Oleh : Jasni, D. Martono dan Nana SuprianaI. PENDAHULUAN
Rotan berasal dari bahasa melayu yang berarti nama dari sekumpulan jenis tanaman famili Palmae yang tumbuh memanjat yang disebut Lepidocaryodidae. Lepidocaryodidae berasal dari bahasa Yunani yang
berarti mencakup ukuran buah. Kata rotan dalam bahasa Melayu diturunkan dari kata raut yang berarti mengupas menguliti, menghaluskan Menon, 1979 dalam Kalima, 1996.
Rotan merupakan salah satu sumber hayati Indonesia, penghasil devisa negara yang cukup besar. Sebagai negara penghasil rotan terbesar, Indonesia telah memberikan sumbangan sebesar 80
kebutuhan rotan dunia. Dari jumlah tersebut 90 rotan dihasilkan dari hutan alam yang terdapat di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan sekitar 10 dihasilkan dari budidaya rotan. Nilai ekspor rotan
Indonesia pada tahun 1992 mencapai US 208,183 juta Kalima, 1996.
Menurut hasil inventarisasi yang dilakukan Direktorat Bina Produksi Kehutanan, dari 143 juta hektar luas hutan di Indonesia diperkirakan hutan yang ditumbuhi rotan seluas kurang lebih 13,20 juta hektar, yang
tersebar di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Jawa dan pulau-pulau lain yang memiliki hutan alam.
Di Indonesia terdapat delapan marga rotan yang terdiri atas kurang lebih 306 jenis, hanya 51 jenis yang sudah dimanfaatkan. Hal ini berarti pemanfaatan jenis rotan masih rendah dan terbatas pada jenis-jenis
yang sudah diketahui manfaatnya dan laku di pasaran. Diperkirakan lebih dari 516 jenis rotan terdapat di Asia Tenggara, yang berasal dari 8 genera, yaitu untuk genus
Calamus 333 jenis,
Daemonorops 122
jenis, Khorthalsia
30 jenis, Plectocomia
10 jenis, Plectocomiopsis
10 jenis, Calopspatha
2 jenis, Bejaudia
1 jenis dan Ceratolobus
6 jenis Dransfield 1974, Menon 1979 dalam Alrasjid, 1989. Dari 8 genera tersebut dua genera rotan yang bernilai ekonomi tinggi adalah
Calamus dan
Daemonorops .
Soediwinardi 1996 menyatakan bahwa daerah perdagangan bebas ASEAN atau Asean Free Area AFTA akan berlaku penuh pada tahun 2000 yang berarti produk Indonesia yang masuk dalam pola
Perdagangan Preferensi Efektif Bersama atau Common Effective Preferential Trade CEPT harus dapat bersaing dengan produk jenis dari sesama negara anggota ASEAN. Rotan masuk dalam pola CEPT
tersebut. Untuk menghadapi persaingan tersebut maka jenis rotan apa saja yang harus ditingkatkan yang produksinya tergantung kepada kebutuhan pasar. Dari seluruh kebutuhan rotan tersebut, 68 rotan
berdiameter besar, sedangkan rotan yang berdiameter kecil hanya 32.
Untuk dapat memanfaatkan jenis rotan tersebut, perlu dilakukan penelitian mengenai cara pemanenan, sifat dasar rotan, cara pengolahan yang dapat memenuhi standar mutu yang ditentukan dan besarnya
biaya yang dikeluarkan dengan biaya yang didapatkan dari hasil produk yang sudah dipasarkan, maka disusun hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan dalam tulisan ini sebagai acuan penelitian yang akan
dilakukan lebih lanjut.
II. PEMANENAN
Rotan yang akan dipanen adalah rotan yang masak tebang, dengan ciri-ciri bagian bawah batang sudah tidak tertutup lagi oleh daun kelopak atau selundang, sebagian daun sudah mengering, duri dan daun
kelopak sudah rontok.
Pemanenan rotan dilakukan dengan cara mencari rotan yang masak tebang, kemudian menebang pangkal rotan dengan pengkaitnya setinggi 10 sampai 50 cm, kemudian dengan pengait batang ditarik
agar terlepas dari pohon penopangnya. Rotan yang telah dipanen kemudian dibersihkan dari daun dan duri serta dipotong-potong menurut ukuran yang diinginkan. Setelah itu rotan diangkut ke Tempat
Pengumpulan. Sementara TPS sampai ke Tempat Penimbunan Rotan TPR dengan cara memikul, menggunakan perahusampan dan menggunakan kuda Sinaga, 1986.
