Teknik Pengumpulan Data Analisis Data

Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 46 c. Penelitian terhadap sinkronisasi vertikal dan horizontal d. Perbandingan hukum e. Sejarah hukum. 37 Berdasarkan uraian di atas, maka metode pendekatan ini menggunakan metode yuridis normatif yang mengacu kepada peraturan perundang-undangan dan dianalisis dengan doktrin dari para sarjana hukum. Dalam hal ini metode pendekatan dilakukan untuk menemukan hukum in-konkrito dan juga pendekatan terhadap sinkronisasi vertikal dan horizontal. Metode Pendekatan dengan metode yuridis normatif diambil dengan pertimbangan bahwa pendekatan ini cukup layak untuk diterapkan, karena dalam metode ini akan diperoleh data dan informasi secara menyeluruh yang bersifat normatif baik dari sumber hukum primer, sekunder dan tertier.

3. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif. Untuk itulah data yang diperlukan adalah data sekunder dan data primer. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yaitu : a. Penelusuran kepustakaan berupa penelusuran literatur dan dokumen yang relevan dengan penelitian ini. b. Penelusuran lapangan berupa wawancara yang dilakukan untuk mengumpulkan data dan informasi dari pihak-pihak yang mengetahui mengenai akibat hukum perceraian terhadap harta bersama berdasarkan 37 Ibid, hlm.14 Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 47 Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam. 38 Bahan utama dari penelitian ini adalah data sekunder yang dilakukan dengan menghimpun bahan-bahan berupa : a. Bahan hukum primer Yaitu bahan hukum yang mengikat, berupa ketentuan peraturan perundang- undangan yang berkaitan dengan penelitian ini. b. Bahan hukum sekunder Yaitu bahan yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer antara lain berupa buku-buku hasil penulisan, jurnal, makalah, artikel, surat kabar, internet yang berkaitan dengan objek penulisan ini. c. Bahan hukum tertier Yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus umum dan jurnal ilmiah, majalah, surat kabar, dan internet juga menjadi tambahan bagi penulisan tesis ini sepanjang memuat informasi yang relevan dengan penelitian yang dilakukan.

4. Analisis Data

Analisis data merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu penelitian untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Data yang telah 38 Data primer adalah data empiris yang diperoleh langsung dari sumber data, bukan hasil olahan orang, lihat dalam Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2004, hlm.170. Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 48 dikumpulkan dengan studi kepustakaan tersebut selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif yang didukung oleh logika berfikir secara deduktif, sebagai jawaban atas segala permasalahan hukum yang ada dalam penulisan tesis ini. Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 49

