12
atau melakukan kegiatan mengubah barang dasar atau barang setengah jadi atau barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya. Menurut
BPS, industri kecil adalah industri yang menggunakan tenaga kerja antara 5-19 orang. Departemen Perindustrian dan Perdagangan mendefinisikan industri kecil
adalah suatu kegiatan usaha industri yang memiliki nilai investasi samapai dengan Rp. 200.000.000,- dua ratus juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 254MPPKep1997. Departemen Koperasi menggolongkan pengusaha kecil
berdasarkan kriteria yaitu omset usaha tidak lebih dari dua milyar rupiah dan kekayaan tidak termasuk tanah dan bangunan tidak lebih dari 600 juta rupiah
Rejekiningsih dalam Aditiya 2008: 13 Dari sekian banyaknya definisi mengenai industri kecil, namun industri
kecil mempunyai karateristik tersendiri dan hampir seragam seperti : teknologi yang dipakai masih tradisional dan sistem keuangannya yang masih sederhana
Kuncoro, 1997.
2.2 Orientasi Pasar
Menurut Narver dan Slater dalam Aditiya 2008:13, orientasi pasar merupakan budaya organisasi yang efektif dan efisien yntuk menciptakan perilaku
yang dibutuhkan untuk menciptakan ”superior value” nilai lebih bagi pembeli dan ”superior perfomance” penampilan lebih bagi perusahaan, sehingga
didesain sebuah perusahaan yang berorientasi pasar sebagai suatu faktor signifikan dalam mencapai kinerja perusahaan yang superior.
13
Adapun Narver Slater 1990:21 menyatakan bahwa orientasi pasar terdiri atas tiga komponen perilaku yaitu orientasi pelanggan, orientasi pesaing,
koordinasi antar interfungsional dan dari dua kriteria tersebut pengambilan keputusan tersebut fokus jangka panjang kemampuan laba atau profitabilitas.
Kohli dan Jaworski dalam Indriyati Sudirman 2003:12 orientasi pelanggan dan pesaing meliputi seluruh aktivitas dalam upaya perolehan
informasi mengenai pelanggan dan pesaing pada pasar sasaran. Selanjutnya informasi tersebut di sosialisasikan ke seluruh organisasi atau perusahaan.
Koordinasi interfungsional berbasis pada informasi yang diperoleh dari pesaing dan pelanggan mencerminkan upaya terkoordinir dari seluruh organisasi untuk
menyajikan nilai unggul bagi pelanggan. Mavondo Farell 2000 dalam Indriyati Sudirman 2003:12
menyimpulkan bahwa terdapat kesamaan antara definisi orientasi pasar dari Kohli Jaworski 1990, yaitu: keduanya menitikberatkan pada pelanggan dan fokus
pada peran pelanggan dalam manifestasi orientasi pasar, keduanya mengandung orientasi eksternal, keduanya menyadari pentingnya respon pada tingkat
organisasi atau perusahaan dan disadari bahwa kepentingan stakeholder atau kekuatan lainya membentuk keinginan dan ekspetasi pelanggan.
Selanjutnya Narver dan Slater 1990 dalam Tini Riza 2005, berpendapat bahwa orientasi pasar dari suatu organisasi melibatkan tiga komponen perilaku,
yaitu orientasi pelanggan costumer orientation, Orientasi pesaing competitor orientation, dan dua kriteria keputusan, fokus jangka panjang longterm focus
interfunctional coordination dan profitabilitas profitability.
14
Ada lima pendekatan tentang market orientation. Pendekatan pertama berasal dari Shapiro 1988 yang mendefinisikan organisasi yang didorong oleh
pasar market driven organization sebagai organisasi yang memiliki tiga karakteristik kritikal, yaitu 1 Informasi tentang semua pengaruh pembelian
penting yang menembus setiap fungsi dalam perusahaan; 2 Keputusan strategis dan taktis dibuat secara lintas fungsi dan lintas divisi; 3 Divisi-divisi dan fungsi-
fungsi membuat keputusan yang dikoordinasikan dengan baik dan mengeksekusikannya dengan penuh komitmen.
Pendekatan kedua berasal dari Narver dan Slater 1990 yang berpendapat bahwa market orientation dari suatu organisasi melibatkan tiga komponen
perilaku, yaitu customer orientation, competitor orientation dan interfunctional coordination dan dua kriteria keputusan, longterm focus dan profitability.
