Ekspresi Fragmen Antibodi Untai Tunggal (Scfv) Anti-Egfrviii Pada Permukaan Sel Pichia Pastoris.

EKSPRESI FRAGMEN ANTIBODI UNTAI TUNGGAL (SCFV)
ANTI-EGFRvIII PADA PERMUKAAN SEL PICHIA PASTORIS

PRATIKA VIOGENTA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Ekspresi Fragmen
Antibodi Untai Tunggal (scFv) Anti-EGFRvIII pada Permukaan Sel Pichia
pastoris adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Bogor, Februari 2015
Pratika Viogenta
NIM P051110041

RINGKASAN
PRATIKA VIOGENTA. Ekspresi Fragmen Antibodi Untai Tunggal (scFv) AntiEGFRvIII pada Permukaan Sel Pichia pastoris. Dibimbing oleh SUHARSONO
dan ASRUL MUHAMAD FUAD.
Sistem tampilan permukaan khamir telah menjadi teknik yang semakin
popular untuk rekayasa protein dan seleksi pembuatan pustaka protein. Sistem ini
membutuhkan suatu protein permukaan agar protein target bisa berada di
permukaan sel. α-agglutinin merupakan salah satu protein yang ditemukan
dipermukaan sel Saccharomyces cerevisiae dan bisa dimanfaatkan untuk tampilan
permukaan sel khamir lainnya seperti Pichia pastoris. Pada C-terminal αagglutinin terdapat gugus glycosylphosphatidylinositol (GPI) yang akan berikatan
secara kovalen dengan penyusun komponen dinding sel khamir, yaitu glukan.
Sistem ini dapat digunakan untuk mengekspresikan suatu protein antibodi
rekombinan pada permukaan sel khamir. Antibodi pada penelitian ini merupakan
fragmen antibodi untai tunggal (scFv) yang dapat mengenali antigen EGFRvIII
(Epidermal Growth Factor Receptor variant III). EGFRvIII merupakan salah satu
varian mutan EGFR yang mengalami delesi pada ekson ke 2 hingga ekson ke 7 di
bagian domain ekstraseluler. EGFRvIII berperan penting dalam pertumbuhan dan

proliferasi sel kanker. P. pastoris merupakan salah satu khamir metilotropik yang
dapat menggunakan metanol sebagai sumber karbon. Kelebihan utama yang
dimiliki oleh P. pastoris dibandingkan sel prokariot adalah sel ini mampu
melakukan modifikasi protein pascatranslasi seperti pelipatan protein, glikosilasi,
dan pembentukan ikatan disulfida. Proses glikosilasi pada P. pastoris tidak
mengalami hiperglikosilasi seperti yang sering ditemukan pada S. cerevicae.
Penelitian ini bertujuan untuk mengekspresikan fragmen antibodi untai tunggal
(scFv) anti EGFRvIII pada permukaan sel P. pastoris. Gen scFv diamplifikasi dari
plasmid pJ201-scFv dengan metode PCR (Polymerase Chain Reaction) dan difusi
dengan separuh bagian ujung-C gen AGα dalam vektor ekspresi pJ912-Agα-RFP.
TagRFP (Tag Red Fluorescent Protein) adalah gen reporter penyandi protein
fluoresen merah yang disisipkan di antara gen scFv dengan gen AGα. Konstruk
gen tersebut disubklon terfusi dengan sinyal sekresi MF-α (mating factor-α) dan
di bawah regulasi promoter indusibel AOX1 ( PAOX1 ). Ekspresi protein terjadi
apabila dilakukan induksi dengan menggunakan metanol dan MF-α mengarahkan
protein disekresikan keluar sel. Vektor rekombinan diintroduksikan ke dalam P.
pastoris SMD1168H melalui rekombinasi homolog. Seleksi transforman P.
pastoris dilakukan menggunakan media seleksi mengandung zeocin. Analisis
ekspresi protein rekombinan dilakukan, antara lain melalui pengamatan sel
dengan mikroskop fluoresense, analisis SDS-PAGE, hibridisasi Western blot, dan

analisis interaksi antibodi-antigen dengan bantuan manik magnet.
Gen scFv anti-EGFRvIII telah berhasil disisipkan pada vektor pJ912-AgαRFP. Namun, gen scFv tersebut mengalami dua mutasi titik, masing-masing satu
pada bagian rantai berat (VH) dan rantai ringan (VL). Satu mutasi berupa mutasi
sunyi (silent) yang tidak mengubah asam amino, sedangkan mutasi lainnya
mengubah asam amino dari asparagin (N194) menjadi asam aspartat (D194).
Plasmid pJ912-AGα-RFP dan pJ912-AGα-RFP::scFv berhasil berintegrasi ke
dalam genom P. pastoris SMD1168H. Stabilitas genetik sel transforman diperoleh

melalui seleksi pada media zeocin hingga konsentrasi 1000 µg/mL. Pengamatan
menggunakan mikroskop fluoresen membuktikan bahwa sel-sel transforman
berhasil memancarkan fluoresensi berwarna merah yang berasal dari protein
fungsional TagRFP. Adanya pita protein yang terdeteksi pada hasil hibridisasi
Western blot menunjukkan bahwa sel P. pastoris berhasil mengekspresikan
protein target (scFv) yang terfusi dengan protein TagRFP dan α-agglutinin.
Eksperimen dengan menggunakan manik magnet yang diselimuti dengan protein
rekombinan antigen EGFRvIII menunjukkan bahwa sel transforman P. pastoris
yang terdapat antibodi anti EGFRvIII pada permukaan sel dapat melekat pada
permukaan manik magnet yang membuktikan bahwa terjadi interaksi antara
antibodi (pada permukaan sel) dengan antigen (pada permukaan manik magnet).
Hasil ini juga meyakinkan bahwa fusi protein antibodi ini telah berhasil

diekspresikan pada permukaan sel P. pastoris dengan struktur yang fungsional.
Kata kunci: Sistem tampilan permukaan sel, Pichia pastoris, scFv anti-EGFRvIII,
α-agglutinin, TagRFP.

