Studi Eksperimental Pengaruh Intensitas Cahaya dan Laju Aliran Terhadap Unjuk Kerja Dengan Menggunakan Solar Energy Demonstration Type LS-17055-2 Single Spot Light

(1)

STUDI EKSPERIMENTAL

PENGARUH INTENSITAS CAHAYA

DAN LAJU ALIRAN TERHADAP UNJUK

KERJA DENGAN MENGGUNAKAN SOLAR ENERGY

DEMONSTRATION TYPE LS-17055-2 SINGLE SPOT LIGHT

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

DAVID LUMBAN TOBING NIM. 050401038

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

STUDI EKSPERIMENTAL

PENGARUH INTENSITAS CAHAYA

DAN LAJU ALIRAN TERHADAP UNJUK

KERJA DENGAN MENGGUNAKAN SOLAR ENERGY

DEMONSTRATION TYPE LS-17055-2 SINGLE SPOT LIGHT

DAVID L.TOBING NIM. 05 0401 038

Diketahui / Disyahkan : Disetujui oleh :

DepartemenTeknik Mesin Dosen Pembimbing, Fakultas Teknik USU

Ketua,

Dr. Ing. Ikhwansyah Isranuri

NIP.196412241992111001 NIP.197209232000121003


(3)

STUDI EKSPERIMENTAL

PENGARUH INTENSITAS CAHAYA

DAN LAJU ALIRAN TERHADAP UNJUK

KERJA DENGAN MENGGUNAKAN SOLAR ENERGY

DEMONSTRATION TYPE LS-17055-2 SINGLE SPOT LIGHT

DAVID L.TOBING NIM. 05 0401 038

Telah diperiksa dan disetujui dari hasil seminar Tugas Skripsi Periode Ke-578 tanggal 30 Juni 2010

Disetujui Oleh:

Pembanding I Pembanding II

DR.ENG.Himsar Ambarita,ST.MT

NIP.197206102000121000 NIP. 194910121981031002


(4)

STUDI EKSPERIMENTAL

PENGARUH INTENSITAS CAHAYA

DAN LAJU ALIRAN TERHADAP UNJUK

KERJA DENGAN MENGGUNAKAN SOLAR ENERGY

DEMONSTRATION TYPE LS-17055-2 SINGLE SPOT LIGHT

DAVID L.TOBING NIM. 05 0401 038

Telah Diketahui Oleh: Pembimbing/penguji

Tulus Burhanuddin Sitorus, ST.MT NIP. 197209232000121003

.

Penguji I Penguji II

DR.ENG.Himsar Ambarita,ST.MT

NIP.197206102000121000 NIP. 194910121981031002

Ir.Mulfi Hazwi, MSc

Diketahui Oleh

Ketua Departemen Teknik Mesin

NIP. 196412241992111001 Dr.Ing.Ir.Ikhwansyah Isranuri


(5)

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN AGENDA : 945/TS/2010 FAKULTAS TEKNIK USU DITERIMA TGL :

M E D A N PARAF :

TUGAS SARJANA

N A M A : DAVID L.TOBING N I M : 0 5 0 4 0 1 0 3 8 MATA PELAJARAN : PINDAHAN PANAS SPESIFIKASI :

DIBERIKAN TANGGAL : 12/ 02 / 2010 SELESAI TANGGAL 18/ 06 / 2010

MEDAN, 12 Februari 2010

KETUA DEPARTEMEN TEKNIK MESIN, DOSEN PEMBIMBING,

Dr. Ing. Ikhwansyah Isranuri

NIP.196412241992111001 NIP.197209232000121003

Tulus Burhanuddin Sitorus ,ST,MT. LAKUKAN PENGUJIAN / EKSPERIMENTAL PENGARUH INTENSITAS CAHAYA DAN LAJU ALIRAN TERHADAP UNJUK KERJA DENGAN MENGGUNAKAN SOLAR ENERGY DEMONSTRATION TYPE LS-17055-2 SINGLE SPOT LIGHT.

DATA-DATA LAIN DAPAT DIAMBIL DARI :

• SURVEI LAPANGAN

• BUKU LITERATUR


(6)

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK USU MEDAN

KARTU BIMBINGAN

No : 886 / TS / 2009

TUGAS SARJANA MAHASISWA

Sub. Program Studi : Konversi Energi Bidang Tugas : Pindahan Panas

Judul Tugas : Studi Eksperimental Pengaruh intensitas Cahaya dan laju Aliran Terhadap Unjuk Kerja Dengan Menggunakan Solar Energy Demonstration Type LS-17055-2 Single Spot Light Diberikan tanggal : 11-02-2010 Selesai Tgl : 18-06-2010 Dosen Pembimbing : Tulus B Sitorus ,ST,MT. Nama Mhs : David L.Tobing NIM : 050401087

No Tanggal KEGIATAN ASISTENSI BIMBINGAN

Tanda Tangan Dosen Pembimbing 1 12-02-2010 Survei

2 12-02-2010 Spesifikasi tugas skripsi 3 22-02-2010 Bab I, II

4 02-03-2010 Bab III

5 08-03-2010 Lakukan Uji Test (Lab) 6 20-04-2010 Hasil (data sheet) 7 06-05-2010 Analisa data

8 11-05-2010 Perhitungan Efisiensi Termal 9 19-05-2010 Buat Grafik

10 26-05-2010 Perbaiki Grafik Hasil Analisa Data 11 07-06-2010 Penjelasan Gambar / Grafik

12 14-06-2010 Buat Kesimpulan dan Saran 13 18-06-2010 ACC untuk diseminarkan

Diketahui,

KETUA DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FT USU

Dr.Ing.Ir.Ikhwansyah Isranuri

NIP.196412241992111001


(7)

ABSTRAK

Pengembangan teknologi pemanfaatan energi terbarukan, khususnya energi surya ( solar energy ) sudah banyak ditemukan, salah satunya yaitu alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu Solar Energy Demonstrator type LS-17055-2. Peralatan ini menggunakan bola lampu ( single spot light) sebagai pengganti sinar matahari untuk memanaskan air pada pipa yang terdapat pada solar collector. Sumber cahaya ini adalah menggunakan bola lampu hologram dengan daya 500 Watt.

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer, merupakan data yang diperoleh langsung dari pengukuran dan pembacaan pada unit instrumentasi dan alat ukur pada masing-masing pengujian. Data yang diperoleh dari data primer diolah ke dalam rumus empiris, kemudian data dari perhitungan disajikan dalam bentuk tabulasi dan grafik.

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh laju aliran air dan besar sudut peyinaran terhadap efisiensi termal solar kolektor. Sudut penyinaran pada penelitian ini adalah 450, 600, 750, dan 900.

Setelah melakukan penelitian dan berbagai perhitungan, maka pada penelitian ini didapat Efisiensi termal tertinggi berada pada sudut penyinaran 60o dengan laju aliran 7 LPM yaitu sebesar 7,9 % sedangkan Efisiensi termal terendah berada pada sudut penyinaran 75o dengan laju aliran 3 LPM yaitu sebesar 6,0 %. Sudut penyinaran akan mempengaruhi jumlah intensitas, sedangkan laju aliran akan berpengaruh langsung terhadap nilai efisiensi termal.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Sarjana ini dengan sebaik-baiknya. Tugas Sarjana ini merupakan tugas akhir untuk menyelesaikan studi pada jenjang Pendidikan Sarjana ( S1) Teknik Mesin menurut kurikulum Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penulis dalam Tugas Sarjana ini mengambil judul, yaitu “Studi Eksperimental Pengaruh Intensitas Cahaya Dan Laju Aliran Terhadap Unjuk Kerja Dengan Menggunakan Solar Energy Demonstration Type TYPE LS-17055-2 Single Spot Light”. Dalam Penulisan ini, dari awal sampai akhir, penulis telah mencoba semaksimal mungkin guna tersusunnya Tugas Sarjana ini. Namun Penulis masih menyadari bahwa masih banyak kekurangan baik dalam penulisan maupun penyajian Tugas Sarjana ini. Untuk itu saran-saran dari semua pihak yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan Tugas Sarjana ini.

Dalam menyelesaikan Skripsi ini, penulis banyak sekali mendapat dukungan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Kepada Orangtua ( L.Tobing / L.Sihombing ) dan keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materiil.

2. Bapak Tulus B. Sitorus, ST, MT, selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya membimbing penulis dalam menyelesaikan Tugas Sarjana ini.

3. Bapak DR.Ing.Ir.Ikhwansyah Isranuri, selaku Ketua Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU.

4. Bapak/Ibu Staff Pengajar dan Pegawai di Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU.

5. Staff Laboratorium Solar Energi Departemen Teknik Mesin yang telah membantu dan membimbing penulis selama pengujian di Laboratorium.


(9)

6. Seluruh rekan-rekan mahasiswa Teknik Mesin, terkhusus stambuk 05, yang tidak dapat disebutkan satu persatu, “Solidarity Forever”.

Akhir kata, dengan segala kerendahan hati penulis memanjatkan Doa kepada Tuhan YME, semoga Tugas Sarjana ini dapat bermanfaat untuk kita semua.

Medan, Juni 2010 Penulis,


(10)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... .iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR NOTASI... vii

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Pengujian ... 2

1.3 Ruang Lingkup Pengujian ... 2

1.4 Sistematika Penulisan ... 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Energi Matahari ... 5

2.1.1 Klasifikasi Energi Matahari ... 5

2.1.2 Radiasi Surya ... 5

2.1.3 Sel surya ... 6

2.1.4 Aplikasi energi matahari ... 7

2.2 Kolektor Surya ... 13

2.2.1 Kolektor Surya Prismatik ... 14

2.2.2 Kolektor Surya Plat Datar ... 15

2.2.3 Kolektor surya parabolic ... 15

2.4 Tinjauan Perpindahan Panas ... 17

2.4.1 Konduksi ... 17

2.4.2 Konveksi ... 19

2.4.3 Radiasi ... 21

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu Dan Tempat ... 22


(11)

3.2 Paramater Dan Alat... 22

3.2.1 Parameter ... 22

3.2.2 Alat ... 22

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 22

3.4 Metode Pengolahan Data ... 23

3.5 Proses Penelitian ... 23

BAB 4. HASIL DAN ANALISA PENGUJIAN 4.1 Perubahan Temperatur Tiap Menit ... 28

4.2 Perhitungan Efisiensi Termal ... 37

4.3 Efisiensi Termal tiap menit ... 41

4.4 Efisiensi Termal total ... 46

BAB 5. KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan ... 53

5.2 Saran ... 53 DAFTAR PUSTAKA


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Spesifikasi alat yang digunakan ... 26

Tabel 2.1 Konduktivitas termal untuk beberapa bahan : ... 18

Tabel 4.1 energi pada pipa kolektor...38


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Diagram sistem pemanasan air dengan sinar matahari. . ... 9

Gambar 2.2 Sistem pembangkit listrik dengan sinar matahari ... 11

Gambar 2.3 sistem destilasi air dengan sinar matahari ... 12

Gambar 2.4 kompor matahari ... 13

Gambar 2.5. Skema sistim kolektor surya prismatic ... 14

Gambar 2.6. kolektor surya plat datar ... 15

Gambar 2.7 Kolektor surya parabolik memanjang ... 16

Gambar 2.8 Kolektor surya parabolik cakram ... 16

Gambar 3.1 Diagram alir proses penelitian ... 24

Gambar 3.2 solar energy demonstrator type LS – 17055-2 ... 25

Gambar 3.3 lux meter... 26

Gambar 4.1 grafik perubahan temperatur pada sudut penyinaran 450 ... 30

Gambar 4.2 grafik perubahan temperatur pada sudut penyinaran 600 ... 32

Gambar 4.3 grafik perubahan temperatur pada sudut penyinaran 750 ... 34

Gambar 4.4 grafik perubahan temperatur pada sudut penyinaran 900 ... 36

Gambar 4.5 grafik efisiensi vs waktu dengan sudut penyinaran 450 ...42

Gambar 4.6 grafik efisiensi vs waktu dengan sudut penyinaran 600 ...43

Gambar 4.7 grafik efisiensi vs waktu dengan sudut penyinaran 750 ...44

Gambar 4.8 grafik efisiensi vs waktu dengan sudut penyinaran 90 ……….45


(14)

DAFTAR NOTASI

LAMBANG KETERANGAN SATUAN

qrad kalor radiasi J hr koefisien perpindahan panas radiasi

A luas penampang m2

cp kalor spesifik air J/Kg oC

m laju aliran air / flow rate Kg/s o

T Temperatur keluar pipa collector oC i

T Temperatur awal air oC Ta Temperatur lingkungan oC

ρ Massa jenis air Kg/m3 Ac Luas penampang pipa collector m2 η Efisiensi termal

GT Intensitas cahaya lux Fr Faktor pelepasan kalor

α koefisien absorptivitas absorber

τ koefisien transmisivitas UL koefisien rugi-rugi kalor total


(15)

ABSTRAK

Pengembangan teknologi pemanfaatan energi terbarukan, khususnya energi surya ( solar energy ) sudah banyak ditemukan, salah satunya yaitu alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu Solar Energy Demonstrator type LS-17055-2. Peralatan ini menggunakan bola lampu ( single spot light) sebagai pengganti sinar matahari untuk memanaskan air pada pipa yang terdapat pada solar collector. Sumber cahaya ini adalah menggunakan bola lampu hologram dengan daya 500 Watt.

