Dapat dilihat pada tabel bahwa BAZNAS menghimpun dana ZIS yang mengalami peningkatan sepanjang tahun 2013 juga mengalami peningkatan
dengan jumlah ZIS sekitar Rp. 58,6 miliar. Di tahun 2014, penghimpunan dana ZIS oleh BAZNAS juga mengalami peningkatan sekitar Rp 79,2 miliar dan
meningkat sekitar 35,15 jika dibandingkan dengan tahun 2013. Di tahun 2015, ZIS yang berhasil dihimpun oleh BAZNAS juga mengalami peningkatan dengan
jumlah ZIS sekitar Rp. 97,6 miliar atau ZIS mengalami peningkatan sekitar 23,20 jika dibandingkan dengan penerimaan ZIS di tahun 2014.
Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat kesadaran masyarakat muslim untuk membayar zakat, member infak dan shadaqah. Terbukti dapat
dilihat dari penerimaan dana ZIS oleh BAZNAS. Sudah pasti dengan lembaga- lembaga ZIS yang lain juga mengalami peningkatan.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik berikut ini. Gambar 4.9
Penerimaan Dana ZIS oleh BAZNAS periode 2011
–
2015 secara Bulanan Dalam Rupiah
40.000.000.000
20.000.000.000 16.000.000.000
12.000.000.000 10.000.000.000
8.000.000.000 6.000.000.000
4.000.000.000
2.000.000.000 I
II III
IV I
II III
IV I
II III
IV 2013
2014 2015
ZIS
Sumber: Data diolah dari BAZNAS, 2016.
Grafk di atas menunjukkan tingkat perkembangan dana ZIS yang diterima setiap bulan oleh BAZNAS sepanjang periode 2013 - 2015. Terlihat pada grafik
di atas, ada waktu
–
waktu tertentu di mana ZIS mengalami peningkatan yang yang cukup tajam. Hal ini terjadi pada bulan ramadhan, di mana kaum muslimin
menunaikan zakat fitrah pada bulan itu. Secara umum, dapat dilihat dari grafik, perlahan tapi pasti, ZIS mengalami peningkatan.
F. Hasil Analisis 1. Statistik Deskriptif
Tabel di bawah ini menunjukkan statistik deskriptif variabel penelitian yang memperlihatkan tentang jumlah data, nilai minimum dan maksimum, rata-
rata, dan nilai standar deviasi yang digunakan dalam pengujian model persamaan ekonometrika. Tabel ini juga menunjukkan masing-masing variabel dalam 36
observasi sebagai sampel. Tabel 4.12
Statistik Deskriptif PDB
Reksadana Konvensional
Reksadana Syariah
FASBIS ZIS
Mean 714066.8
217591.8 9894.922
13283.92 6.54E+09
Median 716734.8
212962.9 9594.310
12194.00 5.34E+09
Maximum 772326.4
260949.0 12035.97
21978.00 2.64E+10
Minimum 648746.8
178730.1 7978.140
8674.000 2.47E+09
Std. Dev. 34067.42
26630.29 1108.825
2868.745 4.72E+09
Skewness 0.000731
0.023852 0.213010
0.935538 2.804489
Kurtosis 2.193965
1.524135 2.077814
3.575819 11.32842
Observations 36
36 36
36 36
Sumber: Data diolah menggunakan Eviews 8, 2016. Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa variabel PDB memiliki nilai
terendah sebesar 648.746,8 dan nilai tertinggi sebesar 772.326,4 dengan nilai rata- ratanya sebesar 714.066,8 dan standar deviasinya atau tingkat sebaran datanya
sebesar 34.067,42. Nilai median 716.734,8. Dengan nilai mean yang hampir mendekati dengan nilai median maka dapat disimpulkan bahwa data terpusat dan
dapat juga dikatakan bahwa nilai PDB semakin meningkat. Dilihat dari nilai
skewness kemiringan, yaitu 0,000731 maka dapat disimpulkan data PDB
terdistribusi normal. Dilihat dari nilai kurtosis, yaitu 2 yang lebih kecil nilainya dari 3 maka dapat disimpulkan data PDB memiliki puncak platikurtik.
Untuk Reksadana Konvensional memiliki nilai terendah sebesar 178.730,1 dan nilai tertinggi sebesar 260.949,0 dengan nilai rata-ratanya sebesar 217.591,8
dan standar deviasinya atau tingkat sebaran datanya 26.630,29. Nilai median 212.962,9. Dengan nilai mean yang hampir mendekati dengan nilai median maka
dapat disimpulkan bahwa data terpusat dan dapat juga dikatakan bahwa nilai Reksadana Konvensional semakin meningkat. Dilihat dari nilai skewness
kemiringan, yaitu 0,023852 maka dapat disimpulkan data Reksadana
Konvensional terdistribusi normal. Dilihat dari nilai kurtosis, yaitu 1,524135 yang lebih kecil nilainya dari 3 maka dapat disimpulkan data Reksadana Konvensional
memiliki puncak platikurtik. Nilai rata-rata Reksadana Syariah adalah sebesar 9.894,922 dengan nilai
maksimumnya 12.035,97 nilai minimumnya 7.978,140. Dan ditunjukkan juga dengan nilai median, yaitu 9.594,310. Hal ini menunjukkan bahwa nilai-nilai
Reksadana Syariah terpusat. Nilai standar deviasinya, yaitu 1.108,825. Dilihat dari nilai skewness kemiringan, yaitu 0,213010 maka dapat disimpulkan data
Reksadana Syariah terdistribusi normal. Dilihat dari nilai kurtosis, yaitu 2,07781 maka dapat disimpulkan data Reksadana Syariah memiliki puncak platikurtik.
