Konstruksi Gen Penyandi Kitinase pada Vektor Ekspresi dengan Metode Gateway dan Transformasi pada Agrobacterium sp.

ABSTRAK

ISMI WILLYSIA BILLIRANTAU. Konstruksi Gen Penyandi Kitinase pada
Vektor Ekspresi dengan Metode Gateway dan Transformasi pada Agrobacterium
sp. Dibimbing oleh EDY DJAUHARI PK dan TETTY CHAIDAMSARI.

Kelapa sawit merupakan tumbuhan industri penting penghasil minyak
goreng, minyak industri, maupun bahan bakar. Usaha peningkatan produksi
perkebunan kelapa sawit tersebut secara terus menerus dilakukan antara lain untuk
mengatasi masalah hama dan penyakit yang disebabkan oleh Ganoderma spp
yang dikenal dengan nama penyakit busuk akar. Salah satu cara untuk
menanggulangi masalah ini adalah dengan menyisipkan gen penghasil zat yang
berfungsi sebagai antijamur salah satunya yaitu gen penyandi kitinase. Penelitian
ini bertujuan untuk membuat konstruksi gen penyandi kitinase dalam vektor
ekspresi dengan metode Gateway yang cepat dan terarah. Gen penyandi kitinase
yang berukuran 1500 pb dari penelitian sebelumnya oleh Novianthy (2009)
terlebih dahulu disisipkan ke dalam vektor donor selanjutnya ke dalam vektor
ekspresi. Pengujian gen penyandi kitinase yang telah tersisipkan ke dalam vektor
ekspresi menghasilkan pita DNA berukuran 1500 pb yang ditunjukkan oleh
elektroforegram PCR koloni gen penyandi kitinase. Vektor ekspresi yang telah
tersisipi gen penyandi kitinase selanjutnya ditransformasikan ke dalam

Agrobacterium tumefaciens galur AGL-0. Pengujian PCR koloni menunjukkan
gen penyandi kitinase telah berhasil disisipkan pada A. tumefaciens. Gen penyandi
kitinase siap ditransfer ke dalam tanaman.

ABSTRACT

ISMI WILLYSIA BILLIRANTAU. Construction of Gene Chitinase in Expression
Vector by Method Gateway and Transformation to Agrobacterium sp. Under the
direction of EDY DJAUHARI PK and TETTY CHAIDAMSARI.

Oil palm is an important industrial plants producing cooking oil, industrial
oil, and fuel. An effort to increase the production of oil palm continuously, has
been carried out through the protecting of pests and disease caused by Ganoderma
spp and known the root-rot disease. One way to solve this problem is by gene
construct in produce an antifungal substances that as one function of the gene
chitinase. The objective of this research is to make the construction of gene
chitinase in an expression vector by the rapid and directed Gateway Method. The
full size gene chitinase of 1500 bp from the previous research by Novianthy
(2009) was first inserted into a donor vector and then inserted into the expression
vector. The characterization of expression vector inserted with gene chitinase was

carried out which resulted in a DNA band of 1500 bp shown by PCR colony
technique elektroforegram gene chitinase. An expression vector inserted with the
gene chitinase was transformed into the Agrobacterium tumefaciens strain AGL-0.
The PCR colony technique showed gene chitinase has been successfully inserted
into A. tumefaciens. The gene chitinase ready transferred into plants.

PENDAHULUAN
Kelapa sawit merupakan tumbuhan
industri penting penghasil minyak goreng,
minyak industri, maupun bahan bakar.
Komoditas kelapa sawit menduduki peringkat
ketiga penyumbang devisa nonmigas setelah
karet dan kopi bagi Indonesia (Lubis 1992).
Usaha peningkatan produksi perkebunan
kelapa sawit tersebut secara terus menerus
ternyata tidak terlepas dari masalah hama dan
penyakit. Hama dan penyakit yang sering
menyerang kelapa sawit umumnya disebabkan
oleh cendawan patogen Ganoderma spp
(Santoso et al. 2001). Penyakit yang

disebabkan oleh Ganoderma spp menyerang
bagian akar dan gejala penyakit yang
ditimbulkannya tersebut hanya terlihat pada
akhir infeksi sehingga tanaman tidak dapat
diselamatkan. Penyakit tersebut dikenal
dengan nama busuk akar (Singh 1991).
Pengendalian Ganoderma spp. sulit
dilakukan karena ketika gejala dan tanda
serangannya
dapat
diamati,
tingkat
serangannya sudah parah dan tanaman sudah
tidak mungkin diselamatkan lagi sehingga
perlu
dilakukan
pendekatan
untuk
menanggulangi
masalah

tersebut.
Pengendalian penyakit busuk akar dapat
dilakukan dengan pendekatan umum yaitu
cara pendekatan kimia maupun cara hayati
menggunakan biofungisida Trichoderma dan
Penicilium, akan tetapi ini kurang efektif
karena daya bunuh relatif lebih lama serta
menimbulkan dampak negatif terhadap
lingkungan seperti pencemaran tanah (Lubis
1992). Program pemuliaan tanaman dengan
menemukan gen yang tahan terhadap
Ganoderma spp. menjadi alternatif bagi
pengendalian penyakit busuk akar, namun
hingga saat ini tanaman yang dimaksud belum
pernah ada sehingga untuk memecahkan
masalah ini diperlukan pendekatan baru yaitu
mendapatkan tanaman kelapa sawit yang
tahan terhadap Ganoderma spp. dengan cara
menyisipkan gen yang menghasilkan zat yang
berfungsi sebagai antijamur, seperti enzim

kitinase, glukanase maupun stilbena sintase
yang dapat melisis dinding sel hifa jamur
patogen.
Gen yang yang akan disisipkan dalam
rekayasa genetika kelapa sawit diharapkan
dapat diekspresikan secara terus-menerus
sepanjang hidup tanaman kelapa sawit
khususnya pada bagian perakaran, maka dari
itu pemilihan promotor yang bersifat
konstitutif serta cocok pada kelapa sawit
memiliki peran yang sangat penting terhadap

pengendalian penyakit Ganoderma spp.
Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan
menyisipkan gen penghasil zat yang berfungsi
sebagai antijamur salah satunya adalah gen
penyandi kitinase. Gen penyandi kitinase
dapat diisolasi dari jamur Trichoderma
harzianum yang telah terbukti memiliki agen
pengendali biologis terhadap jamur patogen

tanaman (Schirmbock et al. 1994; Lorito et al.
1996).
Penyisipan gen penyandi kitinase lengkap
ke dalam vektor ekspresi dengan metode
Gateway dilakukan untuk menguji apakah
tanaman kelapa sawit dapat tahan terhadap
Ganoderma spp. Gen penyandi kitinase yang
telah tersisipkan dalam vektor ekspresi
selanjutnya ditransformasikan ke dalam
Agrobacterium tumefaciens. Metode Gateway
digunakan
untuk
pengklonan
karena
merupakan metode yang masih baru, cepat
dan efisien.
Penelitian ini bertujuan untuk membuat
konstruksi gen penyandi kitinase dalam vektor
ekspresi dengan metode Gateway yang cepat
dan terarah. Hipotesis penelitian ini adalah

gen penyandi kitinase dapat dikonstruksikan
ke dalam vektor ekspresi menggunakan
metode Gateway dan ditransformasikan pada
Agrobacterium tumefaciens. Hasil penelitian
ini diharapkan dapat menghasilkam bibit
transgenik
kelapa
sawit
yang
mengekspresikan gen penyandi kitinase
sehingga resisten terhadap Ganoderma dan
memberikan informasi mengenai metode
Gateway sebagai salah satu metode
pengklonan.

