Analisis Tingkat Kepuasan Anggota Koperasi Terhadap Eksistensi Koperasi di Kota Medan
Inneke Qamariah, Fadli : Pengaruh Perencanaan dan Kompetensi Karyawan Terhadap Kinerja...
ANALISIS TINGKAT KEPUASAN ANGGOTA KOPERASI TERHADAP EKSISTENSI KOPERASI DI KOTA MEDAN
Irsyad Lubis irsyadhusin@yahoo.co.id Dosen FE dan SPs USU
Abstract: This paper is a result which is descriptive exploratory study on the satisfaction level of the cooperative members to the existence of cooperative institutions in the city of Medan. The study found that most members of the cooperative have been satisfied with the existence and condition of their cooperative, especially related to the achievment of gains, profit sharing, transparency, the relationship among of board, relationship with the members and relationship among of members. Complacency members of the cooperative was considered too early compare to the conditions and contributions of cooperatives to the economy of Medan. Increased insight and knowledge the members of the cooperative through a comparison with the better cooperatives need to be intensified so that the standard level of member satisfaction is higher cooperative. Thus they do not feel satisfied too early before the cooperative play a more effective and really be economic pillar.
Keywords: satisfaction level, achievment of gains, relationship.
PENDAHULUAN Persaingan global dan serbuan
perusahaan transnasional yang cenderung ekploitatif dan imperialis telah menghawatirkan sebagian masyarakat terutama di negara-negara Dunia Ketiga. Kondisi ini telah mendorong sebagian ahli untuk mencari satu konsep dan gagasan ekonomi yang dapat dilaksanakan sehingga perekonomian tetap menghasilkan dan menciptakan kemakmuran yang maksimal bagi seluruh rakyat. Salah satu gagasan yang sangat populer dan mendapat sambutan dari berbagai kalangan adalah ekonomi kerakyatan. Ekonomi kerakyatan merupakan satu gagasan ekonomi yang makin sering menjadi bahan pembicaraan dalam berbagai pertemuan ilmiah baik ditingkat lokal, nasional maupun internasional.
Menurut Konvensi ILO 169 tahun 1989 ekonomi kerakyatan adalah ekonomi tradisional yang menjadi basis kehidupan masyarakat lokal dalam mempertahankan kehidupan ekonominya. Defenisi ekonomi kerakyatan seperti ini tentunya cukup menarik dan disukai semua kalangan ditengah-tengah himpitan dan persaingan ekonomi yang semakin keras. Gagasan ekonomi kerakayatan kemudian dianggap
sebagai penyelamat dan jalan keluar dari berbagai permasalahan ekonomi dunia seperti ketimpangan pendapatan, desakan internasionalisasi modal dan produksi, persaingan yang tidak adil, eksploitasi buruh dan sebagainya. Dengan kata lain, pada waktu belakangan ini, kesejahteraan yang lebih baik, pemerataan pendapatan yang lebih adil, keharmonisan dunia usaha, persaingan yang lebih sehat dan lain-lain semuanya cenderung lebih dipercayakan pada gagasan ekonomi kerakyatan untuk mewujudkannya. Ekonomi kerakyatan cenderung dilihat sebagai alternatif untuk menjawab berbagai kegagalan ekonomi terutama masalah hasil pertumbuhan dan pembangunan ekonomi yang relatif tidak dapat dinikmati masyarakat lapisan bawah. Selain itu, gagasan ekonomi kerakyatan juga dianggap sebagai benteng dalam menghadapi persaingan global yang semakin kompetitif. Ekonomi kerakyatan telah dianggap sebagai jawaban dan jalan keluar terhadap desakan perusahaan transnasional yang cenderung eksploitatif dan imperialis dan semakin menyingkirkan golongan lemah.
Sebagian kalangan cenderung menganggap konsep ekonomi kerakyatan sesuatu hal yang baru dan perlu segera
74
diwujudkan untuk mengatasi berbagai masalah khususnya yang berkaitan dengan masalah sosial ekonomi. Pandangan dan anggapan ini sebenarnya keliru karena jauh sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia, Muhammad Hatta sudah menyadari dan membicarakan konsep dan gagasan ini. Misalnya, beliau pernah menulis artikel berjudul Ekonomi Rakyat yang diterbitkan oleh Harian Daulat Ra’jat pada tanggal 20 Nopember 1931 (Swasono, 2009). Menurut Baswir (tt) ekonomi rakyat yang dimaksudkan Hatta adalah ekonomi kaum pribumi atau ekonomi kaum penduduk asli Indonesia yang ketika itu jauh tertinggal jika dibandingkan dengan kondisi kaum penjajah dan ekonomi warga timur asing. Dalam tulisan tersebut, Hatta dikatakan menunjukkan kegusaran dan keprihatinan menyaksikan penderitaan rakyat Indonesia yang ditindas oleh penjajah Belanda. Setahun kemudian (1934) Hatta kembali menulis dengan judul “Ekonomi Rakyat Dalam Bahaya” (Ibid). Dua contoh tulisan ini menunjukkan keseriusan Hatta terhadap nasib dan penderitaan rakyat Indonesia sekaligus menunjukkan gagasan ekonomi kerakyatan bukanlah konsep baru bagi Indonesia sebagaimana anggapan sebagian kalangan.
Untuk menegakkan dan memperjuangkan ekonomi kerakyatan ini, lembaga koperasi diyakini merupakan wadah yang tepat dan paling sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Koperasi merupakan wadah bagi sekelompok orang dalam melakukan kerjasama ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan bersama yang dijalankan sesuai ketentuan yang ditetapkan. Dalam koperasi, aktivitas ekonomi dilakukan secara bersama dan saling tolong menolong untuk kepentingan dan tujuan bersama. Koperasi menjadi lembaga yang mempersatukan dan memperkokoh kedudukan dan status anggotanya khususnya dalam bidang ekonomi dan sosial.
Koperasi pada mulanya tumbuh di negara-negara industri di Eropa Barat yang kemudian diperkenalkan pihak penjajah diberbagai negara Asia, Afrika dan Amerika Selatan (Hendar & Kusnadi, 2005). Di Eropa, koperasi modern yang muncul pada abad-18 demikian penting karena eksistensinya merupakan jawaban
Jurnal Ekonom, Vol 14, No 2, April 2011
kepada berbagai masalah dan persoalan sosial terutama pada tahap awal Revolusi Industri (Ibid). Koperasi telah menyumbang dan berperan penting terhadap kemajuan dan keberhasilan pembangunan ekonomi Eropa. Namun demikian, Sri Edi Swasono (2010) menyebutkan bahwa dalam buku teks induk Economics yang ditulis Paul A. Samuelson, mulai edisi pertamanya (tahun 1948) sampai edisi kedelapanbelas (edisi terakhir tahun 2005), perkataan cooperation (kerjasama/gotong royong) sama sekali tidak dijumpai demikian juga perkataan cooperatives (badan usaha koperasi). Menurut Swasono, buku induk ini dan juga buku-buku teks yang lainnya hanya membicarakan competition saja sehingga mindset para akademisi telah “dicekoki” pahaman neoklasik. Akibatnya, pola pikir para ekonom dikatakan terkapsul dan terbatas pada competitif market economics sehingga lebih mudah membenarkan kapitalisme, liberalisme dan selanjutnya neoliberalisme.
Pandangan Swasono di atas sejalan dengan pandangan Hatta yakni sama-sama melihat dan menyadari ancaman dan akibat buruk yang terjadi terhadap perekonomian rakyat karena liberalisme ekonomi. Liberalisme ekonomi memang selain bertendensi menyingkirkan juga bertendensi predatorik terhadap pihak lain yang lemah. Oleh sebab itu, Pasal 33 UUD 1945 sebagai satu-satunya pasal yang menentukan dan mengatur sistem ekonomi Indonesia antara lain bertujuan untuk menghindari atau memperkecil dampak buruk liberalisme ekonomi. Pasal 33 UUD 1945 ayat 1 mengharuskan perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Atas dasar ini dan ketentuan ini pula Indonesia tidak menghendaki demokrasi liberal berdasarkan individualisme sebaliknya mengharapkan demokrasi sosial berdasarkan kebersamaan.
Eksistensi lembaga koperasi sebagai wadah kerjasama diharapkan memberi manfaat yang maksimal dalam mewujudkan kemakmuran bersama. Oleh sebab itu, berbagai kebijakan telah dilakukan oleh pemerintah agar lembaga ini berkembang dinamis. Misalnya pemerintah telah menetapkan UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian sebagai payung hukum kegiatan perkoperasian di seluruh
75
Irsyad Lubis : Analisis Tingkat Kepuasan Anggota Koperasi Terhadap....
tanah air. Selain itu pemerintah juga menetapkan berbagai kebijakan dimana kebijakan-kebijakan tersebut antara lain bersifat mendorong (suportif), melindungi (protektif) dan membatasi (restriktif). Perubahan UU No. 12 Tahun 1967 menjadi UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian juga merupakan satu kebijakan yang mengurangi kemungkinan campur tangan pemerintah terhadap koperasi.
Berbagai kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan koperasi demikian spesifiknya karena koperasi berbeda dengan bentuk perusahaan-perusahaan lainnya. Koperasi mempunyai prinsip-prinsip tersendiri antara lain (UU No. 25 Tahun 1992): Keanggotaan bersifat terbuka dan sukarela, Pengelolaan dilakukan secara demokratis, Pembagian SHU dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota, Pemberian balas jasa yang terbatas atas modal, Kemandirian, Pendidikan perkoperasian dan Kerjasama antarkoperasi
Uraian dan tulisan ini merupakan hasil penelitian yang memaparkan dan menganalisis hal-hal yang berkaitan dengan tingkat kepuasan anggota koperasi terhadap eksistensi koperasi di Kota Medan. Research questions yang mendasari penelitian ini antara lain bagaimana tingkat kepuasan anggota koperasi terhadap (a) Pencapaian dan keadilan pembangian SHU (b) Aktivitas harian dan pelayanan kepada anggota (c) Transparansi dalam koperasi (d) Hubungan antara sesama pengurus, pengurus dengan anggota dan antara sesama anggota (e) Perhatian Pemko Medan dan sebagainya. Selain itu perlu juga diketahui hal-hal apakah yang perlu dibenahi sehingga lembaga koperasi semakin baik dan efektif pada masa yang akan datang.
METODE Kota Medan merupakan kota ketiga
terbesar di Indonesia dan dihuni oleh berbagai etnik dan kepercayaan. Dengan kondisi yang demikian, relatif menarik untuk mengkaji dan menganalisis kondisi perkoperasian yang merupakan wadah kerjasama ekonomi bagi masyarakat berbilang etnik. Kondisi ini juga merupakan satu alasan sehingga penelitian
ini mengambil sampel secara acak atau rambang. Sebanyak 489 orang yang terpilih sebagai sampel mewakili semua jenis koperasi yang ada. Dengan kata lain, anggota semua jenis koperasi yang ada di Kota Medan mempunyai peluang sama menjadi responden penelitian ini. Hal ini dimaksudkan agar data dan informasi yang diperoleh lebih objektif, lengkap dan menyeluruh karena semua pihak dan semua jenis koperasi terwakili.
Untuk mendapatkan data dan informasi yang lebih objektif, keseluruhan responden diminta mengisi angket yang bersifat campuran antara angket langsung dan angket tidak langsung. Angket langsung bermakna responden diminta menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan dirinya seperti idea, sikap, perasaan, keyakinan dan sebagainya. Sedangkan angket tidak langsung bermakna responden memberi jawaban terhadappertanyaan pertanyaan berkaitan kehidupan orang lain. Bentuk-bentuk pertanyaan yang diajukan pula merupakan kombinasi pertanyaan pilihan berganda (multiple choice), pertanyaan dua pilihan (forced choice) dan beberapa pertanyaan yang bersifat terbuka (open question). Selain itu, diketengahkan juga pertanyaan yang bersifat counter cheking terhadap jawaban responden sehingga kebenaran informasi yang diperoleh lebih tinggi.