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer, merupakan data yang diperoleh langsung dari pengukuran dan pembacaan pada unit instrumentasi dan alat ukur pada masing-masing pengujian. Data yang diperoleh dari data primer diolah ke dalam rumus empiris, kemudian data dari perhitungan disajikan dalam bentuk tabulasi dan grafik.

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh laju aliran air dan besar sudut peyinaran terhadap efisiensi termal solar kolektor. Sudut penyinaran pada penelitian ini adalah 450, 600, 750, dan 900.

Setelah melakukan penelitian dan berbagai perhitungan, maka pada penelitian ini didapat Efisiensi termal tertinggi berada pada sudut penyinaran 60o dengan laju aliran 7 LPM yaitu sebesar 7,9 % sedangkan Efisiensi termal terendah berada pada sudut penyinaran 75o dengan laju aliran 3 LPM yaitu sebesar 6,0 %. Sudut penyinaran akan mempengaruhi jumlah intensitas, sedangkan laju aliran akan berpengaruh langsung terhadap nilai efisiensi termal.


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Selama ini banyak negara yang menggantungkan sumber energinya pada batubara, minyak bumi dan gas alam. Namun ketergantungan terhadap bahan bakar fosil menjadi masalah besar. Hal ini dikarenakan keterbatasan bahan bakar fosil sebagai sumber daya alam yang tidak terbarukan. Pada akhirnya dunia akan kehabisan bahan bakar fosil atau bahan bakar fosil akan menjadi barang yang sangat mahal jika ingin dipertahankan sebagai sumber energi. Di samping itu, bahan bakar fosil merupakan penyebab pencemaran udara, air dan tanah serta menghasilkan gas rumah kaca (green house gas) yang berperan dalam pemanasan global.

Untuk memenuhi kebutuhan energi yang terus meningkat tersebut, dikembangkan berbagai energi alternatif, di antaranya energi terbarukan. Potensi energi terbarukan, seperti: biomassa, panas bumi, energi surya, energi air, energi angin dan energi samudera, sampai saat ini belum banyak dimanfaatkan, padahal potensi energi terbarukan di Indonesia sangatlah besar.

Sumber daya energi terbarukan akan menawarkan pilihan yang lebih bersih untuk menggantikan bahan bakar fosil. Sumber daya tersebut lebih sedikit atau bahkan tidak mencemari atau pun menghasilkan gas rumah kaca, dan sumber daya tersebut akan tetap tersedia.

Matahari merupakan sumber energi terbesar. Sinar matahari atau tenaga surya dapat digunakan untuk memanasi, memberikan penerangan, atau mendinginkan rumah, menghasilkan listrik, memanaskan air dan bermacam proses industri.

Energi radiasi dari matahari merupakan salah satu bentuk energi alternatif yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan guna menggantikan energi yang dihasilkan oleh minayak bumi. Salah satu bentuk pemanfaatan dari energi radiasi matahari adalah untuk memanaskan air. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat strategis untuk melakukan berbagai hal dengan kekayaan


(17)

alamnya yang agraris dan terletak pada garis katulistiwa sehingga bumi Indonesia mendapatkan energi matahari sepanjang tahun sehingga dapat dikatakan bahwa energi matahari merupakan energi yang tidak terhabiskan.

Pengembangan teknologi pemanfaatan energi terbarukan, khususnya energi surya ( solar energy ) sudah banyak ditemukan, salah satunya yaitu alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu Solar Energy Demonstrator type LS-17055-2. Peralatan ini menggunakan bola lampu ( single spot light) sebagai pengganti sinar matahari untuk memanaskan air pada pipa yang terdapat pada solar collector. Sumber cahaya ini adalah menggunakan bola lampu hologram dengan daya 500 Watt.

Pada peralatan ini, air akan dipompakan dari storage tank menuju pipa kolektor, selama air mengalir pada pipa kolektor, air akan dipanaskan, dan air akan keluar lagi menuju storage tank.

1.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari pengujian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui efisiensi termal sistem pemanas air pada solar kolektor.

2. Untuk mengetahui pengaruh laju aliran (flow rate) terhadap efisiensi termal solar kolektor.

3. Untuk mengetahui pengaruh besar sudut pencahayaan lampu terhadap pemanasan air dan efisiensi termal solar kolektor.

1.3Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup dari pengujian ini adalah sebagai berikut:

1. Fluida yang digunakan adalah air bersih, dengan level air pada storage tank 12 cm.

2. Alat ukur yang digunakan untuk menghitung nilai intensitas cahaya digunakan Lux-meter


(18)

3. Mesin uji yang digunakan pada percobaan ini adalah ”Solar Energi Demonstrator type LS-17055-2 ” pada laboratorium solar energi Departemen Teknik Mesin FT. USU.

4. Pada penelitian ini, data data yang harus diamati yaitu :

• T1 ( temperatur air masuk )

• T2 ( temperatur pada areal pipa kolektor )

• T3 ( temperatur air keluar )

• Besarnya intensitas pencahayaan

• Laju aliran air pada pipa.

• Sudut penyinaran ( angle spot light )

5. Pada penelitian ini juga dilakukan variasi sudut penyinaran dan variasi laju aliran.

a. Variasi sudut penyinaran : 450, 600, 750, 900.

b. Variasi laju aliran : 3 LPM, 4 LPM, 5 LPM, 6 LPM, 7 LPM.

1.4 Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah memahami tulisan ini, maka dilakukan pembagian bab berdasarkan isinya. Tulisan ini disusun dalam lima bab, BAB I PENDAHULUAN, berisi latar belakang, tujuan, dan ruang lingkup penelitian. BAB II TINJAUAN PUSTAKA, berisi landasan teori yang diperoleh dari literatur untuk mendukung pengujian. BAB III METODOLOGI PENELITIAN, berisi metode penelitian, peralatan dan perlengkapan yang digunakan serta prosedur kerja dari penelitian yang dilakukan. BAB IV DATA DAN ANALISA, berisi data hasil penelitian, perhitungan dan analisa terhadap data hasil penelitian. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN, berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan saran.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Matahari atau juga disebut Surya adalah bintang terdekat dengan Bumi dengan jarak sekitar 149.680.000 kilometer (93.026.724 mil). Matahari adalah suatu bola gas yang pijar dan ternyata tidak berbentuk bulat betul. Matahari mempunyai katulistiwa dan kutub karena gerak rotasinya. Garis tengah ekuatorialnya 864.000 mil, sedangkan garis tengah antar kutubnya 43 mil lebih pendek. Matahari merupakan anggota Tata Surya yang paling besar, karena 98% massa Tata Surya terkumpul pada matahari.

Di samping sebagai pusat peredaran, matahari juga merupakan pusat sumber tenaga di lingkungan tata surya. Matahari terdiri dari inti dan tiga lapisan kulit, masing-masing fotosfer, kromosfer dan korona. Untuk terus bersinar, matahari, yang terdiri dari gas panas menukar zat hidrogen dengan zat helium melalui reaksi fusi nuklir pada kadar 600 juta ton, dengan itu kehilangan empat juta ton massa setiap saat.

Matahari dipercayai terbentuk pada 4,6 miliar tahun lalu. Kepadatan massa matahari adalah 1,41 berbanding massa air. Jumlah tenaga matahari yang sampai ke permukaan Bumi yang dikenali sebagai konstan surya menyamai 1.370 watt per meter persegi setiap saat.

` Untuk memanfaatkan potensi energi surya tersebut, ada 2 (dua) macam teknologi yang sudah diterapkan, yaitu teknologi energi surya termal dan energi surya fotovoltaik. Energi surya termal pada umumnya digunakan untuk memasak (kompor surya), mengeringkan hasil pertanian (perkebunan, perikanan, kehutanan, tanaman pangan) dan memanaskan air. Energi surya fotovoltaik digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik, pompa air, televisi, telekomunikasi, dan lemari pendingin di Puskesmas dengan kapasitas total ± 6 MW.


(20)

2.1 Energi Matahari

Energi surya atau matahari telah dimanfaatkan di banyak belahan dunia dan jika dieksplotasi dengan tepat, energi ini berpotensi mampu menyediakan kebutuhan konsumsi energi dunia saat ini dalam waktu yang lebih lama. Matahari dapat digunakan secara langsung untuk memproduksi listrik atau untuk memanaskan bahkan untuk mendinginkan. Potensi masa depan energi surya hanya dibatasi oleh keinginan kita untuk menangkap kesempatan.

2.1.1. Klasifikasi Energi Matahari.

Solar Energi Panel dari NASA National Aeronautic and Space Administration) tahun 1997 mengklasifikasikan penggunaan energi matahari ke dalam dua sistem koleksi yaitu sistem koleksi alamiah dan sistem koleksi teknologi. Dari pengklasifikasian diatas untuk koleksi alamiah yaitu air, angin, bahan bakar organik dan perbedaan temperatur lautan sedangkan untuk koleksi teknologi terdapat dua aplikasi utama dari energi matahari yaitu produksi listrik (fotovoltaik) dan produksi panas thermal.

Fotovoltaik digunakan untuk mengkonversikan intensitas radiasi matahari menjadi energi listrik. Energi panas dihasilkan juga dari radiasi matahari dan dapat dikumpulkan atau dipusatkan dengan pengumpul (kolektor). Energi panas ini biasanya digunakan untuk kolektor matahari, pompa-pompa pemanas dan lain-lain.

2.1.2. Radiasi Surya.

Intensitas radiasi matahari akan berkurang oleh penyerapan dan pemantulan oleh atmosfer saat sebelum mencapai permukaan bumi. Ozon di atmosfer menyerap radiasi dengan panjang gelombang pendek ( ultraviolet ) sedangkan karbondioksida dan uap air menyerap sebagian radiasi dengan panjang gelombang yang lebih panjang ( infra merah ). Selain pengurangan radiasi bumi langsung ( sorotan ) oleh penyerapan tersebut, masih ada radiasi yang dipancarkan oleh molekul-molekul gas, debu dan uap air dalam atmosfer.


(21)

Ada tiga macam cara radiasi matahari/surya sampai ke permukaan bumi yaitu :

a. Radiasi langsung ( Beam / Direct Radiation ).

Adalah radiasi yang mencapai bumi tanpa perubahan arah atau radiasi yang diterima oleh bumi dalam arah sejajar sinar datang.

b. Radiasi hambur ( Diffuse Radiation ).

Adalah radiasi yang mengalami perubahan akibat pemantulan dan penghamburan.

c. Radiasi total ( Global Radiation ).

Adalah penjumlahan radiasi langsung dan radiasi hambur. Misalnya data untuk suatu permukaan miring yang menghadap tanah tertutup salju serta menerima komponen radiasi karena pemantulan harus dirinci dulu kondisi saljunya yaitu sifat pantulannya ( Reflektansi ). Karena itu radiasi total pada suatu permukaan bidang miring biasanya dihitung.

