Induksi Mutasi Fisik dengan Iradiasi Sinar Gamma pada Kunyit (Curcuma domestica Val.)

(1)

INDUKSI MUTASI FISIK DENGAN IRADIASI SINAR

GAMMA PADA KUNYIT (

Curcuma domestica

Val.)

SYAHIDAH ROSYIDAH ANSHORI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Induksi Mutasi Fisik dengan Iradiasi Sinar Gamma pada Kunyit (Curcuma domestica Val.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

Syahidah Rosyidah Anshori


(4)

ABSTRAK

SYAHIDAH ROSYIDAH ANSHORI. Induksi Mutasi Fisik dengan Iradiasi Sinar Gamma pada Kunyit (Curcuma domestica Val.). Dibimbing oleh SYARIFAH IIS AISYAH dan LATIFAH K DARUSMAN.

Kunyit merupakan tanaman rempah yang potensial sebagai bahan utama pangan fungsional. Rimpang kunyit mengandung senyawa aktif utama yaitu kurkumin yang memberikan warna kuning pada rimpang juga memberikan manfaat untuk kesehatan. Kurkumin bersifat antioksidan dan berperan sebagai antikolesterol, obat tumor, kanker, obat hipertensi, hiperglikemia, penyakit hati serta rematik. Keterbatasan penyediaan simplisia yang mempunyai kandungan kurkumin sesuai standar pasar serta rendahnya keragaman genetik kunyit sebagai bahan seleksi pemuliaan konvensional menjadikan penelitian ini penting untuk dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan dosis LD50 serta

menghasilkan perubahan keragaan tanaman kunyit akibat induksi mutasi fisik melalui iradiasi sinar gamma. Iradiasi dilakukan secara tunggal (acute irradiation) menggunakan Iradiator Panorama Serba Guna (IRPASENA) dengan 11 taraf dosis yang berbeda dan tanaman yang telah diradiasi dibudidayakan secara in vivo.

Pengamatan pertumbuhan tanaman kunyit dilakukan pada karakter vegetatif secara kuantitatif dan kualitatif. Pada penelitian ini, didapatkan LD50 kunyit yaitu

pada dosis 47.26 Gy. Pertumbuhan vegetatif tanaman cenderung mengalami perlambatan dengan semakin meningkatnya dosis iradiasi. Keragaman tertinggi pertumbuhan jumlah daun terdapat pada aplikasi dosis 50 Gy. Perubahan morfologi berupa bentuk pangkal batang semu terjadi pada tanaman akibat iradiasi dosis 50 dan 60 Gy, perubahan warna sebagian permukaan daun terjadi pada 50 dan 70 Gy, perubahan bentuk daun terjadi pada 50 dan 70 Gy, serta pertumbuhan tanaman yang kerdil terjadi pada tanaman 60 dan 70 Gy.


(5)

ABSTRACT

SYAHIDAH ROSYIDAH ANSHORI. Physical mutation induced by gamma ray iradiation on turmeric (Curcuma domestica Val.). Supervised by SYARIFAH IIS AISYAH dan LATIFAH K DARUSMAN.

Turmeric is a spice plant and potential as a major ingredient of functional food. Turmeric contains curcumin, an active compound which gives the yellow

color in it’s rhizomes that provides health benefits. Curcumin is an antioxidant

and acts as an anti-cholesterol as well as a medicine for tumors, cancer, hypertension, hyperglycemia, and rheumatic heart disease. Limited supply of simplistic level of curcumin based on market standards and the low genetic variability of turmeric as a source for conventional breeding makes this research valuable to be conducted. The purposes of this study were to obtain LD50 dose and turmeric crop yield variability due to the changes in physical mutation induction by gamma-ray irradiation. A acute (single) iradiation was done using the universal panoramic irradiator with 11 different dose levels which then were cultivated in vivo. The growth observation on turmeric was observed on vegetative traits qualitatively and quantitatively. In this study, the LD50 dose of

turmeric was 47.β6 Gy. The plant’s vegetative growth tends to decelerate with the increase of irradiation doses. The high variabillity growth for number of leaf occurs on 50 Gy of dose application. Morphological changes occured in the form of pseudo-stem shape due to irradiation doses of 50 and 60 Gy. Most leaf surface discoloration occured at 50 and 70 Gy, leaf deformation occurred at 50 and 70 Gy and stunted plant growth occured in plants 60 and 70 Gy.


(6)

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

INDUKSI MUTASI FISIK DENGAN IRADIASI SINAR

GAMMA PADA KUNYIT (

Curcuma domestica

Val.)

SYAHIDAH ROSYIDAH ANSHORI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(8)

(9)

Judul Skripsi : Induksi Mutasi Fisik dengan Iradiasi Sinar Gamma pada Kunyit

(Curcuma domestica Val.)

Nama : Syahidah Rosyidah Anshori NIM : A24090175

Disetujui oleh

Dr Ir Syarifah Iis Aisyah, MSc Agr Pembimbing I

Prof Dr Ir Latifah K. Darusman, MS Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MSc Agr Ketua Departemen


(10)

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2013 ini ialah induksi mutasi, dengan judul Induksi Mutasi Fisik dengan Iradiasi Sinar Gamma pada Kunyit (Curcuma domestica Val.).

Terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada

1. Dr Ir Syarifah Iis Aisyah, MSc.Agr dan Prof Dr Ir Latifah K Darusman, MS yang telah mendampingi, memberikan ide, saran dan kritik selama proses penyelesaian skripsi dengan sangat baik sehingga membuat penulis terus mempunyai semangat

2. Willy Bayuardi Suwarno, SP, MSi yang telah dengan sangat sabar menjelaskan dan banyak memberi saran terkait pengolahan data penelitian 3. Prof Dr Ir Sandra Arifin Aziz, MS selaku dosen penguji yang telah dengan

sangat baik hati meluluskan ujian penulis di atas banyak kekurangan selama proses sidang

4. Bapak Taufik dari Pusat Studi Biofarmaka IPB dan Bapak Armanu dari Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR) Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Pasar Jum’at, yang telah berbaik hati membantu dalam teknis penelitian

5. Prof Dr Ir M H Bintoro, MAgr selaku dosen pembimbing akademik yang memberi inspirasi untuk selalu bersilaturahim, jujur, disiplin dan saling memaafkan

6. Nur Asmaranda Mikrom, rekan proyek, atas kesempatannya dapat bekerjasama dan bertukar wawasan dengan baik

7. Umi dan Nashiruddin Anshori (adik) serta seluruh keluarga, atas segala doa, kasih sayangnya dan pengertiannya

8. Sahabat Socrates 46 yang telah berbagi semangat dan kebaikan dalam keberagaman

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014


(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Hipotesis 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Kunyit 2

Mutasi 4

Teknik Iradiasi 6

METODE 8

Bahan 8

Alat 8

Metode Penelitian 8

Pelaksanaan 8

Pengamatan 9

Analisis Data 10

HASIL DAN PEMBAHASAN 10

Kondisi Umum 10

Lethal Dose 50 11

Karakter Kuantitatif 13

Karakter Kualitatif 16

Perubahan Morfologi Tanaman 17

SIMPULAN DAN SARAN 22

Simpulan 22

Saran 22

UCAPAN TERIMAKASIH 23

DAFTAR PUSTAKA 23

LAMPIRAN 27


(13)

DAFTAR TABEL

1 Karakteristik berbagai jenis radiasi 7

2 Persentase tanaman hidup pada umur tanaman 23 MSI 12 3 Pertumbuhan rata-rata vegetatif tanaman perlakuan pada 17 MST 16

4 Klasifikasi warna daun tanaman 16

5 Nilai koefisien korelasi antara 2 peubah pada 17 MST 21

DAFTAR GAMBAR

1 Penyakit busuk rimpang 11

2 Persentase tanaman mati berdasarkan software curve fit analysis 12 3 Perbandingan wakktu tumbuh antar taraf dosis iradiasi 13

4 Pertumbuhan vegetatif tanaman pada 17 MST 14

5 (a) Perubahan bentuk pangkal daun semu; (b) filotaksis daun 17

6 Perubahan warna sebagian permukaan daun 18

7 Perubahan bentuk ujung daun 20

8 Pertumbuhan tanaman kerdil 20

9 Korelasi antara peubah tinggi tanaman dan jumlah daun pada perlakuan

(a) 60 Gy dan (b) 70 Gy pada 17 MST 21

DAFTAR LAMPIRAN

1 Tahap persiapan bahan iradiasi 28

2 Pembibitan 0 MSI 28

3 Layout tanaman kunyit 28

4 Pembibitan 6 MSI 29

5 Rimpang kunyit dalam ruang iradiasi 30

6 Pengendali dan monitor IRPASENA 30

7 Pertumbuhan tanaman perlakuan pada 17 MST 31


(14)

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pangan fungsional sebagai wujud dari falsafah hidup back to nature

merupakan pangan yang mempunyai fungsi fisiologis sehingga bermanfaat bagi kesehatan dan digunakan untuk pencegahan atau penyembuhan penyakit. Tanaman obat dan rempah-rempah menjadi pilihan bahan utama dalam pembuatan pangan fungsional yang berupa makanan juga obat. Obat dari tanaman tersebut yang walaupun reaksinya cukup lama, tetapi aman digunakan dan efek sampingnya tidak sebesar obat sintesis (Winarti dan Nurdjanah 2005). Tanaman obat yang banyak dibudidayakan dan sangat potensial diantaranya yaitu kunyit.

Rimpang kunyit sangat bermanfaat sebagai antikoagulan, hipertensi, obat cacing, obat asma, penambah darah, mengobati sakit perut, penyakit hati, karminatif, stimulan, gatal-gatal, gigitan serangga, diare, rematik, dan hiperglikemia. Senyawa aktif utama dalam rimpang kunyit yang mempunyai keaktifan fisiologi adalah kurkumin/kurkuminoid (Rahardjo dan Rostiana 2005; Winarti dan Nurdjanah 2005). Kurkuminoid adalah komponen yang memberikan warna kuning pada rimpang dan bersifat sebagai antioksidan serta berkhasiat untuk kesehatan antara lain sebagai hipokolesteromik, kolagogum, koleretik, bakteriostatik, spasmolitik, antihepatoksik, antikolesterol, obat tumor, kanker dan anti-inflamasi (Winarti dan Nurdjanah 2005). Kurkuminoid juga banyak digunakan sebagai zat pewarna makanan, minuman, dan tekstil.

Kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap kunyit sebesar 12.000 ton tahun-1 untuk obat hipertensi dan untuk obat hiperglikemia sebanyak 1.940 ton tahun-1

dimulai tahun 2010 (Pribadi 2012). Kebutuhan bahan baku kunyit untuk industri kosmetik atau jamu tradisional yang ada di Indonesia antara 1.5-6 ton bulan-1. Tingkat kebutuhan pasar dari tahun ke tahun semakin meningkat dengan persentase 10-25% per tahunnya. Kebutuhan kunyit dunia pun hingga saat ini mencapai ratusan ribu ton per tahun (Satriani 2010). Kementan (2013) menambahkan bahwa pengembangan tanaman kunyit termasuk dalam usaha program ketahanan pangan. Kebutuhan kunyit yang besar dipengaruhi oleh kandungan senyawa fitokimia di dalamnya, diantaranya yaitu kurkuminnya.

Penyediaan bahan baku kunyit dalam negeri masih menghadapi kendala utama yaitu keterbatasan penyediaan simplisia yang mempunyai kandungan kurkumin sesuai standar pasar (Wardiyati 2009). Kendala dalam produksi kurkumin secara konvensional adalah rendahnya keragaman genetik sehingga populasi dasar untuk dijadikan bahan seleksi kandungan kurkumin sangat terbatas. Soeranto (2002) mengungkapkan bahwa kecenderungan tanaman yang diperbanyak dengan cara vegetatif akan menyebabkan rendahnya keragaman genetik. Tanaman tersebut mempunyai masa vegetatif yang panjang dan jarang ditemukan benih yang fertil.

