Efektivitas Sarcocystis Singaporensis Terhadap Mortalitas Tikus Sawah Rattus Rattus Argentiventer Rob & Kloss (Rodentia : Muridae) Di Laboratorium

EFEKTIVITAS Sarcocystis singaporensis TERHADAP
MORTALITAS TIKUS SAWAH
Rattus rattus argentiventer Rob & Kloss (Rodentia : Muridae)
DI LABORATORIUM
SKRIPSI

OLEH
WAWAN PUJIANTO
050302020
HPT

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011

EFEKTIVITAS Sarcocystis singaporensis TERHADAP
MORTALITAS TIKUS SAWAH
Rattus rattus argentiventer Rob & Kloss (Rodentia : Muridae)
DI LABORATORIUM


SKRIPSI
OLEH
WAWAN PUJIANTO
050302020
HPT
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Di Departemen Ilmu Hama Penyakit Tumbuhan
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Disetujui Oleh
Komisi Pembimbing

Ir. Yuswani Pangestiningsih, MS
Ketua

Ir. Fatimah Zahara
Anggota

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011

ABSTRACT

Wawan Pujianto, The efektivitas more of doses sporocysts protozoa
sarcocystis singaporensis to control rats Rattus-rattus argentiventer Rob & Kloss
(Rodentia : Muridae) in laboratory. The objective of this research was to study
doses that most effectivelyfor control. This research used Completely
Randomized Design (RAL) non factorial with 5 treatments combination and 3
replication. The result of research showed that doses S. Singaporensis has real
influence in each of replication. The highest mortality was D5 treatment (giving 2
Tablets) 100%. Held was 4 up to 5 days and lowest mortality aws D1 treatments
(giving ¼ tablet) was 33,33% held was 13 up to 15 days. Rats symptoms such as :
passion eat to decrease, plume seen harsh or stand up, movement was slowly and
the time of died rats blooding from nose and mouth.

ABSTRAK


Wawan Pujianto, efektivitas Sarcocystis singaporensis untuk
mengendalikan tikus sawah (rattus-rattus argentiventer) Rodentia : Muridae di
Laboratorium. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis yang paling efektif
untuk mengendalikan tikus sawah (Rattus-rattus argentiventer). Penelitian ini
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial dengan 5 kombinasi
perlakuan dan 3 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis sporosit
Sarcocystis singaporensis berpengaruh nyata pada setiap ulangan. Mortalitas
tertinggi terdapat pada perlakuan D5 (pemberian 2 tablet) sebesar 100% lama
kematian berkisar antara 4 hingga 5 hari, diikuti oleh perlakuan D4 (pemberian
1½ tablet) lama kematian 5 hingga 7 hari kemudian diikuti perlakuan D3
(pemberian 1 tablet) lama kematian 6 hingga 11 hari, diikuti oleh perlakuan D2
(pemberian ½ tablet) lama kematian berkisar 11 hingga 14 hari dan diikuti
perlakuan D1 (pemberian ¼ tablet) lama kematian 14 hari. Gejala tikus sawah
yang sakit antara lain : nafsu makan berkurang, bulu tikus terlihat kasar atau
berdiri, pergerakan lamban, serta pada saat menjelang kematiannya darah keluar
dari mulut dan hidung.

KATA PENGANTAR


Puji dan Syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat
dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.
Skripsi ini berjudul ”Efektivitas Sarcocystis singaporensis Terhadap
Mortalitas Tikus Sawah Rattus rattus argentiventer Rob & Kloss
(Rodentia : Muridae) di Laboratorium”. Skripsi ini merupakan salah satu
syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian, Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
Komisi Pembimbing

Ir. Yuswani Pangestiningsih, MS selaku Ketua dan

Ir. Fatimah Zahara selaku Anggota yang telah memberikan bimbingan dan saran
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga skripsi ini
bemanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, Mei 2011

Penulis


DAFTAR ISI

ABSTRACT.............................................. ...................................................... ... i
ABSTRAK ...................................................................................................... .. ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... .. v
DAFTAR TABEL .......................................................................................... . vi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. vii
PENDAHULUAN
Latar Belakang .....................................................................................
Tujuan Penelitian .................................................................................
Hipotesa Penelitian ..............................................................................
Kegunaan Penelitian ............................................................................

.1
.3
.4
.4


TINJAUAN PUSTAKA
Biologi Hama Rattus rattus argentiventer .............................................. 5
Gejala Serangan ...................................................................................... 9
Pengendalian ......................................................................................... 10
Umpan Protozoa Sarcocystis singaporensis ......................................... 11
BAHAN DAN METODA
Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................... 13
Bahan dan Alat ...................................................................................... 13
Metoda Penelitian ................................................................................. 13
Pelaksanaan Penelitian .......................................................................... 15
Penyediaan Tikus ...................................................................... 15
Penyediaan Umpan ................................................................... 15
Pelaksanaan Perlakuan .............................................................. 15
Peubah Amatan ..................................................................................... 16
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil……………………………………………………………………17
Pembahasan……………………………………………………………17
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA


DAFTAR GAMBAR
No

Judul

Hlm

1.

Umpan (pellet) Sporosit protozoa ..................................................... 6

2.

Kandang tikus dengan tempat makanan dan minumnya................... 7

3.

Gejala tikus yang sakit. ..................................................................... 8


4.

Tikus yang mengalami kematian ...................................................... 8

DAFTAR TABEL

No

Judul

Hal

Efektivitas S. Singaporensis terhadap mortalitas(%) tikus sawah……...... ..18

DAFTAR LAMPIRAN

No

Judul


Hal

1. Bagan Penelitian………………………………………………………… 26
2. Mortalitas Tikus Sawah R. argentiventer hari ke- 5 ……………………. 27
3. Mortalitas Tikus Sawah R. argentiventer hari ke- 6…………………….. 27
4. Mortalitas Tikus Sawah R. argentiventer hari ke- 7…………………….. 28
5. Mortalitas Tikus Sawah R. argentiventer hari ke- 8………………….…. 28
6. Mortalitas Tikus Sawah R. argentiventer hari ke- 9……………………. 29
7. Mortalitas Tikus Sawah R. argentiventer hari ke- 10 ………………….. 29
8. Mortalitas Tikus Sawah R. argentiventer hari ke- 11………………….. 30
9. Mortalitas Tikus Sawah R. argentiventer hari ke- 12………………......... 30
10. Mortalitas Tikus Sawah R. argentiventer hari ke- 13…………………

32

11. Mortalitas Tikus Sawah R. argentiventer hari ke- 14…………………… 32
12. Foto penelitian………………………………………………………….. 33

ABSTRACT


Wawan Pujianto, The efektivitas more of doses sporocysts protozoa
sarcocystis singaporensis to control rats Rattus-rattus argentiventer Rob & Kloss
(Rodentia : Muridae) in laboratory. The objective of this research was to study
doses that most effectivelyfor control. This research used Completely
Randomized Design (RAL) non factorial with 5 treatments combination and 3
replication. The result of research showed that doses S. Singaporensis has real
influence in each of replication. The highest mortality was D5 treatment (giving 2
Tablets) 100%. Held was 4 up to 5 days and lowest mortality aws D1 treatments
(giving ¼ tablet) was 33,33% held was 13 up to 15 days. Rats symptoms such as :
passion eat to decrease, plume seen harsh or stand up, movement was slowly and
the time of died rats blooding from nose and mouth.

