Hubungan Konsumsi Pangan, Status Kesehatan, Riwayat Pemberian Asi Dan Status Gizi Baduta (Tb/U) Di Desa Balumbang Jaya

HUBUNGAN KONSUMSI PANGAN, STATUS KESEHATAN,
RIWAYAT PEMBERIAN ASI DAN STATUS GIZI BADUTA
(TB/U) DI DESA BALUMBANG JAYA

ADHE FADILLAH PUTRI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Hubungan
Konsumsi Pangan, Status Kesehatan, Riwayat Pemberian ASI dan Status Gizi Baduta
(TB/U) di Desa Balumbang Jaya adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebut dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015

Adhe Fadillah Putri
NIM I14110105

ABSTRAK
ADHE FADILLAH PUTRI. Hubungan Konsumsi Pangan, Status Kesehatan,
Riwayat Pemberian ASI dan Status Gizi Baduta (TB/U) di Desa Balumbang Jaya.
Dibimbing oleh EVY DAMAYANTHI dan NAUFAL MUHARAM NURDIN
Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji hubungan konsumsi pangan,
status kesehatan, riwayat pemberian ASI dan status gizi baduta di Desa
Balumbang Jaya Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor tahun 2015. Desain
penelitian yang digunakan adalah cross sectional study, dengan subjek penelitian
berjumlah 70 orang. Terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan ayah
(p=0.006), pendidikan ibu (p=0.005), riwayat pemberian kolostrum (0.026), tinggi
badan ibu (p=0.003), berat badan lahir (p=0.023), tingkat kecukupan energi
(p=0.012) dengan status gizi baduta (TB/U). Terdapat hubungan yang signifikan
antara pendidikan ayah dengan tingkat kecukupan energi (0.017) dan protein

(p=0.022) pada baduta, pendapatan keluarga dengan tingkat kecukupan energi
(p=0.010) pada baduta, lama sakit dengan tingkat kecukupan energi (p=0.008),
dan protein (p=0.017).
Kata kunci: anak baduta, cross sectional study, konsumsi pangan, riwayat
pemberian ASI, status gizi, status kesehatan.

ABSTRACT
ADHE FADILLAH PUTRI. The Association of Food Consumption, Health
Status, History of Breastfeeding and Nutritional Status of Children Under Two
Years at Balumbang Jaya Village. Supervised by EVY DAMAYANTHI and
NAUFAL MUHARAM NURDIN
The purpose of this study is to examine the relationship of food
consumption, health status, history of breastfeeding and nutritional status of
children under two years in the village of Balumbang Jaya subdistrict, Bogor City
2015. The design was a cross-sectional study with 70 subject. The result showed
there were significant correlation between father’s education level (p=0.006),
mother’s education level (p=0.005), history of giving colostrum (p=0.026),
mother's height (p=0.003), birth weight (p=0.023), the adequacy level of energy
(p=0.012) and nutritional status of children (H/A). There were significant
correlation between father’s education level and energy (p=0.017), protein

adequacy level (p=0.022) of children, family income and energy adequacy level
(p=0.010) of children, duration of disease and energy adequacy level (p=0.008),
protein adequacy level (p=0.017) of children.
Keywords: children under two years, cross sectional study, food consumption,
health status, history of breastfeeding, and nutritional status.

HUBUNGAN KONSUMSI PANGAN, STATUS KESEHATAN,
RIWAYAT PEMBERIAN ASI DAN STATUS GIZI BADUTA
(TB/U) DI DESA BALUMBANG JAYA

ADHE FADILLAH PUTRI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
dari Program Studi Ilmu Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian
dilaksanakan bulan Januari-maret 2015 di Kelurahan Balumbang Jaya, Kecamatan
Bogor Barat dengan judul Hubungan Konsumsi Pangan, Status Kesehatan,
Riwayat Pemberian ASI dan Status Gizi Baduta (TB/U).
Terima kasih penulis ucapkan kepada :
1. Prof Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS dan dr. Naufal Muharam Nurdin
S.Ked yang senantiasa sabar dalam memberikan bimbingan, motivasi,
perhatian dan semangat kepada penulis.
2. Kedua Orang tua, Agus Samsul Bahri dan Helda Rahman. Serta adik
Syahreza Hakim yang telah memberikan doa, semangat, nasihat,
motivasi dan pengorbanan serta kasih sayang kepada penulis.
3. Tagor Syaputra Halomoan Nasution S.Gz yang telah memberikan
motivasi, semangat, perhatian, dan doa kepada penulis.
4. Sahabat-sahabat tercinta Laeli Nur Fitriani, Annisa Khairunika, Caselia

Ajeng, Pradita Chandra, Annisa Kirana Nusanti, Rahma Perdana, Sry
Novi Yanti Sofya, Widya Dewanti, Hanifah Al Khairiyah, Fitriya
Nafsiyah, Cyntia, Dimas Bagus, atas dukungan, semangat dan
kebersamaannya.
5. Teman-teman seperjuangan GM 48 beserta seluruh pihak yang selama
ini telah membantu dan mendukung penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari dalam penulisan karya ilmiah penelitian ini masih jauh
dari sempurna. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
memerlukannya.
Bogor, Agustus 2015
Adhe Fadillah Putri