TINJAUAN PUSTAKA
Kelapa Sawit
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq)
(Gambar 1) berasal dari Afrika. Tanaman ini
sejak tahun 1848 dikenal di Indonesia, namun

baru ditanam secara komersial pada tahun
1911. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq)
berasal dari kata Elaeis (Elaion, bahasa
Yunani) yang berarti minyak, sedangkan
guineensis berasal dari Guinea yaitu nama
pantai barat Afrika yaitu Jacquis (Lubis
1992). Kelapa sawit termasuk ke dalam
tanaman
monokotil
dengan
tingkatan
taksonomi yaitu kingdom Plantae, divisi
Tranceophyta, kelas Monocotyledoneae, ordo
Cocoideae, family Palmae, dan spesies Elaeis
guineensis Jacq. Varietas kelapa sawit
digolongkan menjadi dua macam, yaitu
berdasarkan tebal tipisnya cangkang dan

PENDAHULUAN
Kelapa sawit merupakan tumbuhan

industri penting penghasil minyak goreng,
minyak industri, maupun bahan bakar.
Komoditas kelapa sawit menduduki peringkat
ketiga penyumbang devisa nonmigas setelah
karet dan kopi bagi Indonesia (Lubis 1992).
Usaha peningkatan produksi perkebunan
kelapa sawit tersebut secara terus menerus
ternyata tidak terlepas dari masalah hama dan
penyakit. Hama dan penyakit yang sering
menyerang kelapa sawit umumnya disebabkan
oleh cendawan patogen Ganoderma spp
(Santoso et al. 2001). Penyakit yang
disebabkan oleh Ganoderma spp menyerang
bagian akar dan gejala penyakit yang
ditimbulkannya tersebut hanya terlihat pada
akhir infeksi sehingga tanaman tidak dapat
diselamatkan. Penyakit tersebut dikenal
dengan nama busuk akar (Singh 1991).
Pengendalian Ganoderma spp. sulit
dilakukan karena ketika gejala dan tanda

serangannya
dapat
diamati,
tingkat
serangannya sudah parah dan tanaman sudah
tidak mungkin diselamatkan lagi sehingga
perlu
dilakukan
pendekatan
untuk
menanggulangi
masalah
tersebut.
Pengendalian penyakit busuk akar dapat
dilakukan dengan pendekatan umum yaitu
cara pendekatan kimia maupun cara hayati
menggunakan biofungisida Trichoderma dan
Penicilium, akan tetapi ini kurang efektif
karena daya bunuh relatif lebih lama serta
menimbulkan dampak negatif terhadap

lingkungan seperti pencemaran tanah (Lubis
1992). Program pemuliaan tanaman dengan
menemukan gen yang tahan terhadap
Ganoderma spp. menjadi alternatif bagi
pengendalian penyakit busuk akar, namun
hingga saat ini tanaman yang dimaksud belum
pernah ada sehingga untuk memecahkan
masalah ini diperlukan pendekatan baru yaitu
mendapatkan tanaman kelapa sawit yang
tahan terhadap Ganoderma spp. dengan cara
menyisipkan gen yang menghasilkan zat yang
berfungsi sebagai antijamur, seperti enzim
kitinase, glukanase maupun stilbena sintase
yang dapat melisis dinding sel hifa jamur
patogen.
Gen yang yang akan disisipkan dalam
rekayasa genetika kelapa sawit diharapkan
dapat diekspresikan secara terus-menerus
sepanjang hidup tanaman kelapa sawit
khususnya pada bagian perakaran, maka dari
itu pemilihan promotor yang bersifat
konstitutif serta cocok pada kelapa sawit
memiliki peran yang sangat penting terhadap

pengendalian penyakit Ganoderma spp.
Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan
menyisipkan gen penghasil zat yang berfungsi
sebagai antijamur salah satunya adalah gen
penyandi kitinase. Gen penyandi kitinase
dapat diisolasi dari jamur Trichoderma
harzianum yang telah terbukti memiliki agen
pengendali biologis terhadap jamur patogen
tanaman (Schirmbock et al. 1994; Lorito et al.
1996).
Penyisipan gen penyandi kitinase lengkap
ke dalam vektor ekspresi dengan metode
Gateway dilakukan untuk menguji apakah
tanaman kelapa sawit dapat tahan terhadap
Ganoderma spp. Gen penyandi kitinase yang
telah tersisipkan dalam vektor ekspresi
selanjutnya ditransformasikan ke dalam
Agrobacterium tumefaciens. Metode Gateway
digunakan
untuk
pengklonan
karena
merupakan metode yang masih baru, cepat
dan efisien.
Penelitian ini bertujuan untuk membuat
konstruksi gen penyandi kitinase dalam vektor
ekspresi dengan metode Gateway yang cepat
dan terarah. Hipotesis penelitian ini adalah
gen penyandi kitinase dapat dikonstruksikan
ke dalam vektor ekspresi menggunakan
metode Gateway dan ditransformasikan pada
Agrobacterium tumefaciens. Hasil penelitian
ini diharapkan dapat menghasilkam bibit
transgenik
kelapa
sawit
yang
mengekspresikan gen penyandi kitinase
sehingga resisten terhadap Ganoderma dan
memberikan informasi mengenai metode
Gateway sebagai salah satu metode
pengklonan.

TINJAUAN PUSTAKA
Kelapa Sawit
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq)
(Gambar 1) berasal dari Afrika. Tanaman ini
sejak tahun 1848 dikenal di Indonesia, namun
baru ditanam secara komersial pada tahun
1911. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq)
berasal dari kata Elaeis (Elaion, bahasa
Yunani) yang berarti minyak, sedangkan
guineensis berasal dari Guinea yaitu nama
pantai barat Afrika yaitu Jacquis (Lubis
1992). Kelapa sawit termasuk ke dalam
tanaman
monokotil
dengan
tingkatan
taksonomi yaitu kingdom Plantae, divisi
Tranceophyta, kelas Monocotyledoneae, ordo
Cocoideae, family Palmae, dan spesies Elaeis
guineensis Jacq. Varietas kelapa sawit
digolongkan menjadi dua macam, yaitu
berdasarkan tebal tipisnya cangkang dan

2

warna buah. Tiga tipe dikenal berdasarkan
varietas tebal tipisnya cangkang, yaitu: Dura,
Pisifera, dan Tenera. Varietas berdasarkan
warna buahnya juga terdapat tiga tipe, yaitu:
Nigrescens, Virescens,
dan Albescens
(Setyamidjaja 2006).
Upaya peningkatan produksi kelapa sawit
memiliki hambatan, salah satu hambatan
tersebut adalah adanya gangguan penyakit
yang disebabkan oleh hama dan penyakit.
Terdapat
pelbagai
cara
untuk
mengklasifikasikan hama dan penyakit pada
tananam kelapa sawit. Klasifikasi tersebut
berdasarkan bagian tanaman yang diserang
dan jenis hama yang menyerang. Klasifikasi
berdasarkan bagian tanaman yang diserang
dikenal dengan hama perusak (pemakan)
daun, perusak bunga dan buah, perusak akar
dan batang. Ditinjau dari jenis hama yang
menyerang maka hama yang menyerang dapat
dibedakan yaitu hama serangga, nematoda,
mamalia dan lain-lain (Lubis 1992).
Penyebab penyakit busuk pangkal batang
atau akar pada kelapa sawit adalah
Ganoderma spp. Gejala awal penyakit ini
adalah pelepah daun yang berada di pucuk
berwarna merah pucat seperti kekurangan hara
selanjutnya daun mengalami nekrosis yang
dimulai dari daun yang lebih tua sampai ke
daun yang lebih muda.
Pelepah daun tersebut akan patah dan
menggantung pada tanaman kelapa sawit.
Umumnya tanaman akan mati setelah 6-12
bulan sejak gejala terakhir, hal ini disebabkan
infeksi yang terjadi karena kontak akar yang
sakit (Lubis 1992).

