Peranan Perpustakaan Sebagai Agen Perubahan Sosial
PERANAN PERPUSTAKAAN SEBAGAI
AGEN PERUBAHAN SOSIAL
OLEH
HOTLAN SIAHAAN, S.Sos., M.I.Kom
DEPARTEMEN ILMU PERPUSTAKAAN
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
ABSTRAK
Keberadaan perpustakaan menjadi bagian dari peradaban dan budaya manusia untuk menuju perubahan dalam kehidupan. Salah satu tujuan Negara Indonesia merdeka untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Sarana belajar yang dapat digunakan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa adalah perpustakaan. Perpustakaan sebagai lembaga yang bertugas menyimpan, mengolah, mengemas, dan mendistribusikan informasi saat ini dituntut untuk mampu beradaptasi untuk memenuhi kebutuhan pengguna secara relevan, akurat dan tepat. Pustakawan sebagai pekerja informasi bertindak sebagai agen pembaru membawa inovasi kepustakawanan. Pustakawan dituntut mampu mengantisipasi dengan kemajuan teknologi dalam menyebarluaskan informasi yang membawa perubahan pada masyarakat yang memanfaatkan perpustakaan sehingga akan terlihat mulai dari mental dan moral, cara berpikir, berbicara kemudian dalam perbuatan atau tindakan nyata. Pada akhirnya masyarakat lebih dinamis, kritis, analitis aktif dan inovatif.
(3)
PERANAN PERPUSTAKAAN SEBAGAI
AGEN PERUBAHAN SOSIAL
1. PENDAHULUAN
Manusia dalam berbagai karakter yang berbeda selalu ingin berubah ke arah yang lebih baik. Manusia cenderung melakukan berbagai hal untuk mewujudkan perubahan tersebut, dan perubahan itu pada dasarnya tidak dapat dielakkan dalam kehidupan manusia. Sejak abad ke-16 filsafat sejarah di Perancis telah mengemukakan suatu pemikiran bahwa umat manusia mengalami perkembangan melalui suatu penahapan tertentu menuju suatu keadaan yang lebih baik, sehingga saat itu berkembang apa yang dinamakan teori evolusi biologis.
Dalam perkembangannya Comte yang dikenal sebagai ”Bapak Sosiologi” menyatakan bahwa masyarakat merupakan sebuah organisme yang terintegrasi berkat adanya konsensus. Kondisi ini memungkinkan masyarakat selalu berada dalam kondisi yang harmonis (statis). Preposisi yang lain juga dikatakan bahwa setiap masyarakat akan mengalami urutan perkembangan dan perkembangan selanjutnya akan dipengaruhi oleh perkembangan sebelumnya (dinamis). Dengan mempelajari sifat umum perkembangan akan diperoleh hukum atau pola-pola yang terjadi sehingga dengan demikian akan bisa membantu menyediakan dasar rasional untuk memudahkan tingkat kemajuan masyarakat.
Dalam perkembangan ilmu pengetahuan, perpustakaan sebagai sumber informasi merupakan salah satu pranata sosial yang terus berkembang. Karena bagaimanapun perpustakaan merupakan hasil karya cipta manusia dan
(4)
keberadaannya pun akan terus dipelihara oleh masyarakat dimana perpustakaan itu berada.
Sejalan dengan fungsi dan peran perpustakaan bagi masyarakat, sejak tahun 1947 UNESCO telah mengeluarkan manifesto perpustakaan umum yang telah mengalami dua kali revisi pada tahun 1972 dan 1994. Di dalam manifesto tersebut jelas disebutkan bahwa perpustakaan berfungsi sebagai pintu gerbang menuju pengetahuan, menyediakan kondisi awal bagi perorangan maupun kelompok sosial untuk melakukan kegiatan belajar seumur hidup (lifelong learning), pengambilan keputusan mandiri dan pembangunan budaya. Oleh karena itu perpustakaan diharapkan mampu menyediakan pengetahuan dan informasi dan juga melayani masyarakat tanpa memandang perbedaan umur, ras, jender, agama, kebangsaan, bahasa dan status sosial.
2. PEMBAHASAN
a. Perubahan Sosial
Banyak para ahli yang memberikan pengertian tentang perubahan sosial. Wilbert Moore dalam Lauer (2003 : 4) menyatakan perubahan sosial sebagai perubahan penting dari struktur sosial sebagi variasi atau modifikasi dalam setiap aspek proses sosial, pola sosial, dan bentuk-bentuk sosial serta setiap modifikasi pola antar hubungan yang mapan dan standar perilaku.
Definisi lain diberikan oleh Burhan Bungin (2007 : 91), perubahan sosial adalah proses sosial yang dialami oleh anggota masyarakat serta semua unsur-unsur budaya dan sistem-sistem sosial, dimana semua tingkat kehidupan masyarakat secara sukarela atau dipengaruhi oleh unsur-unsur eksternal
(5)
meninggalkan pola-pola kehidupan, budaya, dan sistem sosial lama kemudian menyesuaikan diri atau menggunakan pola-pola kehidupan, budaya dan sistem sosial baru. Herbert Blumer pada tahun 1955 (dalam Narwoko dan Suyanto, 2006 : 363) melihat perubahan sosial sebagai usaha kolektif untuk menegakkan terciptanya tata kehidupan baru. Lebih jauh Ralp Turner dan Lewis M. Killin 1962 (dalam Narwoko dan Suyanto, 2006 : 363), perubahan sosial sebagai kolektivitas yang bertindak terus menerus guna meningkatkan perubahan dalam masyarakat atau kelompok. Dari berbagai pendapat para ahli tersebut bahwa pada prinsipnya masyarakat selalu mengalami perubahan-perubahan.