Penelitian ini lebih bersifat eksploratif-deskriptif. Data-data penelitian diproses menggunakan perangkat SPSS dan hasilnya diketengahkan dalam berbagai bentuk antara lain dalam bentuk persentase, bentuk bivariat (tabel kontingensi) agar hubungan antara variabel dapat diketahui. Untuk melihat hubungan yang lebih kompleks pula digunakan tabel berbentuk trivariat. Selain itu digunakan juga teknik analisis korelasi terhadap variabel tertentu. Dengan demikian data yang diperoleh memberi makna yang luas dan manfaat yang maksimal.
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini mengambil sampel
sebanyak 489 orang yang mewakili seluruh jenis koperasi yang ada di Kota Medan. Dari 489 orang responden ini, sebanyak 50,7% (248 orang) merupakan responden pria dan sisanya 49,3% (241 orang) adalah
76
Jurnal Ekonom, Vol 14, No 2, April 2011
responden wanita. Artinya, dari segi jenis kelamin jumlah keanggotaan koperasi di Kota Medan relatif sebanding atau ada kesetaraan jender. Dengan kesetaraan jumlah jender ini maka analisis komparatif tingkat kepuasan keanggotaan koperasi berdasarkan jenis kelamin dapat dilakukan. Selain itu, bagaimanapun baik-buruknya keadaan pencapaian perkoperasian di Kota Medan, hal tersebut merupakan kombinasi kontribusi yang relatif sama besarnya antar kontribusi anggota pria dengan kontribusi anggota wanita. Dengan kata lain, anggota pria dan wanita mempunyai peran yang relatif sama besarnya dalam perkembangan perkoperasian di Medan berdasarkan komposisi ini.
Selanjutnya, jika profil jenis kelamin keanggotaan koperasi ini dilihat secara bersama-sama dengan kelompok umur dan juga agama, maka hasilnya dapat dilihat dalam Tabel 1.
Berdasarkan Tabel 1, dapat diketahui bahwa kelompok umur 31 - 40 tahun merupakan kelompok umur dengan frekuensi terbanyak yakni 32,0% (157
orang) diikuti kelompok umur 41 – 50 tahun sebanyak 31,5% (154 orang). Sedangkan dari segi agama didapati jumlah yang sama antara anggota yang beragama Islam dengan jumlah anggota yang beragama Kristen (Protestan + Katolik) yakni masing-masing 49,9% (244 orang) dan 49,9% (244 orang). Sisanya 0,2% (1 orang) anggota menganut aliran kepercayaan. Penelitian ini tidak mendapati anggota koperasi yang menganut agama Hindu dan Budha walaupun sekelompok kecil masyarakat Kota Medan merupakan penganut agama ini. Kesetaran jumlah responden dari segi agama ini memungkin analisis perbandingan kepuasan anggota koperasi berdasarkan agama dapat dilakukan.
Kondisi umur anggota koperasi yang mayoritas antara 31 – 40 tahun ini merupakan satu kelebihan dan modal yang bersifat non material dalam pengembangan koperasi. Kelompok umur ini dianggap masih relatif muda sehingga biasanya mempunyai kemauan dan kemampuan berusaha yang baik dan energik.
Tabel 1: Keadaan Umur, Agama dan Jenis Kelamin Anggota Koperasi di Kota Medan Tahun 2011
Jenis Kelamin / Umur
Pria Umur < 20 Tahun 21 - 30 Tahun 31 - 40 Tahun 41 - 50 Tahun > 50 Tahun
Total
Islam
1 19 42 39 29 130
Agama
Kristen Protestan
Kristen Katolik
30
20 2
32 8
30 8
10 5
95 23
Aliran Kepercayaan
-
Total
4 41 82 77 44 248
Wanita Umur < 20 Tahun
1
0
0
0
1
21 - 30 Tahun
17
20
5
0 42
31 - 40 Tahun
37
26
12
0
75
41 - 50 Tahun
38
23
16
0
77
> 50 Tahun
21
17
7
1 46
Total
114 86
40
1 241
77
Irsyad Lubis : Analisis Tingkat Kepuasan Anggota Koperasi Terhadap....
Tabel 2 : Pendidikan Terakhir dan Jenis Pekerjaan Anggota Koperasi Di Kota Medan Tahun 2011
Pekerjaan Anggota Koperasi
Pendidikan Terakhir PNS
Pedagang / Pegawai Wiraswasta Swasta
Pegawai BUMN / BUMD
TNI / POLRI
Lainlain
Jlh
Tidak Tamat SD
0
9
0 0 0 1 10
SD
14
0 0 0 38
SMP
0 14 2 0 0 20 37
SMA
36 62
25 10 3 19 156
Diploma
19 11 21 4 0 4 59
Sarjana
139 14
35 20 4 7 219
JUMLAH
195 114
83
34 7 54 489
Sekiranya anggota koperasi yang berumur
seperti ini memperoleh pendidikan dan
pelatihan yang maksimal tentang
perkoperasian, maka ilmu dan pengetahuan
mereka dapat dipergunakan untuk
mengembangkan perkoperasian dalam
jangka waktu yang relatif lama. Dengan
kata lain, sekiranya dilakukan investasi
dalam bidang pendidikan dan pelatihan
perkoperasian, maka lembaga koperasi akan
memperoleh manfaat yang berterusan
dalam tempoh yang lama sebab masa tugas
mereka yang memperoleh pendidikan dan
pelatihan tersebut masih lama. Berbagai
karya cipta dan ide inovasi akan dapat
mereka sumbangkan dalam pengembangan
dunia koperasi di Kota Medan.
Selain ketiga pofil di atas, profil
pendidikan dan pekerjaan dinggap perlu
diketengahkan karena akan berpengaruh
kepada kondisi keanggotaan mereka dan
juga akan berpengaruh kepada tingkat
kepuasan mereka dalam organisasi
koperasi. Penelitian menunjukkan bahwa
keanggotaan koperasi di Kota Medan
mayoritas berkelulusan sarjana yakni 44,8%
(219 orang), Diploma 12,1% (59 orang) dan
berkelulusan SMA sebanyak 31,9% (156
orang). Pekerjaan mereka pula secara
berturut
mayoritas
PNS,
Pedagang/Wiraswasta, pegawai swasta,
pegawai BUMN/BUMD, TNI/POLRI,
petani dan lain-lain. Lebih rinci hasil
penelitian berkaitan profil pendidikan dan
pekerjaan anggota koperasi ini ditunjukkan
dalam Tabel 2.
Secara keseluruhan tingkat
pendidikan anggota koperasi di Kota
Medan cukup baik karena mereka yang
berpendidikan minimal SMA ke atas ada
sebanyak 88,8% (434 orang). Seperti halnya faktor umur, kondisi ini juga merupakan salah satu modal yang bersifat non material dalam pengembangan koperasi. Dengan tingkat pendidikan yang relatif baik ini akan memungkinkan mereka memberikan ide-ide dan gagasan cemerlang dalam memajukan usaha koperasi masingmasing. Selain itu, tingkat pendidikan anggota yang relatif baik ini juga akan berpengaruh kepada anggota lain yang berpendidikan SMP ke bawah karena mereka diyakini relatif mendapat dorongan dan contoh panutan dari anggota yang berpendidikan lebih baik. Lebih jauh dari itu, dengan kondisi tingkat pendidikan yang relatif baik seperti ini memungkin mereka dapat memastikan aktivitas koperasi berjalan dinamis mengingat mayoritas anggota koperasi bekerja tetap dan berpendapatan tetap.
Berdasarkan Tabel 2 juga dapat diketahui bahwa pekerjaan anggota koperasi peringkat kedua paling banyak adalah pedagang atau wiraswasta. Anggota koperasi yang berprofesi sebagai pedagang atau wiraswasta ini dapat menjalankan aktivitasnya tanpa diawasai dan dikendalikan oleh pihak lain. Kelompok ini bekerja sendiri secara bebas tanpa bergantung kepada pihak mana pun.
Jika profil keanggotan koperasi di Kota Medan ditinjau dari aspek pendapatan, maka hasil penelitian mendapati bahwa sebanyak 45,8% (224 orang) anggota koperasi mempunyai pendapatan antara Rp 2,1 juta sampai Rp 4 juta per bulan. Peringkat kedua terbanyak adalah kelompok yang mempunyai tingkat pendapatan lebih kecil atau sama dengan
78
Jurnal Ekonom, Vol 14, No 2, April 2011
140 120 100
80 60 40 20
0
Rp < 2 Juta
Rp 2,1 - Rp 4,1 4 Juta 6 Juta
Rp 6,1 8 Juta
Rp 8,1 10 Juta
PNS Pedagang/W
Rp > 10 Juta
TNI/POLRI P. Swasta
PNS
RTBM
P. Swasta
Gambar 1. Tingkat Pendapatan Anggota Koperasi Berdasarkan Pekerjaan
Keterangan: P = Pegawai, W = Wiraswasta, RTBM = Responden Tidak Bersedia Menjawab
Rp 2 juta per bulan yakni sebanyak 34,4% (168 orang). Penelitian ini juga mendapati bahwa ada 1,0% (5 orang) anggota koperasi yang mempunyai pendapatan antara Rp 8,1 juta sampai Rp 10 juta per bulan dan 1,6% (8 orang) mempunyai penghasilan lebih dari Rp 10 juta per bulan. Sebanyak 7,4% (36 orang) yang lainnya tidak bersedia memberikan jawaban karena mereka keberatan dan menganggap informasi tentang pendapatan bulanan adalah rahasia pribadi. Kelompok responden yang tidak bersedia memberikan informasi tentang jumlah pendapatan bulanan ini mayoritas berprofesi sebagai pedagang atau wiraswasta, pegawai BUMN/BUMD serta jenis pekerjaan kategori “lain-lain”. Dari segi jenis kelamin pula ternyata kaum pria lebih banyak merahasiakannya berbanding kaum wanita yakni masing-masing 55,6% dan 44,4%.
Melalui Gambar 1 secara mudah dapat diketahui bahwa sebagian besar anggota koperasi mempunyai pendapatan antara Rp 2 juta sampai Rp 4 juta per bulan. Artinya mayoritas angota koperasi ini mempunyai tingkat pendapatan menengah ke bawah sehingga pilihan dan kerelaan mereka menjadi anggota koperasi dianggap tepat. Secara teori, anggota koperasi akan memperoleh berbagai manfaat dari lembaga koperasi yang diikutinya terutama dalam memenuhi kebutuhan hidup yang bersifat material. Tingkat pendapatan mereka ini akan berpengaruh kepada besar kecilnya jumlah simpanan pokok dan simpanan
wajib anggota yang mampu mereka tanggung. Selain itu, jenis pekerjaan dan tingkat pendapatan ini akan berpengaruh kepada tipe atau jenis koperasi yang mampu dan sesuai dibentuk.
Penelitian ini mendapati bahwa tipe atau jenis koperasi yang paling banyak dikemukakan responden adalah koperasi simpan pinjam sebanyak 56,0%, koperasi pegawai negeri 26,4%, koperasi angkutan 7,2%, koperasi produksi 3,1%, koperasi pedangan kaki lima 1,0% dan koperasi kategori “koperasi lain-lain” 4,5%. Sebanyak 1,8% (9 orang) responden tidak memberi jawaban sebab mereka tidak mengetahui tipe atau jenis koperasi mereka. Kondisi ini menunjukkan berbagai hal yang perlu diperbaiki atau dibenahi terutama berkaitan dengan keanggotaan koperasi. Merupakan satu hal yang aneh jika anggota koperasi tidak mengetahui tipe atau jenis koperasi yang diikutinya.
Lembaga koperasi di Kota Medan didominasi oleh jenis koperasi simpan pinjam. Sebaliknya koperasi produksi sangat sedikit yakni 3,1%. Kondisi ini bermakna bahwa lembaga koperasi di Kota pada umumnya memberikan layanan jasa simpan-pinjam dan manfaat inilah yang paling banyak dinikmati para anggota. Banyaknya lembaga koperasi yang tergolong sebagai koperasi simpan pinjam ini relatif sesuai dengan motivasi para anggota untuk masuk menjadi anggota koperasi. Penelitian ini mendapati bahwa sebanyak 38,0% (186 orang) masuk
79
Irsyad Lubis : Analisis Tingkat Kepuasan Anggota Koperasi Terhadap....
menjadi anggota koperasi dengan motivasi
agar mudah mendapatkan pinjaman atau
kredit. Sebanyak 44,0% (215 orang) pula
masuk menjadi anggota koperasi karena
ingin secara bersama-sama meningkatkan
kesejahteraan.
