Pengembangan Nanofiber Selulosa Asetat dari Selulosa Tandan Kosong Kelapa Sawit untuk Pembuatan Bioplastik

PENGEMBANGAN NANOFIBER SELULOSA ASETAT DARI
SELULOSA TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT UNTUK
PEMBUATAN BIOPLASTIK

NUR ALIM BAHMID

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis berjudul “Pengembangan
Nanofiber Selulosa Asetat dari Selulosa Tandan Kosong Kelapa Sawit untuk
Pembuatan Bioplastik” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor,

Juni 2014

Nur Alim Bahmid
NIM F351110131

*

Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerjasama dengan pihak luar IPB harus
didasarkan pada perjanjian kerjasama yang terkait

RINGKASAN
NUR ALIM BAHMID. Pengembangan Nanofiber Selulosa Asetat dari Selulosa
Tandan Kosong Kelapa Sawit untuk Pembuatan Bioplastik. Dibimbing oleh
KHASWAR SYAMSU dan AKHIRUDDIN MADDU.
Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk menghasilkan selulosa dengan
metode pulping dan karakterisasi selulosa yang dihasilkan, (2) untuk
memproduksi selulosa asetat melalui perlakuan variasi waktu asetilasi sehingga

menghasilkan kadar asetil yang sesuai untuk pembuatan bioplastik, (3) untuk
memperoleh serat berukuran nanometer dengan metode electrospinning melalui
perlakuan variasi konsentrasi larutan selulosa asetat dan jarak spinneret-kolektor,
dan (4) menghasilkan bioplastik dengan sifat fisik dan mekanik terbaik dengan
metode solution casting dari nanofiber selulosa asetat dan pemlastis dietilen glikol
(DEG).
Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu ekstraksi selulosa dari
tandan kosong kelapa sawit, sintesis selulosa asetat, sintesis nanofiber selulosa
asetat menggunakan metode electrospinning, dan produksi bioplastik. Sintesis
selulosa asetat dilakukan melalui proses asetilasi asetat anhidrid dengan perlakuan
variasi waktu asetilasi (15, 30, 45, dan 60 menit). Sintesis nanofiber selulosa
asetat dilakukan menggunakan metode electrospinning dengan perlakuan
konsentrasi selulosa asetat (5, 10, dan 15%) dan jarak spinneret-kolektor (6, 8,
dan 10 cm). Produksi bioplastik dilakukan menggunakan metode solution casting
dengan perlakuan ukuran serat selulosa asetat (mikrofiber dan nanofiber) dan
penambahan pemlatis DEG (0, 10, 20, dan 30%).
Tahap awal pada penelitian ini dilakukan ekstraksi selulosa tandan kosong
kelapa sawit dan sintesis selulosa asetat. Selulosa tandan kosong kelapa sawit
yang dihasilkan memiliki kadar α-selulosa 94.8% dan kadar air 4.8%. Sintesis
selulosa asetat menghasilkan selulosa asetat terbaik sesuai SNI pada waktu

asetilasi selama 30 menit dengan kadar asetil 40.108%, kadar air 4.528%, dan
rendemen 156.202%.
Sintesis nanofiber menggunakan electrospinning menghasilkan diameter
nanofiber terkecil sebesar 134 nm pada konsentrasi larutan 10% dan jarak
spinneret-kolektor 8 cm. Pada tahap terakhir, pembuatan bioplastik dengan
metode solution casting menghasilkan bioplastik dengan sifat mekanik terbaik
pada bioplastik nanofiber selulosa asetat dengan konsentrasi pemlastis 10%, yaitu
kuat tarik 18.56 MPa, elongasi 3.953%, nilai modulus elastisitas 0.676 GPa,
penyerapan air 16.772%, dan densitas 1.045 gcm-1. Bioplastik dari nanofiber
memiliki kekuatan mekanik lebih baik daripada bioplastik mikrofiber selulosa
asetat.
Kata kunci : selulosa asetat, nanofiber, dietilen glikol, dan bioplastik.

SUMMARY
NUR ALIM BAHMID. Development of Nanofiber Cellulose Acetate from Palm
Oil Empty Fruit Bunches Cellulose for Production of Bioplastics. Supervised by
KHASWAR SYAMSU and AKHIRUDDIN MADDU.
The purposes of this study were (1) to produce cellulose with pulping method
and characterization of celullose resulted, (2) to produce cellulose acetate with
acetylation time treatments so as to resulting acetyl content the appropriate for

production bioplastics, (3) to obtain nanometer-sized fiber with electrospinning
method through concentration of cellulose acetate solution and spinneret-collector
treatments, and (4) to produce the best physical and mechanical properties of
bioplastics with solution casting from nanofiber celulose acetate and diethylen
glycol (DEG) plasticizer.
This research was conducted through several stages; extraction of cellulose
from palm oil empty fruit bunches, synthesis of cellulose acetate, synthesis of
nanofiber with electrospinning method, and production of bioplastics. In the
synthesis of cellulose acetate, acetylation process were with acetylation time (15,
30, 45, and 60 minutes) treatments. In the synthesis of nanofiber cellulose acetate,
electrospinning method were used with concentration of cellulose acetate (5, 10,
and 15%) and spinneret collector distance (6, 8, and 10 cm) treatments. In the
production of bioplastics, solution casting method were used with fiber-sized of
cellulose acetate (microfiber and nanofiber) and addition of DEG plasticizers (0, 10,
20, and 30%) treatments.
The early stage of this research, extraction of palm oil empty fruit bunches
cellulose was conducted cellulose of palm oil empty fruit bunches resulted has αcellulose content of 94.8% and water content of 4.8%. In production of cellulose
acetate, the best cellulose acetate was produced according to the approriate of
Indonesian National Standard on acetylation time 30 minutes with acetyl content
of 40.108%, water content of 4.528%, and yield 156.202%.

The synthesis nanofibers with electrospinning method produced the smallest
nanofiber diameter of 134 nm on concentration of solution 10% and spinneretcollector distance of 8 cm. The last stage, production of bioplastics with solution
casting method produced the best physical and mechanical properties of
bioplastics on nanofiber cellulose acetate with addition DEG plasticizer of 10%.
Its mechanical properties were tensile strength of 18.56 MPa, elongation of
3.953%, elasticity modulus of 0.676 GPa, water adsorption 16.772%, and density
of 1.045 gcm-1. Mechanical properties of nanofiber bioplastics was better than
bioplastics from microfiber bioplastics cellulose acetate.
Keywords : cellulose acetate, nanofibers, diethylen glycol, and bioplastics.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


PENGEMBANGAN NANOFIBER SELULOSA ASETAT DARI
SELULOSA TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT UNTUK
PEMBUATAN BIOPLASTIK

NUR ALIM BAHMID

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis

: Dr Indah Yuliasih, STP, MSi


Judul Tesis : Pengembangan Nanofiber Selulosa Asetat dari Selulosa Tandan
Kosong Kelapa Sawit untuk Pembuatan Bioplastik
Nama
: Nur Alim Bahmid
NIM
: F351110131

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Khaswar Syamsu, MSc
Ketua

Dr Akhiruddin Maddu, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Teknologi Industri Pertanian