Menurut Rogers dalam Hastarini perubahan sosial melewati beberapa tahap, diantaranya:
1. Invensi, yaitu suatu situasi atau kondisi seseorang untuk bisa menciptakan ide. Ide tersebut bisa datang dari bahan pustaka, penelitian orang lain atau tulisan orang lain.
2. Adopsi, yaitu suatu proses yang menunjukkan bahwa informasi tersebut bisa diterima oleh individu maupun masyarakat.
3. Konsekuensi, yaitu keadaan individu atau masyarakat untuk bisa menerima atau menolak terhadap perubahan tersebut.
Jadi dapat disimpulkan bahwa perubahan sosial itu merujuk kepada perubahan suatu fenomena sosial diberbagai tingkat kehidupan manusia.
b. Fungsi Perpustakaan
Dalam sejarah perkembangannya, perpustakaan telah ada sejak zaman purba kala. Dalam wujud dan bentuk yang sangat sederhana, seperti tanda atau
(6)
tulisan yang dipahatkan pada pohon ataupun benda-benda tertulis sebagai media komunikasi dan penyampaian pesan kepada orang lain. Benda itu dapat diteruskan dari satu generasi ke generasi berikutnya ataupun dapat dibaca oleh suku lain. Namun lambat laun manusia menemukan alat tulis yang lebih baik dari sebelumnya. Orang Mesir berhasil menemukan bahan tulis berupa papyrus yang dibuat dari sejenis rumput yang tumbuh di sepanjang Sungai Nil. Sejak masa itu perpustakaan terus berproses dan berkembang sesuai dengan keinginan manusia. Keberadaan perpustakaan menjadi bagian dari peradaban dan budaya manusia. Tinggi rendahnya peradaban dan budaya suatu bangsa dapat dilihat pada kondisi perpustakaan yang telah dimiliki. Artinya, bahwa kondisi perpustakaan merupakan sebuah refleksi budaya dan peradaban yang mencerminkan kehidupan manusia. Namun, bentuk perpustakaan dulu berbeda dengan yang kita miliki dan gunakan sekarang. Penemuan kertas sebagai bahan utama buku pada awal abad kedua dan mesin cetak ditemukan oleh Johan Gutenberg, seorang ahli dari Jerman pada abad ke 15, perkembangan teknik rekam dan pengembangan teknologi digital yang berbasis teknologi informasi dan komunikasi mempercepat tumbuh kembangnya perpustakaan. Pengelolaan perpustakaan menjadi semakin kompleks. Dari sini awal mulai berkembang ilmu dan teknik mengelola perpustakaan.
Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa salah satu tujuan negara Indonesia merdeka adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Bangsa yang cerdas adalah bangsa yang mempunyai ciri-ciri antara lain; (1) selalu belajar dan meningkatkan kemampuan, (2) mampu menguasai dan dapat memanfaatkan ilmu pegetahuan dan teknologi, (3) mampu memproduksi kebutuhan pokok sendiri, (4) mampu bersaing bidang iptek dengan negara-negara
(7)
lain (5) bangga menjadi sebuah bangsa dengan segala kepribadian (Sutarno, 2008:7). Salah satu sarana belajar yang dapat mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia adalah perpustakaan. Bahwa dalam rangka meningkatkan kecerdasan kehidupan bangsa, diantaranya perlu ditumbuhkan budaya gemar membaca melalui pengembangan dan pendayagunaan perpustakaan sebagai sumber informasi yang berupa karya tulis, karya cetak dan/atau karya rekam. Perpustakaan merupakan sistem informasi yang di dalamnya terdapat aktivitas pengumpulan, pengolahan, pengawetan, pelestarian, penyajian serta penyebaran informasi. Informasi meliputi produk intelektual dan artistik manusia. Pengertian ini didasarkan pada pemikiran bahwa perpustakaan sebagai lembaga yang bergerak dalam bidang ilmu pengetahuan dan informasi yang selalu berkembang seirama dengan perkembangan pemikiran dan kultur masyarakatnya.
Dalam Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Republik Indonesia Tentang Perpustakaan Pada Bab VII Pasal 20 Tentang Jenis-Jenis Perpustakaan terdiri atas; (1). Perpustakaan Nasional, (2). Perpustakaan Umum, (3). Perpustakaan Sekolah/Madrasah, (4). Perpustakaan Perguruan Tinggi, (5). Perpustakaan Khusus. Setiap perpustakaan diselenggarakan dengan maksud dan tujuan tertentu. Oleh karena itu, ada perbedaan fungsi dan sifatnya lebih spesifik pada setiap jenis perpustakaan. Akhir-akhir ini keberadaan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) ataupun rumah baca sedang giat-giatnya berkembang dalam menyemarakkan kegiatan pembudayaan gemar membaca kepada masyarakat. Menurut Sutarno (2008) Taman bacaan dan rumah baca dapat dikembangkan sebagai wahana berkumpul, belajar, dan berdialog antarwarga dalam memecahkan masalah bersama mengembangkan ide dan gagasan demi kemajuan masyarakat.
