Kajian Eksperimental Pengaruh intensitas Cahaya dan laju Aliran Terhadap Efisiensi Termal Dengan Menggunakan Solar Energy Demonstration Type LS-17055-2 Double Spot Light

(1)

KAJIAN EKSPERIMENTAL

PENGARUH INTENSITAS CAHAYA

DAN LAJU ALIRAN TERHADAP EFISIENSI

TERMAL DENGAN MENGGUNAKAN SOLAR ENERGY

DEMONSTRATION TYPE LS-17055-2 DOUBLE SPOT LIGHT

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

TAMBA GURNING NIM. 050401042

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

KAJIAN EKSPERIMENTAL

PENGARUH INTENSITAS CAHAYA

DAN LAJU ALIRAN TERHADAP EFISIENSI

TERMAL DENGAN MENGGUNAKAN SOLAR ENERGY

DEMONSTRATION TYPE LS-17055-2 DOUBLE SPOT LIGHT

TAMBA GURNING NIM. 05 0401 042

Diketahui / Disyahkan : Disetujui oleh :

DepartemenTeknik Mesin Dosen Pembimbing, Fakultas Teknik USU

Ketua,

Dr. Ing. Ikhwansyah Isranuri Tulus Burhanuddin Sitorus ,ST,MT. NIP.196412241992111001 NIP.197209232000121003


(3)

KAJIAN EKSPERIMENTAL

PENGARUH INTENSITAS CAHAYA

DAN LAJU ALIRAN TERHADAP EFISIENSI

TERMAL DENGAN MENGGUNAKAN SOLAR ENERGY

DEMONSTRATION TYPE LS-17055-2 DOUBLE SPOT LIGHT

TAMBA GURNING NIM. 05 0401 042

Telah diperiksa dan disetujui dari hasil seminar Tugas Skripsi Periode Ke-578 tanggal 30 Juni 2010

Disetujui Oleh:

Pembanding I Pembanding II

DR.ENG.Himsar Ambarita,ST.MT Ir.Mulfi Hazwi, MSc NIP.197206102000121000 NIP. 194910121981031002


(4)

KAJIAN EKSPERIMENTAL

PENGARUH INTENSITAS CAHAYA

DAN LAJU ALIRAN TERHADAP EFISIENSI

TERMAL DENGAN MENGGUNAKAN SOLAR ENERGY

DEMONSTRATION TYPE LS-17055-2 DOUBLE SPOT LIGHT

TAMBA GURNING NIM. 05 0401 042

Telah Diketahui Oleh: Pembimbing/penguji

Tulus Burhanuddin Sitorus, ST.MT. NIP. 197209232000121003

Penguji I Penguji II

DR.ENG.Himsar Ambarita,ST.MT Ir.Mulfi Hazwi, MSc NIP.197206102000121000 NIP. 194910121981031002

Diketahui Oleh

Ketua Departemen Teknik Mesin

NIP. 196412241992111001 Dr.Ing.Ir.Ikhwansyah Isranuri


(5)

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN AGENDA : 946/TS/2010

FAKULTAS TEKNIK USU DITERIMA TGL :

M E D A N PARAF :

MATA PELAJARAN : PINDAHAN PANAS

TUGAS SARJANA

N A M A : TAMBA GURNING

N I M : 0 5 0 4 0 1 0 4 2

SPESIFIKASI :

DIBERIKAN TANGGAL : 12/ 02 / 2010 SELESAI TANGGAL 18/ 06 / 2010

MEDAN, 12 Februari 2010

KETUA DEPARTEMEN TEKNIK MESIN, DOSEN PEMBIMBING,

Dr. Ing. Ikhwansyah Isranuri Tulus Burhanuddin Sitorus ,ST,MT. NIP.196412241992111001 NIP.197209232000121003

LAKUKAN PENGUJIAN / EKSPERIMENTAL PENGARUH INTENSITAS CAHAYA DAN LAJU ALIRAN TERHADAP EFISIENSI TERMAL DENGAN MENGGUNAKAN SOLAR ENERGY DEMONSTRATION TYPE LS-17055-2 DOUBLE SPOT LIGHT.

DATA-DATA LAIN DAPAT DIAMBIL DARI :

• SURVEI LAPANGAN

• BUKU LITERATUR


(6)

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK USU MEDAN

KARTU BIMBINGAN

No

TUGAS SARJANA MAHASISWA

No : 946 / TS / 2010

Sub. Program Studi : Konversi Energi Bidang Tugas : Pindahan Panas

Judul Tugas : Kajian Eksperimental Pengaruh intensitas Cahaya dan laju Aliran Terhadap Efisiensi Termal Dengan Menggunakan Solar Energy Demonstration Type LS-17055-2 Double Spot Light

Diberikan tanggal : 11-02-2010 Selesai Tgl : 18-06-2010 Dosen Pembimbing : Tulus B Sitorus ,ST,MT. Nama Mhs : Tamba Gurning NIM : 050401042

Tanggal KEGIATAN ASISTENSI

BIMBINGAN

Tanda Tangan Dosen Pembimbing

1 12-02-2010 Survei

2 12-02-2010 Spesifikasi tugas skripsi 3 22-02-2010 Bab I, II

4 02-03-2010 Bab III

5 08-03-2010 Lakukan Uji Test (Lab) 6 20-04-2010 Hasil (data sheet) 7 06-05-2010 Analisa data

8 11-05-2010 Perhitungan Efisiensi Termal 9 19-05-2010 Buat Grafik

10 26-05-2010 Perbaiki Grafik Hasil Analisa Data 11 07-06-2010 Penjelasan Gambar / Grafik

12 14-06-2010 Buat Kesimpulan dan Saran 13 18-06-2010 ACC untuk diseminarkan

Diketahui,

KETUA DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FT USU

Dr.Ing.Ir.Ikhwansyah Isranuri


(7)

ABSTRAK

Pemanfaatan energi terbaharukan seperti energi matahari dapat mengurangi pencemaran udara (polusi), air, dan tanah yang mengakibatkan pemanasan global. Salah satu manfaat dari energi matahari adalah untuk memanaskan air. Saat ini penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui pengaruh sudut penyinaran dan laju aliran air terhadap efisiensi termal dengan menggunakan alat solar energi demonstrator type LS-17055-2.

Sudut penyinaran dan intensitas cahaya pada penelitian ini adalah 450 (34622 W/m2), 600 (39656 W/m2), 750 (42456 W/m2), dan 900 (37189 W/m2). Efisiensi termal terbesar berada pada sudut penyinaran 45o dengan laju aliran air 7 LPM yaitu 5,438 % sedangkan terkecil sudut penyinaran 75o dengan laju aliran air 3 LPM yaitu 4,240 %.

Dengan mempebesar laju aliran air ( akan meningkatkan temperatur air dan efisiensi termal karena penyerapan kalor oleh air di sepanjang penampang pipa kolektor juga semakin tinggi. Penambahan intensitas cahaya harus diikuti dengan penambahan laju aliran air supaya efisiensi termal yang diperoleh makin besar, sehingga dapat mengurangi kalor yang hilang. Efisiensi termal tiap menit lebih tinggi dari efisiensi termal total. Hal ini diakibatkan sebagian kalor hilang atau diserap oleh pompa, selang, storage tank selama proses pemanasan air berlangsung.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Sarjana ini dengan sebaik-baiknya. Tugas Sarjana ini merupakan tugas akhir untuk menyelesaikan studi pada jenjang Pendidikan Sarjana ( S1) Teknik Mesin menurut kurikulum Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Mesin Fakultas Teknik Sumatera Utara Medan.

Penulis dalam Tugas Sarjana ini mengambil judul, yaitu “Kajian

Eksperimental Pengaruh sudut penyinaran Dan Laju Aliran Terhadap Efisiensi Termal Dengan Menggunakanj Solar Kolektor Demonstrator Type TYPE LS-17055-2 Double Spot Light. Dalam Penulisan ini, dari awal sampai

akhir penulis telah mencoba semaksimal mungkin guna tersusunnya Tugas Sarjana ini. Namun Penulis masih menyadari bahwa masih banyak kekurangan baik dalam penulisan maupun penyajian Tugas Sarjana ini. Untuk itu saran-saran dari semua pihak yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan Tugas Sarjana ini.

Dalam menyelesaikan Skripsi ini, penulis banyak sekali mendapat dukungan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Kepada Orangtua dan keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materiil.

2. Bapak Tulus B. Sitorus, ST, MT, selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya membimbing penulis dalam menyelesaikan Tugas Sarjana ini.

3. Bapak Dr.Ing.Ir.Ikhwansyah Isranuri, selaku Ketua Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU.

4. Bapak/Ibu Staff Pengajar dan Pegawai di Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU.

5. Staff laboratorium solar energi Departemen Teknik Mesin yang telah membantu dan membimbing penulis selama pengujian di Laboratorium.


(9)

6. Seluruh rekan-rekan mahasiswa Teknik Mesin, terkhusus stambuk 05, yang tidak dapat disebutkan satu persatu, “Solidarity Forever”.

7. Khusus kepada Sophia Loren Tambun S.Si yang telah memberikan dorongan dan semangat selama proses pengerjaan skripsi.

Akhir kata, dengan segala kerendahan hati penulis memanjatkan Doa kepada Tuhan YME, semoga Tugas Sarjana ini dapat bermanfaat untuk kita semua.

Medan, Juni 2010 Penulis,


(10)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... .iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR NOTASI ... ix

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Pengujian ... 1

1.3 Ruang Lingkup Pengujian ... 2

1.4 Sistematika Penulisan ... 2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Energi Matahari ... 3

2.2 Jenis – Jenis Kolektor ... 4

2.2.1 Kolektor Surya Prismatik ... 4

2.2.2 Kolektor Surya Plat Datar ... 5

2.2.3. Concentrating Collectors ... 7

2.2.4. Evacuated Tube Collectors ... 8

2.3 Aplikasi Energi Matahari ... 9

2.3.1 Pemanas Air ... 9


(11)

2.3.3 Penerangan Ruangan ... 11

2.3.4 Kompor Matahari ... 11

2.3.5 Pengering Hasil Pertanian ... 12

2.3.6 Sistem Fotovoltalik ... 13

2.3.7 Sel Surya Film Tipis ... 13

2.3.8 Sel Surya Terkonsentrasi ... 14

2.3.9 Pembangkit Listrik Tenaga Matahari ... 14

2.4 Jenis – jenis Perpindahan Panas ... 16

2.4.1 Radiasi Surya... 16

2.4.1.1 Sifat – Sifat Radiasi ... 17

2.4.1.2 Daya Emisi dan Emisivitas Benda ... 18

2.4.1.3 Stefan-Boltzmann Law ... 19

2.4.1.4 Radiasi Surya ... 21

2.4.2 Konduksi ... 22

2.4.3 Konveksi ... 26

2.5 Perpindahan Kalor di Sepanjang Pipa ... 28

2.6 Efisiensi Termal ... 35

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu Dan Tempat ... 37

3.2 Paramater Dan Alat... 37

3.2.1 Parameter ... 37

3.2.2 Alat ... 37

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 40

3.4 Metode Pengolahan Data ... 40


(12)

BAB 4. HASIL DAN ANALISA PENGUJIAN

4.1 Parameter Pengukuran ... 42

4.2 Sudut Penyinaran dan Intensitas... 44

4.3 Perubahan Temperatur Fluida di Storage Tank... 44

4.3.1 Pada sudut penyinaran 45o ... 44

4.3.2 Pada sudut penyinaran 60o ... 48

4.3.3 Pada sudut penyinaran 75o ... 51

4.3.4 Pada sudut penyinaran 90o ... 54

4.4Efisiensi Termal ... 59

4.4.1 Efisiensi Termal tiap menit ... 59

4.4.2 Efisiensi termal total ... 66

BAB 5. KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan ... 71

5.2 Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(13)