Dewasa ini, terdapat berbagai macam teknologi dalam usaha pengembangan keanekaragaman genetik suatu komoditi tanaman, salah satunya adalah mutasi. Mutasi adalah perubahan material genetik yang diwariskan, perubahan pada sekuen DNA yang menimbulkan perubahan kode genetik (Van Harten 1998; Chahal dan Gosal 2006). Mutasi induksi adalah mutasi yang diketahui agen


(16)

2

penyebabnya. Mutasi induksi digunakan untuk menginduksi terjadinya mutasi pada lokus yang mengontrol sifat yang penting secara ekonomi (Lippert et al.

1964 dalam Jabeen dan Mirza 2004) dan memberikan tambahan keragaman genetik untuk melengkapi pemuliaan tanaman konvensional (Odeigah et al. 1998). Van harten (2002 dalam Aisyah 2013) menambahkan bahwa kombinasi mutasi dengan pembiakan vegetatif dapat menurunkan resiko kehilangan karakter mutan akibat segregasi. Selain itu, kerusakan yang disebabkan oleh mutasi dapat mengakibatkan perubahan biokimiawi sel, dalam hal ini proses biosintesis kurkumin pada kloroplas. Maka, melalui metode mutasi induksi diharapkan secara tidak langsung mampu meningkatkan kadar kurkumin kunyit dari yang sudah tersedia.

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah

1. Menentukan dosis LD50 iradiasi sinar gamma pada tanaman kunyit (Curcuma

domestica Val.)

2. Menghasilkan perubahan keragaan tanaman kunyit akibat induksi mutasi fisik melalui iradiasi sinar gamma

Hipotesis Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini yaitu

1. Terdapat dosis LD50 pada rentang taraf dosis iradiasi sinar gamma yang

diaplikasikan (0-100 Gy)

2. Terdapat perubahan keragaan tanaman kunyit pada taraf dosis yang berbeda, akibat induksi mutasi fisik dengan iradiasi sinar gamma

TINJAUAN PUSTAKA

Kunyit

Kunyit (Curcuma domestica Val.) adalah tanaman rempah yang berasal dari dari India (Satriani 2010). Batang tanaman kunyit merupakan batang semu, tegak, bulat, membentuk rimpang dengan warna hijau kekuningan dan tersusun dari pelepah daun (agak lunak). Daun tunggal, bentuk bulat telur (lanset) memanjang hingga 10-40 cm, lebar 8-12.5 cm dan pertulangan menyirip dengan warna hijau pucat. Ujung dan pangkal daun runcing, tepi daun yang rata. Berbunga majemuk yang berambut dan bersisik dari pucuk batang semu, panjang 10-15 cm dengan mahkota sekitar 3 cm dan lebar 1.5 cm, berwarna putih-kekuningan. Kulit luar rimpang berwarna jingga kecoklatan, daging buah merah jingga kekuning-kuningan. Umbi utamanya berbentuk bulat panjang membentuk rimpang dalam jumlah banyak. Rimpang ini bercabang lagi sehingga keseluruhannya membentuk suatu rumpun (Riansyah 2007). Tanaman kunyit tumbuh bercabang dengan tinggi


(17)

3 40-100 cm. Klasifikasi kunyit berdasarkan taksonomi menurut Syamsuhidayat dan Hutapea (1991) yaitu:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Zingiberales Famili : Zingiberaceae

Genus : Curcuma

Spesies : Curcuma domestica Val.

Kunyit tumbuh baik pada tanah jenis latosol, aluvial, dan regosol, ketinggian tempat 240-1200 m dpl, dengan curah hujan 2000-4000 mm tahun-1. Kunyit juga dapat tumbuh di bawah tegakan tanaman keras atau tahunan yang masih muda sekitar umur 3-4 tahun dengan tingkat naungan tidak lebih dari 30% (Rahardjo dan Rostiana 2005). Dalam mendukung pertumbuhan tanaman kunyit hingga optimal, maka menurut Nurhayati dan Rosita (2007), komposisi pupuk terbaik dalam budidaya kunyit adalah pupuk kandang sapi 20 ton ha-1, urea 200 kg

ha-1, SP-36 200 kg ha-1, dan KCL 200 kg ha-1.

Kunyit mengandung berbagai macam metabolit sekunder aktif yang bermanfaat khususnya dalam bidang kesehatan. Kandungan kimia yang terdapat dalam rimpang kunyit diantaranya minyak atsiri, kurkuminoid, resin, saponin, flavonoida, dan polifenol (Rahardjo dan Rostiana 2005). Kristina et al.(2007) menambahkan kandungan senyawa pada kunyit yaitu oleoresin, demetoksikurkumin, bisdemetoksikurkumin, damar, gom, lemak, protein, kalsium, fosfor dan besi.

Kurkuminoid (diarylheptanoids) merupakan senyawa aktif utama yang termasuk ke dalam golongan flavonoid, komponen senyawa fenolik (Li et al.

2011, Hardman 2007) atau ada yang mengatakan merupakan komponen senyawa polifenol (Gupta et al. 2013). Kurkuminoid mempunyai kandungan utama yaitu kurkumin yang berwarna kuning. Menurut Li et al. (2011), kurkuminoid tersusun dari kurkumin 71.5 %, demetoksikurkumin 19.4 %, dan bisdemetoksikurkumin 9.1 %. Biosintesis kurkumin melibatkan serangkaian reaksi biokimiawi melalui jalur fenilpropanoid. Nitrogen masuk ke dalam tumbuhan melalui akar dengan bantuan bakteri. Selain itu, nitrogen masuk pula melalui jalur sikimat yakni diserap dalam bentuk nitrat (NO3-) dan diubah menjadi amonium (NH4+) di

kloroplas. Amonium bersifat toksik sehingga segera diubah menjadi asam amino (Heldt 1997). Asam amino perkusor biosintesis flavonoid adalah fenilalanin (Markham 1998). Asam amino-asam amino akan bergabung membentuk protein yang kemudian berkembang menjadi flavonoid.

Kurkumin (C21H20O5) atau diferuloyl methane yang mempunyai struktur

kimia 1.6-heptadien-3.5-dion-1.7-bis(4-hidroksi-3-metoksifenil) (Li et al. 2011) pertama kali diisolasi pada tahun 1815, kemudian pada tahun 1910 kurkumin didapatkan berbentuk kristal. Pada perkembangan selanjutnya, kurkumin menjadi bisa dilarutkan pada tahun 1913. Kurkumin tidak dapat larut dalam air tetapi larut dalam etanol dan aceton (Joe et al. 2004, Chattopadhyay et al. 2004). Banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa kurkumin aman dan tidak toksik bila dikonsumsi oleh manusia. Jumlah kurkumin yang aman dikonsumsi oleh manusia


(18)

4

adalah 100 mg hari-1 sedangkan untuk tikus sebanyak 5 g hari-1. Kandungan

kurkumin pada kunyit dipengaruhi oleh faktor lingkungan yaitu iklim, ketinggian tempat, dan kesuburan lahan, serta faktor internal yaitu genetik.

Kunyit (Curcuma Domestica Val.) merupakan salah satu tanaman obat yang banyak tumbuh dan digunakan sebagai obat di Indonesia. Sekarang ini tanaman obat telah dimanfaatkan secara luas oleh masyarakat sebagai solusi alternatif dalam mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi. Kebutuhan dari pasokan kunyit untuk obat hipertensi dan hiperglikemia bagi daerah Sumatera, Jawa, Bali dan NTT, Sulawesi, Maluku dan Papua, serta kalimantan berturut-turut adalah 2625 dari 26287, 9367 dari 70176, 602 dari 3623, 968 dari 2980, 124 dari 163, serta 902 dari 4112 ton tahun-1. Obat bermutu membutuhkan kunyit yang bermutu

yang ditentukan oleh komposisi kimianya (Kautsar 2012).

Kunyit menjadi obat tradisional dibuat dalam bentuk simplisia. Simplisia adalah bahan alami yang dipergunakan sebagai obat dan belum melalui proses pengolahan. Simplisia kunyit dibuat dalam bentuk potongan 5-7 mm dan dikeringkan di bawah sinar matahari hingga kadar air 10-12% dengan ditutup kain hitam agar kurkumin tidak terdegradasi oleh sinar ultraviolet (Bermawie et al. 2005).

Pemuliaan tanaman perlu dilakukan terhadap tanaman obat guna mendukung kebutuhan masyarakat indonesia dan dunia. Selain kunyit, temulawak juga mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai sumber kurkumin. Pada tahun 2009, produktivitas Indonesia menghasilkan kunyit sebesar 20.3 ton ha-1 (BPS 2010) dan temulawak sebanyak 17.3 ton ha-1 (Balittro 2010). Kunyit mempunyai kandungan kurkumin lebih banyak jika dibandingkan dengan temulawak. Hardman (2007) menyatakan bahwa kunyit mengandung senyawa kimia oleoresin 13.3 %, minyak atsiri 6.2 %, dan kurkumin 6 %. Hayani (2006) mengungkapkan bahwa temulawak mengandung senyawa pati sebesar 41.45 %, kurkumin 2.29 %, dan minyak atsiri sebanyak 3.81 %.

Mutasi

Menurut Crowder (1986), mutasi merupakan sumber pembentukan susunan gen baru (alel), dan mutasi dapat menimbulkan keragaman genetik yang sangat diperlukan untuk seleksi alami dalam perakitan varietas baru melalui pemuliaan tanaman. Dalam arti luas, mutasi dihasilkan dari segala macam tipe perubahan bahan keturunan yang mengakibatkan perubahan fenotipe yang diwariskan. Mutasi dapat terjadi karena adanya perubahan tingkat gen ataupun kromosom. Setiap bagian tanaman dapat mengalami mutasi, namun mutasi lebih sering terjadi pada bagian tanaman yang sedang aktif mengalami pembelahan sel. Maluszynski (1990) menambahkan bahwa keberhasilan mutasi dipengaruhi oleh deskripsi genetik spesies, tersedianya sumber gen dari koleksi plasma nutfah yang sudah ada, kemungkinan aplikasi dari teknik pemuliaan lain, karakter-karakter dari tanaman yang akan diperbaiki, tersedianya prosedur seleksi massa tanaman, frekuensi harapan dari mutasi untuk karakter yang diinginkan, dan waktu yang dibutuhkan serta input ekonomi lain yang berhubungan dengan penggunaan metode pemuliaan tanaman lain.


(19)

5 Menurut Micke dan Donini (1993), mutasi memiliki beberapa karakter kelemahan, yaitu mutasi hanya mempengaruhi secara efektif gen-gen yang sudah ada, tidak dapat membentuk gen baru, dan sifat mutasi yang acak dan tidak dapat diarahkan untuk bekerja pada gen yang spesifik. Selain itu, hasil dari mutasi tidak dapat diramalkan serta kerusakan pada struktur genetik akibat mutasi dapat berubah normal kembali sebelum termanifestasi sebagai mutan dan terekspresi sebagai fenotipe tanaman.

Berdasarkan cara terjadinya, mutasi digolongkan menjadi mutasi alami dan mutasi buatan (Van Harten 1998). Menurut IAEA (1977), mutasi secara alami sedikit atau jarang terjadi, peluangnya hanya 10-7-10-6. Nasir (2001) menambahkan bahwa mutasi alami dapat mengalami evolusi selektif dan termasuk genotipe yang seimbang serta jarang yang memiliki keuntungan cepat. Mutasi alami dapat bersumber dari sinar UV matahari, bantuan radioaktif, dan sinar kosmos (Aisyah 2013). Mutasi buatan diinduksi dengan pemberian mutagen fisik atau kimia terhadap tanaman. Menurut Crowder (1986), mutasi terjadi secara alami di lingkungan. Penggunaan mutagen tidak menciptakan mutasi baru, tetapi hanya mempercepat proses yang sudah ada atau yang akan terjadi secara spontan pada waktu tertentu. Handro (1981) mengemukakan bahwa radiasi merupakan sumber induksi mutasi fisik yang potensial. Terdapat dua tipe radiasi yaitu radiasi elektromagnetik (sinar UV, sinar x, dan sinar gamma) dan radiasi partikel

(elektron, neutron, proton, partikel α, dan partikel ). Radiasi dapat menimbulkan

pengaruh langsung jika mengenai inti sel. Pengaruh tidak langsung jika radiasi mengenai molekul-molekul sel sehingga terjadi ionisasi dan terbentuk radikal bebas dalam sel. Iradiasi adalah besarnya energi yang diserap oleh setiap gram materi yang diradiasi. Mutagen fisik yang sering digunakan dalam pemuliaan tanaman adalah sinar gamma dan sinar x.

