PEMBUATAN SELULOSA ASETAT DARI α-SELULOSA TANDAN KOSONG SAWIT (TKS)

(1)

ABSTRACT

THE PREPARATION OF CELLULOSE ACETATE FROM α-CELLULOSE OIL PALM EMPTY FRUIT BUNCH

(OPEFB)

By

Chyntia Gustiyanda Patraini

The preparation of cellulose acetate from α-cellulose which was isolated from oil palm empty fruit bunches (OPEFB) using delignification and bleaching. OPEFB which has been delignificated, to be varied repetition bleaching, bleaching one (Sample A) and two step of bleaching (Sample B), the method delignification, pulping and bleaching (Sample C) and commercial cotton (Sample D). Sample A obtainedα-cellulose content is 71,778%, sample B is 72,78%, sample C is 97,04% and sample D is98,57%. After obtained α-cellulose, the fourth sample was then reacted by using the activation process, acetylation, hydrolysis and precipitation to obtain cellulose acetate. Sample A obtained acetyl content is 13,56%, degree of subtitution is 1,86 and melting point is 180oC, sample B obtained acetyl content is 17,866%, degree of subtitution is 1,96 and melting point is 181oC, sample C obtained acetyl content is 38,745%, degree of subtitution is 2,6 and melting point is 170oC, sample D obtained content is 41,113%, degree of subtitution is 2,7 and melting point is 185oC. The FTIR spectral peaks from the sample B, C, and D shows the C = O group in the area 1760-1720cm-1 (cellulose acetate) and the CO group (acetyl group) in the area 1220-1200cm-1. Morphology of cellulose acetate using SEM showed that the sample C has a density that resembles the sample D. Based on analysis of thermal degradation by TGA / DTA showed degradation of cellulose acetate sample B at a temperature of 325oC, sample C is 350oC and sample D is 355oC.

Key Word: Oil Palm Empty Fruit Bunches (OPEFB), α-Cellulose, Cellulose Acetate


(2)

ABSTRAK

PEMBUATAN SELULOSA ASETAT DARI α-SELULOSA TANDAN KOSONG SAWIT

(TKS)

Oleh

Chyntia Gustiyanda Patraini

Pada penelitian ini telah dilakukan isolasi α-selulosa dari Tandan Kosong Sawit (TKS) menggunakan metode delignifikasi dan pemutihan. TKS yang telah terdelignifikasi, dilakukan variasi pengulangan pemutihan, pemutihan satu kali (Sampel A) dan pemutihan dua kali (Sampel B), metode delignifikasi,pulpingdan

bleaching(Sampel C) dan kapas komersial (Sampel D). Pada sampel A diperoleh kadar α-selulosa 71,778%, sampel B 72,78%, sampel C 97,04% dan sampel D 98,57%. Setelah diperoleh α-selulosa, maka keempat sampel tersebut direaksikan dengan menggunakan proses aktivasi, asetilasi, hidrolisis dan pengendapan untuk mendapatkan selulosa asetat. Sampel A diperoleh kadar asetil 13,56%, derajat subtitusi 1,86 dan titik leleh 180oC, sampel B diperoleh kadar asetil 17,866%, derajat subtitusi 1,96 dan titik leleh 181oC, sampel C diperoleh kadar asetil 38,745%, derajat subtitusi 2,6 dan titik leleh 170oC, sampel D diperoleh kadar asetil 41,113%, derajat subtitusi 2,7 dan titik leleh 185oC. Analisis FTIR pada sampel B, C, dan D menunjukkan adanya gugus C=O pada daerah 1760-1720cm-1 (selulosa asetat) dan gugus C-O (gugus asetil) pada daerah 1220-1200cm-1. Morfologi dari selulosa asetat menggunakan SEM menunjukkan bahwa sampel C memiliki kerapatan yang menyerupai sampel D. Analisis degradasi termal oleh TGA/DTA menunjukkan degradasi selulosa asetat sampel B pada suhu 325oC, sampel C 350oC dan sampel D 355oC.


(3)

(4)

PEMBUATAN SELULOSA ASETAT DARI α-SELULOSA TANDAN KOSONG SAWIT

(TKS)

(Skripsi)

Oleh

CHYNTIA GUSTIYANDA PATRAINI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Perkiraan Jumlah TKS Sejak Tahun 2000-2009 ………...…………. 7

2. Struktur Selulosa ………...……….. 8

3. Struktur α-Selulosa ……….………...…….. 9

4. Struktur β-Selulosa ………...….... 9

5. Struktur Lignin ………....………...……. 14

6. StrukturSelulosa Asetat ………...…….. 18

7. Hasil SEM Selulosa Asetat Komersial ……… 19

8. MekanismeKerja Spektroskopi IR …… ………...……....… 26

9. Skema Kerja SEM ………...………...…. 29

10.Perbedaan Hasil Preparasi Sampel……...……… 39

11.Perbedaan Warna Selulosa Tanpa Proses Pemutihan…………...………… 43

12.Perbedaan Warna Sampel Dengan Proses Pemutihan…………...……… 43

13.Grafik Perbandingan Persentase Kadar α-Selulosa……….. 44

14.Grafik Perbandingan Persentase Kadar Lignin……… 45

15.Reaksi Perubahan Selulosa Menjadi Selulosa Asetat……….. 46

16.Mekanisme Reaksi Asetilasi... 49


(6)

18.Grafik Perbedaan Kadar Asetil dan Derajat Subtitusi……….. 50

19.Grafik Perbedaan Derajat Subtitusi danMelting Point……… 50

20.Hasil Analisis SEM……….. 52

21.Spektrum Inframerah……… 53

22.Termogram TGA……….. 55


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTARISI ………. i

DAFTARGAMBAR ……… iii

DAFTAR TABEL………. v

I. PENDAHULUAN……… 1

A. Latar Belakang………..……….. 1

B. Rumusan Masalah……… 3

C. Tujuan Penelitian………..………... 4

D. Manfaat Penelitian ………..……… 4

II. TINJAUAN PUSTAKA………... 5

A. Data Perkebunan Sawit……….………. 5

B. Tandan Kosong Sawit……….………... 6

a.Selulosa……….. 7

b.Hemiselulosa………. 11

c.Lignin……… 13

d.Pentosan……… 15

C. Pemanfaatan Tandan Kosong Sawit ……….…………. 16

D. Selulosa Asetat ………....……….…. 18


(8)

III. METODOLOGI PENELITIAN………... 32

A. Waktu dan Tempat Penelitian………..……. 32

B. Alat dan Bahan Penelitian………... 32

C. Prosedur Kerja………... 33

a.Preparasi Sampel………..…. 33

b. Isolasiα-Selulosa Dari Tandan Kosong sawit (TKS)………….. 33

c.Penentuan Kadar α-selulosa Menggunakan Metode Uji SNI 0444:200 dan Penentuan Kadar Lignin Dengan Metode Klason.. 34

d.Pembuatan Selulosa Asetat dari α-Selulosa………...….. 37

e. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Pada Selulosa Asetat ……… 38

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN………. 39

A.Preparasi Sampel……….. 39

B. Isolasi α-Selulosa Dari Tandan Kosong sawit (TKS)………….. 40

C. PenentuanKadar α-Selulosa Menggunakan Metode Uji SNI 0444:200 dan Penentuan Kadar Lignin Dengan Metode Klason.. 41

D. Pembuatan Selulosa Asetat dari α-Selulosa……….. 44

E. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Pada Selulosa Asetat……….. 47

V. KESIMPULAN……….... 58

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Data Luasan Perkebunan Sawit Di Delapan Kabupaten Provinsi

Lampung………….………. 6

2. Komposisi Tandan Kosong Sawit (TKS)……….………... 7 3. Contoh Serapan Yang Khas Dari Beberapa Gugus Fungsi…...……..…. 28 4. Perbedaan Persentasi Kadar α-Selulosa Dengan Atau Tanpa Proses

BleachingSerta Menggunakan Kapas Komersial Sebagai Pembanding.. 42 5. Perbandingan Kadar Asetil, Derajat Subtitusi danMelting Point………. 48


(10)

(11)

(12)

MOTO

ْﺮَﯾ ِﻊَﻓ ا ُﷲ ا ِﺬَﻟ َﻦِﯾ َا اﻮُﻨَﻣ ْﻢُﻜْﻨِﻣ اَو ِﺬﱠﻟ َﻦْﯾ ُا او اﻮُﺗ َﻢْﻠِﻌَﻟ َد َر ﺎَﺟ ٍت اَو ُﷲ ﺎَﻤِﺑ ﻮُﻠَﻤْﻌَﺗ َن ٌﺮْﯿِﺒَﺧ

Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang berilmu

pengetahuan beberapa derajat.Dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan

(QS: Al-Mujadillah:11)

"Orang-orang hebat di bidang apapun bukan baru bekerja karena mereka terinspirasi, namun mereka menjadi terinspirasi karena mereka lebih suka

bekerja. Mereka tidak menyia-nyiakan waktu untuk menunggu inspirasi" (Ernest Newman)

"Bersikaplah kukuh seperti batu karang yang tidak putus-putus-nya dipukul

ombak. Ia tidak saja tetap berdiri kukuh, bahkan ia menenteramkan amarah

ombak dan gelombang itu"

(Marcus Aurelius)

"Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal, tetapi bangkit kembali setiap kali kita jatuh"


(13)

Dengan segala kerendahan kerendahan hati

Karya kecil ini kupersembahkan sebagai tanda

Bhakti dan sayangku yang tiada tara kepada.

Mama dan Papa

Yang tak pernah putus mencurahkan cinta,

Kasih sayang, motivasi dan doa.

Kakak dan adikku

Yang selalu sabar membimbingku

Teman-Teman Seperjuangan Kimia

Seseorang yang belum kutemukan hingga kini,

Yang telah khusus Tuhan ciptakan untuk

Menjadi imamku


(14)

RIWAYAT HIDUP

Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 29 Bandar Lampung pada tahun 2007, dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 9 Bandar Lampung pada tahun 2010. Penulis diterima di Universitas Lampung, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Jurusan Kimia pada tahun 2010 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten praktikum Kimia Dasar untuk Fakultas Pertanian Unila pada tahun 2013-2014, asisten praktikum Sains Dasar Jurusan Ilmu Komputer FMIPA Unila pada tahun 2014, asisten praktikum Kimia Organik Jurusan Kimia dan Biologi FMIPA Unila pada tahun 2014, asisten praktikum Kimia Organik untuk Jurusan Pendidikan Kimia FKIP Unila pada tahun 2014 dan asisten praktikum Kimia Medik Program Studi

Kedokteran FK Unila pada tahun 2014. Penulis aktif di Lembaga Kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Kimia (HIMAKI) periode 2010/2011 sebagai anggota KAMI, dan pada tahun 2010-2012 sebagai anggota Bidang Kaderisasi dan

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 1 Agustus 1992, sebagai anak kedua dari Bapak Drs. Apriyanto dan Ibu Dra. Linda Wardhati. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SDS Al-Kautsar Bandar Lampung pada tahun 2004,


(15)

Pengembangan Organisasi (KPO). Pada tahun 2013 penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan di Laboratorium Kimia Organik Universitas Lampung.