(8)
Apabila sarana membaca dan belajar itu dapat berkembang dan berfungsi baik, maka ada harapan bahwa dalam waktu yang tidak lama akan terwujud masyarakat Indonesia yang membaca dan belajar (reading and learning society). Suatu masyarakat berbudaya membaca menuju masyarakat informasi atau masyarakat ilmiah. Pada gilirannya akan terwujud pula masyarakat bangsa yang cerdas.
Pada dasarnya, secara umum setiap perpustakaan mempunyai fungsi yang sama, yaitu sebagai berikut: (a). Penyimpanan; perpustakaan bertugas menyimpan koleksi (informasi) yang diterimanya. Di Indonesia telah dikeluarkan UU No. 4 Tahun 1990 tentang Wajib Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam. Mekanisme pelaksanaan UU No. 4 ini diatur oleh Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1991. (b). Pendidikan; perpustakaan merupakan tempat belajar seumur hidup. (c). Penelitian; perpustakaan berfungsi menyediakan berbagi macam koleksi (informasi) untuk keperluan penelitian yang dilakukan oleh pemakai. (d). Informasi; perpustakaan menyediakan informasi bagai pemakai yang disesuaikan dengan jenis perpustakaan. (e). Rekreasi kultural; perpustakaan berfungsi menyimpan khazanah budaya bangsa.
Perpustakaan berperan meningkatkan apresiasi budaya dari masyarakat sekitar perpustakaan melalui penyediaan bahan bacaan. Eksistensi diharapkan mampu mencerminkan kemajuan dan merefleksikan kehidupan budaya masyarakat. Perpustakaan dapat dijadikan sebagai sarana diskusi memecahkan masalah-masalah yang dihadapi masyarakat serta memperkuat kesatuan dan persatuan.
Berkaitan dengan fungsi-fungsi tersebut maka dapat dikatakan jika perpustakaan berperan sebagai agen perubahan, yang pada akhirnya diharapkan
(9)
menjadi masyarakat informasi, masyarakat yang cerdas dan masyarakat yang ilmiah, dengan kata lain masyarakat yang cerdas pembelajar (learning society). Dan sebagai pusat pembelajaran masyarakat yang netral untuk semua kalangan juga berperan sebagai pembentuk kepribadian masyarakat yang mandiri dan kreatif.
Kepustakawanan menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan upaya penerapan ilmu perpustakaan dan profesi kepustakawanan. Kepustakawanan adalah penerapan ilmu perpustakaan dalam hal pengadaan, pengolahan dan pengorganisasian, pemeliharaan, dan pendayagunaan bahan perpustakaan di perpustakaan. Hal ini berkaitan erat dengan dengan fungsi perpustakaan.
c. Peran Perpustakaan dan Pustakawan dalam Perubahan Sosial (Agen Pembaru)
Perpustakaan dan pustakawan dikatakan sebagai penyedia informasi, dituntut untuk dapat menyumbangkan peran dan fungsinya dalam melakukan perubahan-perubahan yang lebih baik kepada masyarakat terutama melalui kiprahnya dalam memberikan layanan bahan pustaka dan informasi kepada masyarakat. Perpustakaan juga merupakan jalan untuk menuju masyarakat modern yang berperadaban. Namun demikian untuk merealisasikan semua impian itu bukanlah sesuatu yang mudah. (Qalyubi, 2007 : 441). Untuk menuju kepada masyarakat modern yang berperadaban, dituntut adanya perubahan sosial terhadap kesediaan anggota masyarakat untuk meninggalkan unsur-unsur budaya dan sistem sosial lama. Sehingga perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya. Perubahan pada diri masyarakat terjadi setelah orang memperoleh berbagai ilmu pengetahuan
(10)
dan teknologi. Dan mulai beralih menggunakan unsur-unsur budaya dan sistem sosial yang baru. Perubahan sosial dipandang sebagai konsep yang serba mencakup seluruh kehidupan masyarakat, baik pada tingkat individual, kelompok, masyarakat, negara dan dunia yang mengalami perubahan.
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi dan menentukan penerimaan dan kadar perubahan sosial melalui perpustakaan. Seperti faktor eksternal adalah faktor luar yang diperkirakan akan mempengaruhi perubahan dan perkembangan suatu lembaga : Faktor ekonomi, politik, sosial budaya, perkembangan teknologi informasi, dan perkembangan kebutuhan informasi pemakai. Sedangkan faktor internal seperti; sikap petugas, pendidikan SDM, anggaran, sistem dan kebijakan pimpinan perpustakaan.
Sebagai konsekuensi atas perubahan fungsi perpustakaan yang mengarah menjadi sentra pengembangan SDM, maka perpustakaan perlu diberdayakan sedemikian rupa sehingga terjadi ”link and match” antara pendidikan dan perpustakaan; antara kepentingan masyarakat dengan tujuan dan fungsi perpustakaan. Oleh karena itu diharapkan perpustakaan dan pustakawan dapat berfungsi sebagai ”agent of change” yang mampu membentuk pola pikir, pola tingkah laku dan perasaan manusia sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan jaman.