DAFTAR TABEL

Daftar 2-1. Konduktivitas termal berbagai bahan pada 0 oC 24

Tabel 3.1 Spesifikasi alat yang digunakan ... 37

Tabel 4.1 Perubahan Temperatur air pada sudut penyinaran 45o ... 45

Tabel 4.2 Perubahan Temperatur air pada sudut penyinaran 60o ... 48

Tabel 4.3 Perubahan Temperatur air pada sudut penyinaran 75o ... 51

Tabel 4.4 Perubahan Temperatur air pada sudut penyinaran 90o ... 54

Tabel 4.5 Selisih Temperatur Air di Storage Tank ... 57


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2-1. Skema sistim kolektor surya prismatic ... 5

Gambar 2-2. kolektor surya plat datar ... 6

Gambar 2-3. Penampang melintang kolektor surya pelat datar sederhana ... 7

Gambar 2-4. Konsentrator ... 8

Gambar 2-5. Evacuated Receiver ... 9

Gambar 2.3. Sistem Pemanas Air ... 10

Gambar 2.4. Sistem Distilasi Air ... 11

Gambar 2-8. Kompor Matahari ... 12

Gambar 2-9. Sel surya film tipis ... 13

Gambar 2-10. Kolektor surya parabolik ... 15

Gambar 2-11. Bagan menunjukkan pengaruh radiasi datang ... 17

Gambar 2-12. Refleksi cahaya ... 18

Gambar 2-13. Konduktivitas termal beberapa gas ... 25

Gambar 2-14. Konduktivitas termal beberapa zat zair ... 25

Gambar 2-15. Konduktivitas termal beberapa zat padat ... 26

Gambar 2-16. Perpindahan kalor konveksi dari suatu plat ... 27

Gambar 2-17. Volume kendali untuk analisis energi dalam tabung ... 28

Gambar 2-18 Neraca gaya pada unsur fluida dalam aliran tabung ... 29

Gambar 3.1. Solar Energi Demonstrator tipe LS 27015 ... 38

Gambar 3.2. Lux Meter ... 39

Gambar 3.3 Diagram alir proses penelitian ... 41


(15)

Gambar 4.2 Grafik Perubahan temperatur air pada sudut penyinaran 45o ... 47

Gambar 4.3 Grafik Perubahan temperatur air pada sudut penyinaran 60o ... 50

Gambar 4.4 Grafik Perubahan temperatur air pada sudut penyinaran 75o ... 53

Gambar 4.5 Grafik Perubahan temperatur air pada sudut penyinaran 90o ... 56

Gambar 4.6 Grafik Selisih temperatur air di storage tank ... 58

Gambar 4.7 Grafik efisiensi termal tiap menit pada sudut penyinaran 45o ... 62

Gambar 4.8 Grafik efisiensi termal tiap menit pada sudut penyinaran 60o ... 63

Gambar 4.9 Grafik efisiensi termal tiap menit pada sudut penyinaran 75o ... 64

Gambar 4.10 Grafik efisiensi termal tiap menit pada sudut penyinaran 90o... 65


(16)

DAFTAR NOTASI

LAMBANG

KETERANGAN

SATUAN

c kecepatan cahaya cm/s

panjang gelombang cm

frekuensi Hz

E Daya emisi W/m2

A Luas permukaan m2

Fluks radiasi W/m2

T Suhu oC, K

konstanta stefan-Boltzmann W/m2K4

q Laju perpindahan panas W

Laju aliran massa kg/s

k Kondukt ifitas Termal W / m.oC h Koefisien perpindahan kalor konveksi W / m2oC

Massa jenis fluida kg/m3

Kalor spesifik air J/kg oC

Kecepatan aliran m/s

Tegangan geser N/m2

Viskositas dinamik kg/m.s

I Intensitas cahaya W/m2

Panjang pipa m


(17)

Emisivitas Emisivitas benda

Bilangan Nusslet Bilangan Reynolds Bilangan Prandtl


(18)

ABSTRAK

Pemanfaatan energi terbaharukan seperti energi matahari dapat mengurangi pencemaran udara (polusi), air, dan tanah yang mengakibatkan pemanasan global. Salah satu manfaat dari energi matahari adalah untuk memanaskan air. Saat ini penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui pengaruh sudut penyinaran dan laju aliran air terhadap efisiensi termal dengan menggunakan alat solar energi demonstrator type LS-17055-2.

Sudut penyinaran dan intensitas cahaya pada penelitian ini adalah 450 (34622 W/m2), 600 (39656 W/m2), 750 (42456 W/m2), dan 900 (37189 W/m2). Efisiensi termal terbesar berada pada sudut penyinaran 45o dengan laju aliran air 7 LPM yaitu 5,438 % sedangkan terkecil sudut penyinaran 75o dengan laju aliran air 3 LPM yaitu 4,240 %.

Dengan mempebesar laju aliran air ( akan meningkatkan temperatur air dan efisiensi termal karena penyerapan kalor oleh air di sepanjang penampang pipa kolektor juga semakin tinggi. Penambahan intensitas cahaya harus diikuti dengan penambahan laju aliran air supaya efisiensi termal yang diperoleh makin besar, sehingga dapat mengurangi kalor yang hilang. Efisiensi termal tiap menit lebih tinggi dari efisiensi termal total. Hal ini diakibatkan sebagian kalor hilang atau diserap oleh pompa, selang, storage tank selama proses pemanasan air berlangsung.


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Energi radiasi dari matahari merupakan salah satu bentuk energi alternatif yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan guna menggantikan energi yang dihasilkan oleh minyak bumi.

Pemanfaatan energi terbaharukan seperti energi matahari dapat mengurangi pencemaran udara (polusi), air, dan tanah yang mengakibatkan pemanasan global. Sisa pembakaran kendaraan bermotor, asap pabrik adalah penyebab utama polusi. Bila hal ini dibiarkan terus menerus, tentu sangat memprihatinkan di masa sekarang terlebih dimasa yang datang. Salah satu manfaat dari energi matahari adalah untuk memanaskan air. Supaya energi matahari dapat digunakan dengan seefisien mungkin tentu harus harus diketahui pengaruh dari intensitas cahaya. Saat ini penelitian yang dilakukan mengenai pengaruh derajat kemiringan dan kecepatan aliran terhadap penyerap panas digunakan solar energy demonstrator type LS-17055-2.

Pengujian ini menggunakan dua bola lampu (double spot light) sebagai pengganti sinar matahari untuk memanaskan air pada pipa yang terdapat pada solar kolektor. Bola lampu ini akan diatur derajat kemiringannya terhadap pipa solar kolektor dengan tujuan untuk mengetahui intensitas dari cahaya bola lampu tersebut yang berpengaruh terhadap efisiensi termal solar kolektor. Pada peralatan ini, air akan dipompakan dari storage tank menuju pipa kolektor dengan laju aliran air yang akan divariasikan. Disinilah air menerima panas yang diserap solar kolektor dari cahaya dua lampu tersebut. Air ini keluar menuju storage tank sehingga terjadi peningkatan temperatur air di storage tank.

1.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh sudut penyinaran dan laju aliran air terhadap efisiensi termal dengan menggunakan alat solar energi demonstrator type LS-17055-2


(20)

1.3Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Fluida yang digunakan adalah air bersih, dengan level air pada storage tank 12 cm (volume = 7,02 Liter).

2. Alat ukur yang digunakan untuk menghitung nilai intensitas cahaya digunakan Lux-meter

3. Mesin yang digunakan pada penelitian ini adalah ”solar energi demonstrator type LS-17055-2 ” pada laboratorium solar energi Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU.

4. Pada pengujian ini, data data yang harus diperoleh yaitu :

• T1 ( temperatur air masuk ke pipa kolektor )

• T2 ( temperatur plat kolektor )

• T3 ( temperatur air keluar dari pipa kolektor )

• Besarnya intensitas pencahayaan

• Laju aliran air pada pipa.

• Sudut penyinaran ( angle spot light )

5. Pada pengujian ini dilakukan variasi sudut penyinaran dan variasi laju aliran air.

1.4 Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembaca dalam memahami tulisan ini, maka dilakukan pembagian bab berdasarkan isinya. Tulisan ini akan disusun dalam lima bab, BAB I PENDAHULUAN, berisi latar belakang, tujuan, dan ruang lingkup pengujian. BAB II TINJAUAN PUSTAKA, berisi landasan teori yang diperoleh dari literatur untuk mendukung pengujian. BAB III METODOLOGI PENELITIAN, berisi metode pengujian, peralatan dan perlengkapan yang digunakan serta prosedur kerja dari pengujian yang dilakukan. BAB IV DATA DAN ANALISA, berisi data hasil pengujian, perhitungan dan analisa terhadap data hasil pengujian. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN, berisi kesimpulan dari hasil pengujian dan saran.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Energi Matahari.

Radiasi matahari dapat digunakan untuk menghasilkan energi termal untuk air, bisa juga digunakan sebagai sumber pemanas pada siklus pemanas mesin sebagai tenaga gerak. Kegunaan yang lain dari energi matahari adalah menghasilkan listrik dari melalui penggunaan sel photovolyalic.

Kata photovoltaic berasal dari bahasa Yunani photos yang berarti cahaya dan volta yang merupakan nama ahli fisika dari Italia yang menemukan tegangan listrik. Secara sederhana dapat diartikan sebagai listrik dari cahaya. Photovoltaic merupakan sebuah proses untuk mengubah energi cahaya menjadi energi listrik.

Efek photovoltaic pertama kali berhasil diidentifikasi oleh seorang ahli Fisika berkebangsaan Prancis Alexandre Edmond Becquerel pada tahun 1839. Baru pada tahun 1876, William Grylls Adams bersama muridnya, Richard Evans Day menemukan bahwa material padat selenium dapat menghasilkan listrik ketika terkena paparan sinar.

Meskipun selenium gagal mengkonversi cukup listrik dari cahaya untuk menjalankan suatu peralatan, mereka berhasil membuktikan bahwa material padat dapat menghasilkan listrik tanpa panas ataupun bagian yang bergerak. Pada perkembangan berikutnya seorang peneliti bernama Russel Ohl berhasil mengembangkan teknologi sel surya dan dikenal sebagai orang pertama yang membuat paten peranti solar cell modern.

Pada tengah hari yang cerah radiasi sinar matahari mampu mencapai 1000 watt permeter persegi. Jika sebuah piranti semikonduktor seluas satu meter persegi memiliki efisiensi 10 persen, maka modul sel surya ini mampu memberikan tenaga listrik sebesar 100 watt.

Saat ini modul sel surya komersial memiliki efisiensi berkisar antara 5 hingga 15 persen tergantung material penyusunnya. Tipe silikon kristal merupakan jenis piranti sel surya yang memiliki efisiensi tinggi meskipun biaya pembuatannya relatif lebih mahal dibandingkan jenis sel surya lainnya.


(22)

Masalah yang paling penting untuk merealisasikan sel surya sebagai sumber energi alternatif adalah efisiensi peranti sel surya dan harga pembuatannya. Efisiensi didefinisikan sebagai perbandingan antara tenaga listrik yang dihasilkan oleh peranti sel surya dibandingkan dengan jumlah energi cahaya yang diterima dari pancaran sinar matahari.

2.2 Jenis-jenis kolektor

Kolektor surya dapat didefinisikan sebagai sistem perpindahan panas yang menghasilkan energi panas dengan memanfaatkan radiasi sinar matahari sebagai sumber energi utama. Ketika cahaya matahari menimpa absorber pada kolektor surya, sebagian cahaya akan dipantulkan kembali ke lingkungan, sedangkan sebagian besarnya akan diserap dan dikonversi menjadi energi panas, lalu panas tersebut dipindahkan kepada fluida yang bersirkulasi di dalam kolektor surya untuk kemudian dimanfaatkan guna berbagai aplikasi.

Kolektor surya yang pada umumnya memiliki komponen-komponen utama, yaitu:

1. Cover berfungsi untuk mengurangi rugi panas secara konveksi menuju

lingkungan.

2. Absorber berfungsi untuk menyerap panas dari radiasi cahaya matahari.

3. Kanal berfungsi sebagai saluran transmisi fluida kerja .

4. Isolator berfungsi meminimalisasi kehilangan panas secara konduksi dari

absorber menuju lingkungan.

