PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM KOLOID (PTK Pada Siswa Kelas XI IPA SMA Surya Dharma 2 Bandar Lampung TP 2010-2011)

(1)

PEMBELAJARANLEARNING CYCLE 5EUNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN

PENGUASAAN KONSEP SISTEM KOLOID

(PTK pada Siswa Kelas XI IPA SMA Surya Dharma 2 TP 2010-2011)

(Skripsi)

Oleh

EMMA HERNITA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2011


(2)

PEMBELAJARANLEARNING CYCLE 5EUNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN

PENGUASAAN KONSEP SISTEM KOLOID

Oleh

EMMA HERNITA

Berdasarkan wawancara dengan guru kimia di SMA Surya Dharma 2 Bandar Lampung, diperoleh informasi bahwa nilai rata-rata penguasaan konsep materi sistem koloid kelas XI IPA tahun pelajaran 2009-2010 yaitu 61. Kriteria Ketuntasan Minimum pelajaran kimia yaitu 100% siswa mencapai nilai ≥ 68, hanya 34,78% tercapai. Berdasarkan observasi pembelajaran kimia di kelas XI IPA, sebagian besar siswa tidak berperan aktif dalam pembelajaran. Selama ini siswa belum pernah dilatih keterampilan mengkomunikasikan. Upaya untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menerapkan pembelajaran Learning Cycle 5E.

Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan peningkatan: (1) keterampilan mengkomunikasikan, (2) penguasaan konsep sistem koloid, (3) ketuntasan belajar melalui pembelajaranLearning Cycle 5E.


(3)

Emma Hernita Penelitian ini adalah tindakan kelas yang terdiri dari tiga siklus. Subyek peneliti-an adalah siswa kelas XI IPA SMA Surya Dharma 2 Bpeneliti-andar Lampung TP 2010-2011 yang berjumlah 20 orang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan dari siklus I ke II dan siklus II ke III, yaitu: (1) Keterampilan mengkomunikasikan pada kelompok keterampilan tinggi sebesar 20% dan 15%, (3) penguasaan konsep sebesar 7,56% dan 7,81%, (4) ketuntasan belajar sebesar 10% dan 15%. Dengan demikian, semua indikator kinerja penelitian ini tercapai.

Kata kunci: pembelajaran Learning Cycle 5E, keterampilan mengkomunikasi-kan, penguasaan konsep, ketuntasan belajar.


(4)

KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM KOLOID

(PTK pada Siswa Kelas XI IPA SMA Surya Dharma 2 TP 2010-2011)

Oleh

EMMA HERNITA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan MIPA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2011


(5)

Judul Skripsi : PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E

UNTUK MENINGKATKAN

KETERAM-PILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN

PENGUASAAN KONSEP SISTEM KOLOID (PTK Pada Siswa Kelas XI IPA SMA Surya Dharma 2 Bandar Lampung TP 2010-2011)

Nama Mahasiswa : EMMA HERNITA

Nomor Pokok Mahasiswa : 0713023021 Program Studi : Pendidikan Kimia

Jurusan : Pendidikan MIPA

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Dra. Ila Rosilawati, M.Si. Dr. Noor Fadiawati, M.Si.

NIP 196507171990032001 NIP 196608241991112001

2. Ketua Jurusan Pendidikan MIPA

Drs. Arwin Achmad, M.Si. NIP 195707031986031004


(6)

Penulis dilahirkan di Kotabumi pada tanggal 14 Mei 1988, anak kelima dari enam bersaudara, dari pasangan Bapak Ristanto (alm) dan Ibu Paini.

Penulis mengawali pendidikan formal di SD Negeri 5 Kelapa Tujuh Kotabumi yang diselesaikan pada tahun 2000. Tahun 2000 diterima di SMP Negeri 7 Kotabumi yang diselesaikan pada tahun 2003. Tahun 2003 masuk SMA Negeri 3 Kotabumi yang diselesaikan pada tahun 2006 dan pada tahun 2007 penulis diterima di Universitas Lampung Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jurusan Pendidikan MIPA Program Studi Pendidikan Kimia melalui jalur SPMB.

Dalam bidang akademik, penulis pernah menjadi asisten dosen pada praktikum Kimia Dasar I. Selain itu penulis pernah mengikuti Kuliah Kerja Lapangan ke Jakarta, Bandung dan Yogyakarta pada tahun 2009 dan telah menyelesaikan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMAN 2 Bandar Lampung pada tahun 2010.


(7)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu kimia merupakan cabang dari IPA yang mempelajari struktur, susunan, sifat, dan perubahan materi, serta energi yang menyertai perubahan materi. Ilmu kimia dibangun melalui pengembangan keterampilan-keterampilan proses sains seperti mengobservasi, mengklasifikasi, melakukan pengukuran, mengkomunikasikan dan menarik kesimpulan. Keterampilan proses sains (KPS) pada pembelajaran sains lebih menekankan pembentukan keterampilan untuk memperoleh pengeta-huan dan mengkomunikasikan hasilnya. Melatihkan KPS dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki oleh siswa. Penting seorang guru melatihkan KPS kepada siswa, karena dapat membekali siswa dengan suatu ke-terampilan berpikir dan bertindak melalui sains untuk menyelesaikan masalah serta menjelaskan fenomena-fenomena yang ada dalam kehidupannya sehari-hari.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran kimia di SMA Surya Dharma 2 Bandar Lampung, diperoleh informasi bahwa hanya terdapat satu kelas untuk kelas XI IPA dan nilai rata-rata tes formatif pada materi pokok sistem koloid pada tahun pelajaran 2009-2010 adalah 61. Nilai tersebut belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan oleh sekolah yaitu 68, dan hanya 34,78% siswa yang memperoleh nilai 68. Hal ini menunjukkan belum


(8)

tercapainya kriteria keberhasilan proses belajar mengajar yang ditetapkan di SMA Surya Dharma 2 Bandar Lampung yaitu 100% siswa mendapatkan nilai 68.

Berdasarkan observasi yang telah dilakukan, bahwa selama proses pembelajaran, siswa mengandalkan seluruh informasi disampaikan oleh guru. Aktivitas seba-gian besar siswa tidak relevan dengan pembelajaran, seperti mengobrol dengan teman sebangku, mengganggu teman, dan mengantuk. Selama proses pembelajar-an, siswa tidak terlibat aktif dalam membangun suatu konsep pengetahuan. Ke-giatan pembelajaran tersebut tidak sejalan dengan proses pembelajaran yang se-harusnya diterapkan pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yang dalam proses pembelajarannya menempatkan siswa sebagai pusat pembelajaran, sedangkan guru hanya berperan sebagai fasilitator dan motivator.