SUMMARY
PRATIKA VIOGENTA. Expression of Anti-EGFRvIII Single Chain Variable
Fragment (scFv) on the Surface of Pichia pastoris. Supervised by SUHARSONO
and ASRUL MUHAMAD FUAD.
Yeast surface display has become an increasingly popular tool for protein
engineering and protein library screening applications. This system requires a
surface protein that could display target protein on the cell surface. α-agglutinin is
a protein found on the surface of Saccharomyces cerevisiae and can be used in
yeast surface display system on other yeast strain, such as Pichia pastoris. The Cterminal of α-agglutinin comprises a glycosylphosphatidylinositol (GPI) anchor
attachment domain as found on most native surface proteins. Glycosylphosphatidyl
inositol (GPI)-dependent cell wall proteins are linked to -1,6-glucan. This system
can be used to express recombinant antibodies on yeast cell surface. Antibody
molecule used in this study is a single chain fragment antibody (scFv) that
recognizes the EGFRvIII (Epidermal Growth Factor Receptor variant III) as
antigen. EGFRvIII is a mutant variant of EGFR having deletion of exon 2 through
exon 7 in extracellular domain. EGFRvIII plays a key role in the growth and

proliferation of cancer cells. P. pastoris is a methylotropic yeast that can use
methanol as carbon source. A main advantage possessed by P. pastoris over
prokaryotic cells is that the cell could proceed post translation modifications of
proteins such as protein folding, glycosylation and disulfide-bond formation.
Glycosylation in P. pastoris is not as extensive as it is found in S. cerevisiae . This
study aims to construct a yeast display system that express an anti-EGFRvIII
antibody fragment (scFv) on the surface of P. pastoris. The antibody gene was
amplified from pJ201-scFv plasmid by PCR method and fused with the Cterminal half of AGα gene in the pJ912-AGα-RFP expression vector. A red
fluorescent reporter gene (TagRFP) was inserted between both gene. The fusion
gene was cloned in frame with MF-α (mating factor-α) secretion signal and
downstream of the inducible AOX1 promoter (PAOX1). Recombinant vector was
introduced into DNA genome of P. pastoris SMD1168H through homologous
recombination. Selection of P. pastoris transformants was performed using medium
containing zeocin. Analyses of recombinant proteins were performed including cells
observation under a fluorescence microscope, SDS-PAGE and Western blot
hybridisation analyses, as well as antibody-antigen interaction analysis using
magnetic beads.
Anti-EGFRvIII scFv gene was successfully inserted into pJ912-Agα-RFP
vector. However, the scFv gene suffered two point mutations, one in each heavy
chain (VH) and light chain (VL). One mutation is a of silent mutations which do

not alters the amino acids residue, while other mutations is a substitution-type that
changes the amino acid residue from asparagine (N194) into aspartic acid (D194).
Plasmids pJ912-AGα-RFP and pJ912-AGα-RFP::scFv were successfully
integrated into the genome of P. pastoris SMD1168H. Genetically stable
transformed cells have been obtained after selection on zeocin medium of up to
1000 µg/mL zeocin. Observation using fluorescence microscopy has proven that
successful transformaned cells emit red fluorescence derived from the functional
TagRFP protein. The presence of target protein bands from transformed cells on

the Western blot hybridisation analysis results showed that P. pastoris
transformants have succesfully expressed the target protein (scFv) fused with
TagRFP and α-agglutinin. Experiment using magnetic beads covered by
recombinant EGFRvIII antigen showed that transformed P. pastoris cells are
found to be well attached on the surface of magnetic beads. It proves that there is
interaction between antibody (on cell surface) and antigen (on magnetic bead
surface). Thus, it demonstrates that fusion protein was successfully expressed on
the P.pastoris cell surface and structurally functional.
Keyword : Yeast surface display, Pichia pastoris, anti EGFRvIII scFv, α-agglutinin,
glycosylphosphatidylinositol (GPI), TagRFP.


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB dan LIPI

EKSPRESI FRAGMEN ANTIBODI UNTAI TUNGGAL (SCFV)
ANTI-EGFRvIII PADA PERMUKAAN SEL PICHIA PASTORIS

PRATIKA VIOGENTA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Bioteknologi


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. I Made Artika, M.App.Sc

Judul Tesis : Ekspresi Fragmen Antibodi Untai Tunggal (scFv) Anti-EGFRvIII
pada Permukaan Sel Pichia pastoris
Nama
: Pratika Viogenta
NIM
: P051110041

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Suharsono, DEA
Ketua


Dr Asrul Muhamad Fuad
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Bioteknologi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Suharsono, DEA

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 30 Januari 2015

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala
karena berkat Rahmat dan Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian
yang dilaksanakan sejak April 2013 dengan judul “Ekspresi Fragmen Untai
Tunggal (scFv) Anti-EGFRvIII pada Permukaan Sel Pichia pastoris “. Tesis ini
merupakan hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium Protein Rekombinan
dan Sistem Penghantaran Terarah, Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI dan
dibiayai oleh DIPA Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI tahun 2013. Sebagian dari
hasil penelitian ini sedang dalam penelaahan untuk dipublikasikan pada Journal
of Microbiology, Biotechnology and Food Sciences (JMBFS) dan telah
dipresentasikan secara Poster presentation pada The 1st International Conference
on Pharmaceutics & Pharmaceutical Sciences yang diselenggarakan oleh
Universitas Airlangga pada bulan November tahun 2014.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir Suharsono, DEA
dan Bapak Dr. Asrul Muhamad Fuad, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan arahan selama penelitian hingga penyusunan tesis ini.
Penulis juga tidak lupa berterima kasih kepada Bapak Dr. I Made Artika,
M.App.Sc selaku penguji di luar komisi pembimbing pada sidang tesis yang telah
memberikan kritik dan saran dalam penulisan. Di samping itu, penghargaan
penulis sampaikan kepada Kepala beserta seluruh staf Laboratorium Protein
Rekombinan dan Sistem Pengantaran Terarah, Pusat Penelitian Bioteknologi,

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Ungkapan terima kasih juga tidak
lupa disampaikan kepada kedua orang tua dan kakak yang telah memberikan
begitu banyak perhatian, dukungan, dan do’anya kepada penulis serta sahabat dan
teman-teman Bioteknologi IPB 2011 atas segala perhatian, kerja sama dan waktu
luang kepada penulis.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan terutama
pengembangan ilmu penulis.

Bogor, Februari 2015
Pratika Viogenta

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR

v

DAFTAR LAMPIRAN

v

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
EGFR (Epidermal Growth Factor Receptor)
Fragmen Antibodi Untai Tunggal (scFv)
Sistem Tampilan Permukaan Khamir
Pichia pastoris
Protein Fluoresen Merah

1
1
3
3
3
3
6
7
10
11

3 METODE
Waktu dan Tempat
Bahan
Metode Penelitian

12
12
12
13

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Subklon Gen scFv Anti EGFRvIII ke dalam pJ912-AGα-RFP
Transformasi Pichia pastoris dengan Plasmid Rekombinan
Seleksi Transforman Pichia pastoris
Ekspresi Protein Rekombinan
Analisis Interaksi Antibodi Anti-EGFRvIII dengan Antigen EGFRvIII

18
18
23
24
25
30

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

35
35
35

DAFTAR PUSTAKA

35

LAMPIRAN

41

RIWAYAT HIDUP

57

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.