kali dideskripsikan Karsten pada 1881 dengan
nama Ganoderma P Karsten. Ganoderma spp.
sendiri berasal dari bahasa latin yaitu gan
yang berarti berkilauan dan derm yang berarti
kulit. Arti tersebut menggambarkan bahwa
tubuh buah Ganoderma agak keras dan
mengkilap (Widyastuti 2009). Adapun
klasifikasi lengkap dari Ganoderma spp.
menurut Alexopoulos (1996) adalah filum
Fungi, kelas Basidiomycetes, subkelas
Holobasidiomycetes, seri Hymenomycetes,
ordo Agaricales, family Polyporaceae, genus
Ganoderma, dan species Ganoderma spp.
Widyastuti (2009) menyatakan bahwa
Ganoderma spp. merupakan fungi penyebab
penyakit busuk akar yang dapat membentuk
tubuh buah yang merupakan hasil pembuahan
seksual. Permukaan tubuh buahnya berpori,
berwarna cokelat kemerahan seperti terlihat
pada Gambar 2. Posisi tubuh buahnya ada
yang duduk (sessile) dan bertangkai
(stipitate). Ganoderma spp. memiliki ciri-ciri
diantaranya yaitu adanya struktur yang
disebut basidium (suatu sel berbentuk tabung
atau seperti pemukul bola yang mempunyai
empat buah basidiospora di bagian luarnya).
Himenium yang dimiliki dapat menutupi
permukaan berpori, tubuh buah berkayu, keras
dan ulet, serta mempunyai lapisan-lapisan
membran, permukaan atas tubuh buah (konus)
rata dan halus, dan spora pipih di bagian
bawahnya.
Ganoderma tumbuh pada daerah dengan
ketinggian 300 meter di atas permukaan laut
sampai dataran tinggi dengan suhu rata-rata
26-32oC. Di Indonesia Ganoderma tersebar di
hutan-hutan Sumatera, Kalimantan dan
beberapa hutan tropis lainnya. Ganoderma
dapat tumbuh pada kayu yang masih hidup
dan kayu yang sudah mati (Martawijaya
1986). Serangan Ganoderma pada tanaman
keras sulit dideteksi karena gejalanya mirip
dengan gejala serangan penyakit perakaran
lainnya termasuk juga mirip gejala
kekeringan. Tanaman meskipun sudah
menunjukkan gejala sakit, namun tubuh buah
Ganoderma kadang-kadang belum terbentuk.

Gambar 1 Tanaman kelapa sawit.
Ganoderma spp.
Menurut Alexopoulos (1996), Ganoderma
spp. diklasifikasikan ke dalam dunia fungi
yang merupakan anggota Basidiomycetes
penyebab penyakit pada tanaman keras
dengan kemampuan mendekomposisi lignin,
selulosa, dan polisakarida. Jamur ini pertama

Gambar 2 Ganoderma spp.

3

Di lain pihak, pada tanaman yang tampak
sehat
dapat
ditemukan
tubuh
buah
Ganoderma di pangkal batangnya (Bassett &
Peters 2003).
Gen Penyandi Kitinase sebagai Gen
Ketahanan
Kitinase
merupakan
enzim
yang
mempunyai kemampuan mendegradasi kitin,
sebagai komponen utama dinding sel jamur
(Datta et al. 2000). Kitinase selain memiliki
kemampuan tersebut juga melepaskan oligoN-asetil-glukosamin yang berfungsi sebagai
substansi yang telah terbukti berperan penting
dalam mengaktifkan respon ketahanan (Ren &
West 1992). Faath (1994) menyatakan bahwa
kitinase juga dapat diproduksi oleh bakteri
untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya dengan
mendegradasi kitin karena kitin merupakan
sumber utama karbon dan nitrogen untuk
beberapa bakteri. Hal ini menunjukkan bahwa
kitinase merupakan enzim ekstrasel. Beberapa
bakteri yang diketahui dapat menghasilkan
kitinase diantaranya adalah Bacillus circulans,
Serratia
marcescens,
Pseudomonas
aeruginosa, Streptomyces sp., Aeromonas
hydrophyla, Vibrio furnissi (Kupiec & Ilan
1998) dan bakteri lain yang mampu
menghasilkan kitinase adalah Aeromonas
cavae, Bacillus licheneformis, Enterobacter
agglomerans, dan Xanthomonas sp. (Patil et
al. 2000).
Beberapa publikasi hasil penelitian
melaporkan
bahwa
tanaman
yang
mengekspresikan gen penyandi kitinase
terbukti mempunyai ketahanan terhadap
cendawan tertentu, seperti tanaman padi yang
tahan terhadap Rhizoctonia solani (Lin et al.
1995; Datta et al. 2000), tanaman mentimun
yang tahan terhadap serangan Botrytis cinerea
(Tabei et al. 1998) dan tanaman tembakau
yang tahan terhadap cendawan Sclerotinia
sclerotiorum (Terekawa et al. 1997). Kitinase
diduga dapat digunakan sebagai perlindungan
terhadap jamur patogen. Pendugaan tersebut
didukung oleh pengamatan tumbuhan tingkat
tinggi yang tidak mepunyai kitinase, ternyata
setelah diberikan kitinase tumbuhan tersebut
menunjukkan aktivitas antijamur secara in
vitro (Lin et al. 1995).
Metode Pengklonan Gateway
Metode
pengklonan
Gateway
dikembangkan oleh peneliti dari perusahaan
Life Technologies (Hartley et al. 2000).
Metode Gateway merupakan metode biologi
molekular yang memungkinkan peneliti untuk
memindahkan fragmen DNA dari suatu

plasmid ke plasmid lain secara efisien dengan
menggunakan suatu set urutan rekombinasi
yang disebut situs”att Gateway”. Metode
pengklonan
Gateway
pada
dasarnya
bergantung pada dua reaksi yakni, reaksi
Bacteriophage (BP) dan Left Right (LR).
Reaksi BP (Gambar 3) pada metode
pengklonan Gateway terjadi penggabungan
situs attP yang berukuran 242 pb dari faga
lamda dan situs attB yang berukuran 25 pb
dari rekombinasi E. coli dan genom faga
lamda disambungkan ke genom E. coli.
Hasilnya genom faga diikat oleh attL yang
berukuran 100 pb dan attR yang berukuran
168 pb sedangkan kebalikanya faga lamda
dipotong dari genom E. coli dengan
rekombinasi di antara situs attL dan attR
dalam reaksi LR seperti terlihat pada Gambar
4. Reaksi ini merekombinasikan gen sisipan
yang diikat oleh situs attL dengan vektor
destinasi yang membawa situs attR. Hasilnya
gen sisipan diikat oleh dua situs yakni situs
attB1 dan attB2 yang selanjutnya disebut klon
ekspresi.
Reaksi BP terjadi ketika gen yang akan
dikloning di desain dengan menggunakan
situs att lalu direaksikan dengan vektor donor
yang mengandung ccdB. Reaksi tersebut
menggunakan bantuan BP clonase sehingga
menghasilkan klon entri dimana gen yang
akan dikloning bertukar tempat dengan ccdB
pada vektor donor seperti yang terlihat pada
Lampiran 5. Klon entri yang sudah
mengandung gen yang akan di klon kemudian
direaksikan dengan vektor donor pada reaksi
LR menggunakan LR klonase sehingga gen
yang terdapat pada klon entri bertukar tempat

Gambar 3 Reaksi BP dalam metode Gateway.