BAB II PELAKSANAAN PENYELESAIAN SENGKETA

KASUS HARTA BERSAMA

D. Deskripsi Pengadilan Agama di Medan

Pada tahun 1957 diberlakukan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1957, yang berlandaskan hukum bagi pembentukan Pengadilan Agama di seluruh Indonesia. Peraturan Pemerintah ini merupakan tonggak yang menandai kembali pasang naiknya perkembangan Peradilan Agama. Pasang naiknya perkembangan itu terus meningkat dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman yang memberikan landasan yang kokoh bagi kemandirian Pengadilan Agama dan kesetaraannya dengan pengadilan- pengadilan lainnya. Pada awalnya instansi Pengadilan Agama di Sumatera Utara didirikan pada tahun 1957 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1957 dan Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 1957 dengan sebutannya pada ketika itu adalah Pengadilan AgamaMahkamah Syariah, untuk tingkat pertama berkedudukan di Ibukota DaerahKotamadya dan Pengadilan AgamaMahkamah Syariah Propinsi sebagai pengadilan tingkat banding yang berkedudukan di Ibukota Daerah Propinsi yakni Kota Medan. 39 39 Syamsuhadi Irsyad, et.al., Peradilan Agama Indonesia : Sejarah Perkembangan Lembaga dan Proses Pembentukan Undang-Undangnya, Jakarta, Ditbinbapeta Departemen Agama Republik Indonesia, 1999, hlm.27 29 Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 50 Pada tahun 1980 lahir pula Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1980 tanggal 28 Januari 1980 tentang Penyeragaman Nama Instansi Peradilan Agama menjadi Pengadilan Agama. 40 Sesuai dengan bunyi Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Peradilan Agama Nomor 7 Tahun 1989 menyebutkan bahwa : Peradilan Agama adalah peradilan bagi orang-orang yang beragama Islam. Kemudian pada Pasal 2 dipertegas kedudukan Pengadilan Agama sebagai salah satu pelaksana kekuatan kehakiman bagi pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu. 41 Struktur hirarki instansional Peradilan Agama dinyatakan pada Pasal 3 ayat 1 Undang-undang Peradilan Agama Nomor 7 Tahun 1989 bahwa : “Kekuasaan kehakiman di lingkungan Peradilan Agama dilaksanakan oleh a Pengadilan Agama, b Pengadilan Tinggi Agama dan pada ayat 2 : “Kekuasaan kehakiman di lingkungan Peradilan Agama berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi”. 42 40 Abdul Hakim, Peradilan Agama Dalam Politik Hukum di Indonesia, Jakarta, PT.Raja Grafindo, 2001, hlm.77 41 M. Yahya Harahap, Berbagai Pandangan Terhadap Kompilasi Hukum Islam, Jakarta, Ditbinbapera dan Yayasan Al-Hikmah, 19931994, hlm.134 42 Ibid, hlm.105 Sejalan dalam hal ini sistem peradilan yang berlaku di Indonesia dapat dilihat pada skema berikut ini : Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 51 Skema 1. Sistem Peradilan di Indonesia 43 Kekuasaan kehakiman di lingkungan Peradilan Agama, mempunyai tugas pokok sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat 1 Undang-undang Peradilan Agama Nomor 14 Tahun 1970 yang menyebutkan :bahwa tugas diajukan kepadanya. Dipertegas lagi di dalam Undang-undang Peradilan Agama Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 16 ayat 1 yang berbunyi : Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya. Pasal 17 ayat 1 Undang-undang Peradilan Agama Nomor 4 Tahun 2004 berbunyi : Semua pengadilan memeriksa, mengadili 43 Raihan A.Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, Edisi 2, Jakarta,.Raja Grafindo Persada, 2005, hlm.16. Mahkamah Agung Dept. Kehakiman Dept. Agama Dept. Hankam PANGAB PT PTA PT TUN Mahmilti PN PA PTUN Mahmil Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 52 dan memutus dengan sekurang-kurangnya 3 tiga orang hakim, kecuali Undang- undang menentukan lain. Penjabaran tugas pokok yang merupakan kewenangan absolut Pengadilan Agama diatur dalam Pasal 49 ayat 1 Undang-undang Peradilan Agama Nomor 4 Tahun 1989 yang menyebutkan : “Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang a perkawinan, b kewarisan wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam, c wakaf dan sadaqah. Peradilan agama merupakan salah satu pelaksanaan kekuasaan kehakiman judicial power bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu misalnya perceraian, harta gono gini, hak asuh anak yang diatur dalam Undang-Undang Peradilan Agama terdiri dari 2 dua tingkat : “Pertama, Peradilan Agama sebagai peradilan tingkat pertama yang berkedudukan di kotamadya atau ibukota kabupaten dengan wilayah hukum meliputi kotamadya atau kabupaten. Dan kedua, Peradilan Tinggi Agama sebagai peradilan tingkat banding yang berkedudukan di Ibukota Propinsi dengan wilayah hukumnya meliputi wilayah propinsi. Dari aspek yuridis, Peradilan Agama adalah peradilan bagi orang-orang yang beragama Islam sebagaimana dinyatakan dalam Undang-undang Peradilan Agama Nomor 7 Tahun 1989 Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Nomor urut 1, untuk Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 53 memenuhi kebutuhan pelayanan hukum bagi masyarakat Islam di Sumatera Utara didirikan 19 sembilan belas unit Peradilan Agama sebagai Pengadilan Tinggi Pertama dan 1 satu unit Pengadilan Tinggi Agama sebagai Pengadilan Tingkat Banding. Dari sisi historis, pembentukan Pengadilan Agama di Sumatera Utara sebanyak 19 sembilan belas unit Pengadilan Agama Mahkamah Syariah didasarkan pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 1957 tentang Pembentukan Peradilan AgamaMahkamah Syariyah di luar Jawa dan Madura. Salah satu Pasal Peraturan Pemerintah itu mengatur, dimana ada Pengadilan Negeri didirikan Peradilan AgamaMahkamah Syariyah yang wilayah hukumnya sama dengan wilayah hukum Pengadilan Negeri. Berkenaan dengan pengembangan dan pemekaran wilayah kabupaten dan kota di Sumatera Utara, maka untuk menjangkau pelayanan hukum guna memenuhi tuntutan pemerataan memperoleh keadilan, didirikan Pengadilan Agama yang hingga kini berjumlah 19 sembilan belas unit Pengadilan Agama. Untuk lebih jelasnya mengenai Peradilan Agama di Sumatera Utara dapat dilihat pada tabel berikut ini. Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 54 Tabel 1. Keadaan Pengadilan Agama dengan Wilayah Hukumnya di Sumatera Utara No Peradilan Agama Wilayah Hukum Kecamatan 1 Medan Kota Medan 21 2 Binjai Kota Binjai 5 3 Kabanjahe Kabupaten Karo 13 4 Rantau Prapat Kabupaten Labuhan Batu 14 5 Tanjung Balai Tanjung Balai + ½ Asahan 12 6 Gunung Sitoli Kabupaten Nias 15 7 Sidikalang Kabupaten Dairi 12 8 Tebing Tinggi Tebing Tinggi + ½ Serdang Bedagai 11 9 Pematang Siantar Pematang Siantar + ½ Simalungun 14 10 Balige Kabupaten Toba Samosir 17 11 Sibolga Kabupaten Sibolga 3 12 Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang + 2 Kec.Sergai 24 13 Kisaran Kabupaten Asahan 12 14 Simalungun Kabupaten Simalungun 13 15 Stabat Kabupaten Langkat 20 16 Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah 11 17 Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara 23 18 Panyabungan Kabupaten Madina Natal 8 Sumber Data : Kantor Pengadilan Tinggi Agama Medan, Tahun 2009 Sesuai dengan kedudukan dan kewenangan Pengadilan Agama yang dipertegas dengan Undang-undang Peradilan Agama Nomor 7 Tahun 1989, keberadaan 19 sembilan belas unit Pengadilan Agama di Sumatera Utara dipandang telah cukup menjangkau kebutuhan pelayanan hukum masyarakat Islam di Sumatera Utara. Oleh karena itu keberadaannya perlu dan wajib dipertahankan sejalan dengan gerak reformasi dan supremasi hukum dewasa ini. Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 55 Undang-undang mempertegas bahwa kewenangan kehakiman di lingkungan Peradilan Agama berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai Peradilan Negara Tertinggi Pasal 2 ayat 2 Undang-undang Peradilan Agama Nomor 7 Tahun 1989. Adapun jenis perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama Medan dalam kurun waktu 2005 sampai dengan 2009 dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 2. Keadaan Jenis Perkara pada Pengadilan Agama Medan Tahun 2005 sampai dengan 2009 No Jenis Perkara Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 1 Izin Poligami - - - 7 - 2 Pencegahan perkawinan - - - - - 3 Penolakan perkawinan oleh PPN - - - - - 4 Kelalaian atas kewajiban suami istri - - 101 97 124 5 Pembatalan perkawinan - 2 3 4 6 Cerai talak 93 90 101 97 124 7 Cerai gugat 225 220 205 236 314 8 Harta bersama 3 1 2 3 6 9 Penguasaan anak - - - - - 10 Perwalian - - - - - 11 Penunjukan orang lain sebagai wali - - - - - 12 Isbat nikah - - - - - 13 Izin kawin - - - - - 14 Dispensasi kawin - - - - - 15 Wali Adhal - - - - - 16 Kewarisan 6 4 2 8 17 Wasiat - - - - - 18 Hibah 2 - - - - 19 Wakaf - 2 - - 3 20 Lain-lain Sumber Data : Kantor Pengadilan Agama Medan, Tahun 2009 Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 56 Berdasarkan tabel tersebut di atas dapat diketahui bahwa selama 5 lima tahun, jumlah perkara jenis harta sebagaimana Nomor urut 8 delapan sejumlah 15 lima belas buah. Demikianlah gambaran Pengadilan Agama Medan bersama dengan personilnya yang kesehariannya bertugas melayani pencari keadilan terutama dalam menyelesaikan perkara-perkara perdata. E. Perceraian dan Akibat Hukumnya Pasal 49 ayat 1 Undang-undang Peradilan Agama Nomor 7 Tahun 1989 yang menyebutkan : Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang : a Perkawinan, b Kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam, dan c Wakaf dan sadaqah. Ayat 2 bidang perkawinan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 huruf a ialah hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan pada Undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku. Untuk lebih rincinya lagi tentang kewenangan Peradilan Agama dalam bidang perkawinan dapat dilihat pada penjelasan Pasal 49 ayat 2 sebagai berikut : 1. Izin beristri lebih dari seorang 2. Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 dua puluh satu tahun dalam hal orang tua atau wali atau keluarga dalam garis lurus ada perbedaan pendapat. Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 57 3. Dispensasi kawin 4. Pencegahan perkawinan 5. Penolakan perkawinan oleh pegawai pencatat nikah 6. Pembatalan perkawinan 7. Gugatan kelalaian atau kewajiban suami atau istri 8. Perceraian karena talak 9. Gugatan perceraian 10. Penyelesaian harta bersama 11. Mengenai penguasaan anak-anak 12. Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana bapak yang seharusnya bertanggung jawab tak memenuhinya 13. Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada bekas istri atau penentu suatu kewajiban bagi bekas istri. 14. Putusan tentang sah atau tidaknya seorang anak 15. Putusan pencabutan kekuasaan orang tua 16. Pencabutan kekuasaan wali 17. Penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut. 18. Menunjuk seorang wali dalam hal seorang anak yang belum cukup umur 18 delapan belas tahun yang ditinggal kedua orangtuanya padahal tidak ada penunjukkan wali oleh orangtuanya. Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 58 19. Pembebanan kewajiban ganti kerugian terhadap wali yang telah menyebabkan kerugian atas harta benda anak yang ada di bawah kekuasaannya. 20. Penetapan asal usul seorang anak 21. Putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan perkawinan campuran 22. Persyaratan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan dijalankan menurut peraturan yang lain. Khusus dalam perkara sengketa harta bersama penegasan kewenangan bagi Peradilan Agama disebutkan dalam Pasal 88 Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi : Apabila terjadi perselisihan antara suami istri tentang harta bersama, maka penyelesaian perselisihan itu diajukan kepada Pengadilan Agama. Dalam membahas penyelesaian terhadap harta bersama maka sangat erat kaitannya dengan masalah perceraian, oleh karena itu maka dianggap perlu untuk menjelaskan masalah perceraian dan akibat hukumnya. Penyebab putusnya perkawinan sebagaimana dijelaskan dalam Undang- undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 38 jo Pasal 113 Kompilasi Huku m Islam KHI dinyatakan : Perkawinan dapat putus karena a kematian, b perceraian, dan c atas putusan pengadilan. Putusnya perkawinan karena kematian, hal ini merupakan ketentuan Yang Maha Kuasa terhadap manusia. Apabila salah satu pihak meninggal dunia atau mati Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 59 baik suami ataupun istri, maka secara langsung terjadilah pemutusan hubungan perkawinan. Putusnya perkawinan karena perceraian, menurut Undang-undang dikenal ada 2 dua cara, yaitu : 1. Cerai Talak 2. Cerai Gugat Cerai Talak adalah cerai yang dijatuhkan oleh suami, sedang cerai gugat adalah gugatan perceraian yang diajukan oleh istri atau kuasanya kepada pengadilan. M.Yahya Harahap menyatakan : Pasal 37 butir 1 telah menetapkan secara permanen bahwa perkara cerai gugat yang bertindak dan berkedudukan sebagai penggugat adalah istri, pada pihak lain suami ditempatkan sebagai pihak tergugat. Dengan demikian masing-masing telah mempunyai jalur tertentu dalam upaya cerai talak dan jalur istri melalui upaya cerai gugat. 44 44 M.Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, Jakarta, Pustaka Kartini, 1990, hlm.252. Dengan ketentuan di atas, telah dibuka kemungkinan kepada masing-masing pihak suami dan istri untuk melakukan perceraian melalui jalur dan bentuk perceraian, yaitu cerai talak dan cerai gugat. Dibukanya kebolehan cerai gugat salah satu tujuannya untuk menghindari terjadinya kesewenang-wenangan pihak suami dari dominasi hak talak dan untuk menetralisir terwujudnya kerukunan dan keharmonisan rumah tangga dan tentunya bukan untuk membuka jalan yang lebih luas melakukan perceraian. Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 60 Ahmad Rofiq menyatakan : karena itu isyarat tersebut menunjukkan bahwa talak atau perceraian, merupakan alternatif terakhir sebagai pintu darurat yang ditempuh, manakala bahtera rumah tangga tidak dapat lagi dipertahankan keutuhan dan kesinambungannya. 45 1. Terjadinya nusyuz dari pihak istri Apabila dilihat penyebab terjadinya perceraian dalam kehidupan berumah tangga maka setidaknya ada 4 empat kemungkinan yaitu : Petunjuk Al-Qur’an mengatasi istri nusyuz Surat An Nisa ayat 34 2. Terjadinya nusyuz dari pihak suami lihat Al-Qur’an Surat An Nisa ayat 128 3. Terjadinya syiqaq yaitu perselisihan atau percekcokan antara suami dan istri. Al Qur’an memberi jalan keluar untuk mendamaikan dengan mengangkat hakim atbitrator 4. Penyebab lainnya yaitu : a. Ha’ adalah suatu kebiasaan yang dilakukan oleh orang Arab di zaman Jahiliyah. Mengila’ istri ialah seorang suami bersumpah tidak akan menyetubuhi istrinya. b. Zihar adalah suami menyerupakan istrinya dengan ibunya dengan mengatakan kepada istri “engkau serupa dengan punggung belakang ibunya”. c. Li’an yaitu suami bersumpah empat kali dengan nama Allah bahwa ia menuduh benar istrinya berbuat zina dan pada kali yang kelima ia menyatakan bahwa ia sanggup menerima laknat Allah apabila tuduhannya tidak benar. d. Riddah, semua ulama sepakat bahwa riddah atau murtad keluar dari Agama Islam seorang suami istri menyebabkan putusnya ikatan perkawinan. e. Fasakh, adalah semacam perceraian dengan keputusan hakim atas permintaan pihak istri. 46 45 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta,.Raja Grafindo Persada, 1995, hlm.169. 46 Djamil Latif, Aneka Hukum Perceraian di Indonesia, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1985, hlm.52-54 Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 61 Selanjutnya dalam hukum positif di Indonesia alasan perceraian dapat dilihat dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam, disebutkan yang menjadi alasan-alasan terjadinya perceraian adalah : 1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi atau lain sebagainya yang sukar disembuhkan. 2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 dua bulan berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya 3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 lima tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung. 4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain. 5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan sebagai suamiistri. 6. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. 7. Suami melarang taklek talak 8. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga. Selanjutnya T.Yafizham mengatakan bahwa perkawinan dapat putus karena : 1. Kematian salah satu pihak 2. a. Thalak Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 62 b. Fasakh c. Khuluk d. Syiqaq e. ILA’ f. Li’an g. Riddah. 47 1. Perceraian yang diakui keabsahannya adalah perceraian yang dilakukan di depan sidang pengadilan yang berwenang. Apabila salah satu alasan perceraian tersebut di atas diajukan ke pengadilan agama maka proses perceraian dapat dilaksanakan dengan terlebih dahulu diadakan perdamaian, apabila perdamaian tidak dapat dilaksanakan maka proses perceraian dilakukan. Keabsahan suatu perceraian sehingga perceraian tersebut mempunyai akibat hukum adalah dilaksanakan di depan sidang pengadilan. Perceraian yang dilakukan di luar sidang pengadilan tidak diakui keabsahannya. Sebagaimana yang disebutkan dalam Undang-undang Perkawinan Pasal 39 ayat 1 dinyatakan : “Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan yang berwenang setelah pengadilan yang bersengketa berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak”. Dari ketentuan pasal tersebut di atas, ditentukan beberapa rumus tentang terjadinya suatu perceraian yaitu : 2. Pengadilan haruslah selalu berusaha untuk mendamaikan kedua belah pihak suami istri pada setiap memulai persidangan 47 T.Yafizham, Persentuhan Hukum di Indonesia dengan Hukum Perkawinan Islam, Medan,.Mustika, 1977, hlm.10 Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 63 Pasal ini memberikan kewenangan kepada hakim yang memeriksa gugatan perceraian untuk berusaha mendamaikan pada sidang pemeriksaan. Pasal 39 ayat 1 ini dipertegas lagi dengan Pasal 31 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 ayat 1 dan 2 bahwa selama perkara belum diputuskan usaha perdamaian dapat dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan, apabila tercapai perdamaian, maka alasan-alasan gugat yang telah dijadikan perdamaian tidak dapat dijadikan lagi sebagai alasan untuk mengajukan gugatan perceraian baik alasan itu merupakan alasan yang tegas menjadi dasar gugat ataupun alasan-alasan yang tidak tegas, tetapi alasan-alasan itu sebelum dicapai perdamaian telah diketahui penggugat pada waktu dicapainya perdamaian. Hal ini sejalan dengan Pasal 83 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama bahwa “Apabila tercapai perdamaian, maka tidak dapat diajukan gugatan perceraian baru berdasarkan alasan yang ada dan telah diketahui oleh penggugat sebelum perdamaian tercapai. Apabila kedua belah pihak suami istri tidak dapat didamaikan maka pemeriksaan terhadap proses perceraian dilaksanakan. Pasal 131 ayat 2 Kompilasi Hukum Islam berbunyi : Setelah Pengadilan Agama tidak berhasil menasehati kedua belah pihak dan ternyata cukup alasan untuk menjatuhkan talak serta yang bersangkutan tidak mungkin lagi hidup rukun dalam berumah tangga. Pengadilan agama menjatuhkan keputusannya tentang izin bagi suami istri mengikrarkan talaknya. Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 64 Jika yang akan melakukan perceraian seorang Pegawai Negeri Sipil persyaratan untuk bercerai lebih dipersulit lagi yaitu sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil. Demikian juga halnya bagi anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, maka harus berdasarkan Keputusan Menteri Pertahanan KeamananPanglima Angkatan Bersenjata tanggal 3 Januari 1980 Nomor Keputusan0111980 tentang Peraturan Perkawinan, Perceraian dan Ruju’ Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 berbunyi : 1. Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian wajib memperoleh izin atau surat keterangan lebih dahulu dari pejabat. 2. Bagi Pegawai Negeri Sipil yang berkedudukan sebagai penggugat atau bagi Pegawai Negeri Sipil yang berkedudukan sebagai tergugat untuk memperoleh izin atau keterangan sebagaimana dimaksud dalam butir 1 harus mengajukan secara tertulis. 3. Dalam surat permintaan izin atau pemberitahuannya adanya gugatan perceraian untuk mendapatkan surat keterangan, harus dicantumkan alasan yang lengkap yang mendasarinya. Semua ketentuan ini dimaksudkan untuk mempersulit terjadinya perceraian. Hal ini mengingat akibat yang akan timbul dari perceraian sangat mempengaruhi Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 65 kedua belah pihak baik istri maupun suami, terutama kepada anak-anak mereka. Pertumbuhan dan perkembangan jiwa anak menjadi labil karena mereka akan kehilangan kasih sayang kedua belah pihak, dan pemeliharaan yang hanya dilakukan oleh salah satu seorang dari orang tua tidak akan sempurna sebagaimana mereka dipelihara kedua orang tuanya. Kasus perceraian yang diajukan dan telah diproses di Pengadilan Agama Medan dalam kurun waktu Tahun 2005 sampai dengan 2009 dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 3. Kasus Perceraian pada Pengadilan Agama Medan Tahun 2005 sampai dengan 2009 No Tahun Kasus Jumlah Cerai Gugat Cerai Talak 1 2005 225 93 318 2 2006 220 90 310 3 2007 205 101 306 4 2008 236 97 333 5 2009 314 124 438 Jumlah 1200 505 1705 Sumber Data : Kantor Pengadilan Agama Medan Tahun 2009 diolah Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa pada Pengadilan Agama Medan dalam 5 lima tahun terakhir, tercatat kasus perceraian sejumlah 1705 kasus dengan rincian sebagai berikut : cerai gugat sebanyak 1200 kasus 70,38 sedangkan Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 66 permohonan ceraitalak sebanyak 505 kasus 29,61. Selama 5 lima tahun tentang kasus perceraian terlihat interval turun naik, yaitu tahun yang relatif banyak terjadi perceraian pada tahun 2009 sejumlah 438 kasus 25,69, tahun 2008 sebanyak 333 kasus 19,53, tahun 2005 sebanyak 318 kassu 18,65, tahun 2006 sebanyak 310 kasus 18,18 dan tahun 2007 sebanyak 306 kasus 17,95. Kasus cerai gugat lebih tinggi frekuensinya dari cerai talak dan mempunyai frekuensi yang berbeda-beda pada setiap tahunnya dan yang paling banyak terjadi cerai gugat adalah tahun 2009 dengan jumlah 314 kasus 26,17. Kasus cerai talak permohonan cerai talak juga mempunyai frekuensi yang berbeda pada setiap tahunnya, dan tahun yang relatif banyak terjadi pada tahun 2005 sebanyak 124 kasus 24,55. Perceraian antara suami istri baik cerai gugat ataupun cerai talak haruslah dengan mengajukan alasan yang telah ditetapkan oleh ketentuan hukum yang berlaku seperti disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Pasal 29 jo Pasal 116 Kompilasi Hukum Indonesia. Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 39 ayat 1 menyatakan : Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri. Di Pengadilan Agama Medan para pihak mengajukan kasus cerai talak maupun kasus cerai gugat dilengkapi dengan alasan-alasan perceraian. Alasan yang Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 67 diajukan sebagai dasar terjadinya perceraian pada 5 lima tahun terakhir ini dapat dilihat dalam tabel berikut ini : Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 68 Tabel 4. Alasan Terjadinya Perceraian pada Pengadilan Agama Medan No Tahun Alasan Poligami Cemburu Ekonomi Tidak tanggung jawab Peng- aniayaan Cacat badan Pihak ketiga Tidak Harmonis Jlh 1 2005 5 20 175 25 5 33 55 318 2 2006 1 5 25 42 30 2 35 170 310 3 2007 3 30 50 24 3 71 125 306 4 2008 7 4 40 47 25 4 40 166 333 5 2009 5 50 40 23 5 156 159 438 Jumlah 8 22 165 354 127 19 335 675 1705 Sumber Data : Kantor Pengadilan Agama Medan Tahun 2009 Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagai alasan terjadinya perceraian pada Pengadilan Agama Medan ada 8 delapan macam yaitu : 1. Poligami sebanyak 8 kasus 0,46 2. Cemburu sebanyak 22 kasus 1,29 3. Ekonomi sebanyak 165 kasus 9,67 4. Tidak Tanggung jawab sebanyak 354 kasus 20,76 5. Penganiayaan sebanyak 127 kasus 7,44 6. Cacat badanbiologis sebanyak 19 kasus 1,11 7. Gangguan pihak ketiga sebanyak 335 kasus 19,64 8. Tidak ada keharmonisan sebanyak 675 kasus 39,58 Apabila diperinci kasus dengan latar belakang alasan-alasan perceraian, maka dijumpai beberapa alasan “tidak harmonis” dengan jumlah kasus 675 kasus 39,58. Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 69 Alasan ini mungkin juga mengacu kepada apa yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 pada Pasal 19 poin f berbunyi : Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Selanjutnya alasan “tidak tanggung jawab dengan jumlah kasus 354 kasus 20,76. Tidak tanggung jawab ini terjadi karena pihak suami tidak melaksanakan tugasnya kewajibannya dengan baik sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Apabila terjadi perceraian maka akan menimbulkan akibat hukum terhadap anak, istri dan harta kekayaan yang diperoleh semasa dalam perkawinan. Pasal 41 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa : 1. Baik ibu atau bapak berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anaknya, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak pengadilan memberi keputusannya. 2. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan itu, bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memberi kewajiban tersebut, pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut. 3. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri. Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 70 Pada Pasal 37 dinyatakan bahwa : Bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing. Dari uraian kedua pasal di atas dapat diketahui bahwa akibat hukum perceraian menyangkut anak dalam urusan pemeliharaan dan biaya hidup, pendidikan dan urusan terhadap mantan istri dan juga terhadap harta bersama. Selanjutnya pada Pasal 156 Kompilasi Hukum Islam KHI dinyatakan bahwa : Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah : 1. Anak yang belum memayyiz berhak mendapatkan hadhanah dari ibunya, kecuali bila ibunya meninggal dunia, maka kedudukannya digantikan oleh : a. Wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ibu b. Ayah c. Wanita-wanita dari garis lurus ke atas dari ayah d. Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan e. Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ibu f. Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah 2. Anak yang sudah memayyiz berhak memilih untuk mendapatkan hadhanah dari ayah atau ibunya. 3. Apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadhanah telah dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang bersangkutan Pengadilan Agama dapat memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain yang mempunyai hak hadhanah pula. Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 71 4. Semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggungan ayah menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dan dapat mengurus diri sendiri 21 tahun. 5. Bilamana terjadi perselisihan mengenai hadhanah dan nafkah anak, Pengadilan Agama memberikan putusannya berdasarkan huruf a, b, c dan d. 6. Pengadilan dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang tidak turut Pada Pasal 157 Kompilasi Hukum Islam KHI berbunyi : Harta bersama dibagi menurut ketentuan sebagaimana tersebut dalam Pasal 96, 97 Kompilasi Huku m Islam KHI. Pasal 158 Kompilasi Hukum Islam KHI berbunyi : Mut’ah wajib diberikan oleh bekas suami dengan syarat : a. Belum ditetapkan mahar bagi istri ba’da al-dukhul b. Perceraian itu atas kehendak suami Pasal 159 berbunyi : Mut’ah sunnat diberikan oleh bekas suami tanpa syarat pada 158