Skema struktur protein EGFR natural dan varian mutan EGFR
Struktur antibodi utuh dan varasi tipe fragmen antibodi
Sistem tampilan protein heterologus pada permukaan sel khamir
Desain molekular untuk tampilan protein heterologus pada permukaan
sel khamir dengan menggunakan α-agglutinin
5. Diagram vektor pJ912-AGα-RFP
6. Posisi penempelan beberapa primer pada vektor ekspresi
7. Hasil amplifikasi gen scFv anti-EGFRvIII dan hasil isolasi plasmid
pJ912-AGα-RFP
8. Analisis gen scFv pada sel transforman E. coli TOP10F’ menggunakan
PCR koloni
9. Analisis orientasi gen scFv di dalam vektor rekombinan
10. Analisis potong plasmid rekombinan dari 4 klon E. coli transforman
dengan enzim Sal I
11. Mutasi gen scFv anti-EGFRvIII pada plasmid rekombinan
12. Analisis blast IgG fragmen untai ringan (VL) pada plasmid pJ201scFv dan pJ912-AGα-RFP::scFv
13. Hasil transformasi P. pastoris SMD1168H
14. Analisis stabilitas genetik koloni P. pastoris transforman dan non
transforman di media YPD agar dengan beberapa konsentrasi zeocin
15. Analisis gen scFv pada sel P. pastoris transforman dan nontransforman menggunakan PCR koloni
16. Pengamatan mikroskopik sel P. pastoris transforman dan non
transforman dibawah mikroskop fluoresen
17. Lisis sel P. pastoris menggunakan glass bead
18. Analisis protein rekombinan dengan SDS PAGE dan hibridisasi
Western blot
19. Komponen penyusun dinding sel khamir
20. Pengamatan mikroskopik manik magnet
21. Pengamatan mikroskopik sel P. pastoris pJ912-AGα-RFP::scFv
22. Pengamatan mikroskopik sel P. pastoris pJ912-AGα-RFP
23. Pengamatan mikroskopik interaksi antibodi-antigen antara ikatan
EGFRvIII pada manik magnet terhadap antibodi anti EGFRvIII pada
permukaan sel P. pastoris.

5
6
9
9
13
14
18
19
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
31
32
32

34

DAFTAR LAMPIRAN
1. Analisis urutan DNA plasmid pJ201-scFv dengan primer VH101-F
2. Analisis urutan DNA plasmid pJ912-AGα-RFP::scFv dengan primer
AOX1-F
3. Analisis urutan DNA plasmid pJ912-AGα-RFP::scFv dengan primer
VL101-F
4. Komposisi larutan dan media yang digunakan beserta cara
pembuatannya
5. Komposisi gel poliakrilamid

41
43
45
47
52

6. Penetuan kurva logaritma berat molekul protein standar terhadap
mobilitas relatif (rf) pada gel poliakrilamid untuk Western blot
7. Penetuan berat molekul protein rekombinan terhadap mobilitas relatif
(rf) pada gel poliakrilamid untuk Western blot
8. Penetuan kurva logaritma berat molekul protein standar terhadap
mobilitas relatif (rf) pada gel poliakrilamid untuk SDS PAGE
9. Penetuan berat molekul protein rekombinan terhadap mobilitas relatif
(rf) pada gel poliakrilamid untuk SDS PAGE

53
54
55
56

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Sistem tampilan permukaan pada sel khamir merupakan suatu teknik
rekayasa yang memungkinkan protein heterolog diekspresikan pada bagian
permukaan eksternal atau dinding sel khamir (Lim et al. 2011). Sistem ini telah
menjadi alat yang semakin populer untuk rekayasa protein dan aplikasi pembuatan
pustaka protein (Pepper et al. 2008). Khamir memiliki beberapa keunggulan
sebagai sel inang untuk produksi protein heterolog dibandingkan dengan bakteri.
Sel khamir memungkinkan terjadinya modifikasi protein pada tahap pasca
translasi. Pembentukan ikatan disulfida dan pelipatan protein yang benar
meningkatkan ketahanan protein terhadap degradasi protease dan memiliki
aktivitas biologis jauh lebih baik. Sel eukariot seperti khamir memiliki
kemampuan untuk melakukan proses glikosilasi pada protein melalui penambahan
residu gula pada asparagin (N-glikosilasi) atau serin / treonin (O-glikosilasi).
Struktur protein pascatranslasi yang terjadi di dalam khamir dapat membentuk
protein rekombinan yang aktif secara biologis (Cho et al. 1998).
Pichia pastoris merupakan khamir yang dikembangkan untuk sistem
ekspresi protein rekombinan setelah Saccharomyces cereviciae. P. pastoris
merupakan khamir metilotropik yang mampu memanfaatkan metanol sebagai
sumber karbon. Adaptasi P. pastoris untuk menggunakan metanol dalam
pertumbuhannya berkaitan dengan gen alkohol oksidase (AOX). Sebagai sel
eukariot, P. pastoris memiliki kemampuan variasi modifikasi pasca-translasi
seperti glikosilasi, isomerisasi disulfida, proses proteolitik dan pelipatan protein.
P. pastoris dapat tumbuh di media metanol hingga densitas sel sangat tinggi di
dalam bioreaktor dengan kontrol oksigen yang baik. Kelebihan lainnya yang
dimiliki P. pastoris melingkupi manipulasi genetik yang cenderung mudah,
ekspresinya stabil, pertumbuhan sel cepat, tidak ada resiko kontaminasi dari virus
patogenik manusia (Chen et al. 2012; Fickers 2014; Li et al. 2007). P. pastoris
tidak mengalami proses hiperglikosilasi pada saat modifikasi pascatranslasi
seperti yang umumnya dijumpai pada S. cereviciae. Panjang rantai glikoprotein
yang diekspresikan P. pastoris sekitar 8-15 residu mannosa sedangkan S.
cereviciae mencapai 40-150 residu mannosa (Li et al. 2007).
Protein yang umumnya dijumpai pada permukaan sel dapat digunakan untuk
menargetkan protein heterolog pada permukaan sel. Salah satu protein yang dapat
dimanfaatkan dalam sistem tampilan permukaan sel pada khamir adalah αagglutinin. Protein α-agglutinin merupakan glikoprotein komplementer untuk
perlekatan sel yang aktif selama reproduksi seksual pada S. cerevisiae. Protein αagglutinin pada permukaan sel S. cerevisae mating-type α (MATα) mengikat
protein a-agglutinin pada sel S. cerevisae mating-type a (MATa) dengan afinitas
dan spesifisitas tinggi (Zhao et al. 2001; Schreuder et al. 1996). Protein αagglutinin terikat kuat pada dinding sel dengan ikatan kovalen dan hanya bisa
terdegradasi oleh enzim glukanase. Kemampuannya bertahan pada dinding sel
disebabkan oleh sistem perlekatan (anchoring system) dari bagian ujung-C protein
α-agglutinin yang mengandung glycosylphosphatidylinositol (GPI). Residu asam
amino dominan penyusun ujung-C protein α-agglutinin adalah serin dan treonin.