(16)

SANWACANA

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat, ridho, dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam tidak lupa penulis hanturkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan.

Skripsi dengan judul“Pembuatan Selulosa Asetat dari α-Selulosa Tandan Kosong Sawit (TKS)” merupakan syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sains pada Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada:

1. Bapak Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M.T. selaku Pembimbing Utama yang telah membimbing penulis dengan sabar, memberikan banyak ilmu pengetahuan, saran, arahan, dan motivasi sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

2. Ibu Dr. Eng. Dewi Agustina Iryani, M.T. selaku pembimbing Kedua yang telah membimbing penulis dengan sabar, memberikan banyak ilmu pengetahuan, saran, dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.


(17)

3. Ibu Dra. Aspita Laila, M.S. selaku Pembahas yang telah banyak memberikan banyak arahan, kritik, saran, dan motivasi demi terselesaikannya skripsi ini.

4. Ibu Dian Septiani Pratama, M.Si selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan saran, bimbingan, motivasi dan dukungannya.

5. Bapak Prof. Dr. Suharso, Ph.D selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

6. Bapak Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M.T. selaku Ketua Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. 7. Mba Nora, Pak Gani, Mba Wiwit, Uni Kidas, Mas Nomo, Pak Man, serta

seluruh staf pengajar dan Karyawan Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

8. Mama Dra. Linda Wardhati dan Papa Drs. Apriyanto atas dukungan moral maupun moril, kasih sayang yang tidak pernah habis untukku, keikhlasan merawat dan menjagaku, segala nasihat dan semangat serta doa tulus yang tiada henti, dan perhatian yang takkan pernah habis demi keberasilan penulis.

9. Datuk yang penulis hormati Hi. Damhuri dan Hi. Fanani Aziz atas segala nasihat dan semangat serta doa tulus yang tiada henti, dan perhatian yang takkan pernah habis demi keberasilan penulis.

10. Udo ku Andre Febiyanda, S.H dan adik ku Friska Septriyanda Patraini atas motivasi, dukungan dan doa yang tiada henti untuk keberhasilan penulis. 11. Sahabat, perkutilan dan perinangan Martha Selvina Gultom, Putri


(18)

Rahmatika, Sevina Silvi, S.Si., dan Rini Handayani Rotua Panjaitan atas segala dukungan, motivasi serta bantuan selama ini kepada Penulis. 12. Abang-abangku, Febrian Mahesa, Dimas Wisnu Anggoro, Aswin Surya

Utama dan Muhammad Iqbal Z.

13.Partner In Crime, M.Nurul Fajri, yang selalu memberikan semangat, dukungan, motivasi, dan bimbingan dalam proses belajar maupun proses penelitian.

14. Kakak tingkatku Mardiyah, S.Si yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan skripsi dan menemani selama proses penelitian, serta mba Rhamadya Teta Parasta, S.Si atas saran, dukungan dan motivasinya kepada penulis.

15. Komti Angkatan 2010 Rahmat Kurniawan, S.Si teman seperjuangan sejak bangku SMA hingga kuliah, teman persetsotan dan teman percacatan. 16.Partnerkerja di Lab. Kimia Organik, Fajri (10), Awan (10), Pung (10),

Rido (11), Yulia (11), Lili (11), Om Andri (11), Mirfat (11), Junet (11), Tazkia (12), Yepi (12), Tiara (12) dan mba Devi, atas kerja sama yang sangat baik serta bantuan, dukungan, dan motivasinya selama penelitian. 17. Teman-teman se-angkatan 2010, Agung Supriyanto, S.Si., Ariyanti,

Chintia Yolanda, S.Si., Hapin Afriyani, S.Si., Hayu Prita Anjani, Kristi Arina, M. Nurul Fajri, Sifa Kusuma W., Surtini Karlina S., Aditya Putra P., Ely Setiawati, Fajria Faiza, Faradilla Syani, S.Si., Fauziyyah S.Si., Fitri Yani, Hanif Amrulloh S.Si., Indah Aprianti, Juni Zulhijjah, Lailatul

Hasanah, Leni Astuti S.Si., Lolita Napatilova, M. Prasetyo, Purniawati S.Si., Rahmat Kurniawan, S.Si., Rini Handayani, Sevina Silvi, S.Si.,


(19)

Silvana Maya Pratiwi, Widya Afriliani S.Si., Wynda Dwi S.Si., Yussi Fitria, Desi Meriyanti S.Si., Desi Sujatana, Funda Elisyia, S.Si., Maria Anggraini, Martha Selvina, Nur Robiah, Putri Heryani, S.Si., Putri

Rahmatika, Putri Sari Dewi, Rani Anggraini, Rina Rachmawati, S.Si., Ruli Prayetno, Sunarmo, Ucep Saifulloh.

18. Kakak-kakak tingkat 2008-2009, Adik-adik tingkat 2011-2012, atas bantuan dan semangat yang diberikan kepada penulis.

19. Teman-teman KKN Tematik Periode Juli 2013 daerah Pesisir Barat, Leni, Hafiz, Dio, Aji, Imam, Dedi, Dodi, Reza, Maul, Toid, Jo, Bagus, Kak Aji, dan Panda.

20. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang secara tulus memberikan bantuan moril dan materil kepada penulis.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Bandar Lampung, November 2014 Penulis


(20)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia saat ini merupakan negara yang mempunyai perkebunan sawit terluas di dunia. Penyebaran tanaman sawit di Indonesia sangat pesat. Hal ini terlihat dengan adanya peningkatan luas areal perkebunan sawit berkisar 2,75-29,91% selama sepuluh tahun terakhir, yaitu tahun 1995-2005 (Direktorat Jendral Perkebunan Indonesia, 2005).

Tanaman sawit (Elaeis guinensis Jack.) berasal dari Nigeria. Meskipun demikian, ada yang menyatakan bahwa tanaman sawit berasal dari Amerika Selatan yaitu Brazil karena lebih banyak ditemukan spesies tanaman sawit di hutan Brazil dibandingkan dengan Afrika. Pada kenyataannya tanaman sawit hidup subur di luar daerah asalnya, seperti Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Papua Nugini. Bahkan mampu memberikan hasil produksi per hektar yang lebih tinggi (Fauzi, 2008).

Tandan kosong sawit (TKS) merupakan salah satu jenis limbah padat yang dihasilkan dalam industri minyak sawit. Jumlah TKS ini cukup besar karena hampir sama dengan jumlah produksi minyak sawit mentah. TKS merupakan salah satu limbah padat Pabrik Sawit (PS) yang berlimpah. Dimana setiap


(21)

2

pengolahan Tandan Buah Sawit (TBS) dihasilkan TKS sebanyak 25%. TKS ini belum banyak dimanfaatkan dengan baik oleh PS. Pada umumnya, TKS hanya dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan pupuk kompos organik (Darnokoet al., 1993 dalam Ganjar, 2011) atau dibakar denganincreratorsehingga abunya dapat dimanfaatkaan sebagai pupuk kalium. Namun pembakaran TKS dilarang oleh pemerintah karena dapat menimbulkan pencemaran udara. Padahal jika ditinjau lebih dalam, TKS masih mengandung beberapa komponen penting, seperti selulosa, hemiselulosa, dan lignin, dalam jumlah yang cukup tinggi.

Pengembangan industri proses diarahkan pada usaha pemanfaatan sumber daya alam yang dapat diperbaharui semaksimal mungkin untuk memenuhi segala kebutuhan hidup manusia, namun dengan tetap memelihara keselamatan dan kelestarian lingkungan. Penelitian-penelitian pemanfaatan pelepah dan limbah padat sawit lainnya menjadi produk yang memiliki nilai ekonomis sudah banyak dilakukan, khususnya pemanfaatan selulosa sebagai bahan baku pembuatan pulp (Zulfansyah,1998). Salah satu turunan dari selulosa adalah selulosa asetat. Selulosa asetat merupakan ester asam organik dari selulosa yang telah lama dikenal di dunia. Selulosa asetat banyak digunakan untuk berbagai macam hal, yaitu sebagai bahan untuk pembutaan benang tenunan dalam industri tekstil, sebagai filter pada rokok, bahan untuk lembaran-lembaran plastik, film, dan juga cat. Oleh karena itu, selulosa asetat merupakan bahan industri yang cukup penting peranannya (Kirk dan Othmer, 1978 dalam Harahap, 2012).

Saat ini untuk memenuhi kebutuhan selulosa asetat, Indonesia masih


(22)

3

beberapa negara Eropa. Seperti pada tahun 2009, impor selulosa asetat mencapai 3.037,247 ton (Data BPS Medan, 2009). Ketergantungan akan impor ini tidaklah menguntungkan bagi Indonesia, karena Indonesia merupakan salah satu penghasil tekstil dan rokok terbesar di dunia. Akan lebih baik bila Indonesia mampu untuk memproduksi selulosa asetat di dalam negeri sehingga biaya produksi akan lebih murah dan tidak terpengaruh perubahan harga di negara lain.

Asnetty Maria (2001) telah melaporkan bahan baku tandan kosong sawit (TKS) dengan menggunakan prosesEmil Heuseryang menggunakan asam fosfat sebagai pelarut dan asam asetat glasial sebagaiacetylating agentdengan melakukan variasi waktu asetilasi dan suhu asetilasi (Heuser,1948 dalam Roganda 2013).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembuatan selulosa asetat dari pulp TKS dapat menghasilkan produk dengan kadar asetil 39-41% dengan kondisi optimum waktu asetilasi selama 15 menit pada rentang suhu 30-45oC . Kemudian

penelitian ini dibandingkan oleh M. Roganda L Lumban (2013) dengan metode lain yaitu metodeCelanase. Hal inilah yang melatar belakangi penulis untuk melakukan penelitian tentang pembuatan selulosa asetatdari α-selulosa TKS menggunakan metodeisolasi α-Selulosa yang menggunakan hidrolisis asam yang mana hasilnya akan dibandingkan kadar selulosa asetat yang diperoleh.

B. Rumusan Masalah

Tandan kosong sawit (TKS) merupakan limbah lignoselulosa yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan selulosa asetat karena kandungan


(23)

4

selulosanya yang cukup tinggi. Pembuatan selulosa asetat dari TKS dapat dilakukan dengan hidrolisis asam sulfat sebagai katalisator. Perlunya metode yang dapat menghasilkan kadarα-selulosa tinggi agar mendapatkan kadar asetil yang optimum.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah melihat pengaruh proses delignifikasi dan pemutihan terhadap perolehan α-selulosa dan selulosa asetat dari tandan kosong sawit (TKS).

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah :

1. Mengetahui pengaruh proses delignifikasi dan pemutihan terhadap perolehan α-selulosa dan selulosa asetat dari tandan kosong sawit (TKS)

2. Memberikan informasi pembuatan selulosa yang ekonomis karena TKS berlimpah dan mudah didapat


(24)

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Data Perkebunan Kelapa Sawit

Tanaman sawit (Elaeis guinensis Jack) berasal dari Nigeria, Afrika Barat, pada kenyatannya tanaman kelapa sawit hidup subur di luar daerah asalnya, seperti Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Papua Nugini. Bahkan mampu memberikan hasil produksi per hektar yang lebih tinggi. Indonesia merupakan penghasil utama minyak sawit (Fauzi, 2008).