Sebelum analisis terhadap kepuasan
anggota koperasi diketengahkan, perlu
diketahui bahwa untuk dua tahun terakhir
(2009 & 2010) sebanyak 86,5% dari
seluruh koperasi berhasil memperoleh sisa
hasil usaha (SHU) dan hanya 9,6% koperasi
yang tidak memperoleh SHU. Sisanya
sebanyak 3,9% tidak diperoleh informasi
karena responden tidak bersedia menjawab.
Sebagian koperasi yang tidak memperoleh
SHU ini berdiri tahun 2010 sehingga
pertanyaan yang diajukan tidak sesuai
sebab usia koperasi belum cukup dua tahun.
Namun demikian, beberapa koperasi yang
dianggap sudah berdiri sejak lama ternyata
tidak berhasil memperoleh SHU untuk dua
tahun terakhir. Koperasi ini antara lain
berdiri tahun 1970, 1980, 1991, 1999, 2007
dan lain-lain. Jenis koperasi yang memiliki
frekuensi terbanyak sebagai koperasi yang
tidak berhasil memperoleh SHU secara
berturut adalah koperasi simpan pinjam,
koperasi pegawai negeri, koperasi angkutan
dan koperasi produksi. Adanya koperasi
yang tidak berhasil memperoleh SHU untuk
dua tahun terakhir sedangkan koperasi
tersebut telah berdiri sejak tahun 1970,
1980, 1991, 2007 dan sebagainya
menunjukkan banyak hal yang perlu
dibenahi dalam lembaga koperasi. Lembaga
koperasi yang sudah berusia 40 tahun, 30
tahun, 20 tahun namun tidak berhasil
mencapai SHU dianggap sebagai lembaga
koperasi yang kurang sehat atau sama
sekali tidak sehat. Kondisi ini bisa terjadi
karena pihak pengurus tidak mampu
menjalankan
aktivitas
koperasi
sebagaimana mestinya dan bisa juga
koperasi tidak mampu bersaing karena
kekurangan dana, tenaga ahli dan
sebagainya.
Dengan berbagai kondisi seperti
disebutkan di atas, relatif menarik untuk
mengetahui tingkat kepuasan anggota
koperasi terhadap ekistensi koperasi di Kota
Medan. Tingkat kepuasan ini dapat dilihat
berkaitan dengan tingkat pencapaian dan
keadilan pembagian SHU, kondisi aktivitas
harian dan pelayanan kepada anggota,
transparansi dalam koperasi, hubungan
antara sesama anggota dan sebagainya. Mengetahui tingkat kepuasan anggota terhadap berbagai variabel ini dengan sendiri akan diketahui berbagai kelemahan dan kekurangan dalam koperasi sehingga dapat diperbaiki.
Tingkat pencapaian SHU koperasi dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain tingkat modal yang digunakan, kondisi aktivitas harian, peluang usaha, tingkat persaingan bisnis dan sebagainya. Tabel 3 menunjukkan frekuensi jawaban anggota koperasi terhadap tingkat pencapaian SHU pada tahun lalu dan kondisi aktivitas harian koperasi. Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa sebanyak 21,3% (104 orang) anggota koperasi mengatakan bahwa aktivitas harian koperasi meraka sangat baik. Akan tetapi jawaban anggota yang mengatakan bahwa koperasi yang berhasil mencapai SHU dengan predikat sangat memuaskan hanya 10,6% (52 orang) anggota. Dalam hal ini seolah-olah terjadi kontradiksi yang agak besar. Di satu sisi banyak yang mengatakan aktivitas harian koperasi sangat memuaskan akan tetapi hanya sedikit yang mengatakan tingkat pencapaian SHU sangat memuaskan. Satu hal yang diyakini sebagai penyebab terjadinya hal tersebut adalah faktor modal yang ada relatif kecil. Para pengurus dan anggota telah sungguh-sungguh berusaha akan tetapi karena modal yang ada relatif kecil maka tingkat pencapaian SHU tidak sampai kepada predikat sangat memuaskan. Artinya, faktor sumber daya manusianya sudah relatif baik namun karena faktor modal/ finansial yang kurang memadai menyebabkan pencapaian SHU hanya mencapai peringkat memuaskan. Penelitian ini mendapati bahwa rata-rata simpanan pokok dan simpanan wajib koperasi adalah sekitar Rp 75.000. Rata-rata jumlah anggota koperasi pula sebanyak 285 orang sehingga rata-rata modal (simpanan wajib + simpanan) koperasi di Kota Medan adalah 2 x (285 orang x Rp 75.000) = Rp 42.750.000. Pada masa sekarang, jumlah modal usaha sebanyak ini dianggap relatif kecil untuk dapat merebut peluang usaha dan memenangkan persaingan bisnis. Faktor ini diyakini sebagai penyebab utama sehingga terjadi kondisi seperti dalam Tabel 3.
Berdasarkan Tabel 3 juga dapat diketahui bahwa mayoritas yakni 71,4%
80
Jurnal Ekonom, Vol 14, No 2, April 2011
Tabel 3. Frekuensi Jawaban Anggota Koperasi Terhadap Tingkat Pencapaian SHU dan Kondisi Aktivitas Harian Koperasi
SHU Tahun Lalu
Sangat Memuaskan Memuaskan Kurang Memuaskan Tidak Memuaskan Sangat Tidak Memuaskan Responden Tidak Bersedia Menjawab Tidak ada SHU
Total
Aktivitas Harian
Sangat
Kurang Sangat
Baik Baik Baik Buruk
44 8 0 0
49 259 11
0
9 58 19 0
0531
0120
1 16 0
0
1200
104 349 35
1
Total
52 319 86
9 3 17 3 489
Tabel 4 : Jawaban Anggota Koperasi Terhadap Keadilan Pembagian SHU Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
K e a d i l a n P e m b a g i a n SHU SM M KM TM STM RTBM TA SHU Total
Pria Jumlah
23 172 29
13
1
9
1 248
% Thp JK
9,3% 69,4% 11,7% 5,2% 0,4% 3,6% 0,4% 100%
% Thp KP SHU 37,1% 49,0% 69,0% 86,7% 25,0% 75,0% 33.3% 50,7%
% Thp Total
4,7% 35,2% 5,9% 2,7% 0,2% 1,8% 0,2% 50,7%
Wanita Jumlah
39 179 13
2
3
3
2 241
% Thp JK
16,2% 74,3% 5,4% 0,8% 1,2% 1,2% 0,8% 100%
% Thp KP SHU 62,9% 51,0% 31,0% 13,3% 75,0% 25,0% 66.7% 49,3%
% Thp Total
8,0% 36,6% 2,7% 0,4% 0,6% 0,6% 0,4% 49,3%
Total
Jumlah % Thp JK
62 351 42 12,7% 71,8% 8,6%
15 3,1%
4 0,8%
12 2,5%
3 0,6%
489 100%
% Thp KP SHU 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%
% Keseluruhan 12,7% 71,8% 8,6% 3,1% 0,8% 2,5% 0,6% 100%
Keterangan: SM M
SHU KM TM
Menjawab STM
= Sangat Memuaskan = Memuaskan
Thp JK Thp KP SHU
= Terhadap Jenis Kelamin = Terhadap Keadilan Pembagian
= Kurang Memuaskan = Tidak Memuaskan
Thp Total RTBM
= Terhadap Total = Responden Tidak Bersedia
= Sangat Tidak Memuaskan TA SHU = Tidak Ada SHU
(349 orang) anggota koperasi mengatakan bahwa aktivitas harian koperasi mereka baik. Tingkat pencapaian SHU juga mayoritas memuaskan yakni 65,2% (319 orang). Kombinasi dua variabel ini dianggap bersesuaian karena perbedaan persentase jawaban tidak terlalu jauh atau relatif seimbang. Selain itu, dalam tabel yang sama ada 0,6% (3 orang) anggota koperasi yang mengatakan bahwa koperasi mereka tidak memperoleh SHU padahal aktivitas harian koperasi dikatakan sangat
baik dan baik. Hal ini terjadi karena koperasi tersebut baru berdiri. Para pengurus dan anggota demikian semangat dan sungguh-sungguh berusaha namun karena koperasi masih baru berdiri maka SHU belum ada. Penelitian ini mendapati ada 11 unit koperasi yang berdiri tahun 2010 sedangkan kajian lapangan dilakukan pada bulan April 2011.
Dari segi keadilan pembagian SHU, 12,7% (62 orang) anggota koperasi menyatakan sangat memuaskan dan 71,8%
81
Irsyad Lubis : Analisis Tingkat Kepuasan Anggota Koperasi Terhadap....
(351 orang) anggota mengatakan memuaskan. Jumlah ini jauh lebih besar dari mereka yang merasa kecewa terhadap keadilan pembagian SHU sebab yang merasa kurang memuaskan hanya 8,6% (42 orang) anggota saja sedang anggota yang merasa tidak memuaskan dan sangat tidak memuaskan masing-masing hanya 3,1% (15 orang dan 0,8% (4 orang) saja. Keseluruhan persentase jumlah anggota yang merasa kecewa atau tidak puas sebesar 12,5% (61 orang) ini dianggap masih dalam batas wajar karena kondisi 100% puas tidak mungkin dicapai tanpa seorang pun yang merasa kecewa atau keberatan. Hal ini bermakna bahwa hampir keseluruhan pengurus koperasi di Kota Medan adil dan bijak terhadap anggota dari segi pembagian SHU koperasi. Namun demikian, ada satu hal yang agak mengherankan yakni golongan pria lebih banyak merasa tidak puas hati terhadap keadilan pembagian SHU. Persentase mereka bahkan lebih dua kali lipat dari persentase golongan wanita yang merasa tidak puas hati. Lebih jauh, golongan pria pula lebih banyak tidak bersedia memberi jawaban tentang kondisi pembagian SHU koperasi berbanding golongan wanita. Jumlah pria yang tidak bersedia menjawab faktor ini bahkan tiga
kali lipat berbanding golongan wanita. Diperlukan kajian lebih lanjut untuk mengetahui penyebabnya. Lebih rinci gambaran jawaban anggota koperasi terhadap keadilan pembangian SHU dapat dilihat pada Tabel 4.
Selanjutnya responden telah memberi informasi berkaitan dengan transparansi dalam lembaga koperasi mereka. Sebanyak 12,9% (63 orang) anggota mengatakan transparansi dalam koperasi mereka sangat memuaskan dan 69,5% (340 orang) pula mengatakan memuaskan. Sisanya sebanyak 17,6% (86 orang) merasa kecewa dengan memberi jawaban bahwa transparansi dalam koperasi mereka kurang memuaskan, tidak memuaskan dan sangat tidak memuaskan. Kekecewaan anggota koperasi terhadap kondisi transparansi ini mayoritas terjadi pada dua jenis koperasi yakni koperasi simpan pinjam dan koperasi pegawai negeri. Sedangkan dari segi pendidikan, mereka yang kecewa dengan kondisi transparansi ini mayoritas berpendidikan SMA kemudian diikuti mereka yang berpendidikan sarjana. Dalam bentuk gambar, kondisi tingkat kepuasan anggota terhadap transparansi dalam koperasi mereka dapat dilihat pada Gambar 2.