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR


vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

3

Manfaat Penelitian


3

KERANGKA PEMIKIRAN

6

METODE

6

Desain, Waktu dan Tempat

6

Jumlah dan Cara Pengambilan Data

6

Jenis dan Cara Pengumpulan Data


7

Pengolahan dan Analisis Data

9

Definisi Operasional
HASIL DAN PEMBAHASAN

12
13

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

13

Karakteristik Keluarga

14


Karakteristik Baduta

17

Status Gizi Baduta

18

Karakteristik Ibu

21

Konsumsi Pangan Baduta

22

Status Kesehatan

25


Status Imunisasi

27

Riwayat Pemberian ASI dan MP ASI

27

Praktik Kesehatan dan Sanitasi Ibu

31

Konsumsi Pangan Ibu

32

Hubungan antar Variabel

34


SIMPULAN DAN SARAN

39

Simpulan

39

Saran

39

DAFTAR PUSTAKA

41

LAMPIRAN

46

RIWAYAT HIDUP

61

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

Penarikan contoh penelitian
Jenis dan cara pengumpulan data berdasarkan variabel
Pengkategorian berdasarkan variabel penelitian
Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga
Sebaran contoh berdasarkan karakteristik baduta
Sebaran status gizi anak baduta berdasarkan BB/U
Sebaran status gizi anak baduta berdasarkan TB/U
Sebaran status gizi anak baduta berdasarkan BB/TB
Sebaran contoh berdasarkan karakteristik ibu
Sebaran status gizi ibu berdasarkan IMT
Sebaran baduta berdasarkan rata-rata asupan energi dan zat gizi
baduta
Sebaran baduta berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein
Sebaran baduta berdasarkan tingkat kecukupan vitamin dan mineral
Sebaran contoh berdasarkan kejadian sakit satu bulan terakhir
Sebaran baduta berdasarkan jenis penyakit satu bulan terakhir
Sebaran baduta berdasarkan status imunisasi
Sebaran baduta berdasarkan riwayat pemberian ASI dan MP ASI
Sebaran ibu baduta yang menjawab pertanyaan dengan benar
mengenai praktik kesehatan dan sanitasi ibu
Sebaran ibu baduta menurut kategori praktik kesehatan dan sanitasi
ibu
Rata-rata frekuensi untuk masing-masing kelompok pangan
Hasil analisis hubungan variabel dengan status gizi baduta (TB/U)

7
8
10
14
17
19
19
20
21
22
22
23
24
26
26
27
28
31
31
33
34

DAFTAR GAMBAR
1

Kerangka pemikiran konsumsi pangan, status kesehatan,
riwayat pemberian ASI dan status gizi baduta (TB/U)

5

DAFTAR LAMPIRAN
1

Kuesioner penelitian

46

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Saat ini negara berkembang dihadapkan pada masalah gizi ganda, yaitu
masalah gizi kurang yang berakibat tidak optimalnya pertumbuhan dan
kecerdasan dan masalah gizi lebih yang berakibat timbulnya penyakit degeneratif
(Devi 2010). Global Nutrition Report tahun 2014 menunjukan bahwa tidak satu
dunia pun yang bebas dari permasalahan gizi. Secara global Indonesia termasuk di
dalam 17 negara di dunia yang secara bersama-sama mempunyai tiga masalah gizi
saat ini, yaitu stunting (pendek atau pendek), wasting (kurus dan gizi buruk), dan
overweight (gemuk atau obes) pada balita. Indonesia merupakan Negara terbesar
ke-5 yang berkontribusi terhadap besarnya anak balita stunting di dunia. Indonesia
termasuk dalam 47 negara dari 122 negara yang mempunyai masalah stunting.
Posisi Indonesia, cakupan untuk 3 dari 5 program spesifik (inisiasi menyusui dini,
ASI eksklusif, meneruskan ASI sampai 1 tahun, suplementasi vitamin A untuk
balita) masih lemah.
Berdasarkan Riskesdas tahun 2013 prevalensi berat kurang pada balita
secara nasional adalah 19.6% yang terdiri dari 5.6% gizi buruk dan 13.9% gizi
kurang. Jika dibandingkan dengan angka prevalensi nasional tahun 2010 (17.9%)
terlihat ada peningkatan lagi setelah terjadi penurunan prevalensi dari tahun 2007
(18.4%). Peningkatan terjadi pada prevalensi gizi buruk yaitu dari 4.9% tahun
2010 menjadi 5.6% pada tahun 2013 atau naik sebesar 0.7% dan prevalensi gizi
kurang yaitu dari 13.0% tahun 2010 menjadi 13.9% tahun 2013 atau naik sebesar
0.9%. Stunting/pendek pada balita masih cukup serius, angka nasional 37.2%,
bervariasi dari yang terendah di Kepulauan Riau, DI Yogyakarta, DKI Jakarta,
dan Kalimantan Timur (< 30%) sampai yang tertinggi (> 50%) di Nusa Tenggara
Timur. Jawa Barat memiliki prevalensi stunting sebesar 33.6%. Berdasarkan
Departemen Kesehatan, ambang batas masalah stunting dikatakan masalah
kesehatan masyarakat jika prevalensi lebih dari 20 % (Kemenkes RI 2011).
Prevalensi stunting di Indonesia sangat tinggi, sementara kecepatan
penurunan setiap tahunnya lambat/rendah. Prevalensi nasional menunjukan bahwa
stunting memiliki prevalensi yang paling tinggi diantara masalah gizi lainnya.
Kejadian stunting kurang mendapat perhatian yang serius dibandingkan kejadian
gizi kurang lainnya seperti kasus marasmus atau kwaskhiorkor. Hal ini karena
anak yang bertubuh pendek tidak memiliki gejala yang sangat khas atau tandatanda khusus seperti odem pada kwashiorkor. Stunting menggambarkan keadaan
gizi kurang yang sudah berjalan lama dan memerlukan waktu bagi anak untuk
berkembang serta pulih kembali. Beberapa penelitian memperlihatkan keterkaitan
antara stunting dengan perkembangan motorik dan mental yang buruk dalam usia
kanak-kanak dini, serta prestasi kognitif dan prestasi sekolah yang buruk dalam
usia kanak-kanak lanjut (Gibney 2008). Anak usia di bawah dua tahun merupakan
kelompok yang rentan terhadap kesehatan dan gizi, sehingga membutuhkan
perhatian dan pemantauan secara khusus. Masa dua tahun pertama anak-anak
merupakan masa-masa emas atau disebut juga dengan golden age.

