Utilization of kolong for aquaculture use of compost to minimize concentration of lead (Pb) in fish culture media

PEMANFAATAN KOLONG UNTUK AKUAKULTUR :
PENGGUNAAN KOMPOS UNTUK MEMINIMALISASI
KANDUNGAN LOGAM BERAT TIMAH HITAM (Pb) PADA
MEDIA BUDIDAYA IKAN

Diajukan sebagai salahsatu syarat uk meraih gelar Master Sains
di Fakultas Perikanan dan Ilmu K Institut Pertanian Bogor

EVA PRASETIYONO

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis : Pemanfaatan Kolong Untuk
Akuakultur : Penggunaan Kompos Untuk Meminimalisasi Kandungan Logam
Berat Timah Hitam (Pb) Pada Media Budidaya Ikan adalah karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada

perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Oktober 2012

Eva Prasetiyono
NRP. C151100191

ABSTRACT
EVA PRASETIYONO. Utilization of Kolong for Aquaculture : Use of Compost
to Minimize Concentration of Lead (Pb) in Fish Culture Media. Under supervision
of KUKUH NIRMALA and ENANG HARRIS.
Kolong (lakes formed of ex-tin mining) has good potency to use for
aquaculture activity but so many kolong in Bangka Belitung archipelago weren’t
used for this purpose because of its low pH, and high heavy metal level, especially
lead (Pb). Fish culture in lead containing- water is very risk. Accumulation of
lead in the body of fish above safe level of consumption is one of the problems in
the field that need to be solved. Compost could be able to minimize lead in
aqueous media and increase the pH of water. The purpose of this research was to

determine the best material of compost and its level to minimize lead in fish
culture media. Minimization of lead metal by compost occurs through cation
exchange, electrostatic binding, complex binding and chelating. The treatment
with compost of gamal leaf, avicennia leaf, and banana stem with the level of each
composts were 5 gr/l, 9 gr/l, and 13 gr/l by aeration for 24 hours. The
measurement of lead metal level reduction in the water were repeated in every 1st,
8th, 16th and 24th hour. The treated water (after 24th hour treatment) then been
used to culture 14 days aged-seed of catfish for 30 days. The results showed that
the compost was able to minimize lead in the media more than 80% with gamal
leaf at 9 gr/l and banana stem at 9 gr/l as the best material and level of compost in
the media. The compost increasing the pH of media so that the survival rate and
the growth rate of the fish were increased.

Keywords : kolong, aquaculture, compost, lead, fish culture media

RINGKASAN
EVA PRASETIYONO. Pemanfaatan Kolong untuk Akuakultur : Penggunaan
Kompos untuk Meminimalisasi Kandungan Logam Berat Timah Hitam (Pb) pada
Media Budidaya Ikan. Dibimbing oleh KUKUH NIRMALA dan ENANG
HARRIS.

Danau bekas galian timah atau kolong yang berusia muda banyak terdapat
di Kepulauan Bangka Belitung. Kolong-kolong ini memiliki potensi untuk
dimanfaatkan bagi kegiatan akuakultur. Namun permasalahan utama yang
dihadapi yaitu pH air yang rendah dan tingginya kandungan logam berat di air.
Timah hitam (Pb) merupakan salahsatu logam berat berbahaya yang terdapat di air
kolong. Logam ini merupakan mineral non esensial yang sama sekali tidak
dibutuhkan oleh tubuh. Air yang mengandung logam berat Pb tentunya tidak
layak digunakan untuk budidaya ikan. Oleh karena itu perlu dilakukan treatment
terhadap air agar air layak digunakan untuk budidaya ikan.
Kompos merupakan salahsatu bahan yang dapat digunakan untuk
meminimalisasi logam berat Pb di air. Kandungan substansi humus, seperti : asam
humat, asam fulvat dan humin yang jumlahnya dominan merupakan substansi
yang berperan dalam proses minimalisasi. Selain itu kandungan mineral yang
terdapat pada kompos walaupun jumlahnya tidak dominan dapat mengalami
pertukaran dengan ion Pb. Proses minimalisasi logam Pb di air terjadi melalui
pertukaran kation, ikatan elektrostatik, pementukan senyawa kompleks dan
chelate.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas jenis dan dosis kompos
dalam meminimalisasi logam berat timah hitam (Pb) pada media budidaya ikan.
Penelitian ini menggunakan tiga jenis kompos dengan karakteristik C/N rasio

bahan baku yang berbeda yaitu daun gamal, daun api-api (avicennia) dan batang
pisang. Penelitian dibagi kedalam tiga percobaan yaitu percobaan kompos daun
gamal, percobaan kompos daun avicennia, percobaan kompos batang pisang.
Rancangan pada masing-masing percobaan yang digunakan yaitu rancangan acak
lengkap dengan pengamatan berulang yang terdiri atas satu faktor yaitu dosis
kompos ( 5 gr/l, 9 gr/l, 13 gr/l) dan tiga ulangan. Waktu pengamatan pada masingmasing percobaan yaitu 1 jam, 8 jam, 16 jam dan 24 jam. Percobaan dilakukan
dengan cara kompos dimasukan kedalam akuarium yang berisi media air

mengandung konsentrasi Pb 6,7964 mg/l. Selama percobaan dilakukan proses
aerasi. Setiap percobaan diambil satu jenis kompos terbaik yang kemudian
diperbandingkan dengan menggunakan uji t dua sampel independen antar jenis
kompos. Selanjutnya air hasil perlakuan (treatment) digunakan untuk percobaan
pemeliharaan (budidaya) ikan lele dumbo (Clarias gariepinus).
Pada percobaan kompos daun gamal didapatkan bahwa dosis kompos 9
gr/l adalah dosis kompos terbaik dalam meminimalisasi logam berat Pb di air.
Percobaan kompos daun avicennia didapatkan dosis 5 gr/l adalah dosis terbaik
sedangkan dosis 9 gr/l pada percobaan kompos batang pisang adalah dosis terbaik.
Selanjutnya dilakukan uji t dua sampel independen untuk memperbandingkan
dosis terbaik pada tiap jenis kompos. Berdasarkan uji yang dilakukan didapatkan
bahwa kompos daun gamal dan batang pisang dengan dosis masing-masing 9 gr/l

