Hubungan Perilaku Konsumsi Makanan dengan Status Gizi PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat Tahun 2015

(1)

HUBUNGAN PERILAKU KONSUMSI MAKANAN DENGAN STATUS GIZI PNS BAPPEDA KABUPATEN LANGKAT TAHUN 2015

SKRIPSI

Oleh:

NIA SYLVIANA JUNAZ NIM: 111000256

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

HUBUNGAN PERILAKU KONSUMSI MAKANAN DENGAN STATUS GIZI PNS BAPPEDA KABUPATEN LANGKAT TAHUN 2015

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

NIA SYLVIANA JUNAZ NIM: 111000256

Oleh:

ATHIRA DEMITRI NIM: 111 000 078

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(3)

PERNYATAAN

HUBUNGAN PERILAKU KONSUMSI MAKANAN DENGAN STATUS GIZI PNS BAPPEDA KABUPATEN LANGKAT TAHUN 2015

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2015

Nia Sylviana Junaz 111000256


(4)

(5)

ABSTRAK

Perilaku konsumsi makanan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi status gizi. Perilaku konsumsi makanan yang salah dan aktivitas fisik yang kurang menyebabkan metabolisme tubuh terganggu sehingga dapat menyebabkan status gizi menjadi tidak baik. Konsumsi makanan pada orang dewasa yang bekerja harus disesuaikan dengan kebutuhan tubuh dan jenis pekerjaannya. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan perilaku konsumsi makanan dengan status gizi PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat Tahun 2015.

Jenis penelitian ini bersifat analitik dengan desain crosssectional. Populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 46 orang. Sampel yang diambil sebanyak 46 orang dengan teknik total sampling. Pengetahuan dan sikap gizi seimbang PNS dilihat menggunakan kuesioner, sedangkan susunan makanan, frekuensi makanan, dan kuantitas asupan karbohidrat, protein dan lemak dilihat menggunakan formulir recall 24 jam dan food frequency. Sedangkan untuk melihat hubungan antara perilaku konsumsi makanan dengan status gizi PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat digunakan uji korelasi Pearson dengan tingkat kepercayaan sebesar 95%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, PNS BAPPEDA memiliki pengetahuan dan sikap gizi seimbang dalam kategori sedang, masing-masing yaitu sebanyak 58,7% dan 50,0%. Konsumsi makanan berdasarkan susunan makanan berada dalam kategori tidak lengkap yaitu sebanyak 76,1%. Frekuensi rata-rata konsumsi sayuran dan buah-buahan tergolong jarang, masing-masing yaitu sebanyak 59,6% dan 69,0%. Kuantitas asupan karbohidrat, protein dan lemak yang dikonsumsi PNS BAPPEDA tergolong lebih, masing-masing yaitu sebanyak 58,7%, 56,5% dan 50,0%. Hasil uji korelasi Pearson didapatkan ada hubungan antara pengetahuan gizi seimbang dengan sikap (p=0,047), konsumsi makanan (susunan makanan, kuantitas asupan karbohidrat, protein dan lemak) dengan status gizi, masing-masing dengan (p=0,043, p=0,045, p=0,004 dan p=0,001).

Berdasarkan hasil penelitian disarankan kepada PNS agar memperbanyak konsumsi buah dan sayuran guna menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh.


(6)

ABSTRACT

Food consumption behaviour is the factor which affect nutritional status. Bad food consumption behaviour and less physical activity causes disturbed body metabolism so that can cause nutritional status becomes unfavorable. Food consumption in working adults should be adjusted with bodi’s to determine requirement and employment. The purpose of this research was the correlation between food consumption behaviour with nutritional status of civil servants in the BAPPEDA Langkat District.

Types of this research was analytic by cross sectional design. Population of this research was 46 people The samples taken as many as 46 people by total sampling methods. Knowledge and balanced nutrition attitude of civil servants indicated by using questionnaires, while food arrangements, food frequency and quantity of carbohydrate, protein and fat intake indicated by using 24 hour recall

and food frequency’s form. While, to see the correlation between food

consumption behaviour with nutritional status of civil servants in the BAPPEDA Langkat District was used Pearson correlation test with confidence level as many as 95%.

The result of research showed that civil servants in the BAPPEDA Langkat District have knowledge and balanced nutrition attitude was in moderate category, each of whices was 58,7% and 50,0%. Food consumption based on food arrangements was incomplete category as many as 76,1%. Frequency of vegetables and fruits average consumption was rarely, each of whices was 59,6% and 69,0%. The quantity of carbohydrate, protein and fat intake that consumed by civil servants in the BAPPEDA Langkat District was over, each of whices was 58,7%, 56,5% and 50,0%. The result of Pearson correlation test indicates that there was correlation between knowledge balanced nutrition with attitude (p=0,047), food consumption (food arrangements, quantity of carbohydrate, protein and fat ) with nutritional status, each of whices was (p=0,043, p=0,045, p=0,004 and p=0,001).

Based on the result of research suggested to civil servants in order to increase consumption of fruits and vegetable for stay fitness and healthy.

Key words : food consumption behaviour, nutritional status, civil servant


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Perilaku Konsumsi Makanan dengan Status Gizi PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat Tahun 2015”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar sarjana yaitu Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan para wakil dekan.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si selaku Ketua Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara juga selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu dalam membimbing serta memberikan saran dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Ibu Dra. Jumirah, Apt., M. Kes selaku Dosen Pembimbing I yang selalu meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan saran dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Ibu dr. Rusmalawati, M.Kes selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah membimbing penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(8)

5. Bapak Marihot Oloan Samosir, ST, selaku staf Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat yang telah meluangkan waktu di tengah kesibukannya untuk membantu penulis dalam memberi informasi apapun yang penulis butuhkan. 6. Seluruh dosen beserta staf Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara.

7. Kepala Kantor BAPPEDA Kabupaten Langkat Drs. H. Astaman yang telah memberikan izin kepada penulis dalam hal melakukan survei pendahuluan, penelitian serta memberikan informasi terkait dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Para pegawai negeri sipil BAPPEDA Kabupaten Langkat yang telah meluangkan waktunya untuk membantu penulis dalam penelitian ini.

9. Ir. Junaidi dan Aziah SK selaku orang tua penulis yang senantiasa selalu memberikan kasih sayang, doa, serta motivasi yang teramat luar biasa kepada penulis dalam hal apapun terutama dalam penyelesaian skripsi ini. 10. Sahabat terbaik sedari dulu hingga sekarang Fattia Ramadhani, Retno

Aryaningrum, Siti Widya Nazhrah, Desy Rahayu Ardhani, Mico Mio, Ahmad Ikhwanul Khair, Oddy Prayangga yang senantiasa memberikan dukungan, masukan dan doa selama ini.

11. Sahabat terkasih selama perkuliahan di FKM Sheyna Zein Lubis, Ervina Fedelia Manik, Asih Monica Putri, Chelsea Andini M atas dukungan, tempat berbagi disaat suka dan duka serta doa yang telah diberikan selama ini.


(9)

12. Teman terkasih dan seperjuangan saat PBL Serani Simare Mare, Agustia Rizky Amelia, Marnaek Irfan A, Irma Taruli S, Marissa Nasution, Flora Sitorus, serta teman seperjuangan saat LKP Athira Demitri dan Sa‟adah Hanim P atas dukungan dan doa yang telah diberikan selama ini.

13. Teman-teman seperjuangan di peminatan gizi kesehatan masyarakat, terima kasih atas dukungan dan doanya selama ini.

14. Untuk semua pihak yang banyak membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, terima kasih banyak untuk dukungan dan doa yang diberikan.

Penulis menyadari masih banyak kesalahan dan kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Oktober 2015


(10)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

HALAMAN PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

RIWAYAT HIDUP ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1 Tujuan Umum ... 5

1.3.2 Tujuan Khusus... 5

1.4 Hipotesis ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Status Gizi Orang Dewasa ... 7

2.2 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Orang Dewasa... 8

2.3 Perilaku Konsumsi Makanan Orang Dewasa ... 11

2.4 Hubungan Perilaku Konsumsi Makanan dengan Status Gizi Orang Dewasa ... 13

2.5 Konsep Dasar Gizi Seimbang Orang Dewasa ... 20

2.6 Kebutuhan Gizi Orang Dewasa ... 23

2.7 Penilaian Status Gizi Orang Dewasa ... 27

2.8 Kerangka Konsep ... 29

BAB III METODE PENELITIAN ... 30

3.1 Jenis Penelitian ... 30

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30

3.3 Populasi dan Sampel ... 30

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 31

3.5 Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional... 31

3.6 Aspek Pengukuran ... 32

3.7 Metode Analisis Data ... 36

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 37


(11)

4.2 Karakteristik PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat ... 37

4.3 Pengetahuan Gizi Seimbang PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat ... 38

4.4 Sikap PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat ... 39

4.5 Konsumsi Makanan PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat ... 40

4.5.1 Konsumsi Makanan Berdasarkan Susunan Makanan dan Frekuensi Makanan ... 40

4.5.2 Asupan Karbohidrat ... 43

4.5.3 Asupan Protein ... 44

4.5.4 Asupan Lemak... 44

4.6 Status Gizi PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat ... 45

4.7 Hubungan Perilaku Konsumsi Makanan dengan Status Gizi PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat Tahun 2015 ... 46

4.7.1 Hubungan Pengetahuan Gizi Seimbang dengan Sikap PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat... 46

4.7.2 Hubungan Sikap dengan Konsumsi Makanan pada PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat... 47

4.7.3 Hubungan Konsumsi Makanan dengan Status Gizi PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat ... 49

BAB V HASIL PEMBAHASAN ... 52

5.1 Pengetahuan Gizi Seimbang dan Sikap pada PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat Tahun 2015 ... 52

5.2 Konsumsi Makanan Berdasarkan Susunan Makanan dan Frekuensi Makanan pada PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat Tahun 2015 ... 53

5.3 Konsumsi Makanan Berdasarkan Kuantitas Karbohidrat, Protein dan Lemak pada PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat Tahun 2015 .... 58

5.4 Status Gizi pada PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat Tahun 2015 ... 60

5.5 Hubungan Perilaku Konsumsi Makanan dengan Status Gizi Pada PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat Tahun 2015 ... 61

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 68

6.1 Kesimpulan ... 68

6.2 Saran ... 68


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Angka Kecukupan Gizi per orang per hari umur 30-64 tahun ... 26 Tabel 2.2 Kategori Ambang Batas IMT untuk orang Indonesia ... 28 Tabel 4.1 Distribusi Berdasarkan Karakteristik Responden pada PNS

BAPPEDA Kabupaten Langkat Tahun 2015 ... 38 Tabel 4.2 Distribusi Responden Menurut Pengetahuan Gizi Seimbang