ABSTRAK

Wawan Pujianto, efektivitas Sarcocystis singaporensis untuk
mengendalikan tikus sawah (rattus-rattus argentiventer) Rodentia : Muridae di
Laboratorium. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis yang paling efektif
untuk mengendalikan tikus sawah (Rattus-rattus argentiventer). Penelitian ini
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial dengan 5 kombinasi
perlakuan dan 3 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis sporosit

Sarcocystis singaporensis berpengaruh nyata pada setiap ulangan. Mortalitas
tertinggi terdapat pada perlakuan D5 (pemberian 2 tablet) sebesar 100% lama
kematian berkisar antara 4 hingga 5 hari, diikuti oleh perlakuan D4 (pemberian
1½ tablet) lama kematian 5 hingga 7 hari kemudian diikuti perlakuan D3
(pemberian 1 tablet) lama kematian 6 hingga 11 hari, diikuti oleh perlakuan D2
(pemberian ½ tablet) lama kematian berkisar 11 hingga 14 hari dan diikuti
perlakuan D1 (pemberian ¼ tablet) lama kematian 14 hari. Gejala tikus sawah
yang sakit antara lain : nafsu makan berkurang, bulu tikus terlihat kasar atau
berdiri, pergerakan lamban, serta pada saat menjelang kematiannya darah keluar
dari mulut dan hidung.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Padi memiliki arti khusus bagi indonesia. Areal persawahan yang saat ini
ada sekitar jutaan hektar per tahun harus menghidupi kurang lebih 180 juta jiwa
rakyat indonesia. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan produksi
persatuan luas. Berbagai disiplin ilmu telah menyumbangkan pikirannya dalam
usaha swasembada beras, diantaranya bidang hama telah menghasilkan teknik
pengendalian

hama

terpadu

dengan

menggunakan

berbagai

komponen

pengendalian hama (Baehaki, 1993).
Berbagai faktor menyebabkan produksi padi tidak meningkat secepat laju
yang diharapkan. Dilihat dari bidang perlindungan tanaman, ketidak berhasilan
Indonesia dalam mempertahankan swasembada beras setelah tahun 1984
disebabkan oleh dua faktor utama. Pertama, terjadinya ledakan OPT (Organisme
Penggangu Tanaman) padi seperti tikus dan wereng batang cokelat dan jenis hama
penggangu lainnya, sedangkan faktor kedua adalah gangguan fenomena iklim
terutama kekeringan dan banjir (Untung, 2005).
Kegagalan saat panen sering dialami petani akibat merebaknya hama padi,
salah satunya tikus sawah (Rattus rattus argentiventer : Robinson & Kloss). Tikus
sawah mampu merusak tanaman padi pada berbagai stadium tanaman. Setiap
tahunnya, sekitar 17 persen tanaman pertanian mengalami kerusakan. Ini setara
dengan ukuran kemampuan untuk konsumsi makanan lebih dari 20 juta orang
setiap tahunnya. Tingkat kerusakan sangat tergantung dari jumlah populasi tikus
sawah di daerah tersebut dan nilai kandungan nutrisi dari masing-masing stadium

tanaman. Semakin sedikit jumlah predator alami tikus sawah seperti burung hantu,
elang dan ular, menyebabkan populasi tikus sawah semakin meningkat
(Anita, 2003).
Dalam usaha untuk mengatasi kendala yang diakibatkan oleh keberadaan
tikus tersebut berbagai alternatif pengendalian telah dilakukan, baik secara kultur
teknis, fisik, mekanik, maupun secara kimia. Beberapa peneliti mengemukakan
bahwa pengendalian hama tikus secara kimiawi merupakan alternatif yang paling
umum ditempuh dibandingkan dengan cara pengendalian lainnya. Hal tersebut
dapat dimengerti karena dengan penggunaan bahan kimia yang beracun, hasilnya
dapat segera terlihat dan dapat diaplikasikan secara mudah untuk areal yang luas
(Sunarjo, 1992).
Namun

penggunaan

bahan

kimia

secara

terus

menerus

untuk

mengendalikan berbagai hama dan penyakit telah menimbulkan berbagai masalah
baru, terutama bagi lingkungan. Penggunaan racun tikus di tempat-tempat
penyimpanan atau di rumah-rumah memiliki resiko yang lebih besar, karena
substansi racunnya memiliki kemungkinan yang lebih besar terjadinya kontak
dengan manusia, hewan peliharaan dan ternak, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Dilaporkan juga bahwa penggunaan rodentisida sintetik telah
menyebabkan tikus menjadi resisten (Meehan, 1984).
Dalam upaya mengurangi dampak negatif dari penggunaan bahan kimiawi
untuk mengendalikan tikus, maka perlu dicari alternatif-alternatif pengendalian
yang lainnya. Penggunaan bahan-bahan yang dapat menolak kehadiran tikus atau
yang dikenal dengan istilah repellent merupakan salah satu cara pengendalian
tikus yang relatif lebih aman, karena secara umum bahan tersebut tidak meracuni,

tetapi bekerja dengan cara mempengaruhi indera penciuman tikus yang
berkembang sangat baik (Anonim, 2002).
Beberapa komponen teknologi pengendalian tikus yang dilakukan oleh
petani ternyata belum berhasil menuntaskan masalah. Hal ini karena pengendalian
yang dilakukan petani kurang tepat atau tidak memperhatikan kapan seharusnya
dilakukan pengendalian (Suhana dkk., 2006).
Saat ini telah diketahui bahwa parasit Sarcocystis singaporensis dapat
digunakan sebagai agen pengendali hayati dalam mengendalikan tikus di Asia
Tenggara. Di Sumatera utara dilaporkan bahwa keberadaan inang dari parasit ini
yaitu ular piton dan tikus yang cukup berlimpah. Selanjutnya pengujian parasit
dalam feses ular piton menunjukkkan bahwa protozoa ini terdapat di Sumatera
Utara dan memiliki keefektifan dalam mengendalikan tikus. Rodentisida biologis
ini selain dapat mengendalikan tikus tetapi tidak berbahaya bagi organisme bukan
sasaran dan tidak memiliki sifat jera umpan.
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian
tentang penggunaan protozoa Sarcocystys untuk mengendalikan tikus sawah
Rattus rattus argentiventer.

Tujuan Penelitian

-

Untuk mengetahui dosis S. singaporensis yang paling efektif untuk
mengendalikan Rattus rattus argentiventer.

Hipotesa Penelitian

-

Pemberian Sarcocystis singaporensis pada berbagai tingkatan dosis dan
media berpengaruh terhadap mortalitas tikus sawah.

-

Dosis Sarcocystis singaporensis yang diberikan 2 tablet pada tikus
merupakan perlakuan yang paling efektif dibandingkan dengan dosis yang
lain.

Kegunaan Penelitian

-

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen
Hama dan Penyakit Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,
Medan.

-

Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi dan Ekologi Tikus Sawah Rattus rattus argentiventer Rob & Kloss

Tikus merupakan salah satu hama utama pada kegiatan pertanian.
Kerusakan yang ditimbulkan oleh serangan hama tikus ini dapat terjadi mulai dari
lapangan sampai ke tempat penyimpanan. Selain itu, tikus sering membawa
berbagai macam patogen yang dapat ditularkan kepada manusia, yaitu diantaranya
Yersiniosis, Leptospirosis, Salmonellosis dan Lymphochytis choriomeningitis
(Meehan, 1984).
Tikus cenderung untuk memilih biji-bijian (serealia) seperti : padi, jagung,
dan gandum. Kebutuhan pakan bagi seekor tikus setiap harinya kurang lebih 10%
dari bobot tubuhya jika pakan tersebut berupa pakan kering. Hal ini dapat pula
ditingkatkan sampai 15% dari bobot tubuhnya jika pakan yang dikonsumsi berupa
pakan basah. Kebutuhan minum seekor tikus setiap harinya kira-kira 15 - 30 ml
air (Priyambodo, 1995).
Bagian punggung tikus sawah berwarna cokelat muda bercak hitam, perut
dan dada berwarna putih, panjang kepala dengan badan 130-210 mm, panjang
ekor 120-200 mm dan tungkai 34-43 mm. Jumlah puting susu betina 12 buah, 3
pasang di dada dan 3 pasang diperut. Kepadatan populasi tikus berkaitan dengan
fase pertumbuhan tanaman padi (Departemen Pertanian Jakarta, 2006a).
Rattus rattus argentiventer mencapai umur dewasa sangat cepat, masa
kebuntingannya sangat pendek dan berulang-ulang dengan jumlah anak yang
banyak pada setiap kebuntingan. Masa umur Rattus rattus argentiventer pada saat