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Machfud, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 28 Mei 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan karunia-Nya sehingga penelitian dan penulisan tesis dengan judul
“Pengembangan Nanofiber Selulosa Asetat dari Selulosa Tandan Kosong Kelapa
Sawit untuk Pembuatan Bioplastik” ini telah berhasil diselesaikan. Tesis ini
merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar magister di Program Studi
Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi penulis sampaikan

kepada Prof Dr Ir Khaswar Syamsu, MSc dan Dr Akhiruddin Maddu, MSi selaku
pembimbing, atas segala ilmu pengetahuan, dorongan, motivasi, dan kesabaran
dalam memberikan bimbingan selama penelitian sampai penulisan tesis ini.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr Indah Yuliasih, STP, MSi
selaku penguji ujian tesis, Prof Dr Ir Machfud, MS selaku ketua Program Studi
Teknologi Industri Pertanian, dosen Program Studi Teknologi Industri Pertanian,
laboran laboratorium Teknologi Industri Pertanian, teman-teman mahasiswa
Pascasarjana Program Studi Teknologi Industri Pertanian, dan teman-teman
mahasiswa Pascasarjana IPB Sulawesi Selatan yang telah banyak memberi saran.
Ucapan terima kasih dengan menyampaikan penghargaan yang setinggitingginya, penulis persembahkan untuk bapak, ibu dan adik, atas dukungan dan
doa yang tiada henti sehingga tesis ini dapat diselesaikan.
Akhirnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu, tiada balasan
yang dapat disampaikan melainkan doa yang tulus semoga Allah SWT membalas
amal baik yang telah diberikan agar senantiasa selalu dalam lindungan-Nya.
Jazakumullah khairan katsira. Semoga ilmu yang penulis peroleh dapat
bermanfaat untuk kemaslahatan umat dan tesis ini dapat dikembangkan,
diaplikasikan dan bermanfaat menuju bangsa dan negara yang mandiri. Aamiin.
Bogor,

Juni 2014


Nur Alim Bahmid

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR LAMPIRAN

xiii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

Keterkaitan Antar Bab

1
1
2
3
3

2 TINJAUAN PUSTAKA UMUM
Tandan Kosong Kelapa Sawit
Selulosa
Selulosa Asetat
Nanofiber dan Electrospinning
Bioplastik

5
5
5
6
8
9

3 SINTESIS SELULOSA ASETAT DARI SELULOSA TANDAN
KOSONG KELAPA SAWIT
Pendahuluan
Metodologi
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

12
12
13
15
20

4 SINTESIS NANOFIBER SELULOSA ASETAT DENGAN METODE
ELECTROSPINNING
Pendahuluan
Metodologi
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

21
21
22
23
27

5 PENGARUH UKURAN SERAT SELULOSA ASETAT DAN
PENAMBAHAN PEMLASTIS DIETILEN GLIKOL (DEG)
TERHADAP SIFAT MEKANIK BIOPLASTIK
Pendahuluan
Metodologi
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

28
28
29
31
36

6 PEMBAHASAN UMUM

37

7 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

41
41
41

DAFTAR PUSTAKA

42

LAMPIRAN

47

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8

Komposisi kimia tandan kosong sawit
Syarat mutu selulosa asetata
Karakteristik ekstrak tandan kosong kelapa sawit
Hasil analisa kadar air, rendemen, dan kadar asetil selulosa asetat
dengan variasi waktu asetilasi
Hubungan derajat substitusi, kadar asetil, pelarut, dan aplikasi selulosa
asetata
Produksi global produk selulosa asetata
Rerata sifat mekanis bioplastik
Perbandingan sifat mekanik PHA, PHB, PP, PVC, LDPE, PS dan
nanofiber selulosa asetat (NSA).

5
7
16
16
18
28
39
40

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

Bagan keterkaitan antar bab penelitian
Mekanisme reaksi asetilasi (Rosnelly et al. 2009)
Mekanisme reaksi hidrolisis (Rosnelly et al. 2009).
Skema sistem kerja electrospinning (Zubaidi 2009)
Pembentukan taylor cone pada ujung spinneret (Tatang dan Sugiyana 2011)
Struktur molekul dietilen glikol (CRC HandBook 1981-1982)
(a) Reaksi antara polimer dan pelarut, (b) Reaksi penambahan
pemlastis pada polimer (Spink dan Waycoff 1958)
(a) Selulosa dan (b) Selulosa asetat
Pengaruh waktu asetilasi terhadap kadar air selulosa asetat
Pengaruh waktu asetilasi terhadap rendemen dan kadar asetil selulosa asetat
Analisis FTIR selulosa (a) dan selulosa asetat (b)
Analisa SEM selulosa (a) dan selulosa asetat (b) perbesaran 2000x
Rangkaian alat electrospun
Citra SEM nanofiber selulosa asetat perbesaran 5000x
Citra Nanofiber perbesaran 5000x pada selulosa asetat (a) komersial
(Sigma Aldrich) (Kuzmenko 2012) (b) tandan kosong sawit
Karakterisasi XRD nanofiber selulosa asetat (a) tandan kosong sawit, (b)
Selulosa asetat/DMAc/Aseton-selulosa/LiCl/DMAc fiber (Park 2009)
Hubungan konsentrasi pemlastis pada bioplastik mikrofiber dan
nanofiber selulosa asetat terhadap kuat tarik
Hubungan konsentrasi pemlastis pada bioplastik mikrofiber dan
nanofiber selulosa asetat terhadap elongasi
Hubungan konsentrasi pemlastis pada bioplastik mikrofiber dan
nanofiber selulosa asetat terhadap modulus elastisitas
Hubungan konsentrasi pemlastis pada bioplastik mikrofiber dan
nanofiber selulosa asetat terhadap penyerapan air
Hubungan konsentrasi pemlastis pada bioplastik mikrofiber dan
nanofiber selulosa asetat terhadap densitas

4
6
7
8
9
11
11
16
17
17
19
20
23
25
26
27
32
33
34
35
35

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
5a
5b
5c
5d
5e
6
7
7a
7b
7c
7d
7e
7f
7g
7h
7i
7j
7k
8

Prosedural Analisis
Prosedural Pengujian Mekanis Bioplastik
Formulasi Pembuatan Bioplastik
Data Analisa Kadar Air, Rendemen, dan Kadar α-Selulosa pada
Selulosa Tandan Kosong Kelapa Sawit
Data Analisa Kadar Air, Rendemen, dan Kadar Asetil pada Selulosa
Asetat
Hasil Analisis Sidik Ragam terhadap Kadar Air
Hasil Analisis Sidik Ragam terhadap Rendemen
Uji Lanjutan Beda Nyata Terkecil (BNT) Pengaruh Waktu Asetilasi
terhadap Rendemen
Hasil Analisis Sidik Ragam terhadap Kadar Asetil
Uji Lanjutan Beda Nyata Terkecil (BNT) Pengaruh Waktu Asetilasi
terhadap Kadar Asetil
Nanofiber Selulosa Asetat pada Plat Alumumunium (Kolektor)
Rekapitulasi Data Rata-rata Pengujian Kuat Tarik, Elongasi,
Modulus Elastisitas, Penyerapan Air dan Densitas
Hasil Analisis Sidik Ragam terhadap Kuat Tarik Bioplastik
Uji Lanjutan Beda Nyata Terkecil (BNT) Pengaruh Ukuran Serat
Selulosa Asetat terhadap Kuat Tarik Bioplastik
Uji Lanjutan Beda Nyata Terkecil (BNT) Pengaruh Konsentrasi
Pemlastis DEG terhadap Kuat Tarik Bioplastik
Hasil Analisis Sidik Ragam terhadap Elongasi Bioplastik
Hasil Analisis Sidik Ragam terhadap Mod. Elastisitas Bioplastik
Uji Lanjutan Beda Nyata Terkecil (BNT) Pengaruh Ukuran Serat
Selulosa Asetat terhadap Modulus Elastisitas Bioplastik
Hasil Analisis Sidik Ragam terhadap Penyerapan Air Bioplastik
Uji Lanjutan Beda Nyata Terkecil (BNT) Pengaruh Ukuran Serat
Selulosa Asetat terhadap Penyerapan Air Bioplastik
Hasil Analisis Sidik Ragam terhadap Densitas Bioplastik
Uji Lanjutan Beda Nyata Terkecil (BNT) Pengaruh Pengaruh
Ukuran Serat Selulosa Asetat terhadap Densitas Bioplastik
Uji Lanjutan Beda Nyata Terkecil (BNT) Pengaruh Konsentrasi
Pemlastis DEG terhadap Densitas Bioplastik
Gambar Bioplastik Mikrofiber Selulosa Asetat (MSA) dan Nanofiber
Selulosa Asetat (NSA)