5. Frame berfungsi sebagai struktur pembentuk dan penahan beban kolektor.

2.2.1 Kolektor Surya Prismatik

Kolektor surya tipe prismatik adalah kolektor surya yang dapat menerima energi radiasi dari segala posisi matahari kolektor jenis ini juga dapat digolongkan dalam kolektor plat datar dengan permukaan kolektor berbentuk prisma yang tersusun dari empat bidang yang berbentuk prisma, dua bidang berbentuk segitiga sama kaki dan dua bidang berbentuk segi empat siku – siku.sehingga dapat lebih


(23)

optimal proses penyerapan tipe kolektor jenis prismatik ini dapat dilihat seperti Gambar (2-1) berikut.

Gambar 2-1. Skema sistim kolektor surya prismatic Sumber : lit 9

2.2.2 Kolektor Surya plat Datar

Kolektor surya type plat datar adalah type kolektor surya yang dapat menyerap energi matahari dari sudut kemiringan tertentu sehingga pada proses penggunaannya dapat lebih mudah dan lebih sederhana. Dengan bentuk persegi panjang seperti pada Gambar (2-2) dibawah ini.


(24)

Gambar 2-2. kolektor surya plat datar

Sumber : lit 8

Kolektor surya merupakan sebuah alat yang digunakan untuk memanaskan fluida kerja yang mengalir kedalamnya dengan mengkonversikan energi radiasi matahari menjadi panas. Fluida yang dipanaskan berupa cairan minyak , oli, dan udara kolektor surya plat datar mempunyai temperatur keluaran dibawah 95°C. dalam aplikasinya kolektor plat datar digunakan untuk memanaskan udara dan air.

Keuntungan utama dari sebuah kolektor surya plat datar adalah bahwa memanfaatkan kedua komponen radiasi matahari yaitu melalui sorotan langsung dan sebaran, tidak memerlukan tracking matahari dan juga karena desainnya yang sederhana, hanya sedikit memerlukan perawatan dan biaya pembuatan yang murah.


(25)

Gambar 2-3. Penampang melintang kolektor surya pelat datar sederhana Sumber: lit 12

Tipe ini dirancang untuk aplikasi yang membutuhkan energi panas pada temperatur di bawah 100°C. Spesifikasi tipe ini dapat dilihat dari absorber-nya yang berupa plat datar yang terbuat dari material dengan konduktivitas termal tinggi, dan dilapisi dengan cat berwarna hitam. Kolektor pelat datar memanfaatkan radiasi matahari langsung dan terpencar ( beam dan diffuse ), tidak membutuhkan pelacak matahari, dan hanya membutuhkan sedikit perawatan. 2.2.3. Concentrating Collectors

Jenis ini dirancang untuk aplikasi yang membutuhkan energi panas pada temperature antara 100° – 400°C. Kolektor surya jenis ini mampu memfokuskan energi radiasi cahaya matahari pada suatu receiver, sehingga dapat meningkatkan kuantitas energi panas yang diserap oleh absorber. Spesifikasi jenis ini dapat dikenali dari adanya komponen konsentrator yang terbuat dari material dengan transmisivitas tinggi. Berdasarkan komponen absorber-nya jenis ini dikelompokan menjadi dua jenis yaitu Line Focus dan Point Focus.


(26)

Gambar 2-4. Konsentrator

Sumber: Lit 12

Agar cahaya matahari selalu dapat difokuskan terhadap tabung absorber, concentrator harus dirotasi. Pergerakan ini disebut dengan tracking. Temperatur fluida melebihi 4000C dapat dicapai pada sistem kolektor ini seperti terlihat pada Gambar (2-4) diatas.

2.2.4. Evacuated Tube Collectors

Jenis ini dirancang untuk menghasilkan energi panas yang lebih tinggi dibandingkan dengan dua jenis kolektor surya sebelumnya. Keistimewaannya terletak pada efisiensi transfer panasnya yang tinggi tetapi faktor kehilangan panasnya yang relatif rendah. Hal ini dikarenakan fluida yang terjebak diantara absorber dan cover-nya dikondisikan dalam keadaan vakum, sehingga mampu meminimalisasi kehilangan panas yang terjadi secara konveksi dari permukaan luar absorber menuju lingkungan.


(27)

Gambar 2-5. Evacuated Receiver

Sumber: lit 12

2.3 Aplikasi Energi Matahari

Ada bermacam-macam aplikasi teknologi yang telah dikembangkan untuk mengambil manfaat energi surya. Teknologi tersebut dapat dibaca lebih jauh berikut ini.

2.3.1 Pemanasan Air

Penyediaan air panas sangat diperlukan oleh masyarakat, baik untuk mandi maupun untuk alat antiseptik pada rumah sakit dan klinik kesehatan. Penyediaan air panas ini memerlukan biaya yang besar karena harus tersedia sewaktu-waktu dan biasanya untuk memanaskan digunakan energi fosil ataupun energi listrik. Namun dengan menggunakan pemanas air tenaga surya maka hal ini bukan merupakan masalah karena pemanasan air dilakukan dengan menyerap panas matahari dengan menggunakan kolektor sehingga tidak memerlukan biaya bahan bakar.


(28)

Gambar 2-6. Sistem Pemanas Air

Sumber : lit 11

Prinsip kerjanya adalah panas dari matahari diterima oleh kolektor yang terdapat di dalam terdapat pipa-pipa berisi air. Panas yang diterima kolektor akan diserap oleh air yang berada di dalam pipa sehingga suhu air meningkat. Air dingin dialirkan dari bawah sedangkan air panasnya dialirkan lewat atas karena massa jenis air panas lebih kecil daripada massa jenis air dingin (prinsip thermosipon). Air ini lalu masuk ke dalam penyimpan panas. Pada penyimpan panas, panas dari air ini dipindahkan ke pipa berisi air yang lain yang merupakan persediaan air untuk mandi/antiseptik. Sedangkan air yang berasal dari kolektor akan diputar kembali ke kolektor dengan menggunakan pompa atau hanya menggunakan prinsip thermosipon. Persediaan air panas akan disimpan di dalam tangki penyimpanan yang terbuat dari bahan isolator thermal. Pada sistem ini terdapat pengontrol suhu jika suhu air panas yang dihasilkan kurang dari yang diinginkan maka air akan dimasukkan kembali ke tangki penyimpan panas untuk dipanaskan kembali.

Kolektor yang digunakan pada pemanas air tenaga panas matahari ini adalah kolektor surya plat datar yang bagian atasnya terbuat dari kaca yang berwarna hitam redup sedangkan bagian bawahnya terbuat dari bahan isolator yang baik sehingga panas yang terserap kolektor tidak terlepas ke lingkungan. Air


(29)

panas di dalam kolektor bisa mencapai 82 C sedangkan air panas yang dihasilkan tergantung keinginan karena sistem dilengkapi pengontrol suhu.

2.3.2 Distilasi Air

Salah satu manfaat dari sinar matahari adalah menguapkan air (distilasi). Skema sistem distilasi dapat dilihat pada Gambar (2-7) dibawah ini.

Gambar 2-7. Sistem Distilasi Air Sumber : lit 10

Cara kerjanya adalah sebuah kolam yang dangkal, dengan kedalaman 25mm hingga 50 mm, ditututup oleh kaca. Air yang dipanaskan oleh radiasi matahari, sebagian menguap, sebagian uap itu mengembun pada bagian bawah dari permukaan kaca yang lebih dingin. Kaca tersebut dimiringkan sedikit 10 derajat untuk memungkinkan embunan mengalir karena gaya berat menuju ke saluran penampungan yang selanjutnya dialirkan ke tangki penyimpanan.

2.3.3 Penerangan Ruangan

Adalah teknik pemanfaatan energi matahari yang banyak dipakai saat ini. Dengan teknik ini pada siang hari lampu pada bangunan tidak perlu dinyalakan sehingga menghemat penggunaan listrik untuk penerangan. Teknik ini dilaksanakan dengan mendesain bangunan yang memungkinkan cahaya matahari bisa masuk dan menerangi ruangan dalam bangunan.

2.3.4 Kompor Matahari

Prinsip kerja dari kompor matahari adalah dengan memfokuskan panas yang diterima dari matahari pada suatu titik menggunakan sebuah cermin cekung


(30)

besar sehingga didapatkan panas yang besar yang dapat digunakan untuk menggantikan panas dari kompor minyak atau kayu bakar.

Gambar 2-8. Kompor Matahari

Sumber : lit 13

Untuk diameter cermin sebesar1,3 meter kompor ini memberikan daya thermal sebesar 800 watt pada panci. Dengan menggunakan kompor ini maka kebutuhan akan energi fosil dan energi listrik untuk memasak dapat dikurangi.

2.3.5 Pengeringan Hasil Pertanian

Hal ini biasanya dilakukan petani di desa-desa daerah tropis dengan menjemur hasil panennya dibawah terik sinar matahari. Cara ini sangat menguntungkan bagi para petani karena mereka tidak perlu mengeluarkan biaya untuk mengeringkan hasil panennya. Berbeda dengan petani di negara-negara empat musim yang harus mengeluarkan biaya untuk mengeringkan hasil panennya dengan menggunakan oven yang menggunakan bahan bakar fosil maupun menggunakan listrik.


(31)

2.3.6 Sistem Fotovoltaik

Sel surya bekerja dengan mengubah secara langsung sinar matahari menjadi listrik. Elektron-elektron di dalam bahan semikonduktor, bahan yang digunakan untuk menangkap sinar matahari, akan bergerak ketika energi matahari dalam bentuk foton menabraknya. Energi matahari yang memaksa elektron berpindah, terjadi secara terus menerus, dan akibatnya terjadi pula produksi listrik yang kontinyu. Proses tersebut, yang mengubah sinar matahari (foton) menjadi listrik (tegangan), disebut dengan efek fotovoltaik.

2.3.7 Sel Surya Film Tipis

Sel surya film tipis menggunakan beberapa lapis bahan semikonduktor dengan ketebalan dalam skala mikrometer. Teknologi tersebut memungkinkan untuk membuat sel surya yang diintegrasikan dengan atap rumah hingga skylight. Bahkan sel surya untuk aplikasi tersebut didesain mempunyai kekuatan yang sama dengan atap rumah sebenarnya.

Gambar 2-9. Sel surya film tipis Sumber: lit 14


(32)

2.3.8 Sel Surya Terkonsentrasi

Beberapa sel surya juga didesain untuk bekerja dengan sinar matahari yang difokuskan (concentrated sunlight). Sel-sel surya tersebut diintegrasikan ke dalam kolektor sinar matahari yang biasanya menggunakan lensa untuk memfokuskannya ke atas sel surya. Ada beberapa keuntungan dan kerugian dengan menggunakan teknik ini jika dibandingkan dengan panel surya pelat datar. Tujuan utamanya adalah menggunakan sesedikit mungkin bahan semikonduktor yang mahal sembari meningkatkan efisiensinya dengan lebih banyak melipatgandakan energi matahari yang mengenai permukaan sel. Tetapi karena lensa harus diarahkan ke matahari, penggunaan kolektor menjadi dibatasi oleh lokasi atau wilayah yang paling banyak mendapatkan sinar matahari. Hampir sama dengan panel surya pelat datar, teknologi ini juga bisa dipasang di atas perangkat penjejak matahari yang sederhana, tetapi sebagian besar menggunakan perangkat yang canggih. Akibatnya, pemakaian teknologi sel surya ini masih terbatas pada perusahaan listrik, industri dan bangunan-bangunan besar.