adalah dosis kompos terbaik dalam meminimalisasi logam Pb di air. Sisa logam
berat di air pada masing-masing kompos ini yaitu 0,2 mg/l. Kompos daun gamal
dan batang pisang merupakan dosis yang terbaik dikarenakan kedua kompos ini
memiliki kandungan asam humat dan asam fulvat yang lebih tinggi dibandingkan
kompos daun avicennia. Selain itu kandungan mineral pada kedua kompos ini
juga cukup tinggi untuk bertukar posisi dengan logam Pb di air. Selain mampu
meminimalisasi logam Pb, penggunaan kompos juga mampu menaikan pH air.
Hal ini terlihat dengan naiknya nilai pH pada setiap percobaan.
Pada percobaan selanjutnya pemeliharaan ikan lele dumbo dilakukan pada
air yang telah di-treatment oleh kompos. Percobaan ini menunjukan bahwa ikan
lele dumbo dapat dipelihara pada media air ini. Kecuali pada kompos daun gamal
dosis 5 gr/l dan kompos batang pisang dosis 5 gr/l, tingkat kelangsungan hidup
benih yang dipelihara adalah diatas 80% dan laju pertumbuhan harian diatas 10%
sedangkan pada media air tanpa perlakuan kompos, semua ikan yang dipelihara
mengalami kematian. Pada kompos daun gamal dosis 5 gr/l dan kompos batang
pisang dengan dosis 5 gr/l menghasilkan tingkat kelangsungan hidup dan laju
pertumbuhan yang rendah dikarenakan rendahnya kualitas air khususnya pH.

Kata Kunci : Kolong, akuakultur, kompos, timah hitam, media budidaya ikan


© HAK CIPTA milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau
seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

PEMANFAATAN KOLONG UNTUK AKUAKULTUR :
PENGGUNAAN KOMPOS UNTUK MEMINIMALISASI
KANDUNGAN LOGAM BERAT TIMAH HITAM (Pb) PADA
MEDIA BUDIDAYA IKAN

Diajukan sebagai salahsatu syarat uk meraih gelar Master Sains
di Fakultas Perikanan dan Ilmu K Institut Pertanian Bogor

EVA PRASETIYONO

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
Pada Program Studi Ilmu Akuakultur

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

,
-"

Gセ@

セ@

i

iii

セ@


セ@

Pemanfaatan Kolong Untuk Akuakultur: Penggunaan Kompos
Untuk Meminimalisasi Logam Berat Timah Hitam Pada Media
Budidaya Ikan
Eva Prasetiyono
C151100191

Judul Tesis

I

I

I

Nama
NRP


Disetujui
Komisi Pembimbing

セO@

セjA@

,',

.

Prof. Dr. Ir. Enang Harris, MS
Anggota

Dr. Ir. Kukuh Nirmala, M.Sc
Ketua

Diketahui

Ketua Program Studi

Ilmu Akuakultur

LoiZdエmセォッャ。ィ@

Pascasatjana

-j.
Prof. Dr. Ir. Enang Harris, MS

Tanggal Ujian : 12 Oktober 2012

Tanggallulus

2 3 OCT 2012

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Eddy Supriyono, M.Sc

PRAKATA
Segala puji dan rasa syukur penulis haturkan kepada Alloh SWT, pemberi
nikmat dan anugrah sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

Penelitian ini dilakukan sebagai sebuah aplikasi ilmiah terhadap perkuliahan pasca
sarjana yang telah ditempuh. Penelitian ini mengambil tema umum tentang
kualitas air pada media budidaya ikan dengan judul Pemanfaatan Kolong untuk
Akuakultur : Penggunaan Kompos untuk Meminimalisasi Kandungan Logam
Berat Timah Hitam (Pb) pada Media Budidaya Ikan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Kukuh Nirmala,
M.Sc dan Bapak Prof. Dr. Ir. Enang Harris, MS selaku komisi pembimbing atas
segala arahan, saran dan bimbingan serta pengajaran tentang ketajaman cara
berpikir ilmiah sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan baik. Juga kepada
Bapak Dr. Ir. Eddy Supriyono, M.Sc selaku dosen penguji luar komisi atas
masukan, saran dan sumbangan keilmuannya untuk kebaikan tesis ini. Tidak lupa
yang paling utama penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua
(Bapak Sarjiyo dan Almarhumah Ibunda Rusminah) Serta mertua (Bapak H.
Iskandar AK, SE) atas segala perhatian yang diberikan kepada penulis. Penulis
juga secara khusus mengucapkan terima kasih kepada istri tercinta dr. Alia
Rahmah dan anakku tersayang Hamizan Sidqi Azzahir atas segala kesabaran,
dukungan, kerinduan dan doa yang diberikan. Terima kasih kepada semua pihak
yang membantu penelitian ini (M. Iqbal Zamzani SP owner Bangka Hijau
Nursery, dosen-dosen S1 Perikanan, kru Laboratorium MIPA Universitas Bangka
Belitung) dan juga rekan-rekan dosen S1 Budidaya Perairan UBB (ex-prodi D3
Perikanan) serta teman-teman akuakultur 2010 atas kebersamaannya.
Karya ilmiah ini semoga memberikan manfaat.

Bogor, Oktober 2012

Eva Prasetiyono

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Desa Jurung, Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung pada tanggal 18 Februari 1984 sebagai anak keempat dari empat
bersaudara dari ayah Sarjiyo dan ibu almarhumah Rusminah. Pada tanggal 1 Juli
2011 menikah dengan dr. Alia Rahmah dan hingga saat ini dikaruniai seorang
putra bernama Hamizan Sidqi Azzahir.
Pendidikan dasar hingga menengah atas penulis jalani di Kabupaten
Bangka. Penulis memulai pendidikan dasar di SD N 41 Jurung dan
menyelesaikannya tahun 1995. Pendidikan SMP diselesaikan tahun 1998 pada
SMP N 1 Merawang. Tahun 2001 penulis menyelesaikan pendidikan di SMU N 1
Sungailiat. Pada tahun yang sama penulis diterima di program sarjana Universitas
Padjadjaran (Unpad) pada Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan melalui jalur
UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Penulis menyelesaikan
program S1 tahun 2006 dan meraih gelar sarjana perikanan. Tahun 2007 penulis
diterima sebagai dosen di Universitas Bangka Belitung. Selanjutnya penulis
melanjutkan studi di program S2 Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor tahun
2010. Program studi yang penulis ambil yaitu Ilmu Akuakultur dengan biaya
pendidikan berasal dari Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS) yang dikeluarkan
oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xxiiiv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xxiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xxvvi
PENDAHULUAN ...................................................................................................1
Latar Belakang ............................................................................................ 1
Perumusan Masalah..................................................................................... 4
Pendekatan Masalah .................................................................................... 4
Tujuan Penelitian......................................................................................... 5
Hipotesis ...................................................................................................... 5
Manfaat Penelitian....................................................................................... 5
TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................................7
Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) ........................................................ 7
Logam Berat Timah Hitam (Pb).................................................................. 7
Kompos ....................................................................................................... 9
Karakteristik Bahan Baku Pengomposan .................................................. 12
Humus ....................................................................................................... 13
Interaksi Ion Logam Dengan Humus ........................................................ 17
Akuakultur dan Kualitas Air ..................................................................... 20
METODOLOGI .....................................................................................................23
Waktu dan Tempat .................................................................................... 23
Alat dan Bahan Penelitian ......................................................................... 23
Ikan Uji ...................................................................................................... 23
Metode Penelitian ...................................................................................... 23
Prosedur Penelitian .................................................................................... 25
Tahap 1. Pembuatan Kompos............................................................ 25
Tahap 2. Pembuatan Larutan Logam Berat Pb ................................. 25
Tahap 3. Perlakuan Minimalisasi Logam Berat Pb dengan
Menggunakan Kompos ...................................................... 25
Tahap 4. Pemeliharaan Ikan .............................................................. 26
Parameter Pengamatan .............................................................................. 26
Kematangan dan Kandungan C/N rasio Kompos .............................. 26
Kadar Asam Humat dan Asam Fulvat................................................ 27
Kandungan Logam Berat Pb di Air dan Ikan ..................................... 27
Kualitas Fisika dan Kimia Air ............................................................ 28