Dalam kehidupan modern, perpustakaan merupakan sebuah pranata sosial yang penting untuk menstimuli aktivitas intelektual spiritual, serta kultural masyarakat yang secara bebas tanpa dibatasi oleh berbagai persyaratan, misalnya oleh tingkat pendidikan, oleh usia, jenis kelamin, agama dan kepercayaan serta status sosial masyarakat. Perpustakaan bukan saja berfungsi sebagai tempat
(11)
mendapatkan ilmu pengetahuan dan keterampilan, dan hiburan namun lebih luas dari itu berfungsi sebagai tempat melaksanakan pendidikan luar sekolah, dimana masyarakat diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk melakukan proses belajar mandiri dalam pembentukan pribadi, mendapatkan keterampilan, mengenal berbagai macam perkembangan sosial, politik, kebudayaan yang berkembang di masyarakat. Masyarakat diharapkan memperoleh manfaat seluas-luasnya untuk menggali potensi mereka melalui berbagai macam bahan bacaan yang tersedia di perpustakaan khususnya di perpustakaan umum.
Tersedianya beraneka bahan pustaka memungkinkan tiap orang memilih apa yang sesuai dengan minat dan kepentingannya. Masyarakat biasanya masing-masing menambah pengetahuannya melalui pustaka pilihannya, maka akhirnya merata pula peningkatan taraf kecerdasan masyarakat itu. Perbaikan mutu perikehidupan suatu masyarakat ditentukan oleh meningkatnya taraf kecerdasan warganya, maka kehadiran perpustakaan dalam suatu lingkungan masyarakat niscaya turut berpengaruh terhadap teratasinya kondisi ketertinggalan masyarakat yang bersangkutan.
Kehadiran perpustakaan merupakan tuntutan mutlak bagi tiap masyarakat yang ingin menjadikan warganya bukan saja kaya informasi (well informed) dan terdidik baik (well educated) melainkan makin bertambah kecanggihan wawasannya (sophisticated).
Peran perpustakaan telah bergeser dari yang semula mengutamakan kegiatan pengumpulan, pengolahan, penyimpanan dan pelestarian menjadi penyebaran, yaitu penyebaran informasi (dissemination of information). Penilaian terhadap perpustakaanpun berubah, tidak lagi berdasarkan kepada kepemilikan
(12)
(holdings) atau jumlah koleksi, luas gedung atau ruangan, tetapi bergeser kepada keterjangkauan (access) dan transaksi yang terjadi baik langsung atau tidak langsung di perpustakaan.
Peran perpustakaan pun membawa dampak yang positif kepada masyarakat, sehingga dapat terbentuk masyarakat informasi. Hal ini dapat dilihat bagaimana informai cara masyarakat memperlakukan informasi, penghargaan terhadap informasi, bagaimana cara orang mencari informasi, bagaimana orang membutuhkan informasi. Menurut Saleh (2004) masyarakat informasi adalah suatu masyarakat dimana kualitas hidup, dan juga prospek perubahan sosial dan pembangunan ekonomi, tergantung pada peningkatan dan pemanfaatan informasi. Dalam masyarakat seperti ini standar hidup, pola dan kesenangan, sistem pendidikan, dan pemasaran barang-barang sangat dipengaruhi oleh akumulasi peningkatan informasi.
Saleh (2004) menjelaskan kemiskinan merupakan masalah utama dari kondisi negara berkembang, dan ini akan mempengaruhi keadaan yang lain, khususnya pendidikan dan keterampilan tenaga kerja. Dengan pendidikan yang rendah, masyarakat di negara berkembang tidak akan mampu mengakses informasi. Kendala lain adalah kemampuan bahasa Inggris yang rendah. Dengan kondisi demikian ini, maka masyarakat negara berkembang akan lebih banyak menerima dampak negatif dari pergerakan arus informasi tersebut. Dalam paradigma baru perpustakaan adalah sesuatu yang hidup, dinamis, segar menawarkan hal-hal yang baru, produk layanannya inovatif, dan dikemas sedemikian rupa, sehingga apa pun yang ditawarkan perpustakaan akan menjadi atraktif, interaktif, edukatif dan rekreatif bagi pengunjungnya. Produk layanannya
(13)
dipublikasikan melalui berbagai cara, baik melalui media cetak maupun elektronik kepada masyarakat. Perpustakaan sebagai salah satu pusat informasi merupakan salah satu media bagi masyarakat yang rajin berkunjung, membaca, belajar dan memanfaatkan berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi. Mereka dapat dengan mudah, mengetahui, mengikuti, dan melakukan perubahan. Jika yang terjadi demikian, maka tak ada alasan lagi yang menolak, bahwa perpustakaan menjadi agen perubahan. Perubahan itu dimulai dari mental dan moral cara berpikir, bersikap, berbicara kemudian dalam perbuatan atau tindakan nyata. Semuanya terjadi berkat penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Masyarakat menjadi lebih dinamis, kritis, analitis, aktif dan inovatif.
Berhadapan dengan fenomena perubahan yang terjadi, pustakawan harus memiliki kemampuan untuk melihat dengan jelas apa sesungguhnya yang berubah dan apa yang tetap sama. Nilai-nilai yang menjadi dasar profesi pustakawan kelihatannya akan tetap sama, tetapi cara nilai-nilai tersebut diterjemahkan ke dalam kegiatan dan operasi akan mengalami perubahan yang mendasar. Perubahan yang terjadi di lingkungan perpustakaan dewasa ini bisa menyenangkan dan bisa pula mengkhawatirkan pustakawan, khususnya ketika merenungkan bagaimana untuk mengelola inovasi teknologi yang membanjiri perpustakaan dan dunia jaringan informasi (Siregar, 2004).