2.3.9. Pembangkit Listrik Tenaga Matahari

Sebagian besar pembangkit listrik yang ada saat ini menggunakan bahan bakar fosil sebagai sumber panas untuk mendidihkan air. Uap air yang dihasilkan kemudian memutar turbin, yang pada akhirnya menggerakkan generator untuk menghasilkan listrik. Tetapi kini mulai banyak pembangkit listrik yang menggunakan sistem konsentrator surya, menggunakan matahari sebagai sumber panas. Ada tiga tipe utama sistem konsentrator surya, yaitu : parabolic, dish/engine, menara pembangkit

Sistem parabolik memusatkan energi sinar matahari dengan menggunakan cermin panjang berbentuk U. Cermin-cermin tersebut diatur mengarah sinar matahari dan memusatkan sinar matahari ke sebuah pipa berisi minyak yang memanjang di tengah-tengah titik pusat parabolik tersebut. Minyak panas tersebut digunakan untuk mendidihkan air di generator uap konvensional dan menghasilkan listrik.


(33)

Gambar 2-10. Kolektor surya parabolik Sumber: lit 14

Sistem dish/engine menggunakan piringan cermin untuk mengumpulkan sinar matahari pada sebuah penerima yang berfungsi untuk menerima sinar matahari dan memindahkan panasnya ke cairan yang berada di dalam mesin. Panas yang terjadi mengakibatkan cairan di dalam mengembang dan menekan piston atau turbin dan menghasilkan energi mekanis. Energi mekanis tersebut kemudian digunakan untuk memutar generator ataupun alternator untuk menghasilkan listrik.

Sementara itu, menara pembangkit menggunakan cermin dalam jumlah yang besar dan ditempatkan di suatu lokasi yang luas untuk mengumpulkan sinar mataharidan memusatkannya ke bagian atas sebuah menara dimana sebuah penerima ditempatkan. Panas yang dihasilkan mencairkan garam yang kemudian mengalir untuk memanaskan air. Uap yang dihasilkan dari air panas digunakan untuk memutar generator uap konvensional. Garam cair bisa menyimpan panas


(34)

dalam waktu yang lama. Artinya listrik bisa dihasilkan pada saat matahari telah terbenam atau pada saat langit sangat berawan.

2.4. Jenis-Jenis Perpindahan Panas

Perpindahan panas dapat didefenisikan sebagai berpindahnya energi dari suatu daerah ke daerah lainnya sebagai akibat dari beda suhu antara daerah – daerah tersebut. Kepustakaan perpindahan panas pada umumnya mengenal tiga cara perpindahan panas yang berbeda: radiasi (radiation), konduksi (conduction ; juga dikenal dengan istilah hantaran), dan konveksi (convection; juga dikenal dengan istilah ilian).

2.4.1 Radiasi

Jika suatu benda ditempatkan di dalam sebuah ruangan, dan suhu dinding – dinding ruangan lebih rendah dari pada suhu benda maka suhu benda tersebut akan turun sekalipun ruangan tersebut ruang hampa. Proses dengan perpindahan panas dari suatu benda terjadi berdasarkan suhunya tanpa bantuan dari suatu zat antara (medium) disebut radiasi termal. Defenisi lain dari radiasi termal ialah radiasi elektromagnetik yang dipancarkan oleh suatu benda karena suhunya.

Ada beberapa jenis radiasi elektromagnetik, radiasi termal hanyalah salah satu diantaranya. Apa pun jenis radiasi itu, ia akan selalu merambat dengan kecepatan cahaya, cm/s. Kecepatan ini sama dengan hasil perkalian panjang gelombang dengan frekuensi radiasi,

... 2-1 (lit 3 hal 341)

Dimana:

c = kecepatan cahaya (cm/s) = panjang gelombang (cm) = frekuensi (Hz)

Satuan boleh centimeter, angstrom ( cm), atau mikrometer (1µm = . Radiasi termal terletak dalam rentang antara 0,1 – 100 µm, sedangkan bahagian cahaya tampak dalam spektrum itu sangat sempit, yaitu terletak antara kira – kira 0,35 – 0,75 µm.


(35)

2.4.1.1 Sifat – Sifat Radiasi

Bila energi radiasi menimpa permukaan suatu bahan, maka sebagian radiasi itu dipantulkan (refleksi), sebagian diserap (absorpsi), dan sebagian lagi diteruskan (transmisi).

Radisi datang Refleksi

Absorpsi

Transmisi Gambar 2-11. Bagan menunjukkan pengaruh radiasi datang.

Jika disebut refleksifitas, disebut absorptivitas, disebut transmitivitas, maka hubungan ketiganya adalah

Karena benda padat tidak meneruskan radiasi termal, maka transmisivitas dianggap nol. Sehingga,

Ada dua fenomena refleksi yang dapat diamati bila radiasi menimpa suatu permukaan. Jika sudut jatuhnya sama dengan sudut refleksi, maka dapat dikatakan refleksi itu spekular (specular). Di lain pihak, apabila berkas yang jatuh itu tersebar merata ke segala arah sesudah refleksi maka refleksi itu disebut baur (diffuse).


(36)

(b)

Gambar 2-12. Refleksi cahaya (a) Spekular, (b) Baur

Releksi spekular memberikan bayangan cermin dari sumber itu kepada pengamat. Tetapi tidak ada permukaan yang sebenarnya yang hanya spekular atau baur. Sebuah cermin biasa tentu bersifat spekular untuk cahaya tampak tetapi belum tentu bersifat spekular untuk keseluruhan rentang panjang gelombang radisi termal. Biasanya, permukaan kasar lebih menunjukkan sifat baur dari pada permukaan yang mengkilap.

2.4.1.2 Daya Emisi dan Emisivitas Benda

Daya emisi (emissive power) E suatu benda ialah energi yang dipancarkan benda itu persatuan luas per satuan waktu. Dalam suatu ruangan tertutup terbuat dari benda hitam sempurna yaitu yang menyerap seluruh radisi yang menimpanya, ruang itu juga akan memancarkan radiasi. Besarnya fluks radiasi yang diterima ruangan itu ialah W/m2. Jika suatu benda ditempatkan di ruangan tersebut dan dibiarkan mencapai kesetimbangan, maka energi yang diserap benda itu mesti sama dengan energi yang dipancarkan; sebab, jika tidak, tentu ada energi yang mengalir masuk atau keluar benda itu dan menyebabkan suhunya naik atau turun atau yang disebut dengan hukum kesetimbangan energi. Pada kesetimbangan dapat ditulis

... 2-2 (lit 3 hal 344) Dimana:

E = Daya emisi (W/m2)


(37)

= Fluks radiasi (W/m2) = Emisivitas

Jika dalam ruangan itu diganti dengan benda hitam sempurna

yang bentuk dan ukurannya sama, dan benda hitam itu di biarkan mencapai kesetimbangan dengan ruang itu pada suhu yang sama, maka

... 2-3 (lit 3 hal 344) Dimana:

= Daya emisi benda hitam (W/m2)

Jika persamaan (2-2) dibagi dengan persamaan (2-3), diperoleh

Perbandingan daya emisi suatu benda dengan benda hitam pada suhu yang sama ialah sama dengan absorptivitas benda itu. Perbandingan ini yang disebut dengan emisivitas benda. Maka,

... 2-4 (lit 3 hal 345) Sehingga: ... 2-5 (lit 3 hal 345) Dimana:

= Emisivitas benda

2.4.1.3 Stefan-Boltzmann Law

Bilangan Stefan-Boltzmann diperoleh dari pengembangan hukum Planck, dimana daya emisi total yang diberikan benda hitam merupakan integrasi dari emisi monokromatik benda hitam pada perubahan panjang gelombang.

... 2-6 (lit 8 hal 530) Dimana:

= Panjang gelombang (µ m) C1 = 3,743 x 108 (W µm4/m2)` C2 = 1,4387 x 104 (µm.K)


(38)

= daya emisi monokromatik (W/m2)

= daya emisi monokromatik benda hitam (W/m2)

Jika , maka , atau

saat = ∞, maka saat = 0, maka

dx

Karena maka


(39)

Daya emisi benda hitam per satuan luas: Dimana:

= konstanta stefan-Boltzmann (W/m2K4)

W/m2K4

Benda hitam (black body) memancarkan energi dengan laju yang sebanding dengan pangkat empat suhu absolut benda itu dan berbanding lurus dengan luas permukaan.

... 2-7 (lit 3 hal 13)

Pertukaran radiasi dalam ruang kurung antara dua permukaan dengan luas A dan emisivitas benda berbanding lurus dengan perbedaan suhu absolut pangkat empat.

... 2-8 (lit 3 hal 14)

2.4.1.4 Radiasi surya

Radiasi surya (solar radiation) merupakan suatu bentuk radiasi thermal yang mempunyai distribusi panjang gelombang khusus. Intensitasnya sangat bergantung dari kondisi atmosfer, saat dalam tahun, dan sudut timpa (angle of incidence) sinar matahari dipermukaan bumi. Pada batas luar atmosfer, iradiasi surya total ialah 1395 W/m2 bilamana bumi berada pada jarak rata-ratanya dari matahari. Angka ini disebut konstanta surya (solar constant).

Tidak seluruh energi yang disebutkan dalam konstanta surya mencapai permukaan bumi, karena terdapat absorpsi yang kuat dari karbondioksida dan uap air di atmosfer. Radiasi surya yang menimpa permukaan bumi juga bergantung


(40)

dari kadar debu dan zat pencemar lainnya dalam atmosfer. Energi surya yang maksimum akan mencapai permukaan bumi bilamana berkas sinar itu langsung menimpa permukaan bumi, karena terdapat bidang pandang yang lebih luas terhadap fluks surya yang datang dan berkas sinar surya menempuh jarak yang lebih pendek di atmosfer, sehingga mengalami absorpsi lebih sedikit daripada jika sudut timpanya miring terhadap normal.

Matahari mempunyai diameter kira – kira 1,39 x 109 m dan massa 2 x 1030 kg dan, berjarak 1,5 x 1011 dari bumi. Untuk menghitung suhu matahari maka dapat di gunakan Persamaan 2-9 dibawah ini.

... 2-9 (lit 8 hal 571) Dimana:

L = jarak antara matahari dan bumi Gs = konstanta surya

r = jari – jari matahari sehingga:

2.4.2 Konduksi

Konduksi adalah proses dengan panas mengalir dari daerah yang bersuhu lebih tinggi kedaerah yang bersuhu lebih rendah didakam suatu medium (padat, cair atau gas) atau antara medium – medium yang berlainan yang bersinggungan secara langsung. Dalam aliran panas konduksi, perpindahan energi terjadi karena hubungan molekul secara langsung tanpa adanya perpindahan molekul yang cukup besar. Energi yang dimiliki oleh suatu elemen zat yang disebabkan oleh kecepatandan posisi relatif molekul – molekulnya disebut energi dalam. Jadi, semakin cepat molekul – molekul bergerak, semakin tinggi suhu meupun energi dalam elemen zat. Bila molekul – molekul di satu daerah memperoleh energi kinetik rata – rata yang lebih besar dari pada yang dimiliki oleh molekul –


(41)

molekul di suatu daerah yang berdekatan, sebagaimana diujudkan oleh adanya beda suhu, maka molekul –molekul yang memiliki energi yang lebih besar itu akan memindahkan sebagian energinya kepada molekul – molekul di daerah yang bersuhu lebih rendah.

Konduksi adalah satu – satunya mekanisme dimana panas dapat mengalir dalam zat padat yang tidak dapat tembus cahaya. Konduksi penting dalam fluida, tetapi di dalam medium yang bukan padat biasanya tergabung dengan konveksi, dan radiasi.

Energi berpindah secara konduksi (conduction ) atau hantaran dan bahwa laju perpindahan kalor itu berbanding dengan gradien suhu normal:

Jika dimasukkan konstanta proporsionaliltis atau tetapan kesebandingan, maka

... 2-10 (lit 3 hal 2) Dimana:

q = Laju perpindahan panas ( W )

k = Konduktifitas Termal yang searah dengan perpindahan kalor ( W / m.oC)

A = Luas Penampang yang terletak pada aliran panas (m2) dT/dx = Gradien temperatur dalam arah aliran panas ( oC/m ) Tanda minus diselipkan untuk memenuhi hukum kesua termodinamika, yaitu bahwa kalor mengalir ketempat yang lebih rendah dalam skala suhu. Persamaan 2-10 disebut hukum Fourier tentang konduksi kalor.