F. Cara Penyelesaian Harta Bersama

Putusnya perkawinan melalui cerai talak, cerai gugat dan kematian salah satu pihak, maka salah satu akibat dari putusnya perkawinan itu adalah harta bersama suami istri. Kewenangan Pengadilan Agama dalam menyelesaikan harta bersama dijelaskan dalam Pasal 88 Kompilasi Hukum Islam KHI yang berbunyi : Apabila Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 72 terjadi perselisihan antara suami istri tentang harta bersama, maka penyelesaian perselisihan itu diajukan kepada pengadilan. Ada 2 dua alternatif penyelesaian harta bersama yang diajukan oleh pihak suami atau istri, yaitu : 1. Masalah atau sengketa bersama diselesaikan setelah terjadi perceraian antara pasangan suami istri. 2. Tatkala proses penyelesaian perceraian berjalan di Pengadilan Agama, sekaligus diselesaikan masalah harta bersama. Alternatif pertama merupakan penyelesaian tersendiri atau terpisah, khusus penyelesaian terhadap harta bersama. Alternatif kedua disebut gabungan atau kumulasi. Penyelesaian harta bersama dapat dilaksanakan bersama dengan proses perceraian baik cerai talak atau cerai gugat, dan dapat juga dilaksanakan bersamaan gugatan masalah hadhanah, waris dan hal-hal lain. Adapun yang dimaksud kumulasi ialah gabungan beberapa gugatan hak kumulasi obyektif atau gabungan beberapa pihak kumulasi subyektif yang mempunyai akibat hukum yang sama, dalam satu proses perkara. 48 Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Hakim dan Panitera serta Panitera Pengganti Pengadilan Agama Medan bahwa pelaksanaan penyelesaian harta bersama dilakukan dengan dua cara tersebut di atas yaitu secara terpisah dan secara kumulasi. Aparat Pengadilan Agama Medan menganjurkan kepada para pihak untuk 48 A.Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pengadilan Agama, Cet. I Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1996, hlm.43 Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 73 melakukan gugatan terpisah, karena lebih efisien dari segi waktu proses persidangan. Namun demikian tidak menutup kemungkinan untuk dilakukan secara kumulasi berdasarkan kepentingan para pihak. Sementara hasil wawancara penulis dengan Notaris mengenai cara pelaksanaan penyelesaian harta bersama berpendapat bahwa bila ditinjau dari keefisienan waktu persidangan maka lebih tepat dilaksanakan setelah terjadinya perceraian dan apabila ditinjau dari segi dana atau biaya yang dipergunakan maka pada umumnya masyarakat lebih cenderung melakukan bersamaan dengan proses perceraian. Namun demikian cara yang dilakukan harus memperhatikan kepentingan dan kondisi para pihak yakni suami dan istri. 49 Menurut acara perdata, kumulasi obyektif diperkenankan asal berkaitan langsung yang merupakan satu rangkaian kesatuan biasanya kausaliteit. Mereka yang mengerti beracara selalu akan mempergunakan dimana mungkin kumulasi obyektif itu, hal mana menghemat waktu, biaya dan sekaligus tuntas semua. 50 Dari segi yuridis, kedua alternatif tersebut dapat ditempuh sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 66 ayat 5 dan Pasal 86 ayat 1 Undang-Undang Peradilan Agama Nomor 7 Tahun 1989 : 49 Pada beberapa kasus perceraian ,sering kali terjadi sang suami menggugat seorang isteri, tetapi ia penggugat tidak mau hadir di persidangan sehingga tidak dapat di ucapkan ikrar talak kepada isteri dihadapan sidang Pengadilan Agama dalam hal ini sang suami penggugat biasanya memberikan kuasa kepada pengacara untuk mengucapkan ikrar talak apabila hal tersebut terjadi maka pengacaranya dapat membuat akta kuasa otentik denga cara menuliskan kata Basmallah di awal akta tersebut dengan dihadiri oleh dua orang saksi islam di Pengadilan Agama. Wawancara dengan Syahril Sofian Notaris , Medan 17 Juni 2009 50 Raihan A.Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, Jakarta, .Raja Grafindo Persada, 2005, hlm.66. Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 74 Pasal 66 ayat 5 : Permohonan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta bersama-sama dengan permohonan cerai talak ataupun sesudah ikrar talak diucapkan. Pasal 86 ayat 1 : Gugatan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta bersama suami istri dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan perceraian ataupun sesudah putusan perceraian memperoleh kekuatan hukum tetap. Adapun praktek alternatif pertama adalah jika suami istri telah bercerai melalui prosedur cerai talak, maupun cerai gugat maka salah satu pihak bekas istri ataupun bekas suami mengajukan gugatan harta bersama secara terpisah. Pada alternatif kedua dalam prakteknya, ketika proses permohonan cerai talak diajukan oleh suami sekaligus diajukan gugatan rekonvensi gugat balik menuntut pembagian harta bersama. Demikian juga halnya ketika proses gugatan cerai diajukan oleh istri, sekaligus menuntut pembagian harta bersama yang diperoleh selama dalam perkawinan atau pihak suami selaku tergugat mengajukan gugatan balik gugat rekonversi menuntut pembagian harta bersama. Praktek alternatif kedua tersebut lazim disebut gugat kumulasi gugat gabungan. Dari segi filosofinya, adanya persengketaan harta bersama tatkala kondisi rumah tangga terjadi perselisihan atau percekcokan yang mengarah terjadinya perceraian. Apabila suami berkehendak untuk menceraikan istrinya melalui prosedur cerai talak, maka cenderung seorang istri mengajukan gugatan rekonvensi gugat Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 75 balik menuntut pembagian harta bersama bahkan hak-hak lainnya sesuai dengan hukum. Begitu juga sebaliknya istri yang sudah bertekad untuk bercerai dari suaminya, mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama sekaligus mengajukan gugat harta bersama menuntut pembagian harta bersama yang diperoleh selama ikatan perkawinan yang telah dikuasai oleh pihak suami atau sebaliknya suami yang mengajukan gugatan rekonvensi gugat balik harta bersama yang dikuasai istri. Oleh karena itu pada umumnya dalam suatu proses perceraian timbul ketegangan-ketegangan sebagai ekses dari konflik rumah tangga yang melatarbelakangi gugatan cerai, maka keinginan sekaligus tuntas disamping cerainya juga tentang pembagian harta bersama. Dari aspek psikologis, jika hanya perceraian saja yang diselesaikan, maka akan timbul kesulitan yang berkepanjangan karena pihak yang menguasai harta bersama akan memanfaatkan peluang menurut keinginannya, mengesampingkan sifat adil dan jujur. Melalui proses yang demikian lebih singkat prosedur yang ditempuh dan lebih efektif serta efisien, daripada diselesaikan di kemudian hari setelah terjadinya perceraian. Adapun munculnya gugatan harta bersama setelah salah satu pihak suami istri meninggal dunia. Ketika dipersengketakan masalah harta warisan yang berasal dari ijbari maka didalamnya dipersoalkan tentang harta peninggalan almarhumalmarhumah pewaris. Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 76 Pasal 54 Undang-undang Pengadilan Agama Medan adalah hukum acara perdata yang berlaku dalam Peradilan Agama Nomor 7 Tahun 1989 berbunyi : Hukum acara yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan lingkungan peradilan umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam Undang-undang ini. Sehubungan dengan hukum acara yang dipergunakan pada Pengadilan Agama ini, maka tahapan-tahapan perkara dalam pemeriksaan sebagaimana hukum acara perdata yaitu : 1. Tahap sidang pertama, yang terdiri dari : pembukaan sidang pertama, yakni hakim membuka sidang, menanya identitas para pihak, pembacaan surat gugatan atau permohonan serta anjuran damai. 2. Tahap jawab menjawab yaitu replik dan deplik dari masing-masing pihak 3. Tahap pembuktian, dimana dalam hal pembuktian ini semua alat bukti diperlihatkan atau diajukan serta disampaikan kepada Ketua Majelis Hakim. 4. Tahap penyusunan konklusi yaitu kesimpulan-kesimpulan dari sidang- sidang yang telah berlangsung menurut para pihak dan bersifat membantu hakim dalam menentukan keputusannya 5. Musyawarah majelis hakim, hal ini dilakukan secara rahasia, tertutup untuk umum dan hasil musyawarah ini ditandatangani oleh hakim tanpa panitera sidang dan dilampirkan dalam berita acara sidang. 6. Pengucapan keputusan, pengucapan ini dilakukan dalam sidang yang terbuka untuk umum, walaupun sebelumnya mungkin sidang-sidang dilaksanakan tertutup. 51 Dengan adanya tahapan-tahapan di atas, apabila suatu persoalan masuk dan diajukan pada Pengadilan Agama, maka yang pertama dilakukan di persidangan setelah dibacakannya gugatan atau permohonan dari pihak yang bersangkutan, adalah anjuran untuk melakukan perdamaian. Bila para pihak tetap pada pendiriannya untuk 51 Ibid, hlm.134 sampai dengan 139 Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 77 melanjutkan perkara ini maka Pengadilan Agama pun meneruskan jalannya persidangan dengan tahap-tahap sebagaimana tersebut di atas. Dalam hal ini Roihan A.Rasyid mengatakan : Kalau terjadi perdamaian maka buatkanlah akta perdamaian di muka pengadilan dan kekuatannya sama dengan putusan, terhadap perkara yang sudah terjadi perdamaian tidak boleh lagi diajukan perkara kecuali tentang hal-hal baru di luar itu. Akta perdamaian tidak berlaku banding sebab akta perdamaian bukan keputusan pengadilan. Bila tidak terjadi perdamaian, hal itu harus dicantumkan dalam Berita Acara Sidang, sidang akan dilanjutkan. 52 No Untuk mengetahui jumlah kasus harta bersama di Pengadilan Agama Medan dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 5. Jumlah Kasus Harta Bersama Tahun Kasus 1 2005 2 2 2006 1 3 2007 2 4 2008 4 5 2009 6 Sumber data : Kantor Pengadilan Agama Medan Tahun 2009 diolah Adapun pelaksanaan penyelesaian terhadap harta bersama ini dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 6. Cara Pelaksanaan Penyelesaian Harta Bersama No Tahun Bentuk Gugatan Kumulasi Terpisah 52 Ibid, hlm.100 Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 78 1 2005 - 2 2 2006 - 1 3 2007 1 1 4 2008 1 3 5 2009 2 4 Sumber data : Kantor Pengadilan Agama Medan Tahun 2009 diolah Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa pelaksanaan penyelesaian harta bersama dilakukan dengan kumulasi dan terpisah. Adapun yang kumulasi merupakan gabungan perceraian dengan harta bersama baik cerai talak maupun cerai gugat dan yang lebih banyak dilakukan adalah dengan cara terpisah. Adapun dari 7 tujuh putusan yang menjadi sampel penelitian, 4 empat putusan yang proses pelaksanaannya melalui cara terpisah dengan register No. 133Pdt.G2005PA-Mdn ; No.171Pdt.G2006PA-Mdn ; No.291Pdt.G2006PA- Mdn ; dan No.55Pdt.G2007PA-Mdn antara Connie Sardiella V Leonard Mangatur Hasibuan. Pelaksanaan secara kumulasi harta bersama dengan hadhanah, cerai talak dan cerai gugat terlihat dalam 3 tiga putusan Pengadilan Agama Medan dengan register No. : 219Pdt.G2006PA-Mdn ; No.357Pdt.G2008PA-Mdn ; dan No.203Pdt.G 2007PA-Mdn.antara Connie Sardiella v Leonard Mangatur Hasibuan Dari sekian banyak kasus yang berkaitan dengan sengketa harta bersama, apakah melalui gugatan terpisah dan melalui gugatan kumulasi akan dideskripsikan Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 79 contoh kasus yang dijadikan sampel. Untuk lebih jelasnya kasus gugatan harta bersama secara terpisah di Pengadilan Agama Medan antara Connie Sardiella V suaminya Leonard Mangatur Hasiholan pada Register Perkara No. 171Pdt.G.2006 PA-Mdn. Duduk perkara adalah seorang wanita bernama Connie Sardiella selaku Penggugat, umur 32 tahun, tinggal Jalan Meranti No. 2 Kel Sekip, Kecamatan Medan Petisah Kota Medan mengajukan cerai talak terhadap suaminya Leonard Mangatur Hasiholan umur 39 tahun, tinggal di Kompleks Perumahan Sidosermo Indah x No. 32, RTRW : 0306, Kel Sidosermo Kecamatan Wonocolo Kota Surabaya selaku Tergugat. Penggugat menyatakan mantan suami Tergugat yang sudah bercerai di Pengadilan Agama Medan berdasarkan akta cerai No.81AC2006PA-Mdn tanggal 19 Mei 2006 belum menyelesaikan tentang harta bersama dalam rumah tangga mereka, baik benda yang bergerak maupun yang tidak bergerak. Penggugat telah melakukan upaya musyawarah dalam penyelesaian harta bersama dimaksud, namun pihak Tergugat tidak bersedia. Dalam hal ini, Penggugat memandang sikap Tergugat bertentangan dengan hukum yang berlaku. Oleh karena itu melalui petitum gugatannya, Penggugat memohon kepada Pengadilan Agama Medan agar dapat menetapkan harta yang menjadi objek sengketa dapat ditetapkan sebagai harta bersama antara Penggugat dan Tergugat dan menentukan pembagian harta bersama tersebut ½ seperdua untuk bagian Penggugat. Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 80 Pengadilan Agama Medan setelah melakukan pemeriksaan dalam persidangan melalui tahap-tahap pemeriksaan sesuai dengan ketentuan hukum acara, maka pada tahap akhir menjatuhkan putusan dalam konvensi yang pada pokoknya mengabulkan gugatan Penggugat dan menetapkan bahwa ½ seperdua harta yang disebut dalam amar putusan menjadi bagian Penggugat dan selebihnya menjadi bagian Tergugat. Adapun contoh kasus kumulasi perceraian dan pembagian harta bersama : Putusan Pengadilan Agama Medan No. 357Pdt.G2008PA.Mdn antara Conie Sardiella selaku Penggugat tinggal di Jalan Meranti Nomor 2 Kelurahan Sekip Kecamatan Medan Petisah Kota Medan mengajukan cerai talak terhadap suaminya Leonard Mangatur Hasiholan tinggal di Kompleks Perumahan Sidosermo Indah X No.32, RTRW 0306, Kelurahan Sidosermo Kecamatan Wonocolo Kota Surabaya selaku Tergugat. Duduk perkara dalam gugatan Penggugat istri pada pokoknya Penggugat bermohon agar dapat diberi izin untuk mengikrarkan talak raj’i dengan alasan sudah tidak ada lagi kecocokan dan terjadi perselisihan serta pertengkaran terus menerus juga bermohon penyelesaian terhadap harta bersama yang diperoleh antara Penggugat dengan Tergugat selama masa perkawinan. Dalam jawaban Tergugat, pada prinsipnya Tergugat menyetujui perceraian dan pembagian harta bersama. Pertimbangan hukum : Majelis Hakim Pengadilan Agama Medan yang memeriksa dan mengadili perkara aquo menyatakan bahwa gugatan cerai digabung dengan harta bersama adalah hal yang dibenarkan berdasarkan Pasal 86 ayat 1 Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 81 Undang-Undang Peradilan Agama Nomor 7 Tahun 1989 yang berbunyi : Gugatan soal penguasaan anak, nafkah istri dan harta bersama suami istri dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan perceraian ataupun sesudah putusan perceraian memperoleh kekuatan tetap. Kaedah hukum : Kaedah hukum yang dirujuk dalam pertimbangan hukum di atas adalah ketentuan Kompilasi Hukum Islam Pasal 97 : “Janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari harta bersama, sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan Pasal 149 huruf a dan b. Putusan hukum : Dalam konvesi : 2. Dalam eksepsi, menolak eksepsi Termohon 3. Mengabulkan permohonan Termohon untuk sebagian 4. Memberi izin kepada Pemohon untuk mengucapkan ikrar talak satu raj’i atas diri Termohon di hadapan sidang Pengadilan Agama. 5. Menetapkan setengah dari harta bersama menjadi bagian Pemohon dan setengah sisanya menjadi bagian Termohon Dalam rekonvensi ; 1. Mengabulkan gugatan rekonvensi Penggugat untuk sebagian 2. Menetapkan kewajiban Tergugat Rekonvensi kepada Penggugat Rekonvensi 3. Menetapkan hutang Penggugat Rekonvensi dan Tergugat Rekonvensi merupakan hutang bersama Penggugat dan Tergugat Rekonvensi Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 82 4. Menetapkan harta bersama Penggugat Rekonvensi dan Tergugat Rekonvensi adalah harta bersama dikurangi hutang bersama Penggugat Rekonvensi dan Tergugat Rekonvensi Berdasarkan putusan dalam perkara ini dapat diketahui bahwa gugatan dilaksanakan secara kumulasi antara cerai talak dan pembagian harta bersama. Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 83