Menurut Rogers dan Shoemaker dalam Laksmi mengatakan bahwa agen pembaru (the change agent) ialah sebutan untuk seorang profesional yang mempengaruhi keputusan-inovasi seseorang atau kelompok masyarakat, sesuai dengan tujuan yang ditetapkan oleh lembaga tempat agen tersebut bekerja (change agency). Agen pembaru biasanya membawa membawa suatu inovasi, yaitu
(14)
gagasan, praktik, atau objek yang dianggap sebagai suatu yang baru oleh individu atau kelompok masyarakat tertentu. Dengan demikian pustakawan sebagai agen pembaru membawa inovasi kepustakawanan, yaitu segala hal, baik aspek fisik maupun aspek konsep/psikis yang berkaitan dengan perpustakaan (Laksmi, 2007:164). Ketika seseorang membuat keputusan menggunakan atau mempraktikkan gagasan atau objek baru sebagai bagian dari tindakan, proses demikian disebut adopsi. Individu tersebut disebut sebagai adaptor, sedangkan individu pembawa inovasi disebut inovator.
Peran perpustakaan sebagai agen pembaru adalah membuka dan memperlancar komunikasi antara inovator dan adopter. Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan dari pengirim ke penerima. Unsur-unsur komunikasi terdiri dari sumber/pengirim (source), pesan (message), saluran (channels), dan penerima (receiver). Dalam komunikasi inovasi, unsur-unsur yang paling berperan dalam keberhasilannya adalah pengirim dan penerima, sedangkan hasil yang bisa diperoleh dalam proses tersebut bahwa suatu inovasi bisa saja diadopsi atau ditolak. Dalam komunikasi kepustakawanan, organisasi perpustakaan adalah pengirim inovasi dan masyarakat penerima inovasi adalah pengguna yang sudah memanfaatkan perpustakaan dan juga pengguna potensial. Ketika masyarakat mulai menyadari kemudian mengadopsi gagasan ‘kepustakawanan’, perpustakaan akan dipenuhi oleh pengunjung. Keberhasilan proses tersebut sangat tergantung pada kehandalan agen pembaru, yang umumnya, sipelaku agen pembaru yang bertindak sebagai wakil perpustakaan adalah staf atau pustakawan.
Dalam Undang-Undang RI No. 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan Pasal 1 ayat 8 dinyatakan bahwa pustakawan adalah seseorang yang memiliki
(15)
kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggungjawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan
Tugas pustakawan adalah memberikan dan melaksanakan kegiatan perpustakaan dalam pelayanan kepada masyarakat sesuai misi yang dibebankan oleh badan induknya berdasarkan ilmu perpustakaan, dokumentasi dan informasi yang diperolehnya melalui pendidikan. Peran pustakawan selama ini membantu pengguna untuk mendapatkan informasi dengan cara mengarahkan agar pencarian informasi dapat efisien, efektif, tepat sasaran, serta tepat waktu. Pustakawan tidak hanya sebagai information management tapi sudah dalam tahapan knowladge management, sudah tidak lagi menunggu permintaan customer tapi sudah menawarkan kebutuhan.
Dengan perkembangan teknologi informasi maka peran pustakawan lebih ditingkatkan sehingga dapat berfungsi sebagai mitra bagi para pencari informasi. Pustakawan adalah agen pembaru yang memiliki peran besar sebagai penghubung antara lembaga dan masyarakat. Hal ini juga dikarenakan sifat perpustakaan dan pustakawan netral, sehingga dapat diterima oleh semua pihak. Dampak kemajuan teknologi informasi, peran pustakawan dituntut harus mampu mengantisipasi dan bisa beradaptasi dengan teknologi sehingga akan merubah sistem/kegiatan perpustakaan yang konvensional menjadi perpustakaan yang modern. Didorong oleh semakin pesatnya perkembangan koleksi perpustakaan tidak lagi hanya tergantung hanya pada koleksi bahan buku saja, tetapi perpustakaan dapat dilengkapi dengan koleksi bukan buku ( non book materials).
(16)
Tidak dapat dibayangkan, bagaimana manusia sampai pada kemajuan yang tinggi saat ini, tanpa kehadiran pustakawan yang menjaga kesinambungan pengetahuan dari generasi ke generasi. Bukankah para ilmuwan melakukan kegiatan ilmiahnya memanfaatkan hasil karya ilmuwan sebelumnya. Hasil karya ilmuwan tersebut sebagian terdapat di berbagai perpustakaan. Warisan ilmu pengetahuan akan hilang tanpa jejak, kalau tidak ada orang yang mengumpulkan, mengolah, menyimpan dan menyebarkannya.