Selain itu, siswa juga kurang bisa mengajukan pertanyaan, mengutarakan penda-pat, dan berdiskusi sesama teman. Siswa yang berkemampuan tinggi yang terlihat dominan, sementara siswa yang memiliki kemampuan rendah tidak terlibat di da-lam pembelajaran di kelas. Kegiatan praktikum tidak bersifat konstruktif, tetapi hanya untuk membuktikan teori yang telah mereka peroleh. Siswa belum dilatih mengubah data narasi ke dalam bentuk tabel dan mampu menjelaskan hasil per-cobaan. Dalam proses pembelajaran tersebut, tergambar bahwa guru belum me-latihkan keterampilan mengkomunikasikan sebagai salah satu komponen dalam Keterampilan Proses Sains (KPS).

KTSP menuntut siswa untuk memiliki kompetensi khusus dalam semua mata pe-lajaran setelah proses pembepe-lajaran. Beberapa kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh siswa SMA kelas XI IPA semester genap pada pembelajaran kimia


(9)

3 adalah mengelompokkan sistem koloid berdasarkan hasil pengamatan dan peng-gunaannya di industri, mengidentifikasi sifat-sifat koloid dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, dan membuat berbagai sistem koloid dengan bahan-bahan sehari-hari yang ada di sekitarnya. Materi sistem koloid memuat konsep yang erat hubungannya dengan kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, mengapa air yang keruh setelah diberi tawas dan didiamkan beberapa menit akan menjadi jernih? Oleh karenanya seorang guru harus melatihkan keterampilan proses sains agar dapat membekali siswa dengan keterampilan berpikir dan bertindak berdasarkan konsep-konsep sains, menggunakan fakta-fakta yang ditemukan untuk menyele-saikan suatu masalah, serta menjelaskan berbagai fenomena yang terjadi dalam kehidupannya sehari-hari.

Untuk dapat mencapai kompetensi dasar seperti diuraikan di atas, maka diperlu-kan model pembelajaran yang melibatdiperlu-kan siswa aktif dalam membangun sendiri pengetahuannya, sehingga pengetahuan tentang sistem koloid dapat lebih diingat siswa. Model pembelajaran tersebut diharapkan selaras dengan pendekatan kons-truktivisme, yaitu pengetahuan siswa didapat melalui proses aktif siswa meng-konstruksi arti melalui wacana, dialog dan pengalaman fisik. Pembelajaran de-ngan pendekatan konstruktivisme menuntut siswa untuk menemukan dan mem-bangun sendiri pengetahuannya. Salah satu model pembelajaran tersebut adalah Learning Cycle 5E.

Dalam model pembelajaranLearning Cycle 5Edilakukan kegiatan-kegiatan yaitu berusaha untuk membangkitkan minat siswa pada materi pokok sistem koloid dengan memberikan fenomena-fenomena yang sangat erat kaitannya dalam


(10)

kehidupan sehari-hari (to engage), memberikan kesempatan kepada siswa untuk memanfaatkan panca indera mereka semaksimal mungkin dalam berinteraksi de-ngan lingkude-ngan melalui kegiatan telaah literatur dan eksperimen (to explore), memberikan kesempatan yang luas kepada siswa untuk menyampaikan ide atau gagasan yang mereka miliki melalui kegiatan diskusi(to explain),mengajak siswa mengaplikasikan konsep-konsep yang mereka dapatkan dengan mengerjakan soal-soal pemecahan masalah (to extend) dan siswa diberikan soal-soal yang dikerja-kan secara mandiri untuk mengetahui sejauh mana tingkat pemahaman siswa terhadap konsep yang telah dipelajari(to evaluate).

Pada tahap to explain, siswa akan mempunyai kesempatan yang lebih luas untuk mengemukakan pendapatnya dan siswa akan menemukan konsep berdasarkan pe-mahamannya sendiri. Pada tahap ini pula, keterampilan-keterampilan mengkomuni-kasikan siswa dapat dilatih dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang dapat menemukan dan membangun sendiri pengetahuannya.

Hasil penelitian Damayanti (2010), pada materi larutan elektrolit dan non elek-trolit menunjukkan bahwa pembelajaran kimia dengan menggunakan LKS model Learning Cycle 5E memberikan peningkatan pemahaman konsep yang mereka miliki. Hal ini ditunjukkan dengan perolehan rata-rata N-gain sebesar 0,63 de-ngan kategori sedang, artinya sebagian besar siswa mampu menyerap pesan yang terkandung dalam LKS yang telah diterapkan dan mampu melaksanakan pembe-lajaran menggunakan LKS dengan baik sehingga meningkatkan penguasaan kon-sep larutan elektrolit dan non elektrolit siswa. Penelitian tindakan kelas yang te-lah dilakukan Kurniawati (2010) pada siswa kelas 2K2 MA Diniyyah Putri


(11)

5 Lampung menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model Learning Cycle 5E terbukti dapat meningkatkan aktivitas belajar dan penguasaan konsep siswa pada materi pokok asam basa.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dilakukan penelitian dengan judul Pembelajaran Learning Cycle 5Euntuk Meningkatkan Keterampilan Mengkomunikasikan dan Penguasaan Konsep Sistem Koloid (PTK pada siswa kelas XI IPA SMA Surya Dharma 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2010-2011).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah peningkatan keterampilan mengkomunikasikan siswa pada materi pokok sistem koloid melalui pembelajaran Learning Cycle 5E dari siklus ke siklus?

2. Bagaimanakah peningkatan penguasaan konsep siswa pada materi pokok sistem koloid melalui pembelajaranLearning Cycle 5Edari siklus ke siklus?

3. Bagaimanakah peningkatan persentase siswa yang mencapai ketuntasan belajar pada materi pokok sistem koloid melalui pembelajaran Learning Cycle 5E dari siklus ke siklus?


(12)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan :

1. Peningkatan keterampilan mengkomunikasikan siswa pada materi pokok sistem koloid melalui pembelajaranLearning Cycle 5Edari siklus ke siklus.

2. Peningkatan penguasaan konsep siswa pada materi pokok sistem koloid melalui pembelajaranLearning Cycle 5Edari siklus ke siklus.

3. Peningkatan persentase siswa yang mencapai ketuntasan belajar pada materi pokok sistem koloid melalui pembelajaran Learning Cycle 5E dari siklus ke siklus.

D. Manfaat Penelitian

Hasi Penelitian yang diperoleh diharapkan dapat memberikan manfaat bagi siswa, guru, dan sekolah yaitu:

1. Pembelajaran Learning Cycle 5Emempermudah siswa dalam menemukan dan memahami konsep pada materi pokok sistem koloid.

2. Memberi pengalaman secara langsung bagi guru mitra dan masukan kepada peneliti dalam kegiatan-kegiatan pembelajaran kimia dengan menerapkan model pembelajaranLearning Cycle 5E sebagai alternatif model pembelajaran kimia pada materi pokok sistem koloid.