Di Indonesia, potensi areal tanaman sawit masih terbuka luas. Data di lapangan menunjukkan kecenderungan peningkatan luas areal perkebunan sawit khususnya perkebunan rakyat. Pertumbuhan perkebunan rakyat pada periode tiga puluh tahun terakhir mencapai 45,1% per tahun sementara areal perkebunan negara tumbuh 6,8% per tahun, dan areal perkebunan swasta tumbuh 12,8% pertahun. Industri pengolahan tanaman sawit di Indonesia terus mengalami peningkatan (Fauzi, 2008). Penyebarannya pun sudah semakin pesat, telah menyebar di 22 Provinsi, yang pada tahun 2010 luasnya mencapai 8,3 juta Ha, yang sekitar 41% merupakan perkebunan rakyat (Ditjenbun, 2012).

Provinsi Lampung merupakan salah satu Provinsi di Indonesia yang memiliki areal perkebunan sawit yang cukup luas. Dari data sekunder dinas Perkebunan


(25)

6

Kabupaten Provinsi Lampung didapatkan data kebun sawit rakyat terluas ditemukan di Kabupaten Tulang Bawang yaitu seluas 17.316,7 Ha yang tersebar di 12 kecamatan. Namun sebagian besar dari kebun sawit rakyat tersebut adalah binaan dari perusahaan Perkebunan Swasta. Hamparan terluas dari kebun sawit swadaya masyarakat didapatkan di Kabupaten Waykanan yaitu seluas 11.089 Ha dan tersebar di 14 kecamatan. Adapun luasan perkebunan sawit di Lampung disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Data luasan perkebunan sawit di delapan kabupaten provinsi Lampung

No. Kabupaten TBM

(Ha) TM (Ha) TR (Ha) Total Luas (Ha)

1. Tulang Bawang - - - 17316,7

2. Waykanan 5118,0 5644,0 327,0 11089,0

3. Lam. Selatan 2441,3 5590,0 22,5 8053,8

4. Lam. Utara 2428,3 5119,5 203,0 7750,8

5. Tuba Barat 1365,3 3443,0 - 4808,3

6. Lam. Timur 2252,5 2167,5 4,5 4424,5

7. Pesawaran 142,0 1138,5 - 1280,5*

8. Pringsewu 246,0 759,0 - 1005,0

TBM= Tanaman Belum menghasilkan, TM= Tanaman Menghasilkan, TR= Tanaman Rusak, *data tahun 2010

B. Tandan Kosong Sawit (TKS)

Dalam proses pengolahan tanaman sawit, selain dihasilkan minyak sawit sebagai produk utama, dihasilkan juga limbah sebagai produk sampingnya. Limbah tersebut dapat berupa padat atau berupa cair. TKS merupakan salah satu limbah padat dari hasil pengolahan Pabrik Sawit (PS). TKS dapat dihasilkan sebanyak 25% dari pengolahan Tandan Buah Segar (TBS). Berdasarkan data Dirjenbun,


(26)

7

potensi limbah TKS sangat besar, seperti yang disajikan dalam Gambar 1.

Gambar 1. Perkiraan jumlah TKS sejak tahun 2000-2009 berdasarkan data produksi CPO Indonesia

Umumnya limbah TKS tidak dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat. TKS hanya dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan pupuk kompos organik (Darnokoet al., 1993 dalam Ganjar, 2011) atau dibakar denganincrerator

sehingga abunya dapat dimanfaatkaan sebagai pupuk kalium. Namun pembakaran TKS dilarang oleh pemerintah karena dapat menimbulkan

pencemaran udara. Padahal jika ditinjau lebih lanjut, TKS masih mengandung beberapa komponen penting, seperti selulosa, hemiselulosa, dan lignin dalam jumlah yang cukup tinggi. Komposisi TKS disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Tandan Kosong Sawit (TKS)

Komposisi TKS Dasar Kering (%)

Selulosa 45,95

Hemiselulosa (pentose) 22,84

Lignin 16,49

Abu 1,23

Nitrogen 0,53

Minyak 2,41

(Syafwinaet al.,2002).

a.Selulosa


(27)

8

umumnya adalah selulosa. Selulosa adalah polimer alam berupa zat karbohidrat (polisakarida) yang mempunyai serat dengan warna putih, tidak dapat larut dalam air dan pelarut organik yang merupakanpolimer tak bercabang dari glukosa yang dihubungkan melalui ikatan beta 1,4 atau 1,4 beta glukosidase. Molekul lurus dengan unit glukosa rata- rata sebanyak 5000 ini beragregasi membentuk fibril yang terikat melalui ikatan hidrogen di antara gugus hidroksil pada rantai di sebelahnya. Selulosa adalah salah satu komponen utama dari ligniselulosa yang terdiri dari unit monomer D-glukosa yang terikat pada ikatan 1,4-glikosidik. Adapun struktur dari selulosa disajikan dalam Gambar 2.

Gambar 2. Struktur Selulosa (Chanzy, 2002).

Selulosa mempunyai rumus molekul 2(C6H10O5)n, dengan n adalah derajat polimerisasi. Panjang suatu rangkaian selulosa tergantung pada derajat polimerisasinya. Semakin panjang suatu rangkaian selulosa, maka rangkaian selulosa tersebut mempunyai serat yang lebih kuat, lebih tahan terhadap pengaruh bahan kimia, cahaya, dan mikroorganisme. Selulosa dapat dibedakan menjadi:

1. α-selulosa

Selulosa untuk jenis ini tidak dapat larut dalam larutan NaOH dengan kadar 17,5% pada suhu 20oC dan merupakan bentuk sesungguhnya yang telah dikenal sebagai selulosa. Sturuktur dari α-Selulosa disajikan pada Gambar 3.


(28)

9

Gambar 3. Struktur α-Selulosa(Nuringtyas, 2010).

2. β-selulosa

Jenis dari selulosa ini mudah larut dalam larutan NaOH yang mempunyai kadar 17,5% pada suhu 20oC dan akan mengendap bila larutan tersebut berubah menjadi larutan yang memiliki suasana asam. Struktur dari β-Selulosa disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Struktur β-selulosa (Nuringtyas, 2010).

3. γ-selulosa

Untuk selulosa jenis ini mudah larut dalam larutan NaOH yang mempunyai kadar 17,5% pada suhu 20oC dan tidak akan terbentuk endapan setelah larutan tersebut dinetralkan.

selulosa sangat menentukan sifat tahanan kertas, semakin banyak kadar α-selulosanya menunjukkan semakin tahan lama kertas tersebut. Dan memiliki sifat hidrofilik yang lebih besar pada γ dan β-selulosa daripadaα-selulosanya


(29)

10

Degradasi pada selulosa kadang-kadang terjadi selama proses pembuatan pulp. Keadaan ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:

1. Degradasi oleh hidrolisa asam

Terjadi pada temperatur yang cukup tinggi dan berada pada media asam dalam waktu yang cukup lama. Akibat dari degradasi ini adalah terjadinya reaksi yaitu selulosa terhidrolisa menjadi selulosa dengan berat molekul yang rendah. Keaktifan asam pekat untuk mendegradasi selulosa berbeda-beda. Untuk keaktifan yang sangat tinggi dimiliki oleh asam oksalat. Asam nitrat, asam sulfat dan asam klorin adalah asam yang aktif, sedangkan asam-asam organik merupakan asam asam yang tidak aktif. Asam sulfat yang pekat (75%) akan menyebabkan selulosa berbentuk gelatin, asam nitrat pekat akan menyebabkan selulosa membentuk ester sedangkan asam fosfat pada temperatur rendah akan menyebabkan sedikit berpengaruh pada selulosa (Solechudin dan Wibisono, 2002).

2. Degradasi oleh oksidator

Senyawa oksidator sangat mudah mendegradasi selulosa menjadi molekul-molekul yang lebih kecil yang disebut Oksiselulosa. Hal ini terjadi tergantung dari oksidator dan kondisinya. Macam-macam oksidator adalah sebagai berikut:

• NO2mengoksidasi hidroksil primer dari selulosa menjadi karboksil. Oksidasi ini tidak akan memecah rantai selulosa kecuali jika terdapat alkali.


(30)

11

• Chlorin mengoksidasi gugus karboksil dan aldehid. Oksidasi karboksil menjadi CO2dan H2O, sedangkan oksidasi aldehid menjadi karboksil dan bila oksidasi diteruskan akan menjadi CO2dan H2O.

• Hipoklorit akan menghasilkan oksidasi selulosa yang mengandung presentase gugus hidroksil tinggi pada kondisi netral atau alkali (Solechudin dan Wibisono, 2002).

3. Degradasi oleh panas

Pengaruh panas lebih besar bila dibandingkan dengan asam atau oksidator. Serat-serat selulosa yang dikeringkan pada temperatur tinggi akan

mengakibatkan kertas kehilangan sebagian higroskopisitasnya (swealling ability). Hal ini disebabkan karena:

• Bertambahnya ikatan hidrogen antara molekul-molekul selulosa yang berdekatan.

• Terbentuknya ikatan rantai kimia diantara molekul-molekul selulosa yang berdekatan.

• Pemanasan serat-serat pulp pada temperatur kurang lebih 100oC akan menghilangkan kemampuan menggembung sekitar 50% dan pemanasan diatas 20oC dan dalam waktu lama akan mengakibatkan serat-serat selulosa kehilangan strukturnya secara total (Solechudin dan Wibisono, 2002).

b. Hemiselulosa


(31)

12

pendek dibandingkan dengan selulosa dan banyak dijumpai pada kayu lunak. Hemiselulosa disusun oleh pentosan (C5H8O4) dan heksosan (C6H10O5). Pentosan banyak terdapat pada kayu keras, sedangkan heksosan terdapat pada kayu lunak (Maga, 1987). Hemiselulosa pada kayu berkisar antara 20-30%. Secara struktural, hemiselulosa mempunyai sifat reaksi yang sama dengan selulosa tapi hemiselulosa terdiri dari komponen-komponen polisakarida yang bukan selulosa.

Hemiselulosa dapat mengalami oksidasi menjadi senyawa keto dan aldo dan dapat membentuk adisi pada gugus hidroksil. Hemiselulosa akan mengalami reaksi oksidasi dan degradasi terlebih dahulu daripada selulosa, karena rantai molekul hemiselulosa lebih pendek dan bercabang (Fengel dan Wenger, 1995). Hemiselulosa tidak larut dalam air tapi larut dalam larutan alkali encer dan lebih mudah dihidrolisa oleh asam daripada selulosa. Hemiselulosa bersifat non-kristalin dan tidak bersifat serat, mudah mengembang karena itu

hemiselulosa sangat berpengaruh terhadap bentuknya jalinan antara serat pada saat pembentukan lembaran, lebih mudah larut dalam pelarut alkali dan lebih mudah dihidrolisis dengan asam.

Perbedaan hemiselulosa dengan selulosa yaitu hemiselulosa mudah larut dalam alkali tapi sukar larut dalam asam, sedang selulosa adalah sebaliknya.