BAB III PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN PUTUSAN

TERHADAP PENYELESAIAN HARTA BERSAMA

A. Peranan Hakim di Pengadilan Agama

Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 31 berbunyi : Hakim adalah pejabat yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam Undang-undang. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1989 Pasal 11 menyatakan : 1. Hakim adalah pejabat yang melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman 2. Syarat dan tata cara pengangkatan, pemberhentian serta pelaksanaan tugas hakim ditetapkan dalam Undang-undang ini Pasal-pasal tersebut di atas menjelaskan bahwa peradilan tidak akan dapat berjalan tanpa adanya Hakim. Mengingat beratnya tanggung jawab seorang Hakim, justru itulah dituntut persyaratan tertentu apabila ingin menjadi Hakim. Pasal 13 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1989 berbunyi : 1. Untuk dapat diangkat menjadi Hakim pada Pengadilan Agama, seorang calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. Warga Negara Indonesia b. Beragama Islam 61 Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 84 c. Bertaqwa kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 d. Bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk organisasi massa atau bukan seseorang yang terlibat langsung atau tidak langsung dalam “Gerakan Kontra Revolusi G 30 SPKI” atau organisasi terlarang yang lain. e. Pegawai Negeri f. Sarjana Syari’ah atau sarjana hukum yang menguasai hukum Islam g. Berumur serendah-rendahnya 25 dua puluh lima tahun h. Berwibawa, jujur, adil dan berkelakuan tidak tercela 2. Untuk dapat diangkat menjadi Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan Agama diperlukan pengalaman sekurang-kurangnya 10 sepuluh tahun sebagai Hakim Pengadilan Agama Menurut Undang-undang ini persyaratan menjadi Hakim Pengadilan Agama berbeda dengan persyaratan menjadi Hakim Pengadilan Agama, hal ini dijelaskan pada Pasal 14. Adapun Hakim-Hakim yang bertugas di Pengadilan Agama Medan dapat dilihat pada tabel berikut ini : Apabila dilihat dari latar belakang pendidikan para Hakim yang bertugas di Pengadilan Agama Medan maka dapat dikatakan sudah memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan pada Pasal 13 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1989. Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 85 Pasal 32 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 berbunyi : Hakim harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, jujur, adil profesional, dan berpengalaman di bidang hukum. Tugas hakim dalam acara perdata, menurut sistem HIR dan RBG Hakim mempunyai peran aktif memimpin acara dari awal sampai akhir pemeriksaan perkara. Hakim berwenang untuk memberikan petunjuk kepada pihak yang mengajukan gugatan ke pengadilan Pasal 119 HIR, 143 RBG dengan maksud agar perkara yang diajukan itu menjadi jelas duduk persoalannya dan mengendalikan hakim memeriksa perkara yang bersangkutan. Lebih dari itu, hakim berwenang untuk mencatat segala apa yang dikemukakan oleh pencari keadilan apabila yang bersangkutan itu tidak dapat menulis Pasal 120 HIR, 144 RBG. 53 Kewenangan Hakim membantu pihak pencari keadilan tidaklah berarti bahwa Hakim itu memihak atau berat sebelah, melainkan Hakim hanya menunjukkan jalan yang patut ditempuh menurut Undang-undang, sehingga orang yang buta hukum dan tidak bisa menulis tidak dirugikan atau tidak menjadi perkosaan hak oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Menurut sistem HIR dan RBG Hakim adalah aktif, tak hanya aktif mencari kebenaran yang sesungguhnya atas perkara yang ditanganinya, tetapi juga harus aktif menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. 54 53 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, Bandung, .Citra Aditya Bakti, 2000, hlm.19 54 Ibid, hlm.21 Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 86 Dalam menyesuaikan peraturan hukum dengan peristiwa konkrit atau kenyataan werkelijkheid dalam masyarakat bukanlah merupakan hal mudah, karena hal itu melibatkan ketiga nilai dari hukum itu. Maka dari itu dalam praktek tidak selalu mudah untuk mengusahakan antara ketiga nilai tersebut. Keadaan yang demikian ini akan memberikan pengaruh tersendiri terhadap efektivitas bekerjanya hukum dalam masyarakat. 55 Dalam melakukan penegakan hukum, Hakim berperan dalam mengatasi perkara yang dihadapinya. Sebagaimana kita ketahui secara sosiologis setiap penegak hukum termasuk Hakim mempunyak kedudukan dan peranan untuk berbuat atau tidak berbuat dan setiap orang secara pribadi dapat melakukan tindakan yang baik dan yang buruk, dalam rangka kedudukan dan peranan Hakim tersebut tidak mustahil kadangkala antara kedudukan dan peranan akan melahirkan suatu konflik yang bermacam-macam terhadap kedudukannya Hakim dituntut berkualitas dan memiliki pengetahuan yang luas, selain daripada itu secara ekonomi Hakim harus mampu membatasi diri, kemudian bisa pula peranan penegak hukum atau Hakim tersebut akan melahirkan kepentingan-kepentingan tertentu dan kepentingan-kepentingan tersebut boleh jadi akan mempengaruhi Hakim dalam menegakkan hukum, selain daripada itu Hakim juga mempunyai keluarga dan berinteraksi dengan masyarakat, oleh karenanya lingkungan juga akan mempengaruhi peranan Hakim tersebut, untuk 55 Syafruddin Kalo, Teori dan Penemuan Hukum, Medan, SPS Ilmu Hukum USU, 2004, hlm.52 sampai dengan 53. Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 87 itu dapatlah dikatakan pengaruh penegak hukum terutama terhadap Hakim bisa berasal dari dirinya sendiri dan bisa juga dari lingkungannya. Sebagaimana diketahui Undang-undang itu tidak selamanya sempurna dan tidak mungkin Undang-undang itu dapat mengatur segala kebutuhan hukum dalam masyarakat secara tuntas. Adakalanya Undang-undang itu tidak lengkap dan adakalanya Undang-undang itu tidak ada atau tidak sempurna. Keadaan ini tentunya menyulitkan bagi Hakim untuk mengadili perkara yang dihadapinya. Namun dalam menjalankan fungsinya untuk menegakkan keadilan maka Hakim tentunya tidak dapat membiarkan perkara tersebut terbengkalai atau tidak diselesaikan sama sekali. Dalam hal ini Hakim harus dapat berperan untuk menemukan hukum agar tercipta ketertiban masyarakat dan merupakan upaya penegakan hukum untuk menjamin adanya kepastian hukum. Uraian di atas menegaskan betapa beratnya fungsi atau tugas Hakim sebagai penegak hukum dan penemu hukum tidak terkecuali Hakim Pengadilan Agama. Memperhatikan pengertian mujtahid yaitu suatu yang sungguh-sungguh untuk melahirkan suatu keputusan hukum, maka sebenarnya seorang hakim dalam praktek peradilannya juga tetap berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memeriksa suatu perkara sekaligus untuk melahirkan putusan hukum. Dengan memperhatikan pengertian ini maka seorang hakim dapat juga disebut mujtahid, bukan sebagai mujtahid mutlak minimal mujtahid mazhab. 56 56 Hasballah Thaib, Hukum Islam di Indonesia, Medan, SPS Ilmu Hukum USU, 2005, HLM.30 Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 88