Persamaan (2-10) merupakan persamaan dasar tentang konduktivitas termal. Berdasarkan rumusan itu maka dapat dilaksanakan pengukuran dalam percobaan untuk menentukan konduktivitas berbagai bahan. Nilai konduktivitas berbagai bahan dapat dilihat pada tabel dan grafik dibawah ini.


(42)

Daftar 2-1. Konduktivitas termal berbagai bahan pada 0 oC


(43)

Gambar 2-13. Konduktivitas termal beberapa gas (1 W/m.oC = 0,5779 Btu/h.ft oF) Sumber: lit 3 hal 8

Gambar 2-14. Konduktivitas termal beberapa zat zair Sumber: lit 3 hal 9


(44)

Gambar 2-15. Konduktivitas termal beberapa zat padat Sumber: lit 3 hal 9

2.4.3 Konveksi

Konveksi adalah proses transver energi dengan kerja gabungan dari konduksi panas, penyimpanan energi dan gerakan mencampur. Konveksi sangat penting sebagai mekanisme perpindahan energi antara permukaan benda padat dan cairan atau gas.

Perpindahan energi dengan cara konveksi dari suatu permukaan yang suhunya diatas suhu fluida sekitarnya berlangsung dalam beberapa tahap. Pertama, panas akan mengalir dengan cara konduksi dari permukaan ke partikel – partikel fluida yang berbatasan. Energi yang berpindah dengan cara demikian akan menaikkan suhu dan energi dalam partikel fluida ini. Kemudian partikel fluida tersebut akan bergerak ke daerah yang bersuhu lebih rendah di dalam fluida dimana partikel tersebut akan bercamp\ur dan memindahkan sebaian energinya pada partikel fluida lainnya. Dalam hal ini alirannya adalah aliran fluida maupun energi. Energi disimpan didalam partikel – partikel fluida dan diangkut sebagai akibat gerakan massa partikel tersebut.


(45)

Perpindahan panas konveksi diklasifikasikan dalam konveksi bebas ( free convection)dan konveksi paksa (forced convection) menurut cara menggerakkan cara alirannya. Bila gerakan mencampur berlangsung semata-mata sebagai akibat dari perbedaaan kerapatan yang disebabkan oleh gradient suhu, maka proses ini yang disebut dengan konveksi bebas atau alamiah (natural). Bila gerakan mencampur disebabkan oleh suatu alat dari luar, seperti pompa atau kipas, maka prosesnya disebut konveksi paksa.

Aliran Arus bebas

T

u

q

Tw

dinding Gambar 2-16. Perpindahan kalor konveksi dari suatu plat

Pada Gambar (2-16) suhu plat ialah Tw dan suhu fluida T∞. Kecepatan

aliran seperti Gambar (2-16) yaitu nol pada permukaan plat sebagai akibat aksi kental viskos (viscous action). Oleh karena kecepatan lapisan fluida pada dinding fluida adalah nol maka disini kalor hanya dapat berpindah dengan cara konduksi saja. Jadi, dapat dihitung perpindahan kalornya dengan menggunakan rumus konduksi Persamaan (2-10),dengan menggunakan konduktivitas termal fluida dan gradien suhu pada dinding. Gradien suhu bergantung pada laju fluida membawa kalor dari permukaan-dalam plat tersebut. Kecepatan yang tinggi akan menyebabkan gradien suhu yang besar, demikian juga sebaliknya. Gradien suhu pada dinding bergantung dari medan aliran.

Pengaruh konduksi secara menyeluruh pada fluida disebut dengan perpindahan kalor secara konveksi. Rumus empiris perpindahan kalor konveksi digunakan hukum Newton tentang pendinginan:


(46)

... 2-11 (lit 3 hal 11) Dimana:

h = Koefisien perpindahan kalor konveksi ( W / m2oC) A = Luas permukaan (m2)

Tw = Temperatur dinding (oC ) T∞ = Temperatur fluida (oC )

Q = Laju perpindahan panas konveksi ( Watt )

Disebut pendinginan karena fluida yang dialirkan melalui plat tersebut digunakan untuk mendinginkan plat itu juga. Laju perpindahan kalor dihubungkan dengan beda suhu menyeluruh antara dinding dan fluida, dan luas permukaan A. Perpindahan kalor konveksi bergantung pada viskositas fluida disamping ketergantungannya pada sifat – sifat termal fluida ( kondukt ivitas termal, kalor spesifik, densitas). Hal ini dapat dimengerti karena viskositas mempengaruhi profil kecepatan, dan karena itu mempengaruhi laju perpindahan energi didaerah dinding.

2.5 Perpindahan kalor di sepanjang pipa

Uraian perhitungan perpindahan kalor disepanjang pipa seperti Gambar (2-17) adalah sebagai berikut.

Gambar 2-17. Volume kendali untuk analisis energi dalam tabung

Suhu dinding ialah Tw, jari – jari tabung ro, dan kecepatan pada pusat

tabung uo. Distribusi kecepatan diturunkan dengan memperhatikan unsur unsur


(47)

Gambar 2-18 Neraca gaya pada unsur fluida dalam aliran tabung

Gaya tekan :

Gaya geser viskos :

Gaya tekanan diimbangi oleh gaya geser viskos, sehingga

Atau

dan

... 2-12

Dengan kondisi batas

Kecepatan pada pusat tabung

... 2-13

Sehingga distribusi kecepatan dapat ditulis sebagai


(48)

... 2-14 Dimana:

=

kecepatan aliran fluida pada jari – jari tabung = r = kecepatan aliran aliran fluida di pusat tabung ,r = 0

Fluks kalor pada dinding tabung konstan

Aliran kalor yang dikonduksikan kedalam unsure anulus adalah

Dan kalor yang dihantar keluar

Kalor yang dikonveksi keluar unsur

Neraca energi adalah energi neto yang dikonveksi keluar = kalor neto yang dikonduksi kedalam atau dengan mengabaikan diferensial orde kedua, maka

Yang dapat ditulis kembali sebagai


(49)

Karena fluks kalor tetap sehingga suhu fluida rata – rata bertambah secara linear dengan x, sehingga

Hal ini berarti bahwa profil suhu pada berbagai posisi x sepanjang tabung itu akan serupa. Kondisi batas untuk Persamaan 2-15 adalah

= 0 pada r = 0

Dengan menganggap bahwa sifat – sifat fluida dalam aliran tetap maka Persamaan 2-14 disubstitusikan kedalam Persamaan 2-15

Integrasi menghasilkan

Dan integrasi kedua memberikan

Dengan menerapkan kondisi batas (r = 0), maka diperoleh temperatur pada pusat tabung ( ):


(50)

Distribusi temperatur (T) saat laju aliran fluida di r adalah

... 2-16

Dalam aliran tabung koefisien perpindahan kalor konveksi didefenisikan: )

Dimana:

Tw = Suhu dinding (oC)

Tb = Suhu limbak (oC)

Suhu limbak (bulk temperature) adalah suhu fluida yang dirata – ratakan energinya diseluruh penampang tabung yang dapat dihitung dari:

... 2-17

Jika diketahui temperatur fluida masuk (Tb1) dan temperatur fluida keluar

pipa maka suhu limbak menjadi,

... 2-18

Suhu limbak digunakan dalam merumuskan koefisien perpindahan kalor dalam aliran tabung. Dalam aliran tabung tidak dapat kondisi aliran bebas. Pada setiap posisi x, suhu yang menunjukkan energi total yang mengalir ialah suhu rata – rata massa-energi yang terintegrasi keseluruh bidang aliran. Pembilang pada Persamaan(2-17) menunjukkan energi total yang mengalir melalui tabung. Penyebut adalah hasil perkalian aliran massa dan kalor spesifik, yang diintegrasikan di seluruh bidang aliran. Jadi suhu limbak menunjukkan keseluruhan energi yang mengalir pada suatu lokasi tertentu. Suhu limbak sering disebut suhu ”mangkuk pencampur” (”mixing cup” temperature) karena suhu itu yang akan dicapai fluida kalau ditempatkan di dalam ruang pencampur dan


(51)

dibiarkan mencapai kesetimbangan. Suhu limbak merupakan fungsi linear x karena flux kalor pada dinding tabung itu konstan.

Dari Persamaan (2-17) diperoleh Suhu limbak:

... 2-19

Suhu dinding:

... 2-20 (lit 3 hal 231)

Kalor yang diterima oleh fluida secara konveksi sama dengan kalor yang dilepas pipa secara konduksi saat laju aliran fluida nol (r = ro) sehingga hubungan

perpindahan kalor konveksi dan konduksi adalah:

... 2-21

gradien suhu diberikan oleh


(52)

Dengan mensubstitusikan Persamaan (2-19),(2-20), (2-22) kedalam Persamaan (2-21) maka diperoleh

atau dengan menggunakan bilangan nusselt, maka:

... 2-23

Bilangan Nusselt untuk perpindahan kalor aliran laminar dalam tabung:

... 2-24

Persamaan (2-24) berlaku jika:

Dimana:

= Bilangan Nusslet = Bilangan Reynolds = Bilangan Prandtl

= Viskositas dinamik suhu fluida(kg/m.s)

= Viskositas dinamik pada suhu dinding pipa (kg/m.s) = Massa jenis fluida (kg/m3)

= diameter pipa (m) = Panjang pipa (m)


(53)

Bilangan Nusselt untuk perpindahan kalor aliran turbulen dalam tabung:

... 2-25

Nilai eksponen n adalah:

n = 0,4 untuk pemanasan n = 0,3 untuk pendinginan

Persamaan (2-25) berlaku untuk aliran turbulen dengan angka Prandtl-nya berkisar antara 0,6 sampai 100.

2.6 Efisiensi Termal

Jika ditinjau dari laju aliran massa fluida, banyaknya kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur fluida adalah

... 2-26

Jika ditinjau dari perpindahan kalor secara konveksi, banyaknya kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur fluida adalah

... 2-27

Karena nilai temperatur fluida masuk (Tb1) dan temperatur fluida keluar

(Tb2) pipa yang diperoleh dari penelitian ini maka, formula perpindahan kalor dari

pipa ke fluida menggunakan Persamaan (2-26),

Jika ditinjau sumber kalor pipa (berasal dari intensitas cahaya) maka Fluks kalor pada dinding pipa adalah

... 2-28 Dimana:

I = Intensitas cahaya (W/m2)

A = luas penampang (m2)

Dengan memperhitungkan faktor – faktor atau penyebab hilangnya kalor, dimana nilainya dimasukkan dalam suatu konstanta efisiensi ( ) maka hubungan fluks kalor dengan perubahan temperatur fluida di dalam pipa adalah:


(54)

... 2-29

Sehingga efisiensi termal,

... 2-30

Fluks kalor berpindah secara konduksi di sepanjang penampang pipa maka,

... 2-31

Jika Persamaan(2-32) disubstitusikan ke Persamaan (2-30) diperoleh,

Dimana k, A, cp merupakan konstanta sehingga,

... 2-32

Dari Persamaan (2-33) dapat dilihat bahwa efisiensi termal dan perubahan temperatur disepanjang pipa ekuivalen dengan laju aliran massa dan perubahan temperatur fluida.

Karena fluks kalor konstan maka,

Apabila laju aliran massa fluida dinaikkan di ikuti dengan meningkatnya nilai efisiensi termal dan perubahan temperatur fluida maka, dapat disimpulkan bahwa kemampuan fluida untuk menyerap kalor dari dinding pipa juga semakin besar sehingga dapat mengurangi kalor yang hilang.


(55)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan di laboratorium solar energi Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Waktu penelitian dari bulan Februari sampai bulan Juni 2010.