47
49
50
51
51
52
52
52
52
52
53
54
54
55
55
55
55
55
56
56
56
56
57
57

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Permasalahan sampah saat ini masih menjadi masalah utama terhadap
kelestarian lingkungan. Dari berbagai macam jenis sampah, plastik merupakan jenis
sampah yang memiliki persentase tertinggi terhadap kerusakan lingkungan karena
plastik tidak dapat diuraikan oleh mikroba tanah. Penggunaan plastik yang sangat
besar dapat mengalami penumpukan sehingga menimbulkan permasalahan
lingkungan secara global. Upaya dalam menekan kerusakan alam yang diakibatkan
oleh material plastik dapat dilakukan dengan mengganti plastik konvensional
menjadi plastik biodegradable (bioplastik). Plastik biodegradable dapat digunakan
seperti halnya plastik konvensional tetapi jenis plastik ini dapat mengurangi limbah
plastik karena mudah mengalami proses degradasi oleh mikroorganisme.
Beberapa negara maju telah menggunakan plastik biodegradable, seperti
Jerman, Jepang dan USA. Indonesia termasuk negara yang sangat potensial
sebagai sentra pengembangan bioplastik karena memiliki potensi sumber daya
alam yang melimpah. Hingga saat ini, pengembangan bioplastik telah dilakukan
dengan memanfaatkan singkong sebagai bahan baku utama. Namun, penggunaan
singkong masih sangat sulit karena berbenturan dengan kebijakan pemerintah
mengenai ketahanan pangan. Bioplastik tersebut tidak mampu bersaing dengan
plastik sintetis karena sifat fisik dan mekanik kurang baik untuk dimanfaatkan
secara kontinu. Kelemahan bioplastik dapat diatasi dengan memanfaatkan
material yang mengandung senyawa kimia selulosa yang dapat diperoleh dari
serat alam. Potensi serat alam di Indonesia sangat melimpah bahkan jarang
dimanfaatkan untuk keperluan komersial dan hanya sebagai limbah yang dapat
menurunkan tingkat kesuburan tanah. Salah satu serat alam yang cukup potensial
yaitu tandan kosong kelapa sawit.
Tandan kosong kelapa sawit merupakan salah satu limbah padat yang
dihasilkan pabrik/industri pengolahan minyak kelapa sawit. Perkebunan kelapa
sawit Indonesia hingga saat ini terluas di dunia. Berdasarkan data Asosiasi Petani
Kelapa Sawit Indonesia, luas kebun sawit mencapai 7.79 juta hektar pada 2010
dan diperkirakan akan terus meningkat karena sawit merupakan penghasil minyak
nabati yang sangat potensial (Setrawati 2011). Tandan kosong kelapa sawit yang
dihasilkan adalah 22-23% dari jumlah tandan buah segar yang diolah. Di pabrik
minyak kelapa sawit, tandan kosong sawit hanya dibakar dan sekarang telah
dilarang karena adanya kekhawatiran pencemaran lingkungan sehingga
menimbulkan masalah yang dapat menurunkan kemampuan tanah menyerap air.
Tandan kosong sawit termasuk dalam limbah padat lignoselulosa yang
memiliki kandungan serat dengan komposisi bahan organik dan mineral yang
cukup tinggi. Tandan kosong sawit hingga saat ini belum dimanfaatkan secara
optimal. Sejauh ini tandan kosong sawit telah dimanfaatkan sebagai biooil
(Sukiran et al. 2009), carboxymethylcellulose (Bono et al. 2009), briket (Nasrin et
al. 2011), kompos (Amira et al. 2011), ethanol (Millati et al. 2011), dan Pusat
Penelitian Kelapa Sawit Indonesia membuat polipot, papan partikel dan serat
berlateks. Tandan kosong kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
bagi industri, seperti industri kertas karena memiliki kadar selulosa tinggi yaitu

2
terdiri dari 66.07% holoselulosa dan 37.76% α-selulosa dengan kadar serat
72.67% (Darnoko et al. 2001). Kandungan α-selulosa yang besar di dalam tandan
kosong sawit memungkinkan untuk mengolahnya menjadi pulp, dimana dari
tandan kosong sawit kering dapat dihasilkan 40-70% pulp dengan proses
organosolv pulping. Kandungan selulosa yang besar ini juga dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku pembuatan selulosa asetat (Amin 2000). Selulosa asetat
merupakan suatu ester organik yang dimanfaatkan sebagai material membran,
filter rokok, tekstil, industri makanan, farmasi, dan masih banyak lagi kegunaan
lainnya (Hinterstoisser et al. 2003).
Selulosa asetat merupakan biopolimer yang sangat potensial untuk
diaplikasikan pada pembuatan bioplastik karena memiliki sifat biodegradable.
Selulosa asetat dapat dimanfaatkan sebagai bahan material utama yang memiliki
dampak positif terhadap lingkungan dibandingkan material plastik konvensional
yang sulit terdegradasi oleh mikroorganisme. Namun, plastik konvensional
memiliki ketahanan kimia tinggi, mudah dibuat bermacam bentuk dan ukuran,
dapat diatur elastisitasnya serta harganya pun relatif murah. Sedangkan bioplastik
dinilai kurang memiliki kekuatan dan daya tahan mekanik.
Sifat mekanik tergantung dan dipengaruhi oleh polimer penyusun pada
plastik. Selulosa sebagai salah satu jenis polimer penyusun plastik mengandung
kadar serat yang cukup tinggi. Kekuatan mekanik pada serat selulosa sangat
dipengaruhi oleh ukuran diamater serat. Semakin besar diameter serat maka
semakin rendah nilai kekuatan tarik dan modulus elatisitas demikian pula
sebaliknya (Subyakto et al. 2009). Hal ini yang mendorong peneliti untuk
membuat material bioplastik yang ramah lingkungan sekaligus memiliki sifat
mekanik lebih baik yang dapat dikembangkan dengan metode nanoteknologi.
Nanoteknologi diyakini sebagai sebuah konsep teknologi yang melahirkan
revolusi industri baru dalam berbagai bidang diantaranya biomaterial. Selulosa
yang berukuran nano diharapkan akan meningkatkan sifat mekanik pada polimer
bioplastik diantaranya nilai kuat tarik dan MOE yang jauh lebih baik daripada
serat biasa. Hal ini dikarenakan perbandingan diameter dengan panjang serat
menjadi lebih kecil sehingga kekuatan tarik dan MOE jauh lebih meningkat.
Serat nano atau nanofiber adalah serat yang mempunyai diameter yang
sangat kecil berskala nanometer (1 nm = 10-9 meter). Untuk memperoleh
nanofiber dilakukan metode electrospinning kemudian selanjutnya dibuat
bioplastik dengan metode solution casting. Nanofiber tersebut diduga akan dapat
meningkatkan sifat fisik dan mekanik bioplastik yang meliputi kekuatan tarik,
modulus elastisitas dan elongasi. Selain itu, sifat biodegradable yang dimiliki
diharapkan dapat mengurangi penggunaan plastik konvensional yang berdampak
negatif terhadap lingkungan.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mengembangkan dan
menghasilkan bioplastik dari selulosa asetat yang diperoleh dari selulosa tandan
kosong kelapa sawit. Tujuan umum tersebut dicapai melalui beberapa tahap
penelitian dengan tujuan spesifik berikut :
a. Menghasilkan selulosa dengan metode pulping dan karakterisasi selulosa yang
dihasilkan

