sentral menggunaka instrumen ini untuk meyakinkan para bankir dan manajer finansial agar lebih memerhatikan kepentingan jangka panjang dari pada jangka
pendek lembaganya. Contoh, saat inflasi bank sentral menghimbau untuk mengurangi pemberian kredit sehingga dapat mendinginkan perekonomian yang
panas. Bank sentral juga dapat melarang penggabungan merger bank-bank dalam mencapai sasaran kebijakan moneter.
c. Kebijakan Moneter Islam
1 Madzhab Iqtishoduna Mengenai uang beredar, pendukung mazhab ini mengatakan bahwa
jumlah uang beredar bersifat elastis sempurna. Pemerintah sebagai pemegang otoritas moneter tidak mampu memengaruhi jumlah uang beredar. Pendapat ini
didasarkan pada perekonomian zaman Rasulullah. Pada saat itu mata uang yang beredar adalah dinar dan dirham.
kebijakan moneter tidak diperlukan karena pada masa awal Islam hampir tidak ada sistem perbankan dan minimnya penggunaan uang. Kredit juga dianggap
tidak memiliki peran dalam penciptaan uang, karena kredit hanya digunakan di antara para pedagang saja serta peraturan pemerintah tentang peminjaman
promissory notes dan instrumen negosiasi dirancang sehingga tidak memungkinkan sistem kredit tersebut menciptakan uang. Surat berharga ini dapat
diterbitkan untuk membeli barang dan jasa ataupun untuk mendapatkan dana segar, namun surat ini tidak dapat digunakan untuk kredit. Kreditur dapat menjual
surat tersebut namun debitur tidaka dapat menjualnya. Sehingga tidak terjadi spekulasi dan pasar uang. Aturan-aturan ini, menurut mazhab ini, memengaruhi
keseimbangan antara pasar barang dan pasar uang berdasarkan uang tunai. Transaksi seperti judi, riba, jual-beli superficial promissory notes dilarang dalam
Islam sehingga keseimbangan arus uang dan barangjasa dapat dipertahankan. Mazhab ini juga mengemukakan, bahwa sistem yang diterapkan oleh
pemerintah yang berhubungan dengan konsumsi, tabungan dan investasi serta perdagangan telah menciptakan instrumen otomatis untuk kebijakan moneter.
Dan menjamin keseimbangan uang dan barang.jasa dan mencegah penggunaan tabungan selain untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat. Adanya imbalan
pahala dari Allah SWT untuk usaha dan kegiatan perekonomian lainnya menambahkan nilai untuk kaum muslimin. Al Qur’an memberi gambaran tentang
perhatian kaum muslimin untuk penggunaan sumber daya yang telah disediakan Allah SWT sehingga memperluas pandangan kaum muslimin untuk berpartisipasi
dalam kegiatan perekonomian seperti investasi dan menyalurkan kekayaan melalui qard hasan
104
, infaq dan waqaf.
105
2 Mazhab Mainstream Metwally mengatakan bahwa penawaran uang dalam Islam sepenuhnya dikontrol
oleh negara sebagai pemegang monopoli dari penerbitan uang yang sah. Keberadaan Baitul Mal pada masa Rasulullah adalah prototype dari bank sentral.
Di mana keberadaan bank sentral adalah untuk menerbitkan mata uang dan menjaga nilai tukarnya agar dapat berada pada tingkat harga yang stabil. Tujuan
kebijakan moneter yang dilakukan adalah maksimalisasi sumber daya yang ada untuk kegiatan perekonomian yang produktif. Menurut mazhab ini, instrumen
dues of idle fund dapat digunakan untuk memengaruhi permintaan agregat. Kebijakan ini ditujukan untuk meningkatkan permintaan agregat sehingga
mendorong laju pertumbuhan pendapatan nasional. 3 Mazhab Alternatif
Mazhab ini mengemukakan sistem kebijakan moneter dengan menggunakan syuratiq process yaitu di mana suatu kebijakan yang diambil oleh otoritas
moneter berdasarkan musyawarah sebelumnya dengan otoritas sektor riil. Keputusan-keputusan kebijakan moneter dituangkan dalam bentuk instrumen
moneter yang merupakan harmonisasi dengan kebijakan-kebijakan di sektor riil. Menurut mazhab ini, kebijakan moneter adalah repeated games in game theory di
mana bentuk kurva penawaran dan permintaan uang seperti tambang melilit dengan slope positif sebagai akibat knowledge induced process dan information
sharing yang amat baik.Adanya harmonisasi antara kebijakan moneter dengan
104
Qard hasan pinjaman kebaikan yaitu pinjaman dengan kewajiban hanya pengembalian pinjaman pokoknya saja atau pihak menerima tidak wajib mengembalikan pinjaman karena
kondisi force majeure keadaan terpaksa atau di luar dugaan.
105
Adiwarman A. Karim. Ekonomi Makro Islami.Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010, hlm. 225-226.