3.2 Parameter dan Alat 3.2.1 Parameter

Parameter yang menjadi objek pengujian ini adalah : 1. Temperatur air

2. Laju aliran air 3. Sudut penyinaran

3.2.2 Alat

Alat yang dipakai dalam eksperimental ini terdiri dari : 1. Solar energi demonstrator tipe LS 27015

2. Lux meter digunakan untuk mengukur intensitas cahaya bola lampu

3. Stopwatch digunakan untuk menentukan waktu selama proses pengujian

4. Penggaris digunakan untuk mengukur level air pada storage tank

5. Busur derajat untuk mengukur sudut kemiringan penyinaran dua bola lampu Tabel 3.1 Spesifikasi alat yang digunakan

Solar energi demonstrator tipe LS 27015

Type LS 17055-2

Electrical requirements 230 VAV, 50 Hz

Gross weight 60 KG

Overall dimensions 1200 x 800 x 700 mm (L x W x H)


(56)

1000 Watt halogen double spot light (penyinaran dua bola lampu) Energi listrik yang dibutuhkan : 230 VA, 50 Hz

Dimensi : panjang = 1200 mm, lebar = 800 mm, tinggi = 700 mm

Gambar alat uji yang digunakan:

12

1

2

3

4

5

6

7

11

10

9

8

Gambar 3.1. Solar Energi Demonstrator tipe LS 27015

Keterangan gambar diatas:

1. Storage tank

2. Flow meter

3. Temperatur meter

4. Temperatur selector switch

5. Spot light selector switch

6. Main on/of switch

7. Pump ON/OFF switch


(57)

9. Overflow valve

10.Pressure gauge

11.Solar collector

12.Double spot light 1000 Watt halogen

Gambar 3.2. Lux Meter Spesifikasi lux meter :

Tampilan : LCD dengan indikasi LUX, fc, lobat, MAX, HOLD, Polaritas : automatis

Indikasi pengukuran di luar rentang : akan muncul “1” Tingkat pengukuran : 1,5 kali per detik

Rentang pengukuran : 200, 2000, 20000, 50000 lux/fc (1 fc = 10,76 lux) Temperatur penyimpanan : -100C - 600C

Akurasi : ± 5% rdg ± 10 digit ( < 10000 lux/fc) ± 10% rdg ± 10 digit (> 10000 lux/fc ) Kemampuan pengulangan : ± 2%

Karakteristik temperatur : ± 0,1% / 0C Baterai : 12V, A23


(58)

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer, merupakan data yang diperoleh langsung dari pengukuran dan pembacaan pada unit instrumentasi dan alat ukur pada masing-masing pengujian.

3.4 Metode Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari data primer diolah ke dalam rumus empiris, kemudian data dari perhitungan disajikan dalam bentuk tabulasi dan grafik.

3.5. Proses Penelitian

Proses penelitian ini menggunakan solar energi demonstrator tipe LS 27015.

Adapun langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut:

1. Mengisi air kedalam storage tank dengan level ketinggian air 12 cm 2. Menghidupkan solar energi demonstrator dan pompa

3. Mencatat temperatur awal (T1, T2, T3)

4. Mengatur laju aliran air (flow rate) dengan memutar pressure gauge sampai di dapat laju aliran yang diiginkan.

5. Mengatur sudut kemiringan penyinaran dua bola lampu dengan menggunakan busur derajat

6. Mengukur intensitas cahaya bola lampu di permukaan pipa kolektor dengan menggunakan lux meter

7. Mencatat temperatur T1, T2, T3 yang tertera di layar Flow Meter 8. Menganalisa data yang diperoleh dari hasil pengujian dan menghitung

efisiensi termal

9. Mengulangi pengujian dengan laju aliran dan sudut pencahayaan bola lampu yang berbeda.


(59)

Gambar 3.3 Diagram alir proses penelitian

Mulai

Mengisi air ke dalam storage tank dengan level air 12 cm

Mencatat temperatur temperatur awal (T1, T2, T3)

• Mengatur laju aliran air (flow rate) : a L/menit

• Mengatur sudut

pencahayaan lampu (angle spot light) : b 0

Mengukur intensitas cahaya dua bola lampu (double spot light)

Mencatat temperatur T1, T2, T3 setiap menit selama 25 menit

Menganalisa data (menghitung efisiensi termal)

Mengulangi pengujian dengan laju aliran dan sudut penyinaran yang berbeda


(60)

BAB IV

HASIL DAN ANALISA PENGUJIAN

4.1 Parameter Pengukuran

Penelitian yang dilakukan di laboratorium solar energi Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU adalah dengan memvariasikan sudut pencahayan / penyinaran dan memvariasikan laju aliran air (flow rate), sedangkan tinggi air (water level) yang digunakan adalah 12 cm (volume = 7,02 Liter).

Variasi sudut penyinaran yang digunakan adalah 45 o , 60 o, 75 o, 90 o. Sudut tersebut diukur dari bidang horizontal kearah sumbu vertikal (koordinat sumbu Y negatif), dimana dua bola lampu tersebut berada diatas bidang collector. Penentuan sudut penyinaran tersebut dimulai dari sudut 45 o karena sudut penyinaran (radiasi yang dipancarkan oleh dua bola lampu) yang paling kecil yang dapat terbentuk terhadap bidang pipa – pipa collector adalah sudut 45 o, sedangkan sudut yang terbentuk paling besar adalah sudut 90 o dimana radiasi dari dua bola lampu (double spot light) tegak lurus pada bidang pipa – pipa collector. Banyaknya radiasi yang dipancarkan oleh dua bola lampu (double spot light) ini disebut dengan intensitas cahaya. Intensitas cahaya ini akan diukur dengan lux meter. Dengan menggunakan alat ini peneliti dapat mengetahui banyaknya intensitas cahaya pada tiap – tiap sudut penyinaran.

Intensitas cahaya yang dapat diterima kolektor surya digunakan untuk memanaskan air yang dipompakan melalui pipa – pipa collector secara sirkulasi selama dua puluh lima menit, dan temperatur air sebelum dan sesudah masuk dicatat setiap menit.

Variasi dari laju aliran air (flow rate) yang digunakan adalah 3 LPM, 4 LPM, 5 LPM, 6 LPM, 7 LPM (LPM = liter per menit). Penentuan laju aliran ini di mulai dari 3 LPM sebab jika laju aliran yang digunakan dibawah 3 LPM maka alat ini akan menimbulkan getaran / vibrasi pada bidang pipa – pipa collector. Getaran / vibrasi ini timbul akibat dari kecilnya laju aliran air sehingga volume air yang dipompakan / dialirkan ke pipa – pipa collector tidak memenuhi luas


(61)

penampang pipa collector. Sedangkan laju aliran air yang paling besar yang dapat digunakan adalah 7 LPM sebab, jika laju aliran air yang digunakan diatas 7 LPM akan menyebabkan tekanan yang tinggi di sepanjang penampang pipa.

Hubungan dari laju aliran air, tekanan di sepanjang pipa dan jari – jari dapat dilihat dari Persamaan (2-12)

Dimana:

u = laju aliran air

dp/dx = perubahan tekanan di sepanjang penampang pipa r = jari – jari

Persamaan (2-12) menunjukkan, laju aliran air berbanding lurus dengan dengan tekanan dan dengan kuadrat jari – jari. Penampang pipa (jari - jari) disepanjang pipa tidak mengalami perubahan ukuran. Apabila laju aliran dinaikkan maka akan menimbulkan tekanan yang besar dan sebaliknya.

Tinggi air (water level) yang digunakan di storage tank adalah 12 cm. Ketinggian air ini diukur dari dasar storage tank sampai dengan 12cm. Alasan menggunakan tinggi air 12 cm adalah sebagai berikut.

Sisi masuk

9 cm

air

Sisi keluar 12 cm 5 cm

Gambar 4.1 Skets Storage Tank

Tinggi antara alas dan bagian sisi masuk air ke storage tank adalah 14 cm. Supaya sirkulasi air berjalan dengan baik maka tinggi air yang diuji adalah 12 cm. Tinggi air ini dapat divariasikan dengan interval 5-14 cm.


(62)

4.2. Sudut Penyinaran dan Intensitas Cahaya

Sudut penyinaran dan intensitas cahaya di dinding pipa kolektor yang diperoleh dari hasil penelitian adalah

1) Sudut penyinaran 45o, dengan intensitas cahaya 34622 (W/m2) 2) Sudut penyinaran 60o, dengan intensitas cahaya 39656 (W/m2) 3) Sudut penyinaran 75o, dengan intensitas cahaya 42456 (W/m2) 4) Sudut penyinaran 90o, dengan intensitas cahaya 37189 (W/m2)

Sudut penyinaran pada bidang kolektor sangat mempengaruhi intensitas cahaya. Apabila sudut penyinaran di ubah maka intensitas cahaya juga berubah. Perubahan intensitas cahaya di dinding kolektor akan menyebabkan nilai fluks kalor juga berubah. Hubungan intensitas cahaya dengan fluks kalor dapat dilihat dari Persamaan (2-29).

4. 3 Perubahan Temperatur fluida di storage tank 4.3.1 Pada sudut penyinaran 45o

Perubahan temperatur air di storage tank tiap menit dengan sudut penyinaran 45o dan dengan laju aliran air (3 LPM, 4 LPM, 5 LPM, 6 LPM, 7 LPM ) dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Grafik 4.1 dibawah ini.


(63)

Tabel 4.1 Perubahan Temperatur air di storage tank pada sudut penyinaran 45o Laju Aliran Air / 3 LPM 4 LPM 5 LPM 6 LPM 7 LPM

Waktu (Menit) T1 oC T1 oC T1 oC T1 oC T1 oC

0 32.1 32.1 30.1 28.6 31.9

1 32.5 32.4 30.4 28.9 32.3

2 32.7 32.6 30.8 29.3 32.7

3 33.1 32.9 31.1 29.5 33.0

4 33.3 33.2 31.4 29.8 33.4

5 33.7 33.4 31.6 30.2 33.8

6 34.0 33.8 31.9 30.5 34.1

7 34.3 34.1 32.2 30.9 34.5

8 34.6 34.4 32.5 31.3 34.8

9 34.9 34.8 32.8 31.5 35.2

10 35.2 35.1 33.1 31.9 35.6

11 35.5 35.4 33.5 32.3 35.9

12 35.8 35.6 33.8 32.7 36.3

13 36.1 35.9 34.3 33.1 36.8

14 36.3 36.2 34.6 33.5 37.1

15 36.7 36.6 34.9 33.9 37.5

16 37.0 36.9 35.3 34.2 37.8

17 37.2 37.3 35.6 34.6 38.2

18 37.5 37.6 36.1 35.0 38.5

19 37.8 37.9 36.5 35.4 38.8

20 38.1 38.2 36.9 35.7 39.2

21 38.4 38.6 37.3 36.1 39.5

22 38.7 39.0 37.7 36.5 39.8

23 39.0 39.4 38.1 36.9 40.2

24 39.3 39.7 38.4 37.2 40.6

25 39.7 40.1 38.7 37.4 41.0

ΔT25 7.6 8.0 8.6 8.8 9.1

Keterangan:ΔT25 = selisih temperatur air setelah dipanaskan selama 25 menit

Pada sudut penyinaran 45o dan laju aliran 3 LPM, temperatur awal air adalah 32,1oC. Setelah di panaskan selama dua puluh lima menit temperatur air menjadi 39,7 oC maka, selisih temperatur air setelah dipanaskan selama 25 menit adalah 7.6 oC. Selisih temperatur air pada sudut penyinaran 45o dengan laju aliran yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 4.1.


(64)

Selisih temperatur air pada sudut penyinaran 45o semakin besar di ikuti dengan makin besarnya laju aliran air. Hal ini diakibatkan kemampuan fluida menyerap kalor dari dinding pipa yang semakin besar.

Perubahan temperatur air tiap menit di storage tank dapat dilihat pada Grafik 4.1.


(65)

4.3.2 Pada sudut penyinaran 60o

Perubahan temperatur air di storage tank tiap menit dengan sudut penyinaran 60o dan dengan laju aliran air (3 LPM, 4 LPM, 5 LPM, 6 LPM, 7 LPM ) dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan Grafik 4.2 dibawah ini.