Besarnya energi yang dapat diperoleh dari radiasi surya adalah perkalian intensitas radiasi yang diterima dengan luasan dengan persamaan :

E = Ir x A

dimana :

Ir = Intensitas radiasi matahari ( W/m2) A = Luas permukaan (m2)

2.1.3. Sel Surya.

Sel surya terbuat dari potongan silikon yang sangat kecil dengan dilapisi bahan kimia khusus untuk membentuk dasar dari sel surya. Sel surya pada umumnya memiliki ketebalan minimum 0,3 mm yang terbuat dari irisan bahan semikonduktor dengan kutub positif dan negatif. Tiap sel surya biasanya


(22)

menghasilkan tegangan 0,5 volt. Sel surya merupakan elemen aktif ( Semikonduktor ) yang memanfaatkan efek fotovoltaik untuk merubah energi surya menjadi energi listrik.

Pada sel surya terdapat sambungan ( junction ) antara dua lapisan tipis yang terbuat dari bahan semikonduktor yang masing-masing diketahui sebagai semikonduktor jenis “P” ( positif ) dan semikonduktor jenis “N” ( negatif ). Semikonduktor jenis-N dibuat dari kristal silikon dan terdapat juga sejumlah material lain ( umumnya posfor ) dalam batasan bahwa material tersebut dapat memberikan suatu kelebihan elektron bebas.

Elektron adalah partikel sub atom yang bermuatan negatif, sehingga silikon paduan dalam hal ini disebut sebagai semikonduktor jenis-N ( Negatif ). Semikonduktor jenis-P juga terbuat dari kristal silikon yang didalamnya terdapat sejumlah kecil materi lain ( umumnya boron ) yang mana menyebabkan material tersebut kekurangan satu elektron bebas. Kekurangan atau hilangnya elektron ini disebut lubang ( hole ). Karena tidak ada atau kurangnya elektron yang bermuatan listrik negatif maka silikon paduan dalam hal ini sebagai semikonduktor jenis-P ( Positif ).

2.1.4 Aplikasi Energi Matahari

Energi matahari merupakan energi yang utama bagi kehidupan di bumi ini. Berbagai jenis energi, baik yang terbarukan maupun tak-terbarukan merupakan bentuk turunan dari energi ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Energi yang merupakan turunan dari energi matahari misalnya:

• Energi angin yang timbul akibat adanya perbedan suhu dan tekanan satu tempat dengan tempat lain sebagai efek energi panas matahari.

• Energi air karena adanya siklus hidrologi akibat dari energi panas matahari yang mengenai bumi.

• Energi biomassa karena adanya fotosintesis dari tumbuhan yang notabene menggunakan energi matahari.


(23)

• Energi fosil yang merupakan bentuk lain dari energi biomassa yang telah mengalami proses selama berjuta-juta tahun.

Selain itu energi panas matahari juga berperan penting dalam menjaga kehidupan di bumi ini. Tanpa adanya energi panas dari matahari maka seluruh kehidupan di muka bumi ini pasti akan musnah karena permukaan bumi akan sangat dingin dan tidak ada makluk yang sanggup hidup di bumi.

Ada beberapa cara pemanfaatan energi panas matahari yaitu: a. Pemanasan Air

Penyediaan air panas sangat diperlukan oleh masyarakat, baik untuk mandi maupun untuk alat antiseptik pada rumah sakit dan klinik kesehatan. Penyediaan air panas ini memerlukan biaya yang besar karena harus tersedia sewaktu-waktu dan biasanya untuk memanaskan digunakan energi fosil ataupun energi listrik. Namun dengan menggunakan pemanas air tenaga surya maka hal ini bukan merupakan masalah karena pemanasan air dilakukan dengan menyerap panas matahari dengan menggunakan kolektor sehingga tidak memerlukan biaya bahan bakar.

Sistem pemanasan air dengan memanfaatkan radiasi surya biasanya dibuat dengan menggunakan solar kolektor yaitu jenis solar kolektor plat datar.


(24)

Berikut adalah gambar diagram sistem pemanasan air dengan menggunakan sinar matahari.

Gambar 2.1 Diagram sistem pemanasan air dengan sinar matahari. Sumber : lit.11

Prinsip kerjanya adalah panas dari matahari diterima oleh kolektor yang terdapat di dalam terdapat pipa-pipa berisi air. Panas yang diterima kolektor akan diserap oleh air yang berada di dalam pipa sehingga suhu air meningkat. Air dingin dialirkan dari bawah sedangkan air panasnya dialirkan lewat atas karena massa jenis air panas lebih kecil daripada massa jenis air dingin (prinsip thermosipon). Air ini lalu masuk ke dalam penyimpan panas. Pada penyimpan panas, panas dari air ini dipindahkan ke pipa berisi air yang lain yang merupakan persediaan air untuk mandi/antiseptik. Sedangkan air yang berasal dari kolektor akan diputar kembali ke kolektor dengan menggunakan pompa atau hanya menggunakan prinsip thermosipon. Persediaan air panas akan disimpan di dalam tangki penyimpanan yang terbuat dari bahan isolator thermal. Pada sistem ini terdapat pengontrol suhu jika suhu air panas yang dihasilkan kurang dari yang


(25)

diinginkan maka air akan dimasukkan kembali ke tangki penyimpan panas untuk dipanaskan kembali.

Kolektor yang digunakan pada pemanas air tenaga panas matahari ini adalah kolektor surya plat datar yang bagian atasnya terbuat dari kaca yang berwarna hitam redup sedangkan bagian bawahnya terbuat dari bahan isolator yang baik sehingga panas yang terserap kolektor tidak terlepas ke lingkungan. Air panas di dalam kolektor bisa mencapai 82 C sedangkan air panas yang dihasilkan tergantung keinginan karena sistem dilengkapi pengontrol suhu.

b. Pembangkitan Listrik

` Prinsipnya hampir sama dengan pemanasan air hanya pada pembangkitan listrik, sinar matahari diperkuat oleh kolektor pada suatu titik fokus untuk menghasilkan panas yang sangat tinggi bahkan bisa mencapai suhu 3800 C. Pipa yang berisi air dilewatkan tepat pada titik fokus sehingga panas tersebut diserap oleh air di dalam pipa. Panas yang sangat besar ini dibutuhkan untuk mengubah fase cair air di dalam pipa menjadi uap yang bertekanan tinggi. Uap bertekanan tinggi yang di hasilkan ini kemudian digunakan untuk menggerakkan turbin uap yang kemudian akan memutar generator untuk menghasilkan listrik.


(26)

Berikut gambar skema pembangkit listrik dengan sinar matahari

Gambar 2.2 Sistem pembangkit listrik dengan sinar matahari Sumber: lit.5 hal 30


(27)

c. Distilasi Air

Salah satu bentuk aplikasi dari sinar matahari adalah untuk proses destilasi air. Adapun skema destilasi air dengan menggunakan sinar matahari terlihat pada gambar berikut.

Gambar 2.3 sistem destilasi air dengan sinar matahari Sumber : lit 10

Cara kerjanya adalah sebuah kolam yang dangkal, dengan kedalaman 25 mm hingga 50 mm, ditututup oleh kaca. Air yang dipanaskan oleh radiasi matahari, sebagian menguap, sebagian uap itu mengembun pada bagian bawah dari permukaan kaca yang lebih dingin. Kaca tersebut dimiringkan sedikit 10 derajat untuk memungkinkan embunan mengalir karena gaya berat menuju ke saluran penampungan yang selanjutnya dialirkan ke tangki penyimpanan.

d. Kompor Matahari

Prinsip kerja dari kompor matahari adalah dengan memfokuskan panas yang diterima dari matahari pada suatu titik menggunakan sebuah cermin cekung besar sehingga didapatkan panas yang besar yang dapat digunakan untuk menggantikan panas dari kompor minyak atau kayu bakar.


(28)

Adapun skema gambar kompor matahari terlihat pada gambar berikut.

Gambar 2.4 kompor matahari Sumber : lit.12

Untuk diameter cermin sebesar 1,3 meter kompor ini memberikan daya thermal sebesar 800 watt pada panci. Dengan menggunakan kompor ini maka kebutuhan akan energi fosil dan energi listrik untuk memasak dapat dikurangi. 2. 2. Kolektor Surya

Kolektor surya merupakan suatu alat yang berfungsi untuk mengumpulkan energi matahari yang masuk dan diubah menjadi energi thermal dan meneruskan energi tersebut ke fluida. Kolektor surya memiliki beberapa komponen yaitu : transmisi, refleksi, dan absorbsi. Komponen transmisi dapat diperoleh dengan- menggunakan kaca, refleksi dari elemen cermin dan absorber dari bahan aluminium atau kuningan yang dilapisi dengan permukaan benda hitam.Komponen utama kolektor surya adalah cover yang berfungsi sebagai penutup kolektor yang transparan, absorber untuk menyerap energi dan mengkonversikan energi matahari menjadi energi thermal, insulation untuk


(29)

menahan panas dalam kolektor, saluran atau kanal untuk mengalirkan fluida pembawa energi matahari. Jadi dapat disimpulkan secara prinsip bahwa metode kerja dari kolektor surya adalah sama yaitu menyerap sinar matahari.

Ada beberapa jenis kolektor surya, dimana kolektor surya ini dibuat berdasakan sifat dan kegunaannya, diantaranya :

a. Kolektor Surya Prismatik

Kolektor surya tipe prismatik adalah kolektor surya yang dapat menerima energi radiasi dari segala posisi matahari. Kolektor jenis ini juga dapat digolongkan dalam kolektor plat datar dengan permukaan kolektor berbentuk prisma yang tersusun dari empat bidang yang berbentuk prisma, dua bidang berbentuk segitiga sama kaki dan dua bidang berbentuk segi empat siku – siku sehingga dapat lebih optimal proses penyerapan. Tipe kolektor jenis Prismatik ini dapat dilihat seperti gambar berikut.

Gambar 2.5. Skema sistim kolektor surya prismatik Sumber : lit.9

Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa panas dari sinar matahari akan diserap oleh plat kolektor yang telah di cat warna hitam. Suplai air dingan masuk


(30)

melalui pipa sirkulasi air dan akan melewati plat kolektor tersebut. Hal ini menyebabkan air yang keluar dari plat kolektor tersebut akan menjadi panas. Air panas yang keluar dari plat kolektor akan ditampung pada tangki air, seperti terlihat pada gambar 2.1.

b. Kolektor Surya plat Datar

Kolektor surya type plat datar adalah type kolektor surya yang dapat menyerap energi matahari dari sudut kemiringan tertentu sehingga pada pross penggunaanya dapat lebih mudah dan lebih sederhana. Dengan bentuk persegi panjang seperti pada gambar berikut :

Gambar 2.6. kolektor surya plat datar Sumber : lit 8

C. kolektor surya parabolic

Kolektor surya jenis parabolic biasanya digunakan untuk pembangkitan listrik dan untuk pemanasan air. Ada dua jenis kolektor surya parabolic yaitu :

 Kolektor surya parabolik memanjang


(31)

Berikut adalah gambar kolektor surya parabolic memanjang:

Gambar 2.7 Kolektor surya parabolik memanjang Sumber : lit.13

Berikut adalah gambar kolektor surya parabolic cakram:

Gambar 2.8 Kolektor surya parabolik cakram Sumber : lit.13


(32)

2. 3. Tinjauan perpindahan panas

Sebagai suatu gambaran mengenai tiga cara perpindahan panas dalam sebuah alat pemanas cairan surya, panas mengalir secara konduktif sepanjang pelat penyerap dan melalui dinding saluran. Kemudian panas dipindahkan ke fluida dalam saluran dengan cara konveksi, apabila sirkulasi dilakukan dengan sebuah pompa, maka disebut konveksi paksa. Pelat penyerap yang panas itu melepaskan panas ke plat penutup kaca ( umumnya menutupi kolektor) dengan cara konveksi alamiah dan dengan cara radiasi.