3
b. Mensintesis selulosa asetat melalui perlakuan variasi waktu asetilasi sehingga
menghasilkan kadar asetil selulosa asetat yang sesuai untuk pembuatan
bioplastik
c. Memperoleh serat berukuran nano (nanofiber) dengan metode electrospinning
melalui perlakuan variasi konsentrasi larutan selulosa asetat dan jarak
spinneret-kolektor
d. Menghasilkan bioplastik dengan sifat fisik dan mekanik terbaik dengan metode
solution casting dari nanoserat selulosa asetat dan pemlastis DEG
Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian, dapat diperoleh manfaat sebagai berikut :
a. Mendapatkan data karakteristik selulosa tandan kosong kelapa sawit yang
sesuai untuk pembuatan bioplastik
b. Memberikan suatu pengembangan konsep alternatif terhadap pemanfaatan
limbah industri menjadi material baru berbasis nanoteknologi sehingga dapat
menghasilkan bioplastik yang ramah lingkungan untuk mengurangi
penggunaan plastik konvensional dalam kehidupan sehari-hari
c. Memberikan nilai tambah pada sumber daya alam Indonesia yang tidak
termanfaatkan sehingga bermanfaat untuk pembangunan industri khususnya
bioplastik
Keterkaitan Antar Bab
Untuk memperoleh bioplastik nanofiber selulosa asetat dari selulosa tandan
kosong kelapa sawit, diperlukan penelitian dalam bentuk eksperimen di
laboratorium dan beberapa pengujian yang saling terkait. Keterkaitan antar bab
digambarkan secara sederhana pada diagram alir Gambar 1.
Penyusunan tesis ini di awali dengan Bab 1 yang menjelaskan tentang latar
belakang dan tujuan umum keseluruhan proses penelitian ini. Penelitian ini dibagi
menjadi tiga tahap penelitian. Tahap pertama (Bab III), ekstraksi selulosa tandan
kosong sawit dilanjutkan dengan sintesis selulosa asetat dengan proses asetilasi
selulosa menggunakan asetat anhidrid. Dari tahap ini diperoleh informasi/data
rendemen selulosa dengan kadar α-selulosa yang sesuai untuk pembuatan selulosa
asetat. Pada tahap ini juga diperoleh selulosa asetat yang selanjutnya dilakukan
analisa karakteristik, gugus fungsi dan morfologi di laboratorium. Data yang
diperoleh digunakan sebagai acuan pada proses sintesa nanofiber selulosa asetat
(tahap II) dan untuk menentukan selulosa asetat yang tepat guna pembentukan
bioplastik (tahap III).
Pada tahap II (Bab IV) dilakukan proses sintesis nanofiber dari selulosa
asetat dengan metode electrospinning. Sebelum proses electrospinning, selulosa
asetat terlebih dahulu dilarutkan dalam pelarut yang sesuai. Larutan yang
dihasilkan selanjutnya diberi perlakuan electrospinning dengan variasi jarak
spinneret-kolektor dan konsentrasi larutan selulosa asetat pada tegangan 6 kV.
Keluaran pada tahap ini adalah nanofiber selulosa asetat yang diperoleh dalam
skala nano (100-300 nm). Pengujian dilakukan untuk melihat morfologi dan
kristanilitas nanofiber yang selanjutnya diproses menjadi bioplastik.

4
BAB 1 Pendahuluan Umum
Sintesa

Ekstraksi
selulosa tandan
kosong kelapa
sawit (BAB 3)

Sintesa dan
karakterisasi
selulosa asetat
(BAB 3)

Analisa kadar air,
rendemen, α-selulosa,
pengujian FTIR, dan SEM

Sintesa dan karakterisasi
nanofiber selulosa asetat
dengan metode
electrospinning (BAB 4)

Analisa kadar air,
rendemen kadar asetil,
pengujian FTIR, dan SEM

Pengujian
SEM dan
XRD

Sintesa dan karakterisasi
bioplastik dengan metode
solution casting. BAB 5.

dibandingkan
Sifat mekanik
bioplastik lainnya dan
plastik konvensional

`
Pengujian kuat tarik, elongasi,
MOE, penyerapan air dan densitas

Gambar 1 Bagan keterkaitan antar bab penelitian
Hasil mikrofiber dan nanofiber selulosa asetat kemudian diproses di tahap
III (Bab V) yaitu pembuatan bioplastik dengan metode solution casting. Tahap ini
merupakan tahap terakhir dengan membandingkan bioplastik nanofiber dan
mikrofiber selulosa asetat dalam suatu perlakuan yaitu ukuran serat selulosa asetat
dan divariasikan dengan penambahan pemlastis dietilen glikol (DEG). Pada tahap
ini diperoleh hasil karakteristik sifat mekanik bioplastik dengan melakukan
pengujian sampel sesuai standar ASTM yaitu kekuatan tarik, elongasi, modulus
elastisitas, penyerapan air dan densitas. Tahap akhir adalah pembahasan umum
pada Bab VI dan Bab VII sebagai simpulan dan saran.