2

Seorang bayi tidak tergantung dari diet ibu selama kehamilan, tetapi
tergantung dari zat gizi yang tersimpan dan ketersediaan protein serta lemak di
dalam jaringan tubuh ibunya. Faktor gizi ibu sebelum dan selama kehamilan
merupakan penyebab tidak langsung yang memberikan kontribusi terhadap
pertumbuhan dan perkembangan janin. Ibu hamil dengan gizi kurang akan
menyebabkan janin mengalami intrauterine growth retardation (IUGR), sehingga
bayi akan lahir dengan kurang gizi, dan mengalami gangguan pertumbuhan dan
perkembangan. Selain itu, beberapa hal yang erat kaitannya terhadap stunting
adalah kejadian BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah), dampak dari kelahiran BBLR
adalah akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya. Dampak
dari IUGR (Intrauterine Growth Restriction) adalah terhambatnya pertumbuhan
yang kemungkinan akan bersifat kronis atau permanen (Robert dan Jennifer
2007). Semuanya itu menentukan komposisi tubuh anak dan oleh karena itu
merefleksikan kondisi gizinya seumur hidup. Barker (2012) menyatakan bahwa
masa kritis 1000 hari pertama kehidupan menentukan kesehatan seseorang dan
sesungguhnya adalah refleksi 100 tahun perjalanan gizi generasi sebelumnya.
Sebaliknya menyelamatkan 1000 hari pertama kehidupan saat ini, pada
hakikatnya adalah investasi untuk menyelamatkan 100 tahun keturunan yang akan
datang. Kekurangan gizi dapat menimbulkan masalah kesehatan yang saling
terkait antar siklus kehidupan dan turun-temurun dari satu generasi ke generasi
berikutnya (Drake dan Walker 2004). Salah satu proses penting dalam pemenuhan
gizi baduta adalah pemberian ASI. ASI adalah makanan yang paling sesuai untuk
bayi karena mengandung zat-zat gizi yang diperlukan oleh bayi untuk tumbuh dan
berkembang. Hasil penelitian Kimberly et al. (2012) menunjukan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif terhadap status gizi
baduta usia 6-24 bulan, dimana ibu yang memberikan ASI eksklusif maka akan
semakin baik status gizi anaknya dan sebaliknya.
Gizi yang baik sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan
anak. Makanan yang dikonsumsi harus mengandung berbagai bahan penting
seperti protein dan lemak untuk pertumbuhan, vitamin untuk membantu anak
melawan penyakit, yodium untuk perkembangan yang sehat bagi otak anak dan
zat besi untuk mencegah anemia (Kemenkes 2010). Pada dasarnya status gizi anak
dapat dipengaruhi oleh faktor langsung dan faktor tidak langsung (UNICEF
1990). Faktor langsung yang berhubungan dengan stunting yaitu berupa asupan
makanan dan status kesehatan. Pola pengasuhan baik pola asuh makan dan pola
asuh kesehatan, lingkungan rumah tangga sebagai faktor tidak langsung, serta
akar masalah yang meliputi wilayah tempat tinggal dan status ekonomi
memberikan hubungan dengan buruknya status gizi anak (Semba dan Bloem
2001). Selanjutnya, status imunisasi pada anak adalah salah satu indikator kontak
dengan pelayanan kesehatan, berdasarkan penelitian Neldawati (2006) status
imunisasi memiliki hubungan signifikan terhadap indeks status gizi TB/U. Faktor
sanitasi dan kebersihan lingkungan berpengaruh untuk kesehatan ibu hamil dan
tumbuh kembang anak, karena anak usia di bawah dua tahun rentan terhadap
berbagai infeksi penyakit. Banyak faktor dapat mempengaruhi pertumbuhan anak.
Konsumsi pangan, status kesehatan, riwayat pemberian ASI, status gizi ibu,
berperan penting dalam pertumbuhan anak. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk
mengkaji hubungan konsumsi pangan, status kesehatan, riwayat pemberian ASI
dan status gizi (TB/U) anak baduta usia 6 sampai dengan 24 bulan.

3

Tujuan
Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengkaji hubungan
konsumsi pangan, status kesehatan, riwayat pemberian ASI dan status gizi baduta
di Kelurahan Balumbang Jaya Kecamatan Bogor tahun 2015.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi karakteristik keluarga, karakteristik baduta, status gizi
baduta, konsumsi pangan baduta, status kesehatan baduta, status imunisasi,
riwayat pemberian ASI, MP ASI dan praktik kesehatan sanitasi ibu.
2. Mengidentifikasi karakterstik ibu dan konsumsi pangan ibu.
3. Menganalisis hubungan antara karakteristik keluarga, riwayat pemberian
ASI, tinggi badan ibu, berat badan lahir, status kesehatan, konsumsi
pangan terhadap status gizi baduta (TB/U).
4. Menganalisis hubungan antara karakteristik keluarga, status kesehatan
dengan konsumsi pangan baduta.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berkaitan
dengan status gizi baduta (TB/U), sehingga dapat melakukan upaya pencegahan
untuk menurunkan prevalensi gizi buruk atau gizi kurang pada baduta. Selain itu,
bagi masyarakat penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi upaya
pencegahan gizi kurang dan gizi buruk pada baduta yang selanjutnya untuk
mencapai status gizi yang baik pada baduta umumnya.

KERANGKA PEMIKIRAN

Usia baduta adalah usia yang merupakan periode kritis dan penting,
namun demikian dalam usia ini juga rawan terjadi gangguan gizi dan gangguan
penyakit. Periode kritis adalah waktu yang tepat bagi seorang individu untuk
memperoleh pengalaman, keterampilan maupun kemampuan (Dariyo 2007).
Dengan demikian penelitian ini mengambil contoh anak usia baduta (6-24 bulan).
Konsumsi pangan merupakan salah satu faktor penting yang
mempengaruhi status gizi. Kurangnya kuantitas konsumsi pangan dalam jangka
waktu yang lama dapat menyebabkan kurangnya asupan energi dan zat gizi dan
menjadikan tingkat kecukupan energi dan zat gizi rendah. Bila hal tersebut terjadi
secara berkelanjutan dapat menyebabkan kekurangan energi dan zat gizi kronis
yang dapat menimbulkan masalah gizi, antara lain stunting. Konsumsi pangan
yang kurang baik akan menurunkan daya tahan tubuh sehingga meningkatkan
morbiditas atau kejadian sakit pada anak.
Faktor genetik merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan fisik anak. Faktor genetik yang salah satunya adalah tinggi badan