Banyaknya informasi dan perkembangan teknologi yang pesat, tidak memungkinkan perpustakaan untuk melakukan swasembada informasi, karena tidak satupun perpustakaan yang dapat mengumpulkan dan menyebarluaskan infirmasi sesuai dengan kebutuhan penggunanya dengan koleksi yang dimiliki. Untuk itu perpustakaan/pustakawan melakukan kerjasama antar perpustakaan dan pusat informasi lainnya. Jejaring (networking) perlu dibangun untuk mengatasi keterbatasan dan dapat mengembangkan hubungan, meningkatkan efisiensi infrastruktur dan meningkatkan profesionalisme, dengan tujuan akhir untuk dapat memberikan layanan maksimal kepada pengguna. Kebutuhan masyarakat akan informasi tumbuh dan berkembang sebagai akibat dari tumbuh kembangnya kehidupan masyarakat itu sendiri. Bahkan dalam banyak hal sering dikatakan bahwa informasi sebagai sumber daya (resources), sebagai komoditas (commodity), sebagai kekuatan dalam masyarakat (constitutive force in society).
Pada gambar di bawah ini menunjukkan peran agen pembaru yang menjembatani perpustakaan atau agensi pembaru dengan satu atau lebih sistem sosial yang mencakup bukan hanya pengguna perpustakaan, tetapi juga lembaga
(17)
pendidikan, toko buku, penerbit, pemerintah, dan berbagai lembaga yang terkait dengan perpustakaan.
Gambar: Peran agen pembaru yang menghubungkan perpustakaan dengan masyarakat
Gambar: Peran agen pembaru yang menghubungkan perpustakaan dengan masyarakat
AGENSI PEMBARU
Kebutuhan Pengguna
Umpan balik dalam alur Alur Inovasi
Program perubahan kepada Kepada Pengguna Agen pengubah
HUBUNGAN AGEN PEMBARU
SISTEM PENGGUNA
Sumber: Rogers, Everett M and F. Floyd Shoemaker dalam Laksmi, 2007:167
Keterangan:
A, B, C, D, E adalah kelompok-kelompok sistem sosial, seperti toko buku, penerbit, perpustakaan-perpustakaan lain, pemerintah.
(18)
Tahapan-tahapan tersebut sebagai berikut:
1. Menumbuhkan kebutuhan pada masyarakat untuk berubah menjadi lebih baik melalui pemanfaatan perpustakaan.
2. Membangun hubungan. Hubungan dekat dan akrab hanya bisa tercapai jika agen pembaru mendudukkan posisinya sejajar dengan masyarakat yang dihadapinya, yang didasari oleh empati, kesamaan dan kepercayaan, pemikiran dan sebagainya.
3. Menganalisis masalah. Agen pembaru harus memahami situasi adopter, terutama yang berkaitan dengan perpustakaan melalui perspektif penerima. 4. Menumbuhkan niat, minat atau motivasi pada masyarakat. Setelah agen
pembaru berhasil membangun hubungan dengan masyarakat, ia harus mendorong mereka untuk mau memanfaatkan perpustakaan.
5. Mewujudkan minat ke dalam tindakan. Dengan minat dan komitmen yang ada, agen pembaru harus mempengaruhi masyarakat untuk mengubah perilaku sesuai sasaran dan target perpustakaan.
6. Memantapkan perubahan dan mempertahankan kesinambungan. Dalam tahap ini terjadi perubahan perilaku dan gaya hidup pada adopter yang sesuai dengan harapan agen pembaru. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa masyarakat telah menerima inovasi, dengan catatan bahwa mereka masih mencoba-coba dan mencari tahu manfaat apa yang diperolehnya dengan memanfaatkan perpustakaan. Apabila dalam jangka waktu tertentu mereka tidak merasakan manfaatnya, bisa saja mereka berbalik meninggalkan perpustakaan.
(19)
7. Mencapai tujuan akhir. Tahap ini merupakan tahap di mana agen pembaru mulai melepaskan diri dari adopter sambil menumbuhkan rasa percaya diri adopter untuk dapat mengembangakan sikap dan kemampuannya untuk mengenali dan memilih inovasi-inovasi yang sesuai dengan kebutuhan. Jika adopter bisa melakukan hal tersebut, berarti gagasan inovasi tersebut telah diadopsi oleh masyarakat, dan agen pembaru aman untuk meninggalkannya.(Laksmi, 2007).
Pada akhirnya perpustakaan dituntut harus tetap konsisten dengan tujuan dan fungsinya dalam menghadapi ledakan informasi, dan pustakawan sebagai agen perubahan dapat memenuhi kebutuhan informasi pengguna perpustakaan dapat disebarluaskan secara tepat sasaran dan informasi yang bernilai guna untuk membawa perubahan perubahan positif pada masyarakat. Sehingga dapat tercipta masyarakat Indonesia yang cerdas sesuai dengan tujuan negara Indonesia.
(20)
3. PENUTUP
Perpustakaan sebagai suatu lembaga/institusi yang mempunyai kemampuan untuk melaksanakan berbagai perubahan dalam masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dalam dan fungsi perpustakaan khususnya perpustakaan umum. Peranan tersebut dapat dilakukan melalui perpustakaan yang bertujuan menyimpan pengetahuan, aspek moral dan politik, untuk pendidikan dan penyebaran pengetahuan. Pustakawan juga dapat menjadi agen dalam perubahan sosial yang memiliki peran besar sebagai penghubung lembaga dengan masyarakat dalam menyediakan informasi yang tepat dan cepat, berorientasi kepada pemakai dan memberikan layanan prima kepada pengguna perpustakaan.