dewasa adalah 68 hari, dan bagi betina masa bunting selama 20-22 hari
(Liem, 1979).
Tikus termasuk binatang nokturnal, keluar dari

sarangnya aktif pada

malam hari untuk mencari makan. Untuk itu diperlukan suatu kemampuan yang
khusus agar bebas mencari makanan dan menyelamatkan diri dari predator
(pemangsa) pada suasana gelap (Ambarwati & Sagala, 2006).
Tikus mempunyai daya cium yang tajam, sebelum aktif atau keluar
sarangnya ia akan mencium-cium dengan menggerakkan kepala kekiri dan
kekanan. Mengeluarkan jejak bau selama orientasi sekitar sarangnya sebelum
meninggalkannya. Urin dan sekresi genital yang memberikan jejak bau yang
selanjutnya akan dideteksi dan diikuti oleh tikus lainnya. Bau penting untuk tikus
karena dari bau ini dapat membedakan antara tikus sefamili atau tikus asing. Bau
juga memberikan tanda akan bahaya yang telah dialami. Selain itu tikus sangat
sensitif terhadap suara yang mendadak. Disamping itu tikus dapat mendengar
suara ultra. Sedangkan mata tikus khusus untuk melihat pada malam hari. Tikus
dapat mendeteksi gerakan pada jarak lebih dari 10 meter dan dapat membedakan
antara pola benda yang sederhana dengan obyek yang ukurannya berbeda-beda.
Mampu melakukan persepsi/perkiraan pada jarak lebih 1 meter, perkiraan yang
tepat ini sebagai usaha untuk meloncat bila diperlukan (Kompas, 2001).
Habitat tikus umumnya di permukaan tanah, persawahan, padang rumput,
perkebunan dan semak belukar. Daerah penyebarannya di kawasan Asia, meliputi
Thailand, Semenanjung Malaysia, Sumatera, Kalimantan, Jawa, Filipina, dan
termasuk Papua Nugini (Anita, 2003).

Luas wilayah dan jarak jelajah tikus dipengaruhi jumlah sumber pakan dan
populasi tikus. Bila sumber pakan berlimpah (fase generatif tanaman), maka
jelajah hariannya pendek (50-125 m) dan bila sumber pakan tikus sedikit (fase
pengolahan tanah sampai dengan akhir vegetatif), jelajah hariannya panjang dapat
mencapai (100-200 m). Dapat disimpulkan bahwa tikus akan terus melakukan
migrasi untuk dapat memperoleh pakan yang sebanyak-banyaknya. Migrasi tikus
dapat mencapai 1-2 km (Departemen Pertanian Jakarta, 2006b).

Gambar 1. Siklus Hidup Tikus
(Sumber : http://www.depkes.go.id/downloads/Pengendalian%20Tikus.pdf)

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Populasi Tikus Sawah

Populasi tikus akan cepat meningkat jika masa panen mengalami
perpanjangan karena tidak serentaknya waktu tanam atau umur varietas yang
ditanam tidak sama. Selain itu banyaknya gulma dipematang sawah dapat menjadi
tempat berlindung tikus untuk bersembunyi (Harahap & Tjahjono, 2003).
Faktor abiotik yang penting dalam mempengaruhi dinamika populasi tikus
adalah air untuk minum dan sarang. Adapun cuaca mempengaruhi populasi tikus
secara tidak langsung yaitu mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
tumbuh-tumbuhan serta hewan kecil (invertebrata) yang menjadi sumber pakan
bagi tikus (Priyambodo, 1995).
Faktor biotik yang penting dalam mengatur populasi tikus antara lain :
1. Tumbuhan atau hewan kecil sebagai sumber pakan.
2. Predator (pemangsa) dari golongan reptilia, aves dan mamalia.
3. Patogen (penyebab penyakit) dari golongan virus, bakteri, cendawan,
nematoda dan lain-lain.
4. Tikus lain sebagai kompetitor pada saat populasi tinggi.
5. Manusia yang merupakan musuh utama tikus.
(Priyambodo, 1995).
Pada saat persemaian populasi tikus masih tidak terlalu tinggi, tetapi pada
fase tanaman tua populasi tikus sudah mulai meningkat sampai pada fase
pematangan bulir populasi tikus bahkan semakin meningkat kondisi ini
dikarenakan nutrisi tanaman sesuai untuk kebutuhan reproduksi tikus yang

mengalami musim kawin dan berkembang biak demikian juga pada fase
pematangan bulir (Direktorat Jendral Pertanian Tanaman Pangan 1994).
Perkembangan tikus dipengaruhi oleh keadaan lingkungan terutama
ketersediannya bahan makanan pada suatu daerah pertanaman padi dengan pola
tanam yang tidak teratur sehingga selalu terpenuhinya bahan makanan bagi tikus
sehingga populasi tikus meningkat. Dengan mengikuti pola tanam yang serentak
memungkinkan populasi tikus akan menurun (Triharso, 1996).
Gejala Serangan Tikus Sawah Rattus rattus argentiventer Rob & Kloss
Seluruh bagian tanaman padi pada berbagai stadia pertumbuhan dapat
dirusak oleh tikus. Walaupun demikian, tikus paling senang memakan bagian
malai atau bulir tanaman padi pada stadia generatif. Pada stadia persemaian , tikus
mencabut benih yang sudah mulai tumbuh (bibit) untuk memakan bagian biji
yang masih tersisa (endosperm). Pada stadia vegetatif, tikus memotong bagian
pangkal batang untuk memakan bagian batangnya. Adapun pada stadia generatif,
tikus memotong pangkal batang untuk memakan bagian malai atau bulirnya
(Priyambodo, 1995).
Tikus dapat menyerang tanaman padi pada berbagai fase tanaman padi.
Pada fase vegetative, tikus akan memutuskan batang padi sehingga tampak
berserakan, tikus akan menggigit lebih dari jumlah yang dibutuhkan untuk makan.
Kerusakan yang ditimbulkan oleh tikus bersifat khas, yaitu ditengah- tengah
petakan sawah tampak gundul, sedangkan bagian tepi biasanya tidak diserang.
Mereka juga menyerang bedengan persemaian dengan memakan benih- benih

yang disebar atau mencabut tanaman-tanaman yang baru tumbuh

(Harahap &

Tjahjono 2003).
Padi yang terserang tikus dari jauh terlihat menguning tetapi kuningnya
tidak sama dengan kondisi padi yang siap panen. Dari dekat hanya terlihat kulit
padi sedangkan isinya sudah habis, selain itu banyak batang padi yang tumbang
akibat dikerat (Edy, 2003).
Pengendalian Tikus Sawah Rattus rattus argentiventer Rob & Kloss
Didalam pengendalian tikus ada beberapa metode atau cara yang dapat
dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi setempat, secara garis besar
pengendalian tikus dapat dikelompokkan kedalam empat kelompok yaitu :
Pengendalian secara kultur teknis dengan membuat lingkungan yang tidak
menguntungkan atau tidak mendukung bagi kehidupan dan perkembangan
populasi tikus. Dengan cara pengaturan pola tanam, pengaturan waktu tanam,
pengaturan jarak tanam (Priyambodo,1995).
Metode pengendalian yang lain dapat berupa pengendalain secara fisik dan
mekanis salah satunya dengan membunuh tikus dengan bantuan alat seperti
senapan angin dan perangkap. Perangkap tikus merupakan metode pengendalian
yang paling tua tetapi tidak banyak diteliti oleh para ahli karena dianggap kurang
ilmiah (Priyambodo, 1995).
Secara biologi pengendalian dilakukan dengan pemanfaatan musuh alami
seperti