Pada PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat Tahun 2015 ... 39 Tabel 4.3 Distribusi Responden Menurut Sikap pada PNS BAPPEDA

Kabupaten Langkat Tahun 2015 ... 39 Tabel 4.4 Konsumsi Makanan Berdasarkan Susunan Makanan pada

PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat Tahun 2015 ... 40 Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Bahan Makanan Pokok yang

dikonsumsi PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat

Tahun 2015 ... 40 Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Lauk Pauk yang dikonsumsi

PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat Tahun 2015 ... 41 Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Sayuran yang dikonsumsi

PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat Tahun 2015 ... 41 Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Buah-Buahan yang

dikonsumsi PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat Tahun 2015 ... 42 Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Makanan dan Minuman lain

yang dkonsumsi PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat Tahun

2015 ... 43 Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Asupan Karbohidrat pada

PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat Tahun 2015 ... 43 Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Asupan Protein pada PNS

BAPPEDA Kabupaten Langkat Tahun 2015 ... 44 Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Asupan Lemak pada PNS

BAPPEDA Kabupaten Langkat Tahun 2015 ... 45 Tabel 4.13 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Status Gizi pada PNS

BAPPEDA Kabupaten Langkat Tahun 2015 ... 45 Tabel 4.14 Distribusi Sikap Berdasarkan Pengetahuan Gizi Seimbang

pada PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat Tahun 2015 ... 46 Tabel 4.15 Distribusi Susunan Makanan Berdasarkan Sikap pada PNS

BAPPEDA Kabupaten Langkat Tahun 2015 ... 47 Tabel 4.16 Distribusi Asupan Karbohidrat Berdasarkan Sikap pada PNS

BAPPEDA Kabupaten Langkat Tahun 2015 ... 47 Tabel 4.17 Distribusi Asupan Protein Berdasarkan Sikap pada PNS

BAPPEDA Kabupaten Langkat ... 48 Tabel 4.18 Distribusi Asupan Lemak Berdasarkan Sikap pada PNS

BAPPEDA Kabupaten Langkat ... 48 Tabel 4.19 Distribusi Susunan Makanan Berdasarkan Status Gizi pada

PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat ... 49 Tabel 4.20 Distribusi Asupan Karbohidrat Berdasarkan Status Gizi pada


(13)

PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat ... 49 Tabel 4.21 Distribusi Asupan Protein Berdasarkan Status Gizi pada PNS

BAPPEDA Kabupaten Langkat ... 50 Tabel 4.22 Distribusi Asupan Lemak Berdasarkan Status Gizi pada PNS


(14)

DAFTAR GAMBAR


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian ... 74 Lampiran 2. Formulir Food Recall 24 Jam ... 77 Lampiran 3. Formulir Food Frequency ... 78 Lampiran 4. Master Data Tabel Hasil Pengumpulan Data PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat Tahun 2015 ... 79 Lampiran 5. Surat Survei Pendahuluan ... 82 Lampiran 6. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat

USU ... 83 Lampiran 7. Surat Peminjaman Alat Lab (food model) ... 84 Lampiran 8. Surat Keterangan Selesai Penelitian dari Kantor BAPPEDA Kabupaten Langkat ... 85 Lampiran 9. Output SPSS ... 85 Lampiran 10. Dokumentasi Penelitian ... 107


(16)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Nia Sylviana Junaz

Tempat/ Tanggal Lahir : Binjai/ 06 September 1993 Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Kawin

Jumlah Anggota Keluarga : Tidak Ada/ Tunggal

Alamat Rumah : Jl. Nibung No. IB, Binjai

RIWAYAT PENDIDIKAN

Tahun 1998-1999 : TK Al-Mulhajirin Binjai Tahun 1999-2005 : SD Negeri 020267 Binjai Tahun 2005-2008 : SMP Negeri 1 Binjai Tahun 2008-2011 : SMA Negeri 1 Binjai


(17)

ABSTRAK

Perilaku konsumsi makanan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi status gizi. Perilaku konsumsi makanan yang salah dan aktivitas fisik yang kurang menyebabkan metabolisme tubuh terganggu sehingga dapat menyebabkan status gizi menjadi tidak baik. Konsumsi makanan pada orang dewasa yang bekerja harus disesuaikan dengan kebutuhan tubuh dan jenis pekerjaannya. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan perilaku konsumsi makanan dengan status gizi PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat Tahun 2015.

Jenis penelitian ini bersifat analitik dengan desain crosssectional. Populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 46 orang. Sampel yang diambil sebanyak 46 orang dengan teknik total sampling. Pengetahuan dan sikap gizi seimbang PNS dilihat menggunakan kuesioner, sedangkan susunan makanan, frekuensi makanan, dan kuantitas asupan karbohidrat, protein dan lemak dilihat menggunakan formulir recall 24 jam dan food frequency. Sedangkan untuk melihat hubungan antara perilaku konsumsi makanan dengan status gizi PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat digunakan uji korelasi Pearson dengan tingkat kepercayaan sebesar 95%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, PNS BAPPEDA memiliki pengetahuan dan sikap gizi seimbang dalam kategori sedang, masing-masing yaitu sebanyak 58,7% dan 50,0%. Konsumsi makanan berdasarkan susunan makanan berada dalam kategori tidak lengkap yaitu sebanyak 76,1%. Frekuensi rata-rata konsumsi sayuran dan buah-buahan tergolong jarang, masing-masing yaitu sebanyak 59,6% dan 69,0%. Kuantitas asupan karbohidrat, protein dan lemak yang dikonsumsi PNS BAPPEDA tergolong lebih, masing-masing yaitu sebanyak 58,7%, 56,5% dan 50,0%. Hasil uji korelasi Pearson didapatkan ada hubungan antara pengetahuan gizi seimbang dengan sikap (p=0,047), konsumsi makanan (susunan makanan, kuantitas asupan karbohidrat, protein dan lemak) dengan status gizi, masing-masing dengan (p=0,043, p=0,045, p=0,004 dan p=0,001).

Berdasarkan hasil penelitian disarankan kepada PNS agar memperbanyak konsumsi buah dan sayuran guna menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh.


(18)

ABSTRACT

Food consumption behaviour is the factor which affect nutritional status. Bad food consumption behaviour and less physical activity causes disturbed body metabolism so that can cause nutritional status becomes unfavorable. Food consumption in working adults should be adjusted with bodi’s to determine requirement and employment. The purpose of this research was the correlation between food consumption behaviour with nutritional status of civil servants in the BAPPEDA Langkat District.

Types of this research was analytic by cross sectional design. Population of this research was 46 people The samples taken as many as 46 people by total sampling methods. Knowledge and balanced nutrition attitude of civil servants indicated by using questionnaires, while food arrangements, food frequency and quantity of carbohydrate, protein and fat intake indicated by using 24 hour recall

and food frequency’s form. While, to see the correlation between food

consumption behaviour with nutritional status of civil servants in the BAPPEDA Langkat District was used Pearson correlation test with confidence level as many as 95%.

The result of research showed that civil servants in the BAPPEDA Langkat District have knowledge and balanced nutrition attitude was in moderate category, each of whices was 58,7% and 50,0%. Food consumption based on food arrangements was incomplete category as many as 76,1%. Frequency of vegetables and fruits average consumption was rarely, each of whices was 59,6% and 69,0%. The quantity of carbohydrate, protein and fat intake that consumed by civil servants in the BAPPEDA Langkat District was over, each of whices was 58,7%, 56,5% and 50,0%. The result of Pearson correlation test indicates that there was correlation between knowledge balanced nutrition with attitude (p=0,047), food consumption (food arrangements, quantity of carbohydrate, protein and fat ) with nutritional status, each of whices was (p=0,043, p=0,045, p=0,004 and p=0,001).

Based on the result of research suggested to civil servants in order to increase consumption of fruits and vegetable for stay fitness and healthy.

Key words : food consumption behaviour, nutritional status, civil servant


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Era globalisasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan masyarakat, antara lain adalah perubahan gaya hidup terutama pada pola makan. Saat ini masyarakat cenderung tidak banyak melakukan aktivitas fisik diakibatkan kemajuan teknologi. Begitu pula dengan pola makan, mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan energi telah menjadi gaya hidup baru bagi mereka. Ini dipengaruhi oleh meningkatnya pendapatan dan gencarnya promosi makanan cepat saji.

Pola makan memiliki keterkaitan dengan pola penyakit. Perubahan pola makan mempengaruhi pola penyakit. Saat ini penyakit menular tidak lagi menjadi prioritas masalah kesehatan, ini dikarenakan angka kematian akibat penyakit tidak menular mengalami peningkatan dibandingkan dengan penyakit menular. Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2013 menunjukkan bahwa penyakit tidak menular menjadi penyebab utama kematian di dunia yaitu sebesar 63 persen, lebih dari 9 juta semua kematian tersebut terjadi pada usia di bawah 60 tahun. Begitu pula di Indonesia, menurut data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2009-2010 didapatkan bahwa penyakit tidak menular menjadi penyebab utama kematian.

Perubahan pola makan akan mempengaruhi status gizi. Pola makan terbentuk melalui perilaku konsumsi makanan. Perilaku konsumsi makanan merupakan salah satu penyebab langsung yang mempengaruhi terbentuknya


(20)

status gizi. Mengkonsumsi makanan yang tidak sesuai kebutuhan akan membentuk status gizi yang tidak baik. Perilaku konsumsi makanan yang salah dan aktivitas fisik yang kurang menyebabkan metabolisme tubuh terganggu sehingga dapat menyebabkan gizi lebih.

Data WHO tahun 2014 menunjukkan bahwa terdapat lebih dari 1,9 miliar remaja usia 18 tahun, orang dewasa dan usia lanjut mengalami kelebihan berat badan. Secara keseluruhan, sekitar 13 persen orang dewasa (11 persen pria dan 15 persen wanita) dari populasi dunia mengalami obesitas. Sedangkan menurut data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013 menunjukkan prevalensi obesitas meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2010. Angka obesitas pada pria pada tahun 2010 sekitar 15 persen meningkat menjadi 20 persen. Sedangkan pada wanita dari 26 persen meningkat menjadi 35 persen.