xii

Kelangsungan Hidup .......................................................................... 28
Laju Pertumbuhan ...................................................................................... 28
HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................................29
Hasil .......................................................................................................... 29
Komposisi Bahan Baku Sebelum dan Setelah Dikomposkan ............ 29
Minimalisasi Logam Berat Timah Hitam (Pb) Oleh Kompos ........... 31
Minimalisasi Logam Berat Pb Oleh Kompos Daun Gamal ............... 31
Minimalisasi Logam Berat Pb Oleh Kompos Daun Avicennia .......... 33
Minimalisasi Logam Berat Pb Oleh Kompos Batang Pisang ............ 35
Perbandingan Antar Jenis Kompos Dalam Minimalisasi
Logam Pb di Air ................................................................................. 37
Kualitas Air Selama Perlakuan Kompos ............................................ 37
Pemeliharaan Ikan .............................................................................. 39
Kualitas Air Selama Proses Pemeliharaan Ikan ................................. 41
Pembahasan ............................................................................................... 42
SIMPULAN DAN SARAN ...................................................................................51
SIMPULAN .............................................................................................. 51
SARAN ..................................................................................................... 51
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................52

xiii

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Grup Fungsional Pada Substansi Humus............................................................16
2 Komposisi Bahan Baku Daun Gamal, Daun Avicennia dan Batang Pisang
Sebelum Dikomposkan.......................................................................................29
3 Komposisi Daun Gamal, Daun Avicennia dan Batang Pisang Setelah
Dikomposkan......................................................................................................29
4 Data Rata-Rata Konsentrasi Logam Berat Timah Hitam (Pb) Yang Tersisa
Di Air Oleh Proses Minimalisasi Kompos Daun Gamal Pada Berbagai
Dosis Kompos dan Waktu Pengamatan..............................................................31
5 Data Rata-Rata Konsentrasi Logam Berat Timah Hitam (Pb) Yang Tersisa di
Air Oleh Proses Minimalisasi Kompos Daun Avicennia Pada Berbagai Dosis
Kompos dan Waktu Pengamatan........................................................................33
6 Data Rata-Rata Konsentrasi Logam Berat Timah Hitam (Pb) Yang Tersisa di
Air Oleh Proses Minimalisasi Kompos Batang Pisang Pada Berbagai Dosis
Kompos dan Waktu Pengamatan........................................................................35
7 Kualitas Air Pada Saat Awal Sebelum Diberikan Perlakuan Kompos............. 38
8 Kualitas Air Pada Saat Akhir Setelah Diberikan Perlakuan Kompos............... 38
9 Kondisi Ikan Selama Proses Pemeliharaan 30 hari.............................................39
10 Kisaran Parameter Kualitas Air Selama Pemeliharaan Ikan........................... 41

xiv

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian....................................................................6
2 Skema Proses Pengomposan Secara Aerobik.....................................................10
3 Struktur Kimia Asam humat...............................................................................14
4 Struktur Kimia Asam Fulvat...............................................................................14
5 Komponen Kimia Substansi Humus...................................................................15
6 Ikatan Monodentate Ion Logam Cu dengan Gugus Fungsi Organik.................19
7 Ikatan Bidentate Ion Logam Cu dengan Gugus Fungsi Organik.......................19
8 Penampakan Bahan Baku Setelah Dikomposkan...............................................30
9 Grafik Jumlah Pb Tersisa di Air Oleh Proses Minimalisasi Kompos
Daun Gamal Pada Berbagai Dosis Kompos dan Waktu Pengamatan...............32
10 Grafik Jumlah Pb Tersisa di Air Oleh Proses Minimalisasi Kompos
Daun Avicennia Pada Berbagai Dosis Kompos dan Waktu Pengamatan......... 34
11 Grafik Jumlah Pb Tersisa di Air Oleh Proses Minimalisasi Kompos
Batang Pisang Pada Berbagai Dosis Kompos dan Waktu Pengamatan............ 36

xv

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Prosedur Pembuatan Kompos............................................................................58
2 Prosedur Uji Kandungan C dan N pada Kompos.............................................59
3 Prosedur Uji Kandungan Logam Berat Pb dengan Menggunakan AAS
Thermostat Type Ice 3000 series (berdasarkan panduan manual
AAS thermostat type Ice 3000 series)..............................................................60
4 Analisis Kandungan Pb pada Daging Ikan Lele Dumbo(Berdasarkan SNI
2354:5:2011)......................................................................................................62
5 Analisis SPSS Rancangan Percobaan Dengan Pengamatan Berulang
(RAL dalam waktu) pada Kompos Daun Gamal..............................................63
6 Analisis SPSS Rancangan Percobaan Dengan Pengamatan Berulang
(RAL dalam waktu) pada Kompos Daun Avicennia.........................................66
7 Analisis SPSS Rancangan Percobaan Dengan Pengamatan Berulang
(RAL dalam waktu) pada Kompos Batang Pisang...........................................69
8 Analisis SPSS Uji T Dua Sampel Independen Antara Kompos
Daun Gamal 9 gr/l Dengan Kompos Daun Avicennia 5 gr/l............................72
9 Analisis SPSS Uji T Dua Sampel Independen Antara Kompos
Daun Gamal 9 gr/l Dengan Kompos Batang Pisang 9 gr/l...............................74
10 Analisis SPSS Uji T Dua Sampel Independen Antara Kompos
Daun Avicennia 5 gr/l Dengan Kompos Batang Pisang 9 gr/l.........................76
11 Laju Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Ikan Selama Pemeliharaan.......78
12 Analisis Korelasi Pearson Antara Pb Tersisa dengan pH Menggunakan
Software SPSS 18.............................................................................................79
13 Analisis Korelasi Pearson Antara Pb Tersisa dengan DO menggunakan
Software SPSS 18..............................................................................................81
14 Analisis Korelasi Pearson Antara Pb tersisa dengan TOM Menggunakan
Software SPSS 18..............................................................................................83
15 Analisis Korelasi Pearson Antara Pb tersisa dengan Ammonia
Menggunakan software SPSS 18......................................................................86