Nilai rata-rata FASBIS adalah sebesar 13.283,92 dengan
nilai maksimumnya 21.978 dan nilai minimumnya 8.674. Dan ditunjukkan juga dengan
nilai median, yaitu 12.194. Hal ini menunjukkan bahwa nilai-nilai SBIS terpusat. Nilai standar deviasinya, yaitu 2.868,245.
Dilihat dari nilai skewness
kemiringan, yaitu 1 maka dapat disimpulkan data FASBIS memiliki kemiringan yang condong ke kanan. Dilihat dari nilai kurtosis, yaitu 3,575819 lebih besar dari
3 maka dapat disimpulkan data FASBIS memiliki puncak leptokurtik.
Nilai rata-rata ZIS
adalah sebesar 6.540.000.000
dengan nilai maksimumnya
26.400.000 dan nilai minimumnya 2.470.000.000. Dan
ditunjukkan juga dengan nilai median, yaitu 5.340.000.00 dan nilai standar deviasinya, yaitu 4.720.000.000. Hal ini menunjukkan bahwa nilai-nilai ZIS
terpusat. Dilihat dari nilai skewness kemiringan, yaitu 3 maka dapat disimpulkan data ZIS memiliki kemiringan yang condong ke kanan. Dilihat dari nilai kurtosis,
yaitu 11 lebih besar dari 3 maka dapat disimpulkan data ZIS memiliki puncak leptokurtik.
2. Uji Asumsi Klasik
Uji Asumsi Klasik dilakukan sebagai syarat penggunaan metode regresi. Dengan terpenuhinya asumsi tersebut, maka hasil yang diperoleh dapat lebih
akurat dan mendekati atau sama dengan kenyataan. Asumsi tersebut adalah asumsi normalitas, multikolinearitas dan autokorelasi.
a Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah dalam sebuah model
regresi, error yang dihasilkan mempunyai distribusi normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan dengan uji Jarque Bera dengan kriteria penilaian sebagai
berikut. •
Ha diterima jika probabilitas level of significant
α 5 berarti berdistribusi
normal. •
Ho diterima jika probabilitas level of significant
α 5 berarti
tidak berdistribusi normal..
Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan Eviews 8 didapat sebaga berikut.
Gambar 4.10 Uji Normalitas
1 2
3 4
5 6
7 8
9
-10000 -5000
5000 10000
S e rie s: R e sid u a ls S a m p le 2 0 1 3 M 0 2 2 0 1 5 M 1 2
O b se rva tio n s 3 5 M e a n
-1 .3 1 e - 1 1 M e d ia n
1 2 7 4 .5 4 3 M a xim u m
9 4 0 6 .0 0 7 M in im u m
-1 2 3 2 9 .0 4 S td . D e v .
5 0 5 4 .6 1 5 S k e wn e s s
-0 .4 7 8 1 8 7 K u r to sis
2 .7 5 0 5 2 4 Ja rq u e - B e r a
1 .4 2 4 6 3 1 P r o b a b ility
0 .4 9 0 5 0 7
Sumber : Data diolah dengan program Eviews 8 oleh penulis, 2016. Berdasarkan tabel di atas dengan melihat nilai probabilitas yang nilainya lebih
besar dari tingkat signifikansi α = 5 atau 0,
490507 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa distribusi data pada variabel penelitian adalah normal, di
mana Ha diterima atau H0 ditolak. b Uji Multikolineritas
Multikolinieritas adalah hubungan yang terjadi diantara variabel-variabel independen atau variabel independen yang satu fungsi dari variabel independen
yang lain. Model regresi dikatakan baik jika tidak ada korelasi yang tinggi antara variabel-variabel independennya. Hasil estimasi data independen, yaitu variabel
Reksadana Konvensional, Reksadana Syariah, FASBIS, ZIS dan PDB periode sebelumnya diperoleh sebagai berikut:
Tabel 4.14 Uji Multikolinieritas
Variable Coefficient
Variance Uncentered
VIF Centered
VIF C
5.59E+08 653.2221
NA RK
0.004863 275.5507
3.777334 RS
3.087215 361.0032
4.081163 FASBIS
0.183544 39.73696
1.760858 ZIS
4.97E-14 3.836825
1.276595 PDB-1
0.002153 1282.167
2.848688 Sumber : Data diolah dengan menggunakan program Eviews 8, 2016.
Uji multikolinearitas ini menggunakan kriteria penilaian terhadap VIF sebagai berikut:
- Ha : Jika nilai VIF lebih kecil dari 10 maka tidak terjadi multikolinearitas.