:

kucing,

anjing,

ular

(Departemen Pertanian Jakarta, 2006a).

sawah,

elang,

dan

burung

hantu

Protozoa Sarcocystis singaporensis
S. singaporensis (Apicomplexa : Sarcocystidae) merupakan parasit obligat
yang memerlukan 2 inang untuk melangsungkan siklus hidupnya, yaitu ular piton
(Phyton reticulatus) sebagai inang utama dan tikus (genus Rattus dan Bandicota)
sebagai inang perantara (Jaekel et al, 1996).
S. singaporensis merupakan parasit tikus yang potensial untuk
mengendalikan populasi tikus dan ramah lingkungan. Selain itu, siklus hidupnya
telah teruji oleh banyak peneliti mampu beradaptasi terhadap kondisi laboratorium
(Jaekel et al, 1999).
Protozoa S. singaporensis memiliki sporosit yang merupakan bahan
penginfeksi dan diaplikasikan secara oral melalui mulut yang akan menginfeksi
bagian perut (Khoprasert et al., 2006).
S. singaporensis dapat dihasilkan dalam jumlah yang besar pada ular
piton. Dalam satu siklus infeksi, ular piton biasanya dapat menghasilkan sporosit
yang mampu membunuh 20.000–200.000 tikus. Hasil penelitian yang dilakukan
di Thailand diketahui bahwa dengan pemberian dosis sporosit S. singaporensis
antara 200.000–400.000 sporosit dapat mengurangi populasi tikus sawah sebesar
70–90% (Jaekel, 2006a).
Tikus dapat terinfeksi protozoa S. singaporensis apabila tertelan sporanya
melalui air minum yang terkontaminasi oleh kotoran tikus atau makanan berupa
hewan vertebrata yang makanannya berasal dari kotoran ular. Mekanisme
penginfeksian protozoa yaitu dengan melipatgandakan dirinya didalam pembuluh
darah hingga membentuk kista. Kemudian berkembang sampai kejaringan otot

yang menyebabkan tikus lambat bergerak, bahkan menyebabkan sedikit
pengurangan kesuburan, tetapi jika spora dikonsumsi dalam jumlah besar maka
akan mengakibatkan radang paru–paru dan tingkat kematian mencapai 90%
(Jaekel, 2006b).
Sebagian tikus yang terinfeksi S. singaporensis akan menunjukkan gejala
klinis 2-4 hari sebelum kematiannya. Gejala–gejala tersebut antara lain : nafsu
makan berkurang, mata berair, sesak nafas, diare dan lesu. Apabila dilakukan
pembedahan pada bagian perut dan usus maka terjadi penyumbatan dan terdapat
cairan berwarna kekuningan, hati dan kandung kemihnya terlihat membengkak
(ACIAR, 1998).
Beberapa faktor yang mempengaruhi efikasi dari suatu patogen tergantung
dari jumlah dosis yang diberikan, virulensi dari patogen (jasad renik) dan daya
tahan tubuh hewan terhadap pathogen (Oka, 1995).
Di Thailand penggunaan parasit S. singaporensis dilapangan dapat
mengendalikan populasi tikus pada kondisi ekologi yang tidak merugikan. Dari
hasil percobaan menunjukkan angka kematian yang terjadi sebesar 70-90 %
dengan lama kematian antara 11-12 hari. Dengan memperhatikan kondisi tikus
yang mati diketahui bahwa tikus mengalami prilaku abnormal setelah terinfeksi
dengan dosis yang tinggi dari Sarcocystis spp (Jaekel et al., 2005).

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara, Medan. Terletak pada ketinggian 25 m diatas permukaan laut.
Penelitian dimulai pada bulan November sampai dengan Desember 2009.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah Protozoa Sarcocystis singaporensis, tikus
sawah (Rattus rattus argentiventer), beras, air dan bahan pendukung lainnya.
Alat yang digunakan adalah kandang kawat dengan ukuran panjang = 30
cm dan lebar = 30 cm, mortal, timbangan digital presica, sarung tangan, masker,
kamera, tempat makanan dan minuman tikus, alat tulis dan alat pendukung
lainnya.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap ( RAL )
Non Faktorial yaitu :
Jumlah pemberian umpan Prorodent ( D )
D0 : Kontrol (tanpa S. singaporensis)
D1 : Pemberian satu perempat (¼) tablet/1 ons beras
D2 : Pemberian setengah (½) tablet/1 ons beras

D3 : Pemberian satu (1) tablet/1 ons beras
D4 : Pemberian satu setengah (1½) tablet/1 ons beras
D5 : Pemberian dua (2) tablet/1 ons beras
t(r-1) ≥ 15
6(r-1) ≥ 15
6r-6 ≥ 15
6r = 21
r = 21/6
= 3,5
Ulangan dilakukan sebanyak 3 kali.
Metode linear yang dipakai :
Yij = µ + ti + Eij
Dimana :
Yij
µ

= data yang disebabkan pengaruh perlakuan pada taraf ke i dan ulangan
ke j.
= rataan atau nilai tengah.

Ti

= efek yang sebenarnya dari perlakuan pada taraf ke i.

Eij

= efek error dari treatment ke I dan ulangan k.

Pelaksanaan Penelitian

a. Penyediaan tikus uji
Tikus uji yang digunakan adalah tikus sawah Rattus rattus argentiventer
yang telah dewasa, sehat dan tidak bunting bagi tikus betina. Tikus sawah
ditangkap dengan menggunakan perangkap. Hasil tangkapan dibawa ke
laboratorium untuk ditimbang dan disesuaikan berat tubuhnya dengan lama masa
penyesuaian selama 2 hari. Masa penyesuaian bertujuan untuk memperoleh tikus
sawah yang sehat dan tidak bunting sehingga tikus dapat menyesuaikan diri hidup
di laboratorium. Selama penyesuaian tikus diberi makan beras. Bobot tikus yang
digunakan antara 60–95 gr. Jumlah tikus sawah yang digunakan sebanyak 16
ekor.
b. Penyediaan umpan
Umpan Protozoa Sarcocystis singaporensis diambil dari PT. HETTS BIO
LESTARI. Protozoa Sarcocystis singaporensis dibuat berbentuk pellet yang
didalamnya mengandung 200.000 sporocyt.
c. Pelaksanaan perlakuan
Sebelum perlakuan dilaksanakan terlebih dahulu disiapkan kandang tikus
sebanyak 16 buah, kemudian disusun sesuai perlakuan dan ulangan. Pada setiap
kandang diisi makanan dan minuman yang selalu tersedia. Kemudian tikus
dimasukkan kedalam kandang dan masing–masing kandang berisi 1 ekor tikus.
Pemberian umpan dilakukan dengan mencampurkan pellet kedalam bahan
makanan sesuai dengan perlakuan, pada hari ke-2 diberikan hanya sekali pada
pagi hari dimulai pada pukul 08.00 WIB sampai pukul 18.00 WIB. Umpan

diletakkan pada bahan makanan yang teleh disediakan. Setelah umpan habis
dimakan, tikus diberi makan beras setiap hari selama tikus tersebut masih hidup.
Pengamatan dilakukan setiap hari, yaitu satu hari setelah pemberian
umpan pada pukul 08.00 WIB sampai pukul 18.00 WIB.