Hemiselulosa juga bukan merupakan serat-serat panjang seperti selulosa. Hasil hidrolisis selulosa akan menghasilkan D-glukosa, sedangkan hasil hidrolisis hemiselulosa akan menghasilkan D-xilosa dan monosakarida lainnya. Adanya hemiselulosa mengurangi waktu dan tenaga yang diperlukan untuk melunakkan


(32)

13

serat selama proses mekanis dalam air. Sifat hemiselulosa yang hidrofilik banyak mempengaruhi sifat fisik pulp dan kertas. Hemiselulosa berfungsi sebagai perekat dan dapat mempercepat terjadinya fibrasi (pembentukan serat). Sifat inilah yang memperkuat kekuatan fisik lembaran pulp kertas dan

menurunkan waktu serta daya operasi penggilingan (beating) (Fengel dan Wenger,1995). Hilangnya hemiselulosa akan mengakibatkan adanya lubang diantara fibril dan berkurangnya ikatan antar serat, namun kadar

hemiselulosanya yang terlalu tinggi akan menyebabkan kertas tembus cahaya, kaku dan rapuh (Solechudin dan Wibisono, 2002).

c. Lignin

Lignin adalah bagian dari tumbuhan yang terdapat dalam lamelar tengah dan dinding sel berfungsi sebagai perekat antar sel, sehingga lignin tidak

dikehendaki dalam proses pembuatan Pulp. Lignin adalah polimer kompleks dan bersifatamorf. Karena sifat amorfnya maka lignin sulit diketahui secara pasti sifat fisik dan bentuk molekulnya (Fengel dan Wenger, 1995).

Lignin merupakan “semen” yang mengikat fibril-fibril selulosa bersama-sama dan banyak memberikan stabilitas dimensi kayu. Menduduki sekitar 25% sampai 30% kayu, lignin merupakan polimer yang sangat melimpah yang mesti mencapai potensinya berkaitan dengan aplikasi-aplikasi polimer. Saat ini sebagian besar lignin yang diproduksi dalam operasi-operasi pembuburan kayu dibakar sebagai bahan bakar pada tempat pembuburan. Struktur lignin


(33)

14

Gambar 5. Struktur Lignin (Datta, 1981).

Sulfonat lignin yang diperoleh dari pembuburan kayu juga dipakai sebagai bahan perekat,asphalt extenderdanoil-well drillin mud additives. Reaksi dengan propilena oksida, misalnya menghasilkan turunan-turunan

hidroksipropil yang telah dikonversi ke poliuretana termoset (Stevens, 2001).

Lignin sangat peka terhadap oksidasi dan dapat terurai menjadi asam-asam aromatik seperti benzoat. Pada kondisi tertentu lignin dapat teroksidasi menjadi asam format, asetat, oksalat dan suksinat. Pada pembuatan pulp dengan proses soda akan dihasilkan lignin terlarut, sedangkan pada proses sulfat, sulfur masuk ke dalam molekul lignin dan membentuktio-lignin terlarut. Menurut Fengel (1995), bila lignin berdifusi dengan larutan alkali, maka akan terjadi pelepasan gugus metoksil yang membuat lignin lebih mudah larut dalam alkali.


(34)

15

Beberapa cara yang dapat digunakan untuk memisahkan lignin adalah dengan menambahkan H2SO4pekat dan HCl pekat sebagai pereaksi anorganik untuk mendestruksi karbohidratnya. Pulp dan kertas akan mempunyai sifat fisik atau kekuatan yang baik jika mengandung sedikit lignin karena lignin bersifat menolak air(hidrophobic)dan kaku sehingga menyulitkan dalam proses penggilingan. Lignin juga mempunyai gugus pembawa warna (gugus

kromofor) yang akan bereaksi dengan larutan pemasak pada digester sehingga menyebabkan warna pulp yang dihasilkan akan menjadi gelap. Banyaknya lignin juga berpengaruh pada konsumsi bahan kimia dalam pemasakan dan pemutihan.

d. Pentosan

Pentosan adalah polisakarida yang bila dihidrolisa akan pecah menjadi monosakarida dengan lima atom karbon (pentosa) C5H8O4

(Kirk dan Othmer, 1978 dalam Harahap, 2012). Pentosan merupakan senyawa yang tergolong sebagai polisakarida yang apabila dihidrolisis akan pecah menjadi monosakarida-monosakarida yang mengandung 5 atom karbon yang disebut pentosa. Bila hidrolisis dilanjutkan dengan pemanasan dalam asam sulfat atau asam klorida encer dalam waktu 2-4 jam maka akan terjadi dihidrasi dan siklisasi membentuk senyawa heterosiklik yang disebut furfural.


(35)

16

Furfural merupakan zat cair tak berwarna, yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan senyawa-senyawa furan, tetrahidro furan, pural, pembuatan plastik, sebagai bahan pembantu dalam industri karet sintetik dan lain-lain (Hidajati, 2006).

C. Pemanfaatan Tandan Kosong Sawit (TKS)

Adapun pemanfaatan TKS sehubungan dengan kandungan yang ada di dalamnya adalah sebagai berikut.

1. Pembuatan bioetanol

Limbah padat industri kelapa sawit berupa TKS yang mengandung hemiselulosa belum banyak dimanfaaatkan. Hidrolisis hemiselulosa TKS menghasilkan hidrolisat sebagai sumber karbon dalam fermentasi etanol. Hal ini merupakan pemanfaatan hidrolisat TKS untuk memproduksi etanol

menggunakanPichia stipitis. Selain itu, TKS banyak mengandung selulosa yang dapat dihirolisis menjadi glukosa kemudian difermentasi menjadi bioetanol. Kandungan selulosa yang cukup tinggi yaitu sebesar 45%

menjadikan kelapa sawit sebagai prioritas untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol (Aryafatta, 2008).

2. Preparasi C-aktif

Preparasi C-aktif dari bahan dasar TKS. Pemanfaatan TKS sebagai C-aktif dapat meningkatkan nilai ekonomis limbah industri kelapa sawit sekaligus alternatif pengurangan konsentrasi logam berat di lingkungan perairan.


(36)

17

Preparasi C-aktif dari TKS dilakukan dengan cara karbonisasi pada temperatur 700oC. Aktivasi dilakukan menggunakan larutan ZnCl250% selama 48 jam, ditanur pada temperatur 700oC selama 1 jam, dicuci dan dikeringkan pada 105oC. Karakterisasi C-aktif dilakukan dengan metode SEM dan penentuan luas permukaan spesifik adsorben.

3. Pupuk kompos

TKS berfungsi ganda yaitu selain menambah hara ke dalam tanah, juga meningkatkan kandungan bahan organik tanah yang sangat diperlukan bagi perbaikan sifat fisik tanah. TKS merupakan bahan organik yang mengandung ; 42,8 % C; 2,90 % K2O; 0,80% N; 0,22% P2O5; 0,30% MgO dan unsur-unsur mikro antara lain 10 ppm B; 23 ppm Cu dan 51 ppm Zn. Dalam setiap 1 ton TKS mengandung unsur hara yang setara dengan 3 Kg Urea, 0,6 kg RP, 12 kg MOP dan 2 kg kiserit.

4. Pulp

Pulp atau bubur kertas merupakan serat berwarna putih yang diperoleh

melalui proses penyisihan lignin dari biomassa (Jalaluddin, 2005). Pulp dapat diolah dengan lebih lanjut menjadi kertas, rayon, selulosa asetat dan turunan selulosa yang lain. Sedangkan, pemanfaatkan TKS saat ini lebih untuk pembuatan selulosa asetat. Selulosa asetat adalah senyawa ester organik turunan selulosa. Selulosa yang digunakan harus memiliki tingkat kemurnian yang tinggi untuk mendapatkan kelarutan polimer yang besar untuk pembuatan serat karena pengotor hemiselulosa membentuk gel yang tidak diinginkan.


(37)

18

D. Selulosa Asetat

Selulosa asetat adalah suatu senyawa kimia buatan yang digunakan dalam film fotografi. Secara kimia, selulosa asetat adalah ester dari asam asetat dan selulosa. Senyawa ini pertama kali dibuat pada tahun 1865. Selain pada film fotografi, senyawa ini juga digunakan sebagai komponen dalam bahan perekat, serta sebagai serat sintetik.

Film fotografi yang terbuat dari asam asetat pertama kali diperkenalkan pada tahun 1934, menggantikan selulosa nitrat yang sebelumnya menjadi standar. Kelemahan film selulosa nitrat adalah senyawa tersebut tidak stabil dan mudah sekali terbakar. Bila terjadi kontak dengan oksigen, film selulosa asetat menjadi rusak dan tidak dapat digunakan lagi, serta melepaskan asam asetat. Fenomena ini disebut "sindrom cuka", karena asam asetat merupakan bahan utama dalam cuka. Sejak dekade 1980-an, film dari poliester (sering juga disebut dengan nama dagang dari KodakEstar) mulai menggantikan film dari selulosa asetat, terutama untuk tujuan pengarsipan. Sebelum munculnya poliester, film selulosa asetat juga dipakai pada pita magnetik. Sekarang selulosa asetat masih digunakan dalam beberapa hal, misalnya negatif dari gambar bergerak. Struktur dari selulosa asetat disajikan pada Gambar 6.


(38)

19

Adanya gugus hidroksil pada selulosa memungkinkan pembuatan selulosa ester dari berbagai macam asam organik maupun anorganik. Hasil SEM selulosa asetat komersial dengan perbesaran 1000x disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7. Hasil SEM Selulosa Asetat Komersial (Harahap, 2012).

Berdasarkan derajat substitusinya selulosa asetat dapat dibagi menjadi tiga yaitu: 1. Selulosa monoasetat dengan derajat substitusi (DS) 0 < DS < 2 larut dalam

aseton.

2. Selulosa diasetat dengan derajat substitusi (DS) 2,0–2,8 dengan kandungan % asetilnya 35–43,5 %.

3. Selulosa triasetat dengan derajat substitusi (DS) 2,8–3,5 mempunyai kandungan asetil 43,5–44,8 %.

Derajat substitusi selulosa asetat adalah 0–3,5 dan meningkatnya derajat substitusi akan meningkatkan titik leleh dari selulosa asetat (Misdawati,2011). Titik leleh dari selulosa asetat adalah 170–240oC (Harrisonet al., 2011). Selulosa asetat merupakan hasil reaksi esterifikasi dari selulosa dan asetat anhidrid. Ada 3 proses utama yang biasa digunakan untuk mengubah selulosa menjadi selulosa asetat, yaitu:

1.Solution process(proses larutan)


(39)

20

proses asetilasi digunakan asetat anhidrid sebagaisolventdan berlangsung dengan asam asetat glasial sebagai diluen serta asam sulfat sebagai katalis. 2. Solvent process(proses dengan pelarut)

Methylene chloridedigunakan sebagai pengganti asam asetat anhidrid dan berfungsi sebagai solven bagi selulosa asetat yang terbentuk.