3. Penelitian ini diharapkan dapat memperbaiki proses pembelajaran yang berguna dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran kimia di sekolah.


(13)

7 E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah:

1. Subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA semester genap SMA Surya Dharma 2 Bandar Lampung tahun pelajaran 2010-2011.

2. Model pembelajaran Learning Cycle 5E adalah model pembelajaran yang berpusat pada siswa. Siswa belajar melalui beberapa fase, yaitu:(1) fase pen-dahuluan (to engange); (2) fase eksplorasi (to explore); (3) fase penjelasan (to explain); (4) fase penerapan konsep (to extend); (5) fase evaluasi (to evaluate).

3. Keterampilan mengkomunikasikan merupakan bagian dari komponen keterampilan proses sains yang meliputi mengubah data narasi kedalam bentuk tabel, dan menjelaskan tabel data hasil percobaan.

4. Penguasaan konsep berupa nilai siswa pada materi pokok sistem koloid yang diperoleh melalui tes formatif yang dilaksanakan pada setiap akhir siklus. 5. Materi pokok pada penelitian ini adalah sistem koloid yang terdiri dari sub

materi pokok sistem koloid, sifat-sifat koloid dan penerapannya dalam ke-hidupan, serta pembuatan koloid dan peranannya dalam kehidupan.


(14)

i

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang selalu memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya. Dengan kerendahan hati

kupersembahkan lembaran-lembaran sederhana ini kepada:

Teristimewa untuk Bapak (alm) dan Ibu tercinta... Terimakasih, karena kalian selalu mendoakanku siang dan malam, mengajariku arti sebuah perjuangan, memberikanku

semangat, cinta, kasih sayang, dan materi untuk keberhasilanku di masa datang.

Jerih payah dan kerja keras kalian tidak akan terlupakan dan tidak mungkin dapat terbalaskan.

Semoga Allah SWT membalas semua jasa dan pengorbanan kalian.

Mbah, mas Uunk, mas Iyan, mas Idun, mbak Vivien, mbak Linda, Dani dan keponakan-keponakanku tersayang...

Terima kasih atas doa dan semangat yang kalian berikan.

Teman terkasihku (Riza Efendi)...

Terimakasih atas doa dan motivasi serta bantuan yang selalu kau berikan dalam menyelesaikan studiku.


(15)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Learning Cycle 5E

Learning Cycle merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat memberi-kan kesempatan untuk mengembangmemberi-kan kreativitas belajar IPA pada setiap siswa. Menurut Hirawan (2009) menyatakan bahwaLearning Cycleadalah suatu kerang-ka konseptual yang digunakerang-kan sebagai pedoman dalam melakukerang-kan proses pembe-lajaran yang berpusat pada pembelajar atau anak didik (student centre).

Learning Cycle merupakan rangkaian dari tahap-tahap kegiatan (fase) yang dior-ganisasi sedemikian rupa sehingga pembelajar dapat menguasai kompetensi-kom-petensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperanan aktif. Model Learning Cycle termasuk ke pendekatan kontruktivisme karena siswa sen-diri yang mengkonstruksi pemahamannya.

Hal serupa juga dikemukakan oleh Fajaroh dan Dasna (2003) bahwa: Model pem-belajaranLearning Cycle dikembangkan dari teori perkembangan kognitif Piaget. Model belajar ini menyarankan agar proses pembelajaran dapat melibatkan siswa dalam kegiatan belajar yang aktif sehingga proses asimilasi, akomodasi dan orga-nisasi dalam struktur kognitif siswa. Bila terjadi proses konstruksi pengetahuan dengan baik maka siswa akan dapat meningkatkan pemahamannya terhadap ma-teri yang dipelajari.


(16)

Learning Cycle pada mulanya terdiri dari fase-fase eksplorasi (exploration), pe-ngenalan konsep (concept introduction), dan aplikasi konsep (concept applica-tion). Pada tahap eksplorasi, pebelajar diberi kesempatan untuk memanfaatkan panca inderanya semaksimal mungkin dalam berinteraksi dengan lingkungan me-lalui kegiatan-kegiatan seperti praktikum, menganalisis artikel, mendiskusikan fe-nomena alam, mengamati fefe-nomena alam atau perilaku sosial, dan lain-lain. Dari kegiatan ini diharapkan timbul ketidakseimbangan dalam struktur mentalnya ( cog-nitive disequilibrium) yang ditandai dengan munculnya pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada berkembangnya daya nalar tingkat tinggi (high level reason-ing) yang diawali dengan kata-kata seperti mengapa dan bagaimana (Dasna, 2005).

Munculnya pertanyaan-pertanyaan tersebut sekaligus merupakan indikator kesia-pan siswa untuk menempuh fase berikutnya, fase pengenalan konsep. Pada fase ini diharapkan terjadi proses menuju kesetimbangan antara konsep-konsep yang telah dimiliki pebelajar dengan konsep-konsep yang baru dipelajari melalui kegia-tan-kegiatan yang membutuhkan daya nalar seperti menelaah sumber pustaka dan berdiskusi. Pada tahap ini pebelajar mengenal istilah-istilah yang berkaitan deng-an konsep-konsep baru ydeng-ang seddeng-ang dipelajari. Pada fase terakhir, yakni aplikasi konsep, pebelajar diajak menerapkan pemahaman konsepnya melalui kegiatan-ke-giatan seperti problem solving (menyelesaikan problem-problem nyata yang ber-kaitan) atau melakukan percobaan lebih lanjut. Penerapan konsep dapat mening-katkan pemahaman konsep dan motivasi belajar, karena pebelajar mengetahui pe-nerapan nyata dari konsep yang mereka pelajari.


(17)

10 ImplementasiLearning Cycle dalam pembelajaran menempatkan guru sebagai fa-silitator yang mengelola berlangsungnya fase-fase tersebut mulai dari perencanaan (terutama pengembangan perangkat pembelajaran), pelaksanaan (terutama pembe-rian pertanyaan-pertanyaan arahan dan proses pembimbingan) sampai evaluasi. Efektifitas implementasiLearning Cyclebiasanya diukur melalui observasi proses dan pemberian tes. Jika ternyata hasil dan kualitas pembelajaran tersebut ternyata belum memuaskan, maka dapat dilakukan siklus berikutnya yang pelaksanaannya harus lebih baik dibandingkan dengan siklus sebelumnya dengan cara mengantisi-pasi kelemahan-kelemahan siklus sebelumnya, sampai hasilnya memuaskan (Fajaroh dan Dasna, 2003).