4

ibu akan berpengaruh terhadap status gizi (TB/U) anak dan mempengaruhi potensi
biologis anak ketika proses pertumbuhan fisik berlangsung. Sehingga terdapat
dugaan jika ibu memiliki tinggi badan yang pendek maka kemungkinan tinggi
badan anak juga akan termasuk kategori pendek (stunting).
Karakteristik keluarga (besar keluarga, pendapatan, pekerjaan, dan
pendidikan) dan karakteristik baduta merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi konsumsi pangan anak. Karakteristik anak meliputi usia, jenis
kelamin, panjang lahir dan berat lahir. Selain itu, semakin bertambahnya usia anak
semakin banyak pula konsumsi pangan anak karena semakin tingginya kebutuhan
energi dan zat gizi yang harus dipenuhi. Karakteristik anak secara tidak langsung
juga berpengaruh terhadap status gizi, khususnya stunting. Terdapat dugaan
semakin bertambahnya usia anak maka semakin meningkatnya kejadian stunting.
Karakteristik keluarga meliputi usia orang tua, pendidikan orang tua,
pendapatan per kapita keluarga, besar keluarga, dan pekerjaan orang tua.
Pekerjaan orang tua akan mempengaruhi tingkat pendapatan yang diperoleh untuk
memenuhi kebutuhan rumah tangga. Keluarga dengan tingkat pendapatan tinggi
dapat membeli pangan yang lebih beragam dan jumlah yang lebih banyak. Namun
hal tersebut juga ditentukan oleh tingkat pendidikan orang tua. Terdapat dugaan
rendahnya pendidikan, khususnya ibu memiliki peran penting kejadian kurang
gizi pada anak. Pemilihan kombinasi makanan yang kurang tepat, sehingga tidak
mampu memenuhi kebutuhan gizi anak. Selain itu, besar keluarga juga berdampak
pada kecukupan gizi anak. Keluarga dengan keadaan ekonomi kurang, akan lebih
mudah memenuhi kebutuhan pangannya jika yang harus diberi makan jumlahnya
sedikit. Selain itu, karakteristik keluarga, khususnya pada aspek besar keluarga
dan pendapatan juga secara tidak langsung dapat mempengaruhi status gizi anak.
Berdasarkan penjabaran sebelumnya, diduga karakteristik contoh dan karakteristik
keluarga dapat mempengaruhi kuantitas konsumsi pangan anak. Konsumsi pangan
dapat mempengaruhi status gizi tinggi badan menurut umur (TB/U). Selain itu,
status kesehatan dan riwayat pemberian ASI juga dapat mempengaruhi status gizi
(TB/U). Bagan kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 1.

5

Karakterisitik contoh
(Baduta) :
 Usia
 Jenis kelamin

Karakterisitik
Ibu Baduta :
 Usia
 Pendidikan ibu
 Tinggi badan ibu

Konsumsi pangan ibu

Status imunisasi

Pengetahuan gizi ibu
Status kesehatan

Status Gizi (TB/U)
Anak Baduta

Praktik kesehatan
dan sanitasi ibu
 Berat badan
lahir baduta
 Panjang badan
lahir baduta
Karakteristik
Keluarga :
 Besar keluarga
 Pendidikan orang
tua
 Pekerjaan orang
tua
 Pendapatan orang
tua

Konsumsi Pangan
Baduta :
Kuantitas: tingkat
kecukupan energi
dan zat gizi

Riwayat Pemberian
ASI :
 Pemberian ASI
 Pemberian MP ASI
 Status kolostrum
 Lama
pemberian
ASI

Keterangan :

= Variabel yang diteliti
= Variabel yang tidak diteliti
= Hubungan antar variabel yang dianalisis
= Hubungan antar variabel yang tidak dianalisis
Gambar 1 Kerangka pemikiran konsumsi pangan, status kesehatan, riwayat
pemberian ASI dan status gizi baduta (TB/U)

6

METODE PENELITIAN

Desain, Waktu, dan Tempat
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study atau metode
survei yaitu data dikumpulkan pada satu waktu yang tidak berkelanjutan untuk
menggambarkan karakteristik dari subjek dan hubungan antar variabel. Penelitian
dilaksanakan pada bulan januari-maret 2015 di Kelurahan Balumbang Jaya
Kecamatan Bogor.
Jumlah dan Cara Pengambilan Data
Contoh dalam penelitian ini adalah anak yang berusia 6-24 bulan.
Responden penelitian adalah ibu dari contoh yang berada di Kelurahan
Balumbang Jaya. Pengambilan data dilakukan pada 9 posyandu dan dilakukan
secara purposive dengan memperhitungkan kelengkapan data posyandu yang
diperoleh dari Puskesmas Kelurahan Balumbang Jaya dan kemudian disaring
kembali menggunakan kriteria inklusi.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :
1. Anak baduta usia 6-24 bulan yang masih memiliki ibu dan tinggal bersama
ibunya
2. Tinggal di Kelurahan Balumbang Jaya
3. Terdaftar pada posyandu dan masih memiliki kartu menuju sehat (KMS)
4. Ibu bersedia diwawancarai
Contoh minimal didasarkan pada rumus perhitungan Slovin yaitu sebagai
berikut :
n= N/ (1+Nd²)
n= 210/ (1+210 x 0.1²)
n=210/ (3.1)
n= 67.7 ≈ 70 contoh
Keterangan :
n
= ukuran sampel
N
= ukuran populasi baduta di Kelurahan Balumbang Jaya
D
= persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel
yang masih ditafsir atau diinginkan (diambil 10 %).
Dari rumus tersebut didapatkan n (jumlah contoh) sebesar 67.7 ≈ 70
contoh. Dengan demikian banyaknya contoh yang terambil pada masing-masing
posyandu adalah :
ni= (Ni/N) x n

7

Tabel 1 Penarikan contoh penelitian
Posyandu
Posyandu A
Posyandu B
Posyandu C
Posyandu D
Posyandu E
Posyandu F
Posyandu G
Posyandu H
Posyandu I
Total baduta

Jumlah baduta
35
20
15
10
15
25
35
25
30
210

Ni
12
7
5
3
5
8
12
8
10
70

Keterangan :
ni = jumlah contoh yang diambil dari masing-masing posyandu
n = ukuran minimal contoh yang diambil dalam penelitian
N = jumlah baduta di semua posyandu yang diteliti
Ni = jumlah baduta di posyandu i

Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan dan pengukuran
secara langsung dan wawancara dengan alat bantu kuesioner yang telah mendapat
penjelasan dari peneliti. Data primer meliputi sosial ekonomi keluarga (besar
keluarga, pendapatan per kapita, pekerjaan orang tua dan pendidikan orang tua)
karakteristik anak baduta (jenis kelamin, usia, tinggi badan, berat badan lahir,
panjang badan lahir dan status gizi baduta), karakteristik ibu (tinggi badan, usia,
dan status gizi ibu) riwayat pemberian ASI dan MP ASI, praktik kesehatan dan
sanitasi ibu, konsumsi pangan ibu (FFQ), konsumsi baduta dengan recall 2x24
jam, penyakit infeksi, dan status imunisasi.
Pengukuran berat badan baduta diperoleh dengan penimbangan
menggunakan timbangan injak digital yang memiliki ketelitian 0.1 kg. Contoh
diminta berdiri pada timbangan injak. Panjang badan baduta diukur menggunakan
alat pengukur panjang badan. Pengukuran panjang badan harus dilakukan oleh
dua orang. Baduta dibaringkan telentang pada alas yang datar. Kepala baduta
menempel pada pembatas angka 0. Selanjutnya petugas (ibu) memegang kepala
baduta agar tetap menempel pada pembatas angka 0 (pembatas kepala). Petugas 2
menekan lutut baduta agar lurus dengan tangan kiri dan menekan batas kaki ke
telapak kaki dengan tangan kanan serta membaca angka di tepi luar pengukur
(Depkes 2005). Bagi baduta yang tidak bisa diukur menggunakan alat pengukur
panjang badan, maka baduta diukur dengan menggunakan microtoise dengan
ketelitian yang sama. Data pemberian ASI dan MP ASI diperoleh melalui 7
pertanyaan tertutup, yang terdiri atas riwayat pemberian ASI eksklusif atau non
ASI eksklusif, status pemberian kolostrum, alasan tidak diberikan ASI eksklusif,
usia dikenalkan MP ASI dan orang yang paling berperan terhadap pengambilan