xvi

16 Analisis Korelasi Pearson Antara Pb tersisa dengan Asam Humat
Menggunakan Software SPSS 18....................................................................87
17 Analisis Korelasi Pearson Antara Pb tersisa dengan Asam Fulvat
Menggunakan Software SPSS 18....................................................................89
18 Analisis Korelasi Pearson Antara pH dengan Rata-rata
Kelangsungan Hidup Menggunakan Software SPSS 18.................................91
19 Analisis Korelasi Pearson Antara pH dengan Rata-Rata
Pertumbuhan Harian Menggunakan Software SPSS 18.................................92
20 Analisis Korelasi Pearson Antara Pb Tersisa di Air dengan Rata-Rata
Kelangsungan Hidup Menggunakan Software SPSS 18.................................94
21

Analisis Korelasi Pearson Antara Pb Tersisa di Air dengan Rata-Rata
Laju Pertumbuhan Menggunakan Software SPSS 18....................................96

xvii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kegiatan akuakultur dewasa ini semakin berkembang dan marak dilakukan
oleh para pembudidaya ikan di Indonesia. Pencanangan peningkatan produksi
perikanan budidaya oleh Menteri Kelautan dan Perikanan merupakan salahsatu
penyebabnya. Muhammad (2011) menyatakan bahwa target peningkatan produksi
budidaya ikan yaitu sebesar 353 % sampai tahun 2015. Konsekuensi yang muncul
akibat maraknya kegiatan budidaya ini diantaranya yaitu meningkatnya kebutuhan
akan air sebagai media budidaya ikan. Beberapa sumberdaya air yang banyak
dimanfaatkan diantaranya yaitu : waduk, sungai dan danau.
Pemanfaatan air sebagai media budidaya ikan secara prinsip harus
memenuhi persyaratan kualitas fisika, biologi dan kimia air bagi kehidupan
organisme budidaya. Logam berat merupakan salahsatu parameter kimia yang
penting diperhatikan untuk menilai kelayakan air. Air yang tercemar logam berat
sangat berbahaya bagi ikan budidaya dan memiliki potensi berbahaya bagi
manusia. Logam berat yang terdapat pada media pemeliharaan ikan dapat
menyebabkan gangguan dan kematian pada ikan. Pada konsentrasi logam yang
masih dapat ditoleransi, logam berat akan terakumulasi dalam tubuh ikan
(bioakumulasi) dan memiliki potensi berbahaya bila dikonsumsi oleh manusia.
Pemanfaatan sumber air dan ikan yang tercemar logam berat tidak dibenarkan.
Hal ini dikarenakan tidak terpenuhinya standar biosecurity dan biosafety
akuakultur yang merupakan prasyarat mutlak bagi produk akuakultur.
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan daerah pertambangan
timah yang banyak terdapat lubang besar akibat dari kegiatan penambangan
tersebut. Lubang besar kemudian digenangi oleh air dan menjadi danau. Danau
bekas galian tambang timah oleh masyarakat disebut dengan istilah ”kolong”.
Kolong didefinisikan sebagai kolong tua dan muda. Kolong tua merupakan
kolong yang usianya diatas 20 tahun dan banyak dimanfaatkan untuk kegiatan
perikanan budidaya (akuakultur) karena kisaran pH airnya yang relatif lebih tinggi
(pH>5). Selain itu kandungan bahan pencemar logam berat di kolom air juga
rendah walaupun disedimen dasar perairannya sangat tinggi. Kolong muda

2

merupakan kolong yang usianya dibawah 20 tahun dan sangat jarang yang
memanfaatkan untuk budidaya ikan karena nilai pH air yang sangat rendah
berkisar 2 – 4,5 dan kandungan logam berat di kolom airnya tinggi (Henny dan
Susanti 2009). Padahal kolong muda berpotensi dimanfaatkan untuk kegiatan
pembenihan dan pendederan ikan di hatchery.
Penelitian yang dilakukan oleh Henny dan Susanti (2009) menemukan
bahwa salahsatu logam berat utama berbahaya yang terdapat pada kolong bekas
galian tambang timah adalah timah hitam (Pb). Pb merupakan mineral non
esensial yang sama sekali tidak dibutuhkan oleh mahluk hidup termasuk ikan.
Logam Pb yang bersifat toksik biasanya dalam bentuk Pb2+. Pb dapat mematikan
ikan dan terakumulasi dalam tubuh ikan melalui proses osmoregulasi, penyerapan
melalui permukaan kulit dan biomagnifikasi. Ikan yang terakumulasi logam berat
Pb apabila dikonsumsi manusia maka akan menghambat proses enzimatik
(Widowati et al. 2008), merusak sistem saraf pusat, ginjal, liver, dan sistem
reproduksi (Fu dan Wang 2011). Oleh karena itu, air yang akan digunakan dalam
perikanan budidaya dan mengandung logam berat Pb harus diberikan perlakuan
(treatment) untuk meminimalisasi logam beratnya.
Minimalisasi logam berat dapat dilakukan dengan cara : filtrasi membran,
elektrodialisis, chemical precipitation, pertukaran ion, dan adsorpsi (Osman et.al
2010; Hanafiah et al. 2007; Anwar et al. 2010; Olayinka et al. 2009; Kucasoy
dan Guvener 2009), coagulation, fluctuation, flotation, perlakuan elektrokimia,
chelating ion (Fu dan Wang 2011). Kompos merupakan salahsatu bahan yang
dapat digunakan untuk meminimalisasi logam berat dengan cara pertukaran ion,
adsorpsi dan chelate. Kompos dapat dipertimbangkan karena efektifitas yang
cukup tinggi, murah biaya, ketersediaan bahan yang berlimpah, kemudahan
teknologi dan penerapan, serta tidak membahayakan organisme budidaya.
Kompos merupakan bahan organik matang yang telah mengalami proses
perombakan oleh bakteri dan mikroorganisme sehingga mengandung humus.
Kucasoy dan Guvener (2009) menemukan bahwa kompos dapat digunakan untuk
meminimalisasi logam berat konsentrasi tinggi. Pola penghilangan logam berat
oleh humus yaitu dengan mengadsorpsi ion logam dan juga membentuk senyawa
kompleks serta chelate sehingga logam tersebut sulit untuk bebas (Anonim 1991).