Tabel 4.2 Perubahan Temperatur air di storage tank pada sudut penyinaran 60o Laju Aliran Air / 3 LPM 4 LPM 5 LPM 6 LPM 7 LPM

Waktu (Menit) T1 oC T1 oC T1 oC T1 oC T1 oC

0 30.8 30.7 31.8 33.2 31.9

1 31.1 31.1 32.3 33.4 32.4

2 31.3 31.4 32.7 33.8 32.8

3 31.7 31.6 33.1 34.1 33.3

4 32.0 31.8 33.4 34.5 33.8

5 32.4 32.2 33.8 34.8 34.2

6 32.7 32.5 34.2 35.1 34.6

7 33.2 32.9 34.6 35.5 35.0

8 33.4 33.3 35.0 35.9 35.3

9 33.8 33.7 35.4 36.3 35.7

10 34.2 34.0 35.8 36.6 36.0

11 34.5 34.4 36.2 37.0 36.3

12 34.8 34.8 36.6 37.4 36.7

13 35.2 35.2 36.9 37.7 37.1

14 35.6 35.6 37.3 38.1 37.6

15 36.0 35.9 37.7 38.4 38.0

16 36.3 36.3 38.0 38.9 38.4

17 36.7 36.7 38.4 39.4 38.8

18 37.0 37.0 38.7 39.9 39.2

19 37.3 37.4 39.1 40.3 39.7

20 37.7 37.7 39.4 40.6 40.1

21 38.1 38.0 39.8 41.0 40.5

22 38.4 38.4 40.2 41.3 40.8

23 38.7 38.7 40.5 41.7 41.3

24 39.0 39.1 40.7 42.0 41.6

25 39.3 39.5 40.9 42.5 42.0

ΔT25 8.5 8.8 9.1 9.3 10.1 Keterangan:ΔT25 = selisih temperatur air setelah dipanaskan selama 25 menit


(66)

Pada sudut penyinaran 60o dan laju aliran 3 LPM, temperatur awal air adalah 30,8oC. Setelah di panaskan selama dua puluh lima menit temperatur air menjadi 39,3 oC maka, selisih temperatur air setelah dipanaskan selama 25 menit adalah 8,5 oC. Selisih temperatur air pada sudut penyinaran 60o dengan laju aliran yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Selisih temperatur air pada sudut penyinaran 60o semakin besar di ikuti dengan makin besarnya laju aliran air. Hal ini diakibatkan kemampuan fluida menyerap kalor dari dinding pipa yang semakin besar.

Perubahan temperatur air tiap menit di storage tank dapat dilihat pada Grafik 4.2.


(67)

4.3.3 Pada sudut penyinaran 75o

Perubahan temperatur air di storage tank tiap menit dengan sudut penyinaran 75o dan dengan laju aliran air (3 LPM, 4 LPM, 5 LPM, 6 LPM, 7 LPM ) dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan Grafik 4.3 dibawah ini.

Tabel 4.3 Perubahan Temperatur air di storage tank pada sudut penyinaran 75o Laju Aliran Air / 3 LPM 4 LPM 5 LPM 6 LPM 7 LPM

Waktu (Menit) T1 oC T1 oC T1 oC T1 oC T1 oC

0 31.2 30.7 30.2 31.5 31.0

1 31.4 31.0 30.5 31.8 31.3

2 31.8 31.2 30.9 32.2 31.6

3 32.0 31.5 31.2 32.6 32.0

4 32.4 31.8 31.5 33.0 32.4

5 32.7 32.0 31.8 33.4 32.7

6 33.0 32.4 32.2 33.9 33.1

7 33.4 32.7 32.5 34.3 33.5

8 33.8 33.1 32.8 34.6 33.9

9 34.1 33.5 33.2 35.0 34.4

10 34.3 33.8 33.6 35.4 34.7

11 34.7 34.3 33.9 35.8 35.1

12 35.0 34.7 34.3 36.2 35.6

13 35.5 34.9 34.7 36.6 35.9

14 35.8 35.3 35.1 37.0 36.4

15 36.1 35.5 35.5 37.3 36.7

16 36.4 35.9 35.8 37.7 37.2

17 36.8 36.3 36.2 38.2 37.6

18 37.1 36.6 36.6 38.5 38.0

19 37.4 37.0 36.9 38.8 38.5

20 37.8 37.3 37.3 39.3 39.0

21 38.1 37.8 37.7 39.6 39.4

22 38.5 38.2 38.2 40.0 39.9

23 38.9 38.6 38.6 40.5 40.4

24 39.4 39.1 39.0 40.9 40.8

25 39.9 39.6 39.4 41.1 41.3

ΔT25 8.7 8.9 9.2 9.6 10.3 Keterangan:ΔT25 = selisih temperatur air setelah dipanaskan selama 25 menit


(68)

Pada sudut penyinaran 75o dan laju aliran 3 LPM, temperatur awal air adalah 31,2oC. Setelah di panaskan selama dua puluh lima menit temperatur air menjadi 39,9 oC maka, selisih temperatur air setelah dipanaskan selama 25 menit adalah 8,7 oC. Selisih temperatur air pada sudut penyinaran 75o dengan laju aliran yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Selisih temperatur air pada sudut penyinaran 75o semakin besar di ikuti dengan makin besarnya laju aliran air. Hal ini diakibatkan kemampuan fluida menyerap kalor dari dinding pipa yang semakin besar.

Perubahan temperatur air tiap menit di storage tank dapat dilihat pada Grafik 4.3.


(69)

4.3.4 Pada sudut penyinaran 90o

Perubahan temperatur air di storage tank tiap menit dengan sudut penyinaran 90o dan dengan laju aliran air (3 LPM, 4 LPM, 5 LPM, 6 LPM, 7 LPM ) dapat dilihat pada Tabel 4.4 dan Grafik 4.4 dibawah ini.

Tabel 4.4 Perubahan Temperatur air di storage tank pada sudut penyinaran 90o Laju Aliran Air / 3 LPM 4 LPM 5 LPM 6 LPM 7 LPM

Waktu (Menit) T1 oC T1 oC T1 oC T1 oC T1 oC

0 31.2 30.6 31.5 30.8 30.1

1 31.4 30.9 31.7 31.2 30.4

2 31.6 31.1 31.9 31.5 30.7

3 31.9 31.3 32.3 31.8 31.0

4 32.2 31.5 32.5 32.2 31.4

5 32.5 31.8 32.8 32.5 31.8

6 32.8 32.0 33.1 33.0 32.2

7 33.1 32.3 33.6 33.4 32.5

8 33.4 32.7 34.1 33.8 32.9

9 33.8 32.9 34.4 34.1 33.2

10 34.2 33.2 34.8 34.5 33.7

11 34.6 33.6 35.3 34.8 34.1

12 34.8 34.0 35.6 35.2 34.4

13 35.3 34.5 36.0 35.6 34.8

14 35.6 34.8 36.4 35.9 35.2

15 35.9 35.2 36.7 36.2 35.6

16 36.3 35.7 37.1 36.7 35.9

17 36.6 36.0 37.4 37.0 36.4

18 37.0 36.4 37.9 37.3 36.7

19 37.4 36.9 38.3 37.7 37.0

20 37.8 37.3 38.7 38.0 37.4

21 38.1 37.8 39.1 38.4 37.9

22 38.4 38.1 39.4 38.7 38.3

23 38.7 38.4 39.7 39.1 38.7

24 39.1 38.7 40.0 39.5 39.2

25 39.4 39.1 40.3 39.9 39.6

ΔT25 8.2 8.5 8.8 9.1 9.5


(70)

Pada sudut penyinaran 90o dan laju aliran 3 LPM, temperatur awal air adalah 31,2oC. Setelah di panaskan selama dua puluh lima menit temperatur air menjadi 39,4 oC maka, selisih temperatur air setelah dipanaskan selama 25 menit adalah 8,2 oC. Selisih temperatur air pada sudut penyinaran 90o dengan laju aliran yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Selisih temperatur air pada sudut penyinaran 90o semakin besar di ikuti dengan makin besarnya laju aliran air. Hal ini diakibatkan kemampuan fluida menyerap kalor dari dinding pipa yang semakin besar.

Perubahan temperatur air tiap menit di storage tank dapat dilihat pada Grafik 4.4.


(71)

Selisih temperatur selama dua puluh lima menit dari masing – masing sudut penyinaran dan laju aliran fluida dapat dilihat pada Tabel 4.5 dibawa ini.

Tabel 4.5 Selisih Temperatur Air di Storage Tank

Laju Aliran Air ΔT25 45o ΔT25 60o ΔT25 75o ΔT25 90o

(LPM) o

C oC oC oC

3 7.6 8.5 8.7 8.2

4 8.0 8.8 8.9 8.5

5 8.6 9.1 9.2 8.8

6 8.8 9.3 9.6 9.1

7 9.1 10.1 10.3 9.5

Keterangan: ΔT25 45o

= Selisih temperatur fluida selama dipanaskan selama 25 menit pada sudut penyinaran 45o

Ditinjau dari laju aliran fluida, perubahan temperatur fluida disetiap sudut penyinaran bertambah jika laju aliran fluida semakin besar. Hal ini diakibatkan kemampuan fluida menyerap kalor dari dinding pipa yang semakin besar.

Ditinjau dari intensitas cahaya, perubahan temperatur fluida bertambah disetiap sudut penyinaran jika intensitas cahaya semakin besar. Hal ini diakibatkan intensitas cahaya yang semakin besar akan fluks kalor yang besar juga.

Selisih temperatur yang terdapat pada Tabel 4.5 akan ditampilkan dalam Grafik 4.5 dibawah ini.


(72)

Grafik 4.5 Selisih Temperatur Air di Storage Tank setelah dipanaskan lama 25 menit.

Grafik 4.5 memperlihatkan selisih temperatur air terkecil berada pada sudut penyinaran 45o dan terbesar berada pada sudut penyinaran 75o.

Pada sudut penyinaran 45o dengan laju aliran air (3 LPM) berada selisih temperatur air terkecil yaitu 7,6oC sedangkan terbesar berada pada sudut penyinaran 75o dengan laju aliran air (7 LPM) yaitu 10,3oC. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan intensitas cahaya dan daya serap fluida, dimana intensitas cahaya terkecil berada pada sudut penyinaran 45o (57400 W/m2) sedangkan terbesar berada pada sudut penyinaran 75o (74700 W/m2) . Daya serap air si sepanjang dinding pipa kolektor akan bertambah jika laju aliran air di perbesar.

7,0 7,5 8,0 8,5 9,0 9,5 10,0 10,5

3 4 5 6 7

Δ

T2

5

oC

Laju Aliran Air (LPM)

Selisih Temperatur Air di Storage Tank vs Laju Aliran

Sudut Penyinaran 45o Sudut Penyinaran 60o


(73)

4.4 Efisiensi Termal

4.4.1 Efisiensi termal tiap menit

Efisiensi termal tiap menit merupakan efisiensi termal yang dihitung dengan menginput perubahan temperatur air setiap menit sesuai dengan laju aliran air dan sudut penyinaran yang digunakan.

Untuk menghitung efisiensi termal tiap menit digunakan Persamaan (2-30)

Laju aliran yang digunakan sewaktu pengujian merupakan laju aliran volume (LPM) sedangkan untuk mencari efisiensi termal digunakan laju aliran massa (kg/s). Untuk itu, laju aliran dalam satuan LPM terlebih dahulu di konversikan ke dalam Kg/s.