4

Gambar 4 Reaksi LR dalam metode Gateway.
dengan ccdB pada vektor destinasi
menghasilkan vektor ekspresi yang telah
mengandung gen yang ingin di klon
(Lampiran 6)
Tujuan utama dari modifikasi pengklonan
Gateway adalah untuk memperkirakan Open
Reading Frame (ORF) yang menyandi protein
dalam vektor entri untuk mencegah
keberadaan atau penambahan muatan sekuens
yang sering kali tinggi setelah rekombinasi
yang dapat mempengaruhi fungsi protein
(Dubin et al. 2008).
Polymerase Chain Reaction (PCR)
Teknik PCR merupakan teknik yang
berguna dalam amplifikasi suatu sekuen DNA
spesifik dengan bantuan enzim, dan dilakukan
secara in vitro. Sampai sekarang telah terdapat
beberapa pengembangan dari teknik PCR dan
telah banyak digunakan untuk pelbagai
macam manipulasi dan analisis genetik
(Yuwono 2006). Instrumen PCR dapat
digunakan untuk menggandakan jumlah
molekul DNA pada target tertentu dengan
mensintesis molekul (Muladno 2002)
DNA baru yang berkomplemen dengan
molekul DNA target tersebut dengan bantuan
enzim dan oligonukleotida sebagai primer
dalam suatu termocycler. Primer yang berada
sebelum daerah target disebut sebagai primer
forward sedangkan primer yang berada
setelah daerah target disebut primer reverse.
Enzim polimerase merupakan enzim yang
digunakan sebagai pencetak rangkaian
molekul DNA baru.
Menurut Yuwono (2006) komponen yang
dibutuhkan dalam reaksi PCR adalah (1) DNA
target (template), yaitu fragmen DNA yang

akan dilipatgandakan, (2) oligonukleotida
primer, yaitu suatu sekuen oligonukleotida
pendek (15-25 basa nukleotida) yang
digunakan untuk mengawali sintesis rantai
DNA, (3) deoksiribonukleotida trifosfat
(dNTP), terdiri atas dATP, dCTP, dGTP,
dTTP, dan (4) enzim DNA polimerase, yaitu
enzim yang melakukan katalis reaksi sintesis
rantai DNA. Komponen lain yang juga
penting adalah senyawa buffer.
Reaksi PCR merupakan tiruan dari proses
replikasi DNA, yaitu dengan adanya
pembukaan rantai DNA utas ganda,
penempatan primer dan perpanjangan dari
arah 5’ ke 3’, hanya saja pada teknik PCR
tidak menggunakan enzim ligase dan primer
RNA. Secara ringkas, teknik PCR dilakukan
dengan cara mencampurkan sampel DNA
dengan
primer
oligonukleotida,
deoksiribonukleotida
trifosfat,
enzim
termostabil Taq DNA polimerase dalam
larutan yang sesuai, kemudian menaikkan dan
menurunkan suhu campuran secara berulang
selama beberapa jam sampai diperoleh jumlah
sekuen DNA yang diinginkan (Saiki et al.
1989).
Menurut Saiki et al. (1989) satu siklus
yang terjadi pada teknik PCR terdiri atas tiga
tahap (Gambar 5), yaitu denaturasi, annealing
dan ekstensi. Denaturasi dilakukan pada suhu
90-95oC sehingga terjadi pemisahan utas
ganda DNA menjadi dua utas tunggal DNA
yang menjadi cetakan (template) tempat
penempelan primer dan tempat kerja DNA
polimerase. Suhu kemudian diturunkan pada
tahap annealing untuk penempelan primer

Gambar 5 Proses Polymerase Chain Reaction
(PCR).

5

oligonukleotida
pada
sekuens
yang
komplementer dengan molekul DNA cetakan.
Suhu annealing tiap sekuens DNA bersifat
spesifik dan merupakan faktor penentu
keberhasilan suatu reaksi PCR. Tahap terakhir
adalah ekstensi, pada tahap ekstensi dilakukan
pada suhu 72oC. Suhu ini merupakan suhu
optimum untuk kerja enzim Taq DNA
polimerase. Pada tahap ini terjadi sintesis
DNA komplemen dengan DNA cetakan.
Ketiga tahap PCR dilakukan berulang kali
dalam mesin PCR, pada umumnya antara 2530 kali (siklus) bergantung dari jumlah DNA
yang diinginkan sehingga pada akhir siklus
akan didapatkan molekul-molekul DNA rantai
ganda yang baru hasil polimerasi dalam
jumlah yang jauh lebih banyak dibandingkan
dengan jumlah DNA cetakan yang digunakan
(Yuwono 2006).
Elektroforesis
Elektroforesis merupakan teknik yang
digunakan
untuk
memisahkan
dan
memurnikan fragmen-fragmen DNA ataupun
RNA yang memiliki muatan listrik di bawah
pengaruh medan listrik (Clark & Christopher
2008). Mobilitas fragmen DNA pada gel
elektroforesis sangat dipengaruhi oleh
komposisi
dan
kelarutan
ion
bufer
elektroforesis. Konsentrasi ion-ion sangat
sedikit dapat menyebabkan migrasi DNA
menjadi lambat sedangkan konsentrasi ion
yang berlebih akan mengakibatkan gel
mencair dan DNA terdenaturasi (Sambrook &
Russell 2001).
Prinsip elektroforesis adalah memisahkan
molekul berdasarkan muatannya (Gambar 6).
DNA yang bermuatan negatif akan bergerak
ke arah kutub positif selama elektroforesis
karena adanya gugus fosfat. Fragmen DNA
mempunyai muatan negatif yang sama untuk
tiap-tiap ukuran panjang, sehingga pergerakan
DNA ini akan memiliki kecepatan yang sama
untuk mencapai kutub positif (Clark &
Christopher 2008). Gel yang digunakan
biasanya berupa polimer bertaut silang
(crosslinked) dengan porositas yang diatur
sesuai kebutuhan. Gel yang umum digunakan
untuk memisahkan protein atau asam nukleat
berukuran kecil adalah poliakrilamida.
Pemisahan molekul yang lebih besar (lebih
dari beberapa ratus basa) menggunakan gel
agarosa yang dibuat dari ekstrak rumput laut
yang sudah dimurnikan (Khopkar 1990).
Konsentrasi agarosa yang sering dipakai
yaitu berkisar antara 0.8-1.5%. Konsentrasi
gel yang sangat encer (0.1-0.2%) dapat
meningkatkan daya pisah elektroforesis tetapi

hal tersebut sulit dilakukan karena gel yang
encer sangat mudah pecah. Larutan bufer
yang digunakan dalam elektroforesis sama
dengan yang digunakan untuk membuat gel.
Bufer tersebut dapat dibuat seperti tris-asetatEDTA (TAE) atau tris-borat-EDTA (TBE).
Gel agarosa dicampur dengan etidium
bromida (EtBr) dan dicetak dengan sisir yang
dibuat sumur-sumur tempat memasukkan
sampel DNA (Yuwono 2005). Menurut
Sambrook & Russell (2001) teknik
elektroforesis DNA juga memerlukan loading
buffer selain bufer elektroforesis. Bufer
tersebut berfungsi untuk meningkakan
densitas sampel sehingga fragmen tersebut
berada di dasar sumur gel (well) dan tidak
menyebar.
Hasil elektroforesis dapat teramati secara
visual dengan menambahkan etidium bromide
(EtBr) pada gel sebelum dicetak. Etidium
bromida akan menyisip ke dalam DNA
sehingga apabila dilihat di bawah sinar UV
pita-pita DNA menjadi terlihat karena etidium
bromida akan memendarkan sinar UV
(Yuwono 2005).

Gambar 6 Prinsip elektroforesis.
Agrobacterium tumefaciens
Agrobacterium tumefaciens merupakan
bakteri gram negatif yang hidup di tanah.
Bakteri ini dapat memindahkan sel secara
genetik pada beberapa tumbuhan dikotil serta
beberapa
tumbuhan
monokotil
dan
gymnosperma. Di alam, A. tumefaciens
menginfeksi tumbuhan dan menyebabkan
tumor yang disebut empedu mahkota. Tumor
ini dimasukkan oleh plasmid yang disebut
plasmid Ti (tumor inducing). Plasmid Ti ini
mengintegrasikan segmen DNA yang dikenal
DNA T ke dalam DNA kromosom sel
tumbuhan inangnya (Hwang & Gelvin 2004).

Transformasi
ke
tanaman
dengan
Agrobacterium tumefaciens memerlukan
keberadaan dua komponen genetik yang
terdapat pada plasmid Ti yaitu DNA T, bahan
genetik yang dipindahkan ke genom tanaman
dan virulen (vir), daerah yang tersusun atas
beberapa tempat yang menyandikan protein
DNA T dan pemindahan DNA T ke tanaman
(Tzafira & Citovsky 2002).