Bila dua benda atau lebih terjadi kontak termal maka akan terjadi aliran kalor dari benda yang bertemperatur lebih tinggi ke benda yang bertemperatur lebih rendah, hingga tercapainya kesetimbangan termal.

Proses perpindahan panas ini berlangsung dalam 3 mekanisme, yaitu : konduksi, konveksi dan radiasi.

2. 3. 1. Konduksi.

Panas mengalir secara konduksi dari daerah yang bertemperatur tinggi ke daerah yang bertemperatur rendah. Proses perpindahan kalor secara konduksi bila dilihat secara atomik merupakan pertukaran energi kinetik antar molekul (atom), dimana partikel yang energinya rendah dapat meningkat dengan menumbuk partikel dengan energi yang lebih tinggi.

Sebelum dipanaskan atom dan elektron dari logam bergetar pada posisi setimbang. Pada ujung logam mulai dipanaskan, pada bagian ini atom dan elektron bergetar dengan amplitudi yang makin membesar. Selanjutnya bertumbukan dengan atom dan electron disekitarnya dan memindahkan sebagian energinya. Kejadian ini berlanjut hingga pada atom dan elektron di ujung logam yang satunya. Konduksi terjadi melalui getaran dan gerakan elektron bebas.

Pada umumnya, bahan yang dapat menghantar arus listrik dengan sempurna (logam) merupakan penghantar yang baik juga untuk kalor dan sebaliknya. Selanjutnya bila diandaikan sebatang besi atau sembarang jenis logam dan salah satu ujungnya diulurkan ke dalam nyala api. Dapat diperhatikan bagaimana kalor dipindahkan dari ujung yang panas ke ujung yang dingin. Apabila ujung batang logam tadi menerima energi kalor dari api, energi ini akan


(33)

      = dx dT KA -q

memindahkan sebahagian energi kepada molekul dan elektron yang membangun bahan tersebut. Molekul dan elektron merupakan alat pengangkut kalor di dalam bahan menurut proses perpindahan kalor konduksi. Dengan demikian dalam proses pengangkutan kalor di dalam bahan, aliran electron akan memainkan peranan penting .

Besarnya kalor yang berpindah pada perpindahan kalor secara konduksi akan berbanding lurus dengan gradient temperatur pada benda tersebut.

Laju perpindahan panas konduksi dapat dinyatakan dengan Hukum Fourrier sebagai berikut :

………..( 2. 1 ) Dimana: q = Laju perpindahan panas ( W )

K = Kondukt ifitas Termal ( W / (m.K))

A = Luas penampang yang terletak pada aliran panas (m2) dT/dx = Gradien temperatur dalam arah aliran panas ( k/m )

Tanda minus ( - ) digunakan untuk menunjukkan bahwa arah perpindahan kalor bergerak dari daerah yang bertemperatur tinggi menuju daerah bertemperatur rendah.

Dari persamaan 2.1 dapat dilihat bahwa besarnya laju perpindahan kalor juga ditentukan oleh Konduktifitas termal (K) dari suatu bahan. Berikut adalah Konduktivitas termal untuk beberapa bahan pada 00C:

Tabel 2.1 Kondukt ivitas termal untuk beberapa bahan :

Bahan

k (W/m.C

o

)

Bahan

k (W/m.C

o

)

Aluminium

202

Batu pasir

1,83

Tembaga

385

magnesit

4,15

nikel

93

Serbuk gergaji

0,059

Besi

73

Air raksa

8,21

Timbal

35

air

0,56

Perak

410

hidrogen

0,175

Baja karbon,1% C

43

udara

0,024


(34)

2. 3. 2. Konveksi

Yang dimaksud dengan aliran ialah pengangkutan ka1or oleh gerak dari zat yang dipanaskan. Proses perpindahan ka1or secara aliran/konveksi merupakan satu fenomena permukaan. Proses konveksi hanya terjadi di permukaan bahan. Jadi dalam proses ini struktur bagian dalam bahan kurang penting. Keadaan permukaan dan keadaan sekelilingnya serta kedudukan permukaan itu adalah yang utama. Lazimnya, keadaan keseirnbangan termodinamik di dalam bahan akibat proses konduksi, suhu permukaan bahan akan berbeda dari suhu sekelilingnya. Dalam hal ini dikatakan suhu permukaan adalah T1 dan suhu udara sekeliling adalah T2 dengan Tl>T2. Kini terdapat keadaan suhu tidak seimbang diantara bahan dengan sekelilingnya.

Udara yang mengalir diatas suatu permukaan logam pada sebuah alat pemanas udara surya, dipanasi secara konveksi yaitu konveksi paksa dan konveksi alamiah, apabila aliran udara disebabkan oleh blower maka disebut sebagai konveksi paksa dan apabila disebabkan oleh gradien massa jenis maka disebut sebagai konveksi alamiah.

Perpindahan kalor dengan jalan aliran dalam industri kimia merupakan cara pengangkutan kalor yang paling banyak dipakai. Oleh karena konveksi hanya dapat terjadi melalui zat yang mengalir, maka bentuk pengangkutan ka1or ini hanya terdapat pada zat cair dan gas. Pada pemanasan zat ini terjadi aliran, karena masa yang akan dipanaskan tidak sekaligus di bawa kesuhu yang sama tinggi. Oleh karena itu bagian yang paling banyak atau yang pertama dipanaskan memperoleh masa jenis yang lebih kecil daripada bagian masa yang lebih dingin. Sebagai akibatnya terjadi sirkulasi, sehingga kalor akhimya tersebar pada seluruh zat.

Pada umumnya laju perpindahan panas dapat dinyatakan dengan hukum persamaan pendinginan Newton sbb.

q = h A ( Tw – T) watt ………..( 2. 2 )

Dimana h = Koefisien konveksi ( W / m2.K ) A = Luas permukaan kolektor surya ( m2 )


(35)

Tw = Temperatur dinding ( K ) T = Temperatur fluida ( K )

Q = Laju perpindahan panas ( Watt )

Pada perpindahan kalor secara konveksi, energi kalor ini akan dipindahkan ke sekelilingnya dengan perantaraan aliran fluida. Oleh karena pengaliran fluida melibatkan pengangkutan masa, maka selama pengaliran fluida bersentuhan dengan permukaan bahan yang panas, suhu fluida akan naik. Gerakan fluida melibatkan kecepatan yang seterusnya akan menghasilkan aliran momentum. Jadi masa fluida yang mempunyai energi termal yang lebih tinggi akan mempunyai momentum yang juga tinggi. Peningkatan momentum ini bukan disebabkan masanya akan bertambah. Malahan masa fluida menjadi berkurang karena kini fluida menerima energi kalor.

Fluida yang panas karena menerima kalor dari permukaan bahan akan naik ke atas. Kekosongan tempat akibat massa fluida yang telah naik itu, diisi pula oleh massa fluida yang bersuhu rendah. Setelah masa ini juga menerima energi kalor dari permukan bahan, massa ini juga akan naik ke atas permukaan meninggalkan tempat asalnya. Kekosongan ini diisi pula oleh masa fluida bersuhu rendah yang lain. Proses ini akan berlangsung berulang-ulang. Dalam kedua proses konduksi dan konveksi, faktor yang paling penting yang menjadi penyebab dan pendorong proses tersebut adalah perbedaan suhu. Apabila perbedaan suhu .terjadi maka keadaan tidak stabil akan terjadi. Keadaan tidak stabil ini perlu diselesaikan melalui proses perpindahan kalor.

Dalam pengamatan proses perpindahan kalor konveksi, masalah yang utama terletak pada cara mencari metode penentuan nilai h dengan tepat. Nilai koefisien ini tergantung kepada banyak faktor. Jumlah kalor yang dipindahkan, bergantung pada nilai h. Jika cepatan medan tetap, artinya tidak ada pengaruh luar yang mendoromg fluida bergerak, maka proses perpindahan ka1or berlaku. Sedangkan bila kecepatan medan dipengaruhi oleh unsur luar seperti kipas atau peniup, maka proses konveksi yang akan terjadi merupakan proses perpindahan kalor konveksi paksa. Yang membedakan kedua proses ini adalah dari nilai koefisien h-nya.


(36)

2. 3. 3. Radiasi

Radiasi surya adalah radiasi gelombang pendek yang diserap oleh plat penyerap sebuah kolektor surya dan diubah menjadi panas. Oleh karena itu plat

penyerap harus memiliki harga α yang setinggi – tingginya dalam batas yang masih praktis. Plat penyerap yang menjadi panas memancarkan radiasi termal dalam daerah panjang gelombang yang panjang (infra merah) kerugian radiasi ini dapat dikurangi sehingga sangat kecil dengan cara menggunakan permukaan

khusus yang memiliki harga absorpsivitas yang tinggi (α, tinggi) dalam daerah panjang gelombang pendek (radiasi surya) dan harga emisivitas yang rendah ( ε, rendah ) dalam daerah infra merah. Permukaan semacam itu disebut permukaan selektif. Salah satu diantaranya adalah khrom hitam (Black chrome) yang

mempunyai harga α = 0.90 dan ε = 0.12.

Penukaran panas netto secara radiasi termak antara dua badan ideal (Hitam) adalah :

……….( 2. 3 ) Dimana σ = Stefan – Boltzman yang besarnya 5.67 x 10-8 W / m2.K 4

T = Temperatur mutlak Benda ( K ) A = Luas Bidang (m2)

(

T T

)

watt

q 24

4 1

.Α − =σ


(37)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan di laboratorium solar energi Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Waktu penelitian dilakukan sekitar 4 bulan.

3.2 Parameter dan Alat 3.2.1 Parameter

Parameter yang menjadi objek pengujian ini adalah : 1. Temperatur air

2. Laju aliran air 3. Sudut penyinaran. 3.2.2 Alat

Alat yang dipakai dalam eksperimental ini terdiri dari : 1. Solar Energi Demonstrator tipe LS 17055-2

2. lux meter digunakan untuk mengukur intensitas cahaya bola lampu 3. Stopwatch digunakan untuk menentukan waktu selama proses pengujian 4. Penggaris digunakan untuk mengukur level air pada storage tank

5. Busur derajat untuk mengukur sudut kemiringan penyinaran bola lampu 3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang dipergunakan dalam pengujian ini adalah data primer, merupakan data yang diperoleh langsung dari pengukuran dan pembacaan pada unit instrumentasi dan alat ukur pada masing-masing pengujian.


