Akibat Hukum Perkawinan Poligami yang Dilangsungkan Tanpa Izin Pengadilan...

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN POLIGAMI YANG
DILANGSUNGKAN TANPA IZIN PENGADILAN
(STUDI KASUS DI PENGADILAN AGAMA PADANG)

OLEH

NANI ILKA
047011048/MKn

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2006

Nani Ilka : Akibat Hukum Perkawinan Poligami yang Dilangsungkan Tanpa Izin Pengadilan (Studi Kasus di Pengadilan Agama Padang), 2006

USU Repository © 2007

Akibat Hukum Perkawinan Poligami yang Dilangsungkan
Tanpa Izin Pengadilan
(Studi Kasus di Pengadilan Agama Padang)
Tesis

Nani Ilka
Universitas Sumatera Utara
Sekolah Pascasarjana
Magister Kenotariatan
2006
Intisari
Dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 disebutkan bahwa:
“ perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami
isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa”. Hukum perkawinan menganut asas monogami yang secara tegas
dinyatakan dalam dasar perkawinan bahwa pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya
boleh mempunyai seorang isteri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami. Kecuali
apabila terdapat alasan-alasan tertentu, seorang suami dapat mempunyai beberapa orang isteri dengan
cara mengajukan permohonan secara tertulis ke pengadilan. Pengadilan kemudian memeriksa ada
atau tidaknya alasan yang memungkinkan seorang suami untuk kawin lagi sebagai mana yang
dimaksud dalam Pasal 40 dan Pasal 41 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 1975. Selanjutnya
Pasal 43 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 1975 menyebutkan “Apabila pengadilan
berpendapat bahwa cukup alasan bagi pemohon untuk berpoligami, maka pengadilan memberikan
putusannya yang berupa izin untuk beristeri lebih dari seorang”. Adapun alasan yang seorang suami
dapat berpoligami yaitu terdapat pada dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 1) bahwa

isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri 2)Bahwa isteri mendapat cacat badan atau
penyakit yang tidak dapat disembuhkan 3)Bahwa isteri tidak dapat melahirkan keturunan. Pengajuan
permohonan ini sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 haruslah
dipenuhi /dilengkapi dengan syarat-syarat : 1)Adanya persetujuan dari isteri / isteri-isteri 2)Adanya
kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak
mereka. 3)Adanya jaminan bahwa suami mampu berlaku adil. Pegawai pencatat dilarang untuk
melakukan pencatatan perkawinan seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang sebelum
adanya izin Pengadilan sebagaimana yang dimaksud oleh Pasal 44 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor
9 Tahun 1975. Namun pada kenyataannya di Kota Padang, Sumatera Barat, sering dijumpai suami
yang melakukan perkawinan poligami tanpa izin dari pengadilan, dimana hal tersebut sangat
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan khususnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974.
Untuk mengkaji hal-hal tersebut diatas dilakukan penelitian yang bersifat deskriptif analitis.
Lokasi penelitian adalah Pengadilan Agama Padang, sebagai sampel Kantor
1
2

Mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara
Staf Pengajar Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara


Nani Ilka : Akibat Hukum Perkawinan Poligami yang Dilangsungkan Tanpa Izin Pengadilan (Studi Kasus di Pengadilan Agama Padang), 2006

USU Repository © 2007

Urusan Agama Padang terdiri dari pejabat KUA, Pengadilan Agama Padang sedangkan responden 15
orang yaitu suami yang melakukan perkawinan poligami tanpa izin pengadilan dan masyarakat
setempat untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan mengenai masalah yang diteliti. Teknik
Pengumpulan Data dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Penelitian Lapangan (Field Research) sedangkan alat pengumpulan data kuesioner. Khusus data
penunjang berasal dari informen (hakim pengadilan agama, panitera pejabat Kantor Urusan Agama
dan pegawai kelurahan dikumpulkan melalui wawancara langsung. Jenis data penelitian ini diperoleh
dengan mengumpulkan Data Primer dan Data Sekunder. Berdasarkan jenis penelitian dalam
penelitian ini dapat dipakai dua sumber. Analisis data dilakukan dengan pendekatan kualitatif.
Dari hasil penelitian menunjukan bahwa :
1. Faktor - faktor Penyebab suami melakukan Perkawinan Poligami Tanpa Izin Pengadilan,
disebabkan beberapa faktor, yaitu : a) Faktor seorang suami tidak ingin perkawinan
poligaminya diketahui orang b) Faktor tuntutan profesi c) Faktor tidak cukup syarat
pengadilan , d) Faktor malu e) Faktor malas / tidak mau mengurus dari jawaban tersebut
terdapat tiga bentuk pencatatan perkawinan poligami Kelompok pertama tercatatnya
perkawinan poligami sebagai perkawinan monogami, kelompok kedua, poligami yang tercatat