8

keputusan memberikan MP ASI. Data FFQ diperoleh dengan wawancara kepada
responden untuk mengetahui konsumsi pangan ibu. Data penyakit baduta disusun
sebelumnya meliputi kejadian sakit dan jenis penyakit dalam 1 bulan terakhir.
Data konsumsi pangan baduta dikumpulkan dari wawancara langsung kepada ibu
baduta dengan metode recall 2x24 jam. Data konsumsi pangan ibu diperoleh
melalui kuesioner food frequency. Selain data primer, penelitian ini juga
menggunakan data sekunder dari kantor kecamatan. Data sekunder meliputi
gambaran umum lokasi penelitian. Secara terperinci dilihat pada Tabel 2.

No

1

2

3

4

5

6

Tabel 2 Jenis dan cara pengumpulan data berdasarkan variabel
Variabel
Cara pengumpulan data
Data yang dikumpulkan





Besar keluarga
Pendidikan orang tua
Pekerjaan orang tua
Pendapatan orang tua






Jumlah anak
Usia baduta
Jenis kelamin
Berat lahir

gizi




Panjang lahir
Berat badan

Karakteristik
ibu






Tinggi badan
Usia
Tinggi badan
Berat badan





Status gizi ibu
Asupan energi
Asupan protein





Asupan vitamin, mineral
Kejadian sakit
Lama sakit




Jenis penyakit
Lengkap





Tidak lengkap
Pemberian ASI eksklusif
Pemberian MP ASI






Pemberian kolostrum
Asupan energi
Asupan protein
Asupan lemak



Asupan karbohidrat

Karakteristik
keluarga

Karakteristik
baduta
Status
baduta

Konsumsi
pangan
baduta
Status
kesehatan
baduta

7

Status
imunisasi

8

Riwayat
pemberian
ASI dan MP
ASI

9

Pola
konsumsi
pangan ibu

Wawancara
menggunakan kuesioner

Wawancara
menggunakan kuesioner

Pengkuran langsung
Wawancara
menggunakan
kuesioner, pengukuran
dan
penimbangan
langsung
Wawancara
menggunakan kuesioner
(Recall 2 x 24 jam)
Wawancara
menggunakan kuesioner
Wawancara
menggunakan kuesioner
Wawancara
menggunakan kuesioner
Wawancara
menggunakan kuesioner
food
frequency
quesioner

9

Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data dimulai dari editing, coding, entry, cleaning dan analisis
data. Proses editing adalah pemeriksaan seluruh isi kuesioner setelah data
terkumpul. Coding adalah pemberian angka atau kode terhadap jawaban-jawaban
pertanyaan dalam kuesioner. Coding dilakukan sebagai panduan entry dan
pengolahan data. Entry adalah memasukan data jawaban kuesioner sesuai kode
masing-masing variabel. Cleaning ini digunakan untuk melakukan pengecekan
terhadap isian data yang tidak sesuai dengan jawaban kuesioner atau jawaban di
luar kewajaran. Cleaning digunakan untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam
memasukan data. Selanjutnya data yang sudah benar kemudian diolah dan
dianalisis menggunakan program komputer Microsoft Excell 2010.
Status gizi baduta yaitu berat badan dan tinggi badan anak dikonversikan ke
dalam bentuk nilai terstandar (z-skor) dengan menggunakan software WHO
Anthro plus. Penilaian praktik kesehatan dan sanitasi ibu dalam penelitian ini
berdasarkan pada kemampuan ibu baduta dalam menjawab pertanyaan yang
diberikan. Penilaian dilakukan dengan cara menjumlahkan skor jawaban dari
setiap pertanyaan dengan kriteria. Penilaian jawaban dengan cara diberi skor,
yaitu skor 1=benar dan skor 0=salah. Pemakaian skor tergantung pernyataan yang
diberikan. Kemudian skor yang diperoleh dibandingkan dengan skor maksimal.
Kategori kurang apabila skor yang diperoleh < 60% dari skor maksimal, kategori
cukup apabila skor yang diperoleh antara 60-80% dari skor maksimal, dan
kategori baik apabila skor yang diperoleh > 80% dari skor maksimal (Khomsan
2000).
Analisis univariat (deskriptif) dilakukan terhadap semua variabel. Analisis
bivariat, yaitu menganalisis keberadaan hubungan yang dilakukan dengan uji
korelasi. Data yang tersebar normal menggunakan uji korelasi Pearson,
sedangkan data yang tidak tersebar normal menggunakan uji korelasi Spearman.
Tingkat konsumsi zat gizi dapat diperoleh dengan rumus (Hardinsyah &
Briawan 1994) :
TKGi = (Ki/AKGi) × 100%)
Keterangan :
TKGi
: tingkat konsumsi zat gizi i
Ki
: konsumsi zat gizi i
AKGi
: kecukupan zat gizi i yang dianjurkan
Kandungan zat gizi dari suatu jenis pangan dihitung dengan rumus
(Hardinsyah dan Briawan 1994) :
Kgij = (Bj/100) × Gij × (BDDj/100)
Keterangan :
KGij
: jumlah zat gizi dari setiap jenis pangan j
Bj
: berat pangan j (gram)
Gij
: kandungan zat gizi I dari pangan j
BDDj
: persen jumlah pangan j yang dapat dimakan
Status gizi balita ditentukan melalui suatu perhitungan statistik dengan
menghitung angka nilai hasil penimbangan dibandingkan dengan angka rata-rata