(38)

3.4 Metode Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari data primer diolah ke dalam rumus empiris, kemudian data dari perhitungan disajikan dalam bentuk tabulasi dan grafik

3.5. Proses Penelitian

Proses penelitian ini dilakukan dengan menggunakan solar energi demonstrator . Adapun langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut:

1. Mengisi air kedalam storage tank dengan level ketinggian air 12 cm 2. Menghidupkan solar energi demonstrator dan pompa

3. Mencatat temperatur awal (T1, T2, T3)

4. Mengatur laju aliran air (flow rate) dengan memutar pressure gauge sampai di dapat laju aliran yang diiginkan.

5. Mengatur sudut kemiringan pencahayaan bola lampu dengan menggunakan busur derajat

6. Mengukur intensitas cahaya bola lampu dengan menggunakan lux meter 7. Mencatat temperatur T1, T2, T3 yang tertera

8. Menganalisa data yang diperoleh dari hasil pengujian dan menghitung efisiensi termal

9. Mengulangi pengujian dengan laju aliran dan sudut pencahayaan bola lampu yang berbeda


(39)

Diagram alir proses penelitian ini dapat dilihat dilihat pada gambar 3.1

Gambar 3.1 Diagram alir proses penelitian

Mulai

Mengisi air ke dalam storage tank dengan level air 12 cm

Mencatat temperatur temperatur awal (T1, T2, T3)

• Mengatur laju aliran air (flow rate) : a L/menit • Mengatur sudut

pencahayaan lampu (angle spot light) : b 0

Mengukur intensitas cahaya dua bola lampu (double spot light)

Mencatat temperatur T1, T2, T3 setiap menit selama 25 menit

Menganalisa data (menghitung efisiensi termal)

Mengulangi pengujian dengan laju aliran dan sudut penyinaran yang berbeda


(40)

Gambar alat uji yang digunakan ;

12

1

2

3

4

5

6

7

11

10

9

8

Gambar 3.2 solar energy demonstrator type LS – 17055-2

Keterangan gambar diatas : 1. storage tank

2. Flow meter 3. temperatur meter

4. temperatur selector switch 5. Spot light selector switch 6. main on/of switch

7. pump ON/OFF switch 8. pump

9. overflow valve 10.pressure gauge 11.solar collector


(41)

Adapun spesifikasi pada alat uji ini adalah:

Tabel 3.1 Spesifikasi Peralatan Solar Energy Demonstration

Type LS 17055-2

Electrical requirements 230 VAV, 50 Hz

Gross weight 60 KG

Overall dimensions 1200 x 800 x 700 mm (L x W x H)

Origin Made In Malaysia

Gambar alat ukur intensitas (luxmeter)

Gambar 3.3 Lux meter

Spesifikasi luxmeter :

Tampilan : LCD dengan indikasi LUX, fc, lobat, MAX, HOLD, Polaritas : automatis

Indikasi pengukuran di luar rentang : akan muncul “1” Tingkat pengukuran : 1,5 kali per detik


(42)

Temperatur penyimpanan : -100C - 600C Akurasi : ± 5% rdg ± 10 digit ( < 10000 lux/fc)

± 10% rdg ± 10 digit (> 10000 lux/fc ) Kemampuan pengulangan : ± 2%

Karakteristik temperatur : ± 0,1% / 0C Baterai : 12V, A23


(43)

BAB IV

HASIL DAN ANALISA PENGUJIAN

4.1 Perubahan Temperatur Air Tiap Menit

Proses yang dilakukan dalam pengujian ini yaitu pemanasan air dalam solar kolektor dengan memanfaatkan sinar dari bola lampu ( single spot light ). Panas yang dipancarkan bola lampu tersebut akan diterima solar kolektor yang kemudian akan memanaskan air yang mengalir dari pipa kolektor tersebut. Selama proses pengujian, perubahan temperatur air di solar koletor tiap menit di catat untuk mengetahui rata rata perubahan temperatur air tersebut.

Dalam proses pengujian ini, perubahan temperatur air di solar kolektor tiap menit akan dipengaruhi oleh sudut penyinaran cahya dari bola lampu dan laju aliran ( flow rate ) air yang menglir pada pipa kolektor, sehingga pada pengujian ini dibuat variasi laju aliran dan sudut penyinaran.

Variasi sudut penyinaran yang digunakan adalah 45 o , 60 o, 75 o, 90 o. Sudut tersebut diukur dari bidang horizontal kearah sumbu vertikal (koordinat sumbu Y negatif), dimana dua bola lampu tersebut berada diatas bidang kolektor. Penentuan sudut penyinaran tersebut dimulai dari sudut 45 o karena sudut penyinaran (radiasi yang dipancarkan oleh dua bola lampu) yang paling kecil yang dapat terbentuk terhadap bidang pipa – pipa kolektor adalah sudut 45 o, sedangkan sudut yang terbentuk paling besar adalah sudut 90 o dimana radiasi dari dua bola lampu (double spot light) tegak lurus pada bidang pipa – pipa kolektor.

Variasi dari laju aliran air (flow rate) yang digunakan adalah 3, 4, 5, 6, 7 LPM (liter per menit). Penentuan laju aliran ini yang di mulai dari 3 LPM karena laju aliran air yang paling kecil yang dapat digunakan pada alat solar energi demonstrator tipe LS 27015 adalah 3 LPM sebab jika laju aliran yang digunakan dibawah 3 LPM atau mendekati 2 LPM maka alat ini akan menimbulkan getaran / vibrasi pada bidang pipa – pipa kolektor. Getaran / vibrasi ini timbul akibat dari kecilnya laju aliran air sehingga volume air yang dipompakan / dialirkan ke pipa – pipa kolektor tidak memenuhi luas penampang pipa kolektor, dimana luas penampang dari pipa kolektor adalah 0.095 m2. Sedangkan laju aliran air yang


(44)

paling besar yang dapat digunakan adalah 7 LPM karena apabila laju aliran air yang digunakan lebih dari 7 LPM atau mendekati 8 LPM maka pipa – pipa kolektor tidak dapat menahan tumbukan dari molekul air disepanjang penampang pipa apalagi disetiap lekukan pipa kolektor. Pipa kolektor ini tidak mampu menahan laju aliran air diatas 7 LPM akibat dari luas penampang pipa yang kecil.

Perubahan temperatur air di storage tank tiap menit dengan sudut penyinaran dan kecepatan aliran air yang berbeda, dapat dilihat pada keterangan berikut ini.

a. Sudut Penyinaran 45o

Pada sudut penyinaran 45o intensitas cahaya yang dipancarkan oleh bola lampu (single spot light) yang dapat diterima oleh solar kolektor adalah 19.300 lux. Penyinaran yang dilakukan secara terus menerus selama dua puluh lima menit membuat temperatur dibawah lampu penyinaran yang merupakan daerah di sekitar solar kolektor (T2) cenderung meningkat, hal ini juga membuat terjadinya perindahan panas terhadap pipa solar kolektor, sehingga membuat temperatur air meningkat selama mengalir pada pipa solar koolektor.

Perubahan temperatur air pada storage tank tiap menit selama 25 menit dengan sudut penyinaran single spot light sebesar 450 dapat dilihat pada grafik 4.1,berikut.


(45)

Gambar 4.1 grafik perubahan temperatur vs waktu untuk sudut penyinaran 450 Dari grafik 4.1 dapat ditentukan rata rata perubahan temperatur air pada solar kolektor tiap menit selama 25 menit:

 Pada sudut penyinaran 450, dengan laju aliran 3 LPM mempunyai rata rata kenaikan temperatur 0.240C/menit, dan total kenaikan temperatur pada storage tank sebesar 5.9 0C.

 Pada sudut penyinaran 450, dengan laju aliran 4 LPM mempunyai rata rata kenaikan temperatur 0.26 0C/menit, dan total kenaikan temperatur pada storage tank sebesar 6.5 0C.

 Pada sudut penyinaran 450, dengan laju aliran 5 LPM mempunyai rata rata kenaikan temperatur 0.260C/menit, dan total kenaikan temperatur pada storage tank sebesar 6.5 0C.

 Pada sudut penyinaran 450, dengan laju aliran 6 LPM mempunyai rata rata kenaikan temperatur 0.270C/menit, dan total kenaikan temperatur pada storage tank sebesar 6,9 0C.


(46)

 Pada sudut penyinaran 450, dengan laju aliran7 LPM mempunyai rata rata kenaikan temperatur 0.280C/menit, dan total kenaikan temperatur pada storage tank sebesar 7.1 0C.

Dari data tersebut, maka diperoleh rata rata kenaikan temperatur air terbesar pada storage tank yaitu sebesar 0.290C/menit pada laju aliran 7 LPM, sedangkan rata rata kenaikan yang terkecil yaitu sebesar 0.240C/menit pada laju aliran 3 LPM. Rata rata kenaikan temperatur air pada storage tank ini akan naik pada saat laju aliran diperbesar. Dari data data diatas, tampak bahwa bila laju aliran divariasikan, berpengaruh pada kenaikan temperatur, dimana semakin besar laju aliran ( flow rate ) air makin rata - rata kenaikan temperatur air semakin besar.

b. Sudut Penyinaran 60o

Pada sudut penyinaran 60o intensitas cahaya yang dipancarkan oleh bola lampu (single spot light) yang dapat diterima oleh solar kolektor adalah 20.700 lux. Penyinaran yang dilakukan secara terus menerus selama dua puluh lima menit membuat temperatur dibawah lampu penyinaran yang merupakan daerah di sekitar solar kolektor (T2) cenderung meningkat, hal ini juga membuat terjadinya perindahan panas terhadap solar kolektor, sehingga membuat temperatur air meningkat selama mengalir pada pipa solar kolektor.

Perubahan temperatur air pada solar kolektor tiap menit selama 25 menit dengan sudut penyinaran single spot light sebesar 600 dapat dilihat pada grafik 4.2 berikut berikut.


(47)

Gambar 4.2 grafik perubahan temperatur vs waktu untuk sudut penyinaran 600 Dari grafik 4.2 dapat ditentukan rata rata perubahan temperatur air pada solar kolektor tiap menit selama 25 menit:

 Pada sudut penyinaran 450, dengan laju aliran 3 LPM mempunyai rata rata kenaikan temperatur 0.240C/menit, dan total kenaikan temperatur pada storage tank sebesar 6,20C.

 Pada sudut penyinaran 450, dengan laju aliran 4 LPM mempunyai rata rata kenaikan temperatur 0.256 0C/menit, dan total kenaikan temperatur pada storage tank sebesar 6,5 0C.

 Pada sudut penyinaran 450, dengan laju aliran 5 LPM mempunyai rata rata kenaikan temperatur 0.2680C/menit, dan total kenaikan temperatur pada storage tank sebesar 6.7 0C.


(48)

 Pada sudut penyinaran 450, dengan laju aliran 6 LPM mempunyai rata rata kenaikan temperatur 0.280C/menit, dan total kenaikan temperatur pada storage tank sebesar 7 0C.

 Pada sudut penyinaran 450, dengan laju aliran7 LPM mempunyai rata rata kenaikan temperatur 0.3160C/menit, dan total kenaikan temperatur pada storage tank sebesar 7.9 0C.

Dari data tersebut, maka diperoleh rata rata kenaikan temperatur air terbesar pada storage tank yaitu sebesar 0.3160C/menit pada laju aliran 7 LPM, sedangkan rata rata kenaikan yang terkecil yaitu sebesar 0.240C/menit pada laju aliran 3 LPM. Rata rata kenaikan temperatur air pada storage tank ini akan naik pada saat laju aliran diperbesar. Dari data data diatas, tampak bahwa bila laju aliran divariasikan, berpengaruh pada kenaikan temperatur, dimana semakin besar laju aliran ( flow rate ) air makin rata - rata kenaikan temperatur air semakin besar.

c. Sudut Penyinaran 75o

Pada sudut penyinaran 75o intensitas cahaya yang dipancarkan oleh bola lampu (single spot light) yang dapat diterima oleh solar kolektor tiap detik adalah 24200 lux. Penyinaran yang dilakukan secara terus menerus selama dua puluh lima menit membuat temperatur dibawah lampu penyinaran yang merupakan daerah di sekitar solar kolektor (T2) cenderung meningkat, hal ini juga membuat terjadinya perindahan panas terhadap solar kolektor, sehingga membuat temperatur air meningkat selama mengalir pada pipa solar koolektor

Perubahan temperatur air pada solar kolektor tiap menit selama 25 menit dengan sudut penyinaran (single spot light) sebesar 750 dapat dilihat pada grafik 4.3 berikut


(49)

Gambar 4.3 grafik perubahan temperatur vs waktu untuk sudut penyinara 750

Dari grafik 4.3 dapat ditentukan rata rata perubahan temperatur air pada solar kolektor tiap menit selama 25 menit:

 Pada sudut penyinaran 450, dengan laju aliran 3 LPM mempunyai rata rata kenaikan temperatur 0.280C/menit, dan total kenaikan temperatur pada storage tank sebesar 7,00C.

 Pada sudut penyinaran 450, dengan laju aliran 4 LPM mempunyai rata rata kenaikan temperatur 0.296 0C/menit, dan total kenaikan temperatur pada storage tank sebesar 7,4 0C.

 Pada sudut penyinaran 450, dengan laju aliran 5 LPM mempunyai rata rata kenaikan temperatur 0.3040C/menit, dan total kenaikan temperatur pada storage tank sebesar 7,6 0C.

 Pada sudut penyinaran 450, dengan laju aliran 6 LPM mempunyai rata rata kenaikan temperatur 0.320C/menit, dan total kenaikan temperatur pada storage tank sebesar 7,9 0C.