Usia dewasa merupakan usia dimana proses pertumbuhan tidak lagi terjadi serta telah disibukkan dengan rutinitas pekerjaan. Konsumsi makanan pada orang dewasa yang bekerja perlu diperhatikan, ini dikarenakan mereka sangat rawan mengalami obesitas. Asupan gizi pada orang yang bekerja harus disesuaikan dengan kebutuhan tubuh dan jenis pekerjaannya. Jenis pekerjaan yang cenderung lebih banyak tidak mengandalkan aktivitas fisik adalah pekerjaan kantoran di Bank, Kantor Pemerintahan, dan lain lain. Umumnya, orang yang bekerja di kantor lebih menyukai makanan berlemak, berenergi, gurih dan manis.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nadimin (2011) pada pegawai Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa pola makan masih kurang baik yaitu sebesar 62 persen. Sebagian besar pola konsumsi pegawai terhadap sayuran


(21)

dan buah masih kurang. Selain itu frekuensi konsumsi terhadap makanan pokok dan lauk pauk juga kurang baik. Mereka juga cenderung mengkonsumsi makanan siap saji yang banyak mengandung karbohidrat dan lemak atau tinggi kalori. Data status gizi pegawai terdapat 50 persen mengalami obesitas. Terlihat bahwa pola makan yang kurang baik menyebabkan status gizi tidak baik pula.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Dewi dan Trias (2013) pada pegawai negeri sipil Dinas Kesehatan Jawa Timur menunjukkan bahwa sumber karbohidrat yang dikonsumsi pegawai adalah nasi sebesar 59,8 persen dengan frekuensi terbanyak pada laki-laki 3 kali per hari sebesar 39,1 persen dan perempuan 2 kali per hari sebesar 21,8 persen. Sedangkan pada pegawai yang mengkonsumsi bakso adalah sebesar 29,8 persen dengan frekuensi terbanyak pada laki-laki 2 kali/minggu sebesar 13,8 persen dan pada perempuan 1 kali/minggu sebesar 7,2 persen. Menurut data yang didapat dari 87 sampel, terdapat 56,3 persen pegawai memiliki status gizi yang tidak baik, yaitu mengalami obesitas sentral. Berdasarkan hasil uji statistik yang dilakukan terdapat hubungan antara frekuensi mengkonsumsi nasi dan bakso keliling dengan status gizi pegawai negeri sipil di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.

Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan peneliti di Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Langkat terhadap 15 orang PNS, terdapat 6 orang mengalami obesitas, 4 orang mengalami overweight, 2 orang kurus dan 3 orang normal. Lokasi penelitian berada di Jalan T.Amir Hamzah no.1 Stabat. Menurut hasil wawancara yang dilakukan ke beberapa PNS, didapatkan gambaran bahwa pengetahuan mengenai gizi seimbang masih kurang


(22)

baik. Beberapa PNS masih banyak yang tidak mengetahui menu makanan beranekaragam, mereka beranggapan nasi dan lauk pauk saja sudah memenuhi makanan beranekaragam dan bergizi seimbang. Sikap PNS dalam menanggapi makanan bergizi seimbang juga masih kurang. Ini terlihat dari tanggapan mereka mengenai gizi seimbang tidak menunjukkan sikap positif. Sedangkan konsumsi makanan mereka tergolong tidak baik, ini dikarenakan mereka cenderung mengkonsumsi makanan yang tinggi lemak dan energi namun kurang akan serat serta diimbangi dengan mobilitas tubuh yang dilakukan di Kantor tidak banyak. Berdasarkan hasil data yang didapat, jumlah energi rata-rata yang dikonsumsi PNS diduga melebihi dari kebutuhan. Ini dicurigai dengan data sampel status gizi yang diperoleh yaitu rendahnya pegawai yang memiliki status gizi normal.

Keadaan ini mendorong peneliti untuk melakukan penelitian mengenai hubungan perilaku konsumsi makanan dengan status gizi PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat. Ini dikarenakan perilaku konsumsi makanan merupakan penyebab langung dan berperan penting dalam membentuk status gizi, dan ini diperkuat oleh beberapa penelitian sebelumnya terhadap pegawai negeri sipil. 1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan perilaku konsumsi makanan dengan status gizi Pegawai Negeri Sipil (PNS) BAPPEDA Kabupaten Langkat tahun 2015.


(23)

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan perilaku konsumsi makanan dengan status gizi PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat tahun 2015.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui pengetahuan dan sikap gizi seimbang pada PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat Tahun 2015.

2. Mengetahui susunan makanan dan frekuensi makanan pada PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat Tahun 2015.

3. Mengetahui kuantitas asupan karbohidrat, protein dan lemak pada PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat Tahun 2015.

4. Mengetahui hubungan pengetahuan gizi seimbang dengan sikap PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat Tahun 2015

5. Mengetahui hubungan sikap dengan konsumsi makanan (susunan makanan, asupan karbohidrat, protein dan lemak) PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat Tahun 2015

6. Megetahui hubungan konsumsi makanan (susunan makanan, asupan karbohidrat dan lemak) dengan status gizi pada PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat Tahun 2015.

1.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis dari penelitian ini adalah ada hubungan antara perilaku konsumsi makanan dengan status gizi PNS Kabupaten Langkat.


(24)

1.5 Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pengelola kantin kantor BAPPEDA Kabupaten Langkat untuk memperhatikan penyajian menu makanan.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pegawai negeri sipil BAPPEDA Kabupaten Langkat agar memantau berat badan secara periodik guna menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh.

3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pegawai negeri sipil BAPPEDA Kabupaten Langkat akan pentingnya makanan sehat dan seimbang serta kaitannya dengan kesehatan.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Status Gizi Orang Dewasa

Status gizi pada orang dewasa dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah kebiasaanya dalam mengkonsumsi makanan sehari-hari. Kebiasaan makan tidak dipengaruhi oleh zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan. Namun banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya kebiasaan makan, salah satunya adalah lingkungan.

Orang dewasa cenderung kurang memperhatikan asupan makanan. Umumnya orang dewasa lebih suka mengkonsumsi makanan berlemak, berenergi gurih dan manis. Sementara makanan kaya serat seperti sayur dan buah diabaikan. Akibatnya, asupan energi (kalori) yang masuk ke dalam tubuh berlebih (Kurniasih dkk, 2010). Padahal pada usia ini dianjurkan mengkonsumsi makanan yang tinggi serat namun rendah lemak, ini dikarenakan pertumbuhan dan perkembangan tidak lagi terjadi dan hendaknya pemenuhan zat gizi dipusatkan untuk pemeliharaan kesehatan agar terbentuk status gizi yang baik.

Status gizi adalah keadaan tubuh yang merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara zat gizi yang masuk ke dalam tubuh dan penggunaannya (Cakrawati & Mustika, 2012). Menurut Almatsier (2003) status gizi merupakan suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang dapat dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh. Status gizi dibagi menjadi tiga kategori, yaitu status gizi kurang, gizi normal dan gizi lebih.


(26)

2.2 Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Status Gizi Orang Dewasa 1. Usia

Semakin bertambahnya umur maka akan semakin meningkat pula kebutuhan zat tenaga bagi tubuh. Zat tenaga diperlukan untuk membantu tubuh melakukan beragam aktivitas fisik. Namun kebutuhan zat tenaga akan berkurang saat usia mencapai 40 tahun ke atas. Setiap 10 tahun setelah usia seseorang mencapai 25 tahun, kebutuhan energi per hari untuk pemeliharaan dan metabolisme sel-sel tubuh berkurang atau mengalami penurunan sebesar 4 persen setiap 10 tahunnya. Berkurangnya kebutuhan tersebut dikarenakan menurunnya kemampuan metabolisme tubuh, sehingga tidak membutuhkan tenaga yang berlebihan karena dapat menyebabkan terjadinya penumpukan lemak di dalam tubuh. Penumpukan lemak di dalam tubuh dapat menimbulkan terjadinya obesitas (Putri, 2012).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati dan Sudikno (2007) terhadap orang dewasa di Depok menunjukkan hasil bahwa persentase status gizi obesitas tertinggi terjadi pada kelompok umur 31-40 tahun, yaitu sebesar 21,7 persen. Selain itu terdapat kecenderungan peningkatan kejadian obesitas sampai dengan umur 50 tahun.

2. Jenis kelamin

Jenis kelamin menentukan besar kecilnya asupan nutrisi yang dikonsumsi. Umumnya perempuan lebih banyak memerlukan keterampilan dibandingkan tenaga, sehingga kebutuhan gizi perempuan lebih sedikit dibandingkan laki-laki (Apriadji dalam Putri, 2012).


(27)

Menurut Depkes (1994) kelebihan berat badan lebih banyak ditemukan pada perempuan dibandingkan laki-laki. Hal ini terjadi karena setelah pubertas, perempuan akan cenderung memiliki proporsi massa lemak tubuh yang lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati dan Sudikno (2007) terhadap orang dewasa di Depok bahwa persentase status gizi obesitas pada perempuan diketahui sebesar 21,6 persen lebih tinggi dibandingkan persentase status gizi obesitas pada laki-laki yaitu 10,8 persen.

3. Pendapatan

Pendapatan mempengaruhi daya beli terhadap makanan. Semakin baik pendapatan maka akan semakin baik pula makanan yang dikonsumsi baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Sebaliknya, pendapatan yang kurang mengakibatkan menurunnya daya beli terhadap makanan secara kualitas maupun kuantitas.

Penduduk yang berpendapatan cukup masih banyak yang tidak memanfaatkan bahan makanan bergizi dalam menyediakan makanan keluarga. Hal ini disebabkan karena (Kartasapoetra dan Marsetyo, 2010) :

a. Kurangnya pengetahuan akan bahan makanan yang bergizi b. Pantangan-pantangan secara tradisional masih diberlakukan

c. Atau keengganan untuk mengkonsumsi bahan makanan murah walaupun mereka tahu banyak mengandung gizi.


(28)

4. Pendidikan

Pendidikan dalam hal ini biasanya dikaitkan dengan pengetahuan, akan berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan pemenuhan kebutuhan gizi. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin baik status gizinya. Ini dikarenakan seseorang yang mengenyam pendidikan biasanya lebih memahami dalam menerima informasi-informasi mengenai gizi.

Hasil penelitian Asriah dan Putri (2006) menunjukkan bahwa secara statistik terdapat hubungan antara pendidikan dan pengetahuan dengan statusgizi ibu hamil di Bidan Praktek Swasta Banda Aceh.

5. Sosial budaya

Budaya memiliki pengaruh besar dalam pemilihan dan pengolahan pangan menjadi makanan. Budaya juga mempengaruhi kebiasaan makan seseorang. Salah satu contohnya, pada suku Melayu mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makanan yang berkuah santan. Berdasarkan hasil penelitian Handayani (2012) menunjukkan bahwa pola makan pada keluarga suku melayu di Desa Selemak Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang lebih cenderung mengonsumsi makanan bersantan dengan frekuensi lebih dari 4 kali per minggu. 6. Perilaku makan

Perilaku makan merupakan suatu wujud tindakan seseorang dalam memilih dan mengkonsumsi makanan yang terbentuk melalui pengetahuan dan sikap. Jika keadaan ini terus-menerus berlangsung maka akan menjadi kebiasaan makan dan akan membentuk pola makan. Perilaku makan yang tidak seimbang akan mengakibatkan masalah gizi.