5

2 TINJAUAN PUSTAKA UMUM
Tandan Kosong Kelapa Sawit
Tandan kosong kelapa sawit merupakan limbah terbesar dalam proses
pengolahan kelapa sawit menjadi minyak kelapa sawit. Tabel 1 menunjukkan
komposisi kimia tandan kosong sawit terdiri dari selulosa (37.76%), lignin
(22.23%), holoselulosa (66.07%) dan bahan terestraksi (7.78%). Dari komposisi
di atas, tandan kosong kelapa sawit dapat diolah menjadi selulosa. Dua bagian
tandan kosong kelapa sawit yang banyak mengandung selulosa adalah bagian
pangkal dan bagian ujung tandan kosong sawit.
Tabel 1 Komposisi kimia tandan kosong sawit
Parametera
Kandungan (%)
Lignin
22.23
α-Selulosa
37.76
Holoselulosa
66.07
Bahan terekstraksi
7.78
b
Kelarutan dalam
- Air dingin
13.89
-Air panas
2.50
-Alkohol benzen
4.20
-NaOH 1 %
19.50
a
[Darnoko et al. (2001)] Komposisi tandan kosong sawit; b[Nuryanto (2000)]
Kelarutan dalam beberapa pelarut
Kandungan serat yang cukup tinggi dalam tandan kosong kelapa sawit dapat
digunakan sebagai bahan pengisi polimer, seperti bahan pengisi jenis kayu dan
turunan selulosa karena harganya murah, ringan, dan dapat diperbaharui
(Wirjosentono 1999). Kandungan α-selulosa yang besar di dalam TKS
memungkinkan untuk mengolah TKS menjadi pulp, dimana dari TKS kering
dapat dihasilkan 40-70% pulp dengan proses organosolv pulping. Kandungan
selulosa yang besar ini mungkin juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
pembuatan selulosa asetat (Amin 2000).
Selulosa
Selulosa merupakan senyawa organik dengan rumus kimia (C6H10O5)n.
Selulosa termasuk homopolisakarida linear yang terdiri dari unit -D-glukopiranosa
yang dihubungkan oleh ikatan -1-4 (Brannvall 2007). Selulosa dicirikan sebagai
polimer dengan unit-unit pembangun monosakarida. Pada awal 1900, selulosa
dicirikan dengan cara melarutkan materi yang mengandung kombinasi selulosa ke
dalam natrium hidroksida. Materi yang tidak larut tersebut dinamakan sebagai αselulosa. Materi yang larut dinamakan -selulosa dan -selulosa yang diketahui
belakangan bukan merupakan selulosa melainkan lebih sebagai gula-gula sederhana
dan jenis karbohidrat lainnya. Besarnya kadar α-selulosa merupakan indikator
kemurnian selulosa (Tanaka dan Daud 2002).

6
Menurut Umar (2007), untuk mengetahui kualitas dari selulosa, antara lain
dengan pemantauan derajat polimerisasi (DP). Berdasarkan derajat polimerisasi
dan kelarutan dalam senyawa natrium hidroksida (NaOH) 17.5%, selulosa dapat
dibedakan atas tiga jenis sebagai berikut :
1. α-Selulosa adalah selulosa berantai panjang dan tidak larut dalam larutan
NaOH 17.5% atau basa kuat dengan derajat polimerisasi 600-1500. α-Selulosa
dipakai sebagai penduga dan atau penentu tingkat kemurnian selulosa.
2. -Selulosa adalah selulosa berantai pendek dan larut dalam larutan NaOH
17.5% atau basa kuat dengan derajat polimerisasi 15–90.
3. -Selulosa adalah sama dengan -selulosa tetapi derajat polimerisasinya
kurang dari 15.
Morfologi selulosa mempunyai pengaruh yang besar pada reaktivitasnya.
Gugus-gugus hidroksil yang terdapat dalam daerah-daerah amorf sangat mudah
dicapai dan mudah bereaksi sedangkan gugus-gugus hidroksil yang terdapat dalam
daerah-daerah kristalin dengan berkas yang rapat dan ikatan antar rantai yang kuat
mungkin tidak dapat dicapai sama sekali. Beberapa mikrofibril membentuk fibril
yang akhirnya menjadi serat selulosa. Selulosa memiliki kekuatan tarik yang tinggi
dan tidak larut dalam kebanyakan pelarut. Hal ini berkaitan dengan struktur selulosa
dan kuatnya ikatan hidrogen (Rachmaniah et al. 2009).
Selulosa Asetat
Selulosa asetat adalah bahan kristal termoplastik yang keras dan mudah
diproses, bersifat sangat jernih dan kaku. Meskipun terbuat dari selulosa tetapi
sifatnya sangat berbeda dengan selopan karena selulosa asetat bersifat
termoplastik. Selulosa asetat termasuk ester organik selulosa yang berupa padatan
tidak berbau, tidak beracun, tidak berasa dan berwarna putih. Selulosa asetat
dibuat dengan mereaksikan selulosa dengan asam asetat anhidrid dan asam sulfat
sebagai katalis (Kroschwitch 1990).
-OH
-OH
C6H7O2
+ 3n (CH3CO)2O
-OH n
Asetat anhidrid
Selulosa

H2SO4

CH3
O
CH3
-O C
+ 3n CH3COOH
C6H7O2
O
CH3
-O C
n
O
Asam asetat
Selulosa Triasetat
-O C

Gambar 2 Mekanisme reaksi asetilasi (Rosnelly et al. 2009)

7
CH3
O
CH3
-O C
+ n H2O + n CH3COOH
C6H7O2
O
CH3
-O C
n
O
Air Asam asetat
Selulosa Triasetat
-O C

C6H7O2

-OH
CH3
O
+ 2n CH3COOH
CH3
-O C
O
n

-O C

Selulosa Diasetat

Asam asetat

Gambar 3 Mekanisme reaksi hidrolisis (Rosnelly et al. 2009).
Proses pembuatan selulosa asetat mencakup tiga tahap penting yaitu tahap
swelling (penggembungan), tahap asetilasi (Gambar 2) dan tahap hidrolisis
(Gambar 3). Pada tahap swelling, aktivator yang digunakan adalah asam asetat
glasial. Swelling diperlukan agar reaksi esterifikasi dapat berlangsung dengan baik
karena akan menyebabkan penggembungan serat selulosa sehingga didapat
permukaan selulosa yang luas untuk membantu meningkatkan reaktivitas selulosa
terhadap reaksi asetilasi. Pada tahap asetilasi, selulosa hasil swelling ditambahkan
asetat anhidrida dan asam sulfat pekat yang berfungsi sebagai katalis. Proses
asetilasi merupakan reaksi eksoterm, sehingga suhu harus dijaga tetap rendah
supaya tidak terjadi depolimerisasi rantai selulosa (Lindu et al. 2010).
Kadar asetil merupakan ukuran jumlah asam asetat yang diesterifikasi pada
rantai selulosa. Acuan dalam perolehan selulosa asetat yang baik ialah sesuai syarat
mutu yang ada di Indonesia. Syarat mutu selulosa asetat menurut SNI dapat dilihat
pada Tabel 2. Kadar asetil dan kelarutan selulosa asetat pada pelarut organik
merupakan parameter utama dalam penetuan perolehan selulosa asetat yang baik.
Tabel 2 Syarat mutu selulosa asetata
Parameter
Kadar asetil
Kekentalan intrinsik (pelarut aseton)
Kestabilan terhadap kalor
a

Persyaratan
39-40%
1.5-1.8 dl/g
Tidak
terjadi
pengarangan
dipanaskan (180 0C, 8 jam)

saat

Standar Nasional Indonesia (SNI 1991)

Pembentukan selulosa asetat menggunakan bahan dasar selulosa dari tandan
kosong kelapa sawit telah dilakukan pada penelitian sebelumnya. Penelitian
tersebut menggunakan metode yang berbeda, dimana Amin (2000) memproduksi
selulosa asetat menggunakan metode Emil Heuser sedangkan Harahap et al.
(2012) melakukan proses asetilasi dengan asetat anhidrid. Amin (2000) membuat
selulosa asetat dengan variasi perlakuan lama asetilasi 15, 30, dan 45 menit dan
konsentrasi asam fosfat 80% dan 100 %. Selulosa terbaik diperoleh pada