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam
proses amplifikasi menggunakan kit platinum
dari Invitrogen dan memerlukan bahan-bahan
seperti gen penyandi kitinase, primer spesifik
Gateway KTN-F, primer spesifik Gateway
KTN-R, M13-R, M13-F, larutan bufer,
MgCl2, dNTPs, Taq polimerase, dan
molecular water (aquabides). Bahan yang
digunakan untuk elektroforesis yaitu gel
agarosa (Sigma), bufer Tris-Borate-EDTA
(TBE) 0.5x, Etidium bromida (EtBr) 5
µg/100ml, loading buffer (Bromfenol biru
2.5%, sukrosa 40%), dan marker 1 kb plus
DNA Ladder (Invitrogen). Ekstraksi dan
Pemurnian menggunakan kit platinum dari
Invitrogen
(PureLinkTM
Quick
Gel
Extraction).
Isolasi
DNA
plasmid
menggunakan kit dari Fermentas (GeneJETTM
Plasmid MiniPrep Kit). Bahan lainnya yang
digunakan yaitu Gateway® Technology,
Invitrogen (vektor pDONR TM, enzim BP
clonaseTM, proteinase K, enzim LR
clonaseTM), sel kompeten Escherichia coli
galur XL-1 Blue, sel kompeten Agrobacterium
tumefaciens galur AGL-0, media Luria Bertani
(LB), media Luria Agar (LA), nitrogen cair,
media YEP (Yeast Extract Pepton), larutan
bufer 10x dream Taq, larutan bufer TE,
kanamisin 100.000 ppm, dan rifampisin
25.000 ppm.
Alat yang digunakan untuk elektroforesis
adalah sisir dan cetakan agar, bak
elektroforesis, mikropipet, microwave, tabung
mikro, adaptor 100 Volt, transluminator
ultraviolet (UV) T2201 (Sigma). Alat lain
yang digunakan adalah mesin PCR (ESCO
Swift max), DNA speed vacum 110 savant,
inkubator bergoyang, laminar air flow
cabinet, segitiga penyebar, pinset, pisau
potong (scalpel), autoklaf, Eppendorf
sentrifus 5417R, neraca analitik, dan
peralatan-peralatan gelas seperti cawan petri,
gelas piala, labu Erlenmeyer, labu takar, dan
gelas ukur.

Metode
Penelitian sebelumnya oleh Novianthy
(2009) telah dilakukan sampai kemudian
didapatkan pengurutan basa nukleotida gen
penyandi kitinase. Penelitian ini dimulai dari
amplifikasi gen penyandi kitinase dengan
primer Gateway sampai transformasi ke
Agrobacterium sp.
Amplifikasi Gen Penyandi Kitinase dengan
Primer Gateway (Invitrogen 2010)
Amplifikasi gen penyandi kitinase
menggunakan kit dari Invitrogen (Platinum®
Taq DNA Polimerase). Amplifikasi ini
menggunakan sepasang primer spesifik
Gateway yakni, Gateway KTN-Forward
(KTN-F) dan Gateway KTN-Reverse (KTNR). Proses amplifikasi dimulai dengan
menyiapkan campuran reaksi yang terdiri atas
2.5 µL bufer, 1 µL MgCl2, 1 µL dNTPs, 0.2
µL Taq polimerase, dan 14.3 µL aquabides.
Siapkan tabung mikro kemudian tambahkan 3
µL aquabides. DNA cetakan (template)
dimasukkan ke dalam tabung mikro sebanyak
1 µL. Primer Forward (KTN-F) ditambahkan
sebanyak 1 µL ke dalam tabung mikro
kemudian ditambahkan pula sebanyak 1 µL
Primer Reverse (KTN-R) ke dalam tabung.
Campuran reaksi yang telah dipersiapkan
sebelumnya ditambahkan sebanyak 19 µL ke
dalam larutan DNA.
Gen penyandi kitinase diamplifikasi
dengan mesin PCR sebanyak 35 siklus dengan
program
PCR
diantaranya
adalah
predenaturasi pada suhu 94oC selama 7 menit,
denaturasi pada suhu 94oC selama 45 detik,
penempelan primer (annealing) pada suhu
55oC selama 45 detik, pemanjangan primer
(extension) pada suhu 72oC selama 2 menit,
dan pascapemanjangan pada suhu 72oC
selama 5 menit. Verifikasi produk PCR pada
gel agarosa 1%.
Elektroforesis Hasil Amplifikasi
Membuat Gel Agarosa Konsentrasi 1%.
Larutkan serbuk agarosa sebanyak 0.3 gram
dalam 30 ml larutan TBE 0.5x. Larutan
agarosa
kemudian
dipanaskan
dalam
microwave sampai larut ± 1 menit. Diamkan
larutan sampai terasa hangat, lalu tambahkan
larutan EtBr sebanyak 1.5 µL. Larutan yang
telah ditambahkan EtBr dituang ke dalam
cetakan dan dibiarkan hingga mengeras
membentuk gel. Gel agarosa yang telah
mengeras digunakan untuk elektroforesis gen
hasil amplifikasi.
Elektroforesis Hasil Amplifikasi. Gen
yang telah diamplifikasi dengan PCR

Transformasi
ke
tanaman
dengan
Agrobacterium tumefaciens memerlukan
keberadaan dua komponen genetik yang
terdapat pada plasmid Ti yaitu DNA T, bahan
genetik yang dipindahkan ke genom tanaman
dan virulen (vir), daerah yang tersusun atas
beberapa tempat yang menyandikan protein
DNA T dan pemindahan DNA T ke tanaman
(Tzafira & Citovsky 2002).

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam
proses amplifikasi menggunakan kit platinum
dari Invitrogen dan memerlukan bahan-bahan
seperti gen penyandi kitinase, primer spesifik
Gateway KTN-F, primer spesifik Gateway
KTN-R, M13-R, M13-F, larutan bufer,
MgCl2, dNTPs, Taq polimerase, dan
molecular water (aquabides). Bahan yang
digunakan untuk elektroforesis yaitu gel
agarosa (Sigma), bufer Tris-Borate-EDTA
(TBE) 0.5x, Etidium bromida (EtBr) 5
µg/100ml, loading buffer (Bromfenol biru
2.5%, sukrosa 40%), dan marker 1 kb plus
DNA Ladder (Invitrogen). Ekstraksi dan
Pemurnian menggunakan kit platinum dari
Invitrogen
(PureLinkTM
Quick
Gel
Extraction).
Isolasi
DNA
plasmid
menggunakan kit dari Fermentas (GeneJETTM
Plasmid MiniPrep Kit). Bahan lainnya yang
digunakan yaitu Gateway® Technology,
Invitrogen (vektor pDONR TM, enzim BP
clonaseTM, proteinase K, enzim LR
clonaseTM), sel kompeten Escherichia coli
galur XL-1 Blue, sel kompeten Agrobacterium
tumefaciens galur AGL-0, media Luria Bertani
(LB), media Luria Agar (LA), nitrogen cair,
media YEP (Yeast Extract Pepton), larutan
bufer 10x dream Taq, larutan bufer TE,
kanamisin 100.000 ppm, dan rifampisin
25.000 ppm.
Alat yang digunakan untuk elektroforesis
adalah sisir dan cetakan agar, bak
elektroforesis, mikropipet, microwave, tabung
mikro, adaptor 100 Volt, transluminator
ultraviolet (UV) T2201 (Sigma). Alat lain
yang digunakan adalah mesin PCR (ESCO
Swift max), DNA speed vacum 110 savant,
inkubator bergoyang, laminar air flow
cabinet, segitiga penyebar, pinset, pisau
potong (scalpel), autoklaf, Eppendorf
sentrifus 5417R, neraca analitik, dan
peralatan-peralatan gelas seperti cawan petri,
gelas piala, labu Erlenmeyer, labu takar, dan
gelas ukur.

