Laporan Akhir Hibah Penelitian Unggulan Universitas Negeri Semarang 2015
10
Gambar 2.4. Perbandingan Data Percobaan dan Hasil Perhitungan Kinetika Reaksi pada Suhu 80
o
C dan Konsentrasi Katalis 0,5 molL
Gambar 2.5. Perbandingan Data Percobaan dan Hasil Perhitungan Kinetika Reaksi pada Suhu 90
o
C dan Konsentrasi Katalis 0,4 molL
Gambar 2.6. Perbandingan Data Percobaan dan Hasil Perhitungan Kinetika Reaksi pada Suhu 100
o
C dan Konsentrasi Katalis 0,3 molL
Gambar 2.6 nampak bahwa hasil simulasi terhadap parameter kinetika menghasilkan konsentrasi gula hasil perhitungan mendekati data percobaan pada
Laporan Akhir Hibah Penelitian Unggulan Universitas Negeri Semarang 2015
11 suhu 100
o
C dan konsentrasi asam 0,3 molL. Selain itu, nilai parameter kinetikanya pun juga sesuai dengan kajian teori bila dibandingkan dengan nilai
parameter yang diperoleh untuk variabel yang lain.
2.4. Distilasi Etanol
Distilasi tradisional merupakan distilasi yang sering dilakukan untuk memisahkan dua atau lebih suatu campuran melalui penguapan pada suhu
tertentu. Distilasi ini dapat digunakan untuk memurnikan campuran yang tidak memiliki titik azeotrop atau di bawah kadar azeotropnya. Pada titik azeotrop,
komposisi suatu campuran di fase cair akan sama dengan di fase uap, sehingga melalui penguapan tidak akan terjadi perbedaan komposisinya. Biasanya, distilasi
ini dilakukan satu tahap, namun juga dapat beberapa tahapan supaya dapat diambil beberapa nilai komponen yang berbeda.
Distilasi dengan tekanan berubah atau pressure swing distillation berbeda dengan distilasi biasa. Distilasi biasa dilakukan pada tekanan tetap, tetapi pressure
swing-distillation dilakukan pada tekanan yang berbeda. Kondisi distilasi pada tekanan berbeda dimaksudkan untuk memurnikan suatu campuran dengan kadar
melewati kadar azeotropnya. Distilasi yang dioperasikan dengan beda tekanan akan membuat komposisi azeotrop suatu campuran tersebut akan berbeda pula,
sehingga komposisi azeotrop akan terlewati ketika tekanannya dibuat beda. Pada sistem distilasi ini, distilasi dilakukan bertahap menggunakan 2 kolom distilasi
yang beroperasi pada tekanan yang berbeda Gambar 2.7. Kolom distilasi pertama memiliki tekanan operasi yang lebih tinggi dari kolom distilasi kedua.
Produk atas kolom pertama tersebut kemudian didistilasi kembali pada kolom yang bertekanan lebih rendah kolom kedua.
Distilasi ini digunakan salah satunya untuk mengatasi titik azeotrop menggunakan proses ektraksi dengan pelarut lain, seperti cyclobenzene dan
ethyleneglycol. Setelah distilasi tahap awal untuk mencapai kadar azeotrop, ke dalam distilasi kedua dimasukkan pelarut sehingga kadar azeotrop dapat teratasi.
Kemudian, distilasi dilanjutkan dalam kolom ketiga untuk memurnikannya sampai kadar absolut. Rangkaian proses ini disajikan pada Gambar 2.8.
Laporan Akhir Hibah Penelitian Unggulan Universitas Negeri Semarang 2015
12
Gambar 2.7. Distilasi Menggunakan Pressure Swing-Distillation Strand,
2001
Gambar 2.8. Distilasi Menggunakan Extractive Distillation Strand, 2001
2.5. State of The Art
Pada sistem distilasi dengan penjerap molekul Gambar 2.9, salah satu komponen uap akan dijerap supaya komposisinya berubah, maka titik azeotropnya
terlampaui. Jika kebutuhan adsorbennya memenuhi sampai komposisinya murni, maka tidak perlu didistilasi. Namun, bila kebutuhan adsorbennya sangat banyak,
pemurnian dapat dilanjutkan menggunakan distilasi lagi. Model neraca massa untuk distilasi tipe ini dapat dikembangkan menjadi
model tanpa adanya dispersi aksial model 1 dan dengan adanya dispersi aksial model 2.