2
Domain yang kaya serin dan treonin bertindak sebagai spacer karena
konformasinya seperti batang akibat proses dari O-glikosilasi yang terjadi
(Schreuder et al. 1996).
Dua alternatif sistem tampilan permukaan sel masing-masing menggunakan
α-agglutinin dan Flo1p (FS) telah berhasil mengekspresikan protein fungsional
Candida antarctica lipase B (CALB) dipermukaan sel Pichia pastoris. Aktivitas
sintetik CALB yang berfusi dengan α-agglutinin pada P. pastoris tiga kali lebih
tinggi dibandingkan dengan protein fusi FS bila diterapkan pada sintesis etil
caproate (Su et al. β010). Protein α-galaktosidase (Schreuder et al. 1996) dan
protein fluoresens Ds-red (Kuroda et al. 2009) berhasil diekspresikan
dipermukaan khamir dengan α-agglutinin sebagai protein permukaan yang
membantu protein rekombinan berada di permukaan sel.
Epidermal Growth Factor Receptor variant III (EGFRvIII) merupakan
varian mutan dari reseptor natural EGFR yang terekspresi secara berlebih pada
beberapa jenis kanker termasuk glioblastoma (50-60%) (Heimberger et al. 2005),
kanker payudara (67,8%) (Hong et al. 2002), non-small cell lung cancer (3076,4%) (Okamoto et al. 2003), dan head and neck squamous cell carcinoma
(42%) (Sok et al. 2006). Akan tetapi varian EGFRvIII ini tidak ditemukan pada
jaringan sel normal (Gupta et al. 2010). EGFRvIII terjadi karena adanya delesi
ekson ke-2 sampai ke-7 pada gen EGFR sehingga EGFRvIII mengalami
pengurangan asam amino ke-6 sampai asam amino ke-273 pada domain
ekstraselular dari EGFR. Pada saat translasi protein terbentuk residu glisin baru
yang menghubungkan ekson 1 dan ekson 8 akibat proses penyambungan pada
pembentukan mRNA (Frederick et al. 2000). Secara natural EGFR normal akan
berikatan dengan ligan naturalnya (EGF, TGF- ) terlebih dahulu, kemudian
berdimerisasi dan berada pada posisi aktif menyampaikan sinyal ke dalam sel.
Namun, EGFRvIII selalu berada dalam posisi aktif dan dapat berdimerisasi
dengan molekul EGFR lain meskipun tidak berikatan dengan ligan. Sifat yang
konstitutif aktif ini menyebabkan pertumbuhan, kelangsungan hidup, invasi, dan
angiogenesis sel menjadi tidak teratur (Gupta et al. 2010).
Fragmen antibodi untai tunggal (scFv) merupakan unit terkecil dari molekul
imunoglobulin (antibodi) yang masih memiliki fungsi pengikat antigen. Molekul
scFv anti-EGFRvIII dapat mengenali dan mengikat antigen EGFRvIII secara
spesifik sehingga dapat dimanfaatkan sebagai ligan pengantar agen sitotoksik
yang hanya mengenali sel kanker dan bukan sel normal. Struktur fragmen antibodi
scFv terdiri atas daerah variabel rantai berat (VH) dan rantai ringan (VL) yang
dihubungkan oleh suatu peptida penghubung (linker) yang fleksibel ([G4S]3) dan
mudah diekspresikan dalam bentuk fungsional. Fragmen antibodi scFv berpotensi
lebih efektif daripada antibodi utuh IgG yang tidak dimodifikasi. Dengan ukuran
yang lebih kecil (~30 kDa) dibandingkan antibodi utuh (150 kDa) membuat
molekul scFv lebih efisien untuk direkayasa tanpa mengurangi kemampuannya
dalam mengikat antigen. Molekul scFv dapat pula dibuat pustaka (pustaka scFv)
karena interaksi antigen-antibodi sangat ditentukan oleh residu asam amino pada
daerah complementarity determining region (CDRs) yang merupakan bagian dari
molekul scFv (Pepper et al. 2008). Salah satu aplikasi yang penting dari sistem
tampilan permukaan pada khamir adalah untuk melakukan seleksi protein aktif
dari suatu pustaka protein (seperti antibodi, enzim, peptida.). Selain metode PCR,
metode tampilan permukaan dapat digunakan untuk menghasilkan keragaman

3
pustaka protein. Sebagai contoh, protein scFv terhadap molekul kecil dan protein
target yang berbeda berhasil diisolasi dari antara 1 109 molekul pada pustaka
scFv yang terdiri dari gen rantai berat (VH) dan rantai ringan (VL) (Pepper et al.
2008).

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengekspresikan fragmen antibodi untai
tunggal (scFv) anti EGFRvIII pada permukaan sel P. pastoris.

Manfaat Penelitian
Fragmen antibodi untai tunggal (scFv) anti EGFRvIII yang diekspesikan
dipermukaan sel P. pastoris dapat dimanfaatkan untuk proses seleksi pustaka
protein antibodi sehingga diperoleh keragaman pustaka antibodi yang memiliki
aktivitas pengikat antigen EGFRvIII lebih tinggi.

2

TINJAUAN PUSTAKA

EGFR (Epidermal Growth Factor Receptor)
Reseptor faktor pertumbuhan epidermal (EGFR) / HER1 adalah anggota
dari kelas I famili Epidermal Growth Factor (EGF). Anggota lain yang juga
termasuk famili EGF kelas I yaitu HER2, HER3 dan HER4 (Pereira et al. 2008).
EGFR merupakan glikoprotein transmembran yang memiliki berat molekul 170
kDa dan tersusun atas 1210 asam amino. EGFR terdiri dari daerah ekstraselular
yang kaya akan sistein, daerah transmembran yang bersifat hidrofobik dan daerah
intraselular yang mengandung situs tirosin kinase dan situs autofosforilasi pada
ujung C-terminal. Daerah ekstraseluler dibagi menjadi empat domain. Domain I
dan III mengandung sedikit sistein dan terdapat situs untuk berikatan dengan
ligan. Domain II dan IV kaya sistein dan terdapat situs yang banyak melakukan
modifikasi N glikosilasi dan ikatan disulfida yang menentukan konformasi tersier
dari molekul domain eksternal (Kuan et al. 2001). EGFR dikodekan oleh gen
protoonkogen c-erbB1. Gen EGFR memiliki ukuran 110 kb dan terdiri dari 26
exon. Gen ini berada pada lengan kromsom 7p11-13 (Kuan et al. 2001;
Wikstrand et al. 1998).
Reseptor EGF memiliki tujuh ligan dengan struktur yang mirip tetapi
berbeda secara genetik, yaitu EGF (epidermal growth factor), TGFα
(Transforming Growth Factor α), heparin-binding EGF, amphiregulin, epiregulin,
dan neuregulin G2 (Cao et al. 2011). Proses transduksi sinyal EGFR bertanggung
jawab untuk pertumbuhan, diferensiasi, proliferasi, angiogenesis, migrasi, dan
penghambatan apoptosis sel (Bueren et al. 2008). Ligan yang berikatan dengan
domain ekstraselular EFGR menghasilkan dimerisasi reseptor dan inisiasi
tranduksi signal intraseluler. Dimerisasi tidak hanya terjadi antara sesama EGFR
(homodimerization) akan tetapi anggota yang berbeda dari tipe I keluarga kinase