Learning Cycletiga fase saat ini telah dikembangkan dan disempurnakan menjadi 5 dan 6 fase. Pada Learning Cycle 5 fase, ditambahkan tahap engagement sebe-lum explorationdan ditambahkan pula tahapevaluation pada bagian akhir siklus. Pada model ini, tahap concept introduction dan concept application masing-ma-sing diistilahkan menjadi explaination dan elaboration. Karena itu Learning Cycle 5 fase sering dijuluki Learning Cycle 5E (Engagement, Exploration, Ex-plaination, Elaboration, dan Evaluation).

Tahapengagement bertujuan mempersiapkan diri pebelajar agar terkondisi dalam menempuh fase berikutnya dengan jalan mengeksplorasi pengetahuan awal dan ide-ide mereka serta untuk mengetahui kemungkinan terjadinya miskonsepsi pada pembelajaran sebelumnya. Dalam fase engagement ini minat dan keingintahuan (curiosity) pebelajar tentang topik yang akan diajarkan berusaha dibangkitkan.


(18)

Pada fase ini pula pebelajar diajak membuat prediksi-prediksi tentang fenomena yang akan dipelajari dan dibuktikan dalam tahap eksplorasi.

Pada faseexploration, siswa diberi kesempatan untuk bekerja sama dalam kelom-pok-kelompok kecil tanpa pengajaran langsung dari guru untuk menguji prediksi, melakukan dan mencatat pengamatan serta ide-ide melalui kegiatan-kegiatan se-perti praktikum dan telaah literatur. Pada fase explaination, guru harus mendo-rong siswa untuk menjelaskan konsep dengan kalimat mereka sendiri, meminta bukti dan klarifikasi dari penjelasan mereka, dan mengarahkan kegiatan diskusi. Pada tahap ini pebelajar menemukan istilah-istilah dari konsep yang dipelajari.

Pada faseelaboration(extention), siswa menerapkan konsep dan keterampilan da-lam situasi baru melalui kegiatan-kegiatan seperti praktikum lanjutan danproblem solving. Pada tahap akhir, evaluation, dilakukan evaluasi terhadap efektifitas fa-se-fase sebelumnya dan juga evaluasi terhadap pengetahuan, pemahaman konsep, atau kompetensi pebelajar melalui problem solving dalam konteks baru yang ka-dang-kadang mendorong pebelajar melakukan investigasi lebih lanjut (Fajaroh dan Dasna, 2003).

Menurut Lorsbach dalam The Learning Cycle as a Tool for Planning Science InstructiondalamLearning Cycleterdiri dari lima fase yaitu:

(1) faseto engage(fase mengundang), (2) faseto explore(fase menggali), (3) fase to explain (fase menjelaskan), (4) fase to extend (fase penerapan konsep), dan (5) faseto evaluate(fase evaluasi). Kelima fase tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut.


(19)

12 1. Fase pendahuluan (toengage)

Kegiatan pada fase ini bertujuan untuk mendapatkan perhatian siswa, mendorong kemampuan berpikirnya, dan membantu mereka mengakses pengetahuan awal yang telah dimilikinya. Hal penting yang perlu dicapai oleh pengajar pada fase ini adalah timbulnya rasa ingin tahu siswa tentang tema atau topik yang akan dipela-jari.

Keadaan tersebut dapat dicapai dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepa-da siswa tentang fakta atau fenomena yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari. Jawaban siswa digunakan untuk mengetahui hal-hal apa saja yang te-lah diketahui oleh mereka. Pada fase ini pula siswa diajak membuat prediksi-pre-diksi tentang fenomena yang akan dipelajari dan dibuktikan dalam fase eksplorasi. Fase ini dapat pula digunakan untuk mengidentifikasi miskon-sepsi siswa.

2. Fase eksplorasi (to explore)

Pada fase eksplorasi siswa diberi kesempatan untuk bekerja baik secara mandiri maupun secara berkelompok tanpa instruksi atau pengarahan secara langsung dari guru. Siswa bekerja memanipulasi suatu obyek, melakukan percobaan (secara il-miah), melakukan pengamatan, mengumpulkan data, sampai pada membuat ke-simpulan dari percobaan yang dilakukan. Dalam kegiatan ini guru sebaiknya ber-peran sebagai fasilitator membantu siswa agar bekerja pada lingkup permasalahan (hipotesis yang dibuat sebelumnya).


(20)

Sesuai dengan teori Piaget, pada kegiatan eksplorasi siswa diharapkan mengalami ketidaksetimbangan kognitif (disequilibrium). Siswa diharapkan bertanya kepada dirinya sendiri: “Mengapa demikian” atau “Bagaimana akibatnya bila..” dan sete -rusnya. Kegiatan eksplorasi memberi kesempatan siswa untuk menguji dugaan dan hipotesis yang telah mereka tetapkan. Mereka dapat mencoba beberapa alter-natif pemecahan, mendiskusikannya dengan teman sekelompoknya, mencatat ha-sil pengamatan dan mengemukakan ide dan mengambil keputusan memecahkan-nya.

Kegiatan pada fase ini sampai pada tahap presentasi atau komunikasi hasil yang diperoleh dari percobaan atau menelaah bacaan. Dari komunikasi tersebut diha-rapkan diketahui seberapa tingkat pemahaman siswa terhadap masalah yang dipe-cahkan.

3. Fase penjelasan (to explain)

Kegiatan belajar pada fase penjelasan ini bertujuan untuk melengkapi, menyem-purnakan, dan mengembangkan konsep yang diperoleh siswa. Guru mendorong siswa untuk menjelaskan konsep yang dipahaminya dengan kata-katanya sendiri, menunjukkan contoh-contoh yang berhubungan dengan konsep untuk melengkapi penjelasannya. Pada kegiatan ini sangat penting adanya diskusi antar anggota ke-lompok untuk mengkritisi penjelasan konsep dari siswa yang satu dengan yang lainnya. Pada kegiatan yang berhubungan dengan percobaan, guru dapat memper-dalam hubungan antar variabel atau kesimpulan yang diperoleh siswa. Hal ini di-perlukan agar siswa dapat meningkatkan pemahaman konsep yang baru diperoleh-nya.


(21)

14 4. Fase penerapan konsep (to extend)

Kegiatan belajar pada fase ini mengarahkan siswa menerapkan konsep-konsep yang telah dipahami dan keterampilan yang dimiliki pada situasi baru. Guru da-pat mengarahkan siswa untuk memperoleh penjelasan alternatif dengan menggu-nakan data atau fakta yang mereka eksplorasi dalam situasi yang baru. Guru da-pat memulai dengan mengajukan masalah baru yang memerlukan pengujian lewat eksplorasi dengan melakukan percobaan, pengamatan, pengumpulan data, analisis data sampai membuat kesimpulan.