Sinar gamma memiliki kemampuan menghasilkan radiasi pengion yang berenergi tinggi dan dapat bereaksi dengan objek yang dikenai melalui ionisasi. Aisyah (2013) menjelaskan bahwa elektron atom sel yang terkena radiasi sinar gamma akan keluar dari orbitnya karena benturan. Pada proses ionisasi, terbentuk radikal positif dan elektron bebas. Pada sistem biologi, elektron terperangkap dan ion radikal yang sangat tidak stabil dan reaktif dapat bereaksi dengan molekul lain. Elektron bebas yang berada dalam larutan air akan mempolarisasi air menjadi elektron terhidrasi. Molekul oksigen bereaksi dengan radikal bebas membentuk

peroxy-radical. Jaringan dengan kadar air rendah, radikal-radikal akan merusak

dengan sangat lambat, begitupun sebaliknya. Batan (2005) menambahkan bahwa radikal bebas yang bereaksi dengan molekul-molekul dalam sistem biologi akan mengacaukan proses biokimia dalam sel, termasuk pada molekul DNA sehingga tidak dapat berfungsi normal. Royani (2012) menambahkan, radikal bebas dapat merusak atau memodifikasi komponen yang penting pada sel tanaman dan telah dilaporkan berakibat pada perubahan tanaman baik secara morfologi, anatomi, biokimia, dan fisiologi tanaman, bergantung pada dosis iradiasi yang diberikan. Target utama dari perlakuan radiasi pengion adalah DNA. Perubahan-perubahan kecil dalam komposisi basa suatu DNA dapat mengakibatkan mutasi gen. Perubahan pada DNA juga dapat terjadi akibat radiasi non pengion (non ionizing

radiation) seperti radiasi sinar UV serta zat-zat kimia tertentu. Broertjes dan Van


(20)

6

perbanyakan vegetatif diharapkan dapat mengakibatkan perubahan warna, bentuk, ukuran serta pola pada daun dan bunga.

Secara alamiah, sel mempunyai kemampuan untuk melakukan proses perbaikan terhadap kerusakan DNA, dalam batas normal. Perbaikan dapat berlangsung tanpa kesalahan sehingga struktur DNA akan kembali seperti semula dan tidak menimbulkan perubahan fungsi sel. Bila kerusakan terlalu banyak dan melebihi kapasitas kemampuan proses perbaikan, maka perbaikan tidak dapat berlangsung tepat dan sempurna sehingga menghasilkan DNA dengan struktur yang berbeda, yang dikenal dengan mutasi.

Iradiasi sinar gamma dapat memberikan dampak secara sitologis pada tanaman. Pengamatan molekular terhadap perilaku kromosom yang menggumpal atau lengket satu sama lain dapat menunjukkan adanya induksi mutasi kromosom dan dapat diamati baik pada fase meiosis maupun mitosis. Frekuensi dan tipe aberasi kromosom sering digunakan untuk menilai kefektifan mutagen (Aisyah 2013). Nakagawa (2009) menambahkan bahwa pengamatan terhadap sequence

genom adalah alat yang penting untuk mengidentifikasi gen dan menyeleksi mutan yang menunjukkan fenotip spesifik.

Kombinasi perlakuan induksi mutasi dengan tanaman yang diperbanyak secara vegetatif dilakukan berdasarkan pada beberapa kondisi, diantaranya tanaman mempunyai masa vegetatif yang panjang sehingga jarang ditemukan benih yang fertil. Tanaman mempunyai heterozigositas yang tinggi sehingga persilangan akan menyebabkan hilangnya karakter awal yang baik, serta sifat pewarisan yang kompleks akan menyulitkan analisis genetik. Heterozigositas yang tinggi juga akan memberikan keragaman genetik yang tinggi akibat iradiasi. Setelah diradiasi, tanaman mutan atau kimera akan lebih mudah dideteksi pada tanaman yang diperbanyak secara vegetatif. Penelitian yang dilakukan oleh Wijaya (2006) berupa induksi mutasi pada seledri mengakibatkan perubahan bentuk tanaman dan warna pangkal batang semu. Wardhani (2005) mengaplikasikan radiasi sinar gamma pada anggrek menghasilkan pengaruh pada jumlah daun, warna daun dan persentase tumbuh. Penelitian Hapsari (2004) berupa induksi mutasi dengan iradiasi sinar gamma pada stek melati, sedangkan Karniasari (2005) melakukannya pada mawar menghasilkan keragaman morfologi yang tinggi. Aisyah (2009) melakukan penelitian berupa induksi mutasi pada stek pucuk anyelir menghasilkan 19 tanaman mutan.

Teknik Iradiasi

Pemilihan sinar gamma sebagai sumber iradiasi didasarkan pada beberapa karakter yang dimiliki sinar gamma. Hal tersebut seperti tertera pada Tabel 1. Sinar gamma memiliki penetrasi yang lebih tinggi dibanding sinar lainnya. Crowder (1986) menambahkan, sinar gamma memiliki panjang gelombang yang lebih pendek daripada sinar X, energi radiasi lebih dari 10 MeV, diperoleh dari disintegrasi radioisotop-radioisotop Cs137 atau Co60, dan mampu menembus

jaringan yang sangat dalam dan merusak jaringan yang dilewatinya. Co60 memiliki

2 puncak spektrum energi radiasi yaitu pada 1.33 dan 1.17 MeV dengan paruh waktu 5.3 tahun. Co60 ditembak oleh neutron yang menyebabkan inti atom


(21)

7 unsur-unsur yang lebih kecil dan melepaskan tenaga dalam bentuk panas serta membebaskan 2-3 neutron. Kejadian lain saat pembelahan inti adalah pemancaran

iradiasi dalam bentuk α, , dan (gamma).

Tabel 1 Karakteristik berbagai jenis radiasi

Tipe radiasi Sumber Deskripsi Energi Daya tembus

Sinar X Mesin sinar X Radiasi

elektromagnetik

50-300 Kv Beberapa mm

hingga cm Sinar gamma Radioisotop dan

reaksi nuklir Radiasi elektromagnetik Sampai beberapa MeV Banyak cm

Neutron Reaktor nuklir

dan aselerator

Partikel tidak

berubah

Kurang dari 1

MeV sampai

berjuta Ev

Banyak cm

Partikel beta Reaktor nuklir

atau aselerator

Berupa elektron Sampai

beberapa MeV

Sampai beberapa mm

Partikel alfa Radioisotop Inti helium 2-9 MeV Sedikit mm

Proton atau deutron

Reaktor nuklir atau aselerator

Inti hidrogen Sampai

beberapa GeV

Sampai banyak cm

(sumber: http://www.batan.go.id)

Menurut Aisyah (2013) teknik iradiasi berpengaruh terhadap radiosensitivitas tanaman. Radiosensitivitas adalah tingkat respon tanaman terhadap iradiasi. Umumnya iradiasi diberikan dengan teknik acute irradiation

atau iradiasi tunggal, yaitu teknik pemberian dosis secara sekaligus dalam satu kali penembakan iradiasi. Dosis iradiasi yang sangat rendah dapat diberikan secara terus menerus dalam waktu beberapa bulan untuk mengurangi kerusakan akibat iradiasi tunggal. Teknik yang demikian disebut dengan chronicirradiation.

Selain itu, iradiasi dapat dilakukan dengan beberapa kali penembakan dengan dosis yang terbagi sehingga pada akhirnya total dosis yang diberikan sama dengan iradiasi tunggalnya. Fractioned irradiation atau iradiasi terbagi adalah teknik pemberian dosis iradiasi yang diberikan dua kali. Intermittent irradiation

merupakan teknik iradiasi berulang untuk meningkatkan efek iradiasi pada suatu jaringan, dibandingkan iradiasi tunggalnya. Setelah iradiasi pertama, dilakukan lagi satu kali atau beberapa kali iradiasi dengan dosis yang lebih rendah. Pada teknik iradiasi ini, jarak waktu antar iradiasi tidak terlalu lama. Recurrent

irradiation adalah perlakuan iradiasi yang diberikan kembali pada mutan yang

telah terbentuk. Iradiasi berikutnya dilakukan minimal setelah satu siklus tanaman dari perlakuan iradiasi pertama. Tidak semua tanaman mutan dapat kembali menghasilkan mutan baru. Adapun pemilihan level dosis iradiasi yang akan diaplikasikan tergantung pada jenis bahan tanaman, teknik perbanyakan, dan metode seleksi.

Keberhasilan iradiasi dipengaruhi oleh keadaan lingkungan dan faktor biologis. Kadar air tinggi pada bahan tanaman mempermudah terjadinya ionisasi yang akan meningkatkan pembentukan peroksida. Penyimpanan setelah iradiasi penting untuk diperhatikan. Tanaman yang telah diradiasi sebaiknya disimpan pada kondisi suhu rendah untuk menghindari kekeringan yang mampu menginduksi terjadinya peroksida. Faktor biologis yang menentukan keberhasilan iradiasi meliputi volume inti sel dan kromosom pada interfase, serta kandungan


(22)

8

DNA. Faktor biologis tersebut terkait dengan kepekaan suatu spesies terhadap iradiasi.

METODE

Bahan

Bahan utama yang digunakan adalah rimpang kunyit aksesi Wonogiri. Bahan lainnya yaitu media tanah latosol, pupuk kandang sapi, pupuk kascing, dan arang sekam.

Alat

Alat yang digunakan yaitu Iradiator Panorama Serba Guna (IRPASENA),

Royal Horticultural Society (RHS) mini colour chart, box plastik, polybag,

handsprayer, plastik, alat tulis, penggaris, label dan kamera digital.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) 1 faktor taraf dosis iradiasi. Taraf dosis yang digunakan meliputi 0, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90, dan 100 Gy. Setiap taraf diperlakukan kepada rata-rata jumlah tunas pada rimpang yaitu 45-48 buah, dengan keragaman ukuran rimpang yang relatif sama tiap perlakuan. Pengukuran keragaman dilakukan melalui pengamatan visual. Dengan diaplikasikannya metode pemuliaan mutasi induksi ini, maka semua tanaman kunyit yang tumbuh menjadi bahan amatan utama, tidak berlaku sebagai ulangan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni hingga Desember 2013.

Pelaksanaan Persiapan bahan iradasi

Rimpang kunyit yang digunakan merupakan aksesi wonogiri yang dipanen dari tanaman berumur 4 bulan. Rimpang kunyit dipotong dari tanaman dengan menyisakan panjang batang semu berkisar 10 cm. Persiapan bahan iradiasi dilakukan selama 4 hari dengan rimpang disimpan dalam box di atas media arang sekam. Untuk menjaga kelembaban, rimpang di semprot dengan air bila diperlukan. Pemilihan rimpang untuk setiap taraf dosis dilakukan dengan mempertimbangkan rata-rata jumlah tunas dan keragaman bentuk rimpangnya yang sama. Pengambilan rimpang berasal dari kebun PT Soho di Cihanjawar Sukabumi, perusahaan yang berkordinasi dengan Pusat Studi Biofarmaka Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Institut Pertanian Bogor (PSB-LPPM IPB).