Peubah Amatan
a. Persentase mortalitas tikus sawah akibat dari pemberian umpan yang telah
disesuaikan pada perlakuan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut : M =

a
x 100%
b

Keterangan :
M = Mortalitas
a = Jumlah tikus yang mati
b = Jumlah populasi tikus
(BPT-PH, 2004).
b. Perilaku tikus sawah yang terinfeksi prorodent dengan melihat gejala–
gejala kematian yang terjadi pada tikus setelah pemberian umpan sampai
tikus tersebut mati.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1.

Mortalitas Tikus Sawah
Hasil analisis sidik ragam dari pengaruh pemberian sporosit S.

singaporensis dengan dosis yang berbeda terhadap mortalitas tikus sawah
disajikan pada tabel 1 di bawah ini :
Tabel 1. efektivitas Sarcocystis singaporensis terhadap (%) mortalitas tikus sawah
Persentase Mortalitas Tikus (1 HSA)

Perlakuan
5 HSA

6 HSA

7 HSA

8 HSA

9 HSA

10 HSA

11 HSA

12 HSA

13 HSA

14 HSA

D0

0.00c

0.00d

0.00c

0.00c

0.00c

0.00c

0.00c

0.00c

0.00c

0.00

D1

0.00c

0.00d

0.00c

0.00c

0.00c

0.00c

0.00c

0.00c

33.33c

100.00

D2

0.00c

0.00d

0.00c

0.00c

0.00c

0.00c

66.67b

66.67b

66.67b

100.00

D3

0.00c

33.33c

33.33b

33.33b

66.67b

66.67b

100.00a

100.00a

100.00a

100.00

D4

66.67b

66.67b

100.00a

100.00a

100.00a

100.00a

100.00a

100.00a

100.00a

100.00

D5

100.00a

100.00a

100.00a

100.00a

100.00a

100.00a

100.00a

100.00a

100.00a

100.00

Keterangan : Angka dengan huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama
menunjukkan pengaruh berbeda tidak nyata pada taraf 5% menurut
Uji Jarak Duncan.
Dari

tabel

1

menunjukkan

bahwa

pemberian

dosis

sporosit

S. singaporensis berpengaruh nyata terhadap kematian tikus dengan persentase
mortalitas yang berbeda pula, Hal ini disebabkan oleh banyaknya jumlah sporosit
yang masuk kedalam tubuh tikus sehingga mempengaruhi proses terjadinya
infeksi.
Dari hasil penelitian mortalitas tertinggi dalam waktu yang cepat terdapat
pada perlakuan D5 (pemberian 2 tablet) sebesar 100% pada 5 HSA, diikuti
perlakuan D4 (pemberian 1½ tablet) sebesar 100% pada 7 HSA, diikuti oleh
perlakuan D3 (pemberian 1 tablet) sebesar 100% pada 11 HSA, kemudian diikuti

oleh perlakuan D2 (pemberian ½ tablet) sebesar 100% pada 14 HSA, dan diikuti
oleh perlakuan D1 (pemberian ¼ tablet) sebesar 100% pada 14 HSA, sedangkan
percobaan tanpa perlakuan tikus masih dalam kondidi hidup sejak awal penelitian
berlangsung sampai akhir penelitian. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
semakin tinggi dosis yang diberikan pada tikus maka semakin tinggi mortalitas
tikus sawah. Hal ini didukung oleh penelitian yang pernah dilakukan oleh Jaekel
(2006b) menyatakan bahwa sporosit yang di konsumsi dalam jumlah besar akan
mengakibatkan tingginya angka kematian tikus. Hal ini juga didukung oleh
pernyataan Oka (1995) bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi efikasi suatu
pathogen tergantung dari jumlah (dosis) yang diberikan.
Dari hasil penelitian diantara perlakuan (D3, D4 dan D5) tidak berbeda
nyata hal ini disebabkan dosis yang diberikan pada setiap perlakuan antara D3,
D4, dan D5 tidak terlalu jauh berbeda sehingga lama kematian yang ditimbulkan
oleh tikus tidak terlaku berbeda. Hal ini didukung oleh hasil percobaan
Jaekel (2006a) yang dilakukan di Thailand bahwa dengan pemberian dosis
sporosit S. singaporensis dengan jumlah berkisar antara 200.000-400.000 sporosit
dapat mengurangi populasi tikus sawah sebesar 70 hingga 90%.
Rataan lama kematian tikus mulai yang tercepat sampai yang terlama
secara berurutan yaitu pada perlakuan (D5 pemberian 2 tablet) berkisar 4 hingga 5
hari (100%), diikuti dengan perlakuan (D4 pemberian 1½) berkisar 5 hingga 7
hari (100%), perlakuan (D3 pemberian 1 tablet) berkisar 6 hingga 11 hari (100)
kemudian perlakuan (D2 pemberian ½ tablet) berkisar 11 hingga 14 hari dan
perlakuan (D1 pemberian ¼ tablet) berkisar 14 hari.

Hasil pengamatan pada saat penelitian menunjukkan bahwa pada saat
pemberian umpan pelet yang berisi sporosit S. singaporensis, sebagian tikus tidak
mengkonsumsi umpan pelet secara langsung hal ini disebabkan karena sifat tikus
yang mudah curiga terhadap setiap benda baru yang ditemuinya termasuk
pakannya, sesuai dengan pernyataan Priyambodo (1995) menyatakan dalam
proses mengenali dan mengambil pakan yang ditemukan atau disediakan oleh
manusia, tikus tidak langsung memakan seluruhnya tetapi tikus mencicipi terlebih
dahulu untuk melihat reaksi yang terjadi di dalam tubuhnya.
Dapat disimpulkan bahwa penggunaan umpan yang berisi parasit
S. singaporensis dengan dosis tinggi dapat mengendalikan populasi tikus dengan
lama kematian tikus dengan waktu yang lebih cepat. Didukung oleh penelitian
Jaekel et al (2005) yang dilakukan di Thailand bahwa penggunaan umpan yang
berisi parasit S. singaporensis dengan dosis tinggi dapat mengendalikan populasi
tikus pada kondisi ekologi yang tidak merugikan dengan angka kematian 70
hingga 90% dan lama kematian antara 7 – 10 hari.

2. Perilaku Tikus Sawah yang Terinfeksi Protozoa S. singaporensis
Perilaku ataupun gejala yang terlihat pada tikus yang sakit antara lain :
bulunya terlihat kasar dan berdiri serta mengalami kerontokan. Kelopak mata
tikus mengecil atau menurun seperti hendak tidur dan sebagian mata tikus berair.
Tikus juga mengalami penurunan nafsu makan dan diare. ACIAR (1998)
menyatakan bahwa sebagian besar tikus yang terinfeksi S. singaporensis akan
menunjukkan gejala klinis 2-4 hari menjelang kematiannya. Gejala-gejala tersebut
antara lain : nafsu makan berkurang, mata berair, sesak nafas, diare dan lesu.

Gambar 5. Gejala tikus yang sakit

Gambar 6. Tikus yang mengalami kematian

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN
1. Umpan yang berisi sporosit S. singaporensis efektif digunakan untuk
pengendalian tikus.
2. Mortalitas tikus tertinggi terdapat pada perlakuan D5 (dosis 2 Tablet)
sebesar 100% pada 5 HSA, diikuti perlakuan D4 (pemberian 1½ tablet)
sebesar 100% pada 7 HSA, diikuti oleh perlakuan D3 (pemberian 1 tablet)
sebesar 100% pada 11 HSA, kemudian diikuti oleh perlakuan D2
(pemberian ½ tablet) sebesar 100% pada 14 HSA, dan diikuti oleh
perlakuan D1 (pemberian ¼ tablet) sebesar 100% pada 14 HSA,
sedangkan percobaan tanpa perlakuan tikus masih dalam kondidi hidup
3. Tikus tidak langsung mengkonsumsi umpan yang diberikan karena tikus
memiliki sifat curiga terhadap benda baru yang di temuinya.
4. Gejala tikus yang terinfeksi sporosi S. singaporensis antara lain : nafsu
makan berkurang, mata berair, bulu terlihat kasar, dan pada saat
kematiannya tikus mengalami pendarahan dari mulut dan hidung.
5. Semakin tinggi dosis yang diberikan pada tikus maka semakin tinggi
tingkat mortalitas tikus.