4
dapat berinteraksi (heterodimerization), contoh pada kanker ovarium ditemukan
interaksi antara EGFR dan c-erbB-2 (Kuan et al. 2001). Dimerisasi EGFR
merupakan langkah awal aktivasi tirosin kinase. Konsekuensi awal aktivasi kinase
adalah fosforilasi residu tirosin sendiri (autofosforilasi). Autofosforilasi ini
menginisiasi tranduksi signal intraseluler melalui jalur RAS/RAF/MAPK,
PI3K/AKT dan STATs sehingga terjadi aktivasi transkripsi yang mengarah ke
mitogenesis (Pereira et al. 2008 ; Kuan et al. 2001).
Ekspresi berlebihan dari reseptor ini menjadi faktor penting dalam
perkembangan onkogen dan perkembangan tumor yang menjadi target menarik
untuk pengobatan kanker (Castillo et al. 2004). Hiperaktivitas sinyal EGFR pada
tumor terjadi melalui mekanisme yang berbeda, antara lain ekspresi reseptor
EGFR berlebihan, autokrin produksi ligan berlebih terutama EGF dan TGFα, dan
mutasi EGFR terutama varian III yang mempertahankan jalur sinyal EGFR. Efek
aktivasi EGFR pada sel tumor menyebabkan multiple dan konvergen sehingga
mendukung pertumbuhan sel yang tidak terkendali dengan peningkatan mobilitas
sel dan proliferasi sel, penurunan kemampuan apoptosis dan merangsang
angiogenesis (Castillo et al. 2004).
EGFR yang mengalami perubahan struktur gen akan menghasilkan varianvarian yang memicu timbulnya sel kanker. Kebanyakan kasus, varian EGFR
dihasilkan melalui proses delesi pada genom. Sebagian besar varian yang
diakibatkan dari delesi pada domain ekstraseluler EGFR berkorelasi dengan
prognosis yang buruk. Umumnya varian ini bersifat konstitutif dan aktif pada jalur
transduksi sinyal yang berbeda meskipun sudah berkurang kapasitas pengikatan
ligan, sehingga memberikan kesempatan sel-sel kanker berkembang dan
meningkatkan potensi keganasan (Wang et al. 2011).
Varian-varian mutan EGFR yang telah diketahui, antara lain EGFRvI
dengan pemotongan N-terminal mirip dengan gen virus ErbB-1 yang
menyebabkan transformasi malignant dan berpotensi teraktivasi reseptor secara
terus menerus. Mutan EGFRvII terjadi karena adanya delesi 83 asam amino pada
domain IV daerah ekstraseluler (ekson 14 dan 15). EGFR varian IV dan V
membawa mutan delesi dalam domain intraseluler, varian IV reseptor terpotong
pada asam amino 958 dan varian V reseptor terpotong pada asam amino 9591.030 (Kuan et al. 2001).
Varian mutan EGFR tidak hanya terjadi akibat adanya delesi ekson EGFR
akan tetapi adanya duplikasi tandem pada daerah ekstraseluler maupun
intraseluler gen EGFR juga menyebabkan varian mutan. EGFR.TDM/18-25 dan
EGFR.TDM/18-26 mengalami tendem duplikasi pada daerah intraselular yang
menyandikan domain tirosin kinase dan sebagian dari domain internalisasi
molekul kalsium. EGFR.TDM/18-25 mengandung duplikasi tandem dari ekson
18-25 sedangkan EGFR.TDM/18-26 pada ekson 18-26. EGFR.TDM/2-7 adalah
mutan EGFR yang mengalami duplikasi tendem ekson 2-7 di daerah ekstraselular.
Mutan EGFR.TDM/2-7 memiliki masa molekul 180 kDa dan mengandung residu
unik yaitu leusin sebagai akibat dari bergabungnya ujung γ’ ekson 7 dengan ujung
5’ ekson β (Kuan et al. 2001).
EGFR varian III (EGFRvIII) adalah varian yang paling umum dari reseptor
EGF yang banyak ditemukan di sejumlah tumor termasuk glioblastoma (GBM),
adenokarsinoma payudara, medulloblastoma dan adenokarsinoma ovarium,
sedangkan pada jaringan normal tidak ditemukan (Gupta et al. 2010). EGFRvIII

5
terjadi karena adanya pengurangan genom EGFR pada ekson ke 2 sampai ke 7
(801 bp) sehingga pada domain ligan ekstraselular EGFR mengalami pengurangan
6 sampai 273 asam amino pada saat sintesis protein (Frederick et al. 2000). Selain
itu, terjadi pembentukan residu glisin antara ekson 1 dan ekson 8. Jika
dibandingkan dengan EGFR normal yang memiliki berat molekul 170 kDa,
EGFRvIII memiliki berat molekul 145 kDa (Gupta et al. 2010).
EGFRvIII aktif secara konstitutif meskipun tidak berikatan dengan ligan
sehingga menyebabkan pertumbuhan, kelangsungan hidup, invasi, dan
angiogenesis sel tidak teratur (Gupta et al. 2010). EGFRvIII telah ditemukan
secara konstitutif terkait dengan sinyal adaptor protein Shc dan Grb2 yang terlibat
dalam sinyal Ras pada reseptor yang telah diaktifkan, bahkan jika dimerisasi tidak
terjadi. EGFRvIII konstitutif aktif meningkatkan pertumbuhan sel-sel
glioblastoma melalui kegiatan peningkatan Ras-GTP. Selain itu, sel yang positif
EGFRvIII ditemukan jalur aktivitas phosphatidylinositol (PI) 3-kinase terus
diaktifkan. Oleh karena itu, PI 3-kinase memainkan peran penting dalam
transformasi EGFRvIII. Jalur c-Jun N-terminal kinase (JNK) ditemukan
konstitutif aktif dengan konsentrasi tinggi di sel-sel yang positif EGFRvIII
sedangkan sel dengan ekspresi berlebihan EGFR normal tidak ditemukan jalur
JNK diaktifkan secara konstitutif (Kuan et al. 2001).
Ekstraselular

Intraselular
Ujung C

Gambar 1 Skema struktur protein EGFR natural dan varian mutan EGFR.
NH2 = ujung amino; COOH = ujung karboksil; TM = segmen
transmembran; TK = domain tirosin kinase (Kuan et al. 2001).