(23)

9 Iradiasi

Rimpang masing-masing perlakuan dibungkus dengan plastik dan dibawa ke IRPASENA. Untuk taraf 0 Gy dibawa serta juga menuju tempat iradiasi dengan maksud agar mengalami perlakuan yang sama dengan rimpang dosis lainnya. Kegiatan iradiasi dilaksanakan di Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi

(PATIR), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Pasar Jum’at, Jakarta Selatan.

Pembibitan

Masa pembibitan dilakukan selama 6 minggu dengan rimpang pasca iradiasi disimpan di atas box bermedia campuran arang sekam dan cascing, 1:1 (b/b). Box

ditempatkan di area yang teduh dengan tetap dijaga kelembabannya. Lama masa pembibitan berdasarkan prosedur operasional standar yaitu selama 1-1.5 bulan, dipengaruhi pula oleh kondisi tunas yang sudah menunjukkan pertumbuhan dengan warna kuning kehijauan.

Penanaman

Rimpang ditanam ke dalam polybag ukuran 35 cm x 35 cm dengan media tanah, pupuk kandang sapi, dan arang sekam, 1:1:1/2 (v/v). Penanaman menggunakan polybag dimaksudkan agar mudah dalam pemeliharaan (kelembaban media dan OPT). Masa tanam di lapang berlangsung selama 17 minggu.

Pemeliharaan

Pemeliharaan meliputi penyiraman, pembumbunan dan penyiangan gulma. Pengamatan

Tanaman diberi label perlakuan sesuai dengan taraf dosis yang diaplikasikan yaitu P0, P1, P2, P3, P4, P5, P6, P7, P8, P9, P10 yang secara berturut-turut adalah dosis 0 Gy, 10 Gy, 20 Gy, 30 Gy, 40 Gy, 50 Gy, 60 Gy, 70 Gy, 80 Gy, 90 Gy, dan 100 Gy. Pengamatan dilakukan selama proses penanaman di lapang, yaitu terhadap peubah sebagai berikut:

1. tinggi tanaman (cm), pengukuran dari batas permukaan tanah sampai ujung daun tertinggi yang ditegakkan

2. panjang batang semu (cm), pengukuran dari permukaan tanah sampai cabang tangkai daun teratas (termuda) yang masih saling menumpuk

3. jumlah anakan, penghitungan banyaknya tanaman yang tumbuh dalam satu rumpun perlakuan taraf dosis iradiasi

4. jumlah daun, penghitungan pada daun yang terbuka sempurna

5. panjang daun (cm), pengukuran pada daun ke-3 dari bawah, melintang dari pangkal daun yang berbatasan dengan tangkai daun sampai ujung lancip daun 6. lebar daun (cm), pengukuran pada daun ke-3 dari bawah, membujur pada

bagian tengah daun yang mempunyai lebar terpanjang

7. panjang tangkai daun (cm), pengukuran pada tangkai daun ke-3 dari bawah, dari batang semu sampai berbatasan dengan helai daun

8. warna daun, pengukuran pada daun ke-3 dari bawah, dilakukan dengan mini RHCC (royal horticulture colour chart)


(24)

10

Analisis Data

Hasil pengamatan diuji dengan analisis sidik regresi dan korelasi. Sidik regresi menguraikan satu peubah bebas terhadap satu peubah tidak bebas. Sidik korelasi menunjukkan pengukuran derajat hubungan antar peubah, melihat hubungan perkembangan peubah satu dengan peubah lainnya dan melihat

keeratan hubungannya. Nilai koefisien korelasi yang mendekati 1 (r ≈ 1)

menggambarkan adanya korelasi atau keeratan hubungan. Nilai LD50 diketahui

menggunakan curve-fit analysis.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Kunyit dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 240-1200 m dpl dan curah hujan 2000-4000 mm tahun-1 (Rahardjo dan Rostiana 2005). Berdasarkan

pedoman syarat tumbuh tersebut, maka penanaman kunyit akan sesuai bila dilakukan di daerah Darmaga Bogor yang mempunyai ketinggian tempat ±240 m dpl dan curah hujan 2500-3500 mm tahun-1 (Insani 2013).

Syarat rimpang kunyit dapat dijadikan bibit yaitu hasil dari tanaman yang subur, sehat, berdaun banyak dan hijau, jelas jenis dan varietasnya, terhindar dari penyakit, cukup umur (11-12 bulan), berkadar air cukup, serta telah mengalami masa istirahat (dormansi) yang cukup. Pada penelitian ini, digunakan kunyit aksesi Wonogiri yang mempunyai kadar kurkumin tertinggi yaitu 3.99% (Kautsar 2012) dan ada juga yang menyatakan 9.55% (Syifa 2012). Kunyit asal wonogiri diketahui pula memiliki tingkat aktivitas antioksidan sebesar 62.59 µ g ml-1. Pada

penelitian ini, kunyit yang digunakan berasal dari tanaman berumur 4 bulan. Hal tersebut mengakibatkan pertumbuhan kunyit yang kurang optimal, terlihat dari pertumbuhan tunas yang lambat hingga 8 minggu setelah masa pembibitan 6 minggu (14 MSI). Aisyah (2013) menjelaskan bahwa jika iradiasi diberikan kepada jaringan yang mengandung banyak air maka radikal-radikal bebas dari iradiasi akan merusak sel dengan cepat.

Pada fase pembibitan, digunakan campuran media arang sekam dan kascing. Arang sekam dapat mencegah tumbuhnya jamur pada bibit tanaman dan memberikan aerasi yang baik pada bibit, sehingga mencegah bibit mengalami pembusukan. Kascing atau vermicomposting merupakan pupuk organik atau kompos hasil dari pencernaan atau penguraian cacing terhadap limbah ternak, pupuk yang merupakan media tempat hidup cacing. Cacing menguraikan selulosa pada limbah ternak yang tidak bisa diuraikan oleh bakteri pengompos serta kotoran cacing dapat menjadi tambahan bahan makanan bagi bakteri, sehingga proses pengomposan yang terjadi dapat lebih cepat, berkisar hanya 4 minggu (setengah dari masa pengomposan biasa). Kascing mengandung N, P, K, mineral, vitamin dan antibiotik yang berfungsi membunuh jamur dan bakteri penyebab penyakit serta mempunyai nila C/N yang kurang dari 20%. Kascing juga merupakan pupuk kompos yang tidak bau karena sudah melalui proses


(25)

11 pengomposan yang tuntas. Kompos ini sudah melalui dua kali proses penguraian, yaitu pertama oleh bakteri pengompos dan kedua oleh cacing. Hal tersebut menghilangkan kemungkinan bibit terbakar akibat pupuk kimia atau kompos yang belum matang. Penggunaan kascing diperlukan untuk memberikan nutrisi pada bibit tanaman yang berumur muda.

Secara umum, penanaman kunyit dilakukan di lahan dengan sistem bedengan. Pada penelitian ini, kunyit ditanam pada polybag dengan tujuan agar lebih mudah dalam mengatur kelembaban tanah dan pemeliharaan. Hal tersebut menyesuaikan dengan standard operational procedure (SOP) budidaya kunyit yaitu penanaman dilakukan di awal musim hujan.

Selama masa penanaman, tidak ditemukan adanya hama, namun terdapat sedikit penyakit busuk rimpang pada tanaman perlakuan 50 Gy yang kemungkinan disebabkan oleh bakteri. Bakteri dapat muncul akibat drainase yang kurang baik. Penyakit busuk rimpang ditemukan juga pada tanaman perlakuan 80 Gy, 90 Gy, dan 100 Gy yang seluruh rimpangnya mati. Menurut Rahardjo dan

Rostiana (2005), penyakit busuk rimpang (Gambar 1) dapat disebabkan oleh

bakteri Ralstonia solanacearum atau infeksi karena adanya luka pada rimpang atau sistem drainase yang kurang baik. Gulma dibersihkan secara manual.

Gambar 1 Penyakit busuk rimpang

Penelitian yang dilakukan oleh Solanki dan Sharma (2000 dalam Wulan 2007) menggunakan iradiasi tunggal untuk memunculkan mutan dan bahan tanamnya menggunakan benih. Pada penelitian ini, teknik iradiasi yang diterapkan adalah teknik iradiasi Acute (iradiasi tunggal). Bahan tanam yang digunakan berupa rimpang muda yang mengandung banyak air (oksigen). Pengaruh dari perlakuan perbedaan taraf dosis iradiasi mengakibatkan perbedaan pada waktu tumbuhnya tunas rimpang kunyit (tidak serentak pada semua taraf dosis).

Lethal Dose 50

Perlakuan taraf dosis iradiasi menyebabkan perbedaan persentase tanaman tumbuh yang signifikan. Ditunjukkan pada Tabel 2, pada perlakuan kontrol P0 (0 Gy) pertumbuhan tidak mencapai 100%. Pada dosis 80, 90, dan 100 Gy tidak terjadi pertumbuhan atau tanaman mati. Hal itu sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Pramono (2011), sinar gamma yang diaplikasikan pada tanaman iles-iles menghasilkan keragaman morfologi, kematian dan dormansi yang panjang (penundaan pertumbuhan kecambah). Perubahan fenotipe yang dihasilkan akibat mutasi bervariasi, mulai dari perubahan minor yang hanya terdeteksi dengan metode analisis biokimia sampai perubahan drastis yang terjadi di dalam


(26)

12

proses metabolisme yang esensial sehingga menimbulkan kematian sel atau organisme. Perlakuan dosis 40 Gy menghasilkan persentase tanaman hidup yang lebih besar daripada tanaman kontrol. Hal tersebut juga terjadi pada penelitian Saputra (2012) dengan pengaplikasian sinar gamma pada bunga matahari menghasilkan karakter yang positif dibandingkan tanaman kontrol.

Tabel 2 Persentase tanaman hidup pada umur tanaman 23 MSI

Dosis (Gy) Tanaman hidup (%) Dosis (Gy) Tanaman hidup (%)

0 77.78 60 11.11

10 55.56 70 66.67

20 44.44 80 0.00

30 55.56 90 0.00

40 88.89 100 0.00

50 66.67

Pada rentang dosis yang diaplikasikan, terdapat dosis yang menyebabkan kematian populasi hingga 50% yang disebut Lethal Dose 50 (LD50). Aisyah

(2006) mengungkapkan bahwa umumnya mutasi yang diinginkan akan terletak pada kisaran dosis LD50. Angka LD50 didapatkan dari perhitungan nilai persentase

tanaman mati menggunakan software Curve fit Analysis. Dalam menunjukkan persentase tanaman mati, program tersebut merekomendasikan kurva Modified

Power (Gambar 2) yang mempunyai persamaan y=25.717947*1.0141655x dengan

nilai S (standar deviasi) terendah dan nilai r (koefisien korelasi) tertinggi (jika dibandingkan dengan bentuk kurva lainnya). Berdasarkan program tersebut, didapatkan nilai LD50 dosis iradiasi sinar gamma pada tanaman kunyit yaitu

sebesar 47.26 Gy.

Gambar 2 Persentase tanaman mati berdasarkan software curve fit analysis

Pada percobaan ini, pola Modified Power dengan nilai data terendah terdapat pada perlakuan 40 Gy. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan dosis di bawah atau di atas 40 Gy akan menyebabkan tingginya jumlah tanaman yang mati.

S = 23.2537 5701 r = 0. 75488891

Dosis Iradiasi (Gy)

P e rs e n ta s e T a n a m a n M a ti ( % )

0.0 18.3 36.7 55.0 73.3 91.7 110.0

2.22 20.00 37.78 55.56 73.33 91.11 108.89


(27)

13 Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh tingkat radiosensitivitas rimpang kunyit yang tinggi terhadap dosis iradiasi pada rentang LD50, dimana dapat menyebabkan

kerusakan fisiologi maupun genetik.

Karakter Kuantitatif

Pengaruh dari pemberian dosis iradiasi yang berbeda memberikan akibat pada tingkat pertumbuhan tanaman yang berbeda pula. Hal tersebut tampak pada Gambar 3, tanaman dari setiap perlakuan tumbuh pada waktu yang berbeda (tidak serentak), bahkan ada yang menunjukkan kematian.