5. Fase evaluasi (to evaluate)

Kegiatan belajar pada fase evaluasi, guru ingin mengamati perubahan pada siswa sebagai akibat dari proses belajar pada fase ini guru dapat mengajukan pertanyaan terbuka yang dapat dijawab dengan menggunakan lembar observasi, fakta atau da-ta dari penjelasan dari sebelumnya yang dapat diterima. Kegiada-tan pada fase eva-luasi berhubungan dengan penilaian kelas yang dilakukan guru meliputi penilaian proses dan evaluasi penguasaan konsep yang diperoleh siswa.

Kimia yang merupakan komponen dari mata pelajaran IPA di SMA akan sangat sesuai bila dalam pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Learning Cycle, mengingat kimia merupakan ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa alam secara molekuler.

Siswa diharapkan dapat membangun sendiri pegetahuan kognitif melalui indera untuk melihat gejala-gejala yang ada di sekitarnya dan kedudukan guru sebagai fasilitator yang mengelola berlangsungnya fase-fase tersebut mulai dari


(22)

perencanaan (terutama perangkat pembelajaran), pelaksanaan (terutama pembe-rian pertanyaan-pertanyaan arahan dan proses pembimbingan) dan evaluasi ber-fungsi membantu siswa menemukan konsep pengetahuannya. Hal ini sesuai de-ngan karakteristik dari model pembelajaran Learning Cycle 5Esendiri yang pada dasarnya sesuai dengan pendekatan konstruktivisme. Model pembelajaran Learning Cycle ini dirasakan sesuai jika diterapkan pada pembelajaran kimia (Dasna, 2005).

B. Keterampilan Proses Sains

Keterampilan proses sains (KPS) dibutuhkan untuk menggunakan dan memahami sains Gagne dalam Hartono ( 2007 ). Untuk dapat memahami hakikat IPA secara utuh yakni IPA sebagai proses, produk, siswa harus memiliki kemampuan KPS. KPS adalah semua keterampilan yang terlibat pada saat berlangsungnya sains. KPS terdiri dari beberapa keterampilan yang satu sama lain berkaitan dengan sebagai prasyarat. KPS penting dimiliki guru untuk digunakan sebagai jembatan untuk menyampaikan pengetahuan atau informasi baru kepada siswa atau mengembangkan pengetahuan atau informasi yang telah dimiliki siswa. KPS ini dapat diaplikasikan misalnya pada kegiatan praktikum.

Menurut Moedjiono dan Dimyati (2006), KPS dapat diartikan sebagai keterampil-an intelektual, sosial dketerampil-an fisik yketerampil-ang terkait dengketerampil-an kemampuketerampil-an-kemampuketerampil-an mendasar yang telah ada dalam diri siswa.

Funk dalam Dimyati dan Mudjiono (2006) membagi keterampilan Proses menjadi dua kelompok besar yaitu keterampilan dasar dan keterampilan terintegrasi.


(23)

Kete-16 rampilan dasar (basic skill) terdiri dari enam keterampilan, yakni: mengamati, mengklasifikasi, memprediksi, mengukur, mengkomunikasikan, dan menyimpul-kan.

Keterampilan Menyimpulkan dapat diartikan sebagai suatu keterampilan untuk memutuskan keadaan suatu objek atau peristiwa berdasarkan fakta, konsep dan prinsip yang diketahui.

Menurut Esler dan Esler dalam Hartono (2007), KPS dikelompokkan menjadi 2 yaitu keterampilan proses dasar dan keterampilan proses terpadu.

Tabel 1. Indikator keterampilan proses sains dasar dan terpadu Keterampilan Proses Dasar Keterampilan Proses Terpadu Mengamati ( Observasi)

Menyimpulkan ( Klasifikasi ) Melakukan Pengukuran Berkomunikasi

Menarik Kesimpulan Memprediksi

Merumuskan Hipotesis Menyatakan Variabel Mengontrol Variabel

Mendefinisikan Operasional Eksperimen

Menginterpretasi Data Penyelidikan

Aplikasi Konsep

Dimyati dan Mudjiono (2002) memuat alasan mengenai pendekatan KPS yang diambil dari pendapat Funk dalam Hartono (2007) sebagai berikut :

(1) Pendekatan KPS dapat mengembangkan hakikat ilmu pengetahuan siswa. Sis-wa terdorong untuk memperoleh ilmu pengetahuan dengan baik karena lebih memahami fakta dan konsep ilmu pengetahuan.

(2) Pembelajaran melalui KPS akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja dengan ilmu pengetahuan, tidak hanya menceritakan, dan atau mendengarkan sejarah ilmu pengetahuan.


(24)

(3) KPS dapat digunakan untuk belajar proses dan sekaligus produk ilmu penge-tahuan. Pendekatan KPS memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara bertindak sebagai seorang ilmuan.

C. Keterampilan Komunikasi

Komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan (ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain agar terjadi saling mempengaruhi diantara keduanya. Komuni-kasi merupakan suatu tindakan oleh satu orang atau lebih yang mengirim dan me-nerima pesan yang terdistorsi oleh gangguan terjadi dalam satu konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik.

Adapun keterampilan komunikasi menurut Dimyati dan Mudjiono (2002) adalah sebagai berikut.

Kemampuan berkomunikasi dengan orang lain merupakan dasar untuk sega-la yang kita kerjakan. Grafik, bagan, peta, sega-lambang-sega-lambang, diagram, per-samaan matematik, dan demonstrasi visual, sama baiknya dengan kata-kata yang ditulis atau dibicarakan, semuanya adalah cara-cara komunikasi yang seringkali digunakan dalam ilmu pengetahuan. Komunikasi efektif yang je-las, tepat, dan tidak samar-samar menggunakan keterampilan-keterampilan yang perlu dalam komunikasi, hendaknya dilatih dan dikembangkan pada diri siswa. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa semua orang mempu-nyai kebutuhan untuk mengemukakan ide, perasaan, dan kebutuhan lain pa-da diri kita. Manusia mulai belajar papa-da awal-awal kehi-dupan bahwa ko-munikasi merupakan dasar untuk memecahkan masalah. Mengkoko-munikasi- Mengkomunikasi-kan dapat diartiMengkomunikasi-kan sebagai pengetahuan dalam bentuk suara, visual, atau suara visual. Contoh-contoh kegiatan dari keterampilan mengkomunikasi-kan adalah mendiskusimengkomunikasi-kan suatu masalah, membuat laporan, membaca peta, dan kegiatan lain yang sejenis.