8
perlakuan asam fosfat 100% dan lama asetilasi 15 menit dengan kadar asetil 3940%. Produksi selulosa asetat metode asetilasi dengan asetat anhidrid yang
dilakukan oleh Harahap et al. (2012), mengalami proses asetilasi selama 2 jam
dengan kadar asetil 20.01%.
Nanofiber dan Electrospinning
Serat nano atau nanofiber adalah serat yang mempunyai diameter sangat
kecil berskala nanometer (1 nm=10-9 meter). Pada dasarnya, pembuatan nanoserat
dapat dilakukan dengan beberapa metode, seperti wet spinning, dry spinning, melt
spinning, electrospinning, refiner, grinder, high pressure homogenizer, dan lainlain (Zubaidi 2009). Berdasarkan hasil penelitian, electrospinning merupakan
teknik yang cukup sederhana tetapi mampu menghasilkan nanoserat dengan
kisaran pada ukuran 0.04 sampai 2 mikron (Tatang dan Sugiyana 2011).
Menurut Park (2010), beberapa keuntungan electrospinning dibandingkan
metode lain, yaitu (1) electrospinning menghasilkan nanofiber secara continu
dengan cara yang relatif sederhana, (2) diameter serat dari 3 nm sampai sekitar 10
μm dapat terbentuk melalui perubahan sederhana tergantung parameter yang
digunakan dan (3) serat yang dihasilkan memiliki rasio permukaan-massa yang
sangat tinggi. Melalui electrospinning, nanofiber dapat dihasilkan dari bahan yang
berbeda, seperti polimer, logam dan keramik.
Alat yang digunakan untuk electrospinning (pemintalan elektrik) disebut
electrospun. Electrospinning menggunakan prekusor berupa larutan polimer yang
disiapkan pada tabung semprot (syringe) dengan kecepatan penyemprotan yang
dapat diatur oleh pompa secara konstan (syringe pump). Lalu larutan tersebut
dilewatkan melalui sebuah lubang spinneret (jet) dengan ujung kecil dan ditarik
dengan medan listrik tegangan arus searah (direct current/DC) seperti ditunjukkan
pada Gambar 4.

Gambar 4 Skema sistem kerja electrospinning (Zubaidi 2009)
Pada prinsipnya mekanisme pembuatan serat dengan electrospinning adalah
dengan cara mendorong larutan polimer yang diberi tegangan listrik tinggi
menggunakan pompa syringe sehingga membentuk butir/tetes larutan pada ujung
kapiler spineret. Butir/tetes larutan polimer yang telah terinduksi muatan listrik
tersebut di bawah pengaruh medan listrik akan meloncat atau bergerak ke arah
elektroda dengan muatan berlawanan sambil disertai proses penguapan pelarut
polimer sehingga yang tertinggal pada plat pengumpul (collecting plate ) hanya
serat polimernya saja (Subbiah et al. 2005).

9
Menurut Doshi dan Reneker (1995), keberhasilan pembentukan nanofiber
dalam proses electrospinning sangat dipengaruhi oleh beberapa parameter yang
dibagi menjadi 3 (tiga) kategori utama, yaitu :
a. Sifat larutan yang mencakup viskositas, konsentrasi, densitas muatan solusi,
tegangan permukaan, berat molekul polimer, momen dipol, dan konstanta
dielektrik.
b. Variabel terkontrol yang mencakup tegangan, jarak ujung spinneret ke
kolektor, desain kolektor, dan ujung jarum.
c. Faktor lingkungan yang mencakup faktor lingkungan, suhu kelembaban, dan
kecepatan udara.
Pembentukan nanofiber dipengaruhi oleh viskositas larutan polimer.
Viskositas polimer yang digunakan pada proses electrospinning harus cukup
tinggi. Secara visual, larutan tersebut tampak seperti gel. Agar dihasilkan
nanofiber secara optimal, penentuan viskositas larutan dilakukan dengan
mengamati terbentuknya taylor cone pada ujung jarum spinneret seperti yang
terlihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Pembentukan taylor cone pada ujung spinneret (Tatang dan Sugiyana 2011)
Selain dipengaruhi oleh konsentrasi, viskositas larutan dan daya hantar
listriknya, pembentukan serat mikro hingga nano melalui proses elektrospining
juga dipengaruhi oleh jarak antara ujung spinneret ke kolektor dan tegangan
listrik yang digunakan. Apabila jarak antar ujung spinneret dan kolektor terlalu
jauh atau terlalu dekat, maka akan terbentuk banyak beads bukan serat. Selain itu,
semakin tinggi tegangannya, maka laju proses berlangsung pembentukan serat
lebih cepat. Kondisi ini disebabkan laju massa polimer yang keluar dari ujung
spinneret meningkat dan diameter serat yang terbentuk akan semakin kecil. Akan
tetapi, pada kondisi tegangan yang terlalu tinggipun dapat menyebabkan
pembentukan beads pada serat nano semakin banyak (Ueyama 2012).
Bioplastik
Secara umum film plastik biodegradable diartikan sebagai film yang dapat
didaur ulang dan dapat dihancurkan secara alami. Plastik biodegradable adalah
salah satu bahan dalam kondisi tertentu, waktu tertentu mengalami perubahan
dalam struktur kimianya, yang mempengaruhi sifat-sifat yang dimilikinya oleh
pengaruh mikroorganisme (bakteri, jamur, algae). Sedangkan film plastik
biodegradable adalah suatu material polimer yang berubah ke dalam senyawa berat
molekul rendah, dimana paling sedikit satu tahap pada proses degradasinya melalui
metabolisme organisme secara alami (Seal dan Griffin 1994).

10
Klasifikasi Bioplastik
Bioplastik dikelompokkan menjadi dua kelompok dan empat keluarga
berbeda (Averous 2008). Kelompok utama adalah (1) agro-polimer yang terdiri
dari polisakarida, protein dan sebagainya dan (2) biopoliester (biodegradable
polyester), seperti poli asam laktat (PLA), polyhydroxylalkanoat (PHA), aromatik
dan alifatik co-poliester. Agro-polimer adalah produk-produk biomassa yang
diperoleh dari bahan-bahan pertanian. Biopoliester dapat dikelompokkan
berdasarkan sumbernya. Kelompok PHA didapatkan dari aktivitas
mikroorganisme dengan cara ekstraksi. Kelompok lain adalah biopoliester yang
didapatkan dari aplikasi bioteknologi yaitu dengan sintesis secara konvensional
monomer yang diperoleh secara biologi, disebut polilaktida. Contoh polilaktida
adalah poli asam laktat. Kelompok terakhir didapatkan dari produk petrokimia
yang disintesis secara konvensional dari monomer sintetis (polycaprolactones,
polye ester amides dll).
Bioplastik Selulosa Asetat
Sifat bioplastik selulosa asetat, antara lain :
- tidak mudah mengkerut bila dekat dengan api
- sangat jernih, mengkilap, agak kaku, dan mudah sobek
- selulosa asetat lebih tahan terhadap benturan dibandingkan High Density
Polyethylene (HDPE)
- peka terhadap cahaya matahari, oksigen, dan uap air sehingga perlu dicegah
dengan penambahan bahan penstabil asam tertarat 0.01%.
- tahan panas dan rapuh pada suhu rendah, tidak cocok untuk makanan beku
- tahan minyak dan abrasi
- terurai oleh asam kuat, basa, alkohol, ester dan HCl
- mengembang pada RH tinggi dan barrier buruk terhadap uap air dan gas
Biopolimer selulosa asetat telah diteliti oleh Safriani (2000) yang membuat
film selulosa asetat dengan memanfaatkan selulosa mikrobial Nata de Soya. Pada
penelitian ini dilakukan variasi perlakuan yaitu nisbah selulosa : pereaksi asetilasi
(asetat anhidrida) (1:2, 1:3, dan 1:4) dan lama proses asetilasi (5, 7.5, dan 10 jam).
Berdasarkan kadar asetil yang sesuai untuk pembuatan film, perlakuan terbaik
dihasilkan pada nisbah selulosa : pereaksi asetat anhidrida 1:4 selama 5 jam
asetilasi dengan kadar asetil 40.41%. Sedangkan pada pembuatan film selulosa
asetat dengan variasi perlakuan jenis pemlastis (dimetil ftalat, tributil fosfat,
dietilen glikol) dan konsentrasi pemlastis (17% dan 25%) menghasilkan film
dengan perlakuan terbaik pada penambahan pemlastis dietilen glikol 17% dengan
kekuatan tarik 355.07 kgf/cm2.
Pembuatan Bioplastik
Proses pembuatan bioplastik dilakukan dengan menggunakan teknik
solution casting. Penggunaan teknik ini didasarkan pada kesederhanaan alat
maupun metode yang digunakan. Menurut Allcock dan Lampe (1981), teknik
solution casting merupakan pilihan yang cepat dan mudah untuk membuat film
plastik pada skala laboratorium.