Gambar 3 Perbandingan wakktu tumbuh antar taraf dosis iradiasi

Tanaman akibat iradiasi menggunakan dosis 0, 10, 20, 30 dan 70 Gy, 40 dan 50 Gy, serta 60 Gy berturut-turut tumbuh pada waktu yang berbeda yaitu umur tanaman 10, 12, 13, 14, 8, dan 15 MST. Adapun tanaman dosis 80, 90, dan 100 Gy tidak mengalami pertumbuhan. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi perlakuan dosis iradiasi pada kunyit, maka pertumbuhan bibitnya akan semakin lambat, walaupun hal itu tidak berlaku pada 40 dan 50 Gy (memberikan karakter yang positif dibanding dengan kontrol). Iradiasi sinar gamma yang menyebabkan terjadinya mutasi secara acak mengakibatkan kerusakan fisiologis dalam metabolisme perkembangan sel, sehingga potensi pertumbuhannya dapat lebih cepat atau lebih lambat.

Korelasi Dosis dengan Pertumbuhan Vegetatif

Aplikasi dosis iradiasi yang semakin meningkat memberikan pengaruh pertumbuhan pada berbagai karakter vegetatif yang cenderung semakin menurun. Tingkat dosis iradiasi berkorelasi dengan lamanya pemaparan sinar gamma terhadap materi, yaitu setiap 15 menit penyinaran sama dengan dosis radiasi

0,0 5,0 10,0 15,0 20,0 25,0 30,0 35,0 40,0 45,0 50,0

0 5 10 15 20

T ing g i Ta na m a n (cm )

Umur Tanaman (MST)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Dosis I rad iasi (Gy) (Gy)


(28)

14

sebesar 10 Gy. Penelitian yang dilakukan oleh Rashid et al. (2013) berupa iradiasi sinar gamma pada jahe menghasilkan penurunan tingkat rata-rata pertumbuhan tunas dan tanaman dengan semakin meningkatnya lama pemaparan sinar gamma. Pada penelitian ini, masing-masing karakter membentuk hubungan fungsi yang berbeda terhadap dosis (Gambar 4). Analisis regresi pertumbuhan vegetatif tanaman dilakukan dengan menggunakan software urve fit analysis. Jenis kurva masing-masing peubah dipilih berdasarkan indikator nilai S terendah dan r tertinggi dari jenis kurva lainnya serta yang mampu menunjukkan pengertian secara lebih detail dan sederhana.

Gambar 4 Pertumbuhan vegetatif tanaman pada 17 MST

Pertumbuhan tinggi tanaman, panjang batang semu, panjang daun ke-3 dan lebar daun ke-3 ditunjukkan dalam bentuk kurva polinomial derajat ke-4.

Nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0.85 (r≈1) pada karakter tinggi tanaman

S = 10.9640 7739 r = 0. 85292793

Dosis Iradiasi (Gy)

T in g g i T a n a m a n ( c m )

0.0 18.3 36.7 55.0 73.3 91.7 110.0

0.00 8.34 16.68 25.03 33.37 41.71 50.05

S = 2.90931 422 r = 0. 92403212

Dosis Iradiasi (Gy)

P a n ja n g B a ta n g S e m u ( c m )

0.0 18.3 36.7 55.0 73.3 91.7 110.0

0.00 2.99 5.98 8.96 11.95 14.94 17.93

S = 2.87268 301 r = 0. 96575489

Dosis Iradiasi (Gy)

P a n ja n g D a u n k e -3 ( c m )

0.0 18.3 36.7 55.0 73.3 91.7 110.0

0.00 4.03 8.07 12.10 16.13 20.17 24.20

S = 1.02884 958 r = 0. 95797251

Dosis Iradiasi (Gy)

L e b a r D a u n k e -3 ( c m )

0.0 18.3 36.7 55.0 73.3 91.7 110.0

0.00 1.32 2.64 3.96 5.28 6.60 7.92

S = 2.11255 028 r = 0. 70779807

Dosis Iradiasi (Gy)

P a n ja n g T a n g k a i D a u n k e -3 ( c m )

0.0 18.3 36.7 55.0 73.3 91.7 110.0

0.00 1.26 2.53 3.79 5.06 6.32 7.59

S = 0.69202 435 r = 0. 92761495

Dosis Iradiasi (Gy)

J u m la h D a u n

0.0 18.3 36.7 55.0 73.3 91.7 110.0

0.00 0.73 1.47 2.20 2.93 3.67 4.40

S = 2.17304 959 r = 0. 76664809

Dosis Iradiasi (Gy)

J u m la h A n a k a n

0.0 18.3 36.7 55.0 73.3 91.7 110.0

0.00 1.47 2.93 4.40 5.87 7.33 8.80


(29)

15 menunjukkan adanya keeratan hubungan antara peningkatan dosis iradiasi dengan pertumbuhan tinggi tanaman. Setiap kenaikan dosis iradiasi menghasilkan perubahan pertumbuhan tinggi tanaman secara serempak dengan rentang yang hampir sama. Menurut Aisyah (2013), pertumbuhan tinggi tanaman yang semakin menurun merupakan indikator yang paling umum untuk melihat efek dari mutagen. Pada pertumbuhan panjang batang semu, nilai r sebesar 0.924, (r≈1) menunjukkan hubungan yang sangat erat antara peningkatan dosis iradiasi dengan pertumbuhan panjang batang semu. Pada pertumbuhan panjang dan lebar daun ke-3, korelasi antara dosis iradiasi dengan pertumbuhannya sangat erat dengan nilai berturut-turut 0.97 dan 0.96.

Pertumbuhan vegetatif panjang tangkai daun ke-3 terhadap peningkatan dosis iradiasi mengikuti fungsi korelasi linear negatif dengan tingkat keeratan hubungan sebesar 0.71. Hal tersebut dapat diartikan bahwa perlakuan dosis radiasi berpengaruh nyata pada pertumbuhan panjang tangkai daun ke-3. Korelasi yang negatif menunjukkan bahwa semakin meningkat taraf dosis iradiasi maka pertumbuhan karakter pertumuhan tersebut semakin menurun. Sebesar 49 % keragaman panjang tangkai daun ke-3 dapat diterangkan oleh fungsi linear dosis iradiasi.

Pertambahan jumlah daun dan anakan terhadap perlakuan membentuk fungsi kuadratik, dimana keeratan masing-masing karakter adalah 0.92 (sangat tinggi) dan 0.77 (cukup tinggi). Pada percobaan ini, pola kuadratik menunjukkan adanya dosis yang memberikan pertumbuhan jumlah daun dan anakan paling optimal pada tanaman MV1 yaitu pada 1.5 dan 12.83 Gy. Mutan vegetatif generasi 1 atau MV1 adalah populasi tanaman hasil perbanyakan vegetatif dari bahan tanam yang telah diradiasi.

Keragaman Pertumbuhan Vegetatif Tanaman

Induksi mutasi fisik merupakan salah satu metode untuk menciptakan keragaman genetik tanaman, guna menjadi bahan dalam pemuliaan tanaman secara konvensional seperti hibridisasi dan sebagainya. Dalam Tabel 3, dapat diketahui tingkat keragaman antar tanaman perlakuan dosis iradiasi pada setiap karakter pertumbuhan vegetatif tanaman.

Keragaman pertumbuhan karakter vegetatif tanaman dapat diketahui melalui nilai ragamnya yang dinyatakan dalam standar deviasi (SD). Semakin tinggi SD maka semakin tinggi tingkat keragaman. Standar deviasi menunjukkan jangkauan tingkat maksimum dan minimum pertumbuhan tiap karakter vegetatif dari kumpulan tanaman yang diaplikasikan perlakuan tertentu, dalam hal ini dosis iradiasi.

Pada Tabel 3, diketahui bahwa hanya dosis iradiasi 50 Gy yang memberikan keragaman tertinggi yaitu pada pertumbuhan jumlah daun. Adapun perlakuan dosis iradiasi tidak mampu meningkatkan keragaman pertumbuhan karakter vegetatif lainnya. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wardhani (2005) bahwa induksi mutasi fisik menggunakan iradiasi sinar gamma pada anggrek dapat mempengaruhi nilai jumlah daun. Adanya dosis iradiasi yang mengakibatkan keragaman tertinggi menjadi rekomendasi bagi pemulia tanaman sesuai kebutuhan.


(30)

16

Tabel 3 Pertumbuhan rata-rata vegetatif tanaman perlakuan pada 17 MST

Dosis (Gy) TT PBS PD3 LD3 PTD3 JD

0 33.5±21.9 12,5±7.9 16.7±5.6 5.3±2.0 5.3±3.6 4.0±1.4 10 39.2±3.6 14.0±2.5 18.6±3.9 5.7±1.5 5.2±1.3 3.4±1.7 20 45.4±12.3 16.3±3.8 22.0±3.8 7.2±1.8 3.8±1.0 3.5±1.0 30 24.6±11.2 10.4±4.8 17.7±2.1 6.0±0.4 1.7±0.8 2.8±0.5 40 19.2±14.6 6.7±6.7 11.7±1.1 3.4±0.2 6.7±3.3 2.9±0.1 50 21.7±15.2 12.9±4.4 10.0±4.1 2.8±0.9 6.9±2.5 3.7±2.7 60 8.0±0.0 2.0±0.0 0.0±0.0 0.0±0.0 0.0±0.0 2.0±0.0 70 6.3±3.4 2.4±0.2 6.1±0.1 2.1±0.1 1.1±0.3 2.3±0.9 80 0.0±0.0 0.0±0.0 0.0±0.0 0.0±0.0 0.0±0.0 0.0±0.0 90 0.0±0.0 0.0±0.0 0.0±0.0 0.0±0.0 0.0±0.0 0.0±0.0 100 0.0±0.0 0.0±0.0 0.0±0.0 0.0±0.0 0.0±0.0 0.0±0.0

Keterangan: TT=tinggi tanaman (cm); PBS=panjang batang semu (cm); PD3=panjang daun ke-3 (cm); LD3=lebar daun ke-3 (cm); PTD3=panjang tangkai daun ke-3 (cm); JD=jumlah daun

Karakter Kualitatif

Pengaruh induksi mutasi fisik pada kunyit dapat diketahui melalui perubahan kualitas keragaan tanamannya. Dalam penelitian ini, terjadi perubahan warna daun tanaman kunyit, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4 Klasifikasi warna daun tanaman

Dosis (Gy) Warna

0 RHS 144A

10 RHS 144A 20 RHS 145A*

30 RHS 145A* 40 RHS 144A 50 RHS 144A

60 -

70 RHS 144A

80 -

90 -

100 -

*perubahan warna hanya terjadi pada 1 lembar daun 1 tanaman perlakuan Keterangan: RHS 145 A = yellow green, RHS 144 A = dark green


(31)

17 Pengamatan warna yang dilakukan terhadap daun ke-3 pada umur tanaman 17 MST memberikan keragaan yang serupa antar perlakuan yaitu warna hijau gelap (dark green), kecuali pada perlakuan dosis iradiasi 20 dan 30 Gy yaitu berwarna hijau kekuningan (yellow green), namun hal itu tidak berlangsung lama. Pada perkembangan selanjutnya, warna daun pada dosis-dosis tersebut menjadi hijau gelap. Perlakuan dosis iradiasi tidak memberikan perubahan warna pada daun. Begitu pula pada batang semu. Seluruh perlakuan menunjukkan warna hijau kekuningan pada batang semu.

Perubahan Morfologi Tanaman

Boertjes dan Van Harten (1988) mengemukakan bahwa ada dua macam pengaruh yang dapat terjadi setelah iradiasi yaitu kerusakan fisiologis dan kerusakan genetik (mutasi). Kerusakan genetik pada tanaman MV1 dapat secara sederhana dilihat melalui perubahan morfologinya, sehingga tanaman tersebut dikenal sebagai putative mutan. Putative mutan adalah tanaman yang dianggap sebagai mutan. Pada generasi berikutnya, diharapkan perubahan tersebut dapat dibuktikan terjadi secara genetik. Pada penelitian ini, terjadi kemungkinan kerusakan genetik tanaman (umur 20 MST) pada bentuk pangkal batang semu, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 5(a).