B. Penerapan Hukum Terhadap Penyelesaian Harta Bersama

Pembahasan mengenai harta bersama dalam Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 UUP diatur pada Pasal 35 sampai Pasal 37. Dalam Pasal 35 ayat 1 dan 2 dinyatakan bahwa : “Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Harta bawaan dari masing-masing suami istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain”. Pasal 36 Undang-undang Perkawinan : Ayat 1 menyatakan : Mengenai harta bersama, suami atau istri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak. Ayat 2 menyatakan : Mengenai harta bawaan masing-masing, suami istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya. Ketentuan hukum tentang pembagian harta bersama belum ditetapkan dengan suatu pembagian yang tegas dan konkrit hanya mengikuti cara pembagian menurut hukum agama, adat dan hukum-hukum lainnya. Semula dengan keluarnya Undang-undang Perkawinan.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan diharapkan akan terwujud adanya suatu unifikasi hukum harta perkawinan. Namun mengenai harta bersama pengaturannya dalam Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 belum tegas. Mengenai hal ini M.Yahya Harahap berkomentar “barangkali sekurang-kurangnya pembuat undang-undang ini masih ragu-ragu tentang apa yang benar-benar hidup dalam soal perceraian dan pembagian harta kekayaan. Sebenarnya kalau terjadi keraguan dalam soal ini dirasa keraguan itu Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 89 kurang tegas sebab kalau terdapat keraguan dan cara pemecahannya tentu juga dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam meletakkan lembaga harta bersama itupun pembuat Undang-undang kalau begitu masih ragu-ragu. 57 Dalam hal ini Mahkamah Agung Republik Indonesia menentukan bahwa dalam hal suaminya meninggal dunia, janda berhak mendapatkan separuh dari harta Keraguan dalam menetapkan aturan hukum yang berlaku dalam bidang harta bersama ini tentu akan menimbulkan kesulitan dalam menyelesaikannya, apabila perkawinan putus baik karena perceraian maupun karena kematian. Untuk mengatasi kesulitan itu Mahkamah Agung Republik Indonesia melalui suratnya Nomor MAPemb080775 tanggal 20 Agustus 1975 tentang Petunjuk-petunjuk Mahkamah Agung mengenai pelaksanaan Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, antara lain menyatakan bahwa mengenai harta benda dalam perkawinan belum diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, oleh karenanya belum dapat diperlakukan secara efektif dan dengan sendirinya untuk hal-hal ini masih diperlukan ketentuan-ketentuan hukum dan perundang-undangan yang lama. Dalam penerapan hukum terhadap harta bersama ini juga dipergunakan yurisprudensi Mahkamah Agung antara lain : Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 100KSIP1967 tanggal 14 Januari 1968 jo Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 831965tanggal 2 Nopember 1966. 57 M.Yahya Harahap, Pembahasan Hukum Perkawinan Nasional Berdasarkan Undang- undangPerkawinan Nomor 1 Tahun 1974, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, Medan, .Zakir Trading Co., 1975, hlm.125. Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 90 bersama, dan sisanya diwariskan kepada janda atau anak-anak pewaris dengan bagian sama besarnya. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 51KSIP1996 tanggal 7 Nopember 1956 yang berbunyi : Harta yang diperoleh dalam masa perkawinan merupakan harta bersamagono gini. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 985KSIP1973 Tanggal 19 Februari 1976 berbunyi : Semua harta kekayaan yang diperoleh suami istri dalam perkawinan dianggap pendapatan bersama sekalipun itu semata-mata pencaharian suami atau istri. Sudah menjadi yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia bahwa harta pencaharian harus dibagi sama rata antara suami istri jika terjadi perceraian. 58 1. Bahwa sesuai dengan fungsi peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia terhadap jalannya pengadilan di semua lingkungan peradilan di Indonesia, Ketidaktegasan aturan tentang peraturan pembagian harta bersama maka khususnya bagi umat Islam telah dikeluarkan ketentuan hukum yang disebut dengan Kompilasi Hukum Islam di Indonesia selanjutnya disebut dengan Kompilasi Hukum Islam KHI. Dalam Konsideran Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Agama tanggal 21 Maret 1985 Nomor 07KMA1985 dan Nomor 25 Tahun 1985 tentang Penunjukan Pelaksanaan Proyek Pembagian Hukum Islam Melalui Yurisprudensi atau yang lebih dikenal dengan proyek kompilasi Hukum Islam KHI, dikemukakan ada 2 dua pertimbangan, yaitu : 58 Hilman Hadikusuma, Hukum Adat Dalam Yurisprudensi Hukum Kekeluargaan Perkawinan, Pewarisan, Bandung, Perseroan Terbatas.Citra Aditya Bakti, 1993, hlm.172 Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 91 khususnya di lingkungan Peradilan Agama, perlu mengadakan Kompilasi Hukum Islam yang selama ini menjadikan hukum positif di Pengadilan Agama. 2. Bahwa guna mencapai maksud tersebut, demi meningkatkan kelancaran pelaksanaan tugas, sinkronisasi dan tertib administrasi dalam proyek pembangunan Hukum Islam melalui yurisprudensi, dipandang perlu membentuk suatu tim proyek yang susunannya terdiri dari para pejabat Mahkamah Agung dan Departemen Agama Republik Indonesia. Keterangan di atas memberikan penjelasan bahwa langkah awal dari usaha untuk mewujudkan dari Kompilasi Hukum Islam KHI ditandai dengan adanya kerjasama antara Badan Peradilan lewat Mahkamah Agung dengan Lembaga Eksekutif melaui Departemen Agama. Abdur Rahman menyatakan Kompilasi Hukum Islam ini sebagai keberhasilan besar umat Islam Indonesia pada pemerintahan Orde Baru ini. Sebab dengan demikian, nantinya umat Islam di Indonesia akan mempunyai pedoman fiqh, yang seragam dan telah menjadi hukum positif yang wajib dipatuhi oleh seluruh bangsa Indonesia yang beragama Islam. Dengan ini dapat diharapkan tidak akan terjadi kesimpang siuran keputusan dalam lembaga-lembaga Peradilan Agama dan sebab- sebab khilaf yang disebabkan oleh masalah fiqh akan dapat diakhiri. 59 Kompilasi Hukum Islam terdiri atau terbagi dalam 3 tiga kitab hukum yakni : Buku I Hukum Perkawinan, terdiri dari 19 bab dan 170 Pasal yaitu Buku II Hukum 59 Abdur Rahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta, Akademika Pressindo, 1992, hlm.20. Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 92 Kewarisan, terdiri atas 6 bab dan 43 pasal, yaitu Pasal 171 sampai dengan 214, dan Buku III Hukum Perwakafan, terdiri dari 5 bab dan 12 pasal, yaitu dari mulai Pasal 215 sampai dengan 228. Materi pokok yang terkandung dalam Buku I Hukum Perkawinan dalam Kompilasi Hukum Islam ini, memuat pokok-pokok utama, terdiri dari : 1. Penegasan dan penyebaran terhadap Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. 2. Mempertegas landasan, filosofis perkawinan 3. Mempertegas landasan ideal perkawinan 4. Penegasan landasan yuridis perkawinan 5. Penjabaran peminangan 6. Penguraian secara enumaratif rukun dan syarat perkawinan menurut hukum Islam 7. Pengaturan tentang mahar 8. Penghalusan dan perluasan larangan kawin 9. Memperluas ketentuan perjanjian kawin 10. Mendefinisikan kebolehan kawin hamil 11. Tentang poligami tetap sama dengan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 12. Aturan pencegahan kawin 13. Aturan pembatalan perkawinan 14. Pelenturan makna “aarijalu qawwamuna ‘alan nisa” Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 93 15. Pelembagaan harta bersama. 16. Pengabsahan pembuahan anak secara teknologi 17. Kepastian pemeliharaan anak dalam perceraian 18. Perwalian diperluas 19. Pokok-pokok mengenai perceraian Selanjutnya Pasal 91 Kompilasi Hukum Islam KHI merupakan klasifikasi harta bersama kepada dua bentuk yakni harta benda berwujud benda tidak bergerak, benda bergerak, dan surat-surat berharga dan benda tidak berwujud hak dan kewajiban. Pada pasal ini ditegaskan pula bahwa harta bersama dapat dijadikan sebagai barang jaminan terhadap berbagai perjanjian yang dilakukan. Baik suami maupun istri harus sama-sama mengetahui dan menyetujui keberadaan harta bersama apabila dalam status sebagai jaminan. Pasal 92 Kompilasi Huku m Islam KHI mengatur bahwa: Suami atau istri tanpa persetujuan pihak lain tidak diperbolehkan menjual atau memindahkan harta bersama. Kemudian, bila dikaitkan dengan proses perpindahan tangan harta bersama, ditegaskan dalam Pasal 92 Kompilasi Hukum Islam KHI harus sepengetahuan dan seizin kedua belah pihak. Pasal 93 Kompilasi Huku m Islam KHI 1. Pertanggung jawaban terhadap hutang suami atau istri dibebankan pada hartanya masing-masing. 2. Pertanggung jawaban hutang yang dilakukan untuk kepentingan keluarga, dibebankan pada harta bersama. 3. Bila harta bersama tidak mencukupi, dibebankan pada harta suami Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 94 4. Bila harta suami tidak ada atau tidak mencukupi dibebankan kepada harta istri Kemudian, satu hal logis berkaitan dengan hutang piutang keluarga dijelaskan pada Pasal 93 Kompilasi Hukum Islam KHI Pada pasal ini dinyatakan bahwa baik suami maupun istri bertanggung jawab atas hutang masing-masing. Selanjutnya apabila hutang dimaksud untuk kepentingan keluarga, maka penyelesaian dibebankan kepada harta bersama. Bila harta bersama tidak mencukupi, dibebankan pada harta suami. Bila harta suami tidak ada atau tidak mencukupi dibebankan kepada harta istri. Pasal 94 Kompilasi Huku m Islam KHI : 1. Harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai istri lebih dari seorang, masing-masing terpisah dan berdiri sendiri. 2. Pemilikan harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai istri lebih dari seorang sebagaimana tersebut ayat 1, dihitung pada saat berlangsungnya akad perkawinan yang kedua, ketiga atau yang keempat. Pasal 94 Kompilasi Hukum Islam KHI, ditegaskan bahwa bentuk harta bersama dalam perkawinan serial atau perkawinan poligami masing-masing terpisah dan tersendiri. Aturan ini sejalan dengan ketentuan hukum adat dan Pasal 65 ayat 1 huruf b dan c Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974. Asas dalam perkawinan serial atau poligami adalah terbentuknya beberapa harta bersama sebanyak istri yang dikawini suami. Terbentuknya masing-masing harta bersama setiap istri dihitung sejak tanggal berlangsungnya perkawinan dan masing-masing harta bersama terpisah dan tersendiri. 60 60 Ibid, hlm.313. Pasal 95 Kompilasi Huku m Islam KHI : Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 95 1. Dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 24 ayat 2 huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan pada Pasal 136 ayat 2, suami atau istri dapat meminta Pengadilan Agama untuk melakukan sita jaminan atas harta bersama tanpa adanya permohonan gugatan cerai, apabila salah satu melakukan perbuatan yang merugikan dan membahayakan harta bersama seperti judi, mabuk, boros, dan sebagainya. 2. Selama sita dapat dilakukan penjualan atas harta bersama untuk kepentingan keluarga dengan izin Pengadilan Agama Bila Pasal 98 Kompilasi Hukum Islam KHI mengatur perihal harta bersama dan kaitannya dengan perkawinan serial atau poligami, Pasal 95 Kompilasi Hukum Islam KHI mengatur tentang sita jaminan terhadap harta bersama tanpa permohonan gugatan cerai yang dapat dilakukan bila suami atau istri melakukan perbuatan yang dapat membahayakan keberadaan harta bersama. Contoh-contohnya pun diungkapkan dalam pasal tersebut, seperti halnya mabuk, boros, dan lain sebagainya. Disamping itu, pasal ini menegaskan pula bahwa selama sita jaminan berlaku, penjualan terhadap harta bersama dapat dilakukan bila untuk kepentingan keluarga yang bersangkutan, dengan catatan harus berdasarkan izin Pengadilan Agama yang bersangkutan terlebih dahulu. Pasal 96 Kompilasi Hukum Islam KHI mengatur : 1. Apabila terjadi cerai mati, maka separuh harta bersama menjadi hak pasangan yang hidup lebih lama. 2. Pembagian harta bersama bagi seorang suami atau istri yang istri atau suaminya hilang harus ditangguhkan sampai adanya kepastian matinya yang hakiki atau matinya secara hukum atas dasar putusan Pengadilan Agama Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam KHI ; Janda atau duda cerai matihidup masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan. Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 96 Selanjutnya Pasal 96 dan 97 Kompilasi Hukum Islam KHI menjelaskan kedudukan harta bersama apabila salah satu pihak, baik suami ataupun istri meninggal dunia, demikian juga halnya apabila terjadi cerai hidup. Pada Pasal 96 Kompilasi Hukum IslamKHI dijelaskan bila salah seorang diantara suami istri meninggal dunia, maka separuh harta bersama menjadi hak pasangan yang hidup lebih lama. Pasal 96 Kompilasi Hukum Islam KHI juga menjelaskan posisi harta bersama bila salah seorang pasangan suami istri hilang. Bila hal ini terjadi, maka harta harus ditangguhkan sampai adanya kepastian matinya secara hakiki atau secara hukum berdasarkan putusan Pengadilan Agama. Sementara itu, Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam KHI lebih khusus menjelaskan posisi harta bersama bila suami istri cerai hidup. Pada pasal ini ditegaskan bahwa masing-masing pihak berhak mendapat seperdua dari harta bersama, kecuali diatur lain dalam perjanjian perkawinan. Di dalam Al-Qur’an dijelaskan tentang Pembagian Harta Bersama yaitu surat An-Nisa ayat 3 dijelaskan : “Bagi laki-laki mendapat sebagian dari apa yang mereka usahakan dan bagi wanita mendapat sebagian dari apa yang mereka usahakan”. Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa dalam penyelesaian terhadap harta bersama berdasarkan Nash Al-Qur’an, Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, Yurisprudensi Mahkamah Agung dan Kompilasi Hukum Islam.