3. Heterogenous process(proses heterogen)

Cairan organik inert, sepertibenzeneatauligroindigunakan sebagai non-solventuntuk menjaga selulosa terasetilasi yang telah terbentuk dalam larutan (Ketta, 1977).

Menurut Ketta (1977), proses produksi selulosa asetat secara garis besar adalah sebagai berikut :

1. Preparasi meliputiprethreatmentdan aktivasi

Pada tahap ini dipilih bahan yang mengandungα-selulosa tinggi (99%) seperti selulosa dari kapas. Metodeprethreatmentini bisa bermacam-macam, tetapi yang paling umum adalah menggunakan asam asetat. Padaprethreatmentini, kadarmoistureadalah 6% dari berat selulosa. Jika selulosa terlalu kering, maka sejumlah air harus ditambahkan ke asam asetat.

2. Asetilasi

Tahap kedua adalah langkah asetilasi yang bertujuan untuk memproduksi selulosa asetat primer (TAC). Metode asetilasi selulosa dalam produksi selulosa asetat menggunakan prosesbatchyang disertai dengan pendinginan pada reaktor (asetilator). Suhu larutan tidak boleh lebih dari 50oC. Reaksi asetilasi bersifat eksotermis. Untuk mengontrol suhu saat reaksi asetilasi


(40)

21

sehingga tidak melampaui suhu maksimum, maka campuran asetat anhidrid dan asam asetat biasanya didinginkan suhunya. Normalnya suhu dijaga sekitar 40–50oC. Menurut Ketta (1977), pada proses asetilasi campuran asetat grup untuk proses esterifikasi terdiri dari 60% asam asetat dan 40% asetat anhidrid dengan 5-10% diatas kebutuhan stoikiometrisnya untuk bereaksi dengan selulosa hasilprethreatment. Proses pembuatan selulosa asetat dari selulosa dan asam asetat anhidrid berdasarkan pada reaksi asetilasi dengan

menggunakan katalis asam sulfat, reaksinya adalah sebagai berikut:

(C6H7O2(OH)3)x(s)+ 3 (CH3CO)2O(l) (C6H7O2(OCOCH3)3)x(s)+3CH3COOH(l)

selulosa asetat anhidrid selulosa asetat asam asetat

Proses berlangsung pada reaktor tangki berpengaduk (batch) pada suhu rendah, yaitu 40-50oC, tekanan 1 atm dengan waktu reaksi sekitar 5–8 jam. Suhu operasi tidak boleh lebih dari 50oC. Hal ini untuk mencegah rusaknya rantai selulosa asetat yang telah terbentuk dan mencegah terbentuknya gel, sehingga harus dijaga agar reaksi tetap berlangsung pada kisaran suhu normalnya (Kirk dan Othmer, 1978 dalam Harahap, 2012).

3. Hidrolisis dan Netralisasi

Langkah ketiga adalah hidrolisis sisa asetat anhidrid, dan dilanjutkan dengan proses netralisasi katalis asam sulfat yang masih tersisa dalam campuran selulosa asetat primer dari unit asetilasi (Kirk dan Othmer, 1978 dalam Harahap, 2012). Setelah asetilasi, produk reaktor selanjutnya dihidrolisis dalamhidroliserdengan menambahkan sejumlah air yang dimasukkan dalam bentuk larutan asam asetat dengan konsentrasi rendah. Dalamhidroliser, air ditambahkan untuk menghentikan reaksi asetilasi dan memulai proses


(41)

22

hidrolisis (Kirk dan Othmer, 1978 dalam Harahap, 2012). Pada proses hidrolisis, larutan asam asetat encer ditambahkan sebanyak tiga kali jumlah larutan umpan. Hal ini bertujuan untuk mengubah asetat anhidrid sisa menjadi asam asetat glasial. Selain itu juga untuk mendapatkan selulosa asetat dalam bentuk padatan (serpihan) (Yamakawa dan Yashimoto, 2003).

Reaksinya adalah sebagai berikut :

(CH3CO)2O(l)+ H2O(l) 2 CH3COOH(l) asetat anhidrid air asam asetat

Dalam reaksi ini katalis yang digunakan adalah asam sulfat. Asam sulfat pada tahun 1879, diperkenalkan oleh Franchimont sebagai katalis yang bisa

digunakan untuk asetilasi selulosa, dan semenjak itu asam sulfat mulai biasa digunakan untuk produksi selulosa asetat secara komersial. Pada kasus asetilasi dengan katalis yang tinggi (pekat), asam sulfat 98% dinetralisir

dengan menambahkan magnesium asetat atau natrium asetat untuk mengurangi kandungan asam sulfat bebas dan mencegah depolimerisasi yang berlebihan. Dalam hal ini gugus sulfat akan digantikan dengan gugus asetat. Magnesium atau natrium akan mengubah asam sulfat menjadi garam sulfat

(Kirk dan Othmer, 1977 dalam Harahap, 2012). Pada proses netralisasi dapat digunakan magnesium asetat atau natrium asetat yang akan menetralkan asam sulfat dan membentuk magnesium sulfat atau natrium sulfat. Dari sifat kimianya, kelarutan magnesium sulfat adalah 33,7 g/100 g air dan kelarutan natrium sulfat adalah 19,5 g/100 g air. Kelarutan natrium sulfat yang rendah akan mempermudah proses pemisahannya dari produk, sehingga kemurnian produk utama dan produk samping yang dihasilkan lebih tinggi. Reaksinya adalah:


(42)

23

2CH3COONa(l)+ H2SO4 (l) Na2SO4 (l)+ 2 CH3COOH(l) natrium asetat asam sulfat natrium sulfat asam asetat

4.Flake Recovery (precipitation–washingdrying)

Tahap ini dilakukan berdasarkan spesifikasi produk yang diinginkan. Saat tahapflake precipitation, larutan selulosa asetat terhidrolisis dicampur dengan larutan asam asetat. Penambahan asam asetat dilakukan dengan cepat dan diaduk dengan putaran yang cepat. Untuk mendapatkan endapanpowder, larutan yang telah diaduk dicampur dengan perlahan hingga terbentuk endapan.

Selulosa asetat yang mengendap kemudian dipisahkan dari larutan asam asetat misal dengan memakai sentrifus. Padatan akan dikirim kewasheruntuk diambil asam asetat dan garam yang tersisa dari netralisasi asam sulfat. Padatan lalu dikeringkan menggunakandryer. Padatan selulosa asetat disimpan atau dapat disalurkan dengan berbagai metode transportasi. Dapat pula dibuat dalam paket kecil yang dibungkus dalammultilayer paper bag, untuk menjaga kelembapan produk makapaper bagharus dilengkapi lapisan penahan uap (Ketta, 1997).

Pada tahun 2001, Asnetty Maria telah melakukan penelitian dengan bahan baku tandan kosong sawit (TKS) dengan menggunakan prosesEmil Heuser yang menggunakan asam fosfat sebagai pelarut dan asam asetat glasial sebagai

acetylating agentdengan melakukan variasi waktu asetilasi dan suhu asetilasi (Heuser,1948 dalam Roganda, 2013).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembuatan selulosa asetat dari pulp TKS dapat menghasilkan produk dengan kadar asetil 39-41% dengan kondisi optimum


(43)

24

waktu asetilasi selama 15 menit pada rentang suhu 30-45oC. Kemudian penelitian ini dibandingkan oleh M. Roganda L Lumban (2013) dengan metode lain yaitu metodeCelanase. Hasilnya pembuatan selulosa asetat dari pulp TKS dengan menghasilkan produk dengan kadar asetilnya 18-48 % dengan kondisi optimum waktu asetilasi selama 2-3,5 jam. Derajat subsitusi yang dihasilkan pada produk selulosa asetat dari pulp TKS dengan menggunakan prosescelanasesebesar 0,833-3,730, selulosa asetat yang terbentuk pada penelitian ini adalah selulosa triasetat, selulosa diasetat, dan selulosa monoasetat hal ini digolongkan oleh nilai derajat subsitusi (DS) yang dihasilkan.

E. Analisis Kuantitatif dan Kualitatif

1. Spektroskopi Infra Merah (IR)

Spekroskopi IR adalah sebuah metode analisis instrumentasi pada senyawa kimia yang menggunakan radiasi sinar infra merah. Spektroskopi IR berguna untuk mengetahui gugus fungsi yang terdapat pada senyawa

organik. Bila suatu senyawa diradiasi menggunakan sinar inframerah, maka sebagian sinar akan diserap oleh senyawa, sedangkan yang lainnya akan diteruskan. Serapan ini diakibatkan karena molekul senyawa organik mempunyai ikatan yang dapat bervibrasi. Vibrasi molekul dapat dialami oleh semua senyawa organik, namun ada beberapa yang tidak terdeteksi oleh spektrometri IR. Cahaya terdiri dari berbagai frekuensi


(44)

25

adalah salah satu bagian dari spektrum elektromagnetik yang terletak antara cahaya tampak dan gelombang mikro. Rentang panjang gelombang

inframmerah yang digunakan untuk tujuan analisis adalah 2,5x10-6m sampai dengan 16x10-6m. Satuan yang digunakan dalam spektroskopi inframerah adalah mikrometer dan bilangan gelombang. Namun para ahli kimia lebih banyak menggunakan satuan bilangan gelombang yaitu cm-1. Nilai 2,5-16 μ sama dengan 4000-625 cm-1(Sri, 2012).

Setiap serapan pada panjang gelombang tertentu menggambarkan adanya suatu gugus fungsi spesifik. Dasar Spektroskopi IR dikemukakan oleh Hooke dan didasarkan atas senyawa yang terdiri atas dua atom atau diatom yang digambarkan dengan dua buah bola yang saling terikat oleh pegas seperti tampak pada gambar disamping ini. Jika pegas direntangkan atau ditekan pada jarak keseimbangan tersebut maka energi potensial dari sistim tersebut akan naik. Setiap senyawa pada keadaan tertentu telah mempunyai tiga macam gerak, yaitu:

- Gerak Translasi, yaitu perpindahan dari satu titik ke titik lain. - Gerak Rotasi, yaitu berputar pada porosnya, dan

- Gerak Vibrasi, yaitu bergetar pada tempatnya.

Bila ikatan bergetar, maka energi vibrasi secara terus menerus dan secara periodik berubah dari energi kinetik ke energi potensial dan sebaiknya. Jumlah energi total adalah sebanding dengan frekuensi vibrasi dan tetapan gaya (k) dari pegas dan massa (m1)dan (m2) dari dua atom yang terikat. Energi yang dimiliki oleh sinar infra merah hanya cukup kuat untuk


(45)

26

mengadakan perubahan vibrasi (Winarno dan Fardiaz, 1980 dalam Dwi, 2013). Mekanisme kerja Spektroskopi IR disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8. Mekanisme Kerja Spektroskopi IR (Dwi,2013).

Adapun proses instrumen analisis sampelnya meliputi:

1. The source: energi inframerah yang dipancarkan dari sebuah benda hitam menyala. Balok ini melewati melalui logam yang mengontrol jumlah energi yang diberikan kepada sampel. 2. Interoferometer:sinar memasuki interferometer “spectra

encoding”mengambil tempat, kemudian sinyal yang dihasilkan keluar dari interferogram.