(a)

(b)

Gambar 5 (a) Perubahan bentuk pangkal batang semu; (b) filotaksis daun Perubahan bentuk pangkal batang semu terjadi pada tanaman perlakuan 50 dan 60 Gy. Pada tanaman normal (0 Gy), satu anakan tanaman ditunjukkan dengan hanya satu batang semu dan filotaksis daun seperti pada Gambar 5(b). Pada perlakuan 50 Gy, dua batang semu tanaman muncul dari satu anakan. Hal tersebut dapat dilihat pada pangkal kedua batang semu yang menyatu hingga ketinggian kurang lebih 0.5 cm dari permukaan tanah. Pangkal kedua batang semu yang menyatu diperkirakan merupakan perkembangan dari pertumbuhan satu batang semu tanaman. Perubahan bentuk batang semu tersebut hanya terjadi pada


(32)

18

satu anakan tanaman 50 Gy. Adapun yang ditunjukkan pada perlakuan 60 Gy, sebanyak 7 daun muncul secara bersamaan dari pangkal batang semu dengan arah pertumbuhan yang tidak teratur. Diameter tangkai daun pun tidak berukuran seragam. Perubahan bentuk tersebut terdapat pada satu anakan akibat radiasi 60 Gy. Hal tersebut terjadi pula pada penelitian yang dilaksanakan oleh Rashid et al.

(2013) dimana iradiasi sinar gamma pada jahe mampu mengakibatkan pertumbuhan tangkai daun yang bengkok. Keunikan yang terjadi pada tanaman perlakuan 50 dan 60 Gy menunjukkan bahwa iradiasi sinar gamma menyebabkan mutasi secara acak. Apabila pada musim tanam selanjutnya menunjukkan keragaan yang sama (stabil), maka dapat dikatakan pada rimpang kunyit tersebut telah terjadi mutasi secara genetik.

Penelitian yang dilakukan oleh Royani (2012), induksi mutasi fisik dengan iradiasi sinar gamma memberikan pengaruh perubahan karakter morfologi tanaman sambiloto terutama pada daun. Grosch dan Hapwood (1979) menambahkan bahwa iradiasi pada tanaman dapat meyebabkan bentuk daun yang berbeda-beda diantaranya penghambatan pertumbuhan (kerdil), penebalan, perubahan bentuk dan tekstur, pengerutan, pelekukan abnormal, pengeritingan tepi daun, penyatuan daun, dan mosaik (perubahan warna). Tanaman hasil penelitian ini menunjukkan adanya perubahan warna pada sebagian permukaan daun tanaman perlakuan dosis 50 dan 70 Gy (Gambar 6). Pada Gambar 7, perlakuan 50 dan 70 Gy menyebabkan perubahan bentuk sebagian lembar daun.

Gambar 6 Perubahan warna sebagian permukaan daun

70 Gy 0 Gy


(33)

19 Semburat perubahan warna terjadi pada 3 lembar daun satu tanaman perlakuan 50 Gy dengan panjang sekitar 2-5 cm dan 3 lembar daun dari tanaman yang berbeda perlakuan 70 Gy dengan panjang kurang lebih 7 cm. Perbandingan warna yang mencolok dengan daun tanaman kontrol (hijau gelap) yaitu hijau kekuningan mengikuti pola tulang daun dan rata-rata terdapat pada bagian mendekati pangkal daun. Perubahan yang terjadi pada sebagian karakter suatu jaringan tanaman (dalam hal ini warna) maka tanaman tersebut dinamakan kimera. Perubahan tersebut berupa jaringan tanaman yang memiliki dua atau lebih komponen genetik. Pada penelitian ini, tampak kimera terekspresi dari mutasi pada DNA kloroplas (cp DNA) yang mengakibatkan plastida pada sebagian jaringan kurang atau tidak bisa memproduksi klorofil, sedangkan sebagian yang lain produksi klorofil normal, sehingga daun sebagian berwarna hijau dan putih atau kuning. Iradiasi yang diaplikasikan pada sel yang sudah terdiferensiasi menjadi tunas, mengakibatkan potensi terjadinya mutasi yang tidak sama pada setiap gen DNA kloroplas (mutasi sebagian). Perubahan karakter kloroplas dapat mempengaruhi biosintesis kurkumin. Heldt (1997) menyatakan bahwa daun dapat menyerap nitrogen dalam bentuk nitrat, kemudian kloroplas mengubahnya dalam bentuk amonium dan selanjutnya menjadi asam amino fenilalanin melalui jalur sikimat. Markham (1998) menambahkan bahwa asam amino tersebut merupakan asam amino prekusor untuk lintasan fenilpropanoid dalam biosintesis flavonoid. Kurkumin merupakan salah satu jenis metabolit sekunder flavonoid. Penelitian yang dilakukan oleh Ling et al. (2008) berupa iradiasi sinar gamma pada planlet

Citrus sinensis menghasilkan peningkatan kandungan protein, namun kandungan

klorofil yang dihasilkan tidak lebih tinggi jika dibandingkan dengan planlet tanpa iradiasi. Pada tanaman dengan dan tanpa iradiasi sama-sama memiliki jumlah klorofil a yang lebih tinggi dibandingkan dengan klorofil b. Moghaddam et al.

(2011) menambahkan melalui hasil penelitiannya berupa aplikasi iradiasi tunggal pada Centella asiatica, bahwa iradiasi mampu meningkatkan kandungan flavonoid setelah penanaman minggu ke-8 sedangkan menghasilkan kandungan yang lebih rendah dibandingkan dengan tanaman tanpa iradiasi pada minggu ke-6.

Bentuk daun tanaman kunyit secara normal adalah lanset yang memiliki satu ujung lancip. Pada Gambar 7 ditunjukkan bahwa perubahanyang terjadi pada sebagian daun tanaman akibat perlakuan baik iradiasi 50 maupun 70 Gy yaitu memiliki dua ujung lancip. Fenomena tersebut dapat disebut sebagai kimera. Van Harten (1998) mengungkapkan bahwa iradiasi pada bagian meristematik beresiko memunculkan kimera.

Dixit et al. (2002) dan Srivastava et al. (2006) mengungkapkan bahwa perubahan pada bentuk dan ukuran (luas permukaan) daun merupakan indikasi adanya perubahan pada kandungan Zn dan B yang berkorelasi secara positif. Perubahan kandungan Zn dan B dapat diketahui pula melalui perubahan pada parameter kualitatif dan kuantitatif pertumbuhan daun berupa berat basah dan kering, kandungan klorofil, tingkat perubahan CO2, tingkat transpirasi dan

konduktans daun yang terutama terjadi pada semua lembar daun muda. Defisiensi Zn dan B secara signifikan dapat menurunkan kapasitas asimilasi C (karbon) daun, dan distribusinya menjadi gula, asam amino dan asam organik pada akar dan rizome. Kapasitas biosintesis dalam menghasilkan metabolit berupa minyak atsiri dan kurkumin pun akan menurun.


(34)

20

Gambar 7 Perubahan bentuk ujung daun

Iradiasi sinar gamma mampu mengakibatkan perubahan pada karakter tinggi tanaman. Perubahan tinggi tanaman tersebut tampak saat dikorelasikan dengan jumlah daun atau panjang batang semu. Seperti yang tampak pada Gambar 8, perubahan tinggi terjadi pada tanaman perlakuan 60 dan 70 Gy jika dibandingkan dengan tanaman tanpa radiasi (kontrol). Keragaan tanaman pada aplikasi dosis tersebut menunjukkan pertumbuhan yang kerdil. Fenomena tersebut termasuk ke dalam kerusakan fisiologis. Kerusakan fisiologis dapat diketahui melalui kematian sel (tanaman), pertumbuhan rata-rata dan perlambatan pertumbuhan.

Gambar 8 Pertumbuhan tanaman kerdil

Pertumbuhan tinggi tanaman beriringan dengan pertumbuhan panjang batang semu dan jumlah daun. Pada beberapa aplikasi dosis, pertambahan karakter sifat tersebut terjadi secara serempak, ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi (r) yang tinggi (r≈1). Namun, pada perlakuan dengan dosis 60 dan 70 Gy fenomena tersebut tidak terjadi (Tabel 5).

50 Gy 70 Gy

70 Gy 0 Gy

70 Gy


(35)

21

Tabel 5 Nilai koefisien korelasi antara 2 peubah pada 17 MST

PBS x TT JD x TT

Dosis (Gy) R Dosis (Gy) r

0 0.999 0 0.999

10 0.987 10 0.995

20 0.993 20 0.989

30 0.986 30 0.968

40 0.989 40 0.986

50 0.991 50 0.983

60 0.785* 60 0.784*

70 0.884* 70 0.927*

80 1 80 1

90 1 90 1

100 1 100 1

*r tidak mendekati 1

Keterangan: PBS=panjang batang semu; TT=tinggi tanaman; JD=jumlah daun

Pertumbuhan tinggi tanaman yang maksimal dengan panjang batang semu dan jumlah daun yang optimal akan sulit ditemui pada tanaman perlakuan dosis 60 dan 70 Gy. Hal itu dapat disebabkan karena jenis hubungan korelasi linear positif antara dosis dengan panjang batang semu dan jumlah daun memiliki nilai r tidak mendekati satu, seperti tampak pada Gambar 9. Pertumbuhan tanaman yang kerdil juga ditemukan pada hasil penelitian Rashid et al. (2013) dalam penggunaan iradiasi sinar gamma terhadap jahe. Pertumbuhan tanaman yang kerdil akan dapat menurunkan total luas permukaan daun.

(a) (b)

Gambar 9 Korelasi antara peubah tinggi tanaman dan jumlah daun pada perlakuan (a) 60 Gy dan (b) 70 Gy pada 17 MST

Pertumbuhan batang semu nampak saat daun sudah muncul. Oleh karena itu, korelasi pertumbuhan panjang batang semu dengan daun selalu sangat erat. Ditunjukkan pada Tabel 5, baik korelasi panjang batang semu maupun jumlah daun dengan tinggi tanaman, sama-sama tidak menunjukkan keeratannya pada dosis 60 dan 70 Gy. Berdasarkan Gambar 9, diketahui bahwa pertumbuhan tinggi tanaman tidak serempak dengan pertambahan jumlah daun tanaman. Jika

R=0.784 0 2 4 6 8 10

0 1 2 3

T ing g i Ta na m a n (cm ) Jumlah Daun R=0.927 0 1 2 3 4 5 6 7

0 1 2 3

T ing g i Ta na m a n (cm ) Jumlah Daun


(36)

22

dibandingkan dengan kontrol pada saat tanaman mencapai ketinggian tertentu, maka tanaman 60 dan 70 Gy mempunyai jumlah daun yang lebih banyak. Dapat dikatakan pula, tanaman kontrol telah mencapai ketinggian yang lebih tinggi dibanding dengan tanaman60 dan 70 Gy pada saat mempunyai jumlah daun yang sama. Sebagai contoh, tanaman kontrol mempunyai jumlah daun 2 lembar saat tinggi tanaman sudah mencapai 16.8 cm, sedangkan tanaman 60 dan 70 Gy mencapainya pada tinggi tanaman 8 cm dan 6.3 cm. Tanaman 60 dan 70 Gy menghasilkan ukuran (luas permukaan) daun yang lebih kecil dibanding dengan tanaman tanpa iradiasi. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa tanaman 60 dan 70 Gy cenderung tumbuh kerdil. Kerusakan fisiologis yang terjadi dalam hal ini adalah terhambatnya pembelahan sel yang mengekspresikan tinggi tanaman. Terlihat adanya kecenderungan bahwa tanaman 60 dan 70 Gy termasuk tanaman

putative mutan.