(50)

 Pada sudut penyinaran 450, dengan laju aliran7 LPM mempunyai rata rata kenaikan temperatur 0.340C/menit, dan total kenaikan temperatur pada storage tank sebesar 8,4 0C.

Dari data tersebut, maka diperoleh rata rata kenaikan temperatur air terbesar pada storage tank yaitu sebesar 0,34 0C/menit pada laju aliran 7 LPM, sedangkan rata rata kenaikan yang terkecil yaitu sebesar 0.280C/menit pada laju aliran 3 LPM. Rata rata kenaikan temperatur air pada storage tank ini akan naik pada saat laju aliran diperbesar. Dari data data diatas, tampak bahwa bila laju aliran divariasikan, berpengaruh pada kenaikan temperatur, dimana semakin besar laju aliran ( flow rate ) air maka kenaikan temperatur air semakin besar.

d. Sudut Penyinaran 90o

Pada sudut penyinaran 90o intensitas cahaya yang dipancarkan oleh bola lampu (single spot light) yang dapat diterima oleh solar kolektor tiap detik adalah 22300 lux. Penyinaran yang dilakukan secara terus menerus selama dua puluh lima menit membuat temperatur dibawah lampu penyinaran yang merupakan daerah di sekitar solar kolektor (T2) cenderung meningkat, hal ini juga membuat terjadinya perindahan panas terhadap solar kolektor, sehingga membuat temperatur air meningkat selama mengalir pada pipa solar koolektor

Perubahan temperatur air pada solar kolektor tiap menit selama 25 menit dengan sudut penyinaran single spot light sebesar 900 dapat dilihat pada gambar grafik 4.4 berikut:


(51)

Gambar 4.4 grafik perubahan temperatur vs waktu untuk sudut penyinaran 900

Dari grafik 4.4 dapat ditentukan rata rata perubahan temperatur air pada solar kolektor tiap menit selama 25 menit:

 Pada sudut penyinaran 450, dengan laju aliran 3 LPM mempunyai rata rata kenaikan temperatur 0.280C/menit, dan total kenaikan temperatur pada storage tank sebesar 7,00C.

 Pada sudut penyinaran 450, dengan laju aliran 4 LPM mempunyai rata rata kenaikan temperatur 0.29 0C/menit, dan total kenaikan temperatur pada storage tank sebesar 7,3 0C.

 Pada sudut penyinaran 450, dengan laju aliran 5 LPM mempunyai rata rata kenaikan temperatur 0.300C/menit, dan total kenaikan temperatur pada storage tank sebesar 7,5 0C.

 Pada sudut penyinaran 450, dengan laju aliran 6 LPM mempunyai rata rata kenaikan temperatur 0.3080C/menit, dan total kenaikan temperatur pada storage tank sebesar 7,70C.


(52)

 Pada sudut penyinaran 450, dengan laju aliran7 LPM mempunyai rata rata kenaikan temperatur 0.3160C/menit, dan total kenaikan temperatur pada storage tank sebesar 7,9 0C.

Dari data tersebut, maka diperoleh rata rata kenaikan temperatur air terbesar pada storage tank yaitu sebesar 0,316 0C/menit pada laju aliran 7 LPM, sedangkan rata rata kenaikan yang terkecil yaitu sebesar 0.280C/menit pada laju aliran 3 LPM. Rata rata kenaikan temperatur air pada storage tank ini akan naik pada saat laju aliran diperbesar. Dari data data diatas, tampak bahwa bila laju aliran divariasikan, berpengaruh pada kenaikan temperatur, dimana semakin besar laju aliran ( flow rate ) air maka kenaikan temperatur air semakin besar.

Dari keempat gambar grafik 4.1, 4.2, 4.3, dan 4.4 tersebut dapat dilihat bahwa kenaikan temperatur air di storage tank paling tinggi berada pada laju aliran 7 LPM di tiap sudut penyinaran, diikuti 6 LPM, 5 LPM, 4 LPM, dan 3 LPM.. laju aliran yang semakin besar akan menyebabkan kenaikan temperatur yang semakin besar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa besarnya laju aliran akan berbanding lurus dengan nilai perubahan temperatur air pada storage tank. semakin besar laju aliran air pada solar kolektor maka perubahan temperatur air pada akan semakin besar, sebaliknya semakin kecil laju aliran air pada solar kolektor maka perubahan temperatur air pada akan semakin kecil

4.2 Perhitungan Efisiensi Termal.

Bila ditinjau dari segi Perpindahan kalor, maka selama pemanasan air pada pipa kolektor,terjadi dua bentuk perpindahan kalor yaitu secara radiasi dan konveksi. Radiasi cahaya bola lampu (single spot light) dapat menaikkan temperatur T2. Meningkatnya temperatur T2 menunjukkan bahwa radiasi cahaya mempunyai kalor yang disebut dengan kalor radiasi.

Untuk mengetahui besarnya nilai efisiensi termal solar kolektor tergantung pada perbandingan jumlah energi keluar ( Qout ) dan energi masukan ( Qin) pada pipa kolektor.


(53)

a. Energi Masukan (Qin) pada pipa kolektor

Adapun energi masuk atau anergi yang diterima pipa kolektor adalah berasal dari radiasi cahaya bola lampu (single spot light). Besarnya energi yang dapat diperoleh pipa kolektor ini adalah perkalian jumlah intensitas radiasi bola lampu dengan luas permukaan pipa kolektor dengan persamaan :

E = Gt x A

dimana :

Gt = Intensitas bola lampu ( W/m2) A = Luas permukaan (m2)

Pada penelitian ini dilakukan variasi sudut penyinaran yaitu : 450, 600, 750, dan 900. Dimana setiap sudut penyinaran menghasilkan jumlah intensitas yang berbeda beda pada pipa kolektor.

Besarnya jumlah energi yang diterima yang diterima pipa kolektor ( Qin ) pada tiap sudut penyinaran adalah dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut :

Tabel 4.1 energi pada pipa kolektor sudut

peyinaran

Intensitas (W/m2)

luas permukaan

(m2)

Energi (J/s) 450 19.300 0.095 1833.5 600 20700 0.095 1966.5 750 24200 0.095 2299 900 22300 0.095 2118.5

Dari tabel tersebut tampak bahwa besarnya energi yang diterima solar kolektor akan berbanding lurus dengan jumlah intensitas. Semakin tinggi intensitas maka jumlah energi yang diterima pipa kolektor akan semakin besar. Dalam hal ini jumlah energi yang terbesar berada pada sudut penyinaran 750.


(54)

b. Energi keluar ( Qout ) pada pipa kolektor

Adapun energi keluar pipa kolektor adalah jumlah energi yang diterima air yang mengalir sepanjang pipa kolektor. perpindahan kalor dari pipa kolektor terhadap air terjadi secara konveksi. Karena air dipompakan dan mengalir sepanjang pipa kolektor maka terjadi konveksi paksa.

Besarnya kalor yang dapat diperoleh air yang mengalir sepanjang pipa kolektor ini dinyatakan dengan persamaan :

) ( o i p

u mc T T

q = − ……… (lit 3 hal 304)

Dimana: p

c = kalor spesifik air (4200J/Kg oC)

m = laju aliran air / flow rate (Kg/s) o

T = Temperatur air keluar pipa kolektor (oC) i

T = Temperatur awal air masuk pipa kolektor (oC).

c. Nilai efisiensi termal

Solar kolektor menyerap panas yang berasal dari penyinaran bola lampu. Panas yang diserap tersebut akan memanaskan air yang dialirkan melalui pipa kolektor.

Efisiensi termal dari solar kolektor yang digunakan pada penelitian ini, merupakan perbandingan antara energi masukan dengan energi keluaran pada pipa kolektor, ditentukan dengan persamaan :

Qout Qin = η


(55)

GtA To Ti mCp GtA

Q ( − )

= =

η ………(lit 7 hal 20)

Dimana:

η = Efisiensi termal solar kolektor

Gt = Intensitas lux normal diatas permukaan kolektor (lux) Cp = Kalor spesifik air (4200J/Kg0C)

A = Luas kolektor

Ti = Temperatur akhir dimana air keluar solar kolektor (oC) To = Temperatur awal dimana air masuk solar kolektor (oC) m = kecepatan aliran air / flow rate (Kg/s)

Satuan kecepatan aliran air (flow rate) yang digunakan sewaktu pengujian adalah Liter per Menit (L/min) atau LPM, sedangkan satuan yang diperlukan untuk mencari efisiensi termal adalah Kg/s. karena itu laju aliran tersebut di konversikan ke dalam bentuk kg/s.

Konversi Satuan kecepatan aliran air (flow rate) LPM ke Kg/s dapat ditentukan dengan rumus dibawah ini:

m = Nilai laju aliran dari pengujian x ρ……….. (lit 7 hal 20) 1 LPM = 0,000016667 m3/s

Dimana:

m = Kecepatan aliran air / laju aliran (Kg/s) ρ = Massa jenis air (1000 Kg/m3 )


(56)

4.3Efisiensi termal tiap menit.

Perhitungan nilai efisiensi termal pada tiap menit dibuat dengan menggunakan persamaan :

GtA T T mCp GtA

Q ( 3− 1) =

= η

Dimnana η = Efisiensi termal solar kolektor

Gt = Intensitas lux normal diatas permukaan kolektor (lux) Cp = Kalor spesifik air (4200J/Kg0C)

A = Luas kolektor (0.095 m2)

T3 = Temperatur air keluar solar kolektor (oC) T1 = Temperatur air masuk solar kolektor (oC) m = kecepatan aliran air / flow rate (Kg/s)

Dengan menggunakan rumus di atas dapat ditentukan efisiensi termal solar kolektor pada tiap menit dan sudah dibuat dalam lampiran. Hasil efisiensi termal solar kolektor tiap menit kemudian dibuat dalam grafik.

 Sudut penyinaran 450

Pada sudut penyinaran 450 ,besarnya nilai efisiensi termal solar kolektor pada tiap menit untuk tiap laju aliran dapat dilihat pada gambar grafik berikut.


(57)

Gambar 4.5 grafik efisiensi vs waktu dengan sudut penyinaran 450

Dari grafik 4.5 diatas tampak bahwa efisiensi termal tertinggi berada pada laju aliran 7 LPM yaitu sebesar 0,345, sedangkan efisiensi terendah berada pada laju aliran 3 LPM yaitu sebesar 0,148. Dari grafik tersebut dapat diperoleh rata rata nilai efisiensi termal tiap menit untuk masing masing laju aliran yaitu :

• Laju aliran 3 LPM, efisiensi rata rata tiap menit sebesar : 0.167

• Laju aliran 4 LPM, efisiensi rata rata tiap menit sebesar : 0.197

• Laju aliran 5 LPM, efisiensi rata rata tiap menit sebesar : 0.226

• Laju aliran 6 LPM, efisiensi rata rata tiap menit sebesar : 0.241

• Laju aliran 7 LPM, efisiensi rata rata tiap menit sebesar : 0.318


(58)

Efisiensi Rata rata terbesar berada pada 7 LPM kemudian diikuti laju aliran 6LPM, 5LPM, 4LPM, dan terkecil berada pada 3 LPM. Dalam hal ini variasi laju aliran juga akan mempengaruhi efisiensi termal solar kolektor tiap menit. Efisiensi makin besar ketika laju aliran diperbesar.

 Sudut penyinaran 600

Pada sudut penyinaran 600 , besarnya nilai efisiensi termal solar kolektor pada tiap menit untuk tiap laju aliran dapat dilihat pada gambar grafik berikut:

Gambar 4.6 grafik efisiensi vs waktu dengan sudut penyinaran 600

Dari grafik 4.6 diatas tampak bahwa efisiensi termal tertinggi berada pada laju aliran 7 LPM yaitu sebesar 0,247, sedangkan efisiensi terendah berada pada laju aliran 3 LPM yaitu sebesar 0,148. Dari grafik tersebut dapat diperoleh rata rata nilai efisiensi termal tiap menit untuk masing masing laju aliran yaitu :


(59)

• Laju aliran 3 LPM, efisiensi rata rata tiap menit sebesar : 0,113

• Laju aliran 4 LPM, efisiensi rata rata tiap menit sebesar : 0,138

• Laju aliran 5 LPM, efisiensi rata rata tiap menit sebesar : 0,161

• Laju aliran 6 LPM, efisiensi rata rata tiap menit sebesar : 0,197

• Laju aliran 7 LPM, efisiensi rata rata tiap menit sebesar : 0,215

Efisiensi Rata rata terbesar berada pada 7 LPM kemudian diikuti laju aliran 6LPM, 5LPM, 4LPM, dan terkecil berada pada 3 LPM. Dalam hal ini variasi laju aliran juga akan mempengaruhi efisiensi termal solar kolektor tiap menit. Efisiensi makin besar ketika laju aliran diperbesar.