3. Sampel: sinar memasuki kompartemen sampel dimana diteruskan melalui cermin dari permukaan sampel yang tergantung pada jenis analisis.

4. Detektor: sinar akhirnya lolos ke detektor untuk pengukuran akhir. Detektor ini digunakan khusus dirancang untuk mengukur sinar interfrogram khusus. Detektor yang digunakan dalam

Spektrofotometer Fourier Transform Infra Red adalah


(46)

27

(MCT). Detektor MCT lebih banyak digunakan karena memiliki beberapa kelebihan dibandingkan detektor TGS, yaitu

memberikan respon yang lebih baik pada frekuensi modulasi tinggi, lebih sensitif, lebih cepat, tidak dipengaruhi oleh

temperatur, sangat selektif terhadap energi vibrasi yang diterima dari radiasi inframerah.

5. Komputer: sinyal diukur secara digital dan dikirim ke komputer untuk diolah olehFourier Transformationberada. Spektrum disajikan untuk interpretasi lebih lanjut.

Menurut Sri (2012), prinsip kerja spektroskopi IR adalah adanya interaksi energi dengan materi. Misalkan dalam suatu percobaan berupa molekul senyawa kompleks yang ditembak dengan energi dari sumber sinar yang akan menyebabkan molekul tersebut mengalami vibrasi. Sumber sinar yang digunakan adalah keramik, yang apabila dialiri arus listrik maka keramik ini dapat memancarkaninfrared.

Vibrasi dapat terjadi karena energi yang berasal dari sinarinfraredtidak cukup kuat untuk menyebabkan terjadinya atomisasi ataupun eksitasi elektron pada molekul senyawa yang ditembak dimana besarnya energi vibrasi tiap atom atau molekul berbeda tergantung pada atom-atom dan kekuatan ikatan yang menghubungkannya sehingga dihasilkan frekuensi yang berbeda pula. Beberapa contoh serapan yang khas dari beberapa gugus fungsi disajikan pada Tabel 3.


(47)

28

Tabel 3. Contoh serapan yang khas dari beberapa gugus fungsi

Gugus Jenis Senyawa Daerah Serapan (cm-1)

C-H alkana 2850-2960, 1350-1470

C-H alkena 3020-3080, 675-870

C-H aromatik 3000-3100, 675-870

C-H alkuna 3300

C=C alkena 1640-1680 C=C aromatik (cincin) 1500-1600 C-O alkohol, eter, asam karboksilat,ester 1080-1300 C=O aldehida, keton, asam karboksilat, ester 1690-1760 O-H alkohol, fenol(monomer) 3610-3640

O-H alkohol, fenol (ikatan H) 2000-3600 (lebar) O-H asam karboksilat 3000-3600 (lebar)

N-H amina 3310-3500

C-N amina 1180-1360

-NO2 nitro 1515-1560, 1345-1385

(Sri, 2012).

2. SEM (Scanning Electron Microscope)

SEM (Scanning Electron Microscope) adalah salah satu jenis mikroskop elektron yang menggunakan berkas elektron untuk menggambarkan bentuk permukaan dari material yang dianalisis. Fungsi SEM adalah dengan memindai terfokus balok halus elektron ke sampel. Elektron berinteraksi dengan sampel komposisi molekul. Energi dari elektron menuju ke sampel secara langsung dalam proporsi jenis interaksi elektron yang dihasilkan dari sampel. Serangkaian energi elektron terukur dapat dihasilkan yang dianalisis oleh sebuah mikroprosesor yang canggih yang menciptakan gambar tiga dimensi atau spektrum elemen yang unik yang ada dalam sampel dianalisis.


(48)

29

1. Sebuah pistol elektron memproduksi sinar elektron dan dipercepat dengan anoda.

2. Lensa magnetik memfokuskan elektron menuju ke sampel.

3. Sinar elektron yang terfokus memindai (scan) keseluruhan sampel dengan diarahkan oleh koil pemindai.

4. Ketika elektron mengenai sampel maka sampel akan mengeluarkan elektron baru yang akan diterima oleh detektor dan dikirim ke monitor (CRT).

Secara lengkap skema SEM disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9. Skema Kerja SEM (Sri, 2011).

3. Thermogravimetri Analizer(TGA)

Dua jenis teknik analisa termal yang utama adalah analisa termogravimetri (TGA), yang secara otomatis merekam perubahan berat sampel sebagai


(49)

30

fungsi dari suhu maupun waktu, dan analisa diferensial termal (DTA) yang mengukur perbedaan suhu, rT, antara sampel dengan material sebagai fungsi dari suhu. Termogravimetri merupakan teknik analisis untuk mengukur perubahan berat dari suatu senyawa sebagai fungsi dari suhu ataupun waktu. Analisis tersebut bergantung pada tingkat presisi yang tinggi dalam tiga pengukuran, yaitu berat, suhu, dan perubahan suhu. Hasilnya biasanya berupa rekaman diagram yang kontinyu.

TGA adalah salah satu teknik analisis termal yang digunakan untuk menggambarkan berbagai bahan. TGA menyediakan informasi

karakterisasi bebas dan tambahan untuk teknik termal. TGA mengukur jumlah dan laju (kecepatan) perubahan massa sebuah sampel sebagai fungsi temperatur atau waktu dalam suasana yang dikendalikan.

Pengukuran yang digunakan terutama untuk menentukan panas dan atau kestabilan bahan oksidatif serta sifat komposisi mereka. Teknik ini dapat menganalisis bahan yang menunjukkan massa baik kekurangan atau kelebihan karena dekomposisi, oksidasi atau hilangnya bahan mudah menguap (seperti kelembaban). Hal ini terutama berguna untuk

mempelajari bahan polimer, termasuk termoplastik, termoset, elastomer, komposit, film, serat, pelapis dan cat (Mufthi, 2009) .

Prinsip penggunaan TGA ialah mengukur kecepatan rata-rata perubahan massa suatu bahan/cuplikan sebagai fungsi dari suhu atau waktu pada atmosfir yang terkontrol. Pengukuran digunakan khususnya untuk menentukan komposisi dari suatu bahan atau cuplikan dan untuk


(50)

31

memperkirakan stabilitas termal pada suhu diatas 1000oC. Metode ini dapat mengkarakterisasi suatu bahan atau cuplikan yang dilihat dari kehilangan massa atau terjadinya dekomposisi, oksidasi atau dehidrasi. Mekanisme perubahan massa pada TGA ialah bahan akan mengalami kehilangan maupun kanaikan massa. Proses kehilangan massa terjadi karena adanya proses dekomposi yaitu pemutusan ikatan kimia, evaporasi yaitu kehilangan atsiri pada peningkatan suhu, reduksi yaitu interaksi bahan dengan pereduksi, dan desorpsi. Sedangkan kenaikan massa disebabkan oleh proses oksidasi yaitu interaksi bahan dengan suasana pengoksidasi, dan absorpsi.


(51)

32

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung, analisis FTIR dan TG/DT dilakukan di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung, serta analisis SEM dilakukan di BATAN Serpong.

B. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat yang ada di Laboratorium Kimia Organik yaitu gunting,blender, Erlenmeyer, penangas, saringan, oven, gelas ukur, gelas kimia,stopwatch,alumunium foil, buret, batang pengaduk, corong masir,hot plat stirrer, mortar, indikator universal, kertas saring, FT-IR, SEM, XRD dan TGA. Sedangkan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Tandan Kosong Sawit (TKS), Natrium Hidroksida, Hidrogen

Peroksida, Asam Nitrat, Natrium Nitrit, Natrium Sulfit, Natrium Hipoklorit, Asam Asetat Glasial, Asam Asetat Anhidrat, Natrium Asetat, Metanol, Kalium


(52)

33

Dikromat, Ferro Amonium Sulfat, Asam Sulfat, Etanol, Asam Klorida, dan Akuades.

C. Prosedur

a. Preparasi Sampel

Sampel yang digunakan adalah Tandan Kosong Sawit (TKS). TKS yang akan digunakan diperoleh dari perkebunan milik pribadi di Rawa Jitu, Lampung Tengah. TKS dicuci agar terbebas dari getah dan kotoran saat pengambilan. Selanjutnya dikeringkan, dan digunting ± 2cm lalu diblenderagar didapatkan serat yang lebih halus.

b. Isolasiα-Selulosa Dari Tandan Kosong Sawit (TKS)

Pada tahap delignifikasi, 50 gram serat halus TKS dimasukan kedalam labu Erlenmeyer 2L dan ditambahkan 1L larutan NaOH 5%. Campuran tersebut dipanaskan menggunakan penangas air dengan suhu 80oC selama 6 jam. Kemudian, campuran tersebut disaring dan residu dicuci dengan air hingga pH dari filtrat menjadi netral. Sampel yang telah netral, dioven selama 24 jam dengan suhu 60oC. Kemudian sampel dilakukan proses pemutihan, dimana sampel

direndam dengan larutan H2O2dengan perbandingan 1:4 b/v selama 3 jam dalam temperatur ruangan dan setiap 15 menit diaduk. Kemudian sampel dinetralkan dandilakukan analisis kuantitatif kadar lignin dan α-selulosa menggunakan uji SNI 0444:2009 (Sampel A). Separuh dari sampel yang telah dilakukan proses


(53)

34

pemutihan pertama, dilanjutkan dengan proses pemutihan kedua, dimana sampel direndam dengan larutan H2O2dengan perbandingan 1:4 b/v selama 3 jam dalam temperatur ruangan dan setiap 15 menit diaduk. Kemudian sampel dinetralkan dandilakukan analisis kuantitatif kadar lignin dan α-selulosa menggunakan uji SNI 0444:2009 (Sampel B).

Sebanyak 75 gram serat TKS dimasukkan ke dalam gelas beaker, kemudian ditambahkan 1 L campuran HNO33,5% dan 10 mg NaNO2, dipanaskan di atas

hot platepada suhu 90oC selama 2 jam. Setelah itu disaring dan ampas dicuci hingga filtrat netral. Selanjutnya di refluks dengan 750 ml larutan yang

mengandung NaOH 2% dan Na2SO32% pada suhu 50oC selama 1 jam. Kemudian disaring dan ampas dicuci sampai netral. Selanjutnya dilakukan pemutihan dengan 250 ml larutan NaOCl 1,75% pada temperatur mendidih selama 0,5 jam. Kemudian disaring dan ampas dicuci sampai pH filtrat netral. Setelah itu dilakukan pemurnian α-selulosa dari sampel dengan 500 ml larutan NaOH 17,5% pada suhu 80oC selama 0,5 jam. Kemudian disaring, dicuci hingga filtrat netral. Dilanjutkan pemutihan dengan H2O210% pada suhu 60oC dalam oven selama 1 jam. Kemudian disimpan dalam desikator (Sampel C). selain itu, digunakan kapas komersial sebagai pembanding (Sampel D).

c. Penentuan Kadar α-selulosa menggunakan metode uji SNI 0444:2009 dan Kadar lignin menggunakan Metode SNI 0492:2008.