C. Pertimbangan Putusan Hakim Dalam Menyelesaikan Sengketa Harta

Bersama Setiap putusan Hakim memiliki kekuatan hukum yang harus ditaati oleh semua pihak karena selain putusan itu memenuhi aspek formal yang disebut Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 97 prosedural justice, juga didasarkan pada prinsip utamanya yaitu aturan-aturan atau norma-norma yang ada dan benar-benar mengikuti prinsip hukum yang dikenal sebagai legal justice putusan hakim harus merupakan putusan yang memenuhi ketentuan formalitas dan mempunyai persyaratan legitimasi. 61 Dalam konteks penegakan hukum dan keadilan, peran Hakim perlu mendapat perhatian yang lebih luas untuk mendapatkan kualitas putusan yang menggambarkan nilai-nilai moral yang tinggi disamping putusan-putusan berdasarkan ketentuan Pedoman bagi seorang Hakim dalam mengambil sebuah keputusan pada sebuah perkara pidana maupun perdata tentunya berdasarkan pada Legal Justice dengan menempatkan hukum sebagai hukum law is law. Prinsip filosofis ini sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Pasal 5 ayat 1 yang menggariskan : “Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang”. Masyarakat dibingungkan dengan adanya putusan Hakim yang saling berbeda dengan putusan Hakim di tingkat pertama dengan putusan Hakim di tingkat banding dan kasasi untuk sebuah perkara yang sama dan yang sama- sama didasarkan kepada legal justice dengan procedural justice yang mempunyai aspek legitimasi. Melihat kepada putusan-putusan yang sangat berbeda padahal didasarkan pada pertimbangan hukum atas peristiwa yang sama melalui procedural justice yang sama pula menimbulkan penilaian bahwa aspek moralitas yang menggambarkan nilai-nilai keadilan dengan didasarkan pada kebijaksanaan dan kearifan Hakim dalam mengambil putusan sebagai aparat negara dalam melaksanakan tugasnya masih tidak sama. 61 Gayus Lumbuun, Menerobos Goa Hantu Peradilan Indonesia, Jakarta, Business Information Service, 2004, hlm.132 Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 98 norma dan prinsip hukum yang dapat menimbulkan rasa keadilan masyarakat dengan mengingat hukum adalah nilai-nilai keadilan yang hidup di masyarakat. 62 Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia, agar kepentingan manusia terlindungi, hukum harus dilaksanakan. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, damai, tetapi dapat juga terjadi karena pelanggaran hukum. Dalam hal ini hukum yang telah dilanggar itu harus ditegakkan. Melalui penegakan hukum inilah hukum ini menjadi kenyataan. Dalam menegakkan hukum harus ada tiga unsur yang selalu harus diperhatikan yaitu : Kepastian hukum rechtsicherheit, kemanfaatan zweckmassigkeit dan keadilan gerechttigkeit. Hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan setiap orang mengharapkan dapat ditetapkan hukum dalam hal terjadinya peristiwa konkrit dengan harapan untuk mendapatkan kepastian hukum. Kepastian hukum merupakan perlindungan yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Dengan demikian maka moralitas dalam sebuah putusan Hakim merupakan dasar yang penting untuk menempatkan putusan itu sebagai sebuah kewibawaan hukum di tengah-tengah masyarakat, sehingga peran dan kedudukan Hakim dapat berada di tempat yang layak, karena hukum adalah apa yang dilakukan Hakim di pengadilan yang dapat dilihat dari putusan Hakim tersebut. 63 1. Apakah alat bukti yang diajukan penggugat dan tergugat memenuhi syarat formil dan materil Dapat dikatakan pertimbangan hukum merupakan jiwa dan intisari putusan. Pertimbangan berisi analisis, argumentasi, pendapat atau kesimpulan hukum dari Hakim yang memeriksa perkara. Dalam pertimbangan dikemukakan analisis yang jelas berdasarkan Undang-undang Pembuktian : 2. Alat bukti pihak mana yang mencapai batas minimal pembuktian 62 Ibid, hlm.133 63 Sudikno Mertokusumo, Bab-bab Tentang Penemuan Hukum, Bandung, Perseroan Terbatas.Citra Aditya Bakti, 1993, hlm. 2. Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 99 3. Dalil gugat apa saja dan dalil bantahan apa saja yang terbukti 4. Sejauhmana nilai kekuatan pembuktian yang dimiliki para pihak. 64 Selanjutnya diikuti analisis hukum apa yang diterapkan menyelesaikan perkara tersebut. Bertitik tolak dari analisis itu pertimbangan melakukan argumentasi yang objektif dan rasional, pihak mana yang mampu membuktiakn dalil gugat atau dalil bantahan sesuai dengan ketentuan hukum yang diterapkan. Dari hasil argumentasi itulah Hakim menjelaskan pendapatnya apa saja yang terbukti dan yang tidak, dirumuskan menjadi kesimpulan hukum sebagai dasar landasan penyelesaian perkara yang akan dituangkan dalam diktum putusan. Sebagaimana diuraikan sebelumnya penerapan hukum terhadap harta bersama berdasarkan nash-nash Al-Qur’an, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia serta Kompilasi Hukum Islam. Dengan pelaksanaan pasal-pasal khusus mengatur harta bersama di atas penyelesaian kasus harta bersama dapat diselesaikan. Untuk melihat apa yang menjadi pertimbangan putusan Hakim Pengadilan Agama Medan dalam menentukan pembagian harta bersama yang ada, penelitian dilakukan terhadap sejumlah putusan Pengadilan Agama yang dijadikan sampel penelitian. Disamping itu dilakukan juga wawancara dengan Hakim Pengadilan Agama Medan. Berdasarkan wawancara penulis dengan salah seorang Hakim Pengadilan Agama Medan mengatakan bahwa dalam menyelesaikan kasus harta bersama para 64 M.Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta, .Sinar Grafika, 2005, hlm. 809 Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 100 Hakim di Pengadilan Agama ini merujuk kepada nash-nash Al-Qur’an, Undang- undang Nomor 1 Tahun 1974, Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Kompilasi Hukum Islam sebagai hukum terapan dan hukum positif di Pengadilan Agama. Untuk melihat lebih lanjut bagaimana pertimbangan Hakim dalam menetapkan putusan harta bersama maka berikut ini ada contoh Putusan Pengadilan Agama Medan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini. 1. Putusan Pengadilan Agama Medan dengan Register Nomor : 219Pdt.G2006PA- Mdn antara Ismed Manday V Anizar. Duduk perkaranya adalah seorang wanita bernama Anizar binti Zainul SM tinggal di Jalan Denai Gang. Bersama Nomor 28, Kelurahan Tegal Sari I Kecamatan Medan Area, Kota Medan selaku Penggugat mengajukan gugatan biaya hadhanah nafkah anak serta gugatan harta bersama ke Pengadilan Agama Medan terhadap mantan suaminya bernama Ismed Manday Bin ali Ibrahim tinggal di Jalan A.R. Hakim Nomor 112 C, Kelurahan Suka Ramai I, Kecamatan Medan Area Kota Medan selaku Tergugat. Dalam posita gugatan Penggugat menyatakan mantan istri Tergugat yang sudah bercerai di Pengadilan Agama Bangkinah berdasarkan akta cerai No.49AC1998PA.BKN tanggal 9 Mei 1998. Selama dalam ikatan perkawinan Penggugat dan Tergugat telah memperoleh 2 dua orang anak anak angkat dalam pemeliharaan Tergugat dan mempunyai harta bersama berupa benda Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 101 bergerak dan tidak bergerak. Setelah perceraian, Penggugat telah melakukan upaya musyawarah secara kekeluargaan dalam penyelesaian harta bersama dimaksud, namun pihak Tergugat tidak bersedia. Dalam hal biaya hadhanah dan nafkah kedua orang anak selama ini ditanggung Tergugat sebesar Rp.800.000,- setiap bulan. Dalam hal ini Penggugat memandang sikap Tergugat bertentangan dengan Kompilasi Hukum Islam Pasal 97, Pasal 105 huruf c dan Pasal 156 huruf d, bahwa janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak memperoleh seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ada ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan. Biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya. Semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggungan ayah menurut kemampuannya sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dan dapat mengurus diri sendiri. Oleh karena itu melalui petitum gugatnya Penggugat memohon kepada Pengadilan Agama Medan agar dapat menetapkan harta yang menjadi objek sengketa ditetapkan sebagai harta bersama antara Penggugat dan Tergugat dan menentukan pembagiannya seperdua untuk bagian Penggugat dan seperdua lagi untuk Tergugat. Pengadilan Agama Medan setelah melakukan pemeriksaan dalam persidangan melalui tahap-tahap pemeriksaan sesuai dengan ketentuan hukum acara maka pada tahap akhir menjatuhkan putusan dalam konvensi yang ada. Pada pokoknya mengabulkan gugatan Penggugat dan menetapkan bahwa seperdua harta yang disebutkan menjadi bagian Penggugat dan selebihnya menjadi bagian Tergugat. Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 102 Menetapkan bahwa gugatan Penggugat biaya hadhanah dan nafkah anak-anak Penggugat dan Tergugat tidak dapat diterima dengan alasan kedua anak tersebut adalah anak angkat, dalam hal ini Penggugat menyatakan sanggup mengurus dan membiayai hidup kedua anak tersebut. Dasar pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Medan merujuk kepada Kompilasi Hukum Islam Pasal 97, terhadap putusan Pengadilan Agama Medan Tergugat dapat menerimanya dan demikian juga Penggugat dapat menerima pembagian harta bersama dan penolakan Terguat atas biaya hadhanah dan nafkah dua orang anak. 2. Putusan Pengadilan Agama Medan dengan Register No.357Pdt.G2008PA-Mdn, yakni antara Connie Sardiella binti H.Asri Sardin melawan Leonard Mangatur Hasiholan bin Asanri Panjaitan tinggal di Jalan Meranti Nomor 2 Kelurahan Sekip, Kecamatan Medan Petisah Kota Medan selaku Penggugat melawan Leonard Mangatur Hasiholan bin Asanri Panjaitan tinggal di Komplek Perumahan Sidosermo Indah Surabaya selaku Tergugat yang ditujukan kepada Pengadilan Agama Medan. Kasus posisi : a. Dalam gugatan Penggugat istri pada pokoknya Penggugat bermohon agar diberi izin agar mengikrarkan talak satu raj’i dengan alasan sudah tidak ada kecocokan dan terjadi perselisihan serta pertengkaran yang terus menerus, juga sekaligus bermohon penyelesaian terhadap harta bersama yang diperoleh antara Penggugat dan Tergugat selama masa perkawinan. Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 103 b. Dalam jawaban Tergugat, Tergugat menyetujui perceraian namun harus menerima hak-hak seorang suami yang akan diceraikan oleh seorang istri sebagaimana tercantum dalam Pasal 149 Kompilasi Huku m Islam KHI huruf a, b dan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 Pasal 8 ayat 1, dan pembagian harta bersama. Pertimbangan Hukum : Majelis Hakim Pengadilan Agama Medan yang memeriksa dan mengadili perkara aquo menyatakan bahwa gugatan cerai dihubungkan dengan harta bersama adalah hal yang dibenarkan berdasarkan Pasal 86 ayat 1 Undang- undang Peradilan Agama Nomor 7 Tahun 1989 yang berbunyi : Gugatan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta bersama suami istri dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan perceraian ataupun sesudah putusan perceraian memperoleh kekuatan hukum. Kaedah Hukum Kaedah hukum yang dirujuk dalam pertimbangan hukum di atas adalah ketentuan Kompilasi Hukum Islam Pasal 98 : “Janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan”, ditambah dengan Pasal 149 huruf a dan b Kompilasi Hukum Islam. Putusan Hakim : Dalam Konvensi b. Dalam eksepsi, menolak eksepsi TermohonTergugat Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 104 c. Mengabulkan permohonan Termohon untuk sebagian d. Memberi izin kepada PemohonPenggugat untuk mengucapkan talak satu raji atas diri Termohon dihadapan sidang Pengadilan Agama e. Menetapkan setengah dari harta bersama menjadi bagian Penggugat dan setengah sisanya menjadi bagian TergugatTermohon Dalam Rekonvensi a. Mengabulkan gugatan Rekonvensi Penggugat Rekonvensi untuk sebagian b. Menetapkan kewajiban Tergugat Rekonvensi kepada Penggugat Rekonvensi c. Menetapkan hutang Penggugat Rekonvensi dan Tergugat Rekonvensi merupakan hutang bersama Penggugat Rekonvensi dan Tergugat Rekonvensi. d. Menetapkan harta bersama Penggugat Rekonvensi dan Tergugat Rekonvensi adalah harta bersama dikurangi hutang bersama Penggugat Rekonvensi dan Tergugat Rekonvensi, dan setelah itu dibagi seperdua untuk Penggugat Rekonvensi dan sisanya untuk Tergugat Rekonvensi. Berdasarkan putusan dalam perkara ini dapat diketahui dasar pertimbangan majelis Hakim dalam memutus pembagian harta bersama setelah memeriksa berdasarkan hukum acara yang berlaku maka merujuk kepada Kompilasi Hukum Islam Pasal 97 dan Pasal 149 huruf a dan b. Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 105