Pada pemanenan besarnya limbah yang terjadi pada penebangan secara tradisional adalah 12,6 - 28,5, dan dengan mengunakan alat bantu tirfor dan lir adalah 4,1 - 11,1; sedangkan besarnya limbah
yang dihasilkan selama pengangkutan berkisar antara 5 - 10 Sinaga, 1986.
III. SIFAT DASAR
A. Anatomi Struktur anatomi batang rotan yang berhubungan erat dengan menentukan keawetan dan kekuatan rotan
antara lain adalah besar pori dan tebalnya dinding sel serabut. Sel serabut diketahui merupakan komponen struktural yang memberikan kekuatan pada rotan Rachman, 1996. Bhat dan Thulasidas
1993 melaporkan bahwa tebal dinding sel serabut merupakan parameter anatomi yang paling penting
Hasil penelitian Jasni et al. 1997, terhadap tiga jenis rotan, yaitu rotan sampang Khorthalsia junghunii Miq., rotan seuti Calamus ornatus Bl. dan rotan bubuay Plectocomia elongata Bl. , ternyata sel-sel
serabut rotan sampang rata-rata dinding sel lebih tebal 4,89 mm, rotan seuti rata-rata 3,91 mm, kemudian rotan bubuay 3,49 mm. Ditinjau dari tebal dinding sel serabut maka dapat dikatakan rotan
sampang lebih kuat dari pada rotan seuti dan kemudian bubuay.
Selanjutnya sifat anatomi ketiga jenis rotan yang diteliti menunjukkan bahwa pada ikatan pembuluh sampang dan seuti terdapat satu metaxylem, sedangkan bubuay memiliki satu atau dua metaxylem.
Pholem pada jenis rotan sampang dan seuti terdiri atas dua untaian yang terletak di kiri dan kanan metaxylem, sedangkan bubuay letaknya mengelompok.
Bentuk sel bagian kulit rotan atau sel epidermis dari jenis rotan sampang adalah kubus, sedangkan seuti dan bubuay berbentuk balok. Di antara ketiga jenis rotan tersebut, hanya rotan seuti yang tidak
mempunyai yellow cap topi kuning. Beberpa pendapat mengatakan bahwa topi kuning mungkin mempengaruhi kekuatan rotan, terutama pada bagian kulit. Sifat kekuatan yang dipengaruhi adalah
peningkatan kekerasan dan kekuatan barang anyaman. Hal ini mungkin disebabkan proporsi sel serabut pada bagian kulit bertambah banyak. Sel serabut diketahui merupakan komponen struktural yang
memberikan kekuatan pada bahan berkayu.
B. Sifat Kimia Komponen kimia rotan juga penting dalam menentukan kekuatan dan keawetan rotan. Rachman 1996,
melaporkan secara umum komposisi kimia rotan terdiri dari holoselulosa 71-76, selulosa 39 - 58, lignin 18 - 27 dan silika 0,54 5 - 8 . Hasil penelitian terhadap kandungan beberapa jenis
rotan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan kimia beberapa jenis rotan. Jenis rotan
No. Nama daerah
Nama latin Holoselulosa
Selulosa Lignin
Tanin Pati
1 Sampang
K. junghunii Miq. 71,49
42,89 24,41
8,14 19,62
2 Bubuay
P. elongata Becc. 73,84
40,89 16,85
8,88 23,57
3 Seuti
C. ornathus Bl. 72,69
39,19 13,35
8,56 21,82
4 Semambu
C. scipionum Burr. 70,07
37,36 22,19
- 21,35
5 Tretes
D. heteroides Bl. 72,49
41,72 21,99
- 21,15
6 Balubuk
C. burchianus Becc. 73,34
42,35 24,03
- 20,85
7 Batang
C. zolineri Becc. 73,78
41,09 24,21
- 20,61
8 Galaka
C. spp. 74,38
44,19 21,45
- 19,40
9 Tohiti
C. inops Becc. 74,42
43,28 21,34
- 18,57
10 Manau
C. manan Miq. 71,45
39,05 22,22
- 18,50
Sumber: Rachman 1996, Jasni et al. 1997 dan 1998, Jasni dan Supriana 1999
Komponen kimia rotan penting dalam menentukan kekuatan rotan. Selulosa yaitu molekul gula linear berantai panjang termasuk ke dalam holoselulosa. Rachman 1996, menyatakan selulosa berfungsi
memberikan kekuatan tarik pada batang, karena adanya ikatan kovalen yang kuat dalam cincin piranosa dan antar unit gula penyusun selulosa, semakin tinggi kadar selulosa yang terdapat dalam rotan maka
keteguhan lentur juga makin tinggi.