Sangat Memuskan
63
Memuaskan Kurang Memuaskan
Tidak Memuaskan Sangat Tidak Memuaskan
67 12 7
340
0 100 200 300 400
Gambar 2. Tingkat Kepuasan Anggota Koperasi Terhadap Transparansi Dalam Koperasi
82
Jurnal Ekonom, Vol 14, No 2, April 2011
Tabel 5: Frekuensi Jawaban Responden Tantang Kondisi Hubungan Antar Sesama Pengurus Koperasi dan Antar Sesama Anggota Berdasarkan Jenis Kelamin
Kondisi Hubungan
Sangat Memuaskan Memuaskan Kurang Memuaskan Tidak Memuaskan Sangat Tidak Memuaskan Responden Tidak Bersedia Menjawab
Antar Sesama Pengurus Pria Wanita 20 25 159 178 63 32 51 05 10
Antar Sesama Anggota Pria Wanita 28 34 164 178 51 21 42 15 01
Jumlah
248 241 248 241
Transparansi dalam koperasi seperti
gambaran di atas secara umum dianggap
baik walaupun masih memungkinkan untuk
ditingkatkan.
Tuntutan
terhadap
transparansi biasanya terutama berkaitan
dengan masalah keuangan baik berupa
pendapatan maupun pengeluaran lembaga.
Tentunya hal ini tidak berbeda dengan
lembaga koperasi yang mengelola
keuangan yang bersumber dari berbagai
jenis simpanan, pinjaman, hibah dan
sebagainya. Dalam hal seperti ini,
transparansi dianggap semakin penting
apalagi mengingat lembaga koperasi adalah
milik bersama anggota sehingga setiap
anggota harus mengetahui segala sesuatu
tentang koperasinya. Secara statistik,
gambaran hubungan antar sesama pengurus
dan hubungan antar sesama anggota dapat
dilihat dalam Tabel 5.
Data dalam Tabel 5 dapat dianalisis
lebih jauh. Dari data tersebut dapat
diketahui bahwa frekuensi jawaban “sangat
memuaskan” dan “memuaskan” yang
diberikan oleh kaum wanita lebih banyak
berbanding frekuensi jawaban yang sama
yang diberikan kaum pria. Kondisi ini
terjadi terhadap kedua-dua item yang
ditanyakan yaitu hubungan antar sesama
pengurus dan hubungan antar sesama
anggota koperasi. Hal ini bermakna standar
tingkat kepuasan berkoperasi di kalangan
wanita lebih rendah berbanding kaum pria.
Dengan kata lain, kaum wanita lebih cepat
dan lebih mudah merasa puas terhadap
kondisi kehidupan koperasi berbandiang
kaum pria. Sebaliknya, frekuensi jawaban
“kurang memuaskan” dan “tidak
memuaskan” yang diberikan kaum pria
lebih banyak berbanding frekuensi jawaban
yang sama yang diberikan kaum wanita.
Dari data tabel yang sama, jawaban “sangat tidak memuaskan” yang diberikan kaum wanita memang lebih banyak berbanding jawaban yang sama yang diberikan kaum pria. Kondisi ini pula berlaku untuk kedua item pertanyaan namun frekuensi jawaban ini relatif sedikit jika dibandingkan dengan jumlah frekuensi jawaban “kurang memuaskan” ditambah dengan frekuensi jawaban “tidak memuaskan” sehingga kesimpulan tersebut dianggap kuat. Jawaban “sangat tidak memuaskan” dengan tingkat frekuensi lima kali yang diberikan kaum wanita terhadap dua item pertanyaan tersebut diyakini cenderung bersifat emosional walaupun hal ini diakui bersifat debatable.
Keseluruhan uraian di atas menyangkut kepuasan anggota koperasi terhadap hal-hal yang bersifat internal. Untuk mengetahui kondisi tingkat kepuasan anggota koperasi secara keseluruhan, maka faktor eksternal juga dianggap perlu dianalisis. Responden (anggota koperasi) telah diminta memberi tanggapan tentang perhatian pemerintah kota terhadap eksistensi koperasi di Kota Medan. Jawaban yang mengatakan perhatian pemerintah Kota Medan “sangat memuaskan” dan “memuaskan” hanya mencapai 53%. Sementara jawaban yang mengatakan perhatian pemerintah Kota Medan “kurang memuaskan”, “tidak memuaskan” dan “sangat tidak memuaskan” mencapai 47%. Dengan kata lain, jumlah anggota koperasi di Kota Medan yang merasa kecewa karena kurangnya perhatian pemeritah kota terhadap eksistensi koperasi relatif besar. Dapat juga dikatakan bahwa, dari berbagai faktor yang dianalisis (seperti pencapaian SHU, keadilan pembagian SHU,
83
Irsyad Lubis : Analisis Tingkat Kepuasan Anggota Koperasi Terhadap....
transparansi dalam koperasi, hubungan antar sesama pengurus dan hubungan sesama anggota) faktor perhatian pemerintah kota didapati paling tidak memuaskan bagi para anggota koperasi. Lebih rinci, tanggapan anggota koperasi tentang perhatian pemerintah kota berdasarkan lamanya mereka menjadi anggota koperasi dapat dilihat dalam Tabel 6.
Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa frekuensi jawaban terbanyak berdasarkan lamanya mereka menjadi anggota koperasi ada pada jawaban “memuaskan” kemudian “kurang memuaskan” yakni masing-masing 95 dan 54 kali. Kedua frekuensi terbanyak ini berada pada kategori lebih dari lapan tahun mereka menjadi anggota koperasi. Artinya mereka telah mengalami dan mengikuti kehidupan perkoperasian dalam tempo yang relatif lama sehingga mereka mempunyai banyak alasan untuk sampai pada kesimpulan jawaban “memuaskan” atau “kurang memuaskan”. Dalam hal ini pemerintah kota perlu meningkatkan perhatian kepada lembaga koperasi serta mempertahankan hal-hal yang telah baik.
Keseluruhan uraian di atas telah menggambarkan kondisi kepuasaan anggota koperasi terhadap lingkungan internal koperasi maupun lingkungan eksternal. Sekiranya anggota koperasi merasa tidak menguntungkan menjadi anggota koperasi maka dengan sendirinya mereka akan keluar dan berhenti menjadi anggota koperasi. Sebaliknya, menurut logika, jika anggota koperasi merasa bahwa secara keseluruhan menjadi anggota koperasi lebih menguntungkan berbanding tidak menjadi anggota maka mereka akan tetap menjadi anggota koperasi. Penelitian ini mendapati bahwa sebanyak 78,9% (386 orang) anggota koperasi akan tetap menjadi anggota koperasi untuk masa-masa yang akan datang atas keinginan dan kerelaan mereka sendiri. Sebanyak 12,1% (59orang) pula akan menjadi anggota koperasi sebab diharuskan. Sebanyak 1,8% (9 orang) responden tidak bersedia memberi jawaban sedangkan 7,2% (35 orang) mengatakan akan berhenti karena menjadi anggota koperasi bagi mereka tidak menguntungkan apa-apa. Dari 35 orang yang akan berhenti
Tabel 6 : Tanggapan Anggota Koperasi Tentang Perhatian Pemerintah Kota Medan Terhadap Eksistensi Koperasi Berdasarkan Lamanya Menjadi Anggota Koperasi
Perhatian Pemko Medan
Sangat Memuaskan Memuaskan Kurang Memuaskan Tidak Memuaskan Sangat Tidak Memuaskan
8 Tahun 12
2,5% 95
19,4% 54
11,0% 13
2,7% 6
Total 29
5,9% 230 47,0% 164 33,5% 34 7,0% 21
R.T.B Menjawab Jumlah
1,6% 3
0,6% 98
20,0%
0,6% 3
0,6% 107 21,9%
0,6% 1
0,2% 65
13,3%
0,2% 1
0,2% 36
7,4%
1,2% 3
0,6% 183 37,4%
4,3% 11
2,2% 489 100.%
Keterangan: R.T.B = Responden Tidak Bersedia
84
ini, sebanyak 74% (26 orang) diantaranya adalah kaum pria dan sisanya 26% (9 orang) adalah kaum wanita. Hal ini semakin menguatkan paparan di atas bahwa kaum wanita lebih cepat dan lebih mudah puas terhadap kondisi kehidupan perkoperasian berbanding kaum pria.
Berkaitan dengan kelompok anggota yang akan berhenti ini, kajian ini mendapati satu hal yang agak mengherankan. Dari 35 orang anggota koperasi yang akan berhenti ini sebagian besar yakni 63% (22 orang) adalah mereka yang berpenghasilan kurang dari Rp 2 juta perbulan. Sebanyak 31% (11 orang) pula aadalah mereka yang berpenghasilan antara Rp 2 sampai Rp 4 juta perbulan. Sisanya 5,7% (2 orang) adalah anggota koperasi yang tidak bersedia memberi informasi tentang tingkat penghasilannya. Dengan kata lain, mereka yang berpenghasilan relatif lebih besar cenderung lebih setia dan tetap menjadi anggota koperasi dan sebaliknya mereka yang berpenghasilan kecil cenderung tidak setia dan rentan berhenti sebagai anggota koperasi. Anggota koperasi yang berpenghasilan relatif kecil ini diyakini mempunyai harapan dan impian yang besar untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan ekonomi ketika masuk menjadi anggota, namun harapan dan impian mereka tidak / belum terwujud setelah sekian lama.
KESIMPULAN 1. Sebagian besar anggota koperasi di Kota Medan telah merasa puas dengan eksistensi dan kondisi koperasi mereka terutama berkaitan dengan pencapaian tingkat SHU, pembagian SHU, transparansi dalam koperasi, hubungan antar sesama pengurus, hubungan pengurus dengan anggota dan hubungan antar sesama anggota. 2. Wawasan dan pengetahuan perkoperasian dikalangan anggota koperasi perlu ditingkatkan melalui ekspos dan pemberitaan berbagai koperasi yang telah berhasil secara dinamik, baik koperasi yang ada dalam negeri maupun di luar negeri. 3. Ekspos dan pemberitaan yang relatif intens akan membuka
Jurnal Ekonom, Vol 14, No 2, April 2011
cakrawala sekaligus mereka dapat melakukan perbandingan terhadap kondisi perkoperasian di Kota Medan. Peningkatan wawasan dan komparasi yang cukup diyakini akan meningkatkan standar keberhasilan dan standar kepuasan pencapaian sehingga mereka tidak merasa puas terlalu dini sebelum lembaga koperasi benar-benar menjadi sokoguru perekonomian.
SARAN Pemerintah Kota Medan dapat
mengambil peran yang lebih maksimal sehingga rasa ketidakpuasan anggota koperasi terhadap perhatian pemerintah kota dapat tereduksi pada masa-masa yang akan datang dan perana lembaga koperasi akan lebih optimal seperti yang diharapkan.
DAFTAR RUJUKAN
Anoraga, Pandji & Widiyanti, Ninik, 2007,
Dinamika Koperasi, PT. Rineka
Cipta, Jakarta.
Ali, Suryadharma, 2009. Memantapkan
Peran Gerakan Koperasi Dalam
Dinamika Perubahan Global.
Pidato Dalam Memperingati Hari
Koperasi Ke 62 di Samarinda,
Tanggal 12 Juli 2009.
(http://www.depkop.go.id/Media%
20Massa/512-peringatan-hari-
koperasi-ke-62-memantapkan-
peran-gerakan-koperasi-dalam-
dinamika-perubahan-global.html).
Baswir, Revrisond, tt, Ekonomi
Kerakyatan, Ekonomi Rakyat dan
Koperasi Sebagai Sokoguru
Perekonomian
Nasional.
(http://www.gemari.or.id/file/buku/
diskusinusantara5revrison) diakses
10 Juni 2011.
Hendar & Kusnadi, 2005, Ekonomi
Koperasi, Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, Jakarta.
Swasono, Sri Edi, 2009, Keparipurnaan
Ekonomi Pancasila, Makalah Pada
Kongres ISEI XVII di Bukit Tinggi,
Tanggal 30 Juli – 1 Agustus 2009.
Swasono, Sri Edi, 2010, Ekspose
Ekonomika,
Mewaspadai
Globalosasi dan Pasar Bebas,
85
Irsyad Lubis : Analisis Tingkat Kepuasan Anggota Koperasi Terhadap....
Pusat Studi Ekonomi PancasilaUGM, Yogyakarta. Swasono, Sri Edi, 2010, Kembali ke Ekonomi Konstitusi – Menolak Neoliberalisme, Makalah Diskusi di FE-USU Medan, Tanggal 18 Desember 2010.