Secara umum, perubahan pada struktur genetik akan menyebabkan perubahan pada ekspresinya (bentuk protein). Perubahan tersebut berlanjut menyebabkan perubahan pada metabolisme. Kerusakan fisiologis juga mampu merubah metabolisme tanpa ada perubahan pada bahan genetiknya. Perubahan metabolisme akan menyebabkan perubahan pada kandungan kimia (protein, enzim, metabolit), perubahan morfologi (bentuk dan warna), perubahan daya adaptasi (akibat perubahan morfologi dan metabolisme), dan mutan kondisional.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Induksi mutasi fisik dengan iradiasi sinar gamma mengakibatkan pertumbuhan bibit kunyit mengalami perlambatan hingga 14 minggu setelah iradiasi. Hubungan antara peningkatan dosis iradiasi dan penurunan pertumbuhan tanaman pada tiap karakter vegetatif dinyatakan sangat erat, kecuali pada karakter panjang tangkai daun ke-3 yang berhubungan cukup erat. Perlakuan 40 dan 50 Gy mengakibatkan karakter tanaman yang lebih positif dibanding tanaman kontrol dengan waktu pertumbuhannya yang lebih cepat. Keragaman tertinggi pertumbuhan jumlah daun terdapat pada perlakuan akibat iradiasi sinar gamma 50 Gy. Pada penelitian ini, didapatkan LD50 kunyit yaitu pada dosis 47.26 Gy.

Perlakuan iradiasi sinar gamma memberikan perubahan pada karakter morfologi tanaman. Perubahan terjadi pada bentuk pangkal batang semu salah satu anakan tanaman perlakuan iradiasi 50 dan 60 Gy. Perubahan terjadi pula pada warna sebagian permukaan daun (semburat) tanaman perlakuan iradiasi 50 Gy dan 70 Gy. Terdapat perubahan bentuk pada beberapa lembar daun tanaman perlakuan iradiasi 50 dan 70 Gy. Tanaman akibat iradiasi 60 dan 70 Gy menghasilkan tanaman yang kerdil dibanding dengan tanaman tanpa iradiasi.

Saran

Bahan tanam penelitian disarankan berasal dari rimpang kunyit yang telah cukup umurnya (11-12 bulan). Beberapa penelitian lanjutan perlu untuk


(37)

23 dilakukan. Penelitian lanjutan dilaksanakan dengan menggunakan taraf dosis iradasi yang terdapat dalam rentang LD50 agar menghasilkan nilai LD50 yang lebih

akurat dan keragaman yang lebih tinggi. Untuk meningkatkan efek iradiasi pada suatu jaringan dapat juga dihasilkan dari penelitian lanjutan berupa iradiasi berulang, baik recurrent maupun intermitent iradiation. Penelitian lanjutan lainnya dapat berupa penanaman kembali tanaman hasil iradiasi (MV1) agar bisa dilakukan seleksi pada populasi generasi selanjutnya (MV2, MV3 dan selanjutnya). Hal tersebut dilakukan hingga dapat membuktikan bahwa perubahan yang terjadi pada jaringan tanaman merupakan akibat dari perubahan genetik. Untuk mengetahui efek sitologis dari pengaruh mutagen terhadap tanaman dapat diamati di bawah mikroskop, guna menentukan tingkat efektifitas mutagen. Penelitian disarankan untuk dilakukan sampai panen sehingga dapat diketahui pengaruhnya terhadap kadar kurkumin rimpang kunyit.

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB atas kesempatan proyek serta bantuan dana yang diberikan guna mendukung pelaksanaan penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah SI. 2006. Induksi Mutagen Fisik pada anyelir (Dianthus caryophyllus

Linn.) dan pengujian stabilitas mutannya yang diperbanyak secara vegetatif [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

________. 2013. Sitogenetika Tanaman. Sastrosumarjo S, Syukur S, editor. Bogor (ID): IPB Pr.

________, H Aswidinnoor, A Saefuddin, B Marwoto, dan S Sastrosumarjo. 2009. Induksi mutasi pada stek pucuk anyelir (Dianthus caryophyllus Linn) melalui iradiasi sinar gamma. J Agron Indones. 37(1):62-70.

[BALITTRO] Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. 2010. Standar Operasional Prosedur Budidaya Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb). Bogor (ID): BALITTRO.

[BATAN] Badan Tenaga Nuklir Nasional. 2005. Pustek nuklir bahan dan radiometri PSD [internet]. Bandung (ID); [diunduh 2012 Januari 19]. Tersedia pada: http://www.batan-bdg.go.id

________. 2012. Teknologi mutasi [internet]. Jakarta (ID); [diunduh 2014 Juli 15]. Tersedia pada: http://www.batan.go.id/patir/2012/p_03/02_litbang/tekn

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Luas panen, produksi dan produktivitas kunyit [internet]. Jakarta (ID); [diunduh 2014 Agustus 8]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=3&tabel=1&daftar=1&id_subyek =55&notab=35

Boertjes C, Harten AMV. 1988. Applied Mutation Breeding for Vegetatively


(38)

24

Chahal GS, Gosal SS. 2006. Principles and Procedures of Plant Breeding,

Biotechnological and Conventional Approaches. Pangbaurne (UK): Alpha

Science International Ltd.

Chattopadhyay I, Biswas K, Bandyopadhyay U, Banerjee RK. 2004. Turmeric and curcumin: biological actions ans medicinal applications. Current Science. 87(1): 44.

Crowder LV. 1986. Genetika Tumbuhan. Kusdiarti L, penerjemah. Yogyakarta (ID): UGM Pr. Terjemahan dari: Plant Genetics.

Dixit D, Srivastava NK, and Sharma S. 2002. Boron deficiency induced changes in translocation of 14CO2-photosynthate into primary metabolites in relation to

essential oil dan curcumin. Photosynthetica J. 40 (1):109-113.

Grosch DS, Hapwood LE. 1979. Biological Affects of Radiations. Ed ke-2. New York (US): Academic Pr.

Gupta SC, Kismali G and Aggarwal BB. 2013. Curcumin, a component of turmeric : from farm to pharmacy. International Union of Biochemistry and

Molecular Biology 39(1): 2-13.

Handro W. 1981. Mutagenesis and in vitro selection. In: Thrope TA, editor. Plant

Tissue Culture: Methode and Aplication in Agricultural. London (GB):

Academic Pr.

Hapsari L. 2004. Induksi mutasi pada melati (Jasminum spp) melalui iradiasi sinar gamma [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Hardman R. 2007. Turmeric The Genus Curcuma. Ravindran PN, Babu KN, Sivaraman K, editor. Amerika (US): CRC Pr.

Hayani E. 2006. Analisis kandungan kimia rimpang temulawak. Bogor (ID): Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITTRO).

Heldt HW. 1997. Plant Biochemistry and Molecular Biology. New York (US): Oxford Univ Pr.

[IAEA] International Atomic Energy Agency. 1977. Manual on Mutation

Breeding. Ed ke-2. Tech. Report. Series No.119. Joint FAO/IAEA/Vienna:

Division Of Atomic Energy in Food and Agriculture.

Insani RC. 2013. Kesesuaian arah baris penerimaan radiasi surya dan kerapatan populasi terhadap pertumbuhan tanaman jagung [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Jabeen N, Mirza B. 2004. Ethyl methane sulphonate induces morphological mutation in Capsicum annum.Int J Agric Biol. 6 (2):340-345.

Joe B, Vijaykumar M, Lokesh BR. 2004. Biological properties of curcumin-cellular and molecular mechanisms of action. Critical Review in Food Science

and Nutrition 44(2): 97.

Karniasari N. 2005. Mutasi induksi melalui iradiasi sinar gamma pada planlet mawar (Rosa hybrida L) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Kautsar A. 2012. Diferensiasi asal geografis kunyit (Curcuma domestica Val.) menggunakan fotometer portable dan analisis kemometrik [internet]. Bogor (ID); [diunduh 2013 Januari 30]. Tersedia pada: unpak.ac.id/ejournal/download.php?file=mahasiswa&id=463&name=0221670 06.pdf.

[Kementan] Kementerian Pertanian. 2013. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi. Jakarta (ID): Kementan.


(39)

25 Kristina NN, Rita N, Siti FS, Molide R. Peluang peningkatan kadar kurkumin pada tanaman kunyit dan temulawak. Bogor (ID); [diunduh 2012 Desember 15]. Tersedia pada: http://balittro.litbang.deptan.go.id/ind/images/stories

Lie S, Yuan W, Deng G, Wang P, Yang P, Aggarwal BB. 2011. Chemical composition and product quality control of turmeric (Curcuma longa L).

Pharmaceutical Crops 2: 28-54.

Ling APK, Chia JY, Hussein S, Harun AR. 2008. Physiological responses of

Citrus sinensis to gamma irradiation. World Applied Sci J 5(1): 12-19.

Maluszynski M. 1990. Induced mutations, an integrating tool in genetics and plant breeding. Di dalam: Gene Manipulation in Plant Improvement, vol II, proceedings. 19th Stadler Genetics Symposium; Columbia, New York. Columbia (NY): Plenum Pr. 127-162 p.

Markham KR. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung.

Micke A, Donini B. 1993. Induced mutations. In Hayward MD, Bosemark NO, Romagosa I. Plant Breeding Principles and Prospects. London (EN): Chapmant and Hall.

Moghaddam SS, Jaafar H, Ibrahim R, Rahmat A, Aziz MA and Philip E. 2011. Effects of acute gamma irradiation on physiological traits and flavonoid accumulation of Centella asiatica. Molecules J. 16: 4994-5007.

Nakagawa H. 2009. Induced Plant Mutations in The Genomics Era. Food and

Agriculture Organization of United Nations. QY Shu, editor. Rome: 51-58.

Nurhayati H, Rosita SMD. 2007. Respon tiga nomor harapan munyit (Curcuma

domestica Val) terhadap pemupukan. Bul Littro. 18(2):127.

Odeigah PGC, Sanyinpeju AOO, Myers GO. 1998. Induced mutation in cowpea,

Vigna unguiculata. Rev biol trop [internet]. [diunduh 2013 Februari 21].

Tersedia pada: http://www.ots.ac.cr./tropiweb/read/revistas/46-3/odeigah. Pramono S. 2011. Studi iradiasi sinar gamma pada tanaman iles-iles

(Amorphophallus muelleri Blume) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian

Bogor.

Pribadi ER. 2012 Ags. Ketersediaan bahan baku tanaman obat hipertensi dan hiperglikemia dalam mendukung program saintifikasi jamu. Warta Penelitian

dan Pengembangan Tanaman Industri. 18(2):21.

Rahardjo M, Rostiana O. 2005. Budidaya Tanaman Kunyit. Bogor (ID): Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika.

Rashid K, Daran ABM, Nezhadahmadi A, Hazmi K, Azhar S and Efzueni S. 2013. The effect of using gamma rays on morphological characteristics of ginger

(Zingiber officinale) plants. Life Sci J 10(1): 1538-1544.

Riansyah RS. 2007. Pengaruh interaksi IBA dan BAP terhadap multiplikasi tunas kunyit (Curcuma domestica Val.) secara in vitro [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Royani JI. 2012. Pengaruh iradiasi sinar gamma 60Co terhadap perubahan karakter morfologi, molekular, senyawa aktif tanaman sambiloto

(Andrographis paniculata) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Saputra MHC. 2012. Pengaruh mutasi fisik melalui iradiasi sinar gamma terhadap keragaan bunga matahari (Helianthus annuus L.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.


(40)

26

Satriani. 2010. Industri kunyit dan pemasarannya [internet]. [diunduh 2014 April 24]. Tersedia pada: http://blogs.unpad.ac.id/satriani/2010/05/31/industri-kunyit-dan-pemasarannya/

Soeranto. 2002. Varietal Improvement of vegetatively Propagated Crops by Mutation Techniques in Indonesia [internet]. [dinduh 2014 April 25]. Tersedia pada http://www.fnca.mext.go.jp/english/mb/countrypapers/indonesia.html. Srivastava NK, Sharma S and Misra A. 2006. Influence of Zn on allocation of

leaf-assimilated 14CO

2 into primary metabolites in relation to production of

essential oil and curcumin in turmeric (Curcuma longa L). World Journal of

Agri Sci. 2(2): 201-207.