6
Fragmen Antibodi Untai Tunggal (scFv )
Antibodi merupakan protein yang diproduksi oleh sel limfosit B sebagai
salah satu sistem kekebalan tubuh dalam menanggapi adanya antigen (protein atau
polisakarida yang dapat berikatan dengan antibodi). Imunoglobulin secara alami
menjadi antibodi yang terdiri dari dua untai polipeptida berukuran besar (untai
berat) dan dua untai polipeptida berukuran kecil (untai ringan). Dua untai berat
saling dihubungkan oleh ikatan disulfida dan antara satu untai berat dengan untai
ringan juga saling dihubungkan dengan ikatan disulfida. Masing-masing untai
berat dan untai ringan memiliki daerah konstan dan daerah variabel. Daerah
konstan berfungsi sebagai efektor untuk antibodi sedangkan daerah variable
berfungsi untuk mengikat antigen (Aracama 2007; Emantoko 2001). Bagian
variabel merupakan bagian yang mempunyai perbedaan dalam urutan asam
amino. Antibodi yang memiliki urutan asam amino yang berbeda pada daerah
variabel akan merespon antigen yang berbeda meskipun dari jenis antibodi yang
sama. Bagian variabel dapat dibagi menjadi enam bagian yang berupa bagian
framework (FR) dan complementarity determining region (CDR) yang terletak
berselingan. Sebagai contoh satu fragmen antibodi (Fab) akan mempunyai urutan
sebagai berikut FR1-CDR1-FR2-CDR2-FR3-CDR3. CDR merupakan daerah
yang sangat beragam antar antibodi dibandingkan FR (Emantoko 2001). Single
chain fragment variable (scFv) adalah unit kecil dari molekul imunoglobulin
dengan fungsi mengikat antigen. Antibodi scFv tersusun atas daerah variabel untai
berat (VH) dan untai ringan (VL) yang dihubungkan dengan suatu peptida yang
fleksibel (linker) dan mudah diekspresikan dalam bentuk fungsional (Gambar 2).

Gambar 2 Struktur antibodi utuh dan variasi tipe fragmen antibodi. CH = untai
berat daerah konstan; CL = untai ringan daerah konstan; IgG =
immunoglobulin; Fab = fragmen pengikat antigen; scFv = untai
tunggal fragmen variabel; VH = untai berat daerah variabel; VL =
untai ringan daerah variable (Nelson 2010).
Panjang linker DNA yang fleksibel digunakan untuk menghubungkan kedua
daerah variabel sangat penting dalam menghasilkan lipatan yang benar dari rantai

7
polipeptida. Peptida penghubung (linker) diperkirakan memiliki jarak 3,5 nm
(35°A) antara ujung karboksil dari daerah variabel dan ujung amino dari daerah
variabel lainnya tanpa mempengaruhi lipatan dan bentuk situs pengikat antigen.
Selain jarak, komposisi residu asam amino juga memainkan peran penting dalam
merancang sebuah peptida linker. Urutan hidrofilik untuk menghindari interkalasi
peptida dalam atau antar daerah variabel seluruh pelipatan protein perlu
diperhatikan. Saat ini, urutan desain yang paling banyak digunakan terdiri dari
residu glisin dan serin untuk fleksibilitas dan atau bersama-sama diselingi dengan
residu seperti glutamin dan lisin untuk meningkatkan kelarutan (Ahmad et al.
2012). Linker yang paling umum digunakan mengandung 15 kombinasi residu
glisin dan serin (GGGGS)3 (Wang et al. 2011). Konstruksi scFv dapat berupa VHlinker-VL atau VL-linker-VH. Kedua orientasi telah diterapkan meskipun sebagian
besar scFv dikonstruksi dengan orientasi VH-linker-VL (Ahmad et al. 2012).
Penggunaan scFv untuk mendeteksi antigen memiliki beberapa keunggulan.
Pertama, scFv tetap memiliki afinitas khusus untuk antigen, meskipun biasanya
lebih rendah dari antibodi aslinya. Kedua, scFv dapat diproduksi dalam jumlah
besar dalam sistem ekspresi bakteri dengan biaya murah. Ketiga, mudah untuk
dimanipulasi untuk setiap aplikasi yang berbeda, misalnya fusi dengan protein
obat untuk mentargetkan dan membunuh patogen atau dengan molekul penanda
untuk tujuan deteksi. Keempat, protein scFv yang dikombinasikan dengan toksik
atau radioisotop lebih baik untuk terapi kanker dibanding pendekatan lain karena
ukurannya yang kecil memungkinkan penetrasi terhadap tumor lebih besar dan
tingkat clearance lebih cepat (Aracama 2007). ScFv digunakan dalam beberapa
aplikasi termasuk pengenalan target tumor secara in vivo, pengujian serum HIV,
pemilihan antibodi terhadap antigen toksik, antibodi microarray, identifikasi
reseptor seluler yang tidak diketahui, deteksi infeksi dan berpotensi menghalangi
patogenesis serta sebagai pengantar obat ke sel target (Aracama 2007).

Sistem Tampilan Permukaan Khamir
Perkembangan sistem ekspresi protein heterolog fungsional yang
ditampilkan pada permukaan bakteri, fage dan khamir mengalami kemajuan
beberapa tahun terakhir. Sistem tampilan permukaan khamir merupakan suatu
metode untuk mengekpresikan protein fungsional pada permukaan sel. Metode ini
dapat meningkatkan afinitas, spesifisitas dan stabilitas protein yang diekspresikan.
Keunggulan utama sistem tampilan khamir dari sistem tampilan lain adalah
khamir mampu melakukan modifikasi protein pasca translasi yang menghasilkan
protein fungsional dengan kualitas baik. Protein asing dalam sistem ini dapat
ditampilkan pada permukaan sel khamir dalam bentuk fusi dengan protein
penahan (Su et al. 2010).
Protein permukaan memiliki fungsi di dalam sel seperti molekul adhesi,
reseptor spesifik, enzim, protein transport dan sebagainya. Beberapa protein
permukaan memiliki struktur seperti protein transmembran atau protein
permukaan lain yang terikat oleh interaksi non kovalen atau kovalen pada
komponen permukaan sel. Sel memiliki sistem intrinsik yang spesifik untuk
menahan protein pada permukaan sel dan membatasi jenis protein pada
permukaan sel (Lipke & Ovalle 1998).