10

atau median dan standar deviasi dari suatu angka acuan standar WHO. Rumus
yang digunakan untuk mengetahui nilai Z-skor adalah (Supariasa et al.2001):
Z-Skor= Nilai individu subjek – Nilai median baku rujukan / Nilai
simpangan
Tabel 3 Pengkategorian berdasarkan variabel penelitian
No

Variabel

1

Karakteristik Keluarga

Kategori

Sumber

1. Keluarga ( ≤ 4 orang)
Besar keluarga

2. Keluarga sedang (5-7 orang)

Hurlock 1993

3. Keluarga besar ( ≥ 8 orang)
Jumlah anak

1. < 2 anak
2. > 2 anak
1. Dewasa muda ( 20 -29 tahun)

Usia orang tua

2. Dewasa madya (30-49 tahun)

WNPG 2004

3. Dewasa lanjut ( ≥ 50 tahun)
1. Tamat SD atau sederajat
2. Tamat SD atau sederajat
Pendidikan orang tua

3. Tamat SMP atau sederajat

Riskesdas
2013

4. Tamat SMA atau sederajat
5. Tamat PT (Perguruan Tinggi)
1. Buruh tani
2. Buruh non tani
Pekerjaan orang tua

3. PNS/POLRI
4. Pegawai swasta
5. Dagang/ wiraswasta
6. Lainnya

Pendapatan Keluarga

1. < 312 328 (miskin)

BPS 2014

2. >312 328 (tidak miskin)
2

Karakteristik Baduta
Jenis kelamin

1. Laki-laki
2. Perempuan

Usia baduta

1. 6-11 bulan
2. 12-24 bulan

Berat badan lahir

Riskesdas
2010

Rendah ( ≤ 2500 gram)
Normal ( >2500 gram)

Panjang badan lahir
3

< 48 cm
≥ 48 cm

Riskesdas
2010

Status Gizi Baduta
1. Gizi buruk ( z-score +2)

WHO 2007

11

Tabel 3 Pengkategorian berdasarkan variabel penelitian (lanjutan)
No

Variabel

3

Status Gizi Baduta

Kategori

Sumber

1. Stunting ( z-score < -2)
TB/U

2.Normal ( z-score ≥ 2)
1. Sangat kurus ( z-score +2)

4

Karakteristik ibu
1. Pendek ( TB< 150 cm)
Tinggi badan ibu

2. Normal (TB> 150 cm)

(Zottarelli et al.
2007)

1. Dewasa muda (20-29 tahun)
Usia ibu

2. Dewasa madya (30-49 tahun)
3. Dewasa lanjut (≥ 50 tahun)

5

Status kesehatan baduta
Kejadian sakit

1. Sakit
2. Tidak sakit

Lama sakit

1. Lama
2. Singkat

6

Kelengkapan imunisasi dasar

1. Lengkap
2. Tidak lengkap

7

(Untoro et al.
2005)
(Pore et al.
2010)

Riwayat pemberian ASI dan MP ASI
1. ASI eksklusif
Pemberian ASI eksklusif

2. Non ASI eksklusif

(Seid et al.
2013)

1. Ya
Status pemberian kolostrum

2. Tidak
1. Ya

Status menyusui saat ini
8

Praktik kesehatan dan sanitasi
ibu

2. Tidak
1. Kurang (< 60%)
2. Cukup ( 60-80%)

Khomsan 2000

3. Baik (> 80%)
9

10

Tingkat konsumsi vitamin dan
mineral

Tingkat konsumsi energi dan
protein

1. Defisit (TK < 77%)
2. Cukup (TK ≥ 77 %)

Gibson 2005

1. Defisit tingkat berat ( 2 anak
Tingkat Pendidikan Ayah
Tamat SD
Tamat SLTP/MTS
Tamat SLTA/MA
Perguruan Tinggi
Tingkat Pendidikan Ibu
Tamat SD
Tamat SLTP/MTS

n

%

36
34

51.4
48.6

26
44

37.1
62.9

11
20
31
8

15.7
28.6
44.3
11.4

21
24

30
34.3

15

Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga (lanjutan)
Karakteristik Keluarga
Tamat SLTA/MA
Perguruan Tinggi
Pekerjaan Ayah
Buruh non tani
PNS/TNI/Polri
Pegawai Swasta
Dagang/Wiraswasta
Lainnya
Pekerjaan Ibu
Tidak bekerja
Buruh non tani
PNS/TNI/Polri
Pegawai Swasta
Dagang/Wiraswasta
Pendapatan per Kapita (Rp/bulan)
Miskin (< 312 328)
Tidak miskin (> 312 328)
Total

n
22
3

%
31.4
4.3

24
5
17
16
8

34.3
7.1
24.3
22.9
11.4

65
1
1
2
1

92.9
1.4
1.4
2.9
1.4

14
56

20
80

70

100

Pendidikan Orang Tua
Berdasarkan Tabel 4 presentase terbesar tingkat pendidikan ayah berada
pada tingkat SLTA/MA 44.3%. Sementara itu, terdapat 15.7% ayah yang
menempuh pendidikan tingkat sekolah dasar dan hanya sebagian kecil 11.4%
ayah yang menempuh pendidikan hingga perguruan tinggi. Hal ini diduga
berhubungan dengan status sosial ekonomi keluarga. Keluarga dengan status
sosial ekonomi tinggi cenderung akan diimbangi dengan tingkat pendidikan yang
tinggi, sebaliknya keluarga dengan status sosial ekonomi rendah akan
mendapatkan pendidikan yang rendah.
Presentase terbesar tingkat pendidikan ibu baduta berada pada tingkat
SLTP/MTS 34.3%. Presentase ibu baduta yang tamat SD lebih tinggi
dibandingkan dengan ayah yaitu sebesar 30% dua kali diatas presentase tamat SD
pada ayah baduta 15.7% dan hanya 4.3% ibu baduta yang menempuh pendidikan
hingga perguruan tinggi. Secara umum, presentase tingkat pendidikan ayah baduta
lebih baik dibandingkan dengan tingkat pendidikan ibu. Hal ini dapat dilihat pada
besarnya jumlah ayah yang jenjang pendidikannya sampai pada tingkat
SLTA/MA, sedangkan tingkat pendidikan ibu baduta sebagian besar hanya pada
tingkat sekolah dasar.
Pekerjaan Orang Tua
Berdasarkan pada Tabel 4, presentase terbesar jenis pekerjaan ayah pada
penelitian ini adalah sebagai burun non-tani (34.3%) sebagian besar bekerja
sebagai buruh bangunan/buruh proyek. Sementara itu, presentase terkecil jenis
pekerjaan ayah adalah pada kategori PNS (7.1%). Jenis pekerjaan lain-lain