3

Hermana dan Nurhayati (2010) menyatakan bahwa kompos yang mengandung
substansi humus (asam fulvat, asam humat dan humin) mampu mengadsorpsi
kompleks logam berat melalui pertukaran kation, pembentukan chelate dan ikatan
elektrostatik. Selain itu, kompos dengan kandungan mineral didalamnya dapat
bertukar posisi dengan ion logam bila terjadi kontak. Valls dan Hatton (2003)
menyatakan bahwa substansi humus berupa derivat lignin yang berasal dari
kompos juga dapat dipertimbangkan untuk menggantikan chelating agent
komersial dalam meminimalisasi ion logam berat dari perairan.
Penggunaan kompos untuk meminimalisasi logam berat bagi kegiatan
akuakultur masih jarang dilakukan. Kompos dengan keberlimpahan bahan
bakunya berupa berbagai jenis tanaman dan bahan organik bisa menjadi solusi
untuk meminimalisasi logam berat di air. Semua tanaman dan bahan organik pada
dasarnya dapat dimanfaatkan untuk pembuatan kompos. Namun yang harus
dijadikan pertimbangan utama dalam memanfaatkan tanaman tersebut adalah
ketersediaan dan keberlimpahan bahan tersebut pada suatu daerah dan kandungan
C/N rasionya. daun gamal (Gliricidia sepium), daun api-api (Avicennia sp.) dan
batang pisang (Musa sp.) merupakan jenis bahan yang ketersediaannya berlimpah
di daerah Bangka Belitung dengan karakteristik yang berbeda. Pengomposan
dengan bahan-bahan tersebut diharapkan mampu menjadi solusi dalam kegiatan
budidaya (akuakultur) yang sumber airnya tercemar logam berat.
Penggunaan kompos untuk meminimalisasi logam berat timah hitam perlu
diuji efektivitasnya. Selain itu, perlu juga dilihat sejauh mana air yang telah
diberikan perlakuan kompos mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan
hidup pada ikan-ikan budidaya. Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) merupakan
salahsatu jenis ikan air tawar yang dapat diuji pada media air hasil perlakuan
kompos. Ikan lele dumbo digunakan karena ikan ini merupakan ikan air tawar
yang sangat populer dibudidayakan dikalangan masyarakat terutama masyarakat
Bangka Belitung.

4

Perumusan Masalah
Masalah utama pada kegiatan pembenihan ikan dengan memanfaatkan
sumber air yang mengandung logam berat dalam konsentrasi tinggi adalah
terjadinya kematian ikan dan terakumulasinya logam berat kedalam tubuh ikan.
Logam berat utama yang mencemari perairan sebagai akibat kegiatan
pertambangan timah salahsatunya yaitu timah hitam (Pb). Perairan yang
mengandung logam berat Pb akan menyebabkan resiko dan ketidaklayakan dalam
kegiatan budidaya ikan. Ketidaklayakan tersebut berupa media air yang tidak
layak digunakan sebagai media budidaya ikan. Selain itu pada skala pembenihan,
benih ikan yang dihasilkan dari media air tercemar logam berat Pb tidak
memenuhi standar kelayakan untuk dibudidayakan. Dampak bagi kegiatan
akuakultur adalah menurunnya proses produksi. Kompos merupakan salahsatu
solusi yang dipilih untuk mengatasi masalah logam berat timah hitam (Pb).

Pendekatan Masalah
Kompos dapat digunakan sebagai bahan perlakuan (treatment) untuk
menghilangkan logam berat di air dengan humus sebagai peran utamanya.
Substansi humus memiliki kemampuan untuk melakukan proses adsorpsi,
kapasitas tukar kation dan membentuk senyawa kompleks/chelate dengan logam
berat. Kemampuan chelate ini akan mengikat kuat logam berat sehingga tidak
mudah lepas ke kolom air. Selain peran humus, kandungan mineral didalam
kompos juga dapat bertukar posisi dengan kation logam berat. Beberapa
komponen yang perlu dilihat dalam proses adsorpsi logam berat oleh kompos
antara lain : jenis kompos dan dosis kompos. Jenis kompos perlu diteliti
kemampuannya dalam mengadsorpsi logam berat karena masing-masing jenis
kompos memiliki komposisi kimiawi yang berbeda sehingga ketika dikomposkan
kandungan humus dan komposisi asam-asam humus akan saling berbeda. Humus
inilah yang merupakan substansi utama dalam mengadsorpsi logam berat. Selain
itu pengujian dosis kompos perlu dilakukan karena adsorpsi dan ikatan yang
terbentuk antara kompos dan logam berat sangat tergantung dari dosis kompos
yang digunakan. Dosis yang optimal perlu didapatkan agar efektivitas adsorpsi
dan ikatan dengan logam berat diketahui. Dosis optimal didapatkan dengan cara

5

memberikan perlakuan dosis yang berbeda pada setiap jenis kompos yang
digunakan. Selanjutnya selama berlangsungnya minimalisasi logam Pb di air oleh
kompos dilakukan proses aerasi. Aerasi dilakukan untuk mempercepat waktu
kontak antara Pb dengan kompos. Pada selang waktu tertentu selama proses
minimalisasi berlangsung dilakukan pengamatan jumlah logam berat tersisa di air.
Waktu pengamatan bertujuan untuk melihat tingkat pengurangan logam Pb oleh
adsorpsi kompos. Setelah proses perlakuan minimaliasi Pb selesai dilakukan, air
hasil perlakuan digunakan untuk memelihara jenis ikan lele dumbo (Clarias
gariepinus). Pertimbangan digunakan ikan lele dumbo karena ikan ini cukup
populer dibudidayakan. Pendekatan penelitian dilakukan dengan menggunakan
beberapa jenis kompos dan dosis kompos yang berbeda kemudian dilakukan
aerasi yang selanjutnya pada selang waktu tertentu diamati jumlah Pb tersisa di air
(skema alur pelaksanaan penelitian disajikan pada Gambar 1).

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas jenis dan dosis kompos
dalam meminimalisasi logam berat timah hitam (Pb) pada media budidaya ikan.

Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu jika media air budidaya
yang mengandung logam berat Pb diminimalisasi menggunakan kompos dengan
jenis dan dosis yang berbeda maka akan didapatkan jenis dan dosis kompos
terbaik sehingga air layak digunakan untuk budidaya ikan.