(25)

18 Menurut Hartono (2007) kemampuan komunikasi siswa dapat diidentifikasi seba-gai berikut:

1. Kemampuan mengungkapkan gagasan secara tertulis. 2. Kemampuan menjelaskan hasil pengamatan.

3. Kemampuan menyusun dan menyampaikan hasil kerja. 4. Kemampuan menggambarkan data dengan grafik atau bagan. 5. Kemampuan mengubah data narasi ke dalam bentuk tabel.

Menurut Funk dalam Dimyati dan Moedjiono (2006) mengkomunikasikan dapat diartikan sebagai menyampaikan dan memperoleh fakta, konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan dalam bentuk tulisan, gambar, gerak, tindakan, atau penampilan mi-salnya dengan berdiskusi, mendeklamasikan, mendramakan, mengungkapkan, melaporkan (dalam bentuk lisan, tulisan, gerak, atau penampilan).

D. Penguasaan Konsep

Konsep merupakan pokok utama yang mendasari keseluruhan sebagai hasil berpi-kir abstrak manusia terhadap benda, peristiwa, fakta yang menerangkan banyak pengalaman. Pemahaman dan penguasaan konsep akan memberikan suatu aplikasi dari konsep tersebut, yaitu membebaskan suatu stimulus yang spesifik sehingga dapat digunakan dalam segala situasi dan stimulus yang mengandung konsep tersebut. Jika belajar tanpa konsep, proses belajar mengajar tidak akan berhasil hanya dengan bantuan konsep proses belajar mengajar dapat ditingkatkan lebih maksimal.

Menurut Sagala (2003) definisi konsep adalah:

Konsep merupakan buah pemikiran seseorang atau sekelompok orang yang dinyatakan dalam definisi sehingga menghasilkan produk pengetahuan yang meliputi prinsip, hukum, dan teori. Konsep diperoleh dari fakta, peristiwa, pengalaman, melalui generalisasi dan berpikir abstrak.


(26)

Penguasaan konsep akan mempengaruhi ketercapaian hasil belajar siswa. Suatu proses dikatakan berhasil apabila hasil belajar yang didapatkan meningkat atau mengalami perubahan setelah siswa melakukan aktivitas belajar, Pendapat ini di-dukung oleh Djamarah dan Aswan (2002) yang mengatakan bahwa belajar pada hakikatnya adalah perubahan yang terjadi di dalam diri seseorang setelah ber-akhirnya melakukan aktivitas belajar. Proses belajar seseorang sangat dipengaru-hi oleh banyak faktor, salah satunya adalah pembelajaran yang digunakan guru dalam kelas, dalam belajar juga dituntut adanya suatu aktivitas yang harus dilaku-kan siswa sebagai usaha untuk meningkatdilaku-kan penguasaan materi. Penguasaan ter-hadap suatu konsep tidak mungkin baik jika siswa tidak meakukan belajar karena siswa tidak akan tahu banyak tentang materi pelajaran. Sebagian besar materi pelajaran yang dipelajari di sekolah terdiri dari konsep-konsep. Semakin banyak konsep yang dimiliki seseorang, semakin banyak alternatif yang dapat dipilih dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya.

E. Materi Sistem Koloid

1. Sistem Koloid

Di dalam larutan, zat terlarut tersebar dalam bentuk partikel yang sangat kecil se-hingga tidak dapat dibedakan lagi dari mediumnya walaupun menggunakan mi-kroskop ultra. Larutan bersifat kontinu dan merupakan sistem satu fase (homo-gen). Ukuran pertikel zat terlarut kurang dari 1 nm (1 nm = 10-9m). Dilain pihak, jika kita mencampurkan tepung terigu dengan air, ternyata te-pung terigu tidak la-rut. Walaupun campuran ini diaduk, lambat laun tepung terigu akan memisah. Selanjutnya, jika kita campurkan susu dengan air, ternyata susu larut tetapi larutan


(27)

20 itu tidak bening melainkan keruh. Jika didiamkan, campuran itu tidak memisah dan juga tidak dapat disaring. Perbandingan antara sifat larutan, koloid, dan sus-pensi disimpulkan dalam Tabel 2 dan jenis-jenis koloid dalam Tabel 3 berikut ini:

Tabel 2. Perbandingan sifat larutan, koloid, dan suspensi

Larutan (dispersi molekul) Koloid ( dispersi koloid) Suspensi (dispersi suspensi)

Contoh : larutan gula dengan air

Contoh: campuran susu dengan air

Contoh : campuran tepung terigu dengan air

1) homogen, tak dapat dibedakan walaupun menggunakan mikroskop ultra 2) semua partikel

berdimensi (panjang, lebar atau tebal) kurang dari 1 nm

3) satu fase 4) stabil

5) tidak dapat disaring

1) secara makroskopis bersifat homogen tetapi heterogen jika diamati dengan mikroskop ultra 2) partikel berdimensi

antara 1 nm - 100 nm

3) dua fase

4) pada umumnya stabil 5) tidak dapat disaring

kecuali dengan penyaring ultra

1) heterogen

2) salah satu atau semua dimensi partikelnya lebih besar dari 100 nm 3) dua fase

4) tidak stabil 5) dapat disaring

Tabel 3. Jenis-jenis koloid

No Fase

terdispersi

Fase pendispersi

Nama koloid Contoh

1 2 3 4 5 6 7 8 Padat Padat Padat Cair Cair Cair Gas Gas Gas Cair Padat Gas Cair Padat Cair Padat Aerosol Sol Sol padat Aerosol Emulsi Emulsi padat Buih Buih padat

Asap (smoke), debu di udara Sol emas, sol belerang, tinta. Gelas brwarna, intan hitam. Kabut (fog) dan awan Susu, santan, minyak ikan Jelli dan mutiara

Buih sabun dan krim kocok Karet busa dan batu apung

2. Sifat-sifat koloid

a. Efek Tyndall merupakan proses penghamburan cahaya oleh partikel koloid, contohnya seperti sorot lampu mobil pada malam yang berkabut.


(28)

b. Gerak Brown adalah gerak tidak beraturan atau zig-zag akibat tumbukan yang tidak seimbang dari molekul-molekul medium terhadap partikel koloid.

c. Muatan koloid. Partikel koloid dapat bergerak dalam medan listrik. Hal ini menunjukkan bahwa partikel koloid tersebut bermuatan.

d. Koagulasi adalah proses penggumpalan partikel koloid, karena adanya penga-ruh ion yang berbeda muatan.

e. Koloid pelindung. Suatu koloid dapat distabilkan dengan menambahkan kolo-id lain yang disebut kolokolo-id pelindung.

f. Dialisis. Pada pembuatan suatu koloid, seringkali terdapat ion-ion yang dapat mengganggu kestabilan koloid tersebut. Ion-ion pengganggu ini dapat dihi-langkan dengan suatu proses yang disebut dialisis.

g. Koloid liofil dan koloid liofob. Koloid liofil terjadi apabila terdapat gaya tarik menarik yang cukup besar antara zat terdispersi dengan mediumnya. Koloid liofob terjadi jika gaya tarik menarik tersebut tidak ada atau lemah.