Selain selulosa yang sangat penting juga adalah lignin. Lignin adalah merupakan suatu polimer yang komplek dengan berat molekul yang tinggi. Lignin juga berfungsi memberikan kekuatan pada batang dan
makin tinggi kadar lignin dalam rotan makin kuat rotan karena ikatan antar serat juga makin kuat.
Tanin nama komponen zat organik yang sangat komplek dan terdiri dari senyawa fenolik yang mempunyai berat molekul 500 - 3000, dapat bereaksi dengan protein membentuk senyawa komplek larut
yang tidak larut. Tanin dapat dikategorikan sebagai true artrigen adalah rasa sepat. Rasa sepat timbul karena kuagulasi dari protein dari protein air liur dan mukosa ephitelium dengan tanin. Tanin atau
sesungguhnya lebih tepat disebut asam tanat tanic acid, monomer dari tanin adalah untuk penyamak kulit. Efek tanin adalah sebagai penangkal pemangsa. Pada konsentrasi tinggi tidak secara langsung
beracun terhadap herbivora, tetapi dapat menyebabkan pengendapan protein sehingga pencernaan tidak efisien. Tanin hasil purifikasi dapat digunakan sebagai bahan anti rayap dan jamur Jasni et al, 1997.
C. Fisis dan Mekanis Sifat yang paling banyak mendapat perhatian dalam penggunaan rotan adalah sifat fisik dan mekanis.
Nilai hasil uji fisis dan mekanis beberapa jenis rotan ialah asal Jawa, di antaranya berat jenis BJ 0,47 - 0,57, nilai kekuatan MOR antara 421 - 834 kgcm2, nilai kelenturan MOE antara 14.548 - 22.000
kgcm2. Berdasarkan penampakan secara visual, sifat fisis dan mekanis rotan tercantum pada Tabel 2.
Tabel 2. Data pengujian sifat fisis dan mekanis rotan di Jawa Barat Jenis
Kadar air basah
Kadar air udara
BJ KU MOE
kgcm2 MOR
kgcm2 Warna
Panjang ruas cm
Tinggi buku cm
Seuti 142,22
13,76 0,511
17.089 441,96
Putih 20,76
0,31 Balubuk
167,11 13,87
0,500 14.585
431,61 Putih
32,15 0,39
Karokok 137,17
14,10 0,470
15.423 453,12
Kuning 24,47
0,26 Seel
138,80 14,25
0,490 10.017
421,16 Kuning
37,20 0,23
Manau alam 105,00
- 0,550
19.800 734,00
Kuning -
0,16 Sampang
84,32 18,19
0,580 22.00
834,00 Coklat
- -
Sumber: Anonim 1999
D. Keawetan dan Keterawetan Nilai suatu jenis rotan untuk keperluan mebel, barang kerajinan dan peralatan rumah tangga sangat
ditentukan oleh keawetannya, Keawetan rotan adalah daya tahan sesuatu jenis rotan terhadap berbagai faktor perusak rotan, tetapi biasanya yang dimaksud ialah daya tahan terhadap faktor perusak biologis
yang disebabkan oleh organisme perusak rotan yaitu jamur dan serangga. Dalam hal ini perlu diperhatikan terhadap organisme mana keawetan itu dimaksudkan, karena sesuatu jenis rotan yang
tahan terhadap serangan jamur misalnya belum tentu akan tahan juga terhadap serangga atau organisme perusak lainnya. Keawetan rotan juga dipengaruhi pula faktor lain seperti kandungan selulosa,
lignin, pati dan kimia lainnya.