BAB IV AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP ANAK DAN HARTA

BERSAMA SETELAH TERJADI PERCERAIAN A. Ketentuan Mengenai Pengasuhan Anak Setelah Terjadi Perceraian Walaupun perkawinan itu ditujukan untuk selama-lamanya tetapi ada kalanya terjadi hal-hal tertentu yang menyebabkan perkawinan tidak dapat diteruskan, misalnya salah satu pihak berbuat serong dengan orang lain, terjadi pertengkaran terus menerus antara suami istri, suamiistri mendapat hukuman lima tahun penjara atau lebih berat, dan masih banyak lagi alasan-alasan yang menyebabkan perceraian. Adanya perceraian membawa akibat hukum terputusnya ikatan suami istri. Apabila dalam perkawinan telah dilahirkan anak, maka perceraian juga membawa akibat hukum terhadap anak, yaitu orang tua tidak dapat memelihara anak secara bersama-sama lagi, untuk itu pemeliharaan anak diserahkan kepada salah satu dari orang tua. Di lain pihak akibat perceraian terhadap harta kekayaan adalah harus dibaginya harta bersama antara suami istri tersebut. Berkaitan dengan masalah pemeliharaan anak setelah perceraian, di dalam Pasal 41 Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 terdapat ketentuan yang mengatur hal ini. Adapun bunyi ketentuan Pasal 41 tersebut adalah : 1. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak- anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak-anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, pengadilan memberi putusannya. 2. Biaya pemeliharaan dan pendidikan anak-anak menjadi tanggung jawab pihak bapak, kecuali dalam pelaksanaannya pihak bapak tidak dapat 83 Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 106 melakukan kewajiban tersebut, maka Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut. 3. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan danatau menentukan suatu kewajiban bagi bekas istri. Berdasarkan ketentuan Pasal 41 Undang-undang Perkawinan di atas dapat diketahui bahwa baik bapak maupun ibu mempunyai hak dan kewajiban yang sama terhadap pemeliharaan anak meskipun telah bercerai. Dalam praktiknya, sehubungan dengan pemeliharaan anak ini sering timbul masalah baru setelah perceraian, yaitu adanya pasangan suami istri yang bercerai dan memperebutkan hak pemeliharaan anaknya. Masalah seperti ini sering membutuhkan waktu persidangan yang lama di pengadilan, karena masing-masing bapak dan ibu tidak mau mengalah. Dalam hal demikian biasanya Hakim akan memutuskan bahwa hak pemeliharaan anak yang masih dibawah umur 12 tahun belum mumayyiz diserahkan kepada ibu, sedangkan hak pemeliharaan anak untuk anak yang berumur 12 tahun atau lebih ditentukan berdasarkan pilihan anak sendiri, ingin dipelihara ibu atau dipelihara bapaknya. Namun demikian ada pengecualian terhadap hal ini, yaitu jika anak yang masih dibawah umur 12 tahun sudah dapat memilih, maka anak diminta memilih sendiri untuk dipelihara ibu atau bapaknya. Berkaitan dengan penjelasan di atas, apabila hak pengasuhan anak jatuh ke tangan ibunya dan apabila ibunya tersebut menikah lagi, maka orang tua lainnya yang tidak menikah lagi dapat meminta kembali hak pemeliharaan anaknya melalui pengadilan. Adapun alasan yang diajukan adalah ia khawatir apabila anak ikut orang tua tiri maka perhatian dan kasih sayang yang diterima anak tidak akan cukup. Atas Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 107 permohonan ini, pengadilan yang memanggil para pihak untuk didengar keterangannya. Selain itu juga dalam Pasal 49 UUP diatur bahwa: 1. Salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasaannya terhadap seorang anak atau lebih untuk waktu yang tertentu atas permintaan orang tua yang lain, kedua anak dalam garis lurus ke atas dan saudara kandung yang telah dewasa atau pejabat yang berwenang, dengan keputusan pengadilan dalam hah-hal: a. ia sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya; b. ia berkelakuan buruk sekali. 2. Meskipun orang tua dicabut kekuasaannya, mereka masih tetap berkewajiban untuk memberi biaya pemeliharaan kepada anak tersebut. Berkaitan dengan Pasal 49 UUP tersebut di atas, maka orang tua yang memperoleh hak pemeliharaan anak dapat dicabut haknya berdasarkan keputusan Pengadilan Negeri apabila telah memenuhi unsur-unsur tersebut di atas. Seperti yang terjadi pada kasus pencabutan hak pemeliharaan anak berdasarkan putusan Mahkamah Agung RI Nomor 349KAG2006 tanggal 3 Januari 2007 mengenai kasus perceraian antara Tamara Bleszyinski dengan Teuku Rafly Pasya di mana salah satu amar putusannya menetapkan pengasuhan anak bernama Rassya Isslamay Pasya berada dalam pengasuhan ayahnya. 65 Mahkamah Agung telah mengambil sikap untuk menetapkan pengasuhan anak, manakala pasangan suami isteri bercerai dan si isteri kembali ke agamanya semula. Anak tersebut ditetapkan pengasuhannya kepada pihak ayah dengan 65 Paradigma Baru dalam Penyelesaiaan Sengketa Hak Asuh Anak Pada Peradilan Agama. www.badilag.netdataartikel. Diakses terakhir pada tanggal 27 Juli 2009. Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 108 pertimbangan untuk mempertahankan akidah anak. 66 Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 51 ayat 2 dimana setelah putusnya perkawinan, seorang wanita mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama dengan mantan suaminya atas semua hal yang berkenaan dengan anak-anaknya, dengan memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak. Masalah agamaaqidah merupakan syarat untuk menentukan gugur tidaknya hak seseorang Ibu atas pemeliharaan dan pengasuhan terhadap anaknya yang masih belum mumayyiz. Pertimbangan tentang aqidah sebagai kelayakan untuk mengasuh anak merupakan pertimbangan dari sudut syar’i yang mengedepankan salah satu maqhosidusy syar’iyyah tujuan syari’at Islam yaitu menjaga keutuhan agama Islam dengan ditopang oleh beberapa hadits Rasulullah. Namun di sisi lain perlu dicermati dari sudut pandang yuridis normatif, pertimbangan Mahkamah Agung tersebut setidaknya telah menyimpangi dari dua ketentuan hukum : 1. Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam yang menentukan pengasuhan anak dibawah umur dibawah usia 12 tahun berada dalam pengasuhan ibunya, tanpa pernah menyinggung permasalahan agama ibunya. Sebagai perbandingan pasal 116 huruf h, menyebutkan bahwa perceraian karena murtad itu dapat dilakukan apabila ternyata kemurtadan tersebut akan menimbulkan perpecahan dalam rumah tangga. Dalam pemahaman a contrario, manakala kemurtadan tersebut tidak menimbulkan perpecahan rumah tangga, maka si isteri berhak untuk mengasuh anak tersebut dalam naungan ikatan perkawinan yang syah. Oleh karenanya pasangan suami isteri tetap berhak mengasuh anak tersebut, meskipun salah satu pihak murtad. 2. Ketentuan dari hukum Hak Asasi Manusia yang tertera pada Undang- 67 66 Ibid. Lihat juga Syamsuhadi Irsad, Kapita Selekta Hukum Perdata Agama Pada Tingkat Kasasi, hlm. 20. Serta Achmad Djunaeni, Putusan Pengadilan Agama Dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung, hlm 149, masing-masing dalam Kapita Selekta Hukum Perdata Agama Dan Penerapannya, Mahkamah Agung Republik Indonesia, 2004. 67 Hadi Setia Tunggal, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, Jakarta, Harvarindo, 2002, hlm. 17. Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 109 Seorang ibu maupun ayah mempunyai hak yang sama untuk mengasuh dan mendidik anaknya. Perlindungan hukum dalam koridor hak asasi manusia merupakan sesuatu hak yang universal, tanpa batas apapun dan berlaku bagi siapapun tidak ada pertimbangan perbedaan agama, ras, suku maupun lainnya yang seringkali dijadikan alasan untuk membedakan hak asasi seseorang dengan yang lainnya. Pengingkaran terhadap hak tersebut berarti mengingkari martabat kemanusiaan. 68 Mahkamah Agung menempatkan aqidah sebagai ukuran penentu kelangsungan atas keberlakuan hak hadlonah tersebut atau menjadi gugur karenanya. Ketentuan pada Pasal 49 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menerangkan tentang adanya kemungkinan orang tua ayah ibu atau salah satunya dicabut kekuasaannya untuk waktu tertentu dengan alasan sangat melalaikan kewajiban terhadap anaknya atau berkelakuan buruk sekali. Hal ini menunjukkan bahwa penetapan pengasuhan anak terhadap salah satu dari kedua orang tuanya bukan merupakan penetapan yang bersifat permanen, akan tetapi sewaktu-waktu hak anak tersebut dapat dialihkan kepada pihak lain melalui pengajuan gugatan pencabutan kekuasaan ke Pengadilan. Oleh karenanya dari latar belakang pemikiran tersebut, ketidak bolehan seorang isteri murtad yang bercerai untuk mengasuh anaknya, adalah pelanggaran yang asasi bagi seorang ibu untuk mengasuh anak yang ia kandung sendiri. Terlebih lagi manakala keadaan si anak masih sangat memerlukan pengasuhan ibunya di usia balita. Latar belakang pemikiran maqoshidusy syar’i tujuan disyari’atkannya agama Islam dalam yurisprudensi Mahkamah Agung dijelaskan oleh Achmad Djunaeni bahwa masalah aqidah merupakan syarat untuk menentukan gugur tidaknya hak seorang ibu atas pemeliharaan dan pengasuhan terhadap anaknya yang masih belum mumayyiz. Begitu juga menurut Syamsuhadi Irsyad bahwa 69 68 Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. 69 Op. Cit. www.badilag.netdataartikel. Diakses terakhir tanggal 27 Juli 2009. Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 110 Apabila melihat adanya kebolehan terhadap pencabutan kekuasaan orang tua untuk waktu tertentu, maka secara gramatikal analogis boleh pula menetapkan pengasuhan anak terhadap salah satu pihak untuk jangka waktu tertentu. Oleh karenanya akanlah sangat bijak apabila seorang hakim dapat menetapkan pengasuhan anak belum mumayyiz kepada ibunya yang kembali ke agamanya semula dengan memberikan jangka waktu tertentu. Jangka waktu ini dapat diperhitungkan hingga anak tersebut mampu berinteraksi dan memahami agamanya, misalkan ditetapkan pengasuhan anak hingga anak mencapai usia 5 atau 7 tahun serta menetapkan pengasuhan berikutnya kepada si ayah. Dengan alternatif seperti ini, maka hakim dalam memberikan penetapannya tidak menyalahi ketentuan hak asasi dari pihak ibu dan juga tetap menjaga maqhosidusy syari’ah yaitu menjaga aqidah anak, karena ketika anak beranjak dewasa memasuki masa mumayyiz telah berada pada kekuasaan ayahnya. 70 Tidak ada seorangpun yang ketika melangsungkan perkawinan mengharapkan akan mengalami perceraian. Apalagi jika dari perkawinan itu telah dikarunia anak. Walaupun demikian ada kalanya ada sebab-sebab tertentu yang mengakibatkan perkawinan tidak dapat diteruskan lagi sehingga terpaksa harus terjadi perceraian antara suami istri. Demikian juga dalam masalah harta bersama, sering terjadi sengketa antara suami dan istri yang harus diselesaikan di pengadilan. Sengketa ini berkisar dalam masalah perebutan harta yang diakui sebagai milik pribadi, padahal harta itu adalah harta bersama. Perceraian dalam istilah ahli fiqih disebut talak atau furqah. Talak berarti membuka ikatan atau membatalkan perjanjian. Furqah berarti bercerai, yang merupakan lawan dari berkumpul. Kemudian kedua perkataan ini dijadikan istilah oleh para ahli fiqih yang berarti perceraian antara suami istri. 70 Ibid. Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 111 Untuk melakukan perceraian pihak yang ingin melakukan perceraian harus mengajukan gugatan perceraian ke pengadilan. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 39 ayat 1 Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 yang menentukan bahwa “Pengadilan hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan, setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak”. Jadi jika dalam sidang-sidang pengadilan, Hakim dapat mendamaikan kedua belah pihak yang akan bercerai itu, maka perceraian tidak jadi dilakukan. Dalam hal ini adanya ketentuan bahwa perceraian harus dilakukan di depan sidang Pengadilan, semata-mata ditujukan demi kepastian hukum dari perceraian itu sendiri. Seperti diketahui bahwa putusan yang berasal dari lembaga peradilan mempunyai kepastian hukum yang kuat, dan bersifat mengikat para pihak yang disebutkan dalam putusan itu. Dengan adanya sifat yang mengikat ini, maka para pihak yang tidak mentaati putusan Pengadilan dapat dituntut sesuai dengan hukum yang berlaku. Sebagai contoh, bekas suami yang tidak mau memberikan biaya hidup yang ditentukan oleh Pengadilan selama istri masih dalam masa iddah atau tidak mau memberikan biaya pemeliharaan dan pendidikan anak yang diwajibkan kepadanya, dapat dituntut oleh bekas istri dengan menggunakan dasar putusan Pengadilan yang telah memberikan kewajiban itu kepada bekas suami. Adapun pengadilan yang berwenang memeriksa dan memutus perkara perceraian ialah Pengadilan Agama bagi mereka yang beragama Islam. Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 112 Setelah perkawinan putus karena perceraian, maka sejak perceraian itu mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dalam arti telah tidak ada upaya hukum lain lagi oleh para pihak, maka berlakulah segala akibat putusnya perkawinan karena perceraian. Jika dari perkawinan yang telah dilakukan terdapat anak, maka terhadap anak tersebut berlaku akibat perceraian sebagaimana diatur dalam Pasal 41 ayat 1 dan 2 Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974. Di lain pihak bagi pemeluk Agama Islam, akibat putusnya perkawinan diatur dalam Pasal 149 sampai dengan 162 Kompilasi Hukum Islam. Khusus untuk akibat perceraian terhadap anak, dapat dilihat dalam Pasal 156 huruf a sampai f Kompilasi Huku m Islam. Akibat putusnya perkawinan karena perceraian adalah : 1. Anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadhanah dari ibunya, kecuali bila ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukannya digantikan oleh : a. Wanita-wanita dalam garis lurus dari ibu b. Ayah c. Wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ayah d. Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan e. Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ibu f. Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah 2. Anak yang sudah mumayyiz berhak memilih mendapatkan hadhanah dari ayah atau ibunya Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 113 3. Apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadhanah telah dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang bersangkutan Pengadilan Agama dapat memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain yang mempunyai hak hadhanah pula 4. Semua nafkah dan hadhanah anak menjadi tanggungan ayah menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dan dapat mengurus diri sendiri 21 tahun 5. Bilamana terjadi perselisihan mengenai hadhanah dan nafkah anak, Pengadilan Agama memberikan putusannya berdasarkan huruf a, b, c, dan d 6. Pengadilan dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya menetapkan jumlah biaya pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang tidak turut padanya. Ketentuan Pasal 156 Kompilasi Hukum Islam di atas, jika dibandingkan dengan ketentuan Pasal 41 Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, jauh lebih lengkap. Hal ini wajar, menginigat ketentuan Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 merupakan peraturan yang sifatnya umum untuk semua agama, sedangkan Kompilasi Hukum Islam merupakan peraturan yang khusus untuk pemeluk agama Islam saja, sehingga ketentuan-ketentuan yang dimuat harus sedetail- detailnya. Terlepas dari sifat umum dan khusus kedua peraturan itu, pada dasarnya ketentuan Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam menentukan kewajiban yang sama bagi orang tua yang bercerai untuk Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 114 memelihara anaknya, hal mana yang justru sering menimbulkan persengketaan baru antara orang tua untuk memperebutkan hak pemeliharaan anaknya tersebut. Namun demikian menurut Ahmad Azhar Basyir, apabila perceraian terjadi antar suami istri yang telah berketurunan, yang berhak mengasuh anak pada dasarnya adalah istri ibu anak-anak dengan syarat istri tersebut belum menikah dengan laki- laki lain. Dalam hal ini yang paling penting diperhatikan dalam menentukan pemberian pemeliharaan anak adalah kepentingan anak itu sendiri, dalam arti akan dilihat siapakah yang lebih mampu menjamin kehidupan anak, baik dari segi materi, pendidikan formal, pendidikan akhlak dan kepentingan-kepentingan anak lainnya. Untuk menentukan orang yang paling dapat dipercaya untuk memelihara anak, di dalam Pengadilan biasanya Hakim akan mengumpulkan informasi sebanyak- banyaknya. Informasi ini dapat berasal dari para pihak sendiri, maupun berasal dari saksi-saksi yang biasanya dihadirkan dalam persidangan. Untuk masalah harta kekayaan setelah perceraian, diatur di dalam Pasal 37 Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, yang berbunyi : Bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing. Pada Penjelasan Pasal 37 Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan “hukumnya masing-masing” adalah hukum agama, hukum adat dan hukum-hukum lainnya. Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 115