Swasono, Sri Edi, 2010, Kelengahan Kultural Dalam Pemikiran Ekonomi, Makalah Diskusi di FEUSU Medan, Tanggal 18 Desember 2010.
Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
86
ANALISIS TINGKAT KEPUASAN ANGGOTA KOPERASI TERHADAP EKSISTENSI KOPERASI DI KOTA MEDAN
Irsyad Lubis irsyadhusin@yahoo.co.id Dosen FE dan SPs USU
Abstract: This paper is a result which is descriptive exploratory study on the satisfaction level of the cooperative members to the existence of cooperative institutions in the city of Medan. The study found that most members of the cooperative have been satisfied with the existence and condition of their cooperative, especially related to the achievment of gains, profit sharing, transparency, the relationship among of board, relationship with the members and relationship among of members. Complacency members of the cooperative was considered too early compare to the conditions and contributions of cooperatives to the economy of Medan. Increased insight and knowledge the members of the cooperative through a comparison with the better cooperatives need to be intensified so that the standard level of member satisfaction is higher cooperative. Thus they do not feel satisfied too early before the cooperative play a more effective and really be economic pillar.
Keywords: satisfaction level, achievment of gains, relationship.
PENDAHULUAN Persaingan global dan serbuan
perusahaan transnasional yang cenderung ekploitatif dan imperialis telah menghawatirkan sebagian masyarakat terutama di negara-negara Dunia Ketiga. Kondisi ini telah mendorong sebagian ahli untuk mencari satu konsep dan gagasan ekonomi yang dapat dilaksanakan sehingga perekonomian tetap menghasilkan dan menciptakan kemakmuran yang maksimal bagi seluruh rakyat. Salah satu gagasan yang sangat populer dan mendapat sambutan dari berbagai kalangan adalah ekonomi kerakyatan. Ekonomi kerakyatan merupakan satu gagasan ekonomi yang makin sering menjadi bahan pembicaraan dalam berbagai pertemuan ilmiah baik ditingkat lokal, nasional maupun internasional.
Menurut Konvensi ILO 169 tahun 1989 ekonomi kerakyatan adalah ekonomi tradisional yang menjadi basis kehidupan masyarakat lokal dalam mempertahankan kehidupan ekonominya. Defenisi ekonomi kerakyatan seperti ini tentunya cukup menarik dan disukai semua kalangan ditengah-tengah himpitan dan persaingan ekonomi yang semakin keras. Gagasan ekonomi kerakayatan kemudian dianggap
sebagai penyelamat dan jalan keluar dari berbagai permasalahan ekonomi dunia seperti ketimpangan pendapatan, desakan internasionalisasi modal dan produksi, persaingan yang tidak adil, eksploitasi buruh dan sebagainya. Dengan kata lain, pada waktu belakangan ini, kesejahteraan yang lebih baik, pemerataan pendapatan yang lebih adil, keharmonisan dunia usaha, persaingan yang lebih sehat dan lain-lain semuanya cenderung lebih dipercayakan pada gagasan ekonomi kerakyatan untuk mewujudkannya. Ekonomi kerakyatan cenderung dilihat sebagai alternatif untuk menjawab berbagai kegagalan ekonomi terutama masalah hasil pertumbuhan dan pembangunan ekonomi yang relatif tidak dapat dinikmati masyarakat lapisan bawah. Selain itu, gagasan ekonomi kerakyatan juga dianggap sebagai benteng dalam menghadapi persaingan global yang semakin kompetitif. Ekonomi kerakyatan telah dianggap sebagai jawaban dan jalan keluar terhadap desakan perusahaan transnasional yang cenderung eksploitatif dan imperialis dan semakin menyingkirkan golongan lemah.
Sebagian kalangan cenderung menganggap konsep ekonomi kerakyatan sesuatu hal yang baru dan perlu segera
74
diwujudkan untuk mengatasi berbagai masalah khususnya yang berkaitan dengan masalah sosial ekonomi. Pandangan dan anggapan ini sebenarnya keliru karena jauh sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia, Muhammad Hatta sudah menyadari dan membicarakan konsep dan gagasan ini. Misalnya, beliau pernah menulis artikel berjudul Ekonomi Rakyat yang diterbitkan oleh Harian Daulat Ra’jat pada tanggal 20 Nopember 1931 (Swasono, 2009). Menurut Baswir (tt) ekonomi rakyat yang dimaksudkan Hatta adalah ekonomi kaum pribumi atau ekonomi kaum penduduk asli Indonesia yang ketika itu jauh tertinggal jika dibandingkan dengan kondisi kaum penjajah dan ekonomi warga timur asing. Dalam tulisan tersebut, Hatta dikatakan menunjukkan kegusaran dan keprihatinan menyaksikan penderitaan rakyat Indonesia yang ditindas oleh penjajah Belanda. Setahun kemudian (1934) Hatta kembali menulis dengan judul “Ekonomi Rakyat Dalam Bahaya” (Ibid). Dua contoh tulisan ini menunjukkan keseriusan Hatta terhadap nasib dan penderitaan rakyat Indonesia sekaligus menunjukkan gagasan ekonomi kerakyatan bukanlah konsep baru bagi Indonesia sebagaimana anggapan sebagian kalangan.
Untuk menegakkan dan memperjuangkan ekonomi kerakyatan ini, lembaga koperasi diyakini merupakan wadah yang tepat dan paling sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Koperasi merupakan wadah bagi sekelompok orang dalam melakukan kerjasama ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan bersama yang dijalankan sesuai ketentuan yang ditetapkan. Dalam koperasi, aktivitas ekonomi dilakukan secara bersama dan saling tolong menolong untuk kepentingan dan tujuan bersama. Koperasi menjadi lembaga yang mempersatukan dan memperkokoh kedudukan dan status anggotanya khususnya dalam bidang ekonomi dan sosial.
Koperasi pada mulanya tumbuh di negara-negara industri di Eropa Barat yang kemudian diperkenalkan pihak penjajah diberbagai negara Asia, Afrika dan Amerika Selatan (Hendar & Kusnadi, 2005). Di Eropa, koperasi modern yang muncul pada abad-18 demikian penting karena eksistensinya merupakan jawaban
Jurnal Ekonom, Vol 14, No 2, April 2011
kepada berbagai masalah dan persoalan sosial terutama pada tahap awal Revolusi Industri (Ibid). Koperasi telah menyumbang dan berperan penting terhadap kemajuan dan keberhasilan pembangunan ekonomi Eropa. Namun demikian, Sri Edi Swasono (2010) menyebutkan bahwa dalam buku teks induk Economics yang ditulis Paul A. Samuelson, mulai edisi pertamanya (tahun 1948) sampai edisi kedelapanbelas (edisi terakhir tahun 2005), perkataan cooperation (kerjasama/gotong royong) sama sekali tidak dijumpai demikian juga perkataan cooperatives (badan usaha koperasi). Menurut Swasono, buku induk ini dan juga buku-buku teks yang lainnya hanya membicarakan competition saja sehingga mindset para akademisi telah “dicekoki” pahaman neoklasik. Akibatnya, pola pikir para ekonom dikatakan terkapsul dan terbatas pada competitif market economics sehingga lebih mudah membenarkan kapitalisme, liberalisme dan selanjutnya neoliberalisme.
Pandangan Swasono di atas sejalan dengan pandangan Hatta yakni sama-sama melihat dan menyadari ancaman dan akibat buruk yang terjadi terhadap perekonomian rakyat karena liberalisme ekonomi. Liberalisme ekonomi memang selain bertendensi menyingkirkan juga bertendensi predatorik terhadap pihak lain yang lemah. Oleh sebab itu, Pasal 33 UUD 1945 sebagai satu-satunya pasal yang menentukan dan mengatur sistem ekonomi Indonesia antara lain bertujuan untuk menghindari atau memperkecil dampak buruk liberalisme ekonomi. Pasal 33 UUD 1945 ayat 1 mengharuskan perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Atas dasar ini dan ketentuan ini pula Indonesia tidak menghendaki demokrasi liberal berdasarkan individualisme sebaliknya mengharapkan demokrasi sosial berdasarkan kebersamaan.
Eksistensi lembaga koperasi sebagai wadah kerjasama diharapkan memberi manfaat yang maksimal dalam mewujudkan kemakmuran bersama. Oleh sebab itu, berbagai kebijakan telah dilakukan oleh pemerintah agar lembaga ini berkembang dinamis. Misalnya pemerintah telah menetapkan UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian sebagai payung hukum kegiatan perkoperasian di seluruh
75
Irsyad Lubis : Analisis Tingkat Kepuasan Anggota Koperasi Terhadap....
tanah air. Selain itu pemerintah juga menetapkan berbagai kebijakan dimana kebijakan-kebijakan tersebut antara lain bersifat mendorong (suportif), melindungi (protektif) dan membatasi (restriktif). Perubahan UU No. 12 Tahun 1967 menjadi UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian juga merupakan satu kebijakan yang mengurangi kemungkinan campur tangan pemerintah terhadap koperasi.
Berbagai kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan koperasi demikian spesifiknya karena koperasi berbeda dengan bentuk perusahaan-perusahaan lainnya. Koperasi mempunyai prinsip-prinsip tersendiri antara lain (UU No. 25 Tahun 1992): Keanggotaan bersifat terbuka dan sukarela, Pengelolaan dilakukan secara demokratis, Pembagian SHU dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota, Pemberian balas jasa yang terbatas atas modal, Kemandirian, Pendidikan perkoperasian dan Kerjasama antarkoperasi
Uraian dan tulisan ini merupakan hasil penelitian yang memaparkan dan menganalisis hal-hal yang berkaitan dengan tingkat kepuasan anggota koperasi terhadap eksistensi koperasi di Kota Medan. Research questions yang mendasari penelitian ini antara lain bagaimana tingkat kepuasan anggota koperasi terhadap (a) Pencapaian dan keadilan pembangian SHU (b) Aktivitas harian dan pelayanan kepada anggota (c) Transparansi dalam koperasi (d) Hubungan antara sesama pengurus, pengurus dengan anggota dan antara sesama anggota (e) Perhatian Pemko Medan dan sebagainya. Selain itu perlu juga diketahui hal-hal apakah yang perlu dibenahi sehingga lembaga koperasi semakin baik dan efektif pada masa yang akan datang.
METODE Kota Medan merupakan kota ketiga
terbesar di Indonesia dan dihuni oleh berbagai etnik dan kepercayaan. Dengan kondisi yang demikian, relatif menarik untuk mengkaji dan menganalisis kondisi perkoperasian yang merupakan wadah kerjasama ekonomi bagi masyarakat berbilang etnik. Kondisi ini juga merupakan satu alasan sehingga penelitian
ini mengambil sampel secara acak atau rambang. Sebanyak 489 orang yang terpilih sebagai sampel mewakili semua jenis koperasi yang ada. Dengan kata lain, anggota semua jenis koperasi yang ada di Kota Medan mempunyai peluang sama menjadi responden penelitian ini. Hal ini dimaksudkan agar data dan informasi yang diperoleh lebih objektif, lengkap dan menyeluruh karena semua pihak dan semua jenis koperasi terwakili.
Untuk mendapatkan data dan informasi yang lebih objektif, keseluruhan responden diminta mengisi angket yang bersifat campuran antara angket langsung dan angket tidak langsung. Angket langsung bermakna responden diminta menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan dirinya seperti idea, sikap, perasaan, keyakinan dan sebagainya. Sedangkan angket tidak langsung bermakna responden memberi jawaban terhadappertanyaan pertanyaan berkaitan kehidupan orang lain. Bentuk-bentuk pertanyaan yang diajukan pula merupakan kombinasi pertanyaan pilihan berganda (multiple choice), pertanyaan dua pilihan (forced choice) dan beberapa pertanyaan yang bersifat terbuka (open question). Selain itu, diketengahkan juga pertanyaan yang bersifat counter cheking terhadap jawaban responden sehingga kebenaran informasi yang diperoleh lebih tinggi.