(54)

35

dalam gelas piala tinggi 300 mL dan tambahkan 75 mL larutan natrium hidroksida 17,5%, sebelumnya sesuaikan dulu pada suhu 25oC ± 0,2oC. Catat waktu pada saat larutan natrium hidroksida ditambahkan. Aduk pulp dengan alat sampai terdispersi sempurna. Hindari terjadinya gelembung udara dalam suspensi pulp selama proses pengadukan. Ketika pulp telah terdispersi, angkat pengaduk dan bersihkan pulp yang menempel pada ujung batang pengaduk.

Cuci pengaduk dengan 25 mL larutan natrium hidroksida 17,5%, tambahkan ke dalam gelas piala, sehingga total larutan yang ditambahkan ke dalam pulp adalah 100 mL. Aduk suspensi pulp dengan batang pengaduk dan simpan dalam

penangas 25oC ± 0,2oC. Setelah 30 menit dari penambahan pertama larutan natrium hidroksida, tambahkan 100mL akuades suhu 25oC ± 0,2oC pada suspensi pulp dan aduk segera dengan batang pengaduk. Simpan gelas piala dalam

penangas untuk 30 menit berikutnya sehingga total waktu ekstraksi seluruhnya sekitar 60 menit ± 5 menit. Setelah 60 menit, aduk suspensi dengan batang pengaduk dan tuangkan ke dalam corong masir.

Buang 10 mL sampai 20 mL filtrat pertama, kemudian kumpulkan filtrat sekitar 100 mL dalam labu yang kering dan bersih. Pulp jangan dibilas atau dicuci dengan akuades dan jaga agar tidak ada gelembung yang melewati pulp pada saat menyaring. Pipet filtrat 25 mL dan 10 mL larutan kalium dikromat 0,5 N ke dalam labu 250 mL. Tambahkan dengan hati-hati 50 mL asam sulfat pekat

dengan menggoyang labu. Biarkan larutan tetap panas selama 15 menit, panaskan pada suhu 125oC sampai 135oC kemudian tambahkan 50 mL aquades dan


(55)

36

Tambahkan 2 tetes sampai 4 tetes indikator ferroin dan titrasi dengan larutan ferro ammonium sulfat 0,1 N sampai berwarna ungu. Pada kelarutan pulp tinggi

(kandungan selulosa alfa rendah), titrasi balik dikromat kurang dari 10 mL, volume filtrat dikurangi menjadi 10 mL dan penambahan asam sulfat menjadi 30 mL. Lakukan titrasi blanko dengan mengganti filtrat pulp dengan 12,5 mL larutan natrium hidroksida 17,5% dan 12,5 mL akuades. Hasil analisis dibandingkan antara sampel A, B, C, dan D sehingga dapat ditentukan keadaan yang paling optimum menggunakan rumus berikut:

Dimana:

X =α-selulosa, dinyatakan dalam persen (%);

V1 = volume titrasi blanko, dinyatakan dalam mililiter (mL);

V2 = adalah volume titrasi filtrat pulp, dinyatakan dalam mililiter (mL); N = adalah normalitas larutan ferro ammonium sulfat;

A = adalah volume filtrat pulp yang dianalisa, dinyatakan dalam mililiter (mL); W = berat kering oven contoh uji pulp, dinyatakan dalam gram (g).

Untuk menentukan kadar lignin menggunakan metode SNI 0492:2008, dimana 1 gram sampel dimasukkan ke dalam labu bundar. Kemudian ditambah 15 mL H2SO472%, ditutup dengan penutup kaca serta diaduk selama 2-3 menit dan direndam didalam bak perendam suhu 20oC selama 2 jam. Campuran tersebut ditambah akuades sebanyak 560 mL dan dididihkan dengan refluks selama 4 jam. Setelah itu campuran tersebut didiamkan selama 24jam sampai lignin mengendap


(56)

37

sempurna. Kemudian endapan lignin dicuci dan disaring menggunakan kertas saring yang telah diketahui bobotnya. Endapan lignin tersebut di oven pada suhu 100oC dan ditimbang. Untuk mengetahui bobot ligninnya digunakan rumus:

Dimana:

A = Endapan Lignin (gram) B = Berat Sampel (gram)

d. Pembuatan Selulosa Asetat dari α-Selulosa

Masing-masing sampel A, B, C dan D sebanyak 4 gram dimasukan ke dalam labu bundar dengan sisi alas yang datar , lalu 100 ml asam asetat glacial ditambahkan kedalam labu tersebut dan distirrerselama 3 jam. Kemudian ditambahkan asam asetat anhidrat (reaktan) sebanyak 30 ml dan katalis asam sulfat pekat sebanyak 6 tetes, dengan suhu 25oC selama 2,5 jam. Setelah itu ditambahkan akuades

sebanyak 4 ml dan asam asetat glasial sebanyak 10 ml ditambahkan kedalam larutan, reaksi ini berlangsung selama 30 menit. Lalu ditambahkan sodium asetat sebanyak 2 gram ke dalam larutan dan ditunggu proses selama 5 menit.

Kemudian dicuci dengan air untuk membuang bau asam asetat, setelah itu direndam dalam metanol selama 10 menit. Kemudian disaring dan dikeringkan dalam oven pada suhu 50oC serta digerus dengan mortar.

e. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif pada Selulosa Asetat

Pada analisis kuantitatif dilakukan uji kadar asetil, dan derajat subtitusi (DS). Untuk menguji kadar asetil, masing-masing 1 gram serbuk selulosa asetat A, B, C


(57)

38

dan D dimasukkan kedalam Erlenmeyer dan dicampurkan dengan 40 mL etanol 75%. Campuran tersebut dipanaskan dalam penangas suhu 55oC selama 30 menit. Kemudian campuran tersebut ditambahkan 40 mL NaOH 0,5N dan dipanaskan pada penangas suhu 55oC selama 15 menit. Campuran tersebut ditutup dengan

alumunium foildan dibiarkan selama 72 jam. Setelah 72 jam, campuran di

tambah 2 tetes indikator pp dan dititrasi dengan HCl 0,5N (dicatat banyaknya HCl yang digunakan untuk titrasi tiap sampel), campuran ditutup kembali dengan

alumunium foildan didiamkan selama 24 jam. Kemudian campuran ditambahkan 2 tetes indikator pp dan dititrasi dengan NaOH 0,5N (dicatat banyaknya NaOH yang digunakan untuk titrasi tiap sampel). Dilakukan perhitungan dengan rumus:

X = [(D-C)Na + (A-B)Nb] x (F/W) Dimana,

X = Kadar Asetil (%)

A = Volume NaOH yang diperlukan untuk titrasi sampel (mL) B = Volume NaOH yang diperlukan untuk titrasi blangko (mL) C = Volume HCl yang diperlukan untuk titrasi sampel (mL) D = Volume HCl yang diperlukan untuk titrasi blangko (mL) Na = Normalitas HCl

Nb = Normalitas NaOH

F = 4,305

W = Berat Sampel

Selain itu, analisa derajat subtitusi juga dilakukan sebagai nilai jumlah selulosa asetat yang diidentifikasi dengan menggunakan rumus (Lumban, 2013):

Sedangkan pada analisis kualitatif, digunakan Spektroskopi IR, SEM,Melting Point, dan analisis TG/DT.


(58)

59

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Adapun simpulan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Hasiloptimum untuk mendapatkan α-selulosa dan selulosa asetat terdapat pada sampel C, ditunjukkan dengan perolehan kadar α-selulosa sebesar 97,04%, kadar lignin 0,169%, kadar asetil 38,745%, derajat subtitusi 2,6, titik leleh 170oC, pada analisa FT-IR terdapat serapan pada panjang gelombang 1760-1720 cm-1yang mengindikasikan adanya gugus asetil yang mensubtitusi gugus hidroksil, analisa SEM yang menunjukkan kerapatan yang menyerupai

pembanding, serta analisa TG menunjukkan degradasi selulosa asetat pada suhu 350oC.

2. Semakin banyak pengulangan pada prosesbleaching, maka semakin tinggi kadar α-selulosa yang didapatkan.

B. Saran


(59)

59

1. Dilakukan pengulangan pemutihan sampai didapatkan kadar yang paling optimum.

2. Pada proses pemutihan sampel A dan B, larutan hidrogen peroksida diganti dengan natrium hipoklorit karena dapat memecah ikatan eter pada lignin lebih optimum.

3. Pada proses pembuatan selulosa asetat, sebaiknya waktu asetilasi dilakukan dengan rentang waktu yang lebih lama agar dapat lebih optimal mensubtitusi gugus hidroksil pada α-selulosa menjadi gugus asetil.


(60)

59

DAFTAR PUSTAKA

Aryafatta. 2008.Mengolah Limbah Sawit Jadi Bioetanol.

http://Aryafatta.com/2008/06/01/ mengolah-limbah-sawit-jadi-bioetanol.html. Diakses pada 20 Februari 2014.

Aulia, Fenny., Marpongahtun., Saharman Gea. 2013.Studi Penyediaan

Nanokristal Selulosa Tandan Kosong Sawit (TKS). Jurnal Saintia Kimia. FMIPA USU Medan.

Badan Pusat Statistik. 2009.Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia: Impor. Jakarta.

Badan Standarisasi Nasional. 2009.Pulp Cara Uji Kadar Selulosa Alfa, Beta dan Gamma. SNI 0444: 2009.

Chanzy, Henri. 2002.Crystal Structure and Hydrogen-Bonding System in

Cellulose Iβ from Synchrotron X-ray and Neutron Fiber Diffraction. J. Am. Chem. Soc.

Darnoko, Z. Poeloengan dan I. Anas. 1993.Pembuatan Pupuk Organik dari Tandan Kosong Kelapa Sawit. Buletin Penelitian Kelapa Sawit, 2 , 89-99. Datta, S.K. 1981.Principle and Practices of Rice Production. John Wiley & Sons.

New York.

Direktorat Jenderal Produksi Perkebunan. 2006.Statistic perkebunan Indonesia Kelapa Sawit (Oil Palm) 362 hal. Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan. Departemen Pertanian. Jakarta.

Dirga, Rizky Putera. 2012.Ekstraksi Serat Selulosa Dari Tanaman Enceng Gondok (Eichornia Crassipes) Dengan Variasi Pelarut. Skripsi UI. Jakarta. Ditjenbun. 2012.Statistik Perkebunan Sawit. Kementerian Pertanian . Jakarta. Dwi, Winarto. 2013.Spektroskopi Inframerah. http://

ilmukimia.org201307spektroskopi-inframerah-ir.html. Diakses pada 29 Maret 2014.


(61)

60

Ermer, J. dan Miller, J.H., 2010,Method Validation in Pharmaceutical Analysis.

32. Willey VCH. Germany.

Fauzi, Y. 2008. Kelapa sawit Budi Daya Pemanfaatan Hasil & Limbah Analisis Usaha & Pemasaran. Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Feng, W., Bai, X.D.; Lian, Y.Q., Liang, J., Wang, X.G. dan Yoshino, K. 2003.

Well Aligned Polyaniline/Carbon Nanotube Composite Films Grown by in-Situ Aniline Polymerization, Carbon. 41: 15511557.