11
Sifat-sifat bioplastik turunan selulosa, seperti fisik dan elektrik dipengaruhi
oleh jenis dan jumlah pemlastis yang digunakan. Pemlastis dietilen glikol
merupakan salah satu jenis pemlastis turunan glikol yang mempunyai bobot
molekul 106.212 g/mol, densitas 1.12 g/l dengan struktur molekul yang dapat
dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Struktur molekul dietilen glikol (CRC HandBook 1981-1982)
Dietilen glikol dapat larut dalam air, alkohol, dan eter dengan parameter
kelarutan 24.8 (MPa)1/2 (CRC Handbook 1981). Penggunaan DEG sebagai
pemlastis karena nilai parameter kelarutan dietilen glikol lebih mendekati nilai
parameter kelarutan dari selulosa asetat (23.22 (MPa) ½) dibanding dimetil ftalat
(21.9 (MPa) ½) dan tributil fosfat yang pada umumnya digunakan. Selain itu
penggunaan dimetil ftalat mulai dikurangi karena bersifat toksik dan berbahaya
untuk digunakan pada kemasan makanan.
Proses pencampuran polimer, aseton dan DEG dilakukan untuk memperoleh
larutan yang homogen sebelum dibentuk menjadi bioplastik. Pada proses
pencetakan terjadi proses penguapan aseton sehingga tersisa polimer dan
pemlastis yang terikat secara fisika membentuk lembaran bioplastik (Gambar 7).

Gambar 7 (a) Reaksi antara polimer dan pelarut, (b) Reaksi penambahan pemlastis
pada polimer (Spink dan Waycoff 1958)

12

3 SINTESIS SELULOSA ASETAT DARI SELULOSA TANDAN
KOSONG KELAPA SAWIT
Pendahuluan
Latar Belakang
Selulosa asetat merupakan biopolimer yang dihasilkan melalui proses
asetilasi selulosa biomassa. Berbagai jenis biomassa telah dimanfaatkan sebagai
sumber selulosa pada pembuatan selulosa asetat diantaranya limbah kapas (Cheng
et al. 2010), koran hasil daur ulang (Filho et al. 2008), limbah pertanian (Israel et
al. 2008) dan kayu (Sato et al. 2003). Namun, jumlah biomassa tersebut masih
minim sehingga tidak layak sebagai bahan baku utama pembuatan selulosa asetat
komersial. Salah satu biomassa yang kurang termanfaatkan adalah tandan kosong
sawit. Penggunaan selulosa tandan kosong sawit dapat menjadi alternatif
pengganti selulosa kayu karena penggunaan kayu yang berlebihan dapat berefek
pada keseimbangan lingkungan.
Indonesia termasuk negara dengan kebun kelapa sawit terluas di dunia dan
memiliki pabrik kelapa sawit yang menyisakan limbah tandan kosong sawit.
Tandan kosong kelapa sawit merupakan limbah terbesar yang tidak termanfaatkan
dalam proses pengolahan kelapa sawit menjadi Crude Palm Oil (CPO). Secara
umum, pengelolaan limbah terdiri dari dua aspek yaitu penanganan dan
pemanfaatan limbah. Penanganan limbah bertujuan untuk mengurangi
pencemaran sedangkan pemanfaatan limbah bertujuan untuk mendapatkan nilai
tambah. Tandan kosong sawit termasuk limbah padat lignoselulosa yang memiliki
kandungan serat, komposisi bahan organik dan mineral cukup tinggi. Tandan
kelapa sawit memiliki kadar selulosa tinggi yaitu terdiri dari 66.07% holoselulosa
dan 37.76% α-selulosa dengan kadar serat 72.67%. Ditinjau dari sifat fisik, tandan
kosong sawit termasuk bahan baku non kayu yang memiliki rerata panjang serat
pendek sampai sedang (0.76-1.2 mm) dan diameter kecil sampai sedang (14.3415.01 mm) (Darnoko et al. 1995). α-selulosa merupakan kualitas selulosa yang
paling tinggi (murni). Kandungan α-selulosa di dalam tandan kosong sawit
memungkinkan untuk mengolah menjadi pulp yang dapat dimanfaatkan sebagai
bahan baku pembuatan selulosa asetat.
Selulosa asetat adalah salah satu makromolekul turunan dari selulosa.
Selulosa merupakan salah satu jenis polimer alam yang memiliki struktur
mikrofibril terorganisir. Selulosa asetat memiliki kualitas sangat baik dengan
transparansi yang baik, kekuatan tarik, tahan panas, daya serap air rendah dan
mudah terbiodegradasi. Sifat tersebut menjadi indikasi sehingga selulosa asetat
sangat diperlukan untuk dimanfaatkan dalam bidang industri seperti coating,
plastik, film, serat tekstil, membran dan tekstil (Puls et al. 2011).
Sementara itu, penelitian terkait pembuatan bioplastik selulosa asetat yang
dihasilkan dari selulosa tandan kosong sawit belum pernah dilakukan oleh peneliti
sebelumnya. Untuk memperoleh bioplastik diperlukan selulosa asetat dengan
kadar asetil 39-42.2%. Kualitas selulosa asetat sangat dipengaruhi oleh kadar
asetil dan derajat subtitusi karena dapat menentukan tingkat kelarutan selulosa
asetat dalam pelarut yang sesuai. Kadar asetil selulosa asetat dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya nisbah selulosa dan asetat anhidrida, waktu asetilasi