sebagai perkawinan poligami, Kelompok ketiga, perkawinan poligami yang tidak terdaftar
2. Penyebab Tercatatnya Perkawinan Poligami Yang Belum Mendapatkan Izin Pengadilan
a)tercatatnya perkawinan poligami sebagai perkawinan monogami, pada perkawinan ini
terjadi pemalsuan data di kelurahan. b) poligami yang tercatat sebagai perkawinan poligami
pada perkawinan ini terjadi pemalsuan data di Akte Nikah. c) Perkawinan poligami yang
tidak terdaftar, perkawinan poligami ini tidak tercatat sama sekali, baik tercatat secara
monogami maupun tercatat secara poligami.
3. Akibat Hukum Terhadap Perkawinan Poligami Yang Dilangsungkan Tanpa Izin pengadilan,
Pertama terhadap keabsahan perkawinan yaitu perkawinan yang dilakukan menjadi tidak sah.
Kedua terhadap harta bersama isteri yang tidak sah tidak mendapat bagian terhadap harta
bersama mereka. Ketiga terhadap kedudukan anak yaitu anak yang dilahirkan dari perkawinan
yang tidak sah maka akan berakibat pula pada status anak menjadi anak tidak sah.
Disarankan kepada pemerintah perlu diadakannya Sistem Komputerisasi (Sistem informasi
satu atap) secara nasional, juga disarankan kepada Pejabat Kantor Urusan Agama (KUA) agar dalam
menyelenggarakan pernikahan bagi yang melakukan perkawinan, supaya benar-benar diteliti latar
belakang atau identitas kedua belah pihak calon mempelai, terutama kelengkapan adminitrasi
pernikahan dan disarankan juga kepada orang tua yang berpoligami, hendaknya menyadari dan
mempertimbangkan secara benar dari semua resiko yang akan terjadi, yang akan berakibat hukum
terhadap perkawinan itu sendiri dan pihak-pihak yang terkait dalam perkawinan tersebut.


Kata Kunci :
- Akibat Hukum
- Perkawinan Poligami Tanpa Izin Pengadilan

Nani Ilka : Akibat Hukum Perkawinan Poligami yang Dilangsungkan Tanpa Izin Pengadilan (Studi Kasus di Pengadilan Agama Padang), 2006

USU Repository © 2007

Legal Consequence of Polygamy without Legal
Permission from the Court
(A Case Study in Padang Islamic Court)
Nani Ilka
Thesis
North Sumatera University
Postgraduate School
Magister of Law
2006
Abstract
Article 1 of Law No.1/1974 says that a marriage is a sacred union of a man and a woman as
husband and wife to build a happy and perpetual family based on the belief of one God. Law of

Marriage following monogamy principle strictly states that basically, in a marriage, a man can only
have one wife and a woman can only have one husband. Under some certain circumstances, a
husband can have several wives by submitting a written application to a court. Then the court
examines whether or not there are credible reasons for a husband to marry again as meant in Articles
40 and 41 of Government Regulation No. 9/1975. Then, Article 43 of Government Regulation No.
9/1975 states that if the court, in its opinion, finds enough reason for the applicant to practice
polygamy, the court gives out its decision in the form of permission that allows the applicant to have
more than one wife.
Actually, the reasons enabling a husband to practice polygamy as stated in Article 4 of Law
No. 1/1974 are 1) that wife cannot perform her duty as a wife, 2) wife has a physical defect or suffers
from an incurable disease, and 3) wife is unable to have a baby. The submission of this application is
in accordance with Article 5 Paragraph 1 of Law No. 1 /1974 but it should be supplemented with 1)
the consent of his wife (wives), 2) the certainty that the husband is able to guarantee his wife and
children’s daily necessities, and 3) there is a guarantee that the husband is able to be fair to his wives.
A registrar is not allowed to register the marriage of a husband who wants to marry more than one
wife before the court issues official permission as meant in Article 44 of Government Regulation
No.9/1975. But, in fact, a husband who practices polygamy without legal permission from the court is
commonly found in Padang, Sumatera Barat, and this action is really against the law, especially Law
No.1/1974. This analytical descriptive study was carried out in Padang Islamic Court, and the case
samples were taken from Kantor Urusan Agama Padang [(KUA) the office of Padang Islamic

Affairs]. The respondents comprised the KUA officials, the Padang Islamic Court officials, 15
husbands who practice polygamy without official permission from the court, and local communities
to obtain oral explanation about the problems being studied.
*

Student, Magister of Notarial Affairs Study Program, School of Postgraduate Studies, USU
Lecturers, Magister of Notarial Affairs Study Program, School of Postgraduate Studies, USU

**

Nani Ilka : Akibat Hukum Perkawinan Poligami yang Dilangsungkan Tanpa Izin Pengadilan (Studi Kasus di Pengadilan Agama Padang), 2006

USU Repository © 2007

Data were collected through library and field researches using questionnaires. Supporting data
were obtained from the judges of Islamic Courts, the registrar of Islamic Affairs Office, and staff of
Urban Village Office through direct interview. Then the data were qualitatively analyzed.
The result of study reveals that:
1)
The husbands practice polygamy without official permission from the court

because of several factors, among other things, a) the husband does not want if
his polygamy is publicly known, b) demand of profession, c) inadequate court
requirements d) shame, e) laziness/ he does not want to arrange for what needed.
Of these answers, there are three forms of polygamy registration. First, polygamy
is registered as monogamy; second, polygamy is registered as polygamy; and
third, the unregistered polygamy.
2)
The factors enabling the registration polygamy without official permission from
the court are as follows, a) polygamy is registered as monogamy because of the
forging of data in the urban village office, b) polygamy is registered as polygamy
because of the forging of data in the marriage certificate, and c) the polygamy is
not registered at all.
3)
The legal consequences of polygamy without official permission from the court
are, first, the marriage is not legal; second, the illegal wife cannot receive her part
of the wealth she and her husband earned; and third, the status of their children
are illegal children.
It is suggested that he government need to apply a national system of computerization (under
one-roof information system), and it is also suggested that the official of the Islamic Affairs
Office (KUA) carefully examine the background or identities of the bride and the bridegroom,

especially the completeness of their marriage administration when carrying out the wedding
process. To the parents who practice polygamy, they should realize and think carefully about
what may happen which will result in legal consequence to the manage itself and all parties
related to the marriage.

Key words: - Legal consequence
- Polygamy without official permission from the court

Nani Ilka : Akibat Hukum Perkawinan Poligami yang Dilangsungkan Tanpa Izin Pengadilan (Studi Kasus di Pengadilan Agama Padang), 2006

USU Repository © 2007