Penelitian ini lebih bersifat eksploratif-deskriptif. Data-data penelitian diproses menggunakan perangkat SPSS dan hasilnya diketengahkan dalam berbagai bentuk antara lain dalam bentuk persentase, bentuk bivariat (tabel kontingensi) agar hubungan antara variabel dapat diketahui. Untuk melihat hubungan yang lebih kompleks pula digunakan tabel berbentuk trivariat. Selain itu digunakan juga teknik analisis korelasi terhadap variabel tertentu. Dengan demikian data yang diperoleh memberi makna yang luas dan manfaat yang maksimal.
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini mengambil sampel
sebanyak 489 orang yang mewakili seluruh jenis koperasi yang ada di Kota Medan. Dari 489 orang responden ini, sebanyak 50,7% (248 orang) merupakan responden pria dan sisanya 49,3% (241 orang) adalah
76
Jurnal Ekonom, Vol 14, No 2, April 2011
responden wanita. Artinya, dari segi jenis kelamin jumlah keanggotaan koperasi di Kota Medan relatif sebanding atau ada kesetaraan jender. Dengan kesetaraan jumlah jender ini maka analisis komparatif tingkat kepuasan keanggotaan koperasi berdasarkan jenis kelamin dapat dilakukan. Selain itu, bagaimanapun baik-buruknya keadaan pencapaian perkoperasian di Kota Medan, hal tersebut merupakan kombinasi kontribusi yang relatif sama besarnya antar kontribusi anggota pria dengan kontribusi anggota wanita. Dengan kata lain, anggota pria dan wanita mempunyai peran yang relatif sama besarnya dalam perkembangan perkoperasian di Medan berdasarkan komposisi ini.
Selanjutnya, jika profil jenis kelamin keanggotaan koperasi ini dilihat secara bersama-sama dengan kelompok umur dan juga agama, maka hasilnya dapat dilihat dalam Tabel 1.
Berdasarkan Tabel 1, dapat diketahui bahwa kelompok umur 31 - 40 tahun merupakan kelompok umur dengan frekuensi terbanyak yakni 32,0% (157
orang) diikuti kelompok umur 41 – 50 tahun sebanyak 31,5% (154 orang). Sedangkan dari segi agama didapati jumlah yang sama antara anggota yang beragama Islam dengan jumlah anggota yang beragama Kristen (Protestan + Katolik) yakni masing-masing 49,9% (244 orang) dan 49,9% (244 orang). Sisanya 0,2% (1 orang) anggota menganut aliran kepercayaan. Penelitian ini tidak mendapati anggota koperasi yang menganut agama Hindu dan Budha walaupun sekelompok kecil masyarakat Kota Medan merupakan penganut agama ini. Kesetaran jumlah responden dari segi agama ini memungkin analisis perbandingan kepuasan anggota koperasi berdasarkan agama dapat dilakukan.
Kondisi umur anggota koperasi yang mayoritas antara 31 – 40 tahun ini merupakan satu kelebihan dan modal yang bersifat non material dalam pengembangan koperasi. Kelompok umur ini dianggap masih relatif muda sehingga biasanya mempunyai kemauan dan kemampuan berusaha yang baik dan energik.
Tabel 1: Keadaan Umur, Agama dan Jenis Kelamin Anggota Koperasi di Kota Medan Tahun 2011
Jenis Kelamin / Umur
Pria Umur < 20 Tahun 21 - 30 Tahun 31 - 40 Tahun 41 - 50 Tahun > 50 Tahun
Total
Islam
1 19 42 39 29 130
Agama
Kristen Protestan
Kristen Katolik
30
20 2
32 8
30 8
10 5
95 23
Aliran Kepercayaan
-
Total
4 41 82 77 44 248
Wanita Umur < 20 Tahun
1
0
0
0
1
21 - 30 Tahun
17
20
5
0 42
31 - 40 Tahun
37
26
12
0
75
41 - 50 Tahun
38
23
16
0
77
> 50 Tahun
21
17
7
1 46
Total
114 86
40
1 241
77
Irsyad Lubis : Analisis Tingkat Kepuasan Anggota Koperasi Terhadap....
Tabel 2 : Pendidikan Terakhir dan Jenis Pekerjaan Anggota Koperasi Di Kota Medan Tahun 2011
Pekerjaan Anggota Koperasi
Pendidikan Terakhir PNS
Pedagang / Pegawai Wiraswasta Swasta
Pegawai BUMN / BUMD
TNI / POLRI
Lainlain
Jlh
Tidak Tamat SD
0
9
0 0 0 1 10
SD
14
0 0 0 38
SMP
0 14 2 0 0 20 37
SMA
36 62
25 10 3 19 156
Diploma
19 11 21 4 0 4 59
Sarjana
139 14
35 20 4 7 219
JUMLAH
195 114
83
34 7 54 489
Sekiranya anggota koperasi yang berumur
seperti ini memperoleh pendidikan dan
pelatihan yang maksimal tentang
perkoperasian, maka ilmu dan pengetahuan
mereka dapat dipergunakan untuk
mengembangkan perkoperasian dalam
jangka waktu yang relatif lama. Dengan
kata lain, sekiranya dilakukan investasi
dalam bidang pendidikan dan pelatihan
perkoperasian, maka lembaga koperasi akan
memperoleh manfaat yang berterusan
dalam tempoh yang lama sebab masa tugas
mereka yang memperoleh pendidikan dan
pelatihan tersebut masih lama. Berbagai
karya cipta dan ide inovasi akan dapat
mereka sumbangkan dalam pengembangan
dunia koperasi di Kota Medan.
Selain ketiga pofil di atas, profil
pendidikan dan pekerjaan dinggap perlu
diketengahkan karena akan berpengaruh
kepada kondisi keanggotaan mereka dan
juga akan berpengaruh kepada tingkat
kepuasan mereka dalam organisasi
koperasi. Penelitian menunjukkan bahwa
keanggotaan koperasi di Kota Medan
mayoritas berkelulusan sarjana yakni 44,8%
(219 orang), Diploma 12,1% (59 orang) dan
berkelulusan SMA sebanyak 31,9% (156
orang). Pekerjaan mereka pula secara
berturut
mayoritas
PNS,
Pedagang/Wiraswasta, pegawai swasta,
pegawai BUMN/BUMD, TNI/POLRI,
petani dan lain-lain. Lebih rinci hasil
penelitian berkaitan profil pendidikan dan
pekerjaan anggota koperasi ini ditunjukkan
dalam Tabel 2.
Secara keseluruhan tingkat
pendidikan anggota koperasi di Kota
Medan cukup baik karena mereka yang
berpendidikan minimal SMA ke atas ada
sebanyak 88,8% (434 orang). Seperti halnya faktor umur, kondisi ini juga merupakan salah satu modal yang bersifat non material dalam pengembangan koperasi. Dengan tingkat pendidikan yang relatif baik ini akan memungkinkan mereka memberikan ide-ide dan gagasan cemerlang dalam memajukan usaha koperasi masingmasing. Selain itu, tingkat pendidikan anggota yang relatif baik ini juga akan berpengaruh kepada anggota lain yang berpendidikan SMP ke bawah karena mereka diyakini relatif mendapat dorongan dan contoh panutan dari anggota yang berpendidikan lebih baik. Lebih jauh dari itu, dengan kondisi tingkat pendidikan yang relatif baik seperti ini memungkin mereka dapat memastikan aktivitas koperasi berjalan dinamis mengingat mayoritas anggota koperasi bekerja tetap dan berpendapatan tetap.
Berdasarkan Tabel 2 juga dapat diketahui bahwa pekerjaan anggota koperasi peringkat kedua paling banyak adalah pedagang atau wiraswasta. Anggota koperasi yang berprofesi sebagai pedagang atau wiraswasta ini dapat menjalankan aktivitasnya tanpa diawasai dan dikendalikan oleh pihak lain. Kelompok ini bekerja sendiri secara bebas tanpa bergantung kepada pihak mana pun.
Jika profil keanggotan koperasi di Kota Medan ditinjau dari aspek pendapatan, maka hasil penelitian mendapati bahwa sebanyak 45,8% (224 orang) anggota koperasi mempunyai pendapatan antara Rp 2,1 juta sampai Rp 4 juta per bulan. Peringkat kedua terbanyak adalah kelompok yang mempunyai tingkat pendapatan lebih kecil atau sama dengan
78
Jurnal Ekonom, Vol 14, No 2, April 2011
140 120 100
80 60 40 20
0
Rp < 2 Juta
Rp 2,1 - Rp 4,1 4 Juta 6 Juta
Rp 6,1 8 Juta
Rp 8,1 10 Juta
PNS Pedagang/W
Rp > 10 Juta
TNI/POLRI P. Swasta
PNS
RTBM
P. Swasta
Gambar 1. Tingkat Pendapatan Anggota Koperasi Berdasarkan Pekerjaan
Keterangan: P = Pegawai, W = Wiraswasta, RTBM = Responden Tidak Bersedia Menjawab
Rp 2 juta per bulan yakni sebanyak 34,4% (168 orang). Penelitian ini juga mendapati bahwa ada 1,0% (5 orang) anggota koperasi yang mempunyai pendapatan antara Rp 8,1 juta sampai Rp 10 juta per bulan dan 1,6% (8 orang) mempunyai penghasilan lebih dari Rp 10 juta per bulan. Sebanyak 7,4% (36 orang) yang lainnya tidak bersedia memberikan jawaban karena mereka keberatan dan menganggap informasi tentang pendapatan bulanan adalah rahasia pribadi. Kelompok responden yang tidak bersedia memberikan informasi tentang jumlah pendapatan bulanan ini mayoritas berprofesi sebagai pedagang atau wiraswasta, pegawai BUMN/BUMD serta jenis pekerjaan kategori “lain-lain”. Dari segi jenis kelamin pula ternyata kaum pria lebih banyak merahasiakannya berbanding kaum wanita yakni masing-masing 55,6% dan 44,4%.
Melalui Gambar 1 secara mudah dapat diketahui bahwa sebagian besar anggota koperasi mempunyai pendapatan antara Rp 2 juta sampai Rp 4 juta per bulan. Artinya mayoritas angota koperasi ini mempunyai tingkat pendapatan menengah ke bawah sehingga pilihan dan kerelaan mereka menjadi anggota koperasi dianggap tepat. Secara teori, anggota koperasi akan memperoleh berbagai manfaat dari lembaga koperasi yang diikutinya terutama dalam memenuhi kebutuhan hidup yang bersifat material. Tingkat pendapatan mereka ini akan berpengaruh kepada besar kecilnya jumlah simpanan pokok dan simpanan
wajib anggota yang mampu mereka tanggung. Selain itu, jenis pekerjaan dan tingkat pendapatan ini akan berpengaruh kepada tipe atau jenis koperasi yang mampu dan sesuai dibentuk.
Penelitian ini mendapati bahwa tipe atau jenis koperasi yang paling banyak dikemukakan responden adalah koperasi simpan pinjam sebanyak 56,0%, koperasi pegawai negeri 26,4%, koperasi angkutan 7,2%, koperasi produksi 3,1%, koperasi pedangan kaki lima 1,0% dan koperasi kategori “koperasi lain-lain” 4,5%. Sebanyak 1,8% (9 orang) responden tidak memberi jawaban sebab mereka tidak mengetahui tipe atau jenis koperasi mereka. Kondisi ini menunjukkan berbagai hal yang perlu diperbaiki atau dibenahi terutama berkaitan dengan keanggotaan koperasi. Merupakan satu hal yang aneh jika anggota koperasi tidak mengetahui tipe atau jenis koperasi yang diikutinya.
Lembaga koperasi di Kota Medan didominasi oleh jenis koperasi simpan pinjam. Sebaliknya koperasi produksi sangat sedikit yakni 3,1%. Kondisi ini bermakna bahwa lembaga koperasi di Kota pada umumnya memberikan layanan jasa simpan-pinjam dan manfaat inilah yang paling banyak dinikmati para anggota. Banyaknya lembaga koperasi yang tergolong sebagai koperasi simpan pinjam ini relatif sesuai dengan motivasi para anggota untuk masuk menjadi anggota koperasi. Penelitian ini mendapati bahwa sebanyak 38,0% (186 orang) masuk
79
Irsyad Lubis : Analisis Tingkat Kepuasan Anggota Koperasi Terhadap....
menjadi anggota koperasi dengan motivasi
agar mudah mendapatkan pinjaman atau
kredit. Sebanyak 44,0% (215 orang) pula
masuk menjadi anggota koperasi karena
ingin secara bersama-sama meningkatkan
kesejahteraan.