Metode
Penelitian sebelumnya oleh Novianthy
(2009) telah dilakukan sampai kemudian
didapatkan pengurutan basa nukleotida gen
penyandi kitinase. Penelitian ini dimulai dari
amplifikasi gen penyandi kitinase dengan
primer Gateway sampai transformasi ke
Agrobacterium sp.
Amplifikasi Gen Penyandi Kitinase dengan
Primer Gateway (Invitrogen 2010)
Amplifikasi gen penyandi kitinase
menggunakan kit dari Invitrogen (Platinum®
Taq DNA Polimerase). Amplifikasi ini
menggunakan sepasang primer spesifik
Gateway yakni, Gateway KTN-Forward
(KTN-F) dan Gateway KTN-Reverse (KTNR). Proses amplifikasi dimulai dengan
menyiapkan campuran reaksi yang terdiri atas
2.5 µL bufer, 1 µL MgCl2, 1 µL dNTPs, 0.2
µL Taq polimerase, dan 14.3 µL aquabides.
Siapkan tabung mikro kemudian tambahkan 3
µL aquabides. DNA cetakan (template)
dimasukkan ke dalam tabung mikro sebanyak
1 µL. Primer Forward (KTN-F) ditambahkan
sebanyak 1 µL ke dalam tabung mikro
kemudian ditambahkan pula sebanyak 1 µL
Primer Reverse (KTN-R) ke dalam tabung.
Campuran reaksi yang telah dipersiapkan
sebelumnya ditambahkan sebanyak 19 µL ke
dalam larutan DNA.
Gen penyandi kitinase diamplifikasi
dengan mesin PCR sebanyak 35 siklus dengan
program
PCR
diantaranya
adalah
predenaturasi pada suhu 94oC selama 7 menit,
denaturasi pada suhu 94oC selama 45 detik,
penempelan primer (annealing) pada suhu
55oC selama 45 detik, pemanjangan primer
(extension) pada suhu 72oC selama 2 menit,
dan pascapemanjangan pada suhu 72oC
selama 5 menit. Verifikasi produk PCR pada
gel agarosa 1%.
Elektroforesis Hasil Amplifikasi
Membuat Gel Agarosa Konsentrasi 1%.
Larutkan serbuk agarosa sebanyak 0.3 gram
dalam 30 ml larutan TBE 0.5x. Larutan
agarosa
kemudian
dipanaskan
dalam
microwave sampai larut ± 1 menit. Diamkan
larutan sampai terasa hangat, lalu tambahkan
larutan EtBr sebanyak 1.5 µL. Larutan yang
telah ditambahkan EtBr dituang ke dalam
cetakan dan dibiarkan hingga mengeras
membentuk gel. Gel agarosa yang telah
mengeras digunakan untuk elektroforesis gen
hasil amplifikasi.
Elektroforesis Hasil Amplifikasi. Gen
yang telah diamplifikasi dengan PCR

7

selanjutnya dielektroforesis untuk mengetahui
gen tersebut telah teramplifikasi atau tidak.
Hasil amplifikasi diambil sebanyak 5 µL,
kemudian dicampurkan dengan loading buffer
sebanyak 1 µL. Campuran tersebut kemudian
dimasukkan dimasukkan ke dalam sumur gel
agarosa dan dielektroforesis pada 75 volt
selama ± 1 jam.
Ekstraksi dan Pemurnian DNA (Invitrogen
2010)
Elektroforegram
positif
ditunjukkan
dengan adanya pita pada gel setelah diamati
dengan transluminator UV. Proses ekstraksi
dan pemurnian gen penyandi kitinase dari gel
dilakukan dengan menggunakan kit dari
Invitrogen. Pita yang terang pada gel agarosa
dipotong
dengan
scalpel
di
bawah
transluminator UV. Gel hasil potongan
ditambahkan bufer pelarut (Gel solubilisation
buffer) sebanyak 3x volume kemudian
diinkubasi pada suhu 500C selama 10 menit
sampai gel tersebut larut lalu inkubasi lagi
pada suhu ruang selama 5 menit. Gel yang
telah larut dipindahkan ke kolom (Quick Gel
Extraction) dan sentrifus 1 menit dengan
kecepatan 12000 rpm pada suhu ruang.
Supernatan yang terbentuk dibuang, lalu
sebanyak sebanyak 500 µL bufer pencuci
(wash buffer) ditambahkan ke dalam kolom
dan disentrifus 1 menit pada 12000 rpm, suhu
ruang. Supernatan dibuang dan disentrifus
kembali dalam keadaan kosong pada
kecepatan 12000 rpm, suhu 25oC selama 1
menit. Bufer elusi selanjutnya ditambahkan
sebanyak 30 µL tepat ditengah kolom dan
inkubasi selama 1 menit pada suhu ruang.
Sentrifus kembali larutan tersebut pada
kecepatan 12000 rpm, suhu 25oC selama 2
menit. Hasil ekstraksi dan pemurnian gel
dilihat dengan elektroforesis gel agarosa.
Rekombinasi Gen Penyandi Kitinase pada
Vektor Donor dan Vektor Destinasi
(Invitrogen 2003)
Rekombinasi gen penyandi kitinase pada
vektor donor dimulai dengan menyiapkan
sebanyak 5 µL bufer TE kemudian tambahkan
2 µL DNA hasil pemurnian, lalu vektor donor
(pDONR 221TM) sebanyak 1 µL. Penambahan
BP ClonaseTM sebanyak 2 µL setelah
semuanya telah siap kemudian diinkubasi
selama 2 jam pada suhu 250C. Larutan
kemudian ditambahkan sebanyak 1 µL
proteinase K dan diinkubasi lagi pada suhu
370C selama 15 menit. Hasil rekombianasi
pada
vektor
destinasi
kemudian
ditransformasikan ke dalam E. coli. yang

tumbuh pada media LA dikonfirmasi dengan
metode PCR. Koloni bakteri rekombinan
ditandai adanya pita setelah pengujian dengan
metode PCR. Koloni bakteri rekombinan
kemudian diisolasi DNA plasmidnya untuk
direkombinasikan ke vektor destinasi.
Plasmid rekombinan sebanyak 1 µL
dimasukkan ke dalam tabung mikro dan
ditambahkan 1 µL vektor destinasi, kemudian
tambahkan bufer TE hingga volume larutan
mencapai 8 µL. LR ClonaseTM ditambahkan
sebanyak 2 µL ke dalam tabung mikro
kemudian diinkubasi pada suhu 250C selama 1
jam. Larutan kemudian ditambahkan 1 µL
proteinase K setelah inkubasi yang berfungsi
menghilangkan protein yang ada pada DNA.
Larutan yang telah ditambahkan proteinase K
diinkubasi kembali pada suhu 370C selama 15
menit.
Hasil
kombianasi
kemudian
ditransformasikan ke dalam E. coli. Koloni
bakteri yang tumbuh diisolasi DNA
plasmidnya kemudian dikonfirmasi dengan
metode PCR. Plasmid rekombinan hasil
rekombinasi selanjutnya ditransformasikan ke
Agrobacterium sp.
Transformasi Plasmid Rekombinan ke
dalam Escherichia coli XL-1 Blue
Sebanyak 5 µL hasil rekombinasi
ditransformasikan ke dalam 200 µL sel
kompeten E.coli XL-1 Blue dan dikocok
perlahan hingga tercampur rata kemudian
diinkubasi di dalam es selama 30 menit.
Larutan hasil rekombinasi dan sel kompeten
diberi kejut panas (heat shock) pada suhu
42oC selama 50 detik yang selanjutnya segera
dimasukkan ke dalam es selama 10 menit.
Sebanyak 800 µL Luria Bertani (LB) dan
glukosa 20 mM ditambahkan ke dalam larutan
hasil rekombinasi dan sel kompeten kemudian
diinkubasi ke dalam inkubator bergoyang
selama 1.5 jam pada suhu 37oC dengan
kecepatan 150 rpm. Campuran tersebut
diambil sebanyak 100 µL (1/10 volume) untuk
ditumbuhkan dalam media LA yang
mengandung kanamisin 50 ppm dan sisanya
sebanyak 9/10 volume disentrifugasi pada
3500 rpm, 25oC selama 5 menit. Supernatan
kemudian dibuang ± 800 µL sedangkan sisa
supernatan sebanyak 100 µL dan pelet
diresuspensi lalu ditumbuhkan dalam media
LA yang mengandung kanamisin 50 ppm dan
meratakannya dengan segitiga penyebar.
Media diinkubasi dalam kondisi 37oC selama
16-20 jam kemudian dilihat hasil koloni yang
tumbuh. Media LA yang digunakan terdiri
atas tripton 10 g/L, yeast extract 5 g/L, NaCl
5 g/L dan bakto agar 15 g/L.