Konversi Satuan laju aliran air LPM ke Kg/s dapat ditentukan dengan rumus dibawah ini:

Sehingga 1 LPM = Dimana:

= Laju aliran massa air (Kg/s) ρ = Massa jenis air (1000 Kg/m3 )

= Laju aliran volume (LPM)

c

p

=

Kalor spesifik air (4200 J/kg oC)


(74)

Tb1 = Temperatur air masuk pipa kolektor (oC)

A = Luas Penampang (0,095 m2)

I = Intensitas cahaya (W/m2)

Keterangan:

Nilai Tb2 diambil dari T3

Nilai Tb1 diambil dari T1

T1 dan T3 dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilampirkan pada lampiran 1 sesuai dengan laju aliran dan sudut penyinaran yang diinginkan.

a. Efisiensi termal pada sudut penyinaran 45oC dengan Laju Aliran 3 LPM pada menit ke nol

Dari hasil penelitian yang dilaksanakan di laboratorium Solar Energi Departemen Teknik Mesin FT USU yang telah dilampirkan pada lampiran I, dari sudut penyinaran 45o dengan laju aliran air = 3 LPM diperoleh Tb2 = 33.9 oC dan

Tb1 = 32.1oC, intensitas (I) = 34622 (W/m2).

Perhitungan efisiensinya adalah sebagai berikut: Efisiensi termalnya adalah

b. Efisiensi termal pada sudut penyinaran 60oC dengan Laju Aliran 4 LPM pada menit pertama

Di lampiran 1 pada sudut penyinaran 60oC dengan laju aliran 4 LPM diperoleh Tb2 = 32,0 oC dan Tb1 = 31,1oC, intensitas (I) = 39656 (W/m2).

Efisiensi termal dengan menggunakan sudut penyinaran 60o dan laju aliran 4LPM adalah


(75)

c. Efisiensi termal pada sudut penyinaran 75oC dengan Laju Aliran 5 LPM menit kedua

Di lampiran 1 pada sudut penyinaran 75oC dengan laju aliran 5 LPM diperoleh Tb2 = 32,4 oC dan Tb1 = 30,9oC, intensitas (I) = 42456 (W/m2).

Efisiensi termal dengan menggunakan sudut penyinaran 75o dan laju aliran 5LPM adalah

Dengan menggunakan cara yang sama seperti perhitungan diatas, efisiensi termal tiap menit ( %) tiap sudut penyinaran dengan Laju Aliran yang berbeda dapat dilihat pada lampiran 1 dan dalam bentuk Grafik 4.6 sampai Grafik 4.9.


(76)

Grafik 4.6 sampai Grafik 4.9 menunjukkan, efisiensi termal tertinggi untuk setiap menit di pipa kolektor berada pada laju aliran air 7 LPM sedangkan terendah berada pada laju aliran 3 LPM. Hal itu karena perbedaan daya serap air terhadap kalor di dinding pipa kolektor sehingga temperatur air yang keluar kolektor juga berbeda. Apabila laju aliran air diperbesar maka daya serap air terhadap kalor pada dinding pipa kolektor juga akan semakin besar, dan sebaliknya. Kalor yang diserap air berbanding lurus dengan laju aliran air dan perubahan temperatur air.

4.4.2 Efisiensi termal total ( tot)

Efisiensi termal total merupakan efisiensi termal yang dihitung berdasarkan perubahan temperatur air setelah dipanaskan selama 25 menit, massa yang digunakan dalam rumus efisiensi adalah massa total air yang dipanaskan di storage tank (7.02 kg), selisih temperatur yang digunakan adalah selisih tempratur air setelah dipanaskan selama 25 menit dengan temperatur awal air sesuai dengan laju aliran dan sudut penyinaran.

Rumus efisiensi termal total yang digunakan adalah

Dimana:

t = waktu (s)

T25 = Temperatur air setelah dipanaskan 25 menit

T0 = Temperatur air mula – mula

a. Efisiensi termal pada sudut penyinaran 45oC dengan Laju Aliran 3 LPM

Di lampiran 1 pada sudut penyinaran 45oC dengan laju aliran 3 LPM diperoleh T25 = 39,7 oC dan T0 = 32,1oC, intensitas (I) = 34622 (W/m2).


(77)

Efisiensi termal dengan menggunakan sudut penyinaran 45o dan laju aliran 3LPM adalah

b. Efisiensi termal pada sudut penyinaran 60oC dengan Laju Aliran 4 LPM

Di lampiran 1 pada sudut penyinaran 60oC dengan laju aliran 4 LPM diperoleh T25 = 39,5 oC dan T0 = 30,7oC, intensitas (I) = 39656 (W/m2).

Efisiensi termal dengan menggunakan sudut penyinaran 60o dan laju aliran 4LPM adalah

c. Efisiensi termal pada sudut penyinaran 75oC dengan Laju Aliran 5 LPM

Di lampiran 1 pada sudut penyinaran 75oC dengan laju aliran 5 LPM diperoleh T25 = 39,4 oC dan T0 = 30,2oC, intensitas (I) = 42456 (W/m2).

Efisiensi termal dengan menggunakan sudut penyinaran 75o dan laju aliran 5LPM adalah


(1)

Dengan menggunakan cara yang sama seperti perhitungan diatas, efisiensi termal total ( tot) tiap sudut penyinaran dengan Laju Aliran yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 4.6 dibawah ini.

Tabel 4.6 Efisiensi termal total

Sudut Laju T0 T25 Δ Tb Intensitas Efisiensi

Aliran Air Cahaya Termal

Penyinaran LPM oC oC oC (Watt/m2) (%)

45

3 32.1 39.7 7.60 34622 4.542

4 32.1 40.1 8.00 34622 4.781

5 30.1 38.7 8.60 34622 5.139

6 28.6 37.4 8.80 34622 5.259

7 31.9 41.0 9.10 34622 5.438

60

3 30.8 39.3 8.50 39656 4.435

4 30.7 39.5 8.80 39656 4.591

5 31.8 40.9 9.10 39656 4.748

6 33.2 42.5 9.30 39656 4.852

7 31.9 42.0 10.10 39656 5.270

75

3 31.2 39.9 8.70 42456 4.240

4 30.7 39.6 8.90 42456 4.337

5 30.2 39.4 9.20 42456 4.484

6 31.5 41.1 9.60 42456 4.678

7 31.0 41.3 10.30 42456 5.020

90

3 31.2 39.4 8.20 37189 4.562

4 30.6 39.1 8.50 37189 4.729

5 31.5 40.3 8.80 37189 4.896

6 30.8 39.9 9.10 37189 5.063

7 30.1 39.6 9.50 37189 5.285

Keterangan: Δ Tb = T25 – T0


(2)

Grafik 4.10 Efisiensi termal total

Grafik 4.10 memperlihatkan efisiensi termal total tertinggi berada pada sudut penyinaran 45o dan terendah berada pada sudut penyinaran 75o

Nilai efisiensi termal terkecil berada pada sudut penyinaran 75o dengan laju aliran 3 LPM yaitu 4,240 % sedangkan terbesar berada pada sudut penyinaran 45o dengan laju aliran 7 LPM yaitu 5,438 %.

Hubungan fluks kalor, laju aliran massa air, perubahan temperatur air, dan efisiensi termal dapat dilihat dari Persamaan (2-32)

Dengan mempebesar laju aliran air ( akan meningkatkan temperatur air di storage tank (lihat Grafik 4.5) dan efisiensi termal (lihat Grafik 4.10), karena daya serap air terhadap kalor disepanjang penampang pipa juga semakin besar.

3,000 3,500 4,000 4,500 5,000 5,500 6,000

3 4 5 6 7

E fi si e n si T e rm a l (% )

Laju Aliran Air (LPM)

Efisiensi Termal Total vs Laju Aliran Air

Sudut Penyinaran 45o Sudut Penyinaran 60o


(3)

Dari Grafik 4.5 dan grafik 4.10, perubahan temperatur tertinggi dan efisiensi termal total terendah berada pada sudut penyinaran 75o. Hal ini disebabkan laju aliran air yang digunakan sangat kecil sehingga banyak kalor yang hilang ke lingkungan.

Penambahan intensitas cahaya tidak diikuti dengan penambahan laju aliran air akan memperkecil efisiensi termal total atau memperbesar kalor yang hilang. Jadi dapat disimpulkan, penambahan intensitas cahaya harus diikuti dengan penambahan laju aliran air supaya efisiensi termal yang diperoleh makin besar, sehingga dapat mengurangi kalor yang hilang.

Jika dibandingkan efisiensi termal di kolektor dan efisiensi termal di storage tank, efisiensi termal tiap menit (di pipa kolektor) lebih tinggi dari efisiensi termal total (di storage tank). Hal ini diakibatkan sebagian kalor hilang atau diserap oleh pompa, selang, storage tank selama proses pemanasan air berlangsung.


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

1. Sudut penyinaran dan intensitas cahaya pada penelitian ini adalah 450 (34622 W/m2), 600 (39656 W/m2), 750 (42456 W/m2), dan 900 (37189 W/m2).

2. Selisih temperatur air terbesar berada pada sudut penyinaran 75o dengan laju aliran air 7 LPM yaitu 10,3oC sedangkan terkecil berada pada sudut penyinaran 45o dengan laju aliran air 3 LPM yaitu 7,6oC.

3. Efisiensi termal terbesar berada pada sudut penyinaran 45o dengan laju aliran air 7 LPM yaitu 5,438 % sedangkan terkecil sudut penyinaran 75o dengan laju aliran air 3 LPM yaitu 4,240 %.

4. Dengan mempebesar laju aliran air ( akan meningkatkan temperatur air dan efisiensi termal, karena dibarengi dengan penyerapan kalor oleh air di sepanjang penampang pipa kolektor juga semakin tinggi.

5. Penambahan intensitas cahaya harus diikuti dengan penambahan laju aliran air supaya efisiensi termal yang diperoleh makin besar, sehingga dapat mengurangi kalor yang hilang.

6. Efisiensi termal tiap menit lebih tinggi dari efisiensi termal total. Hal ini diakibatkan sebagian kalor hilang atau diserap oleh pompa, selang, storage tank selama proses pemanasan air berlangsung.

5.1 SARAN

1. Untuk mendukung kelancaran dan akurasi hasil pengujian sebaiknya dilakukan pemeriksaan dan kalibrasi terhadap instrumentasi dan alat ukur setiap kali pengujian akan dilakukan.


(5)

2. Untuk mengurangi kalor yang hilang ke lingkungan sebaiknya alat ini ditempatkan diruang yang terosilasi.

3. Untuk mengetahui kalor yang diserap disepanjang lintasan air, harus ditambahi alat pengukur suhu seperti termometer di Storage Tank.

4. Memperkecil gap kedua bola lampu

5. Jarak kedua bola lampu dari pipa kolektor adalah berbeda, untuk memperoleh hasil pengukuran yang akurat maka jaraknya dibuat sama. 6. Pada sudut penyinaran 90o, untuk pemakaian 1000 Watt, disarankan supaya

mengganti kedua bola lampu tersebut dengan sebuah bola lampu dengan daya yang sama dan letaknya dibuat ditengah – tengah pipa kolektor.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

1. Changel, Yunus A. dan Boles, Michael A. Thermodynamic, An

Engineering Approach, McGraw Hill Book Company, 1985.

2. Arismunandar, Wiranto. Teknolologi Rekayasa Surya : Penerbit ITB Bandung, 1988.

3. Holman, JP, Jasjfi. Perpindahan Kalor, Erlangga, 1993.

4. Duffie, Jhon dan William Beckman. Solar Engineering of Termal Process, Jhon Wiley & Sons. Inc, 1980.

5. Neville, Richard C. Solar Energy Conversion, Elsevier, 1995.

6. Shah, Rames K dan Dusan P. Sekolo. Fundamental of Heat Exchanger Design, Jhon Wiley & Sons. Inc, 2003.

7. Lee , Alvine, Operational & Experiment Manual, Lotus Scientific, 2007. 8. Nag. P K, Heat and Mass Transfer 2nd, Tata McGraw Hill Publishing

Company Limited, 2008

9. http://www.google.co.id/imglanding?q=jenis%20solar%20water%20heater &imgurl

10.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/11919/1/10E00240.pdf 11.http://kamase.org/ wp-content/uploads/2009/07/destilasi.jpg

12.http://kamase.org/ wp-content/uploads/2009/07/pemanas_air.jpg

13.

14.http://kamase.org/ wp-content/uploads/2009/07/kompor surya.jpg