Manfaat Penelitian
Menjadi solusi yang efektif pada kegiatan pembenihan ikan yang
memanfaatkan media air tercemar logam berat dengan pH rendah sehingga dapat
menjamin keamanan produk akuakultur (memenuhi standar HACCP).

Tahap 2 Pembuatan Media Air Mengandung Pb

Tahap 1 Pembuatan Kompos
Daun Gamal

Daun Avicennia

Batang Pisang

Larutan Pb standar

Kompos

Kompos

Kompos

Mix dengan air

Tahap 3 Perlakuan
Minimalisasi media air mengandung Pb
dengan menggunakan kompos yang
berlangsung dalam kondisi media air diaerasi

Tahap 4 Pemeliharaan Ikan
Penggunaan air hasil perlakuan untuk pemeliharaan ikan lele dumbo
Gambar 1. Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian

Gambar 1 Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian

6

TINJAUAN PUSTAKA
Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)
Ikan lele dumbo merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki
nilai ekonomis tinggi di Indonesia. Ikan ini banyak dibudidayakan oleh para
pembudidaya ikan baik dalam skala pembenihan maupun pembesaran. Tingginya
permintaan konsumen dan kisaran toleransinya yang tinggi terhadap kualitas air
yang ekstrim merupakan alasan lele dumbo terus dibudidayakan. Selain itu rasa
dagingnya yang khas menyebabkan ikan lele terus disukai masyarakat untuk
dikonsumsi sehingga budidaya ikan lele terus berlangsung (Shafrudin et al. 2006).
Ikan Lele dumbo termasuk dalam famili clariidae dan nama inggrisnya
disebut dengan Catfish. Ikan lele dumbo merupakan ikan carnivora yang memiliki
bentuk badan memanjang, bagian kepala gepeng atau pipih, batok kepala
umumnya keras dan meruncing ke belakang. Lele dumbo memiliki kulit tubuh
yang licin, berlendir dan tidak bersisik. Tanda spesifik lele dumbo lainnya adalah
adanya kumis atau sungut di sekitar mulut sebanyak delapan buah atau empat
pasang, terdiri dari sungut nasal dua buah, sungut mandibular luar dua buah, dan
sungut maxilar dua buah. Lele dumbo juga mempunyai lima buah sirip yang
terdiri dari sirip pasangan (ganda) yaitu sirip dada (pectoral) dan sirip perut
(ventral) serta sirip tunggal yaitu sirip punggung (dorsal), sirip ekor (caudal) dan
sirip dubur (anal).
Logam Berat Timah Hitam (Pb)
Logam berat merupakan elemen yang memiliki berat atom antara 63,5
sampai 200,6 serta berat jenis yang lebih besar dari 5 (Srivastava dan Majumder
2008). Logam berat merupakan senyawa yang tidak dapat terdegradasi dan
cenderung terakumulasi dalam mahluk hidup serta memiliki sifat toksik dan
karsinogenik (Fu dan Wang 2011). Menurut Khan et al. (2011), keberadaan logam
berat pada lingkungan berasal dari beberapa sumber yaitu unsur-unsur alami dari
kerak bumi dan aktivitas manusia.
Logam memiliki karakter bereaksi sebagai akseptor pasangan elektron
(asam lewis) dan donor pasangan elektron (basa lewis) untuk membentuk
beragam gugus kimia seperti suatu pasangan ion, kompleks logam, senyawa

8

koordinasi dan kompleks donor-akseptor (Connel dan Miller 2006). Berdasarkan
karakteristik inilah logam berat dapat diikat oleh bahan lain yang bisa menjadi
pasangan atau senyawa koordinasi yang sering disebut dengan ligan.
Logam berat timah hitam atau timbal (Pb) merupakan salahsatu logam
berat yang berbahaya bagi mahluk hidup. Logam berat ini merupakan elemen non
esensial yang ditemukan pada konsentrasi yang tinggi di alam akibat kegiatan
manusia, seperti : kegiatan pertambangan (Leston et al. 2010). Sifat berbahaya Pb
pada mahluk hidup antara lain dapat menimbulkan penghambatan sintesis
hemoglobin, disfungsi pada ginjal, sendi dan sistem reproduksi, sistem
kardiovaskular, dan kerusakan akut dan kronis dari sistem saraf pusat (SSP) serta
sistem saraf perifer (PNS). Efek lainnya termasuk kerusakan pada saluran
pencernaan (GIT) dan saluran kemih, gangguan neurologis, serta kerusakan otak
parah dan permanen (Khan et al. 2011).
Timah hitam (Pb) merupakan toksik yang paling signifikan dari logam
berat (Ferner 2001 dalam Khan et al. 2011). Logam Pb yang bersifat toksik
biasanya dalam bentuk Pb2+. Logam berat Pb juga

menyebabkan berbagai

permasalahan termasuk dalam kegiatan perikanan budidaya. Pada berbagai
organisme akuatik air tawar, timbal telah terbukti memiliki efek toksik dengan
sensitivitas terendah 4 µg/l. Ion Pb masuk kedalam tubuh ikan melalui insang
setelah terikat pada lapisan lendir (Ahmed dan Bibi 2010). Tetapi akumulasi
dalam jaringan hewan air tergantung pada konsentrasi paparan dan periode serta
beberapa faktor lain seperti salinitas, suhu, interaksi agen dan aktivitas metabolik
pada jaringan. Selain itu, akumulasi logam berat Pb dalam jaringan ikan
tergantung pada tingkat penyerapan, penyimpanan dan depurasi. Menurut Chen
dan Chen (2001), Serapan dan bioakumulasi logam berat tersimpan dengan baik
di kulit, insang, lambung, otot, usus, hati, otak, ginjal dan organ reproduksi, tetapi
organ target utamanya adalah hati, ginjal dan otot tergantung pada konsentrasi dan
waktu pemaparan. Menurut Seymore (1995) dalam Ahmed dan Bibi (2010), Pb
dimetabolisme melalui jalur metabolik Ca2+. Oleh karena itu Pb terakumulasi
dalam jaringan kerangka. Namun, Pb juga dikenal terakumulasi secara biologis
dalam jaringan ikan lainnya, termasuk kulit dan sisik, insang, mata, hati, ginjal

9

dan otot . Disamping itu ion Pb juga dapat masuk kedalam tubuh ikan bersama
dengan makanan dan air yang akhirnya diserap di usus dan jaringan lainnya.
Toksisitas kronis Pb umumnya sama antara ikan dan mamalia terutama
yang melibatkan disfungsi neurologis dan hematologi (Mager dan Grossel 2011).
Pada ikan, efek sublethal Pb dapat menyebabkan efek orde tinggi, seperti
berkurangnya kemampuan renang. Secara neurologis efek sublethal Pb berpotensi
melibatkan gangguan respon koordinasi sensorik-motorik yang diperlukan untuk
menangkap mangsa dan menghindari predator. Penelitian Olaifa et al. (2003)
menemukan bahwa efek sublethal Pb pada ikan yaitu kehilangan keseimbangan,
pemutihan kulit dan pelemahan ikan.