- H0 : Jika nilai VIF lebih besar dari 10 maka terjadi multikolinearitas.
Tampilan di atas menunjukkan : •
Pada variabel Reksadana Konvensional, nilai VIF yang dihasilkan lebih kecil dari 10 di mana 3,777334 10 dan dapat disimpulkan bahwa tidak
terjadi multikolinearitas pada Reksadana Konvensional maka Ha diterima atau H0 ditolak.
• Pada variabel Reksadana Syariah, nilai VIF yang dihasilkan lebih kecil
dari 10 di mana 4,081163 10 dan dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas pada Reksadana Konvensional maka Ha diterima atau
H0 ditolak. •
Pada variabel FASBIS, nilai VIF yang dihasilkan lebih kecil dari 10 di mana 1,760858 10 dan dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi terjadi
multikolinearitas pada FASBIS maka Ha diterima atau H0 ditolak. •
Pada variabel ZIS, nilai VIF lebih kecil dari 10 di mana 1,276595 10 dan dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas pada ZIS
maka Ha diterima atau H0 ditolak. •
Pada variabel PDBt-1, nilai VIF yang dihasilkan lebih kecil dari 10 di mana 2,848688 10 dan dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi
multikolinearitas pada PDBt-1 maka Ha diterima atau H0 ditolak.
c Uji Heteroskedastisitas Tujuan dari uji ini adalah untuk menguji apakah model regresi terjadi
ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika varians tetap maka disebut Homoskedastisitas. Jika variance berbeda, maka
terjadi Heteroskedastisitas. Uji yang dilakukan adalah menggunakan uji Glejser, dan diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 4.15
Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedasticity Test: Glejser F-statistic
1.565142 Prob. F5,29
0.2012 ObsR-squared
7.437733 Prob. Chi-Square5
0.1901 Scaled explained SS
5.663480 Prob. Chi-Square5
0.3404
Sumber: Data diolah dengan menggunakan program Eviews 8, 2016.
Dapat dilihat dari nilai probabilitas Chi-Square lebih besar dari tingkat
signifikansi α = 5 atau
0,1901 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data tidak terkena heteroskedastisitas.
d Uji Autokorelasi Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah dalam sebuah
model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 sebelumnya. Jika terjadi korelasi, maka
dinamakan ada problem autokorelasi. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Untuk menguji autokorelasi ini dideteksi dengan
melihat nilai Durbin-Watson DW pada hasil regresi. Ada pun kriteria penilaiannya, yaitu:
a Jika nilai DW terletak antara nilai batas atas du dan 4-du, maka dapat disimpulkan tidak ada autokorelasi.
b Jika nilai DW lebih rendah dari nilai batas bawah dl maka dapat disimpulkan ada autokorelasi positif.
c Jika nilai DW lebih besar dari nilai 4-dl maka dapat disimpulkan ada autokorelasi negatif.
d Jika nilai DW terletak antara nilai batas atas du dan batas bawah dl atau nilai DW terletak di antara nilai 4-du dan 4-dl maka tidak dapat
disimpulkan inconclusive. .Tabel 4.16
Hasil Uji Autokorelasi Durbin-Watson stat
1.289132 Sumber : Data diolah penulis, 2016.
Pada hasil estimasi diperoleh nilai Durbin-Watson sebesar 1,289132.
Sedangkan untuk nilai dl dan du untuk tingkat signifikansi α = 5 dengan jumlah
pengamatan 36 dan jumlah variabel bebas sebanyak 4 variabel, pada tabel D-W diperoleh nilai dl = 1,2358 dan nilai du = 1,7245. Nilai D-W = 1,318683 pada
kriteria penilaian uji autokorelasi terletak pada kriteria antara nilai batas atas du dan batas bawah dl maka hasilnya tidak dapat disimpulkan inconclusive.
Karena hasil tidak dapat disimpulkan data tersebut terkena autokorelasi atau tidak, dilakukan pengujian ulang dengan menggunakan uji Breusch-Godfrey
atau yang disebut dengan uji Lagrange Multiplier LM Test pada Eviews 8 sehingga didapat hasil sebagai berikut.
Tabel 4.17 LM Tes
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test
F-statistic 1.768731
Prob. F2,27 0.1897
ObsR-squared 4.054403
Prob. Chi-Square2 0. 1317
Sumber: Data diolah menggunakan Eviews 8, 2016. Untuk pengujian hipotesis pada uji LM ini dapat dilihat sebagai berikut:
• Ha : probabilitas Chi-
squared α
= 5, berarti tidak ada autokorelasi