(29)

7. Aktivitas fisik

Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangannya (Almatsier, 2003). Aktivitas fisik dapat mempengaruhi status gizi. Aktivitas fisik yang kurang akan mengakibatkan terjadinya penumpukan lemak dan dapat menyebabkan obesitas.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Widiantini dan Zarfiel pada tahun 2013 terhadap Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Sekretariat Jenderal Kementrian Kesehatan RI menunjukkan bahwa terdapat 36,5 persen PNS memiliki aktivitas sedang dan 48 persen mengalami obesitas. Hasil penelitiannya memperlihatkan adanya hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian obesitas. 8. Lingkungan

Faktor lingkungan memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap pembentukan perilaku makan yang selanjutnya akan mempengaruhi status gizi. Lingkungan disini adalah lingkungan keluarga, sekolah, serta adanya promosi melalui media elektronik maupun cetak.

2.3 Perilaku Konsumsi Makanan Orang Dewasa

Terbentuknya suatu perilaku konsumsi makanan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah pengetahuan, sikap dan tindakan. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang mempengaruhi perilaku manusia disebabkan oleh lingkungan (Notoatmodjo, 2011).

1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui seseorang di mana hal yang diketahui tersebut diperoleh secara formal maupun non formal. Perilaku yang


(30)

didasari pengetahuan melalui pengetahuan formal akan lebih mudah dilaksanakan daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan non formal.

Pengetahuan berperan penting dalam pembentukan sikap dan tindakan. Pengetahuan tentang gizi seimbang bermanfaat dalam menentukan apa yang dikonsumsi setiap harinya. Dengan adanya pengetahuan tentang gizi seimbang, maka kebutuhan zat gizi dapat disesuaikan dengan kebutuhan yang seharusnya, sehingga dapat tercapai kesehatan yang optimal. Tingkat pengetahuan tentang gizi seseorang akan mempengaruhi kebiasaannya dalam memilih makanan.

2. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap sangat tergantung dari pengetahuan, semakin baik pengetahuan maka akan semakin baik pula sikapnya. Sikap sangat penting dalam pemenuhan zat gizi, karena tanpa adanya sikap yang baik maka apa yang diperoleh dari pengetahuan akan sia-sia dan tindakan tidak akan tercapai. 3. Tindakan

Sikap belum tentu terwujud dalam suatu tindakan. Jika pengetahuan mengenai gizi sudah baik maka kemungkinan untuk melakukan tindakan akan baik pula. Tapi jika pengetahuan baik namun sikap bertolak belakang dengan pengetahuan itu sendiri, maka tindakan tidak akan pernah tercapai seperti yang dikehendaki. Melalui tindakan seseorang terhadap mengkonsumsi makanan, dapat dinilai perilaku makannya baik atau tidak.

Menurut Susanto (1997) dalam Paramita (2002) perilaku konsumsi makanan adalah cara-cara atau tindakan yang dilakukan oleh individu, keluarga,


(31)

atau masyarakat di dalam pemilihan makanannya yang dilandasi oleh pengetahuan dan sikapnya terhadap makanan tersebut.

Perilaku konsumsi makanan pada orang dewasa cenderung jauh dari konsep gizi seimbang. Umumnya, orang dewasa kurang memperhatikan asupan nutrisi yang dikonsumsi. Mereka cenderung menyukai makanan yang tinggi lemak, manis dan gurih namun kurang serat.

2.4 Hubungan Perilaku Konsumsi Makanan dengan Status Gizi Orang Dewasa

Perilaku konsumsi makanan pada orang dewasa perlu diperhatikan. Karena makanan yang dikonsumsi akan mempengaruhi status gizi. Status gizi terbentuk dari makanan apa yang dikonsumsi. Kekurangan maupun kelebihan nutrisi yang dikonsumsi akan mempengaruhi proses metabolisme di dalam tubuh. Jika asupan nutrisi yang dikonsumsi kurang maka akan menyebabkan tubuh lemas karena kekurangan energi, daya tahan tubuh menurun sehingga mudah sakit serta dapat mengalami gizi kurang . Sebaliknya, jika asupan nutrisi yang dikonsumsi berlebih akan menyebabkan penumpukan energi yang dapat memicu terjadinya gizi lebih.

Ini dapat dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Paramita (2002) terhadap peragawati menunjukkan bahwa frekuensi makan per hari mereka adalah > 2 kali per hari sebanyak 55 persen, tidak sarapan pagi sebanyak 72,5 persen, mengkonsumsi sayuran hijau sebanyak 90 persen dan mengkonsumsi buah-buahan sebanyak 77,5 persen, tidak mengkonsumsi makanan selingan sebanyak 70 persen. Menurut data yang diperoleh rata-rata tingkat konsumsi energi mereka berada pada kategori defisit tingkat berat yaitu sebanyak 60 persen dan 57,5 persen peragawati mengalami gizi kurang. Hasil penelitian menunjukkan


(32)

bahwa belum terdapat keseimbangan antara konsumsi energi dan pengeluaran energi, dimana energi yang dikonsumsi lebih rendah daripada energi yang dikeluarkan. Berdasarkan hasil uji statistik yang dilakukan, terdapat hubungan antara tingkat konsumsi energi dengan status gizi peragawati.

Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan Amir (1996) pada orang dewasa di Kotamadya Bandung menunjukkan hasil bahwa rata-rata konsumsi total energi pada orang dewasa adalah 1885 kalori dengan persentase karbohidrat terhadap total energi sebesar 58,7 persen dan persentase lemak terhadap total energi sebesar 28,30 persen. Disamping itu diketahui juga bahwa prevalensi gizi kurang pada orang dewasa adalah sebanyak 10,7 persen sedangkan gizi lebih sebanyak 29,4 persen. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan total energi dengan Indeks Massa Tubuh orang dewasa di Kotamadya Bandung.

Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Rahmawati dan Sudikno terhadap orang dewasa di Kota Depok pada tahun 2007 menunjukkan bahwa persentase status obesitas tampak lebih tinggi pada orang dewasa yang sering mengkonsumsi gorengan seperti pisang goreng, tempe goreng, tahu goreng, bakso yaitu sebesar 20,7 persen, sedangkan menurut makanan kesukaan/kegemaran, diketahui bahwa persentase obesitas lebih tinggi pada orang dewasa yang menyukai makanan gorengan (18,1 persen), makanan berlemak (23,4 persen), dan makanan manis (20,4 persen). Data status gizi yang diperoleh sebesar 16,4 persen orang dewasa di Kota Depok mengalami obesitas. Hasil uji statistik menunjukkan terdapat pengaruh antara keseringan mengkonsumsi gorengan dan mengkonsumsi makanan kesukaan/kegemaran (makanan gorengan,


(33)

makanan berlemak, makanan manis) dengan status gizi obesitas pada orang dewasa di Kota Depok.

Menurut hasil penelitian Humayrah (2009) pada orang dewasa di Provinsi Sulawesi Utara, DKI Jakarta dan Gorontalo menunjukkan hasil bahwa prevalensi kegemukan tertinggi terjadi di Sulawesi Utara dan DKI Jakarta pada sampel yang jarang mengonsumsi makanan manis dengan persentase 34,6 persen dan 28.3%. Sementara itu di Gorontalo prevalensi kegemukan sama pada sampel yang jarang dan sering yaitu sebesar 24,6 persen. Namun hasil uji statistik menunjukkan hanya kebiasaan mengkonsumsi makanan manis di Sulawesi Utara yang berhubungan dengan kegemukan. Selanjutnya prevalensi kegemukan tertinggi terjadi di Sulawesi Utara terjadi pada sampel yang sering mengonsumsi makanan berlemak dengan persentase 34,7 persen. Sama halnya dengan Sulawesi Utara, prevalensi kegemukan di DKI Jakarta dan Gorontalo tertinggi terjadi pada sampel yang sering mengkonsumsi makanan berlemak dalam 1 bulan terakhir dengan persentase 28,8 persen dan 26,3 persen. Namun hasil uji statistik menunjukkan hanya kebiasaan mengkonsumsi makanan berlemak di Sulawesi Utara yang berhubungan dengan kegemukan. Selain itu, prevalensi kegemukan tertinggi terjadi di Sulawesi Utara pada sampel yang sering mengkonsumsi jeroan seperti usus, ampela, otak, paru, dan sebagainya yaitu sebesar 35,5 persen. Berbeda dengan Sulawesi Utara, prevalensi kegemukan di DKI Jakarta dan Gorontalo tertinggi pada sampel yang jarang mengonsumsi makanan jeroan dengan persentase sebesar 27,2 persen dan 24,6 persen. Hasil uji statistik menunjukkan


(34)

terdapat hubungan antara kebiasaan mengkonsumsi jeroan pada orang dewasa di Sulawesi Utara dan DKI Jakarta, namun tidak dengan orang dewasa di Gorontalo.

Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Saputra (2014) terhadap wanita usia 25-25 tahun di Kelurahan Gedanganak Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang menggambarkan sebagian besar responden mengkonsumsi gorengan dengan kategori selalu (≥ 6 kali seminggu) sebesar 76,5 persen, sisanya masuk dalam kategori sering (3-5 kali seminggu) sebesar 12,9 persen dan kategori kadang-kadang (1-2 kali seminggu) sebesar 10,6 persen. Data status gizi yang diperoleh adalah 76,5 persen responden mengalami obesitas sentral. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara frekuensi konsumsi gorengan dengan obesitas sentral pada wanita usia 25-45 tahun.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Roselly (2008) pada pria (40-55 tahun) di Kantor Direktorat Jenderal Zeni TNI-AD menunjukkan hasil bahwa 41 persen TNI mengkonsumsi lemak tidak sesuai dengan Angka Kecukupan Gizi yang di anjurkan, selain itu 57,9 persen TNI mengkonsumsi protein dalam jumlah lebih. Data status gizi yang diperoleh adalah sebanyak 25,7 persen mengalami gizi lebih berdasarkan persen lemak tubuh. Hasi uji statistik menunjukkan ada hubungan antara konsumsi lemak dan protein dengan obesitas pada TNI.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Martaliza terhadap Polisi di Kepolisian Resort Kota Bogor pada tahun 2010 diperoleh bahwa status gizi lebih banyak terjadi pada polisi yang mengkonsumsi karbohidrat ≥ 60 persen dari total konsumsi energi sebesar 54,3 persen daripada polisi yang mengkonsumsi karbohidrat < 60 persen dari total konsumsi energi yaitu sebesar 26,3 persen.