Konfirmasi Koloni Transforman dengan
Teknik PCR Koloni
Koloni bakteri yang tumbuh setelah
transformasi dianalisis dengan metode PCR
koloni. Koloni yang tumbuh pada media LA
diambil dengan menggunakan tusuk gigi
kemudian dipindahkan ke dalam tabung
Eppendorf. Pemindahan koloni dilakukan
secara steril dalam laminar air flow cabinet.
Persiapan PCR koloni dilakukan dengan
menyiapkan campuran reaksi sebanyak total
tabung yang berisi koloni yang terdiri atas,
aquabides 2.75 µL, buffer complete 1.5 µL,
dNTPs 0.3 µL, M13-F 0.15 µL, M13-R 0.15
µL, Taq polimerase 0.15 µL. Tahap pertama
PCR adalah program lisis 96oC selama 5
menit, 50oC selama 1 menit 30 detik, 96oC
selama 1 menit 30 detik, 45oC selama 1 menit
30 detik, 96oC selama 1 menit, dan 40oC
selama 1 menit. Program dihentikan sejenak
untuk penambahan sebanyak 5 µL campuran
reaksi ke dalam masing-masing tabung
Eppendorf.
Program
PCR
kemudian
dilanjutkan kembali dengan program PCR
yakni, 94oC selama 30 detik, 55oC selama 1
menit, 72oC selama 2 menit. Koloni
transforman setelah perbanyakan dengan
teknik PCR selesai kemudian dielektroforesis
dengan gel agarosa 1%.
Isolasi
DNA
Plasmid
Rekombinan
(Fermentas 2006)
Isolasi
DNA
plasmid
dilakukan
berdasarkan hasil PCR DNA koloni yang
diketahui mengandung plasmid terinsersi
fragmen yang diinginkan. Plasmid diisolasi
dengan GeneJetTM Plasmid Miniprep Kit.
Koloni bakteri yang tumbuh pada media LA
dikulturkan ke media LB yang telah
ditambahkan antibiotik kanamisin 50 ppm
(bakteri yang ditransformasikan dengan
vektor donor). Bakteri diinkubasi pada
inkubator bergoyang pada suhu 370C selama
semalam untuk pembiakan bakteri. Sampel
yang positif mengandung plasmid terinsersi
disentrifus dengan kecepatan 12000 rpm
terlebih dahulu. Pelet dihomogenisasi dengan
penambahan 250 µL larutan resuspensi
kemudian divortex. Pelet yang telah
dilarutkan tersebut ditambahkan larutan lisis
sebanyak 250 µL dan dikocok bolak-balik.
Sebanyak 350 µL larutan netralisasi
ditambahkan ke dalam larutan tersebut
kemudian disentrifugasi pada kecepatan dan
suhu yang sama selama 5 menit. Kecepatan
sentrifugasi pada isolasi DNA plasmid dengan
kit Fermentas seluruhnya pada 12000 rpm dan

suhu 250C. Setiap penambahan larutan dalam
tabung dibolak-balik sebanyak 6x.
Supernatan dipindahkan ke dalam kolom
dan disentrifugasi selama 1 menit. Kolom
dicuci dengan 500 µL larutan pencuci dan
disentrifus selama 1 menit (dilakukan
sebanyak 2x). Kolom dalam keadaan kosong
disentrifus kembali selama 1 menit. Kolom
dipindahkan ke dalam tabung mikro baru dan
ditambahkan 30 µL elution buffer tepat di
tengah membran kolom. Kolom diinkubasi
selama 2 menit dan disentrifugasi kembali
selama 2 menit. DNA plasmid diverifikasi
pada gel agarosa 1%.
Transformasi ke dalam Agrobacterium
tumefaciens Galur AGL-0
Sebanyak 10 µL DNA plasmid
dimasukkan ke dalam Agrobacterium galur
AGL-0 lalu didiamkan di dalam es selama 15
menit. Inkubasi kembali di dalam nitrogen
cair selama 5 menit dan pada suhu 37oC
selama 5 menit. Tambahkan 1 ml YEP (Yeast
Exctract Pepton) lalu dikocok dengan
inkubator bergoyang selama 3 jam pada suhu
28oC. Larutan kemudian disentrifugasi pada
kecepatan 6000 rpm selama 3 menit.
Supernatan yang dihasilkan sebagian
dibuang dan sebanyak ± 200 µL supernatan
yang tersisa diresuspensikan dengan pelet
yang terbentuk lalu disebar ke dalam media
LB yang telah berisi antibiotik kanamisin 50
ppm dan rifampisin 50 ppm. Inkubasi selama
2 hari pada suhu 280C dalam kondisi gelap.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Amplifikasi Gen Penyandi Kitinase
dengan Primer Spesifik Gateway
Pemilihan primer oligonukleotida yang
berguna untuk PCR (Polymerase Chain
Reaction), hibridisasi oligo dan sekuen DNA
merupakan tahap pertama yang dilakukan
dalam melakukan konstruksi gen penyandi
kitinase ke dalam vektor ekspresi. Primer
oligonukleotida
disusun
berdasarkan
perancangan primer pada sistem Gateway
yang didasarkan pada urutan gen penyandi
kitinase yang telah diperoleh pada penelitian
sebelumnya oleh Novianthy (2009). Desain
primer yang tepat merupakan salah satu faktor
penting dalam keberhasilan isolasi gen dan
sekuen DNA (Abd-Elsalam 2003). Penelitian
sebelumnya oleh Novianthy (2009) diperoleh
gen penyandi kitinase telah berhasil diisolasi
dari jamur Trichoderma harzianum (Lorito et

Konfirmasi Koloni Transforman dengan
Teknik PCR Koloni
Koloni bakteri yang tumbuh setelah
transformasi dianalisis dengan metode PCR
koloni. Koloni yang tumbuh pada media LA
diambil dengan menggunakan tusuk gigi
kemudian dipindahkan ke dalam tabung
Eppendorf. Pemindahan koloni dilakukan
secara steril dalam laminar air flow cabinet.
Persiapan PCR koloni dilakukan dengan
menyiapkan campuran reaksi sebanyak total
tabung yang berisi koloni yang terdiri atas,
aquabides 2.75 µL, buffer complete 1.5 µL,
dNTPs 0.3 µL, M13-F 0.15 µL, M13-R 0.15
µL, Taq polimerase 0.15 µL. Tahap pertama
PCR adalah program lisis 96oC selama 5
menit, 50oC selama 1 menit 30 detik, 96oC
selama 1 menit 30 detik, 45oC selama 1 menit
30 detik, 96oC selama 1 menit, dan 40oC
selama 1 menit. Program dihentikan sejenak
untuk penambahan sebanyak 5 µL campuran
reaksi ke dalam masing-masing tabung
Eppendorf.
Program
PCR
kemudian
dilanjutkan kembali dengan program PCR
yakni, 94oC selama 30 detik, 55oC selama 1
menit, 72oC selama 2 menit. Koloni
transforman setelah perbanyakan dengan
teknik PCR selesai kemudian dielektroforesis
dengan gel agarosa 1%.
Isolasi
DNA
Plasmid
Rekombinan
(Fermentas 2006)
Isolasi
DNA
plasmid
dilakukan
berdasarkan hasil PCR DNA koloni yang
diketahui mengandung plasmid terinsersi
fragmen yang diinginkan. Plasmid diisolasi
dengan GeneJetTM Plasmid Miniprep Kit.
Koloni bakteri yang tumbuh pada media LA
dikulturkan ke media LB yang telah
ditambahkan antibiotik kanamisin 50 ppm
(bakteri yang ditransformasikan dengan
vektor donor). Bakteri diinkubasi pada
inkubator bergoyang pada suhu 370C selama
semalam untuk pembiakan bakteri. Sampel
yang positif mengandung plasmid terinsersi
disentrifus dengan kecepatan 12000 rpm
terlebih dahulu. Pelet dihomogenisasi dengan
penambahan 250 µL larutan resuspensi
kemudian divortex. Pelet yang telah
dilarutkan tersebut ditambahkan larutan lisis
sebanyak 250 µL dan dikocok bolak-balik.
Sebanyak 350 µL larutan netralisasi
ditambahkan ke dalam larutan tersebut
kemudian disentrifugasi pada kecepatan dan
suhu yang sama selama 5 menit. Kecepatan
sentrifugasi pada isolasi DNA plasmid dengan
kit Fermentas seluruhnya pada 12000 rpm dan