SARAN
Perlakuan antara D1-D5 dapat digunakan tetapi perlu penelitian lebih
lanjut dengan menggunakan dosis yang lebih rendah dari perlakuan yang pernah
dicobakan.

Lampiran 1. Data Mortalitas Tikus Sawah R. argentiventer 5 HSA (%).

I

Ulangan
II

III

D0
D1
D2
D3
D4

0.00
0.00
0.00
0.00
100.00

0.00
0.00
0.00
0.00
0.00

0.00
0.00
0.00
0.00
100.00

D5
Total
Rataan

100.00
200.00
33.33

100.00
100.00
16.67

100.00
200.00
33.33

Perlakuan

Total

Rataan

0.00
0.00
0.00
0.00
200.00
300.00
500.00

0.00
0.00
0.00
0.00
66.67
100.00
27.78

Data Mortalitas Tikus Sawah di Transformasi ke dalam Arc.sin √x
Perlakuan
D0
D1
D2
D3
D4
D5
Total
Rataan

I

Ulangan
II

0.71
0.71
0.71
0.71
10.02
10.02
22.88
3.81

0.71
0.71
0.71
0.71
0.71
10.02
13.56
2.26

Total

III
0.71
0.71
0.71
0.71
10.02
10.02
22.88
3.81

Rataan

2.12
2.12
2.12
2.12
20.76
30.07
59.32
9.89

0.71
0.71
0.71
0.71
6.92
10.02
19.77
3.30

Daftar Analisa Sidik Ragam Mortalitas Tikus Sawah 5 HSA (%).
SK
DB
JK
KT
Fhit
Perlakuan
5
255.64
51.13
8.83
**
Galat
10
57.89
5.79
Total
15
313.53
FK
KK

= 195.47
= 33.13

Ket

: ** = Nyata
0 = Tikus Hidup

UJD.05
Sy = 0.80
SSR 0.05
LSR 0.05
Rataan

3.15
2.52
0

3.30
2.64
66.67

3.37
2.70
100
a

b
c

F0.5
3.33

F0.01
5.64

Lampiran 2. Data Mortalitas Tikus Sawah R. argentiventer 6 HSA (%).

I

Ulangan
II

0.00
0.00
0.00
100.00
100.00
100.00
300.00
50.00

0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
100.00
100.00
16.67

Perlakuan
D0
D1
D2
D3
D4
D5
Total
Rataan

III
0.00
0.00
0.00
0.00
100.00
100.00
200.00
33.33

Total

Rataan

0.00
0.00
0.00
100.00
200.00
300.00
600.00

0.00
0.00
0.00
33.33
66.67
100.00
33.33

Data Mortalitas Tikus Sawah di Transformasi ke dalam Arc.sin √x
Perlakuan
D0
D1
D2
D3
D4
D5
Total
Rataan

I
0.71
0.71
0.71
10.02
10.02
10.02
32.20
5.37

Ulangan
II
0.71
0.71
0.71
0.71
0.71
10.02
13.56
2.26

Total

III
0.71
0.71
0.71
0.71
10.02
10.02
22.88
3.81

2.12
2.12
2.12
11.44
20.76
30.07
68.64
11.44

Rataan
0.71
0.71
0.71
3.81
6.92
10.02
22.88
3.81

Daftar Analisa Sidik Ragam Mortalitas Tikus Sawah 6 HSA (%).
SK
DB
JK
KT
Fhit
Perlakuan
5
231.53
46.31
4.00
*
Galat
10
115.76
11.58
Total
15
347.29
FK
KK

F0.5
3.33

F0.01
5.64

= 261.71
= 29.64

Ket
: * = Nyata
UJD 0.5
Sy = 1.13
SSR 0.05
LSR 0.05
Rataan

3.15
3.57
0

3.30
3.74
33.33

3.37
3.82
66.67

3.43
3.89
100
a

b
c
d

Lampiran 3. Data Mortalitas Tikus Sawah R. argentiventer 7 HSA (%).

I

Ulangan
II

0.00
0.00
0.00
100.00
100.00
100.00
300.00
50.00

0.00
0.00
0.00
0.00
100.00
100.00
200.00
33.33

Perlakuan
D0
D1
D2
D3
D4
D5
Total
Rataan

III
0.00
0.00
0.00
0.00
100.00
100.00
200.00
33.33

Total

Rataan

0.00
0.00
0.00
100.00
300.00
300.00
700.00

0.00
0.00
0.00
33.33
100.00
100.00
38.89

Data Mortalitas Tikus Sawah di Transformasi ke dalam Arc.sin √x
Perlakuan
D0
D1
D2
D3
D4
D5
Total
Rataan

I

Ulangan
II

0.71
0.71
0.71
10.02
10.02
10.02
32.20
5.37

0.71
0.71
0.71
0.71
10.02
10.02
22.88
3.81

Total

III
0.71
0.71
0.71
0.71
10.02
10.02
22.88
3.81

2.12
2.12
2.12
11.44
30.07
30.07
77.95
12.99

Rataan
0.71
0.71
0.71
3.81
10.02
10.02
25.98
4.33

Daftar Analisa Sidik Ragam Mortalitas Tikus Sawah 7 HSA (%).
SK
DB
JK
KT
Fhit
Perlakuan
5
313.53
62.71
10.83
**
Galat
10
57.88
5.79
Total
15
371.41
FK
KK

= 337.59
= 25.20

Ket
: ** = Nyata
UJD 0.5
Sy = 0.80
SSR 0.05
LSR 0.05
Rataan

3.15
2.52
0

3.30
2.64
33.33

3.37
2.70
100
a

b
c

F0.5
3.33

F0.01
5.64

Lampiran 4. Data Mortalitas Tikus Sawah R. argentiventer 8 HSA (%).

I

Ulangan
II

0.00
0.00
0.00
100.00
100.00
100.00
300.00
50.00

0.00
0.00
0.00
0.00
100.00
100.00
200.00
33.33

Perlakuan
D0
D1
D2
D3
D4
D5
Total
Rataan

III
0.00
0.00
0.00
0.00
100.00
100.00
200.00
33.33

Total

Rataan

0.00
0.00
0.00
100.00
300.00
300.00
700.00

0.00
0.00
0.00
33.33
100.00
100.00
38.89

Data Mortalitas Tikus Sawah di Transformasi ke dalam Arc.sin √x
Perlakuan
D0
D1
D2
D3
D4
D5
Total
Rataan

I

Ulangan
II

0.71
0.71
0.71
10.02
10.02
10.02
32.20
5.37

0.71
0.71
0.71
0.71
10.02
10.02
22.88
3.81

Total

III
0.71
0.71
0.71
0.71
10.02
10.02
22.88
3.81

2.12
2.12
2.12
11.44
30.07
30.07
77.95
12.99

Rataan
0.71
0.71
0.71
3.81
10.02
10.02
25.98
4.33

Daftar Analisa Sidik Ragam Mortalitas Tikus Sawah 8 HSA (%).
SK
DB
JK
KT
Fhit
Perlakuan
5
313.53
62.71
10.83
**
Galat
10
57.88
5.79
Total
15
371.41
FK
KK

= 337.59
= 25.20

Ket
: ** = Nyata
UJD 0.5
Sy = 0.80
SSR 0.05
LSR 0.05
Rataan

3.15
2.52
0

3.30
2.64
33.33

3.37
2.70
100
a

b
c

F0.5
3.33

F0.01
5.64

Lampiran 5. Data Mortalitas Tikus Sawah R. argentiventer 9 HSA (%).