(35)

Sedangkan status gizi tidak lebih banyak terjadi pada polisi yang mengkonsumsi karbohidrat < 60 persen dari total konsumsi energi sebesar73,7 persen daripada polisi yang mengkonsumsi karbohidrat ≥ 60 persen dari total konsumsi energi yaitu sebesar 45,7 persen. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat konsumsi karbohidrat dengan status gizi polisi. Selain itu didapatkan hasil bahwa status gizi lebih banyak terjadi pada polisi yang mengkonsumsi protein ≥ 15 persen dari total konsumsi energi sebesar 42,3 persen daripada polisi yang mengkonsumsi protein < 15 persen dari total konsumsi energi yaitu sebesar 38,3 persen. Sedangkan status gizi tidak lebih banyak terjadi pada polisi yang mengkonsumsi protein < 15 persen dari total konsumsi energi sebesar 61,7 persen daripada polisi yang mengkonsumsi protein ≥ 15 persen dari total konsumsi energi yaitu sebesar 57,7 persen. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat konsumsi protein dengan status gizi polisi. Sedangkan status gizi lebih banyak terjadi pada polisi yang mengkonsumsi makanan kudapan seperti bakwan, singkong goreng, tahu goreng, tempe goreng dan pisang goreng ≥ 250 kkal adalah sebesar 53,1 persen daripada polisi yang mengkonsumsi makanan kudapan < 250 kkal yaitu sebesar 29,3 persen. Sedangkan status gizi tidak lebih banyak terjadi pada polisi yang mengkonsumsi makanan kudapan < 250 kkal dari total konsumsi energi sebesar 70,7 persen daripada polisi yang mengkonsumsi protein ≥ 250 kkal dari total konsumsi energi yaitu sebesar 46,9 persen. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat konsumsi makanan kudapan dengan status gizi


(36)

Penelitian yang dilakukan oleh Zahra M (2012) mengenai Gambaran Pola Makan, Aktivitas Fisik dan Status Gizi pada Karyawan UD Alfa STAR Busana dan PLS Ervina Medan menggambarkan bahwa pola makan karyawan masih kurang baik , karyawan selalu mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung tinggi kalori, energi, garam dan gula setiap hari. Umumnya mereka mengkonsumsi roti, keripik, bakso, gorengan, teh manis, kopi, minuman kemasan dan susu. Aktivitas fisik yang dilakukan tergolong sedang yaitu sebanyak 84 persen. Selain itu terdapat 39 persen karyawan kelebihan berat badan dan 5 persen mengalami obesitas. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat dilihat bahwa perilaku makan karyawan yang tidak seimbang serta diimbangi dengan aktivitas fisik yang kurang mempengaruhi status gizinya, ini terlihat sebagian karyawan mengalami gizi lebih.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Keviena (2013) pada karyawan shift PT. Akebono Brake Astra Indonesia menunjukkan bahwa berdasarkan uji statistik yang dilakukan diketahui bahwa karyawan yang mengasup energi lebih dari yang dibutuhkan memiliki peluang 27,025 kali lebih besar mengalami status gizi lebih dibandingkan dengan karyawan yang mengasup energi cukup. Begitu pula dengan protein diketahui bahwa karyawan yang mengasup protein lebih dari yang dibutuhkan memiliki peluang 1,622 kali lebih besar mengalami status gizi lebih dibandingkan dengan karyawan yang mengasup protein cukup. Serta lemak diketahui bahwa karyawan yang mengasup lemak lebih dari yang dibutuhkan memiliki peluang 10,847 kali lebih besar mengalami status gizi lebih dibandingkan dengan karyawan yang mengasup lemak cukup. Data status gizi


(37)

yang didapat menunjukkan bahwa terdapat 34 persen karyawan memiliki status gizi lebih. Hasil uji statistik mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan antara asupan energi, karbohidrat, protein dan lemak dengan status gizi lebih.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nadimin (2011) pada pegawai Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa pola makan masih kurang baik yaitu sebesar 62 persen. Sebagian besar pola konsumsi pegawai terhadap sayuran dan buah masih kurang. Selain itu frekuensi konsumsi terhadap makanan pokok dan lauk pauk juga kurang baik. Mereka juga cenderung mengkonsumsi makanan siap saji yang banyak mengandung karbohidrat dan lemak atau tinggi kalori. Data status gizi pegawai terdapat 50 persen mengalami obesitas. Terlihat bahwa pola makan yang kurang baik menyebabkan status gizi tidak baik pula.

Sedangkan menurut hasil penelitian yang dilakukan Dewi dan Trias (2013) mengenai Hubungan Pola Makan, Aktivitas Fisik, Sikap dan Pengetahuan tentang Obesitas dengan Status Gizi PNS di Kantor Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur menunjukkan bahwa sumber karbohidrat yang dikonsumsi pegawai adalah nasi sebesar 59,8 persen dengan frekuensi terbanyak pada laki-laki 3 kali per hari sebesar 39,1 persen dan perempuan 2 kali per hari sebesar 21,8 persen. Selain itu hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pegawai yang mengkonsumsi bakso adalah sebesar 29,8 persen dengan frekuensi terbanyak pada laki-laki 2 kali/minggu sebesar 13,8 persen dan pada perempuan 1 kali/minggu sebesar 7,2 persen. Menurut data yang didapat dari 87 sampel, terdapat 56,3 persen pegawai memiliki status gizi yang tidak baik, yaitu mengalami obesitas sentral. Berdasarkan hasil uji statistik yang dilakukan terdapat hubungan antara frekuensi


(38)

mengkonsumsi nasi dan bakso keliling dengan status gizi pegawai negeri sipil di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.

2.5 Konsep Dasar Gizi Seimbang Orang Dewasa

Gizi seimbang merupakan susunan pangan sehari-hari yang mengandung zat dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan memperhatikan prinsip keanekaragaman pangan, aktivitas fisik, perilaku hidup bersih dan memantau berat badan secara teratur dalam rangka mempertahankan berat badan normal untuk mencegah masalah gizi.

Konsep dasar gizi seimbang pada orang dewasa tercantum dalam 10 Pesan Gizi Seimbang Tahun 2014 adalah sebagai berikut (Departemen Kesehatan RI, 2014) :

1. Syukuri dan nikmati anekaragam makanan

Kualitas atau mutu gizi dan kelengkapan zat gizi dipengaruhi oleh keragaman jenis pangan yang dikonsumsi. Konsumsi anekaragam pangan merupakan anjuran penting untuk mewujudkan gizi seimbang. Cara mewujudkannya adalah dengan menerapkan prinsip mengkonsumsi lima kelompok pangan setiap hari atau setiap makan. Kelima kelmpok pangan tersebut adalah makanan pokok, lauk pauk, sayuran, buah-buahan dan minuman. Mengkonsumsi lebih dari satu jenis untuk setiap kelompok makanan (makanan pokok, lauk pauk, sayuran dan buah-buahan) setiap kali makan akan lebih baik. Selain itu diharapkan selalu bersyukur dan menikmati makanan yang dikonsumsinya. Dengan bersyukur dan menikmati makan anekaragam maknaan dan tidak tergesa-gesa akan mendukung terwujudnya cara makan yang baik.


(39)

2. Banyak makan sayuran dan cukup buah-buahan

Sayuran dan buah-buahan merupakan sumber berbagai vitamin, mineral dan serat pangan. Konsumsi sayuran dan buah-buahan merupakan salah satu indikator sederhana gizi seimbang. Sayuran dan buah-buahan berperan sebagai antioksidan, menjaga kenormalan tekanan darah, kadar gula dan kolesterol serta menurunkan resiko sulit buang air besar dan kegemukan. Pada orang dewasa dianjurkan mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan sebanyak 400-600 gram per hari atau setara dengan 2½ porsi atau 2½ gelas sayur setelah dimasak dan 3 buah pisang ambon ukuran sedang, ½ potong pepaya ukuran sedang atau 3 buah jeruk ukuran sedang.

3. Biasakan mengkonsumsi lauk pauk yang mengandung protein tinggi

Lauk pauk terdiri dari pangan hewani dan nabati. Pangan hewani terdiri dari daging ruminansia (daging sapi, daging kambing, daging rusa,dll), daging unggas (daging ayam, daging bebek, dll), ikan dan seafood. Pangan nabati terdiri dari kacang-kacangan dan hasil olahannya seperti kedelai, tahu, tempe, dan lain-lain. Mewujudkan gizi seimbang, kedua kelompok pangan ini perlu dikonsumsi bersama kelompok pangan lainnya setiap hari agar jumlah dan kualitas zat gizi yang dikonsumsi lebih sempurna. Pada orang dewasa dianjurkan mengkonsumsi pangan hewani dan pangan nabati sebanyak 2-4 porsi per hari.

4. Biasakan mengkonsumsi anekaragam makanan pokok

Cara mewujudkan pola konsumsi makanan pokok yang beragam adalah dengan mengkonsumsi lebih dari satu jenis makanan pokok dalam sehari.


(40)

5. Batasi konsumsi pangan manis, asin dan berlemak

Anjuran mengkonsumsi gula pada orang dewasa adalah 4 sendok makan, natrium tidak lebih dari 1 sendok teh dan lemak/minyak tidak lebih dari 5 sendok makan per orang per hari.

6. Biasakan sarapan

Sarapan berperan dalam memenuhi 15- 30 persen kebutuhan gizi harian. Tidak sarapan dapat menyebabkan kegemukan pada orang dewasa sera meningkatkan resiko jajan yang tidak sehat. Sarapan diperlukan untuk berfikir, bekerja, dan melakukan aktivitas fisik secara optimal setelah bangun pagi. Membiasakan sarapan dapat mencegah makan berlebihan dikala makan kudapan atau makan siang.

Bagi orang yang tidak biasa makan kudapan pagi dan kudapan siang, porsi makanan saat sarapan sekitar 1/3 dari total makanan siang. Sedangkan bagi orang yang biasa makan kudapan pagi dan makanan kudapan siang, jumlah porsi makanan sarapan sebaiknya seperempat dari makanan harian.

7. Biasakan minum air putih yang cukup dan aman

Air berperan sebagai pengatur proses biokimia, pengatur suhu, pelarut, pembentuk atau komponen sel dan organ, media transportasi zat gizi dan pembuangan sisa metabolism, pelumas sendi dan bantalan organ. Gangguan terhadap keseimbangan air di dalam tubuh dapat meningkatkan resiko berbagai gangguan atau penyakit, antara lain: konstipasi, infeksi saluran kemih, batu saluran kemih, gangguan ginjal dan obesitas. Oleh karena itu dianjurkan meminum air sekitar dua liter atau delapan gelas sehari.


(41)

8. Biasakan membaca label pada kemasan

Label pada kemasan makanan membantu konsumen untuk mengetahui bahan-bahan yang terkandung didalamnya serta memperkirakan bahaya yang mungkin terjadi pada konsumen yang memiliki penyakit tertentu. Oleh karena itu dianjurkan membaca label pada kemasan makanan seperti informasi kandungan gizi dan tanggal kadaluarsa sebelum membei atau mengkonsumsi makanan tersebut.