suhu 250C. Setiap penambahan larutan dalam
tabung dibolak-balik sebanyak 6x.
Supernatan dipindahkan ke dalam kolom
dan disentrifugasi selama 1 menit. Kolom
dicuci dengan 500 µL larutan pencuci dan
disentrifus selama 1 menit (dilakukan
sebanyak 2x). Kolom dalam keadaan kosong
disentrifus kembali selama 1 menit. Kolom
dipindahkan ke dalam tabung mikro baru dan
ditambahkan 30 µL elution buffer tepat di
tengah membran kolom. Kolom diinkubasi
selama 2 menit dan disentrifugasi kembali
selama 2 menit. DNA plasmid diverifikasi
pada gel agarosa 1%.
Transformasi ke dalam Agrobacterium
tumefaciens Galur AGL-0
Sebanyak 10 µL DNA plasmid
dimasukkan ke dalam Agrobacterium galur
AGL-0 lalu didiamkan di dalam es selama 15
menit. Inkubasi kembali di dalam nitrogen
cair selama 5 menit dan pada suhu 37oC
selama 5 menit. Tambahkan 1 ml YEP (Yeast
Exctract Pepton) lalu dikocok dengan
inkubator bergoyang selama 3 jam pada suhu
28oC. Larutan kemudian disentrifugasi pada
kecepatan 6000 rpm selama 3 menit.
Supernatan yang dihasilkan sebagian
dibuang dan sebanyak ± 200 µL supernatan
yang tersisa diresuspensikan dengan pelet
yang terbentuk lalu disebar ke dalam media
LB yang telah berisi antibiotik kanamisin 50
ppm dan rifampisin 50 ppm. Inkubasi selama
2 hari pada suhu 280C dalam kondisi gelap.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Amplifikasi Gen Penyandi Kitinase
dengan Primer Spesifik Gateway
Pemilihan primer oligonukleotida yang
berguna untuk PCR (Polymerase Chain
Reaction), hibridisasi oligo dan sekuen DNA
merupakan tahap pertama yang dilakukan
dalam melakukan konstruksi gen penyandi
kitinase ke dalam vektor ekspresi. Primer
oligonukleotida
disusun
berdasarkan
perancangan primer pada sistem Gateway
yang didasarkan pada urutan gen penyandi
kitinase yang telah diperoleh pada penelitian
sebelumnya oleh Novianthy (2009). Desain
primer yang tepat merupakan salah satu faktor
penting dalam keberhasilan isolasi gen dan
sekuen DNA (Abd-Elsalam 2003). Penelitian
sebelumnya oleh Novianthy (2009) diperoleh
gen penyandi kitinase telah berhasil diisolasi
dari jamur Trichoderma harzianum (Lorito et

9

al. 1996) dengan ukuran gen penyandi
kitinase yang diperoleh adalah 1500 pb.
Amplifikasi gen penyandi kitinase
bertujuan menggandakan gen tersebut secara
in vitro menggunakan metode PCR.
Amplifikasi dilakukan menggunakan kit dari
Invitrogen (2003) dengan primer gateway
yang spesifik, yaitu Gateway KitinaseForward (KTN-F) dan Gateway KitinaseReverse (KTN-R). Kedua primer tersebut
dirancang berdasarkan aturan perancangan
sistem Gateway, yaitu terdapat empat basa
nukleotida GGGG yang diikuti situs attB dan
ditambahkan 18-25 urutan basa nukleotida
spesifik gen penyandi kitinase. Urutan situs
attB dan urutan basa nukleotida gen penyandi
kitinase dapat dilihat pada lampiran 4.
Hasil amplifikasi gen penyandi kitinase
selanjutnya
dielektroforesis
dengan
konsentrasi gel agarosa 1% untuk mengetahui
gen tersebut teramplifikasi atau tidak. Hasil
pengujian dengan elektroforesis gel agarosa
menunjukkan pita berukuran lebih sedikit dari
1500 pb (Gambar 7). Ukuran pita yang terlihat
setelah
elektroforesis
selanjutnya
dibandingkan tingkat kehomologian ukuran
pita dengan berbagai gen yang terdapat dalam
situs http://blast.ncbi.nlm.nih.gov/Blast.cgi.
dan gen tersebut merupakan gen penyandi
kitinase. Ukuran ini mirip dengan cds
berbagai gen yang mempunyai fungsi sejenis
dari spesies tanaman lainnya seperti 1318 pb
pada kitinase Allium sativum (Van Damme
1993), 1320 pb pada kitinase Poa pratensis
(Du & Ha 1999), 1321 pb pada kitinase Zea
diploperennis (Tiffin 2004), dan 1333 pb pada
kitinase C dari Ananas comosus (Taira &
Akimoto 2007). Gen penyandi kitinase yang
sudah teramplifikasi kemudian diekstraksi dan
dimurnikan.

Gambar 7 Elektroforegram amplikon gen
penyandi
kitinase
dengan
primer Gateway; (M) marker 1
kb plus DNA Ladder, (a) gen
penyandi kitinase berukuran
1500 pb.

Hasil Ekstraksi dan Pemurnian DNA dari
Gel Agarosa
Ekstraksi dan pemurnian ini menggunakan
kit dari Invitrogen. Penelitian dilakukan sesuai
dengan prosedur yang terdapat dalam metode.
Ekstraksi dan pemurnian bertujuan untuk
memurnikan DNA dari pelbagai pengotor
yang tidak diinginkan seperti protein dan
RNA yang diperoleh dari pengotor yang
mungkin ada pada produk PCR. Hasil
pemurnian
selanjutnya
diuji
dengan
menggunakan elektroforesis gel agarosa.
Elektroforegram amplikon pada gambar
sebelumnya menunjukkan gen tersebut berada
pada ukuran 1500 pb. Pita yang terlihat
setelah pengujian amplifikasi kemudian akan
diekstraksi dan dimurnikan. Gel diletakkan di
atas transluminator ultraviolet (UV) untuk
melihat pita yang akan dipotong. Pita DNA
yang terlihat terang setelah penyinaran
kemudian dipotong dengan pisau scalpel lalu
diekstraksi dan dimurnikan.
Hasil ekstraksi dan pemurnian diperiksa
dengan menggunakan elektroforesis gel
agarosa 1% dan menghasilkan pita berukuran
1500 pb seperti yang terlihat pada Gambar 8.
Ukuran pita DNA hasil ekstraksi dan
pemurnian hampir sama dengan ukuran pita
setelah amplifikasi karena esktraksi dan
pemurnian hanya menghilangkan pengotor
yang ada pada DNA. Hasil ekstraksi dan
pemurnian kemudian direkombinasikan ke
dalam vektor do