Sebelum analisis terhadap kepuasan
anggota koperasi diketengahkan, perlu
diketahui bahwa untuk dua tahun terakhir
(2009 & 2010) sebanyak 86,5% dari
seluruh koperasi berhasil memperoleh sisa
hasil usaha (SHU) dan hanya 9,6% koperasi
yang tidak memperoleh SHU. Sisanya
sebanyak 3,9% tidak diperoleh informasi
karena responden tidak bersedia menjawab.
Sebagian koperasi yang tidak memperoleh
SHU ini berdiri tahun 2010 sehingga
pertanyaan yang diajukan tidak sesuai
sebab usia koperasi belum cukup dua tahun.
Namun demikian, beberapa koperasi yang
dianggap sudah berdiri sejak lama ternyata
tidak berhasil memperoleh SHU untuk dua
tahun terakhir. Koperasi ini antara lain
berdiri tahun 1970, 1980, 1991, 1999, 2007
dan lain-lain. Jenis koperasi yang memiliki
frekuensi terbanyak sebagai koperasi yang
tidak berhasil memperoleh SHU secara
berturut adalah koperasi simpan pinjam,
koperasi pegawai negeri, koperasi angkutan
dan koperasi produksi. Adanya koperasi
yang tidak berhasil memperoleh SHU untuk
dua tahun terakhir sedangkan koperasi
tersebut telah berdiri sejak tahun 1970,
1980, 1991, 2007 dan sebagainya
menunjukkan banyak hal yang perlu
dibenahi dalam lembaga koperasi. Lembaga
koperasi yang sudah berusia 40 tahun, 30
tahun, 20 tahun namun tidak berhasil
mencapai SHU dianggap sebagai lembaga
koperasi yang kurang sehat atau sama
sekali tidak sehat. Kondisi ini bisa terjadi
karena pihak pengurus tidak mampu
menjalankan
aktivitas
koperasi
sebagaimana mestinya dan bisa juga
koperasi tidak mampu bersaing karena
kekurangan dana, tenaga ahli dan
sebagainya.
Dengan berbagai kondisi seperti
disebutkan di atas, relatif menarik untuk
mengetahui tingkat kepuasan anggota
koperasi terhadap ekistensi koperasi di Kota
Medan. Tingkat kepuasan ini dapat dilihat
berkaitan dengan tingkat pencapaian dan
keadilan pembagian SHU, kondisi aktivitas
harian dan pelayanan kepada anggota,
transparansi dalam koperasi, hubungan
antara sesama anggota dan sebagainya. Mengetahui tingkat kepuasan anggota terhadap berbagai variabel ini dengan sendiri akan diketahui berbagai kelemahan dan kekurangan dalam koperasi sehingga dapat diperbaiki.
Tingkat pencapaian SHU koperasi dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain tingkat modal yang digunakan, kondisi aktivitas harian, peluang usaha, tingkat persaingan bisnis dan sebagainya. Tabel 3 menunjukkan frekuensi jawaban anggota koperasi terhadap tingkat pencapaian SHU pada tahun lalu dan kondisi aktivitas harian koperasi. Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa sebanyak 21,3% (104 orang) anggota koperasi mengatakan bahwa aktivitas harian koperasi meraka sangat baik. Akan tetapi jawaban anggota yang mengatakan bahwa koperasi yang berhasil mencapai SHU dengan predikat sangat memuaskan hanya 10,6% (52 orang) anggota. Dalam hal ini seolah-olah terjadi kontradiksi yang agak besar. Di satu sisi banyak yang mengatakan aktivitas harian koperasi sangat memuaskan akan tetapi hanya sedikit yang mengatakan tingkat pencapaian SHU sangat memuaskan. Satu hal yang diyakini sebagai penyebab terjadinya hal tersebut adalah faktor modal yang ada relatif kecil. Para pengurus dan anggota telah sungguh-sungguh berusaha akan tetapi karena modal yang ada relatif kecil maka tingkat pencapaian SHU tidak sampai kepada predikat sangat memuaskan. Artinya, faktor sumber daya manusianya sudah relatif baik namun karena faktor modal/ finansial yang kurang memadai menyebabkan pencapaian SHU hanya mencapai peringkat memuaskan. Penelitian ini mendapati bahwa rata-rata simpanan pokok dan simpanan wajib koperasi adalah sekitar Rp 75.000. Rata-rata jumlah anggota koperasi pula sebanyak 285 orang sehingga rata-rata modal (simpanan wajib + simpanan) koperasi di Kota Medan adalah 2 x (285 orang x Rp 75.000) = Rp 42.750.000. Pada masa sekarang, jumlah modal usaha sebanyak ini dianggap relatif kecil untuk dapat merebut peluang usaha dan memenangkan persaingan bisnis. Faktor ini diyakini sebagai penyebab utama sehingga terjadi kondisi seperti dalam Tabel 3.
Berdasarkan Tabel 3 juga dapat diketahui bahwa mayoritas yakni 71,4%
80
Jurnal Ekonom, Vol 14, No 2, April 2011
Tabel 3. Frekuensi Jawaban Anggota Koperasi Terhadap Tingkat Pencapaian SHU dan Kondisi Aktivitas Harian Koperasi
SHU Tahun Lalu
Sangat Memuaskan Memuaskan Kurang Memuaskan Tidak Memuaskan Sangat Tidak Memuaskan Responden Tidak Bersedia Menjawab Tidak ada SHU
Total
Aktivitas Harian
Sangat
Kurang Sangat
Baik Baik Baik Buruk
44 8 0 0
49 259 11
0
9 58 19 0
0531
0120
1 16 0
0
1200
104 349 35
1
Total
52 319 86
9 3 17 3 489
Tabel 4 : Jawaban Anggota Koperasi Terhadap Keadilan Pembagian SHU Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
K e a d i l a n P e m b a g i a n SHU SM M KM TM STM RTBM TA SHU Total
Pria Jumlah
23 172 29
13
1
9
1 248
% Thp JK
9,3% 69,4% 11,7% 5,2% 0,4% 3,6% 0,4% 100%
% Thp KP SHU 37,1% 49,0% 69,0% 86,7% 25,0% 75,0% 33.3% 50,7%
% Thp Total
4,7% 35,2% 5,9% 2,7% 0,2% 1,8% 0,2% 50,7%
Wanita Jumlah
39 179 13
2
3
3
2 241
% Thp JK
16,2% 74,3% 5,4% 0,8% 1,2% 1,2% 0,8% 100%
% Thp KP SHU 62,9% 51,0% 31,0% 13,3% 75,0% 25,0% 66.7% 49,3%
% Thp Total
8,0% 36,6% 2,7% 0,4% 0,6% 0,6% 0,4% 49,3%
Total
Jumlah % Thp JK
62 351 42 12,7% 71,8% 8,6%
15 3,1%
4 0,8%
12 2,5%
3 0,6%
489 100%
% Thp KP SHU 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%
% Keseluruhan 12,7% 71,8% 8,6% 3,1% 0,8% 2,5% 0,6% 100%
Keterangan: SM M
SHU KM TM
Menjawab STM
= Sangat Memuaskan = Memuaskan
Thp JK Thp KP SHU
= Terhadap Jenis Kelamin = Terhadap Keadilan Pembagian
= Kurang Memuaskan = Tidak Memuaskan
Thp Total RTBM
= Terhadap Total = Responden Tidak Bersedia
= Sangat Tidak Memuaskan TA SHU = Tidak Ada SHU
(349 orang) anggota koperasi mengatakan bahwa aktivitas harian koperasi mereka baik. Tingkat pencapaian SHU juga mayoritas memuaskan yakni 65,2% (319 orang). Kombinasi dua variabel ini dianggap bersesuaian karena perbedaan persentase jawaban tidak terlalu jauh atau relatif seimbang. Selain itu, dalam tabel yang sama ada 0,6% (3 orang) anggota koperasi yang mengatakan bahwa koperasi mereka tidak memperoleh SHU padahal aktivitas harian koperasi dikatakan sangat
baik dan baik. Hal ini terjadi karena koperasi tersebut baru berdiri. Para pengurus dan anggota demikian semangat dan sungguh-sungguh berusaha namun karena koperasi masih baru berdiri maka SHU belum ada. Penelitian ini mendapati ada 11 unit koperasi yang berdiri tahun 2010 sedangkan kajian lapangan dilakukan pada bulan April 2011.
Dari segi keadilan pembagian SHU, 12,7% (62 orang) anggota koperasi menyatakan sangat memuaskan dan 71,8%
81
Irsyad Lubis : Analisis Tingkat Kepuasan Anggota Koperasi Terhadap....
(351 orang) anggota mengatakan memuaskan. Jumlah ini jauh lebih besar dari mereka yang merasa kecewa terhadap keadilan pembagian SHU sebab yang merasa kurang memuaskan hanya 8,6% (42 orang) anggota saja sedang anggota yang merasa tidak memuaskan dan sangat tidak memuaskan masing-masing hanya 3,1% (15 orang dan 0,8% (4 orang) saja. Keseluruhan persentase jumlah anggota yang merasa kecewa atau tidak puas sebesar 12,5% (61 orang) ini dianggap masih dalam batas wajar karena kondisi 100% puas tidak mungkin dicapai tanpa seorang pun yang merasa kecewa atau keberatan. Hal ini bermakna bahwa hampir keseluruhan pengurus koperasi di Kota Medan adil dan bijak terhadap anggota dari segi pembagian SHU koperasi. Namun demikian, ada satu hal yang agak mengherankan yakni golongan pria lebih banyak merasa tidak puas hati terhadap keadilan pembagian SHU. Persentase mereka bahkan lebih dua kali lipat dari persentase golongan wanita yang merasa tidak puas hati. Lebih jauh, golongan pria pula lebih banyak tidak bersedia memberi jawaban tentang kondisi pembagian SHU koperasi berbanding golongan wanita. Jumlah pria yang tidak bersedia menjawab faktor ini bahkan tiga
kali lipat berbanding golongan wanita. Diperlukan kajian lebih lanjut untuk mengetahui penyebabnya. Lebih rinci gambaran jawaban anggota koperasi terhadap keadilan pembangian SHU dapat dilihat pada Tabel 4.
Selanjutnya responden telah memberi informasi berkaitan dengan transparansi dalam lembaga koperasi mereka. Sebanyak 12,9% (63 orang) anggota mengatakan transparansi dalam koperasi mereka sangat memuaskan dan 69,5% (340 orang) pula mengatakan memuaskan. Sisanya sebanyak 17,6% (86 orang) merasa kecewa dengan memberi jawaban bahwa transparansi dalam koperasi mereka kurang memuaskan, tidak memuaskan dan sangat tidak memuaskan. Kekecewaan anggota koperasi terhadap kondisi transparansi ini mayoritas terjadi pada dua jenis koperasi yakni koperasi simpan pinjam dan koperasi pegawai negeri. Sedangkan dari segi pendidikan, mereka yang kecewa dengan kondisi transparansi ini mayoritas berpendidikan SMA kemudian diikuti mereka yang berpendidikan sarjana. Dalam bentuk gambar, kondisi tingkat kepuasan anggota terhadap transparansi dalam koperasi mereka dapat dilihat pada Gambar 2.
Sangat Memuskan
63
Memuaskan Kurang Memuaskan
Tidak Memuaskan Sangat Tidak Memuaskan
67 12 7
340
0 100 200 300 400
Gambar 2. Tingkat Kepuasan Anggota Koperasi Terhadap Transparansi Dalam Koperasi
82
Jurnal Ekonom, Vol 14, No 2, April 2011
Tabel 5: Frekuensi Jawaban Responden Tantang Kondisi Hubungan Antar Sesama Pengurus Koperasi dan Antar Sesama Anggota Berdasarkan Jenis Kelamin
Kondisi Hubungan
Sangat Memuaskan Memuaskan Kurang Memuaskan Tidak Memuaskan Sangat Tidak Memuaskan Responden Tidak Bersedia Menjawab
Antar Sesama Pengurus Pria Wanita 20 25 159 178 63 32 51 05 10
Antar Sesama Anggota Pria Wanita 28 34 164 178 51 21 42 15 01
Jumlah
248 241 248 241
Transparansi dalam koperasi seperti
gambaran di atas secara umum dianggap
baik walaupun masih memungkinkan untuk
ditingkatkan.