9. Cuci tangan pakai sabun dengan air bersih mengalir

Sebelum mengkonsumsi makanan dianjurkan mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir agar terhindar dari kuman penyebab penyakit

10. Lakukan aktivitas fisik yang cukup dan pertahankan berat badan normal Pada orang dewasa dianjurkan melakukan latihan fisik atau olahraga selama 30 menit setiap hari atau minimal 3-5 hari dalam seminggu. Bagi orang dewasa salah satu indikator yang menunjukkan bahwa telah terjadi keseimbangan zat gizi di dalam tubuh adalah tercapainya berat badan normal, yaitu berat badan yang sesuai dengan tinggi badannya. Oleh karena itu, pemantauan BB normal merupakan hal yang harus menjadi bagian dari „Pola Hidup‟ dengan„ Gizi Seimbang‟

2.6 Kebutuhan Gizi Orang Dewasa

Kebutuhan gizi orang dewasa berbeda-beda bagi setiap orang. Kebutuhan zat-zat gizi bergantung pada berbagai faktor yaitu umur, tinggi badan, berat


(42)

badan, jenis kelamin, dan aktivitas fisik. Oleh karena itu, dalam pemenuhan zat gizi harus disesuaikan dengan kebutuhannya.

1. Kebutuhan energi

Kebutuhan energi pada usia dewasa menurun sesuai dengan bertambahnya usia, ini dikarenakan menurunnya metabolisme basal dan berkurangnya aktivitas fisik. Kebutuhan asupan energi akan menyebabkan kenaikan berat badan. Kebutuhan energi berbeda-bebeeda bagi setiap orang. Anjuran kebutuhan energi ditetapkan dalam Angka Kecukupan Gizi (AKG).

2. Kebutuhan karbohidrat

Konsumsi karbohidrat dianjurkan 50-60 persen dari total kebutuhan energi, terutama dalam bentuk karbohidrat kompleks seperti yang terdapat dalam padia-padian (beras, jagung, gandum dan hasil olahannya seperti roti) dan umbi-umbian (kentang, singkong dan ubi). Sedangkan untuk karbohidrat sederhana seperti gula maksimum dikonsumsi 5 persen dari kebutuhan energi total atau paling banyak 4-5 sendok sehari (Almatsier dkk, 2013).

3. Kebutuhan protein

Konsumsi protein dianjurkan 15-30 persen atau dari kebutuhan total energi. Kebutuhan konsumsi protein pada kelompok usia dewasa digunakan untuk menggantikan protein yang hilang akibat rutinitas sehari-hari melalui urin, feses, kulit dan rambut, serta untuk mengganti sel-sel yang rusak. Konsumsi protein yang terlalu tinggi dapat meningkatkan hilangnya kalsium melalui urin, sehingga resiko menderita osteoporosis bertambah. Asupan protein lebih dari 2 kali jumlah yang dianjurkan dapat meningkatkan terjadinya penyakit jantung koroner


(43)

terutama sebagai akibat dari tingginya asupan lemak jenuh dan kolesterol yang terdapat dalam makanan hewani Asupan lemak jenuh dianjurkan mengkonsumsi protein yang berasal dari makanan nabati seperti tahu, tempe dan sebagainya (Almatsier dkk, 2013).

4. Kebutuhan lemak

Konsumsi lemak dianjurkan 25 persen dari total kebutuhan energi. Konsumsi lemak pada usia dewasa dianjurkan mengkonsumsi daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, ikan, susu tanpa lemak (skim) serta mengurangi santan dan goreng-gorengan (Almatsier dkk, 2013).

5. Kebutuhan mineral

Angka kebutuhan mineral pada usia dewasa umumnya dapat dipenuhi apabila makanan sehari-hari sesuai dengan Pesan Gizi Seimbang (PGS). Beberapa mineral yang perlu diperhatikan yaitu garam natrium, besi dan kalsium. Garam natrium terdapat dalam garam dapur (NaCl) dan monosodium glutamat (MSG). Konsumsi garam natrium dibatasi hingga 6 g per hari ( 2400 mg per hari). Selain itu dianjurkan untuk membatasi makanan yang diawetkan menggunakan garam seperti ikan asin, ikan asap, makanan kaleng, serta acar begitupula dengan MSG. AKG besi pada perempuan dewasa muda lebih tinggi dibandingkan dewasa setengah tua karena pada usia tersebut perempuan kehilangan besi setiap bulan melalui menstruasi. Makanan sumber zat besi yang dianjurkan adalah daging merah, hati, kuning telur, sayuran hijau, serta kacang-kacangan dan hsil olahannya sepertu tahu dan tempe. Kalsium penting untuk pembentukan tulang dan menjaga agar tulang tetap kuat. Asupan kalsium yang cukup setiap hari dapat


(44)

mencegah terjadinya osteoporosis dikemudian hari. Makanan kaya kalsium yang dianjurkan untuk dikonsumsi adalah susu dan hasil olahannya (Almatsier dkk, 2013).

6. Kebutuhan vitamin

Angka kebutuhan vitamin pada kelompok usia dewasa umumnya dapat dipenuhi apabila makanan sehari-hari sesuai dengan Pesan Gizi Seimbang (PGS).

Angka Kecukupan Gizi (AKG) dianjurkan untuk digunakan sebagai standar guna mencapai status gizi yang optimal. Angka Kecukupan Gizi (AKG) atau Recommended Dietary Allowances (DRA) merupakan kecukupan rata-rata zat gizi sehari bagi hampir semua orang sehat (97,5 persen) menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh aktifitas fisik, genetik dan keadaan fisiologis. AKG ini mencerminkan asupan rata-rata sehari yang dikonsumsi oleh populasi dan bukan merupakan perorangan/individu (Amelia, 2014).

Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan bagi orang dewasa umur 30-64 tahun Indonesia disajikan pada tabel berikut :

Tabel 2.1 Angka Kecukupan Gizi per orang per hari umur 19-64 tahun Jenis Zat Gizi

Kelompok Umur

Pria Wanita

19-29 tahun 30-49 tahun 50-64 tahun 19-29 tahun 30-49 tahun 50-64 tahun

Karbohidrat (gr) 375 394 349 309 323 285

Protein (gr) Lemak (gr) 62 91 65 73 65 65 56 75 57 60 57 53 Vitamin

-Vitamin A (mg) -Vitamin D (mg) -Vitamin E (mg) -Vitamin B1 (mg) -Vitamin B2 (mg) -Vitamin B3 (mg) - Vitamin C (mg)

600 15 15 1,4 1,6 15 90 600 15 15 1,3 1,6 14 90 600 15 15 1,2 1,4 13 90 500 15 15 1,1 1,4 12 75 500 15 15 1,1 1,3 12 75 500 15 15 1,0 1,1 10 75


(45)

Lanjutan Tabel 2.1 Jenis Zat Gizi

Kelompok Umur

Pria Wanita

19-29 tahun 30-49 tahun 50-64 tahun 19-29 tahun 30-49 tahun 50-64 tahun Mineral

-Kalsium (mg) -Zat besi (mg)

1100 35 1000 35 1000 30 1100 26 1000 26 1000 12 Sumber : Departemen Kesehatan RI Tahun 2013

2.7 Penilaian Status Gizi Dewasa

Penilaian status gizi pada dasarnya merupakan proses pemeriksaan keadaan gizi seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang bersifat objektif maupun subjektif, kemudian dibandingkan dengan baku yang telah tersedia. Data objektif dapat diperoleh dari data pemeriksaan laboratorium perorangan, serta sumber lain yang dapat diukur oleh anggota tim “penilai” (Arisman, 2010).

Penilaian status gizi dibagi menjadi dua, yaitu penilaian secara langsung dan penilaian secara tidak langsung. Penilaian secara langsung meliputi antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Sedangkan penilaian secara tidak langsung meliputi survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.

Penilaian status gizi orang dewasa pada prinsipnya adalah berdasarkan pengukuran fisik atau antropometri, yaitu menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT). Pengukuran Antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan antara protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh (Supariasa dkk, 2001).


(46)

IMT = Tinggi Badan mBerat Badan kg 2

IMT dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Intepretasi nilai IMT untuk Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2.2 Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia

Kategori IMT

Kurus <17,0

Normal >18,5-25,0

Overweight >25,0 – 27,0

Obesitas >27,0

Sumber : Departemen Kesehatan RI Tahun 2014

Pengukuran survei konsumsi makanan adalah untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga dan perorangan serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi makanan tersebut. Metode yang digunakan dalam mengukur konsumsi makanan dibagi atas dua metode yaitu metode kualitatif dan metode kuantitif (Supariasa dkk, 2001).

Metode kualitatif biasanya untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis bahan makanan dan menggali informasi tentang kebiasaan makan (food habits) serta cara-cara memperoleh bahan makanan. tersebut. Salah satunya adalah frekuensi makan (food frequency). Tujuannya adalah untuk memperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama periode tertentu setiap hari, minggu, bulan, tahun. Kuesioner frekuensi makanan memuat tentang daftar bahan makanan dan frekuensi penggunaan makanan tersebut pada periode tertentu. Bahan makanan yang ada dalam daftar kuesioner tersebut adalah yang dikonsumsi dalam frekuensi


(47)

yang cukup sering oleh responden. Sedangkan metode kuantitatif adalah untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi. Salah satunya adalah Recall 24 jam. Penggunaan recall 24 jam dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu (Supariasa dkk, 2001).

2.8 Kerangka Konsep

Mengetahui hubungan perilaku konsumsi makanan meliputi pengetahuan, sikap dan konsumsi makanan dengan status gizi dapat dilihat pada bagan di bawah ini :

Gambar 2.1. Kerangka Konsep

Perilaku konsumsi makanan terbentuk melalui pengetahuan,sikap dan konsumsi makanan. Pengetahuan mengenai gizi sembang akan memengaruhi sikap, selanjutnya membentuk konsumsi makanan. Baik buruknya perilaku konsumsi makanan yang terbentuk akan mempengaruhi status gizi.

Status Gizi Pengetahuan

Konsumsi makanan - Susunan

makanan - Frekuensi

makanan - Kuantitas

makanan Sikap


(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat analitik yaitu melihat hubungan perilaku konsumsi makanan dengan status gizi PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat. Desain penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional (potong lingtang) yaitu dengan pengamatan sekaligus pada waktu yang sama.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kantor BAPPEDA Kabupaten Langkat yang beralamat di Jalan T.Amir Hamzah No.1 Stabat. Alasan pemilihan tempat penelitian adalah berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan peneliti, terhadap 15 orang PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat terdapat 6 mengalami obesitas, 4 orang mengalami overweight, 2 orang kurus dan 3 orang normal. 2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada bulan Maret-September 2015 3.3 Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi penelitian adalah seluruh Pegawai Negeri Sipil (PNS) di BAPPEDA Kabupaten Langkat yang berjumlah 46 orang.