8
Beberapa jenis protein permukaan yang dapat digunakan untuk ekspresi
protein asing pada permukaan sel khamir, antara lain Agα1, Aga1, Flo1, Sed1,
Cwp1, Cwp2, Tip1, Tir1/Srp1. Protein permukaan tersebut memiliki sistem
penahan GPI (glycosylphosphatidylinositol) yang berperan penting dalam
ekspresi protein permukaan sel dan sangat penting untuk kelangsungan hidup
khamir. Gugus glycophospholipid secara kovalen melekat pada daerah C-terminal
protein permukaan dan fungsi utama GPI adalah untuk menstabilkan assosiasi
protein dengan membran. Protein yang memiliki sistem penahan GPI
mengandung peptida hidrofobik pada C-terminal mereka (Teparić et al. 2010).
Khamir memiliki dinding sel yang kaku dengan ketebalan 200 nm dari
membran plasma. Dinding sel khamir memiliki struktur bilayer terdiri dari lapisan
luar yang di dominasi oleh mannoprotein berbentuk seperti fibril atau sisir dan
lapisan dalam yang terdapat -glukan ( -1-3-glukosa dan -1-6-glukosa) sebagai
kerangkanya. Ada 2 jenis mannoprotein dinding sel yaitu mannoprotein yang
berikatan non kovalen dan mannoprotein yang berikatan kovalen dengan -1-3glukan dan -1-6-glukan. Protein agglutinin merupakan salah satu mannoprotein
yang berikatan dengan glukan (Lipke & Ovalle 1998). Agglutinin merupakan
komponen dinding sel yang terletak pada permukaan terluar dan berperan
memediasi adhesi sel pada saat reproduksi seksual antara tipe mating sel yang
berbeda. Tipe mating a dan α masing-masing mengekspresikan a-agglutinin dan
α-agglutinin. A-agglutinin terdiri dari subunit Aga1p yang dihubungkan ke
subunit yang lebih kecil yaitu AG2p melalui ikatan disulfida. Aga1p dikode oleh
gen AGA1 dan Aga2p dikode oleh gen AGA2. α-agglutinin dikodekan oleh gen
AGα1 dan berinteraksi dengan subunit AG2p pada tipe sel mating a. Struktur dari
α-agglutinin dan subunit Aga1p tersusun atas daerah sinyal sekresi, daerah aktif,
daerah pendukung yang banyak mengandung serin dan treonin , dan penahan GPI
(Lipke et al. 1989). Kemampuan penahan α-agglutinin diberikan oleh setengah Cterminal protein yang mengandung 320 asam amino yang kaya akan residu serin
dan treonin dan memiliki ekor hidrofobik di C-terminal. Domain yang banyak
mengandung serin dan treonin berperan sebagai spacer yang membentuk
konformasi seperti batang yang merupakan hasil dari perluasan O-glikosilasi
(Schreuder et al. 1996).
Lokalisasi baik a-agglutinin dan α-agglutinin pada permukaan sel terjadi
melalui jalur sekresi. Setelah proses sintesis protein, protein agglutinin tetap
tertahan di membran retikulum endoplasma oleh domain C-terminal yang bersifat
hidrofobik sedangkan bagian protein lainnya berada di dalam lumen retikulum
endoplasma. C-terminal hidrofobik terpotong di situs ω dan diganti dengan
penahan GPI oleh transamidase. Protein tetap terikat di membran karena adanya
ikatan kovalen dari lipid penahan GPI. Sekresi protein dari lumen retikulum
endoplasma selanjutnya ditransfer ke aparatus Golgi. Sekresi protein dari aparatus
golgi ditranfer ke membran plasma melalui vesikel-vesikel dan akhirnya protein
disekresikan ke luar sel. Modifikasi proteolitik pasca-translasi prekursor peptide
pada saat sekresi terjadi di kompartemen akhir pada jalur sekretorik (trans
cisternae aparatus Golgi dan vesikel sekretori). Endopeptidase Kex2 terletak di
trans cisternae dari aparatus Golgi pada S. cerevisiae berperan untuk
menghilangkan proregion dari prekursor (seperti α-faktor feromon atau lainnya).
Selanjutnya, α-agglutinin disekresikan keluar membran plasma oleh phosphatidylinositol-fosfolipase C (PI-PLC) dalam bentuk penahan GPI dan kemudian

9
ditransfer ke permukaan terluar dinding sel. Di dinding sel, penahan GPI αagglutinin berikatan dengan -1,6-glukan melalui ikatan glikosidik (Ueda &
Tanaka 2000).
Protein Aga2p dari a-agglutinin dan α-agglutinin telah diketahui dapat
mengepresikan protein target heterolog ke permukaan terluar dari lapisan
glikoprotein dari dinding sel. Imobilisasi protein target menggunakan a agglutinin
memerlukan 2 subunit protein yang terhubung dengan ikatan disulfida yaitu
Aga1p sebagai sistem penahan GPI dan Aga2p untuk fusi dengan protein target.
Ujung-C dari Aga2p berfusi dengan protein target (Gambar 3). Imobilisasi protein
target dengan α-agglutinin bisa dilakukan menggunakan hanya setengah bagian
ujung-C α-agglutinin (320 residu asam amino, CH-Agαp) yang mengandung
sinyal penahan GPI di bagian akhir ujung-C. Seperti protein permukaan sel lain,
sinyal ini digunakan sebagai domain penahan untuk protein heterolog, karena
protein ini berikatan kovalen dengan glukan (Ueda & Tanaka 2000). Skema pada
Gambar 4 menunjukkan struktur umum dari gen untuk imobilisasi protein pada
permukaan sel menggunkan α-agglutinin.
Protein
yang
ditampilkan

Protein
yang
ditampilkan

Sel

Sel

Gambar 3 Sistem tampilan protein heterologus pada permukaan sel khamir. A =
α-agglutinin. B = a-agglutinin (Ueda & Tanaka 2000).

Sekuen sinyal peptida

Sekuen sinyal penahan GPI

Promoter

Gen target yang akan ditampilkan
di permukaan sel

Separuh bagian ujung γ’ gen AGα

Sebagian ujung-C α-agglutinin
Protein yang
ditampilkan

Penahan GPI

Gambar 4 Desain molekuler untuk tampilan protein heterologus pada
permukaan sel khamir dengan menggunakan α-agglutinin. A =
konstruksi gen yang diekspresikan dan B= model protein yang
diekspresikan (Ueda & Tanaka 2000).