I

Ulangan
II

0.00
0.00
0.00
100.00
100.00
100.00
300.00
50.00

0.00
0.00
0.00
0.00
100.00
100.00
200.00
33.33

Perlakuan
D0
D1
D2
D3
D4
D5
Total
Rataan

III
0.00
0.00
0.00
100.00
100.00
100.00
300.00
50.00

Total

Rataan

0.00
0.00
0.00
200.00
300.00
300.00
800.00

0.00
0.00
0.00
66.67
100.00
100.00
44.44

Data Mortalitas Tikus Sawah di Transformasi ke dalam Arc.sin √x
Perlakuan
D0
D1
D2
D3
D4
D5
Total
Rataan

I

Ulangan
II

0.71
0.71
0.71
10.02
10.02
10.02
32.20
5.37

0.71
0.71
0.71
0.71
10.02
10.02
22.88
3.81

Total

III
0.71
0.71
0.71
10.02
10.02
10.02
32.20
5.37

2.12
2.12
2.12
20.76
30.07
30.07
87.27
14.55

Rataan
0.71
0.71
0.71
6.92
10.02
10.02
29.09
4.85

Daftar Analisa Sidik Ragam Mortalitas Tikus Sawah 9 HSA (%).
SK
DB
JK
KT
Fhit
Perlakuan
5
328.00
65.60
11.33
**
Galat
10
57.88
5.79
Total
15
385.88
FK
KK

= 423.12
= 22.51

Ket
: ** = Nyata
UJD 0.5
Sy
= 0.80
SSR 0.05
LSR 0.05
Rataan

3.15
2.52
0

3.30
2.64
66.67

3.37
2.70
100
a

b
c

F0.5
3.33

F0.01
5.64

Lampiran 6. Data Mortalitas Tikus Sawah R. argentiventer 10 HSA (%).

I

Ulangan
II

III

0.00
0.00
0.00
100.00
100.00
100.00
300.00
50.00

0.00
0.00
0.00
0.00
100.00
100.00
200.00
33.33

0.00
0.00
0.00
100.00
100.00
100.00
300.00
50.00

Perlakuan
D0
D1
D2
D3
D4
D5
Total
Rataan

Total

Rataan

0.00
0.00
0.00
200.00
300.00
300.00
800.00

0.00
0.00
0.00
66.67
100.00
100.00
44.44

Data Mortalitas Tikus Sawah di Transformasi ke dalam Arc.sin √x
Perlakuan
D0
D1
D2
D3
D4
D5
Total
Rataan

I

Ulangan
II

0.71
0.71
0.71
10.02
10.02
10.02
32.20
5.37

0.71
0.71
0.71
0.71
10.02
10.02
22.88
3.81

Total

III
0.71
0.71
0.71
10.02
10.02
10.02
32.20
5.37

2.12
2.12
2.12
20.76
30.07
30.07
87.27
14.55

Rataan
0.71
0.71
0.71
6.92
10.02
10.02
29.09
4.85

Daftar Analisa Sidik Ragam Mortalitas Tikus Sawah 10 HSA (%).
SK
DB
JK
KT
Fhit
Perlakuan
5
328.00
65.60
11.33
**
Galat
10
57.88
5.79
Total
15
385.88
FK
KK

= 423.12
= 22.51

Ket
: ** = Nyata
UJD 0.5
Sy = 0.80
SSR 0.05
LSR 0.05
Rataan

3.15
2.52
0

3.30
2.64
66.67

3.37
2.70
100
a

b
c

F0.5
3.33

F0.01
5.64

Lampiran 7. Data Mortalitas Tikus Sawah R. argentiventer 11 HSA (%).

I

Ulangan
II

III

0.00
0.00
100.00
100.00
100.00
100.00
400.00
66.67

0.00
0.00
100.00
100.00
100.00
100.00
400.00
66.67

0.00
0.00
0.00
100.00
100.00
100.00
300.00
50.00

Perlakuan
D0
D1
D2
D3
D4
D5
Total
Rataan

Total

Rataan

0.00
0.00
200.00
300.00
300.00
300.00
1100.00

0.00
0.00
66.67
100.00
100.00
100.00
61.11

Data Mortalitas Tikus Sawah di Transformasi ke dalam Arc.sin √x
Perlakuan
D0
D1
D2
D3
D4
D5
Total
Rataan

I

Ulangan
II

0.71
0.71
10.02
10.02
10.02
10.02
41.51
6.92

0.71
0.71
10.02
10.02
10.02
10.02
41.51
6.92

Total

III
0.71
0.71
0.71
10.02
10.02
10.02
32.20
5.37

2.12
2.12
20.76
30.07
30.07
30.07
115.22
19.20

Rataan
0.71
0.71
6.92
10.02
10.02
10.02
38.41
6.40

Daftar Analisa Sidik Ragam Mortalitas Tikus Sawah 11 HSA (%).
SK
DB
JK
KT
Fhit
Perlakuan
5
313.53
62.71
10.83
**
Galat
10
57.88
5.79
Total
15
371.41
FK
KK

= 737.59
= 17.05

Ket
: ** = Nyata
UJD 0.5
Sy = 0.80
SSR 0.05
LSR 0.05
Rataan

3.15
2.52
0

3.30
2.64
66.67

3.37
2.70
100
a

b
c

F0.5
3.33

F0.01
5.64

Lampiran 8. Data Mortalitas Tikus Sawah R. argentiventer 12 HSA (%).

I

Ulangan
II

III

0.00
0.00
100.00
100.00
100.00
100.00
400.00
66.67

0.00
0.00
100.00
100.00
100.00
100.00
400.00
66.67

0.00
0.00
0.00
100.00
100.00
100.00
300.00
50.00

Perlakuan
D0
D1
D2
D3
D4
D5
Total
Rataan

Total

Rataan

0.00
0.00
200.00
300.00
300.00
300.00
1100.00

0.00
0.00
66.67
100.00
100.00
100.00
61.11

Data Mortalitas Tikus Sawah di Transformasi ke dalam Arc.sin √x
Perlakuan
D0
D1
D2
D3
D4
D5
Total
Rataan

I

Ulangan
II

0.71
0.71
10.02
10.02
10.02
10.02
41.51
6.92

0.71
0.71
10.02
10.02
10.02
10.02
41.51
6.92

Total

III
0.71
0.71
0.71
10.02
10.02
10.02
32.20
5.37

2.12
2.12
20.76
30.07
30.07
30.07
115.22
19.20

Rataan
0.71
0.71
6.92
10.02
10.02
10.02
38.41
6.40

Daftar Analisa Sidik Ragam Mortalitas Tikus Sawah 12 HSA (%).
SK
DB
JK
KT
Fhit
Perlakuan
5
313.53
62.71
10.83
**
Galat
10
57.88
5.79
Total
15
371.41
FK
KK

= 737.59
= 17.05

Ket
: ** = Nyata
UJD 0.5
Sy = 0.80
SSR 0.05
LSR 0.05
Rataan

3.15
2.52
0

3.30
2.64
66.67

3.37
2.70
100
a

b
c

F0.5
3.33

F0.01
5.64

Lampiran 9. Data Mortalitas Tikus Sawah R. argentiventer 13 HSA (%).