(21)
DAFTAR PUSTAKA
Bungin, HM Burhan. 2007. Sosiologi Komunikasi : Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Hermawan S, Rachman dan Zulfikar Zen. 2006. Etika Kepustakawanan: Suatu Pendekatan Terhadap Kode Etik Pustakawan Indonesia. Jakarta: Sagung Seto.
Laksmi. 2006. Tinjauan Kultural Terhadap Kepustakawanan: Inspirasi dari Sebuah Karya Umberto Eco. Jakarta : Sagung Seto.
Lasa, HS. 2005. Manajemen Perpustakaan. Yogyakarta : Gama Media.
Hastarini, Sri Wahyu. 2007. Dampak Perpustakaan terhadap Perubahan Sosial Masyarakat. Jurnal Mimbar Pustaka Jatim. No 1, Januari-Maret 2007.
Lauer, Robert H. 2003. Perspektif tentang Perubahan Sosial. Jakarta : Rhineka Cipta.
Narwoko, Dwi dan Bagong Suyanto (ed.). 2006. Sosiologi : Teks Pengantar dan Terapan ed.2. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Rimbawa, Kosam dan Supriyanto (ed.). 2006. Aksentuasi Perpustakaan dan Pustakawan. Jakarta :Sagung Seto.
Saleh, Abdul Rahman. 2004. Informasi: Tinjauan atas Peran Strategis dan Dampaknya bagi Masyarakat. Jurnal Pustakawan Indonesia. Bogor : Perpustakaan IPB. Volume 4, no. 2. Desember 2004.
Sudarsono, Blasius. 2006. Antologi Kepustakawanan Indonesia. Jakarta : Sagung Seto.
Sulistyo-Basuki. Potensi Perpustakaan dalam Menghadapi Krisis Sosial Budaya (diluncurkan pada acara Seminar Perpustakaan sebagai Agen Perubahan Sosial).
Sutarno NS. 2008. 1 Abad Kebangkitan Nasional & Kebangkitan Perpustakaan.
Jakarta : Sagung Seto.
Sutarno 2009. NS. Membina Perpustakaan Desa. Jakarta: Sagung Seto.
Qalyubi, Syihabuddin, dkk. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Perpustakaan dan Informasi. Jogyakarta : UIN.
(1)
Tidak dapat dibayangkan, bagaimana manusia sampai pada kemajuan yang tinggi saat ini, tanpa kehadiran pustakawan yang menjaga kesinambungan pengetahuan dari generasi ke generasi. Bukankah para ilmuwan melakukan kegiatan ilmiahnya memanfaatkan hasil karya ilmuwan sebelumnya. Hasil karya ilmuwan tersebut sebagian terdapat di berbagai perpustakaan. Warisan ilmu pengetahuan akan hilang tanpa jejak, kalau tidak ada orang yang mengumpulkan, mengolah, menyimpan dan menyebarkannya.
Banyaknya informasi dan perkembangan teknologi yang pesat, tidak memungkinkan perpustakaan untuk melakukan swasembada informasi, karena tidak satupun perpustakaan yang dapat mengumpulkan dan menyebarluaskan infirmasi sesuai dengan kebutuhan penggunanya dengan koleksi yang dimiliki. Untuk itu perpustakaan/pustakawan melakukan kerjasama antar perpustakaan dan pusat informasi lainnya. Jejaring (networking) perlu dibangun untuk mengatasi keterbatasan dan dapat mengembangkan hubungan, meningkatkan efisiensi infrastruktur dan meningkatkan profesionalisme, dengan tujuan akhir untuk dapat memberikan layanan maksimal kepada pengguna. Kebutuhan masyarakat akan informasi tumbuh dan berkembang sebagai akibat dari tumbuh kembangnya kehidupan masyarakat itu sendiri. Bahkan dalam banyak hal sering dikatakan bahwa informasi sebagai sumber daya (resources), sebagai komoditas (commodity), sebagai kekuatan dalam masyarakat (constitutive force in society).
Pada gambar di bawah ini menunjukkan peran agen pembaru yang menjembatani perpustakaan atau agensi pembaru dengan satu atau lebih sistem sosial yang mencakup bukan hanya pengguna perpustakaan, tetapi juga lembaga
(2)
pendidikan, toko buku, penerbit, pemerintah, dan berbagai lembaga yang terkait dengan perpustakaan.
Gambar: Peran agen pembaru yang menghubungkan perpustakaan dengan masyarakat
Gambar: Peran agen pembaru yang menghubungkan perpustakaan dengan masyarakat
AGENSI PEMBARU
Kebutuhan Pengguna
Umpan balik dalam alur Alur Inovasi
Program perubahan kepada Kepada Pengguna Agen pengubah
HUBUNGAN AGEN PEMBARU
SISTEM PENGGUNA
Sumber: Rogers, Everett M and F. Floyd Shoemaker dalam Laksmi, 2007:167
Keterangan:
A, B, C, D, E adalah kelompok-kelompok sistem sosial, seperti toko buku, penerbit, perpustakaan-perpustakaan lain, pemerintah.
(3)
Tahapan-tahapan tersebut sebagai berikut:
1. Menumbuhkan kebutuhan pada masyarakat untuk berubah menjadi lebih baik melalui pemanfaatan perpustakaan.
2. Membangun hubungan. Hubungan dekat dan akrab hanya bisa tercapai jika agen pembaru mendudukkan posisinya sejajar dengan masyarakat yang dihadapinya, yang didasari oleh empati, kesamaan dan kepercayaan, pemikiran dan sebagainya.