B. Penyelesaian Sengketa Harta Bersama Dikaitkan Dengan Perjanjian

Perkawinan Perjanjian perkawinan pengertiannya dalam Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 diatur dalam Bab V Pasal 29 : 1. Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga, sepanjang pihak ketiga tersangkut. 2. Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-batas hukum, agama dan kesusilaan. 3. Perjanjian tersebut mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan 4. Selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak dapat dirobah, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk merobah dan perobahan tidak merugikan pihak ketiga. 71 Calon suami istri, sebelum perkawinan dilangsungkan atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian perkawinan huwelijkvoorwarden. Yang mana antara lain : 1. Persetujuan perjanjian perkawinan tersebut diperbuat secara tertulis 2. Perjanjian perkawinan tertulis tersebut disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan 3. Sejak pengesahan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan, isi ketentuan perjanjian tersebut menjadi sah kepada suami istri dan juga terhadap pihak ketiga, sepanjang isi ketentuan yang menyangkut pihak ketiga Pasal 29 ayat 1. 71 M.Yahya Harahap, Pembahasan Hukum Perkawinan Nasional, Cet. I, Medan, .Zahir Trading Co., 1975, hlm.84 Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 116 4. Perjanjian perkawinan mulai berlaku sejak tanggal hari perkawinan dilangsungkan Pasal 29 ayat 3. 5. Perjanjian perkawinan tidak dapat dirobah selama perkawinan, jika perobahan tersebut dilakukan secara sepihak. Perobahan unilateral tidak boleh, akan tetapi jika perobahan atas kehendak bersama atau secara bilateral perobahan dimaksud dapat dilakukan Pasal 29 ayat 1. 6. Perjanjian perkawinan tidak dapat disahkan bilamana isi ketentuan perjanjian itu melanggar batas-batas hukum agama dan kesusilaan. 72 Perjanjian perkawinan dapat dilakukan pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan atas persetujuan bersama dengan tertulis, dan disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan, isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak bersangkut. Di dalam penjelasan resmi yang dimaksud dalam Pasal 29 Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 ini tidak termasuk taklik talak. Taklik sesungguhnya suatu perjanjian juga, tetapi taklik yang biasa diucapkan lapaz yang tertentu tidak tercakup dalam perjanjian perkawinan. Perjanjian perkawinan ini diperbuat pada waktu sebelum perkawinan dilangsungkan, sedangkan dalam Hukum Islam perjanjian perkawinan baru sah apabila diperbuat sesudah perkawinan dilangsungkan, sebab itulah taklik talak yang juga termasuk dalam perjanjian perkawinan dilaksanakan sesudah perkawinan dilangsungkan. 72 Ibid, hlm.82 Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 117 Bahwa pengertian dalam Pasal 29 tersebut tidak lain dimaksud untuk tujuan pembuatan perjanjian perkawinan tersebut adalah serupa maksudnya dengan Pasal 139 Kitab Undang-undang Hukum Perdata BW yakni persetujuan pemisahan harta kekayaan dalam perkawinan. 73 1. Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama Perjanjian yang mengatur sampai dimana batas-batas tanggung jawab pribadi masing-masing seperti yang disebut dalam Pasal 35 ayat 2 Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 terhadap hutang yang dibuat oleh suami terhadap pihak ketiga. Dengan adanya pasal ini banyak menolong pihak istri ataupun suami atas tindakan-tindakan atau hutang yang dibuat oleh suami, maka harta istri tidak ikut tanggung jawab atas hutang tersebut. Apabila dilihat Pasal 29 dan Pasal 35 Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 ini, maka Pasal 29 ini membuka perluasan untuk hal-hal yang lain mengenai harta benda perkawinan. Sedangkan dalam Pasal 35 Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974: 2. Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah penguasaan masing- masing, sepanjang para pihak tidak menentukan lain. Dalam Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 ini bahwa perkawinan tersebut otomatis membuat harta yang dibawa ke dalam perkawinan 73 Ibid, hlm.83 Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 118 menjadi terpisah. Namun demikian Pasal 35 ayat 1 Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 menyebutkan bahwa harta benda yang diperolehnya selama perkawinan menjadi harta bersama. Dalam Pasal 36 Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 menyebutkan : 1. Mengenai harta bersama, suami atau istri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak. 2. Mengenai harta bawaan masing-masing, suami dan istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya. Sedangkan Pasal 37 Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 menyebutkan : Bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukum masing-masing. Oleh karena dalam Pasal 35 ayat 2 Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 hanya menyebutkan pemisahan harta terhadap harta bawaan masing- masing saja, maka Pasal 29 Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 ini banyak menolong pihak istri maupun pihak suami atas tindakan yang merugikan, sehingga dengan adanya Pasal 29 ini calon suami dan calon istri dapat membuat perjanjian lain mengenai harta bawaan mereka masing-masing. Umpamanya mengenai tindakan atau hutang yang dibuat suami, harta istri tidak ikut bertanggung jawab atas pelunasannya. Ismy Syafriani Nasution : Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam, 2009. 119 Dengan adanya perjanjian perkawinan dalam Pasal 29 ini dapat diatur sampai dimana batas-batas tanggung jawab pribadi masing-masing dalam mengurus harta yang disebut dalam Pasal 35 ayat 2 Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 terhadap hutang-hutang yang dibuat oleh suami terhadap pihak ketiga. Namun menurut peneliti, ini bukan pembagian yang sifatnya wajib karena memang tidak ada nash syara’ yang mewajibkan pembagian seperti itu. Pembagian fifty-fifty ini hanyalah salah satu alternatif pembagian yang sifatnya mubah, bukan satu-satunya pembagian yang dibolehkan. Ketentuan mubah ini kemudian diadopsi oleh Kompilasi Hukum Islam menjadi satu ketentuan yang mengikat dalam pembagian harta gono gini. Berdasarkan penjelasan di atas maka, pembagian harta gono gini sepenuhnya tergantung pada hasil perdamaian antara suami istri berdasarkan musyawarah atas dasar saling ridha. Oleh karena itu pembagian harta bersama terbagi atas:

5. Pembagian Harta Bersama Berdasarkan Kontribusi