10
Pichia pastoris
Sebagai organisme eukariotik, Pichia pastoris memiliki banyak keuntungan
lebih dalam hal sistem ekspresi protein terutama modifikasi pasca-translasi seperti
penambahan residu gula, pelipatan protein dan sekresi protein ke dalam media
yang kemudian memfasilitasi purifikasi. Selain itu, manipulasi P. pastoris
semudah seperti pada manipulasi Escherichia coli atau S. cerevisiae. Sistem
ekspresi dengan P. pastoris lebih cepat, mudah dan murah untuk digunakan bila
dibandingkan dengan sistem ekspresi lainnya seperti Baculovirus atau sistem
mamalia. P. pastoris menggunakan beberapa manipulasi fitur molekuler dan
genetik dari Saccharomyces sehingga menambahkan keuntungan tingkat ekspresi
yang lebih tinggi. Fitur dengan perawatan yang mudah, scale-up dan persyaratan
pertumbuhan murah membuat P. pastoris sebagai sistem ekspresi protein yang
sangat berguna. Proses ini dapat ditingkatkan ke tingkat ekspresi, yaitu 10-100
kali lebih tinggi daripada E. coli. (Balamurugan et al. 2007).
Dasar konsep sistem ekspresi P. pastoris berasal dari beberapa enzim yang
diperlukan untuk metabolisme metanol. Studi biokimia menunjukkan bahwa
pemanfaatan metanol membutuhkan jalur metabolisme yang melibatkan beberapa
enzim. Enzim alkohol oksidase (AOX) mengkatalisis pada tahapan pertama di
jalur metabolisme metanol. Berada di dalam periksisom, AOX mengoksidasi
metanol menjadi formaldehid dan hidrogen peroksida (Cereghino & Cregg 2000).
Ada dua gen yang menyandikan alkohol oksidase dalam P. pastoris yaitu AOX1
dan AOX2. AOX1 bertanggung jawab sebagian besar aktivitas alkohol oksidase
dalam sel. AOX2 memiliki sekitar 97% homologi dengan AOX1 (Balamurugan et
al. 2007).
Ekspresi gen AOX1 dikendalikan pada tingkat transkripsi (≈ 5% poli (A)+
RNA AOX1) dari sel yang tumbuh di media metanol. Namun, sel yang tumbuh
pada sumber karbon lainnya, poli (A)+ RNA AOX1 tidak terdeteksi. Pengaturan
gen AOX1 melibatkan dua mekanisme yaitu mekanisme represi / derepresi dan
mekanisme induksi yang mirip dengan regulasi gen GAL1 S. cerevisiae. Berbeda
dengan regulasi GAL1, AOX1 menghasilkan transkripsi RNA dengan jumlah yang
besar. Hal ini disebabkan tidak adanya faktor pembatas sumber karbon seperti
glukosa dalam medium. Kehadiran metanol sangat penting untuk mendorong
tingkat transkripsi dengan konsentrasi tinggi (Cereghino & Cregg 2000).
Ada tiga fenotipe strain inang P. pastoris berkaitan dengan pemanfaatan
metanol. Mut+ terjadi karena kedua gen AOX1 dan AOX2 utuh dan aktif sehingga
sel dapat tumbuh pada metanol dengan konsentrasi tinggi dalam skala besar
fermentasi. MutS terjadi karena gen AOX1 mengalami knocked out. Sel-sel itu
bergantung pada AOX2 yang lemah untuk metabolisme metanol sehingga sel
tumbuh lebih lambat dan pemanfaatan metanol lebih lambat. Mut- menyebabkan
sel tidak dapat tumbuh pada metanol karena kedua gen AOX dihilangkan. Salah
satu keuntungan dari fenotip ini adalah bahwa tingkat pertumbuhan yang rendah
mungkin diinginkan untuk produksi produk rekombinan tertentu. Saat ini,
sebagian besar peneliti menggunakan fenotipe Mut+, meskipun beberapa peneliti
juga menggunakan fenotipe MutS (Macauley-Patrick et al. 2005; Krainer et al.
2012).
Mayoritas vektor P. pastoris yang tersedia dirancang untuk berintegrasi di
kromosom, meskipun telah diketahui sekuen replikasi otonom PARS1 dan PARS2

11
untuk menghasilkan plasmid episomal stabil. Komponen yang umum di vektor
ekspresi P. pastoris meliputi fragmen promoter 5’ gen AOX1, beberapa situs
kloning untuk penyisipan urutan DNA asing dan fragmen γ’ gen AOX1 diperlukan
untuk terminasi transkripsi. Sekuen peptida sinyal dapat berasal dari P. pastoris
yaitu asam fosfatase (pho1p) atau α-faktor dari S. cerevisiae untuk menghasilkan
fusi gen pada vektor. Peptida sinyal ini digunakan untuk mensekresikan protein
heterolog keluar sel. Vektor juga mengandung titik awal replikasi (ori) untuk
perbanyakan plasmid pada E.coli dan penanda untuk seleksi koloni transforman
(Papakonstantinou et al. 2009).
Gen penanda biasanya berasal dari salah satu kelompok penanda
auksotrofik dan atau kelompok resisten antibiotik. Beberapa vektor memiliki
penanda auksotrofik seperti arginin, adenin, histidin, urasil dan jalur biosintesis
metionin pada P. pastoris. Namun, vektor yang menggunakan penanda
auksotrofik ini memerlukan penanda lainnya untuk proses seleksi transforman.
Penggunaan vektor yang mengandung penanda dominan resistensi antibiotik
mengatasi keterbatasan ini. Gen penanda yang paling umum digunakan adalah gen
Sh ble dari Streptoalloteichus hinustanus yang mengkode resistensi zeocin dan
gen BSD dari Aspergillus terreus yang mengkode resistensi blastisidin. Penanda
lain yang bisa digunakan dalam P. pastoris adalah sistem sorR, berdasarkan
enzim asetil-CoA karboksilase dari Sorangium cellulosum. Enzim ini memberi
perlawanan terhadap makrosiklik poliketida soraphen A (Papakonstantinou et al.
2009).
Spesies dari genus Pichia memiliki keunggulan dalam hal proses glikosilasi
protein karena Pichia tidak mengalami hiperglikosisasi. S. cerevisiae dan P.
pastoris memiliki mayoritas N glikosilasi jenis mannose. Rantai oligosakarida
ditambahkan pada saat pasca translasi protein pada P. pastoris (residu mannose
rata-rata 8-14 per rantai samping) jauh lebih pendek daripada yang ditambahkan
ke protein pada S. cerevisiae (50-150 residu mannose). P. pastoris juga sangat
sedikit memilki O glikosilasi. Selain itu, inti oligosakarida di S. cerevisiae
memiliki ikatan 1,3 glikan terminal sedangkan P. pastoris tidak memiliki
(Balamurugan et al. 2007).

Protein Fluoresen Merah
Protein fluoresens (FP) telah menjadi alat yang sangat populer untuk
menggambarkan bagian in vivo dari sel terutama mempelajari lokalisasi,
pergerakan, dan interaksi protein di dalam sel hidup. Protein fluoresens merah
merupakan salah satu jenis protein fluoresens yang memiliki kekhususan yang
menarik. Protein flouresens ini dapat memperpanjang palet warna dan
menggambarkan fluorescence resonance energy transfer (FRET) serta dapat
mengurangi hamburan panjang gelombang cahaya yang panjang sehingga
membuat protein ini sangat menarik sebagai penanda bagian dalam dari sel
(Kredel et al. 2009).
Protein flouresen yang terdapat di alam tersedia dalam bentuk monomer,
dimer atau tetramer. Bentuk dimer maupun tetramer dapat menyebabkan
konstruksi fusi protein salah sasaran dan teragregat sehingga protein fluorensen
tidak cocok sebagai tag fusi untuk mempelajari lokalisasi, interaksi, dan motilitas

12
protein target. TagRFP merupakan protein fluoresen monomer berwarna merah.
Protein ini memiliki kecerahan tinggi (134% jika dibandingkan dengan kecerahan
DsREd), puncak eksitasi 555 nm, puncak emisi 584 nm, nilai kuantum 0,48,
koefisien ekstinsi 100.000M-1cm-1, pematangan kromofor lengkap, fluoresensi
yang bertahan lama (phase/ modulation lifetime 2,2/2,3 ns (n=20)) dan pH
stabilitas tinggi (pKa