Tuntutan
terhadap
transparansi biasanya terutama berkaitan
dengan masalah keuangan baik berupa
pendapatan maupun pengeluaran lembaga.
Tentunya hal ini tidak berbeda dengan
lembaga koperasi yang mengelola
keuangan yang bersumber dari berbagai
jenis simpanan, pinjaman, hibah dan
sebagainya. Dalam hal seperti ini,
transparansi dianggap semakin penting
apalagi mengingat lembaga koperasi adalah
milik bersama anggota sehingga setiap
anggota harus mengetahui segala sesuatu
tentang koperasinya. Secara statistik,
gambaran hubungan antar sesama pengurus
dan hubungan antar sesama anggota dapat
dilihat dalam Tabel 5.
Data dalam Tabel 5 dapat dianalisis
lebih jauh. Dari data tersebut dapat
diketahui bahwa frekuensi jawaban “sangat
memuaskan” dan “memuaskan” yang
diberikan oleh kaum wanita lebih banyak
berbanding frekuensi jawaban yang sama
yang diberikan kaum pria. Kondisi ini
terjadi terhadap kedua-dua item yang
ditanyakan yaitu hubungan antar sesama
pengurus dan hubungan antar sesama
anggota koperasi. Hal ini bermakna standar
tingkat kepuasan berkoperasi di kalangan
wanita lebih rendah berbanding kaum pria.
Dengan kata lain, kaum wanita lebih cepat
dan lebih mudah merasa puas terhadap
kondisi kehidupan koperasi berbandiang
kaum pria. Sebaliknya, frekuensi jawaban
“kurang memuaskan” dan “tidak
memuaskan” yang diberikan kaum pria
lebih banyak berbanding frekuensi jawaban
yang sama yang diberikan kaum wanita.
Dari data tabel yang sama, jawaban “sangat tidak memuaskan” yang diberikan kaum wanita memang lebih banyak berbanding jawaban yang sama yang diberikan kaum pria. Kondisi ini pula berlaku untuk kedua item pertanyaan namun frekuensi jawaban ini relatif sedikit jika dibandingkan dengan jumlah frekuensi jawaban “kurang memuaskan” ditambah dengan frekuensi jawaban “tidak memuaskan” sehingga kesimpulan tersebut dianggap kuat. Jawaban “sangat tidak memuaskan” dengan tingkat frekuensi lima kali yang diberikan kaum wanita terhadap dua item pertanyaan tersebut diyakini cenderung bersifat emosional walaupun hal ini diakui bersifat debatable.
Keseluruhan uraian di atas menyangkut kepuasan anggota koperasi terhadap hal-hal yang bersifat internal. Untuk mengetahui kondisi tingkat kepuasan anggota koperasi secara keseluruhan, maka faktor eksternal juga dianggap perlu dianalisis. Responden (anggota koperasi) telah diminta memberi tanggapan tentang perhatian pemerintah kota terhadap eksistensi koperasi di Kota Medan. Jawaban yang mengatakan perhatian pemerintah Kota Medan “sangat memuaskan” dan “memuaskan” hanya mencapai 53%. Sementara jawaban yang mengatakan perhatian pemerintah Kota Medan “kurang memuaskan”, “tidak memuaskan” dan “sangat tidak memuaskan” mencapai 47%. Dengan kata lain, jumlah anggota koperasi di Kota Medan yang merasa kecewa karena kurangnya perhatian pemeritah kota terhadap eksistensi koperasi relatif besar. Dapat juga dikatakan bahwa, dari berbagai faktor yang dianalisis (seperti pencapaian SHU, keadilan pembagian SHU,
83
Irsyad Lubis : Analisis Tingkat Kepuasan Anggota Koperasi Terhadap....
transparansi dalam koperasi, hubungan antar sesama pengurus dan hubungan sesama anggota) faktor perhatian pemerintah kota didapati paling tidak memuaskan bagi para anggota koperasi. Lebih rinci, tanggapan anggota koperasi tentang perhatian pemerintah kota berdasarkan lamanya mereka menjadi anggota koperasi dapat dilihat dalam Tabel 6.
Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa frekuensi jawaban terbanyak berdasarkan lamanya mereka menjadi anggota koperasi ada pada jawaban “memuaskan” kemudian “kurang memuaskan” yakni masing-masing 95 dan 54 kali. Kedua frekuensi terbanyak ini berada pada kategori lebih dari lapan tahun mereka menjadi anggota koperasi. Artinya mereka telah mengalami dan mengikuti kehidupan perkoperasian dalam tempo yang relatif lama sehingga mereka mempunyai banyak alasan untuk sampai pada kesimpulan jawaban “memuaskan” atau “kurang memuaskan”. Dalam hal ini pemerintah kota perlu meningkatkan perhatian kepada lembaga koperasi serta mempertahankan hal-hal yang telah baik.
Keseluruhan uraian di atas telah menggambarkan kondisi kepuasaan anggota koperasi terhadap lingkungan internal koperasi maupun lingkungan eksternal. Sekiranya anggota koperasi merasa tidak menguntungkan menjadi anggota koperasi maka dengan sendirinya mereka akan keluar dan berhenti menjadi anggota koperasi. Sebaliknya, menurut logika, jika anggota koperasi merasa bahwa secara keseluruhan menjadi anggota koperasi lebih menguntungkan berbanding tidak menjadi anggota maka mereka akan tetap menjadi anggota koperasi. Penelitian ini mendapati bahwa sebanyak 78,9% (386 orang) anggota koperasi akan tetap menjadi anggota koperasi untuk masa-masa yang akan datang atas keinginan dan kerelaan mereka sendiri. Sebanyak 12,1% (59orang) pula akan menjadi anggota koperasi sebab diharuskan. Sebanyak 1,8% (9 orang) responden tidak bersedia memberi jawaban sedangkan 7,2% (35 orang) mengatakan akan berhenti karena menjadi anggota koperasi bagi mereka tidak menguntungkan apa-apa. Dari 35 orang yang akan berhenti
Tabel 6 : Tanggapan Anggota Koperasi Tentang Perhatian Pemerintah Kota Medan Terhadap Eksistensi Koperasi Berdasarkan Lamanya Menjadi Anggota Koperasi
Perhatian Pemko Medan
Sangat Memuaskan Memuaskan Kurang Memuaskan Tidak Memuaskan Sangat Tidak Memuaskan
8 Tahun 12
2,5% 95
19,4% 54
11,0% 13
2,7% 6
Total 29
5,9% 230 47,0% 164 33,5% 34 7,0% 21
R.T.B Menjawab Jumlah
1,6% 3
0,6% 98
20,0%
0,6% 3
0,6% 107 21,9%
0,6% 1
0,2% 65
13,3%
0,2% 1
0,2% 36
7,4%
1,2% 3
0,6% 183 37,4%
4,3% 11
2,2% 489 100.%
Keterangan: R.T.B = Responden Tidak Bersedia
84
ini, sebanyak 74% (26 orang) diantaranya adalah kaum pria dan sisanya 26% (9 orang) adalah kaum wanita. Hal ini semakin menguatkan paparan di atas bahwa kaum wanita lebih cepat dan lebih mudah puas terhadap kondisi kehidupan perkoperasian berbanding kaum pria.
Berkaitan dengan kelompok anggota yang akan berhenti ini, kajian ini mendapati satu hal yang agak mengherankan. Dari 35 orang anggota koperasi yang akan berhenti ini sebagian besar yakni 63% (22 orang) adalah mereka yang berpenghasilan kurang dari Rp 2 juta perbulan. Sebanyak 31% (11 orang) pula aadalah mereka yang berpenghasilan antara Rp 2 sampai Rp 4 juta perbulan. Sisanya 5,7% (2 orang) adalah anggota koperasi yang tidak bersedia memberi informasi tentang tingkat penghasilannya. Dengan kata lain, mereka yang berpenghasilan relatif lebih besar cenderung lebih setia dan tetap menjadi anggota koperasi dan sebaliknya mereka yang berpenghasilan kecil cenderung tidak setia dan rentan berhenti sebagai anggota koperasi. Anggota koperasi yang berpenghasilan relatif kecil ini diyakini mempunyai harapan dan impian yang besar untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan ekonomi ketika masuk menjadi anggota, namun harapan dan impian mereka tidak / belum terwujud setelah sekian lama.
KESIMPULAN 1. Sebagian besar anggota koperasi di Kota Medan telah merasa puas dengan eksistensi dan kondisi koperasi mereka terutama berkaitan dengan pencapaian tingkat SHU, pembagian SHU, transparansi dalam koperasi, hubungan antar sesama pengurus, hubungan pengurus dengan anggota dan hubungan antar sesama anggota. 2. Wawasan dan pengetahuan perkoperasian dikalangan anggota koperasi perlu ditingkatkan melalui ekspos dan pemberitaan berbagai koperasi yang telah berhasil secara dinamik, baik koperasi yang ada dalam negeri maupun di luar negeri. 3. Ekspos dan pemberitaan yang relatif intens akan membuka
Jurnal Ekonom, Vol 14, No 2, April 2011
cakrawala sekaligus mereka dapat melakukan perbandingan terhadap kondisi perkoperasian di Kota Medan. Peningkatan wawasan dan komparasi yang cukup diyakini akan meningkatkan standar keberhasilan dan standar kepuasan pencapaian sehingga mereka tidak merasa puas terlalu dini sebelum lembaga koperasi benar-benar menjadi sokoguru perekonomian.
SARAN Pemerintah Kota Medan dapat
mengambil peran yang lebih maksimal sehingga rasa ketidakpuasan anggota koperasi terhadap perhatian pemerintah kota dapat tereduksi pada masa-masa yang akan datang dan perana lembaga koperasi akan lebih optimal seperti yang diharapkan.
DAFTAR RUJUKAN
Anoraga, Pandji & Widiyanti, Ninik, 2007,
Dinamika Koperasi, PT. Rineka
Cipta, Jakarta.
Ali, Suryadharma, 2009. Memantapkan
Peran Gerakan Koperasi Dalam
Dinamika Perubahan Global.
Pidato Dalam Memperingati Hari
Koperasi Ke 62 di Samarinda,
Tanggal 12 Juli 2009.
(http://www.depkop.go.id/Media%
20Massa/512-peringatan-hari-
koperasi-ke-62-memantapkan-
peran-gerakan-koperasi-dalam-
dinamika-perubahan-global.html).
Baswir, Revrisond, tt, Ekonomi
Kerakyatan, Ekonomi Rakyat dan
Koperasi Sebagai Sokoguru
Perekonomian
Nasional.
(http://www.gemari.or.id/file/buku/
diskusinusantara5revrison) diakses
10 Juni 2011.
Hendar & Kusnadi, 2005, Ekonomi
Koperasi, Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, Jakarta.
Swasono, Sri Edi, 2009, Keparipurnaan
Ekonomi Pancasila, Makalah Pada
Kongres ISEI XVII di Bukit Tinggi,
Tanggal 30 Juli – 1 Agustus 2009.
Swasono, Sri Edi, 2010, Ekspose
Ekonomika,
Mewaspadai
Globalosasi dan Pasar Bebas,
85
Irsyad Lubis : Analisis Tingkat Kepuasan Anggota Koperasi Terhadap....
Pusat Studi Ekonomi PancasilaUGM, Yogyakarta. Swasono, Sri Edi, 2010, Kembali ke Ekonomi Konstitusi – Menolak Neoliberalisme, Makalah Diskusi di FE-USU Medan, Tanggal 18 Desember 2010.
Swasono, Sri Edi, 2010, Kelengahan Kultural Dalam Pemikiran Ekonomi, Makalah Diskusi di FEUSU Medan, Tanggal 18 Desember 2010.
Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
86