Penghargaan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Profesionalisme

Menurut Mulyasa 2006: 40, beberapa pengukuran profesionalisme kerja adalah sebagai berikut: a. Keterampilan Keterampilan yang berdasarkan pada pengetahuan teoritis: Professional dapat diasumsikan mempunyai pengetahuan teoritis yang ekstensif dan memiliki keterampilan yang berdasarkan pada pengetahuan tersebut dan bisa diterapkan dalam praktik b. Pendidikan yang ekstensif Profesi yang prestisius biasanya memerlukan pendidikan yang lama dalam jenjang pendidikan tinggi c. Pelatihan institusional Selain ujian, juga biasanya dipersyaratkan untuk mengikuti pelatihan istitusional dimana calon profesional mendapatkan pengalaman praktis sebelum menjadi anggota penuh organisasi. Peningkatan keterampilan melalui pengembangan profesional juga dipersyaratkan. d. Kode etik Organisasi profesi biasanya memiliki kode etik bagi para anggotanya dan prosedur pendisiplinan bagi mereka yang melanggar aturan. Kode etik profesi adalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugas dan dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan dalam pandangan Tjokrowinoto, 2006:190 birokrasi dapat dikatakan profesional atau tidak, diukur melalui kompetensi sebagai berikut: a. Profesionalisme yang Wirausaha Entrepreneurial Profesionalism Kemampuan untuk melihat peluang-peluang yang ada bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional, keberanian mengambil risiko dalam memanfaatkan peluang dan kemampuan untuk menggeser alokasi sumber dari kegiatan yang berproduktivitas rendah ke produktivitas tinggi yang terbuka dan memberikan peluang bagi terciptanya lapangan kerja dan peningkatan pendapatan nasional b. Profesionalisme yang Mengacu Kepada Misi Organisasi Mission driven Profesionalism Kemampuan untuk mengambil keputusan dan langkah langkah yang perlu dan mengacu kepada misi yang ingin dicapai mission driven professionalism, dan tidak semata mata mengacu kepada peraturan yang berlaku rule driven professionalism c. Profesionalisme Pemberdayaan Empowering Profesionalism Kemampuan ini diperlukan untuk aparatur pelaksana atau jajaran bawah grassroots rakyat yang berfungsi untuk memberikan pelayanan publik service provider penyedia layanan. Profesionalisme yang dibutuhkan dalam hal ini adalah profesionalisme pemberdayaan empowering prefesionalism yang sangat berkaitan dengan gaya pembangunan. Konsep birokrasi berperan sebagai fasilitator atau meningkatkan kemampuan masyarakat untuk tumbuh berkembang dengan kekuatan sendiri enabler. Menurut Siagian, 2004:97 profesionalisme diukur dari segi kecepatannya dalam menjalankan fungsi dan mengacu kepada prosedur yang telah disederhanakan. Konsep profesionalisme dalam diri aparat dilihat dari segi: a. Kreativitas creativity Kemampuan aparatur untuk menghadapi hambatan dalam memberikan pelayanan kepada publik dengan melakukan inovasi. Perlunya diambil untuk mengakhiri penilaian miring masyarakat kepada birokrasi publik yang dianggap kaku dalam bekerja. Terbentuknya aparatur yang kreatif hanya dapat terjadi apabila, terdapat iklim yang kondusif yang mampu mendorong aparatur pemerintah untuk mencari ide baru dan konsep baru serta menerapkannya secara inovatif, adanya kesediaan pemimpin untuk memberdayakan bawahan antara lain melalui partisipasi dalam pengambilan keputusan yang menyangkut pekerjaan, mutu hasil pekerjaan, karier dan penyelesaian permasalahan tugas. b. Inovasi innovasi Perwujudannya berupa hasrat dan tekad untuk mencari, menemukan dan menggunakan cara baru, metode kerja baru, dalam pelaksanaan tugasnya. Hambatan yang paling mendasar dari perilaku inovatif adalah rasa cepat puas terhadap hasil pekerjaan yang telah dicapai. c. Responsivitas responsivity Kemampuan aparatur dalam mengantisipasi dan menghadapi aspirasi baru, perkembangan baru, tuntutan baru, dan pengetahuan baru, birokrasi harus merespon secara cepat agar tidak tertinggal dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Berdasarkan beberapa indikator yang dikemukakan di atas maka pengukuran profesionalisme yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada pendapat Siagian 2004:97, bahwa profesionalisme diukur melalui adanya kreativitas, inovasi dan responsivitas dalam proses memberikan pelayanan publik.

D. Tinjauan Tentang Pelayanan Publik

Untuk menelaah konsep pelayanan publik secara konseptual perlu dibahas tentang pelayanan dan pengertian publik. Pengertian pelayanan menurut Moenir 2010:27 adalah serangkaian kegiatan karena itu merupakan sebuah proses. Sebagaimana proses pelayanan yang langsung secara rutin dan berkesinambungan meliputi keseluruhan kehidupan orang dan masyarakat. Menurut Lukman 2000:6 pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antar seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik dan menyediakan kepuasaan pelanggan. Ivancevich dkk 1997:448 mengatakan bahwa pelayanan adalah propduk-produk yang tidak kasat mata tidak dapat diraba yang melibatkan usaha-usaha manusia dan menggunakan peralatan. Definisi yang lebih rinci diberikan oleh Gronroos 1990:27 yang mengatakan bahwa pelayanan adalah suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bermanfaat tidak kasat mata tidak bisa diraba yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksud untuk memecahkan permasalahan konsumenpelanggan. Berdasarkan beberapa definisi tersebut, Ndraha 1997:14 memberikan batasan pengertian pelayanan service meliputi jasa dan pelayanan, jasa adalah komoditi sedangkan layanan pemerintah kepada masayarakat terkait dengan suatu hak dan dan lepas dari persoalan apakah pemegang hak itu dapat dibebani suatu kewajiban atau tidak. Dalam hubungan ini dikenal dengan hak bawahan sebagai manusia dan hak pemberi. Hak bawahan selalu bersifat individu dan pribadi sedangkan hak