 Sudut penyinaran 750

Pada sudut penyinaran 750 , besarnya nilai efisiensi termal solar kolektor pada tiap menit untuk tiap laju aliran dapat dilihat pada gambar grafik berikut.


(60)

Gambar 4.7 grafik efisiensi vs waktu dengan sudut penyinaran 750

Dari grafik 4.7 diatas tampak bahwa efisiensi termal tertinggi berada pada laju aliran 7 LPM yaitu sebesar 0,190, sedangkan efisiensi terendah berada pada laju aliran 3 LPM yaitu sebesar 0,073. Dari grafik tersebut dapat diperoleh rata rata nilai efisiensi termal tiap menit untuk masing masing laju aliran yaitu :

• Laju aliran 3 LPM, efisiensi rata rata tiap menit sebesar : 0.086

• Laju aliran 4 LPM, efisiensi rata rata tiap menit sebesar : 0.107

• Laju aliran 5 LPM, efisiensi rata rata tiap menit sebesar : 0.124

• Laju aliran 6 LPM, efisiensi rata rata tiap menit sebesar : 0.151


(61)

• Laju aliran 7 LPM, efisiensi rata rata tiap menit sebesar : 0.170

Efisiensi Rata rata terbesar berada pada 7 LPM kemudian diikuti laju aliran 6LPM, 5LPM, 4LPM, dan terkecil berada pada 3 LPM. Dalam hal ini variasi laju aliran juga akan mempengaruhi efisiensi termal solar kolektor tiap menit. Efisiensi makin besar ketika laju aliran diperbesar.

 Sudut penyinaran 900

Pada sudut penyinaran 900 , besarnya nilai efisiensi termal solar kolektor pada tiap menit untuk tiap laju aliran dapat dilihat pada gambar grafik berikut.

Gambar 4.8 grafik efisiensi vs waktu dengan sudut penyinaran 900

Dari grafik 4.8 dapat dilihat bahwa efisiensi termal tertinggi berada pada laju aliran 7 LPM yaitu sebesar 0,252, sedangkan efisiensi terendah berada pada laju aliran 3 LPM yaitu sebesar 0,089. Dari grafik tersebut dapat diperoleh rata rata nilai efisiensi termal tiap menit untuk masing masing laju aliran yaitu :


(62)

• Laju aliran 3 LPM, efisiensi rata rata tiap menit sebesar : 0.106

• Laju aliran 4 LPM, efisiensi rata rata tiap menit sebesar : 0.134

• Laju aliran 5 LPM, efisiensi rata rata tiap menit sebesar : 0.163

• Laju aliran 6 LPM, efisiensi rata rata tiap menit sebesar : 0.166

• Laju aliran 7 LPM, efisiensi rata rata tiap menit sebesar : 0.204

Efisiensi Rata rata terbesar berada pada 7 LPM kemudian diikuti laju aliran 6 LPM, 5 LPM, 4 LPM, dan terkecil berada pada 3 LPM. Dalam hal ini variasi laju aliran juga akan mempengaruhi efisiensi termal solar kolektor tiap menit. Efisiensi makin besar ketika laju aliran diperbesar.

Hasil analisa efisiensi termal grafik 4.6, 4.7, 4.8, dan grafik 4.9 menunjukkan bahwa variasi laju aliran akan mempengaruhi efisiensi termal solar kolektor. Perubahan laju alian akan berbanding lurus dengan efisiensi solar kolektor. Semakin besar laju aliran maka efisiensi termal solar kolektor akan semaki besar.

4.4Efisiensi termal total

Perhitungan nilai efisiensi termal total solar kolektor pada pemanasan air selama 25 menit yaitu ditentukan dengan persamaan:

t A Gt To Ti Cp m Qin Qout ⋅ ⋅ − ⋅ ⋅ = = . ) ( η

Dimnana η = Efisiensi termal solar kolektor

Gt = Intensitas lux normal diatas permukaan kolektor (lux) Cp = Kalor spesifik air (4200J/Kg0C)


(63)

Ti = Temperatur akhir air setelah 25 menit (oC) To = Temperatur awal air masuk solar kolektor (oC) m = massa air (Kg)

t = waktu (s)

Dengan menggunakan rumus di atas dapat ditentukan efisiensi termal total solar kolektor. Hasil efisiensi termal total solar kolektor pada tiap sudut penyainarn dan laju aliran yaitu sebagai berikut :

a. Sudut penyinaran 450 dengan laju aliran 3 LPM.

Dari hasil penelitian yang dilaksanakan di laboratorium Solar Energi Departemen Teknik Mesin FT. USU yang telah terlampir pada lampiran 1, diperoleh T0 = 32,0oC dan Ti = 37,9oC dengan kecepatan aliran (flow rate) = 3 LPM.

Perhitungan efisiensinya adalah sebagai berikut: m = 7,02 kg

A = 0,095 m2 Cp = 4200 J/kg0C t = 25 menit Efisiensi termalnya adalah:

=

= 0,063 = 6,3 %

b. Sudut penyinaran 450 dengan laju aliran 4 LPM.

Dari hasil penelitian yang dilaksanakan di laboratorium Solar Energi Departemen Teknik Mesin FT. USU yang telah terlampir pada lampiran 2, diperoleh T0 = 32,5oC dan Ti = 38,7oC dengan kecepatan aliran (flow rate) = 4 LPM.

Perhitungan efisiensinya adalah sebagai berikut: m = 7,02 kg

A = 0,095 m2 Cp = 4200 J/kg0C


(64)

t = 25 menit Efisiensi termalnya adalah:

=

= 0,066 = 6.6 %

c. Sudut penyinaran 450 dengan laju aliran 5 LPM.

Dari hasil penelitian yang dilaksanakan di laboratorium Solar Energi Departemen Teknik Mesin FT. USU yang telah terlampir pada lampiran 3, diperoleh T0 = 30.9oC dan Ti = 37,5oC dengan kecepatan aliran (flow rate) = 5 LPM.

Perhitungan efisiensinya adalah sebagai berikut: m = 7,02 kg

A = 0,095 m2 Cp = 4200 J/kg0C t = 25 menit Efisiensi termalnya adalah:

=

= 0,071. = 7,1 %


(65)

d. Sudut penyinaran 450 dengan laju aliran 6 LPM.

Dari hasil penelitian yang dilaksanakan di laboratorium Solar Energi Departemen Teknik Mesin FT. USU yang telah terlampir pada lampiran 3, diperoleh T0 = 31,7oC dan Ti = 38,6oC dengan kecepatan aliran (flow rate) = LPM.

Perhitungan efisiensinya adalah sebagai berikut: m = 7,02 kg

A = 0,095 m2 Cp = 4200 J/kg0C t = 25 menit Efisiensi termalnya adalah:

=

= 0,074 = 7,4 %

Dengan cara yang sama seperti perhitungan diatas, maka diperoleh efisiensi termal solar kolektor untuk tiap sudut penyinaran dengan laju aliran yang berbeda dapat dilihat pada tabel berikut.:


(66)

Sudut penyinaran Laju aliran (L/min) Massa Kg Ti (oC)

To (oC)

Ti-To (oC)

Intensitas cahaya

(Lux)

Efisiensi

45o

3 7.02 37.9 32 5.9 19300 0.063 4 7.02 38.7 32.5 6.2 19300 0.066 5 7.02 37.5 30.9 6.6 19300 0.071 6 7.02 38.6 31.7 6.9 19300 0.074 7 7.02 39.6 32.5 7.1 19300 0.076

60o

3 7.02 38.4 32.3 6.1 20700 0.061 4 7.02 38 31.5 6.5 20700 0.065 5 7.02 37.5 30.7 6.8 20700 0.068 6 7.02 38.6 31.6 7.0 20700 0.070 7 7.02 39 31.1 7.9 20700 0.079

75o

3 7.02 36.7 29.7 7.0 24200 0.060 4 7.02 37.7 30.3 7.4 24200 0.063 5 7.02 39.4 31.8 7.6 24200 0.065 6 7.02 39.5 31.6 7.9 24200 0.068 7 7.02 40.3 31.9 8.4 24200 0.072

90o

3 7.02 38.8 31.9 6.9 22300 0.064 4 7.02 37.1 29.7 7.4 22300 0.069 5 7.02 39.2 31.7 7.5 22300 0.070 6 7.02 39.2 31.4 7.8 22300 0.072 7 7.02 40.3 32.4 7.9 22300 0.073


(67)

Gambar 4.9 grafik efisiensi vs laju aliran

Grafik 4.9 diatas menunjukkan bahwa efisiensi termal solar kolektor paling tinggi berada pada laju aliran 7 LPM dan paling rendah berada pada 3 LPM, dimana hal ini berlaku pada semua sudut penyinaran. Sehingga dapat disimpulkan bahwa besarnya efisiensi juga dipengaruhi oleh laju liran air pada solar kolektor. Semakin besar laju aliran maka efisiensi juga semakin besar.

Bila dilihat dari persamaan efisiensi termal sebelumnya, bahwa besarnya nilai efisiensi termal dipengaruhi oleh laju aliran, intensitas cahaya, dan perubahan temperatur. Laju aliran akan mempengaruhi langsung terhadap nilai efisiensi termal solar kolektor. Besarnya laju aliran berbanding lurus dengan nilai efisiensi. Hal inilah yang membuat semakin besar laju aliran maka nilai efisiensi termal akan semakin besar. Selain itu varasi laju aliran juga akan mempengaruhi perubahan temperatur air.


(68)

Efisiensi termal terbesar terjadi pada laju aliran 7 LPM dengan sudut penyinaran 600, yaitu sebesar 7,9 % . dimana hal ini terjadi pada laju aliran 7 LPM, dimana laju aliran ini adalah laju aliran terbesar, selain itu intensitas yang tidak terlalu besar pada titik ini yaitu sebesar 20700 lux dan perubahan temperaturnya sebesar 7,90C.

Sementara itu, efisiensi termal paling rendah terjadi pada laju aliran 3 LPM dengan sudut peyinaran 750 yaitu sebesar 6,0 %. Hal ini terjadi pada laju aliran terkecil yaitu 3 LPM, selain itu intensitasnya merupakan yang terbesar yaitu sebesar 24.200 lux, sedangkan perubahan temperaturnya kecil yaitu sebesar 7,00C. hal ini akan membuat efisiensi termal semakin kecil.


(69)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

1. Energi yang diterima solar kolektor akan berbanding lurus dengan jumlah intensitas. Semakin tinggi intensitas maka jumlah energi yang diterima pipa kolektor akan semakin besar.

2. jumlah energi yang terbesar yang diterima solar kolektor berada pada sudut 750, yaitu sebesar 4987.5 W

3. Besarnya kenaikan temperatur air pada solar kolektor dipengaruhi oleh intensitas cahaya yang dipancarkan lampu (single spot light). Semakin besar intensitas maka kenaikan temperatur air semakin besar.

4. Besarnya efisiensi termal solar kolektor juga dipengaruhi oleh laju aliran air pada solar kolektor. Semakin besar laju aliran air pada pipa kolektor maka efisiensi termal juga semakin besar.

5. Efisiensi termal tertinggi berada pada sudut penyinaran 60o dengan laju aliran 7 LPM yaitu sebesar 7,9% sedangkan Efisiensi termal terendah berada pada sudut penyinaran 75o dengan laju aliran 3 LPM yaitu sebesar 6,0%

6. Efisiensi termal yang diperoleh tidak terlalu tinggi, hal ini disebabkan karena selama air bersirkulasi, kalor yang diterima air sebagian hilang diserap instalasi lain seperti pompa, tangki penampungan, dan pipa saluran air.