Syamsuhidayat SS, Hutapea JR. 1991. Inventaris Tanaman Obat Indonesia (1). Jakarta (ID): Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

Syifa N. 2012. Analisis kuantitatif kurkuminoid kunyit dengan metode HPLC dan spektrofotometri UV-VIS. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Van Harten AM. 1998. Mutation Breeding Theory and Practical Aplication. Cambridge (GB): Cambridge University Pr. 353p.

Wardhani MUD. 2005. Pengaruh iradiasi sinar gamma terhadap keragaan anggrek

Brachypeza indusiata (Reichb. F) garay secara in vitro [skripsi]. Bogor (ID):

Institut Pertanian Bogor.

Wardiyati T. 2009. Eksplorasi dan identifikasi tanaman temulawak

(Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dan kunyit (Curcuma domestica Val.) sebagai

bahan baku industri biofarmaka: Identifikasi variasi genetik dan analisis kadar kurkumin [internet]. [diunduh 2012 Desember 15]. Tersedia pada: http://lppm.ub.ac.id/wrp-con/uploads/2012/03/Tatik-Wardiyati1.pdf.

Wijaya AK. 2006. Evaluasi keragaan fenotipe tanaman seledri daun (Aphium

graveolens L. Subsp. Secalium Alef.) kultivar amigo hasil iradiasi dengan sinar

gamma Cobalt-60 (Co60) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Winarti C, Nurdjanah N. 2005. Peluang tanaman rempah dan obat sebagai sumber

pangan fungsional. Jurnal Litbang Pertanian [internet]. Bogor (ID): 24(2); [diunduh 2013 Februari 21]. Tersedia pada: http://www.pustaka-deptan.go.id. Wulan MT. 2007. Peningkatan keragaman kembang sepatu (Hibiscus

rosa-sinensis Linn.) melalui mutasi induksi dengan iradiasi sinar gamma [skripsi].


(41)

27


(42)

28

Lampiran 1 Tahap perbanyakan tanaman sebelum iradiasi

Lampiran 2 Pembibitan 0 MSI


(43)

29 Lampiran 4 Pembibitan 6 MSI

keterangan: tunas baru akar baru

20 Gy

50 Gy

30 Gy

60 Gy 70 Gy

80 Gy

100 Gy 0 Gy

90 Gy 10 Gy


(44)

30

Lampiran 5 Rimpang kunyit dalam ruang iradiasi

Lampiran 6 Pengendali dan monitor IRPASENA


(45)

31 Lampiran 7 Pertumbuhan tanaman perlakuan pada 17 MST

0 Gy 10 Gy 20 Gy

100 Gy

80 Gy 70 Gy

60 Gy

50 Gy 40 Gy

90 Gy 30 Gy


(46)

32

Lampiran 8 Tingkat pertumbuhan tanaman kunyit pada 17 MST

keterangan: SD=standar deviasi; KK=koefisien keragaman; n=jumlah amatan

Tinggi Tanaman Panjang Batang Semu

Dosis (Gy)

Rata-rata (cm)

SD

(cm) KK (%) n

Dosis (Gy)

Rata-rata (cm)

SD

(cm) KK (%) n

0 33.5 21.9 65.4 7 0 12,5 7.9 63.4 6

10 39.2 3.6 9.2 5 10 14.0 2.5 17.9 4

20 45.4 12.3 27.1 4 20 16.3 3.8 23.4 4

30 24.6 11.2 45.6 5 30 10.4 4.8 46.3 5

40 19.2 14.6 76.2 8 40 6.7 6.7 99.9 8

50 21.7 15.2 69.9 6 50 12.9 4.4 33.8 4

60 8.0 0.0 0.0 1 60 2.0 0.0 0.0 1

70 6.3 3.4 54.1 6 70 2.4 0.2 6.3 3

80 0.0 0.0 0.0 0 80 0.0 0.0 0.0 0

90 0.0 0.0 0.0 0 90 0.0 0.0 0.0 0

100 0.0 0.0 0.0 0 100 0.0 0.0 0.0 0

Panjang Daun ke-3 Lebar Daun ke-3

Dosis (Gy)

Rata-rata (cm)

SD

(cm) KK (%) n

Dosis (Gy)

Rata-rata (cm)

SD

(cm) KK (%) n

0 16.7 5.6 33.6 5 0 5.3 2.0 38.5 5

10 18.6 3.9 20.9 3 10 5.7 1.5 25.8 3

20 22.0 3.8 173 4 20 7.2 1.8 24.6 4

30 17.7 2.1 11.6 3 30 6.0 0.4 7.3 3

40 11.7 1.1 9.3 3 40 3.4 0.2 6.8 3

50 10.0 4.1 40.8 3 50 2.8 0.9 33.9 3

60 0.0 0.0 0.0 0.0 60 0.0 0.0 0.0 0

70 6.1 0.1 1.2 2 70 2.1 0.1 6.7 2

80 0.0 0.0 0.0 0 80 0.0 0.0 0.0 0

90 0.0 0.0 0.0 0 90 0.0 0.0 0.0 0

100 0.0 0.0 0.0 0 100 0.0 0.0 0.0 0

Panjang Tangkai Daun ke-3 Jumlah Daun

Dosis (Gy)

Rata-rata (cm)

SD

(cm) KK (%) n

Dosis (Gy)

Rata-rata (cm)

SD

(cm) KK (%) n

0 5.3 3.6 67.6 5 0 4.0 1.4 35.3 6

10 5.2 1.3 24.0 3 10 3.4 1.7 49.1 5

20 3.8 1.0 27.4 4 20 3.5 1.0 28.6 4

30 1.7 0.8 47.1 3 30 2.8 0.5 17.9 5

40 6.7 3.3 48.9 3 40 2.9 0.1 3.5 8

50 6.9 2.5 36.8 3 50 3.7 2.7 71.9 6

60 0.0 0.0 0.0 0 60 2.0 0.0 0.0 1

70 1.1 0.3 25.5 2 70 2.3 0.9 41.3 4

80 0.0 0.0 0.0 0 80 0.0 0.0 0.0 0

90 0.0 0.0 0.0 0 90 0.0 0.0 0.0 0


(1)

28

Lampiran 1 Tahap perbanyakan tanaman sebelum iradiasi

Lampiran 2 Pembibitan 0 MSI


(2)

29 Lampiran 4 Pembibitan 6 MSI

keterangan: tunas baru akar baru 20 Gy

50 Gy

30 Gy

60 Gy 70 Gy

80 Gy

100 Gy 0 Gy

90 Gy 10 Gy


(3)

30

Lampiran 5 Rimpang kunyit dalam ruang iradiasi

Lampiran 6 Pengendali dan monitor IRPASENA


(4)

31 Lampiran 7 Pertumbuhan tanaman perlakuan pada 17 MST

0 Gy 10 Gy 20 Gy

100 Gy

80 Gy 70 Gy

60 Gy

50 Gy 40 Gy

90 Gy 30 Gy


(5)

32

Lampiran 8 Tingkat pertumbuhan tanaman kunyit pada 17 MST

keterangan: SD=standar deviasi; KK=koefisien keragaman; n=jumlah amatan

Tinggi Tanaman Panjang Batang Semu

Dosis (Gy)

Rata-rata (cm)

SD

(cm) KK (%) n

Dosis (Gy)

Rata-rata (cm)

SD

(cm) KK (%) n

0 33.5 21.9 65.4 7 0 12,5 7.9 63.4 6

10 39.2 3.6 9.2 5 10 14.0 2.5 17.9 4

20 45.4 12.3 27.1 4 20 16.3 3.8 23.4 4

30 24.6 11.2 45.6 5 30 10.4 4.8 46.3 5

40 19.2 14.6 76.2 8 40 6.7 6.7 99.9 8

50 21.7 15.2 69.9 6 50 12.9 4.4 33.8 4

60 8.0 0.0 0.0 1 60 2.0 0.0 0.0 1

70 6.3 3.4 54.1 6 70 2.4 0.2 6.3 3

80 0.0 0.0 0.0 0 80 0.0 0.0 0.0 0

90 0.0 0.0 0.0 0 90 0.0 0.0 0.0 0

100 0.0 0.0 0.0 0 100 0.0 0.0 0.0 0

Panjang Daun ke-3 Lebar Daun ke-3

Dosis (Gy)

Rata-rata (cm)

SD

(cm) KK (%) n

Dosis (Gy)

Rata-rata (cm)

SD

(cm) KK (%) n

0 16.7 5.6 33.6 5 0 5.3 2.0 38.5 5

10 18.6 3.9 20.9 3 10 5.7 1.5 25.8 3

20 22.0 3.8 173 4 20 7.2 1.8 24.6 4

30 17.7 2.1 11.6 3 30 6.0 0.4 7.3 3

40 11.7 1.1 9.3 3 40 3.4 0.2 6.8 3

50 10.0 4.1 40.8 3 50 2.8 0.9 33.9 3

60 0.0 0.0 0.0 0.0 60 0.0 0.0 0.0 0

70 6.1 0.1 1.2 2 70 2.1 0.1 6.7 2

80 0.0 0.0 0.0 0 80 0.0 0.0 0.0 0

90 0.0 0.0 0.0 0 90 0.0 0.0 0.0 0

100 0.0 0.0 0.0 0 100 0.0 0.0 0.0 0

Panjang Tangkai Daun ke-3 Jumlah Daun

Dosis (Gy)

Rata-rata (cm)

SD

(cm) KK (%) n

Dosis (Gy)

Rata-rata (cm)

SD

(cm) KK (%) n

0 5.3 3.6 67.6 5 0 4.0 1.4 35.3 6

10 5.2 1.3 24.0 3 10 3.4 1.7 49.1 5

20 3.8 1.0 27.4 4 20 3.5 1.0 28.6 4

30 1.7 0.8 47.1 3 30 2.8 0.5 17.9 5

40 6.7 3.3 48.9 3 40 2.9 0.1 3.5 8

50 6.9 2.5 36.8 3 50 3.7 2.7 71.9 6

60 0.0 0.0 0.0 0 60 2.0 0.0 0.0 1

70 1.1 0.3 25.5 2 70 2.3 0.9 41.3 4

80 0.0 0.0 0.0 0 80 0.0 0.0 0.0 0

90 0.0 0.0 0.0 0 90 0.0 0.0 0.0 0


(6)

33

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 4 Agustus 1991 bertempat di kota Tegal, Jawa Tengah. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara, putri Bapak Rudi Kusnadi (Fauzan Al Anshori) dan Ibu Sri Rahayu (Umi Saudah).

Penulis bersekolah di Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Banjar pada tahun 2002-2005. Penulis melanjutkan pendidikan di Pondok Pesantren Nurussalam Ciamis dan pada tahun 2006 mendaftar sebagai siswa di Madrasah Aliyah Negeri 2 Ciamis. Pada tahun 2007, penulis menjadi siswa Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Tegal dan lulus pada tahun 2009. Pada tahun yang sama, penulis mendaftar pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura (AGH).

Selama masa pendidikan di IPB, penulis aktif sebagai sekretaris umum Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Tingkat Persiapan Bersama (TPB) Kabinet Keluarga 46 pada tahun 2009-2010, sebagai sekretaris II BEM Fakultas Pertanian (Faperta) Kabinet Gaharu periode 2010-2011 dan sebagai bendahara umum Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Faperta Dewan Cakrawala pada tahun 2011-2012. Pada tahun 2010, melalui seleksi dalam kegiatan Masa Perkenalan Departemen AGH, penulis diberikan amanah sebagai “Bu Lurah” untuk Socrates (AGH 46). Penulis berkesempatan menjadi pengajar les privat siswa SMP dan SMA Bimbingan Belajar Kharisma Prestasi Bogor pada tahun 2013-2014.