3. Peranan koloid dalam kehidupan a. Pengolalaan air sederhana.

b. Industri pengolahan air bersih (perusahaan air minum).

4. Pembuatan koloid (cara kondensasi dan dispersi) a. Cara kondensasi

Pada cara kondensasi partikel larutan sejati ( molekul atau ion) bergabung menja-di partikel koloid. Cara ini dapat menja-dilakukan melalui reaksi-reaksi kimia, seperti reaksi redoks, hidroloisis, dan dekomposisi rangkap, atau dengan penggantian pe-larut.


(29)

22 b. Cara dispersi

Pada cara dispersi, partikel kasar dipecah menjadi partiklel koloid. Cara dispersi dapat dilakukan secara mekanik, peptisasi atau dengan loncatan bunga listrik (cara busur Bredig).

c. Koloid asosiasi

Sabun dan detergen bekerja sebagai bahan aktif permukaan yang fungsinya meng-emulsikan lemak ke dalam air (Purba, 2004).


(30)

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan di kelas XI IPA SMA Surya Dharma 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2010/2011 pada materi pokok sistem koloid dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa terjadi pening-katan:

1. Keterampilan mengkomunikasikan pada kelompok keterampilan tinggi dari siklus I (10%) ke siklus II (30%) sebesar 20%, siklus II (30%) ke siklus III (45%) sebesar 15%.

2. Penguasaan konsep dari siklus I (59,5) ke siklus II (64) sebesar 7,56% dan siklus II (64) ke siklus III (69) sebesar 7,81%

3. Ketuntasan belajar dari siklus I (45%) ke siklus II (55%) sebesar 10% dan siklus II (55%) ke siklus III (70%) sebesar 15%.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, pembelajaran dengan model pembelajaran Learning Cycle 5E belum mencapai ketuntasan be-lajar yaitu 70% siswa telah mencapai nilai≥68. Oleh karena itu disarankan:


(31)

65

1. Pembelajaran Learning Cycle 5E dapat digunakan oleh guru kimia di SMA Surya Dharma sebagai salah satu alternatif strategi dalam pembelajaran kimia untuk meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan siswa dan penguasaan konsep pada materi pokok sistem koloid dan materi pokok lain yang memiliki karakteristik yang sama.

2. Agar tahap-tahap pembelajaran dalam penerapan model pembelajaran Learning Cycle 5E berjalan maksimal, hendaknya guru mempersiapkan lebih awal hal-hal yang menunjang proses pembelajaran yang akan dilakukan siswa. 3. Untuk dapat memudahkan siswa dalam proses pembelajaran, hendaknya

seko-lah menambah referensi buku dan alat-alat praktikum yang mendukung pembe-lajaran.

4. Untuk hasil penerapan pembelajaran yang lebih baik, akan sangat baik bagi gu-ru untuk lebih banyak bertanya kepada siswa, lebih mengarahkan mereka saat diskusi, dan memberikan kesempatan untuk menanggapi agar siswa lebih ter-motivasi di dalam kegiatan pembelajaran.


(1)

Penguasaan konsep akan mempengaruhi ketercapaian hasil belajar siswa. Suatu proses dikatakan berhasil apabila hasil belajar yang didapatkan meningkat atau mengalami perubahan setelah siswa melakukan aktivitas belajar, Pendapat ini di-dukung oleh Djamarah dan Aswan (2002) yang mengatakan bahwa belajar pada hakikatnya adalah perubahan yang terjadi di dalam diri seseorang setelah ber-akhirnya melakukan aktivitas belajar. Proses belajar seseorang sangat dipengaru-hi oleh banyak faktor, salah satunya adalah pembelajaran yang digunakan guru dalam kelas, dalam belajar juga dituntut adanya suatu aktivitas yang harus dilaku-kan siswa sebagai usaha untuk meningkatdilaku-kan penguasaan materi. Penguasaan ter-hadap suatu konsep tidak mungkin baik jika siswa tidak meakukan belajar karena siswa tidak akan tahu banyak tentang materi pelajaran. Sebagian besar materi pelajaran yang dipelajari di sekolah terdiri dari konsep-konsep. Semakin banyak konsep yang dimiliki seseorang, semakin banyak alternatif yang dapat dipilih dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya.

E. Materi Sistem Koloid

1. Sistem Koloid

Di dalam larutan, zat terlarut tersebar dalam bentuk partikel yang sangat kecil se-hingga tidak dapat dibedakan lagi dari mediumnya walaupun menggunakan mi-kroskop ultra. Larutan bersifat kontinu dan merupakan sistem satu fase (homo-gen). Ukuran pertikel zat terlarut kurang dari 1 nm (1 nm = 10-9m). Dilain pihak, jika kita mencampurkan tepung terigu dengan air, ternyata te-pung terigu tidak la-rut. Walaupun campuran ini diaduk, lambat laun tepung terigu akan memisah. Selanjutnya, jika kita campurkan susu dengan air, ternyata susu larut tetapi larutan


(2)

20 itu tidak bening melainkan keruh. Jika didiamkan, campuran itu tidak memisah dan juga tidak dapat disaring. Perbandingan antara sifat larutan, koloid, dan sus-pensi disimpulkan dalam Tabel 2 dan jenis-jenis koloid dalam Tabel 3 berikut ini:

Tabel 2. Perbandingan sifat larutan, koloid, dan suspensi

Larutan (dispersi molekul) Koloid ( dispersi koloid) Suspensi (dispersi suspensi)

Contoh : larutan gula dengan air

Contoh: campuran susu dengan air

Contoh : campuran tepung terigu dengan air

1) homogen, tak dapat dibedakan walaupun menggunakan mikroskop ultra 2) semua partikel

berdimensi (panjang, lebar atau tebal) kurang dari 1 nm

3) satu fase 4) stabil

5) tidak dapat disaring

1) secara makroskopis bersifat homogen tetapi heterogen jika diamati dengan mikroskop ultra 2) partikel berdimensi

antara 1 nm - 100 nm

3) dua fase

4) pada umumnya stabil 5) tidak dapat disaring

kecuali dengan penyaring ultra

1) heterogen

2) salah satu atau semua dimensi partikelnya lebih besar dari 100 nm 3) dua fase

4) tidak stabil 5) dapat disaring

Tabel 3. Jenis-jenis koloid No Fase

terdispersi

Fase pendispersi

Nama koloid Contoh 1 2 3 4 5 6 7 8 Padat Padat Padat Cair Cair Cair Gas Gas Gas Cair Padat Gas Cair Padat Cair Padat Aerosol Sol Sol padat Aerosol Emulsi Emulsi padat Buih Buih padat

Asap (smoke), debu di udara Sol emas, sol belerang, tinta. Gelas brwarna, intan hitam. Kabut (fog) dan awan Susu, santan, minyak ikan Jelli dan mutiara

Buih sabun dan krim kocok Karet busa dan batu apung

2. Sifat-sifat koloid

a. Efek Tyndall merupakan proses penghamburan cahaya oleh partikel koloid, contohnya seperti sorot lampu mobil pada malam yang berkabut.