7. Pada sudut peyinaran 900, intensitas cahaya berkurang, hal ini disebabkan cahaya lampu sebagian sudah keluar dari solar kolektor.

5.2 SARAN

1. Untuk mendukung kelancaran dan akurasi hasil pengujian sebaiknya dilakukan pemeriksaan dan kalibrasi terhadap instrumentasi dan alat ukur setiap kali pengujian akan dilakukan.


(70)

2. Untuk peralatan, agar di storage tank ditambahi dengan termometer agar pengukuran perubahan temperatur lebih akurat.

3. Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, sebaiknya selama proses penelitian dilakukan pada tempat yang terisolasi.

4. Sebaiknya peralatan dibenahi lagi, sumber cahaya bola lampu sebaiknya dirapatkan dan dibuat berada tepat diatas solar kolektor agar cahaya tidak banyak keluar dari solar kolektor.


(71)

DAFTAR PUSTAKA

1. Chengel, Yunus A. dan Boles, Michael A. Thermodynamic, An

Engineering Approach, McGraw Hill Book Company, 1985.

2. Arismunandar, Wiranto. Teknolologi Rekayasa Surya : Penerbit ITB Bandung, 1988.

3. Holman, JP. Perpindahan kalor, Penerbit Erlangga,Jakarta, 1994. 4. Duffie, Jhon dan William Beckman. Solar Engineering of Termal

Process, Jhon Wiley & Sons. Inc, 1980.

5. Neville, Richard C. Solar Energy Conversion, Elsevier, 1995.

6. Shah, Rames K dan Dusan P. Sekolo. Fundamental of Heat Exchanger Design, Jhon Wiley & Sons. Inc, 2003.

7. Lee , Alvine, Operational & Experiment Manual, Lotus Scientific, 2007. 8. http://www.google.co.id/imglanding?q=jenis%20solar%20water%20heate

r&imgurl

9. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/11919/1/10E00240.pdf 10.http://kamase.org/ wp-content/uploads/2009/07/destilasi.jpg

11.http://kamase.org/ wp-content/uploads/2009/07/pemanas_air.jpg 12.http://kamase.org/ wp-content/uploads/2009/07/kompor_surya.jpg 13.http://kamase.org/ wp-content/uploads/2009/07/parabolic.jpg


(72)

(73)

LAMPIRAN 1 DATA SHEET-1 Number of spot light = 1

Intensity = 19300 lux

Flow rate = 3.0 LPM = 0.050 kg/s Water level = 12 cm

Pressure = 0.17 bar Angle ( spot light ) = 45

Time T1 T2 T3 Efisiensi Time T1 T2 T3 Efisiensi 0 32 34.2 0.149 0.149 13 35.1 48.4 36.5 0.160 1 32.2 38 0.149 0.149 14 35.4 48.3 36.7 0.149 2 32.4 38.3 0.149 0.149 15 35.6 48.9 37 0.160 3 32.6 41.7 0.149 0.149 16 35.7 49 37.2 0.172 4 32.7 42.5 0.172 0.172 17 35.9 48.9 37.5 0.183 5 33 43.6 0.172 0.172 18 36.1 49.3 37.8 0.195 6 33.4 45.3 0.149 0.149 19 36.3 49.2 38 0.195 7 33.6 46.2 0.149 0.149 20 36.7 49.4 38.4 0.195 8 33.8 46.7 0.160 0.160 21 36.9 49 38.6 0.195 9 34.1 47.3 0.160 0.160 22 37 49.4 38.7 0.195 10 34.3 47.7 0.183 0.183 23 37.4 50.2 38.9 0.172 11 34.7 48.3 0.160 0.160 24 37.6 50.5 39.1 0.172 12 34.9 48.1 0.149 0.149 25 37.9 50.2 39.4 0.172


(1)

Number of spot light = 1

Intensity = 24200 lux

Flow rate = 7.0 LPM = 0.116 kg/s

Water level = 12 cm

Pressure = 0.7 bar

Angle ( spot light ) = 75

Time T1 T2 T3 Efisiensi Time T1 T2 T3 Efisiensi 0 31.9 33.9

32.8 0.191 13 36.4 48.1 37.2 0.170 1 32.1 38.3

33 0.191 14 36.8 49.1 37.5 0.148 2 32.4 41.1

33.2 0.170 15 37.0 49.2 37.9 0.191 3 32.8 43.6

33.6 0.170 16 37.4 48.7 38.2 0.170 4 33.1 44.7

33.8 0.148 17 37.7 49.2 38.5 0.170 5 33.4 44.8

34.2 0.170 18 38.0 49.6 38.9 0.191 6 33.9 44.9

34.6 0.148 19 38.4 49.1 39.2 0.170 7 34.3 45.8

35 0.148 20 38.7 49.6 39.6 0.191 8 34.6 46.7

35.4 0.170 21 39.0 50.1 39.9 0.191 9 35.0 47.5

35.7 0.148 22 39.3 49.2 40.2 0.191 10 35.3 47.3

36.1 0.170 23 39.7 49.5 40.5 0.170 11 35.7 46.5

36.4 0.148 24 40.0 48.2 40.8 0.170 12 36.0 46.7


(2)

Intensity = 22300 lux

Flow rate = 3.0 LPM = 0.050 kg/s

Water level = 12 cm

Pressure = 0.17 bar

Angle ( spot light ) = 90

Time T1 T2 T3 Efisiensi Time T1 T2 T3 Efisiensi 0 31.9 33.2

32.9 0.099 13 35.5 46.3 36.8 0.129 1 32.2 36.7

33.1 0.089 14 35.7 47.0 36.9 0.119 2 32.5 39.1

33.4 0.089 15 36.1 47.3 37.2 0.109 3 32.7 41.9

33.6 0.089 16 36.3 47.9 37.5 0.119 4 32.9 43.0

33.9 0.099 17 36.7 47.8 37.8 0.109 5 33.2 44.1

34.2 0.099 18 36.9 47.9 37.9 0.099 6 33.5 44.8

34.6 0.109 19 37.2 48.0 38.3 0.109 7 33.9 45.1

34.9 0.099 20 37.4 47.4 38.6 0.119 8 34.1 45.7

35.2 0.109 21 37.7 48.4 38.8 0.109 9 34.4 45.6

35.5 0.109 22 38.0 48.3 39.1 0.109 10 34.7 46.8

35.8 0.109 23 38.2 48.4 39.3 0.109 11 35.2 46.6

36.2 0.099 24 38.5 48.6 39.6 0.109 12 35.3 47.7


(3)

Number of spot light = 1

Intensity = 22300 lux

Flow rate = 4.0 LPM = 0.066 kg/s

Water level = 12 cm

Pressure = 0.24 bar

Angle ( spot light ) = 90

Time T1 T2 T3 Efisiensi Time T1 T2 T3 Efisiensi 0 29.7 32.1

30.5 0.105 13 33.6 46.1 34.7 0.144 1 30.0 34.6

30.8 0.105 14 33.8 46.2 35 0.157 2 30.2 37.8

31.1 0.118 15 34.1 47.0 35.3 0.157 3 30.4 40.3

31.3 0.118 16 34.5 47.1 35.6 0.144 4 30. 7 42.6

31.6 0.118 17 34.8 47.3 35.9 0.144 5 31.0 43.3

31.9 0.118 18 35.1 47.8 36.2 0.144 6 31.3 44.2

32.2 0.118 19 35.4 47.6 36.5 0.144 7 31.7 44.6

32.7 0.131 20 35.6 47.2 36.8 0.157 8 32.0 45.3

33.1 0.144 21 36.0 48.3 37 0.131 9 32.3 45.6

33.4 0.144 22 36.3 48.9 37.3 0.131 10 32.6 46.4

33.7 0.144 23 36.5 48.3 37.5 0.131 11 33.0 46.7

34 0.131 24 36.8 48.5 37.8 0.131 12 33.2 46.0


(4)

Flow rate = 5.0 LPM = 0.083 kg/s

Water level = 12 cm

Pressure = 0.38 bar

Angle ( spot light ) = 90

Time T1 T2 T3 Efisiensi Time T1 T2 T3 Efisiensi 0 31.7 33.4

32.4 0.115 13 35.8 47.8 36.8 0.165 1 32.0 37.8

32.7 0.115 14 36.1 47.9 37.2 0.181 2 32.3 39.1

33.1 0.132 15 36.4 48.1 37.4 0.165 3 32.6 42.8

33.5 0.148 16 36.7 47.7 37.8 0.181 4 32.9 45.3

33.9 0.165 17 37.0 48.3 38 0.165 5 33.3 46.3

34.2 0.148 18 37.3 48.9 38.4 0.181 6 33.6 46.9

34.5 0.148 19 37.5 49.3 38.6 0.181 7 33.9 46.0

34.8 0.148 20 37.8 48.4 39 0.197 8 34.2 46.5

35.2 0.165 21 38.1 48.9 39.2 0.181 9 34.4 46.6

35.4 0.165 22 38.4 48.7 39.5 0.181 10 34.7 46.7

35.7 0.165 23 38.7 48.4 39.7 0.165 11 35.1 47.5

36.1 0.165 24 38.9 48.2 40 0.181 12 35.5 47.0


(5)

Number of spot light = 1

Intensity = 22300 lux

Flow rate = 6.0 LPM = 0.10 kg/s

Water level = 12 cm

Pressure = 0,51 bar

Angle ( spot light ) = 90

Time T1 T2 T3 Efisiensi Time T1 T2 T3 Efisiensi 0 31.4 33.5

32.2 0.159 13 35.4 46.4 36.4 0.198 1 31.7 37.7

32.4 0.139 14 35.8 46.9 36.8 0.198 2 32.0 39.8

32.6 0.119 15 36.2 45.7 37.1 0.178 3 32.3 42.2

32.9 0.119 16 36.6 46.0 37.4 0.159 4 32.5 44.3

33.1 0.119 17 36.9 45.7 37.8 0.178 5 32.7 43.6

33.5 0.159 18 37.1 46.6 38.1 0.198 6 33.0 44.1

33.7 0.139 19 37.5 47.0 38.4 0.178 7 33.4 45.3

34.1 0.139 20 37.8 47.1 38.7 0.178 8 33.7 46.2

34.6 0.178 21 38.1 47.2 39.1 0.198 9 34.1 45.2

35 0.178 22 38.4 47.3 39.3 0.178 10 34.4 44.8

35.3 0.178 23 38.7 48.0 39.5 0.159 11 34.8 45.4

35.7 0.178 24 38.9 47.5 39.7 0.159 12 35.1 45.9


(6)

Flow rate = 7.0 LPM = 0,116 kg/s

Water level = 12 cm

Pressure = 0,7 bar

Angle ( spot light ) = 90

Time T1 T2 T3 Efisiensi Time T1 T2 T3 Efisiensi 0 32.4 33.5

33.3 0.207 13 36.6 47.5 37.6 0.230 1 32.7 36.9

33.6 0.207 14 36.9 48.1 37.9 0.230 2 33.0 39.7

33.8 0.184 15 37.3 47.7 38.1 0.184 3 33.2 42.3

34.1 0.207 16 37.5 48.1 38.6 0.253 4 33.6 42.8

34.3 0.161 17 37.8 48.4 38.8 0.230 5 34.0 44.7

34.7 0.161 18 38.1 48.0 39.1 0.230 6 34.3 45.4

35.1 0.184 19 38.3 47.4 39.2 0.207 7 34.7 46.3

35.4 0.161 20 38.5 47.5 39.4 0.207 8 35.0 46.2

35.9 0.207 21 38.9 47.9 39.7 0.184 9 35.4 46.4

36.3 0.207 22 39.3 47.8 40.2 0.207 10 35.7 46.6

36.6 0.207 23 39.6 48.5 40.5 0.207 11 35.8 47.3

36.8 0.230 24 39.9 48.2 40.8 0.207 12 36.2 47.6