3. Menganalisis masalah. Agen pembaru harus memahami situasi adopter, terutama yang berkaitan dengan perpustakaan melalui perspektif penerima. 4. Menumbuhkan niat, minat atau motivasi pada masyarakat. Setelah agen
pembaru berhasil membangun hubungan dengan masyarakat, ia harus mendorong mereka untuk mau memanfaatkan perpustakaan.
5. Mewujudkan minat ke dalam tindakan. Dengan minat dan komitmen yang ada, agen pembaru harus mempengaruhi masyarakat untuk mengubah perilaku sesuai sasaran dan target perpustakaan.
6. Memantapkan perubahan dan mempertahankan kesinambungan. Dalam tahap ini terjadi perubahan perilaku dan gaya hidup pada adopter yang sesuai dengan harapan agen pembaru. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa masyarakat telah menerima inovasi, dengan catatan bahwa mereka masih mencoba-coba dan mencari tahu manfaat apa yang diperolehnya dengan memanfaatkan perpustakaan. Apabila dalam jangka waktu tertentu mereka tidak merasakan manfaatnya, bisa saja mereka berbalik meninggalkan perpustakaan.
(4)
7. Mencapai tujuan akhir. Tahap ini merupakan tahap di mana agen pembaru mulai melepaskan diri dari adopter sambil menumbuhkan rasa percaya diri adopter untuk dapat mengembangakan sikap dan kemampuannya untuk mengenali dan memilih inovasi-inovasi yang sesuai dengan kebutuhan. Jika adopter bisa melakukan hal tersebut, berarti gagasan inovasi tersebut telah diadopsi oleh masyarakat, dan agen pembaru aman untuk meninggalkannya.(Laksmi, 2007).
Pada akhirnya perpustakaan dituntut harus tetap konsisten dengan tujuan dan fungsinya dalam menghadapi ledakan informasi, dan pustakawan sebagai agen perubahan dapat memenuhi kebutuhan informasi pengguna perpustakaan dapat disebarluaskan secara tepat sasaran dan informasi yang bernilai guna untuk membawa perubahan perubahan positif pada masyarakat. Sehingga dapat tercipta masyarakat Indonesia yang cerdas sesuai dengan tujuan negara Indonesia.
(5)
3. PENUTUP
Perpustakaan sebagai suatu lembaga/institusi yang mempunyai kemampuan untuk melaksanakan berbagai perubahan dalam masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dalam dan fungsi perpustakaan khususnya perpustakaan umum. Peranan tersebut dapat dilakukan melalui perpustakaan yang bertujuan menyimpan pengetahuan, aspek moral dan politik, untuk pendidikan dan penyebaran pengetahuan. Pustakawan juga dapat menjadi agen dalam perubahan sosial yang memiliki peran besar sebagai penghubung lembaga dengan masyarakat dalam menyediakan informasi yang tepat dan cepat, berorientasi kepada pemakai dan memberikan layanan prima kepada pengguna perpustakaan.
(6)
DAFTAR PUSTAKA
Bungin, HM Burhan. 2007. Sosiologi Komunikasi : Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Hermawan S, Rachman dan Zulfikar Zen. 2006. Etika Kepustakawanan: Suatu Pendekatan Terhadap Kode Etik Pustakawan Indonesia. Jakarta: Sagung Seto.
Laksmi. 2006. Tinjauan Kultural Terhadap Kepustakawanan: Inspirasi dari Sebuah Karya Umberto Eco. Jakarta : Sagung Seto.
Lasa, HS. 2005. Manajemen Perpustakaan. Yogyakarta : Gama Media.
Hastarini, Sri Wahyu. 2007. Dampak Perpustakaan terhadap Perubahan Sosial Masyarakat. Jurnal Mimbar Pustaka Jatim. No 1, Januari-Maret 2007. Lauer, Robert H. 2003. Perspektif tentang Perubahan Sosial. Jakarta : Rhineka
Cipta.
Narwoko, Dwi dan Bagong Suyanto (ed.). 2006. Sosiologi : Teks Pengantar dan Terapan ed.2. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Rimbawa, Kosam dan Supriyanto (ed.). 2006. Aksentuasi Perpustakaan dan Pustakawan. Jakarta :Sagung Seto.
Saleh, Abdul Rahman. 2004. Informasi: Tinjauan atas Peran Strategis dan Dampaknya bagi Masyarakat. Jurnal Pustakawan Indonesia. Bogor : Perpustakaan IPB. Volume 4, no. 2. Desember 2004.
Sudarsono, Blasius. 2006. Antologi Kepustakawanan Indonesia. Jakarta : Sagung Seto.
Sulistyo-Basuki. Potensi Perpustakaan dalam Menghadapi Krisis Sosial Budaya (diluncurkan pada acara Seminar Perpustakaan sebagai Agen Perubahan Sosial).
Sutarno NS. 2008. 1 Abad Kebangkitan Nasional & Kebangkitan Perpustakaan. Jakarta : Sagung Seto.
Sutarno 2009. NS. Membina Perpustakaan Desa. Jakarta: Sagung Seto.
Qalyubi, Syihabuddin, dkk. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Perpustakaan dan Informasi. Jogyakarta : UIN.