2. Sampel

Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi (total sampling.


(49)

3.4 Metode Pengumpulan Data 1. Data Primer

Data primer adalah data yang diambil langsung oleh peneliti meliputi data status gizi responden meliputi berat badan yang diukur menggunakan timbangan injak dan tinggi badan menggunakan microtoise. Selanjutnya identitas responden data (nama, umur, jenis kelamin dan pendidikan) melalui wawancara dengan bantuan kuesioner. Untuk mengetahui perilaku responden yang meliputi pengetahuan dan sikap responden mengenai gizi seimbang dilakukan menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan yang telah disediakan jawaban untuk dipilih, sedangkan untuk mengetahui konsumsi makanan responden menggunakan formulir food frequency dan formulir recall 2 x 24 jam.

2. Data Sekunder

Data sekunder meliputi data jumlah pegawai negeri sipil diperoleh dari Kantor BAPPEDA Kabupaten Langkat, data gambaran umum Kantor BAAPPEDA Kabupaten Langkat serta data-data lain yang dianggap relevan dengan tujuan penelitian.

3.5 Variabel dan Defenisi Operasional 1. Variabel

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel independen dan dependen. Variabel independen adalah perilaku konsumsi makanan dan variabel dependen adalah status gizi.


(50)

IMT = Tinggi Badan mBerat Badan kg 2

1. Defenisi Operasional

1. Status gizi PNS adalah hasil pengukuran kondisi fisik PNS berdasarkan nilai IMT.

2. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui PNS mengenai gizi seimbang serta dampaknya bagi kesehatan.

3. Sikap adalah kecenderungan PNS dalam menerima maupun menolak tentang makanan, zat gizi serta dampaknya bagi kesehatan.

4. Konsumsi makanan adalah asupan makanan yang dikonsumsi PNS meliputi susunan, kuantitas dan frekuensi makanan dalam sehari, seminggu dan sebulan.

5. Susunan makanan adalah komposisi dari makanan yang dikonsumsi PNS yang dilihat dari kelengkapan golongan bahan makanan dalam sehari.

6. Kuantitas makanan adalah banyaknya zat gizi yang dikonsumsi PNS dalam sehari.

7. Frekuensi makanan adalah keacapan PNS mengkonsumsi makanan tertentu dalam sehari, seminggu dan sebulan.

3.6 Aspek Pengukuran 1. Status Gizi

Pengukuran status gizi PNS menggunakan cara antropometri yaitu melalui pengukuran berat badan dan tinggi badan, caranya dengan menghitung IMT memakai rumus :


(51)

Kemudian hasilnya dikategorikan menurut kategori ambang batas IMT berikut ini :

Kategori IMT

Kurus <17,0

Normal >18,5-25,0

Overweight >25,0 – 27,0

Obesitas >27,0

Sumber : Departemen Kesehatan RI Tahun 2014 2 Perilaku Konsumsi Makanan

a. Pengetahuan Gizi Seimbang

Skala pengukuran yang dipakai adalah skala Guttman. Sebelumnya setiap jawaban diberi nilai terlebih dahulu. Skor 1 untuk jawaban benar, dan Skor 0 untuk jawaban salah. Kemudian nilai yang ada ditotal secara keseluruhan (Riduan, 2009). Selanjutnya jumlah nilai akan diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu : Baik : Pengetahuan dikategorikan baik bila skor jawaban >75% dari total nilai 15 atau nilai > 11

Sedang : Pengetahuan dikategorikan sedang bila skor jawaban 40%-75% dari total nilai 15 atau nilai 6-11

Kurang : Pengetahuan dikategorikan kurang bila skor jawaban <40% dari total nilai atau nilai < 6

b. Sikap

Skala pengukuran yang dipakai adalah skala Linkert. Sikap terdiri dari 10 pernyataan yang memuat pernyataan positif (4 buah pada pernyataan nomor 5,6,7,8) dan pernyataan negatif (6 buah pada pernyataan nomor 1,2,3,4,9,10). Jawaban terhadap pernyataan positif diberi skor 4 untuk Sangat Setuju (SS), 3 untuk Setuju (S), 2 untuk Tidak Setuju (TS) dan 1 untuk Sangat Tidak Setuju


(52)

(STS) sebaliknya skor terhadap pernyataan negatif diberi skor 4 untuk Sangat Tidak Setuju (STS), 3 untuk Tidak Setuju (TS), 2 untuk Setuju (S) dan 1 untuk Sangat Setuju (SS). Selanjutnya skor setiap pernyataan yang dijawab masing-masing responden dijumlahkan. Hasil penjumlahan masing-masing-masing-masing peryataan pada setiap responden kemudian di masukkan ke dalam kategori penilaian skor.

Cara menentukan kategori penilaian skor adalah dengan membuat skala skor.

-

Jumlah skor tertinggi : 4 x 10 (jumlah soal) = 40

-

Jumlah skor terendah : 1 x 10 (jumlah soal) = 10 Skala skor

10 17,5 25 32,5 40

(terendah) (median) (tertinggi)

Maka kategori penilaian skor jawabannya nya adalah : Baik : Sikap dikategorikan baik bila skor jawaban 32,5- 40 Sedang : Sikap dikategorikan sedang bila skor jawaban 17,5-32,5 Kurang : Sikap dikategorikan kurang bila skor jawaban 10-17,5 c. Konsumsi makanan

Konsumsi makanan responden meliputi susunan makanan dan jumlah makanan yang dikonsumsi diukur menggunakan formulir recall 24 jam sedangkan frekuensi makanan diukur dengan formulir food frequency.

a. Susunan makanan yang diukur meliputi :

- Tidak lengkap, apabila hanya terdiri dari makanan pokok dan lauk pauk atau makanan pokok, lauk pauk dan sayuran.


(53)

- Lengkap, apabila terdiri dari makanan pokok, lauk pauk, sayuran dan buah buahan

b. Frekuensi makanan diukur dengan formulir food frequency - Tidak pernah

- Selalu : 2-3 kali sehari - Sering : 3-5 kali seminggu - Jarang : 1-2 kali sebulan c. Kuantitas makanan

Kuantitas makanan yang dikonsumsi dikonversikan menjadi zat gizi (karbohidrat, protein dan lemak) kemudian dihitung zat gizi yang dikonsumsi, hasilnya dibandingkan dengan AKG menggunakan rumus sebagai berikut :

onsumsi at gi i makanan perhari

Angka ecukupan i i (A )

x

100%

Angka Kecukupan Gizi (AKG) per orang per hari umur 19-64 tahun adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1 Angka Kecukupan Gizi per orang per hari umur 19-64 tahun Jenis Zat Gizi

Kelompok Umur

Pria Wanita

19-29 tahun 30-49 tahun 50-64 tahun 19-29 tahun 30-49 tahun 50-64 Tahun

Karbohidrat (gr) 375 394 349 309 323 285

Protein (gr) 62 65 65 56 57 57

Lemak (gr) 91 73 65 75 60 53

Sumber : Departemen Kesehatan RI Tahun 2013

Setelah kuantitas makan yang dikonsumsi diperoleh dalam bentuk persen, hasil persen tersebut dikategorikan atas (WNPG, 2004) :


(54)

- Baik : 80-110% - Lebih : >110% 3.7 Metode Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan, dimasukkan kemudian diolah dan dianalisis menggunakan program komputer yaitu SPSS 15 melalui editing, coding, entry, cleaning, kemudian disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan dianalisis secara deskriptif.

Untuk melihat hubungan perilaku konsumsi makanan dengan status gizi digunakan uji Korelasi Pearson yang terdapat dalam program komputer dengan tingkat kepercayaan 95%. Data yang telah dikumpulkan diolah dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi kemudian dianalisis secara deskriptif.

BAB IV

HASIL PENELITIAN


(55)

Kantor BAPPEDA Kabupaten Langkat beralamat di di Jalan T.Amir Hamzah No.1 Stabat. Ruang lingkup kerjanya meliputi sekretariat, bidang fisik dan prasarana, bidang ekonomi, bidang sosial budaya dan bidang pengendalian

Jumlah PNS yang bekerja pada Kantor BAPPEDA Kabupaten Langkat berjumlah 46 orang dan terdapat 40 orang yang berusia 30 tahun keatas. Aktivitas pekerjaan sehari-hari PNS lebih banyak dilakukan di dalam kantor dari pada luar gedung kantor. Aktivitas yang dilakukan lebih banyak menghabiskan waktu di depan komputer ataupun laptop dan duduk diruangan kerja. Pada areal kantor juga terdapat kantin yang terletak di belakang kantor. Makanan yang tersedia sebagian besar mengandung lemak yang tinggi, seperti mie sop, soto ayam, lauk pauk maupun sayuran yang diolah dengan cara digulai maupun digoreng, juga beberapa jenis gorengan. Biasanya pegawai memesan makanan melalui telfon daripada berjalan ke kantin.

4.2 Karakteristik PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat dalam penelitian ini berjumlah 46 orang. Adapun karakteristik PNS meliputi umur, jenis kelamin dan tingkat pendidikan. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.1 Distribusi Berdasarkan Karakteristik Responden pada PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat Tahun 2015

No Karakteristik Responden n %

1 Umur

- ≤30 tahun 6 13,0

- 31-50 tahun 28 60,9


(56)

- >50 tahun 12 26,1

Jumlah 46 100,0

2 Jenis Kelamin

- Laki-laki 27 58,7

- Perempuan 19 41,3

Jumlah 46 100,0

3 Tingkat Pendidikan

- SLTA 9 19,6

- DIII 3 6,5

- S1 30 65,2

- S2 4 8,7

Jumlah 46 100,0

Berdasarkan Tabel 4.1. dapat dilihat bahwa karakteristik responden pada PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat menurut umur, lebih banyak pada kelompok umur 31-50 tahun yaitu sebanyak 28 orang (60,9%). Sedangkan kelompok umur yang paling sedikit adalah pada umur ≤30 tahun yaitu sebanyak 6 orang (13,0%).

Karakteristik responden pada PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat menurut jenis kelamin lebih banyak pada jenis kelamin laki-laki sebanyak 27 orang (58,7%) sedangkan jenis kelamin perempuan sebanyak 19 orang (41,3%).

Karakteristik responden pada PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat menurut tingkat pendidikan lebih banyak pada tingkat pendidikan S1 yaitu sebanyak 30 orang (65,2%) dan yang paling sedikit dengan tingkat pendidikan DIII sebanyak 3 orang (6,5%).

4.3 Pengetahuan Gizi Seimbang PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat

Pengetahuan gizi seimbang PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat dihitung melalui pertanyaan dari kuesioner yang terdiri dari 15 pertanyaan mengenai pengetahuan gizi seimbang, maka tingkat pengetahuan gizi seimbang PNS dapat dilihat pada Tabel 4.2.