I

Ulangan
II

III

0.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
500.00
83.33

0.00
0.00
100.00
100.00
100.00
100.00
400.00
66.67

0.00
0.00
0.00
100.00
100.00
100.00
300.00
50.00

Perlakuan
D0
D1
D2
D3
D4
D5
Total
Rataan

Total

Rataan

0.00
100.00
200.00
300.00
300.00
300.00
1200.00

0.00
33.33
66.67
100.00
100.00
100.00
66.67

Data Mortalitas Tikus Sawah di Transformasi ke dalam Arc.sin √x
Perlakuan
D0
D1
D2
D3
D4
D5
Total
Rataan

I

Ulangan
II

0.71
10.02
10.02
10.02
10.02
10.02
50.83
8.47

0.71
0.71
10.02
10.02
10.02
10.02
41.51
6.92

Total

III
0.71
0.71
0.71
10.02
10.02
10.02
32.20
5.37

2.12
11.44
20.76
30.07
30.07
30.07
124.54
20.76

Rataan
0.71
3.81
6.92
10.02
10.02
10.02
41.51
6.92

Daftar Analisa Sidik Ragam Mortalitas Tikus Sawah 13 HSA (%).
SK
DB
JK
KT
Fhit
Perlakuan
5
231.53
46.31
4.00
*
Galat
10
115.76
11.58
Total
15
347.29
FK
KK

F0.5
3.33

F0.01
5.64

= 861.71
= 16.33

Ket
: * = Nyata
UJD 0.5
Sy = 1.13
SSR 0.05
LSR 0.05
Rataan

3.15
3.57
0

3.30
3.74
33.33

3.37
3.82
66.67

3.43
3.89
100
a

b
c
d

Lampiran 10. Data Mortalitas Tikus Sawah R. argentiventer 14 HSA (%).
Perlakuan
D0
D1
D2
D3
D4
D5
Total
Rataan

I
0.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
500.00
83.33

Ulangan
II
0.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
500.00
83.33

III
0.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
500.00
83.33

Total

Rataan

0.00
300.00
300.00
300.00
300.00
300.00
1500.00

0.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
83.33

Data Mortalitas Tikus Sawah di Transformasi ke dalam Arc.sin √x

Perlakuan
D0
D1
D2
D3
D4
D5
Total
Rataan

I

Ulangan
II

0.71
10.02
10.02
10.02
10.02
10.02
50.83
8.47

0.71
10.02
10.02
10.02
10.02
10.02
50.83
8.47

III
0.71
10.02
10.02
10.02
10.02
10.02
50.83
8.47

Total
2.12
30.07
30.07
30.07
30.07
30.07
152.50
25.42

Rataan
0.71
10.02
10.02
10.02
10.02
10.02
50.83
8.47

Daftar Analisa Sidik Ragam Mortalitas Tikus Sawah 14 HSA (%).
SK
DB
JK
KT
Fhit
Perlakuan
5
217.06
43.41
#DIV/0!
tn
Galat
10
0.00
0.00
Total
15
217.06
FK
KK

= 1291.94
=0

Ket

: tn = Tidak Nyata
0 = Tikus Hidup

F0.5
3.33

F0.01
5.64

DAFTAR PUSTAKA

ACIAR (The Australian Center for International Agricultural Research). 1998.
Management Of Rodent Pest in Southeast Asia. Available at
http://72.14.203.104/search:hJ2qWxtSJOgJ:www.cse.csiro.au/research/rod
ents/ratsnewletters/War6.pdf+life+cycle+of+sarcocystis+singaporensis&hl
=id&gl=id&ct=clnk&cd=19. Diakses tanggal 26 April 2009.
Ambarwati, M & T. Sagala. 2006. Burung Hantu (Tyto alba) Pengendali Tikus
Pada Tanaman Pangan. Available at
http://www.deptan.go.id/ditlintp/TEKNOLOGI/BURUNG HANTU.html.
Diakses tanggal 20 April 2009.
Anita, CH. 2003. Tikus Sawah & Cara Pengendaliannya. Available at
www.leisa.info/index.php?url=getblob.php&o_id=67233&a_id=211&a_se
q=0. Diakses tanggal 28 April 2009.
Anonim. 2002. Rat-A-Way. http://www.animalrepellents.com. Diakses pada
tanggal 12 April 2009. hlm. 2
Baehaki, S.E. 1993. Berbagai Hama Serangga Tanaman Padi. Penerbit Angkasa,
Bandung. hal V.
BPT-PH (Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura). 2004. Luas Serangan
dan Kehilangan Hasil Panen Padi. Dinas Pertanian Provinsi Sumatera
Utara, Medan. Hal. 135-137.
Departemen Pertanian Jakarta. 2006a. Tikus Sawah (Rattus argentiventer Rob &
Kloss). Available at http://www.deptan.go.id/ditlintp/PEDOMAN/PENGENDALIAN/bio%20pengend%20opt/TIKUS.html.
Diakses tanggal 3 April 2009.
_______________________. 2006b. Pengendalian Hama Tikus. Available at
http://www.indonext.com/report/report307.html. Diakses tanggal 5 April
2009.
Direktorat Jendral Perlindungan Tanaman Pangan. 1994. Prakiraan Serangan OPT
Utama Tanaman Padi, Jagung, dan Kedelai Pada Musim Hujan 2008/2009.
Diunduh dari http://ditjentan.deptan.go.id. (3 Mei 2009).
Edy, S. 2003. Jawa Timur: Puluhan Hektar Lahan Padi di Tulungagung Diserang
Tikus. Available at http://www.mediaindo.co.id/berita.asp?id=94162.
Diakses tanggal 20 April 2009.

Harahap, I. S & B. Tjahjono. 2003. Pengendalian Hama Penyakit Padi. Penebar
Swadaya, Jakarta. hal. 72-73.
Jaekel, T., H. Burgstaller & W. Frank. 1996. Sarcocystis singaporensis: studies on
host specificity, pathogenicity and potential use as biocontrol agent of wild
rats. J. Parasitol. 82(2). pp. 280-287.
Jaekel, T., Y. Khoprasert., S. Endepols., C. A. Braumann., K. Suasa., P.
Promkerd., D. Kliemt., P. Boonsong & S. Hongnark. 1999. Biological
control of rodent using Sarcocystis singaporensis. Int. J. for Parasitol. 29.
pp. 1321-1330.
Jaekel, T., Y. Khoprasert., P. Promkerd & S. Hongnark. 2005. AN experimental
field study to assess the effectiveness of bait containing the parasitic
protozoa Sarcocystis singaporensis for protecting ric crops against rodent
damage. J. Crop. 2005. pp. 1-8.
_____. 2006b. Phytons and Parasites. Available at http://www.new-agri.co.uk/023/focuson/focuson4.html. Diakses tanggal 25 April 2009.
Khoprasert, Y., T. Jaekel., V. Sihabutr & S. Hongnark. 2006. Pathogenic Effects
of the Coccidian Protozoan, Sarcocystis singaporensis in the Great
Bandicoot, Bandicota indicate, and the Norway Rat, Rattus norvegicus.
Available at
http://72.14.203.104/custom?q=cache:hJ2qWxtSJOgJ:www.cse.csiro.au/re
search/rodent/ratsnewsletters/War6.pdf+protozoon+sarcocystis+singapore
nsis&hl=en&ct=clnk&cd=4&ie=UTF-8&client=pub-835766032102939.
Diakses tanggal 25 April 2009.
Kompas. 2001. Nasib Petani dan Keganasan Tikus. Available at
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0107/27/jateng/nasi26.htm.
Diakses tanggal 3 April 2009.
Liem, JS. 1979. Prinsip Dasar Pengendalian Hama Tikus. Fakultas Pertanian.
Universitas Padjadjaran. Bandung. Hlm. 11-12.
Meehan. 1984. Rat and Mice. Their Biology and Control. Rentokil Library. hlm.
1-2.
Oka, I. N. 1995. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia.
Gajah mada University Press, Yogyakarta.
Priyambodo, S. 1995. Pengendalian Hama Tikus Terpadu. Penebar Swadaya,
Jakarta. hal. 24.

Suhana, Ruskandi & Sumarko. 2006. Teknik Pengendalian Tikus di Sawah Ir