing-masing blok, maka sumber daya minyak di dalam Blok I, III dan IV adalah sebesar 801.168.535 barrel minyak mentah hipotetik. Luas daerah Blok II adalah 1.762.187 m 2 , dan sumber daya batuan 794.684.660 ton. Maka sumber daya minyak dalam Blok II adalah sebesar 99.960.334 barrel minyak mentah tereka. Tabel 4. Sumber Daya Batuan dan Minyak di Daerah Sungaidareh Sumber Daya Batuan Bitumen Padat Ton Sumber Daya Minyak Barrel No BLOK LUAS M 2 Hipotetik Tereka Tertunjuk Hipotetik Tereka Tertunjuk 1 I 2.018.873 910.441.062 - - 114.520.888 - 2 II 1.762.187 - 794.684.660 - - 99.960.334 - 3 III 3.493.365 1.575.385.347 - - 198.161.678 - 4 IV 8.611.452 3.883.463.451 - - 488.485.968 - JUMLAH 10.630.325 3.999.219.853 794.684.660 - 801.168.535 99.960.334 - Prospek dan Kendala Pemanfaatan Sumber daya bitumen padat di daerah inventarisasi sangat besar dengan ketebalan lapisan mencapai lebih dari 190 m. Oleh karena itu kandungan minyak yang dapat di’retorting’ mempunyai prospek untuk dikembangkan. Untuk mengetahui kuantitasnya lebih rinci perlu dilakukan peneyelidikan geologi detail dan analisis conto batuan di laboratorium dengan interval yang lebih sempit, sehingga diperoleh nilai dengan deviasi yang kecil. Demikian juga dengan potensi batubara yang terdapat di bagian utara daerah inventarisasi dapat dipertimbangkan sebagai sumber energi PLTU. Ditinjau dari infrastruktur yang sudah ada berupa jalan raya, dengan adanya perkebunan kelapa sawit dan perkebunan coklat, dengan sendirinya daerah tersebut merupakan daerah yang terbuka meskipun kondisi jalan masih merupakan jalan tanah yang diperkeras dimana pada waktu musim hujan sangat sulit dilalui kendaraan. Lagipula daerah tersebut dekat dengan poros jalur lintas sumatra. Kendala utama dalam eksploitasi kedua komoditi tersebut adalah tumpangtindihnya lahan keterdapatannya dengan lahan perkebunan kelapa sawit dan perkebunan coklat yang sudah dalam tahap produksi. Diperlukan dana yang sangat besar untuk eksplorasi hingga ke eksploitasi bitumen padat.

V. KESIMPULAN