Kompos
Kompos merupakan bahan organik matang (stabil) yang terbentuk dari
proses

dekomposisi

secara

biokimiawi

melalui

peran

mikroorganisme

(Cooperband 2000). Menurut Insam dan Bertoldi (2007), pengomposan
merupakan proses biodegradasi dari campuran substrat yang dilakukan oleh
komunitas mikroba terdiri dari berbagai populasi dalam kondisi aerobik dan padat
(solid). Proses pengomposan membutuhkan mikroorganisme untuk mengurai
(break down) bahan organik. Pengomposan akan berjalan dengan baik jika
mikroorganisme mendapatkan suplai yang kontinyu

berupa bahan organik

(makanan), air dan oksigen. Menurut Rudnik (2008), proses degradasi bahan
organik menjadi kompos melalui tiga fase yaitu : fase mesofilik, termofilik,
pendinginan (cooling) dan pematangan (maturity). Fase mesofilik adalah fase
dimana kondisi suhu yang terjadi berada pada kisaran antara 20 – 45 oC. Pada fase
termofilik suhu yang berlangsung yaitu 45 – 75oC. Bakteri yang hidup pada fase
ini adalah bakteri termofilik. Setelah fase termofilik ini, bahan organik akan
mengalami penurunan suhu dan kematangan.
Kompos dapat dibuat dari semua bahan organik termasuk dari jenis
tanaman. Selama pengomposan bahan organik akan terurai dan memproduksi
karbondioksida, air, panas dan kompos. Hal ini tunjukan pada reaksi berikut ini
(Rudnik 2008) :
Organic matter + mikroorganisme + O2 (udara) → H2O + CO2+ kompos + panas

10

Kompos diproses oleh mikroorganisme. Oleh karena itu, perlu disediakan
kondisi lingkungan yang sesuai bagi mikroorganisme untuk mendekomposisi
bahan baku organik karena hal tersebut merupakan faktor krusial bagi
keberhasilan pengomposan. Skema untuk menggambarkan proses pengomposan
tersaji pada gambar berikut.

Gambar 2 Skema Proses Pengomposan Secara Aerobik
(Copperband 2000)
Hasil akhir kompos berupa karbon, energi kimia, protein dan air lebih
sedikit daripada bahan baku organik (raw materials). Produk akhirnya memiliki
lebih banyak kandungan humus (humic). Chien et al. (2003) menyatakan humus
mendominasi produk akhir dari kompos. Volume produk akhir kompos sekitar
50% dari bahan baku organiknya (raw materials).
Proses pengomposan selain dilakukan secara aerobik dapat pula dilakukan
secara

anaeorobik

dengan

melibatkan

mikroorganisme

anaerob

sebagai

pendegradasi bahan organik. Pada proses anaerob, keberadaan oksigen tidak ada.
Persamaan biokimia yang terbentuk adalah sebagai berikut (Stoffella dan Kahn
2001) :
Bahan organik+bakteri anaerobik  CO2 +H2O + kompos +energy +H2S +CH4
Perbedaan mendasar hasil sistem pengomposan anaerob dengan aerob adalah
munculnya sulfur (H2S) dan metana (CH4) pada pengomposan anaerob sedangkan
pada pengomposan aeraob tidak terdapat kedua gas tersebut.
Kompos yang sudah matang merupakan tujuan akhir dari proses
pengomposan. Menurut Copperband (2002), Kompos sudah dianggap matang

11

ketika bahan baku mentah tidak lagi aktif membusuk serta secara biologis dan
kimiawi stabil. Kematangan kompos biasanya didefinisikan sebagai tingkat
humification (konversi senyawa organik untuk bahan humic, yang paling tahan
terhadap kerusakan mikroba). Selama proses pengomposan karena kombinasi
transformasi biologis dan kimia, jumlah senyawa organik terfermentasi semakin
menurun sedangkan kandungan relatif dari humic meningkat (Scaglia et al. 2000
dalam Diaz et al. 2007).
Proses pengomposan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Aminah
et al. (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi pengomposan yaitu C/N rasio
dalam bahan baku organik (raw organic material), ukuran bahan yang dikompos,
aerasi, kelembaban, dan suhu. Faktor-faktor tersebut merupakan faktor yang
berkaitan dengan daya dukung bagi kemampuan mikroorganisme dalam
mendegradasi bahan organik. Semakin sesuai faktor yang mempengaruhi maka
semakin cepat proses dalam pengomposan sehingga mencapai tahap kematangan
kompos (maturity).
Kualitas kompos salahsatunya terlihat dari stabilitas dan kematangan
kompos. Menurut Rudnik (2008), Stabilitas dan kematangan adalah istilah yang
sering digunakan untuk mengkarakterisasi kompos. Namun definisi tentang arti
istilah-istilah ini sangat bervariasi. Stabilitas kompos mengacu pada resistensi
bahan organik kompos untuk lebih lanjut didegradasi cepat dan dapat langsung
diukur dengan tingkat respirometric. Kematangan kompos terkait dengan
kesesuaian untuk pertumbuhan tanaman dan kaitannya dengan proses humifikasi.
Ada beberapa parameter yang digunakan dalam menilai kematangan
kompos. Menurut SNI 19-7030-2004, ciri kematangan suatu kompos yaitu : C/N
rasio memiliki nilai 10–20,

suhu sesuai dengan suhu air tanah, berwarna

kehitaman dengan tekstur seperti tanah dan berbau tanah. Simamora dan Salundik
(2006) menyatakan bahwa berdasarkan analisis laboratorium, ciri kompos yang
sudah matang yaitu pH kompos stabil dan berkisar 6,5 – 7,5, C/N rasio sebesar
10 – 20, Kapasitas tukar ion (KTK) tinggi mencapai 110 me/100 gram dan daya
absorpsi air tinggi.