Pendekatan ketiga berasal dari Kohli dan Jaworski 1990 yang mendefinisikan market orientation sebagai upaya organisasi yang secara luas
melakukan market intelligence berkenaan dengan kebutuhan pelanggan saat ini dan yang akan datang, penyebaran intelligence sepanjang departemen dan
kemampuan seluruh organisasi memberikan respon terhadap market intelligence. Pendekatan keempat berasal dari Ruekert 1992 yang mendefinisikan
tingkat market orientation dalam sebuah unit bisnis sebagai tingkat yang mana unit bisnis mendapatkan dan menggunakan informasi dari pelanggan, membangun
strategi yang akan memenuhi kebutuhan pelanggan dan menerapkan strategi yang responsif terhadap kebutuhan dan keinginan pelanggan.
15
Pendekatan kelima berasal dari Deshpande, Farley dan Webster 1993 yang berpendapat bahwa antara istilah market orientation dan customer
orientation adalah sinonim. Mereka mendefinisikan customer orientation sebagai sekumpulan kepercayaan beliefs yang meletakkan kepentingan pelanggan pada
urutan yang pertama, sementara tidak meniadakan stakeholder yang lain seperti pemilik, manajer dan karyawan agar dapat membangun perusahaan yang
profitable dalam jangka panjang. Dari kelima definisi di atas, Day menyimpulkan bahwasanya market
orientation menggambarkan suatu kemampuan superior dalam memahami dan memuaskan konsumen Day, 1994. Gambaran prinsipnya adalah sebagai berikut:
1. Sekumpulan kepercayaan beliefs yang meletakkan kepentingan konsumen pada urutan yang pertama Deshpande, Farley, dan Webster,
1993. 2. Kemampuan organisasi untuk menghasilkan, menyebarluaskan dan
menggunakan informasi superior tentang pelanggan dan pesaing Kohli dan Jaworski, 1990
3. Aplikasi yang terkoordinir dari sumber daya antar fungsi untuk penciptaan nilai pelanggan yang superior Narver dan Slater, 1990; Shapiro, 1988.
Penelitian tentang market orientation pertama kali dilakukan oleh Narver dan Slater 1990. Mereka meneliti dampak market orientation pada kemampulabaan
bisnis. Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian tersebut adalah adanya pengaruh positif market orientation pada Return on Asset ROA, tingkat retensi pelanggan dan
kemampuan dalam menciptakan hambatan masuk industri.
16
Penelitian kedua dilakukan oleh Ruekert 1992. Ruekert, dalam penelitiannya membuktikan bahwa ada hubungan yang positif antara market
orientation dengan kinerja keuangan jangka panjang. Sementara itu pada tahun 1993, Jaworski dan Kohli mencoba meneliti konsekuensi-konsekuensi yang
mungkin timbul dari adanya market orientation dalam suatu perusahaan. Jaworski dan Kohli berhasil membuktikan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari market
orientation pada kinerja, komitmen organisasional dan semangat corps. Market orientation bersama-sama dengan budaya organisasi dan
kemampuan berinovasi ternyata berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan. Hal tersebut didasarkan pada penelitian yang dilakukan Deshpande, Farley, dan
Webster 1993. Sebaliknya, berdasarkan penelitian dari Kwaku Atuahene-Gima 1996 diketahui bahwa manajemen dapat mempengaruhi keefektifan aktivitas
inovasi perusahaan melalui pengadopsian market orientation. Sementara itu pada tahun 1994, Siguaw, Brown, dan Widing membuktikan bahwa market orientation
dari suatu perusahaan berpengaruh signifikan terhadap sikap kerja dan orientasi pelanggan dari para wiraniaga.
Pengaruh positif dari market orientation terhadap kinerja secara keseluruhan, keberhasilan produk baru, dan perubahan relatif dalam pangsa pasar
juga dibuktikan dalam penelitian yang dilakukan oleh Baker dan Sinkula 1999. Namun demikian, pengaruh positif market orientation tersebut harus disertai
dengan adanya kemampuan belajar yang tinggi. Dengan kata lain, kualitas dari perilaku yang berorientasi pasar akan meningkat apabila anggota organisasi
17
meningkatkan orientasi belajar yang pada akhirnya akan berdampak pada meningkatnya kinerja, keberhasilan produk baru, dan pangsa pasar.
2.3 Orientasi Pelanggan