Keterawetan rotan adalah mudah atau tidaknya jenis rotan tersebut ditembus bahan pengawet jika diawetkan dengan proses tertentu sehingga rotan yang sudah diawetkan dengan suatu bahan kimia
pengawet tahan terhadap serangan organisme perusak sehingga rotan tersebut awet. Jenis organisme tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Pengelompokan organisme perusak rotan
Organisme perusak
Macam perusak Kondisi rotan
Jenis organisme
Jamur Pewarna
Basah Ascomycetes, Ceratocytis, Diplodia
Lapuk, rengas Kering yang kebasahan Basidiomycetes Schizophylum commune Fr.,
Dacryopinax spathularia Schw., Pycnoporus sanguineus fr Karts
Serangga Kumbang
penggerek basah pinhole,
ambrosiabeetle Basah
Scolitydae, Platypodidae Xyloborus, Platypus dan Diapus
Kumbang penggerek kering
powder post beetle
Kering Bostrychidae, Lyctidae, Cerambicidae, Anobiidae
Dinodrus minutus Farb., Heterobostrychus aequalis Wat., Lyctus sp., Mintea sp.
Rayap Lembab
Rayap tanah, Termitidae, Rhinotermitidae Coptotermes sp., Macrotermes sp., Microtermes
sp. Kering
Rayap kayu kering Cryptotermes cynocephalus Light.
Sumber : Jasni dan Martono 1999, Jasni dan Sumarni 1999
Tabel 4. Kelas awet ketahanan 8 jenis rotan terhadap serangan bubuk Dinoderus minutus Farb. Nama jenis rotan
No. Nama daerah
Nama botanis Kelas awet
ketahanan 1
Bubuay Plectocomia elongata Becc.
V 2
Semambu Calamus scipionum Burr.
III 3
Tretes Daemonorop heteroides Bl.
III 4
Balubuk Calamus burchianus Becc.
II 5
Batang Calamus Zolingerii Becc.
II 6
Galaka Calamus sp.
I 7
Tohiti Calamus inops Becc.
I 8
Manau Calamus manan Miq.
I Tabel 5. Klasifikasi keawetan ketahanan rotan terhadap bubuk Dinoderus minutus Farb.
Kelas awet ketahan Penurunan berat mg
I 42
II 43 - 62
III 63 - 82
IV 83 - 102
V 102
Penelitian yang dilakukan Suprapti dan Jasni 1992, kerentanan rotan terhadap bubuk perusak rotan yaitu bubuk Dinoderus minutus Farb. dan bubuk Heterobostrychus aequalis Wat. hasilnya menunjukkan
jenis rotan yang rentan terhadap D. minutus adalah seel Daemonorops melanochaetes Bl., mandola Calamus sp., umbulu C. symphysipus Mart. dan seuti C. ornatus Bl.. Kedua jenis bubuk tersebut
umumnya tidak mampu hidup dan berkembang biak pada contoh uji dan derajat serangan bubuk dewasa maupun larva pada rotan umumnya ringan.
Hasil penelitian yang dilakukan Jasni dan Suprapti 992, mengenai serangga dan jamur perusak di industri rotan Jawa Timur, disimpulkan bahwa serangga penyerang rotan adalah kumbang ambrosia,
bubuk Dinoderus minutus Farb., Heterobostrychus aequalis Wat., Lyctus buneus Steph., Mynthea sp. dan rayap tanah yaitu Macrotermes sp. Jamur yang menyerang rotan terdiri dari blue stain Diplodia sp.,
mould jenis Penicilium sp., Aspergillus sp., A. niger Van Tieghem., dan Trychoderma sp. Jamur pelapuk yaitu Schizophyllum commune F., dan Polyporus sp. Serangga dan jamur tersebut menyerang rotan yang
berupa bahan baku, barang setengah jadi dan barang jadi. Rotan mandola merupakan jenis yang paling peka terhadap bubuk. Intensitas serangan bubuk pada bagian bontos lebih besar daripada di permukaan
rotan. Sedangkan organisme lain yang ditemukan intensitas serangannya ringan. Intensitas serangan organisme di beberapa perusahaan tidak menunjukkan perbedaan nyata.
IV. PENGOLAHAN