16

menunjukan hasil sebesar 11.4%, kategori lain-lain ini terdiri dari pekerjaan
bidang pariwisata, imam masjid, satpam dan dealer motor.
Presentase terbesar jenis pekerjaan ibu baduta berada pada kategori tidak
bekerja atau ibu rumah tangga (92.9%). Sementara itu ibu yang bekerja untuk
mendapatkan penghasilan hanya dalam jumlah kecil. Sebagian kecil ibu bekerja
sebagai buruh non tani (1.4%), PNS (1.4%), pegawai swasta (2.9%),
pedagang/wiraswasta (1.4%). Besarnya prevalensi ibu baduta yang tidak bekerja
diduga karena rendahnya pendidikan ibu yang disebabkan oleh keterbatasan
ekonomi keluarga, sehingga menjadi faktor penyebab ibu tidak melanjutkan
pendidikan hingga ke jenjang yang lebih tinggi. Peranan ibu rumah tangga dalam
usaha perbaikan gizi keluarga sangatlah penting. Peran ibu di dalam keluarga di
antaranya sebagai pengasuh anak dan pengatur konsumsi pangan anggota
keluarga. Menurut Santrock (2007) bekerja dapat menghasilkan pengaruh yang
positif dan negatif pada pengasuhan dan status kesehatan bayi. Pengaruh positif
dari ibu yang bekerja yaitu perasaan sejahtera karena bekerja dapat menghasilkan
kualitas pengasuhan yang lebih positif dan akan memperbaiki status gizi pada
bayi. Pengaruh negatif dari ibu yang bekerja adalah dapat menimbulkan perasaan
stres dari bekerja yang dapat membahayakan pengasuhan dan status gizi pada
bayi.
Pendapatan Keluarga
Hasil penelitian menunjukan secara keseluruhan rata-rata pendapatan per
kapita keluarga sebesar Rp 544 762±268 720. Pendapatan terkecil pada penelitian
ini adalah sebesar Rp 50 000 per kapita/bulan, sedangkan pendapatan keluarga
terbesar Rp 1 333 333 per kapita/bulan. Keluarga yang termasuk ke dalam
kategori keluarga tidak miskin adalah sebanyak 80%, sedangkan keluarga yang
tergolong ke dalam keluarga miskin adalah sebanyak 20%. Kategori tingkat
pendapatan keluarga dibuat berdasarkan garis kemiskinan Jawa Barat (BPS 2014).
Menurut Suwarman (2003), pendapatan yang diukur oleh seseorang
biasanya bukan hanya pendapatan yang diterima oleh individu, melainkan
pendapatan yang diterima oleh seluruh anggota keluarga. Pendapatan per kapita
keluarga adalah total pendapatan dalam keluarga dibagi dengan jumlah anggota
keluarga. Berdasarkan Badan Pusat Statistik 2014, sebuah keluarga di Provinsi
Jawa Barat digolongkan dalam keluarga miskin jika pendapatan per kapita per
bulan di bawah Rp 312 328. Tingkat pendapatan akan mencerminkan kemampuan
untuk membeli bahan pangan. Semakin tinggi pendapatan akan semakin tinggi
daya beli keluarga terhadap pangan, sehingga akan membawa pengaruh terhadap
beragam dan banyaknya pangan yang akan dikonsumsi dan akhirnya berdampak
positif terhadap status gizi (Soekirman 2000). Menurut Nicholson et al. (2012),
perkembangan kesehatan anak dipengaruhi oleh pendapatan keluarga, semakin
tinggi pendapatan keluarga akan mempengaruhi keluarga dalam membeli dan
mengkonsumsi beragam jenis pangan.

17

Karakteristik Baduta
Jenis Kelamin
Salah satu karakteristik baduta yang diteliti adalah karakteristik baduta
berdasarkan jenis kelamin. Perbedaan proporsi laki-laki dan perempuan secara
keseluruhan tidak jauh berbeda. Lebih dari separuh contoh (52.9%) adalah lakilaki sedangkan sisanya (47.1%) adalah perempuan. Sebaran baduta berdasarkan
jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik baduta
Karakteristik Baduta
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total
Usia
6-11 / < 12 bulan
12-24 bulan
Total
Berat Badan Lahir
Rendah (≤ 2500 g)
Normal (> 2500 g)
Total
Panjang Badan Lahir
Stunting (< 48 cm)
Normal (≥ 48 cm)
Total

n

%

37
33
70

52.9
47.1
100

36
34
70

51.4
48.6
100

10
60
70

14.3
85.7
100

11
59
70

15.7
84.3
100

Umur Baduta
Sebagian besar baduta berada pada golongan umur 6-11 bulan (51.4%)
dan 12-24 bulan (48.6%). Secara keseluruhan proporsi umur anak tersebar hampir
merata. Rata-rata umur anak adalah 12.6±5.5 bulan. Usia baduta merupakan
periode paling kritis dalam pertumbuhan dan perkembangan motorik anak.
Pertumbuhan anak secara pesat terutama terjadi pada masa bayi, yaitu pada tahun
pertama kehidupan.
Berat Badan Lahir
Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar baduta (85.7%)
memiliki riwayat berat badan lahir normal dan jumlah BBLR dalam penelitian ini
hanya ditemukan sebesar (14.3%) yaitu berat badan lahir < 2500g. Hasil ini sudah
di atas angka prevalensi nasional yaitu 85.0% proporsi balita yang memiliki berat
badan lahir normal (Riskesdas 2013). Rata-rata berat badan lahir baduta adalah
3329±567g sebagian besar berada pada kategori normal. Namun, pada penelitian
ini masih terdapat baduta yang memiliki berat badan lahir rendah. Hal tersebut
dikarenakan anak yang memiliki berat badan lahir rendah termasuk pada keluarga
dengan pendapatan yang rendah atau berada pada kategori miskin, status