(57)

Tabel 4.2 Distribusi Responden Menurut Pengetahuan Gizi Seimbang pada PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat Tahun 2015

Pengetahuan Gizi Seimbang n %

Kurang 2 4,3

Sedang 27 58,7

Baik 17 37,0

Jumlah 46 100,0

Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa jumlah PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat paling banyak terdapat pada PNS dengan pengetahuan gizi seimbang yang tergolong sedang yaitu sebanyak 27 orang (58,7%), sedangkan yang paling sedikit terdapat pada PNS dengan pengetahuan gizi seimbang yang tergolong kurang yaitu sebanyak 2 orang (4,3%).

4.4 Sikap PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat

Sikap PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat dihitung melalui pernyataan pada kuesioner yang terdiri dari 10 pernyataan mengenai sikap terhadap gizi seimbang, maka sikap PNS dapat dilahat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Distribusi Responden Menurut Sikap pada PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat Tahun 2015

Sikap n %

Kurang 10 21,7

Sedang 23 50,0

Baik 13 28,3

Jumlah 46 100,0

Berdasarkan Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa jumlah PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat paling banyak terdapat pada PNS dengan sikap yang tergolong sedang yaitu sebanyak 23 orang (50,0%), sedangkan yang paling sedikit terdapat pada PNS dengan sikap yang tergolong kurang yaitu sebanyak 10 orang (21,7%).


(58)

4.5.1 Konsumsi Makanan Berdasarkan Susunan Makanan dan Frekuensi Makanan

Konsumsi makanan berdasarkan susunan makanan dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Konsumsi Makanan Berdasarkan Susunan Makanan pada PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat Tahun 2015

Susunan Makanan n %

Tidak Lengkap 35 76,1

Lengkap 11 23,9

Jumlah 46 100,0

Berdasarkan Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa susunan makanan yang dikonsumsi PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat paling banyak tergolong tidak lengkap yang terdiri makanan pokok dan lauk pauk atau makanan pokok, lauk pauk dan sayuran yaitu sebanyak 35 orang (76,1%), sedangkan PNS yang memiliki susunan makanan lengkap yang terdiri dari makanan pokok, lauk pauk, sayuran dan buah-buahan yaitu sebanyak 11 orang (23,9%).

Berdasarkan hasil wawancara menggunakan formulir food frequency menurut jenis bahan makanan yang dikonsumsi oleh pegawai, diperoleh gambaran frekuensi makan PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat berdasarkan kelompok jenis bahan makanan yang tercantum dalam tabel-tabel berikut :

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Bahan Makanan Pokok yang dikonsumsi PNS BAPPEDA Kabupaten Langkat Tahun 2015

Bahan Makanan

Pokok

Frekuensi Makan

Jumlah 2-3 kali sehari 3-5 kali

seminggu

1-2 kali sebulan

Tidak pernah


(1)

.204

46 46

-.191 1

.204

46 46

Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Jumlah protein

Case Processing Summary

46 100.0% 0 .0% 46 100.0%

Jumlah lemak * Sikap

N Percent N Percent N Percent

Valid Missing Total

Cases

Juml ah lemak * Si kap Crosstabul ation

1 10 4 15

3.3 7.5 4.2 15.0

6.7% 66.7% 26.7% 100.0% 2.2% 21.7% 8.7% 32.6%

1 6 1 8

1.7 4.0 2.3 8.0

12.5% 75.0% 12.5% 100.0% 2.2% 13.0% 2.2% 17.4%

8 7 8 23

5.0 11.5 6.5 23.0

34.8% 30.4% 34.8% 100.0% 17.4% 15.2% 17.4% 50.0%

10 23 13 46

10.0 23.0 13.0 46.0

21.7% 50.0% 28.3% 100.0% 21.7% 50.0% 28.3% 100.0% Count

Expected Count % wit hin Jumlah lemak % of Total

Count

Expected Count % wit hin Jumlah lemak % of Total

Count

Expected Count % wit hin Jumlah lemak % of Total

Count

Expected Count % wit hin Jumlah lemak % of Total

<80% (Kurang)

80-110% (Baik)

>110% (Lebih) Jumlah

lemak

Total

kurang sedang baik Sikap

Total

Correlations

1 -.217

.147

46 46

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Sikap


(2)

Crosstabs

46 100.0% 0 .0% 46 100.0%

Jenis Makanan * Indeks Massa Tubuh

N Percent N Percent N Percent

Susunan Makanan * Indeks Massa Tubuh Crosstabulation

2 9 24 35

2.3 11.4 21.3 35.0 5.7% 25.7% 68.6% 100.0% 4.3% 19.6% 52.2% 76.1%

1 6 4 11

.7 3.6 6.7 11.0

9.1% 54.5% 36.4% 100.0% 2.2% 13.0% 8.7% 23.9%

3 15 28 46

3.0 15.0 28.0 46.0 6.5% 32.6% 60.9% 100.0% 6.5% 32.6% 60.9% 100.0% Count

Expected Count % wit hin Susunan Makanan

% of Total Count

Expected Count % wit hin Susunan Makanan

% of Total Count

Expected Count % wit hin Susunan Makanan

% of Total tidak lengkap

lengkap Susunan

Makanan

Total

Kurang BB

(Kurus) Normal

Kelebihan BB ( Ov erweight dan Obesit as) Indeks Massa Tubuh

Total

Correlati ons

1 -.299*

.043

46 46

-.299* 1

.043

46 46

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Susunan Makanan

Indeks Massa Tubuh

Susunan Makanan

Indeks Massa Tubuh

Correlation is signif icant at the 0.05 lev el (2-tailed). *.


(3)

46 100.0% 0 .0% 46 100.0% Jumlah karbohidrat *

Indeks Massa Tubuh

N Percent N Percent N Percent

Juml ah karbohi drat * I ndeks Massa Tubuh Crosstabulation

3 2 4 9

.6 2.9 5.5 9.0

33.3% 22.2% 44.4% 100.0%

6.5% 4.3% 8.7% 19.6%

0 4 6 10

.7 3.3 6.1 10.0

.0% 40.0% 60.0% 100.0%

.0% 8.7% 13.0% 21.7%

0 9 18 27

1.8 8.8 16.4 27.0

.0% 33.3% 66.7% 100.0%

.0% 19.6% 39.1% 58.7%

3 15 28 46

3.0 15.0 28.0 46.0

6.5% 32.6% 60.9% 100.0% 6.5% 32.6% 60.9% 100.0% Count

Expected Count % wit hin Jumlah karbohidrat % of Total Count

Expected Count % wit hin Jumlah karbohidrat % of Total Count

Expected Count % wit hin Jumlah karbohidrat % of Total Count

Expected Count % wit hin Jumlah karbohidrat % of Total <80% (Kurang)

80-110% (Baik)

>110% (Lebih) Jumlah

karbohidrat

Total

Kurang BB

(Kurus) Normal

Kelebihan BB ( Ov erweight dan Obesitas) Indeks Massa Tubuh

Total

Correlati ons

1 .296*

.045

46 46

.296* 1

.045

46 46

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Konsumsi Karbohidrat

Indeks Massa Tubuh

Konsumsi Karbohidrat

Indeks Massa Tubuh


(4)

Crosstabs

46 100.0% 0 .0% 46 100.0% Jumlah protein *

Indeks Massa Tubuh

N Percent N Percent N Percent

Juml ah protein * Indeks Massa Tubuh Crosstabulation

1 1 2 4

.3 1.3 2.4 4.0

25.0% 25.0% 50.0% 100.0%

2.2% 2.2% 4.3% 8.7%

2 7 7 16

1.0 5.2 9.7 16.0

12.5% 43.8% 43.8% 100.0%

4.3% 15.2% 15.2% 34.8%

0 7 19 26

1.7 8.5 15.8 26.0

.0% 26.9% 73.1% 100.0%

.0% 15.2% 41.3% 56.5%

3 15 28 46

3.0 15.0 28.0 46.0

6.5% 32.6% 60.9% 100.0% 6.5% 32.6% 60.9% 100.0% Count

Expected Count % wit hin Jumlah protein % of Total

Count

Expected Count % wit hin Jumlah protein % of Total

Count

Expected Count % wit hin Jumlah protein % of Total

Count

Expected Count % wit hin Jumlah protein % of Total

<80% (Kurang)

80-110% (Baik)

>110% (Lebih) Jumlah

protein

Total

Kurang BB

(Kurus) Normal

Kelebihan BB ( Ov erweight dan Obesitas) Indeks Massa Tubuh

Total

Correlati ons

1 .420**

.004

46 46

.420** 1

.004

46 46

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Konsumsi Protein

Indeks Massa Tubuh

Konsumsi Prot ein

Indeks Massa Tubuh

Correlation is signif icant at the 0.01 lev el (2-t ailed). **.


(5)

46 100.0% 0 .0% 46 100.0% Jumlah lemak *

Indeks Massa Tubuh

N Percent N Percent N Percent

Juml ah lemak * Indeks Massa Tubuh Crosstabulation

2 8 5 15

1.0 4.9 9.1 15.0

13.3% 53.3% 33.3% 100.0%

4.3% 17.4% 10.9% 32.6%

1 3 4 8

.5 2.6 4.9 8.0

12.5% 37.5% 50.0% 100.0%

2.2% 6.5% 8.7% 17.4%

0 4 19 23

1.5 7.5 14.0 23.0

.0% 17.4% 82.6% 100.0%

.0% 8.7% 41.3% 50.0%

3 15 28 46

3.0 15.0 28.0 46.0

6.5% 32.6% 60.9% 100.0% 6.5% 32.6% 60.9% 100.0% Count

Expected Count % wit hin Jumlah lemak % of Total

Count

Expected Count % wit hin Jumlah lemak % of Total

Count

Expected Count % wit hin Jumlah lemak % of Total

Count

Expected Count % wit hin Jumlah lemak % of Total

<80% (Kurang)

80-110% (Baik)

>110% (Lebih) Jumlah

lemak

Total

Kurang BB

(Kurus) Normal

Kelebihan BB ( Ov erweight dan Obesitas) Indeks Massa Tubuh

Total

Correlati ons

1 .591**

.000

46 46

.591** 1

.000

46 46

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Konsumsi Lemak

Indeks Massa Tubuh

Konsumsi Lemak

Indeks Massa Tubuh

Correlation is signif icant at the 0.01 lev el (2-t ailed). **.


(6)

Gambar 1. Mengukur Berat Badan

Gambar 2. Mengukur Tinggi Badan

Gambar 3. Wawancara mengenai perilaku konsumsi makanan dengan

menggunakan kuesioner pengetahuan dan sikap gizi

seimbang, formulir recall 24 jam dan food frequency