12

Karakteristik Bahan Baku Pengomposan
Beberapa bahan yang dapat dijadikan sebagai bahan baku (raw material)
untuk pengomposan yaitu Daun Gamal (Gliricidia sepium), Daun api-api
(Avicennia sp.) dan batang pisang (Musa sp.). Bahan-bahan ini merupakan bahan
yang berasal dari tumbuhan hijau yang keberadaannya cukup berlimpah. Proses
pengomposan pada bahan-bahan ini relatif singkat karena kandungan C/N
rasionya yang rendah.
Daun gamal dan daun api-api sebagaimana daun tanaman tingkat tinggi
lainnya memiliki dinding sel yang dibuat dari karbohidrat dan protein. Kandungan
karbohidrat pada daun lebih banyak daripada protein. Tiap-tiap tumbuhan
memiliki perbandingan komposisi jumlah karbohidrat dan protein yang berbedabeda. Karbohidrat dan protein inilah yang menentukan tinggi rendahnya C/N rasio
daun. Unsur utama karbohidrat dalam tumbuhan menurut Heldt dan Piechulla
(2011) adalah selulosa. Unsur penting lainnya yaitu hemiselulosa dan pektin.
Protein yang terdapat pada dinding sel daun biasanya dalam bentuk glicoprotein.
Batang pisang (Musa sp.) merupakan salahsatu hasil perkebunan yang
tidak dimanfaatkan. Komponen utama yang terdapat dalam batang pisang ialah
selulosa, hemiselulosa dan lignin. Menurut Li et al. (2010), kandungan utama
yang terdapat pada batang pisang yaitu selulosa 39,12%, holoselulosa (campuran
semua selulosa dan hemiselulosa) 72,71%, pektin 0,27%, lignin (klason lignin 8,8
% dan acid soluble lignin 1,90 %).
Selulosa merupakan polimer tidak bercabang yang terdiri dari molekul Dglukosa yang terhubung satu sama lain dengan β -1,4 glycosidic linkages. Selulosa
berbeda dengan hemiselulosa yang mengandung berbagai jenis polisakarida selain
D-glukosa, seperti: heksosa D-manosa, D-galaktosa, D-fukosa, dan pentosa Dxylosa and L-arabinosa. Sedangkan pektin adalah campuran polimer dari asam
gula seperti asam D-galakturonik yang dihubungkan oleh jaringan α -1,4
glikosidik. Disamping itu pada daun terdapat protein berupa Glikoprotein yang
merupakan protein struktural dari dinding sel dihubungkan oleh ikatan glikosidik.
Struktur kimia lainnya yang sangat sedikit terdapat di daun dan banyak terdapat
pada batang adalah lignin. Lignin merupakan komponen penyusun tumbuhan
yang banyak terdapat pada batang pohon atau tangkai pohon termasuk tandan.
Lignin terbentuk oleh polimerisasi dari phenylpropane derivatif alkohol cumaryl,
alkohol coniferyl, dan alkohol sinapyl, menghasilkan struktur yang sangat padat

13

Humus
Humus merupakan fraksi bahan organik yang resisten dan relatif tahan
terhadap proses biodegradasi dan memiliki warna coklat gelap sampai hitam (Tate
1987). Humus muncul dari degradasi kimia dan biologi bahan organik dari
aktivitas sintetik mikroorganisme. Salahsatu sumber utama dari bahan organik
tanah adalah tumbuhan sehingga proses pengomposan yang berasal dari tumbuhan
dapat menghasilkan humus. Komponen humus dibentuk oleh sebuah proses yang
disebut humifikasi. Humus terdiri atas substansi non humus dan substansi humus
(Tipping 2004). Substansi non humus seperti lipid, asam amino, karbohidrat dan
Substansi humus diantaranya yaitu asam humat, asam fulvat dan humin.
Substansi humus muncul dari degradasi biokimia yang membentuk bahan
yang cenderung terasosiasi kedalam kedalam struktur kimia yang kompleks dan
lebih stabil dibandingkan dengan bahan baku (raw material) (Schnitzer dan Khan
1978). Karakteristik pentingnya yaitu kemampuan untuk membentuk kompleks
yang larut dalam air dan tidak larut dengan ion logam. Substansi humus
mempunyai kontribusi dalam pertukaran anion dan kation, kompleks atau chelate
beberapa ion logam, dan berperan sebagai pH buffer.
Aiken et al. (1985) menyatakan bahwa fraksi utama dari substansi humus
yaitu asam humat, asam fulvat dan humin memiliki kelarutan yang berbeda.
Fraksi substansi ini dibedakan berdasarkan kelarutannya dalam suasana asam
(acid) atau basa (base). Menurut Schnitzer dan Khan (1978), Struktur tiga fraksi
substansi humus terlihat mirip tetapi berbeda dalam berat molekul, analisis pokok,
dan kandungan gugus fungsi. Asam humat terdiri dari campuran aliphatic lemah
(rantai karbon) dan aromatic (cincin karbon) yang tidak larut di air pada kondisi
pH asam tetapi larut pada kondisi pH basa. Substansi ini akan mengendap pada
cairan ketika pH dibawah dua. Asam humat merupakan bahan makromolekul
yang memiliki gugus fungsional seperti –COOH karboksilat, -OH fenolat maupun
–OH alkoholat. Hal ini menyebabkan asam humat memiliki peluang untuk
membentuk kompleks dengan ion logam karena gugus ini dapat mengalami
deprotonisasi pada pH yang relatif tinggi.

14

Gambar 3 Struktur Kimia Asam humat
(Stevenson 1994)
Asam fulvat merupakan campuran dari aliphatic lemah dan bahan organik
aromatik yang larut pada semua kondisi pH (asam, netral dan alkali). Substansi
humus ini memiliki kandungan oksigen dua kali lipat dari asam humat tetapi
rendah karbon dan nitrogen. Asam fulvat memiliki muatan yang banyak
mengandung gugus fungsi oksigen yaitu karboksil (-COOH) dan hidroksil (COH) sehingga jauh lebih reaktif secara kimia. Kapasitas pertukaran asam fulvat
lebih dari dua kali lipat dari asam humat. Kapasitas tukar tinggi karena jumlah
karboksil (-COOH) lebih tinggi.

Gambar 4 Struktur Kimia Asam Fulvat
(Schinitzer dan Khan 1978)

15

Humin fraksi dari susbtansi humus yang tidak larut pada air di beberapa
pH. Humin merupakan substansi yang paling tahan terhadap dekomposisi (lambat
dirombak) dibandingkan substansi humus yang lainnya. Humin juga memiliki
warna yang paling gelap. Humin mirip dengan asam humat. Substansi ini
memiliki lebih sedikit aromatic daripada asam humat tetapi mengandung muatan
polysakarida yang lebih tinggi.
Menurut Stevenson (1982), asam humat, asam fulvat dan humin dapat
dibedakan berdasarkan perbedaan berat molekul, pigmentasi polimer dan
keberadaan grup fungsional seperti : karboksil dan fenolik dengan tingkat
polimerasi (gambar 5).

Gambar 5 Komponen Kimia Substansi Humus (Stevenson 1982)
Berdasarkan Gambar 5 diketahui bahwa berat molekul asam fulvat leb