18

kesehatan yang kurang baik dalam satu bulan terakhir dan memiliki ibu yang
pendek. Menurut Joshi et al. (2012), faktor utama yang sangat berpengaruh
terhadap kejadian BBLR adalah pendidikan ibu, tinggi badan ibu, usia saat
melahirkan, interval pendek antara kehamilan, kurang memadai perawatan
pemeriksaan kehamilan, dan pendapatan per kapita keluarga. Penelitian Singh et
al. (2005) di AS, melaporkan bahwa IMT sebelum hamil < 20, pemeriksaan
kehamilan < 3 kali, pre eklampsia dan riwayat kehamilan yang buruk merupakan
faktor maternal yang signifikan menyebabkan BBLR. Prevalensi yang tinggi pada
bayi dengan berat badan lahir normal di dalam penelitian ini diduga karena
berbagai faktor, yaitu mudahnya akses terhadap sarana kesehatan, seperti bidan
dan rumah sakit, usia ibu saat melahirkan > 20 tahun dan pendapatan per kapita
dimana sebagian besar (80%) keluarga tergolong dalam keluarga tidak miskin.
Masalah kekurangan nutrisi sejak seribu pertama kehidupan jika dijabarkan dalam
sebuah siklus adalah kurang gizi pada pra-hamil dan hamil akan berdampak pada
lahirnya anak yang BBLR, anak BBLR jika tidak tercukupi nutrisinya maka akan
mengalami sejumlah gangguan pertumbuhan. Jika anak tersebut seorang wanita,
maka di kemudian hari ia akan tumbuh menjadi remaja yang kurang menurut
berat badan dan tinggi badanya. Kelak jika anak tersebut hamil maka ia
berpeluang untuk melahirkan anak yang BBLR kembali. Malnutrisi pada masa
kehamilan jika tidak ditangani secara baik selain beresiko terhadap lahirnya bayi
yang BBLR juga dapat berdampak pada melemahnya fisik dan membahayakan
bahkan dapat mengancam janin.
Panjang Badan Lahir
Sebagian besar panjang badan (PB) lahir contoh berada pada kategori
normal (84.3%). Baduta dengan panjang badan lahir tidak normal hanya sebesar
(15.7%). Rata-rata PB lahir contoh adalah 48.75±4.92 cm. Presentase ukuran
panjang badan lahir yang sudah baik pada penelitian ini diduga karena sebagian
besar ibu memiliki status gizi yang baik. Ruchayati (2012) menyebutkan bahwa
panjang badan lahir juga dipengaruhi oleh status gizi ibu saat hamil yang dapat
dilihat dari kadar hemoglobin, lingkar lengan atas, dan pertambahan berat badan
ibu.

Status Gizi Baduta
Pengukuran status gizi anak baduta umunya menggunakan indeks BB/U,
TB/U, dan BB/TB. Pemantauan status gizi anak baduta menggunakan baku WHO
antro dan dihitung berdasarkan skor simpangan baku (Z-skor).
Berat Badan Menurut Umur
Hasil penelitian menunjukan bahwa proporsi anak laki-laki dan perempuan
masing-masing memiliki status gizi baik 83.8% dan 81.1%. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Hurlock (1980) bahwa perbedaan jenis kelamin tidak menonjol dalam
peningkatan tinggi dan berat badan anak sehingga perbedaan jenis kelamin juga
dimungkinkan tidak menonjol dalam status gizi anak yang menggunakan
indikator berat badan dan juga tinggi badan. Namun masih terdapat sebagian kecil
anak laki-laki dan perempuan yang memiliki status gizi kurang dengan presentase

19

masing-masing 10.8% anak laki-laki dan 9.1% anak perempuan. Tabel 6
menyajikan prevalensi berat-kurang (underweight) dengan angka dibawah
prevalensi nasional yaitu 13.9% gizi kurang (Riskesdas 2013). Prevalensi gizi
kurang pada penelitian ini dapat diartikan belum menunjukan kasus yang serius.
Masalah kesehatan masyarakat dianggap serius bila prevalensi gizi buruk-kurang
antara 20.0-29.0% dan dianggap prevalensi sangat tinggi bila ≥ 30% (WHO
2010). Tidak ada contoh dalam penelitian ini yang mengalami gizi buruk. Sebaran
status gizi anak baduta berdasarkan indeks BB/U dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Sebaran status gizi anak baduta berdasarkan indeks BB/U
Status gizi BB/U
Gizi buruk
Gizi kurang
Gizi baik
Gizi lebih
Total
Rata-rata ± SD

Laki-laki

Perempuan

Total

n
%
0
0
4
10.8
31
83.8
2
8.1
37
100
-0.46±1.48

n
%
0
0
3
9.1
27
81.8
3
9.1
33
100
-0.45±1.44

n
%
0
0
7
10
58
82.9
5
7.1
70
100
-0.46±1.46

Status gizi berat badan menurut umur (BB/U) menggambarkan massa
tubuh yang relatif terhadap umur. Rendahnya nilai status gizi berat badan menurut
umur (BB/U) menggambarkan ringannya berat tubuh seseorang dan
menggambarkan patologis kekurusan seseorang akibat ketidakseimbangan berat
badan dengan umur seseorang atau hilangnya berat badan seseorang (Gibson
2005).
Tinggi badan Menurut Umur
Hasil penelitian yang disajikan pada Tabel 7 menunjukan bahwa baduta
yang memiliki status gizi normal jumlahnya lebih tinggi pada laki-laki (91.9%)
dibandingkan perempuan (78.8%).
Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan status gizi TB/U baduta
Status Gizi (TB/U)
Normal
Stunting
Total
Rata-rata±SD

Laki-laki
n
%
34
91.9
3
8.1
37
100.0
-0.05±1.78

Perempuan
n
%
26
78.8
7
21.2
33
100.0
-0.08±1.74

Total
n
%
60
85.7
10
14.3
70
100.0
-0.05±1.78

Hasil menunjukan bahwa terdapat kecenderungan nilai z-skor TB/U pada
contoh laki-laki yang stunting lebih rendah (8.1%) daripada contoh perempuan
(21.2%). Hal tersebut sejalan dengan penelitian Arifin (2014) bahwa contoh lakilaki stunting lebih rendah dibandingkan dengan contoh perempuan. Anak yang
stunting pada penelitian ini diduga karena anak tersebut termasuk dalam keluarga
miskin, status kesehatan yang buruk pada satu bulan terakhir, tingkat kecukupan
energi dan zat gizi yang berada pada kategori defisit dan anak yang stunting

20

tersebut memiliki ibu yang pendek yang artinya ibu yang pendek sangat
berpengaruh tehadap status gizi TB/U.
Status gizi tinggi badan menurut umur (TB/U) mengukur pertumbuhan
linear seorang anak sehingga dapat menggambarkan nilai status gizi masa lampau
anak a