(3)

b. Gerak Brown adalah gerak tidak beraturan atau zig-zag akibat tumbukan yang tidak seimbang dari molekul-molekul medium terhadap partikel koloid.

c. Muatan koloid. Partikel koloid dapat bergerak dalam medan listrik. Hal ini menunjukkan bahwa partikel koloid tersebut bermuatan.

d. Koagulasi adalah proses penggumpalan partikel koloid, karena adanya penga-ruh ion yang berbeda muatan.

e. Koloid pelindung. Suatu koloid dapat distabilkan dengan menambahkan kolo-id lain yang disebut kolokolo-id pelindung.

f. Dialisis. Pada pembuatan suatu koloid, seringkali terdapat ion-ion yang dapat mengganggu kestabilan koloid tersebut. Ion-ion pengganggu ini dapat dihi-langkan dengan suatu proses yang disebut dialisis.

g. Koloid liofil dan koloid liofob. Koloid liofil terjadi apabila terdapat gaya tarik menarik yang cukup besar antara zat terdispersi dengan mediumnya. Koloid liofob terjadi jika gaya tarik menarik tersebut tidak ada atau lemah.

3. Peranan koloid dalam kehidupan a. Pengolalaan air sederhana.

b. Industri pengolahan air bersih (perusahaan air minum).

4. Pembuatan koloid (cara kondensasi dan dispersi) a. Cara kondensasi

Pada cara kondensasi partikel larutan sejati ( molekul atau ion) bergabung menja-di partikel koloid. Cara ini dapat menja-dilakukan melalui reaksi-reaksi kimia, seperti reaksi redoks, hidroloisis, dan dekomposisi rangkap, atau dengan penggantian pe-larut.


(4)

22 b. Cara dispersi

Pada cara dispersi, partikel kasar dipecah menjadi partiklel koloid. Cara dispersi dapat dilakukan secara mekanik, peptisasi atau dengan loncatan bunga listrik (cara busur Bredig).

c. Koloid asosiasi

Sabun dan detergen bekerja sebagai bahan aktif permukaan yang fungsinya meng-emulsikan lemak ke dalam air (Purba, 2004).


(5)

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan di kelas XI IPA SMA Surya Dharma 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2010/2011 pada materi pokok sistem koloid dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa terjadi pening-katan:

1. Keterampilan mengkomunikasikan pada kelompok keterampilan tinggi dari siklus I (10%) ke siklus II (30%) sebesar 20%, siklus II (30%) ke siklus III (45%) sebesar 15%.

2. Penguasaan konsep dari siklus I (59,5) ke siklus II (64) sebesar 7,56% dan siklus II (64) ke siklus III (69) sebesar 7,81%

3. Ketuntasan belajar dari siklus I (45%) ke siklus II (55%) sebesar 10% dan siklus II (55%) ke siklus III (70%) sebesar 15%.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, pembelajaran dengan model pembelajaran Learning Cycle 5E belum mencapai ketuntasan be-lajar yaitu 70% siswa telah mencapai nilai≥68. Oleh karena itu disarankan:


(6)

65

1. Pembelajaran Learning Cycle 5E dapat digunakan oleh guru kimia di SMA Surya Dharma sebagai salah satu alternatif strategi dalam pembelajaran kimia untuk meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan siswa dan penguasaan konsep pada materi pokok sistem koloid dan materi pokok lain yang memiliki karakteristik yang sama.

2. Agar tahap-tahap pembelajaran dalam penerapan model pembelajaran

Learning Cycle 5E berjalan maksimal, hendaknya guru mempersiapkan lebih awal hal-hal yang menunjang proses pembelajaran yang akan dilakukan siswa. 3. Untuk dapat memudahkan siswa dalam proses pembelajaran, hendaknya

seko-lah menambah referensi buku dan alat-alat praktikum yang mendukung pembe-lajaran.

4. Untuk hasil penerapan pembelajaran yang lebih baik, akan sangat baik bagi gu-ru untuk lebih banyak bertanya kepada siswa, lebih mengarahkan mereka saat diskusi, dan memberikan kesempatan untuk menanggapi agar siswa lebih ter-motivasi di dalam kegiatan pembelajaran.


Dokumen yang terkait

PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR DAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM KOLOID (PTK Pada Siswa Kelas XI IPA3 SMA Perintis I Bandar Lampung)

0 4 52

PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENT UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN PENGUASAAN (PTK pada siswa kelas X KONSEP HIDROKARBON 1 SMA Gajah Mada Bandar Lampung TP 2010-2011)

0 3 72

PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DAN PENGUASAAN KONSEPSISTEM KOLOID (PTK Siswa Kelas XI SMA Negeri 3 Bandar Lampung 2010-2011)

0 5 49

EFEKTIVITAS PENERAPAN PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN OBSERVASI DAN PENGUASAAN KONSEP KOLOID SISWA XI IPA SMA PERSADA BANDAR LAMPUNG (Kuasi Eksperimen pada kelas XI IPA SMA Persada Bandar Lampung TP 2011-2012)

0 5 49

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN INFERENSI DAN PENGUASAAN KONSEP PADA MATERI KESETIMBANGAN KIMIA KELAS XI IPA SMA GAJAH MADA BANDAR LAMPUNG TP 2011/2012

0 7 47

PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA PADA MATERI POKOK LAJU REAKSI (PTK Pada Siswa Kelas XI IPA I SMA Wijaya Bandar Lampung TP 2009-2010)

1 35 215

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E PADA MATERI ASAM BASA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN PENGUASAAN KONSEP

2 12 44

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E (LC 5E) DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN PENGUASAAN KONSEP KESETIMBANGAN KIMIA SISWA

0 12 51

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP FISIKA SISWA SMA.

0 5 42

PEMBELAJARAN KOLOID BERBASIS LEARNING CYCLE 7E DENGAN METODE PRAKTIKUM UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA SMA.

0 1 39