13
dan interaksi antar perlakuan (Susanti 2003). Untuk memperoleh kadar asetil yang
sesuai, pembuatan selulosa asetat membutuhkan waktu asetilasi yang berbedabeda tergantung jenis selulosa yang digunakan. Dari berbagai penelitian, selulosa
mikrobial membutuhkan waktu 5-10 jam (Safriani 2000), selulosa bakteri dari
limbah nenas selama 2 jam (Pasla 2006), jerami selama 2-3 jam (Harrisson et al.
2004).
Penelitian tandan kosong sawit sebagai bahan baku utama pembuatan
selulosa asetat pernah diteliti sebelumnya. Harahap et al. (2012) memperoleh
selulosa asetat dari tandan kosong sawit dengan kadar asetil 20.01% dan kadar air
0.042% yang diasetilasi menggunakan asetat anhidrid. Sementara Amin (2000),
telah memanfaatkan tandan kosong sawit untuk menghasilkan selulosa asetat
sebagai membran ultrafiltrasi. Proses produksi dilakukan dengan proses Emil
Heuser yang menggunakan asam fosfat sebagai pelarut dan asam asetat glasial
sebagai acetylating agent. Kadar asetil selulosa asetat yang dihasilkan 39-41%.
Namun, penelitian yang dilakukan oleh Amin (2000) dengan metode Emil Heuser
membutuhkan biaya lebih besar dibandingkan dengan metode larutan yang
dilakukan oleh Harahap et al (2012) tetapi kadar asetil yang dihasilkan tidak
sesuai untuk pembuatan bioplastik. Oleh karena itu untuk memperoleh kadar
asetil yang sesuai untuk pembuatan bioplastik maka dilakukan penelitian dengan
menentukan waktu asetilasi yang tepat dengan metode asetilasi menggunakan
asetat anhidrid.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan selulosa tandan kosong
kelapa sawit dengan kandungan α-selulosa yang tinggi dan menghasilkan selulosa
asetat dengan kadar asetil yang sesuai untuk pembuatan bioplastik dengan
perlakuan variasi waktu asetilasi.
Hipotesis
Ekstraksi selulosa tandan kosong kelapa sawit dengan metode pulping diduga
dapat menghasilkan selulosa dengan kadar α-selulosa lebih dari 92% sebagai acuan
tingkat kualitas selulosa asetat. Asetilasi selulosa tandan kosong kelapa sawit
menggunakan asetat anhidrid diduga menghasilkan selulosa asetat dengan kadar
asetil 39-42.2% dari kondisi proses yang terbaik dengan variasi waktu asetilasi.
Metodologi
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tandan kosong kelapa sawit
yang berasal dari pabrik kelapa sawit PTPN VII di Banten, HNO3 3.5%, NaNO2,
NaOH 2%, Na2SO3 2%, NaOH 17.5%, H2O2 10%, aquadest, alumunium foil, plastik
klip, tissue, asam sulfat, asam asetat glacial, asam asetat anhidrid, bahan-bahan kimia
untuk analisis kadar α-selulosa, dan kadar asetil yang meliputi NaOH, CH3COOH
10%, etanol 75%, indikator PP, indikator metil merah dan HCl.
Alat yang digunakan untuk ekstraksi selulosa dan sintesis selulosa asetat yaitu
gunting, corong buchner, pompa vakum, erlenmeyer, penangas stirrer, timbangan
analitik, labu ukur, gelas ukur, batang pengaduk, termometer, shaker inkubator,
sentrifuse, oven, dan penyaring 250 mesh. Alat untuk analisis kadar asetil, air, dan

14
α-selulosa meliputi oven, saringan 20 mesh, buret, kaca masir, gelas piala, dan
desikator. Sementara itu peralatan yang digunakan untuk pengujian morfologi
menggunakan Scanning Microscope Electron (SEM) dan gugus fungsi
menggunakan Fourier Transform Infrared (FTIR).
Metode
Secara garis besar, penelitian ini terdiri dari ekstraksi selulosa tandan
kosong kelapa sawit dan produksi selulosa asetat.
a. Ekstraksi selulosa tandan kosong kelapa sawit
Ekstraksi dilakukan dalam 5 tahap (Harahap et al. 2012), yaitu preparasi
tandan kosong sawit, hidrolisis, delignifikasi, pulping, dan bleaching kemudian
selulosa yang diperoleh dianalisis tingkat kemurniannya dengan mengukur
kadar α-selulosa.
1. Preparasi: Tandan kosong sawit dibersihkan dari cangkang dan minyak.
Kemudian dikeringkan dan digunting dengan panjang 5-10 cm. Potongan
serat dikeringkan kembali hingga diperoleh kadar air 4-5%.
2. Hidrolisis: Potongan tandan kosong sawit kering sebanyak 150 gr
ditambahkan 1 L HNO3 3.5% (v/v) selanjutnya dipanaskan pada suhu 90 0C
selama 2 jam. Kemudian disaring dan ampas dicuci hingga pH filtrat netral.
3. Delignifikasi: Ampas yang telah dihidrolisis selanjutnya didelignifikasi
dengan NaOH 2% (b/v) dan Na2SO3 2% (b/v) pada suhu 50 0C selama 1
jam. Selanjutnya disaring dan ampas dicuci hingga pH filtrat netral.
4. Pulping: Hasil delignifikasi ditambahkan NaOH 17.5% (b/v) pada suhu 80 0C
selama 0.5 jam. Selanjutnya disaring dan ampas dicuci hingga pH filtrat netral.
5. Bleaching: Pulp selanjutnya dipucatkan atau diputihkan dengan
menambahkan H2O2 10% (v/v) yang dipanaskan pada suhu 60 0C selama 15
menit. Selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 110 0C selama 6 jam.
6. Terhadap selulosa yang diperoleh, dihitung rendemen, kadar α-selulosa,
kadar air, analisis gugus fungsi menggunakan FTIR, dan karakterisasi
morfologi menggunakan SEM (Lampiran 1).
b. Produksi selulosa asetat
Produksi selulosa asetat dilakukan melalui beberapa tahap
(Ohwoavworhua dan Adelakun 2005) sebagai berikut :
1. Aktivasi: Selulosa yang dihasilkan ditambahkan asetat glasial 1:10 dan dikocok
kecepatan 275 rpm pada suhu 38 0C selama 60 menit lalu ditambahkan 2%
asam sulfat dan dikocok kecepatan 275 rpm pada suhu 38 0C selama 45 menit.
2. Asetilasi: Hasil aktivasi dilanjutkan dengan proses asetilasi menggunakan
asam asetat anhidrid dengan perbandingan glasial dan anhidrid 3:2 (Safriani
2000) selanjutnya dikocok dengan kecepatan 275 rpm pada suhu 38 0C
dengan lama asetilasi sesuai perlakuan (15, 30, 45, dan 60 menit).
3. Hidrolisis: Larutan selanjutnya dihidrolisis dengan menambahkan aquades
dan asam asetat glasial 1:2 untuk menghentikan proses asetilasi, selanjutnya
dikocok pada suhu 50 0C dengan kecepatan 275 rpm selama 30 menit.
4. Pengendapan: Setelah dihidrolisis selanjutnya disentrifugasi dengan
kecepatan 1500 rpm selama 15 menit kemudian diendapkan ke dalam
akuades dan disaring hingga aroma asetat hilang.

15
5. Pengeringan: Endapan yang diperoleh dikeringkan dalam oven suhu 55 0C
selama 6 jam.
6. Terhadap selulosa asetat yang dihasilkan, dilakukan pengukuran rendemen,
kadar air, kadar asetil, analisis gugus fungsi menggunakan FTIR, dan
karakterisasi morfologi menggunakan SEM (Lampiran 1).
Rancangan Percobaan
Dalam penentuan kondisi terbaik digunakan al