Fengel, D. dan G.Wegener.1995.Kayu, Kimia, Ultrastruktur,. Reaksi-reaksi. edisi 1, Gajah Mada Press. Yogyakarta.

Fuadi, A.M., Wahyudi, B.S., dan Rochmadi, Suryo, P. 2007. Pengaruh Waktu dan Suhu Pada Pemutihan Pulp Dengan Hidrogen Peroksida Proses Kimia Ramah Lingkungan. ISSN 1410-9891.

Harahap, Mahyuni, Thamrin, dan Saharman Gea. 2012.Pembuatan Selulosa

Asetat Dari α-Selulosa Yang Diisolasi Dari Tandan Kosong Kelapa Sawit. Jurnal FMIPA USU.

Harrisonet al. 2011.Melting Point untuk Selulosa Asetat. http:// google.com/ melting point selulosa asetat PDF. Diakses pada 24 Maret 2014.

Heuser, E.,1948, Industrial and Engineering Chemistry (IEC), vol. 40, 1500.

Hidajati, Nurul. 2006.Pengolahan Tongkol Jagung Sebagai Bahan Pembuatan Furfural. Jurnal Ilmu Dasar, 2006: 45-53.

Jalaluddin, Samsul R. 2005.Pembuatan Pulp Dari Jerami Padi Dengan

Menggunakan Natrium Hidroksida. Jurnal Sistem Teknik Industri. Vol.6 No.5: 53-56.

Kirk dan Othmer.1978 .Encyclopedia of Chemichal Technology, Third edition.

John Wiley and Sons,INC. New York.

Lumban, Roganda M. 2013.Pembuatan Selulosa Asetat dari α-Selulosa Tandan

Kosong Kelapa Sawit. Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 2, No. 3. Maga. Y.A. 1987.Smoke in Food Processing. CSRC Press. Inc. Boca Raton.

Florida.

Mahboeb. 2013.DTA/TGA (Differential Thermal Analysis).

http//mahboeb.net/DTA-TGA.html. Diakses Pada 28 September 2014. Mc.Ketta, J.J., dan Cunningham W.A.1977.Encyclopedia of Chemical Processing


(62)

61

Mei, Milly Li Loo., Rokiah Hashim., dan Cheu Peng Leh. 2012.Recycling Of Valueless Paper Dust To A Low Grade Celullose Acetate: Effect Of Pretreatments On Acetylation. BioResources 7(1),1068-1083. Mufthi M. 2009.Metode Analisis Termal. http://banemo.

wordpress.com/2009/12/27/metode-analisis-termal.html. Diakeses Pada Tanggal 7 Oktober 2014.

Mohomed, Kadine. 2005.Thermogravimetric Analysis Theory, Operation, Calibration, and Data Interpretation.Thermal Application Chemist, TA Instrument.

Misdawati. 2005.Sintesis Selulosa Kaproat Melalui Reaksi Interesterifikasi Antara Selulosa Asetat Dengan Metil Kaproat. Jurnal Sains Kimia, 9:38-45. Nuringtyas, T.R. 2010 .Karbohidrat. Gajah Mada University. Yogyakarta.

Ott, J.S. 1989.The Organizational Culture Perspective. Dorsey Press. Chicago. Rachmawaty, Richa., Metty Meriyani., Ir. Slamet Priyanto,M.S. 2013. Sintesis

Selulosa Diasetat Dari Enceng Gondok (Eichhornia crassipes) Dan Potensinya Untuk Pembuatan Membran. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, Vol. 2, No. 3, Halaman 8-16.

Rodiansono. 2013.Activity Test and Regeneration of NiMo/Z Catalyst for Hydrocracking of Plastic Waste Fraction to Gasoline Fraction. Indo.J.Chem. 5 (3) 283-289.

Rowell. R. M. 2005.Chemical modification of wood, Chapter 14. In: Handbook of Wood Composites. R.M.Rowell, ed. Taylor and Francis, Boca Raton, FL.

Pp. 381-420.

S. Kalpakjian, Steven R. Schmid. 2001.Manufacturing Engineering and Technology Fourth Edition. Pearson Education Inc. New Jersey.

Said, E.Gumbira. 1996.Penanganan dan Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit, Cetakan Pertama. Trubus Agri widya. Bogor.

Safriani. 2000.Production of Cellulose Acetate Biopolymer from Nata De Soya. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Solechudin dan Wibisono. 2002.Buku kerja praktek. PT Kertas Lecces Persero, Probolinggo.

Sri, Bandiyah. 2012.Spektrofotometer IR.

http://bandiyahsriaprillia-fst09.web.unair.ac.idartikel_detail-48339-Umum-Spektrofotometer-IR.html. Diakses pada 29 Maret 2014.


(63)

62

Stevens, M. P. 2001.Kimia Polimer. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.

Suharyana. 2012.Dasar-Dasar dan Pemanfaatan Metode Difraksi Sinar-X. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Sumada, K., Tamara, P.E. dan Alqani, F. 2011.Kajian Proses Isolasi α-Selulosa

dari Limbah Batang Tanaman Manihot Esculenta Crantz yang Efisien. Jurnal Teknik Kimia., 5:434-438.

Suparjo. 2008.Degradasi Lignoselulosa Oleh Kapang Pelapuk Putih.

http//jajjo66.wordpress/degrasi-lignoselulosa.html. Diakses Pada Tanggal 6 Oktober 2014.

Suryanayana, C. 1998.X-Ray Diffraction : A Partical Approach.Plennum Press. New York.

Susanti. 2003.Effect of anhydrous Acetate Ratio and Time Acetylation against Characteristics of Cellulose Acetate on the Production Process of Cellulose Acetate Membranes. Jurusan Kimia, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Suyati. 2008.Pembuatan Selulosa Asetat dari Limbah Serbuk Gergaji Kayu dan

Identifikasinya. Tesis Magister Pengajaran ITB. Bandung.

Syafwina, Y. Honda, T. Watanabe, dan M. Kuwahara. 2002.Pretreatment of oil palm empty fruit bunch by white-rot fungi for enzymatic saccarifi cation. Wood Research, 89: 1920.

Trisnawati, Mila. 2006.Isolasi dan Identifikasi Senyawa Toksik Spons Dari Perairan Giri Sukit Lombok. Skripsi Universitas Udayana. Bukit Jimbaran. Widyawati, N. 2012.Analisa Pengaruh Heating Rate Terhadap Tingkat Kristal

dan Ukuran Butir Lapisan BZT yang Ditumbuhkan dengan Metode Sol Gel. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Winarno, F.G., S. Fardiaz, dan D. Fardiaz. 1980.Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia. Jakarta.

Yamakawa, O and M. Yashimoto. 2003.Sweetpotato as food material with physiological functions. Acta Horticulture 583:179-185.

Ziemmermann, B. 2010.Thermal Analysis Of Paracetamol Polymorphs by FT-IR Spectroscopies. Jurnal Pharm, BioMed Analysis. 54,295-302.

Zulfansyah. 1998.Pembuatan Pulp dari Tandan Kosong Sawit dengan Proses Asetat. Seminar nasional: Fundamental dan Aplikasi Teknik kimia. Surabaya.


(1)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Adapun simpulan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Hasiloptimum untuk mendapatkan α-selulosa dan selulosa asetat terdapat pada sampel C, ditunjukkan dengan perolehan kadar α-selulosa sebesar 97,04%, kadar lignin 0,169%, kadar asetil 38,745%, derajat subtitusi 2,6, titik leleh 170oC, pada analisa FT-IR terdapat serapan pada panjang gelombang 1760-1720 cm-1yang mengindikasikan adanya gugus asetil yang mensubtitusi gugus hidroksil, analisa SEM yang menunjukkan kerapatan yang menyerupai

pembanding, serta analisa TG menunjukkan degradasi selulosa asetat pada suhu 350oC.

2. Semakin banyak pengulangan pada prosesbleaching, maka semakin tinggi kadar α-selulosa yang didapatkan.

B. Saran


(2)

2. Pada proses pemutihan sampel A dan B, larutan hidrogen peroksida diganti dengan natrium hipoklorit karena dapat memecah ikatan eter pada lignin lebih optimum.

3. Pada proses pembuatan selulosa asetat, sebaiknya waktu asetilasi dilakukan dengan rentang waktu yang lebih lama agar dapat lebih optimal mensubtitusi gugus hidroksil pada α-selulosa menjadi gugus asetil.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Aryafatta. 2008.Mengolah Limbah Sawit Jadi Bioetanol.

http://Aryafatta.com/2008/06/01/ mengolah-limbah-sawit-jadi-bioetanol.html. Diakses pada 20 Februari 2014.

Aulia, Fenny., Marpongahtun., Saharman Gea. 2013.Studi Penyediaan

Nanokristal Selulosa Tandan Kosong Sawit (TKS). Jurnal Saintia Kimia. FMIPA USU Medan.

Badan Pusat Statistik. 2009.Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia: Impor. Jakarta.

Badan Standarisasi Nasional. 2009.Pulp Cara Uji Kadar Selulosa Alfa, Beta dan Gamma. SNI 0444: 2009.

Chanzy, Henri. 2002.Crystal Structure and Hydrogen-Bonding System in

Cellulose Iβ from Synchrotron X-ray and Neutron Fiber Diffraction. J. Am. Chem. Soc.

Darnoko, Z. Poeloengan dan I. Anas. 1993.Pembuatan Pupuk Organik dari Tandan Kosong Kelapa Sawit. Buletin Penelitian Kelapa Sawit, 2 , 89-99. Datta, S.K. 1981.Principle and Practices of Rice Production. John Wiley & Sons.

New York.

Direktorat Jenderal Produksi Perkebunan. 2006.Statistic perkebunan Indonesia Kelapa Sawit (Oil Palm) 362 hal. Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan. Departemen Pertanian. Jakarta.

Dirga, Rizky Putera. 2012.Ekstraksi Serat Selulosa Dari Tanaman Enceng Gondok (Eichornia Crassipes) Dengan Variasi Pelarut. Skripsi UI. Jakarta. Ditjenbun. 2012.Statistik Perkebunan Sawit. Kementerian Pertanian . Jakarta. Dwi, Winarto. 2013.Spektroskopi Inframerah. http://

ilmukimia.org201307spektroskopi-inframerah-ir.html. Diakses pada 29 Maret 2014.


(4)

Usaha & Pemasaran. Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Feng, W., Bai, X.D.; Lian, Y.Q., Liang, J., Wang, X.G. dan Yoshino, K. 2003. Well Aligned Polyaniline/Carbon Nanotube Composite Films Grown by in-Situ Aniline Polymerization, Carbon. 41: 15511557.

Fengel, D. dan G.Wegener.1995.Kayu, Kimia, Ultrastruktur,. Reaksi-reaksi. edisi 1, Gajah Mada Press. Yogyakarta.

Fuadi, A.M., Wahyudi, B.S., dan Rochmadi, Suryo, P. 2007. Pengaruh Waktu dan Suhu Pada Pemutihan Pulp Dengan Hidrogen Peroksida Proses Kimia Ramah Lingkungan. ISSN 1410-9891.

Harahap, Mahyuni, Thamrin, dan Saharman Gea. 2012.Pembuatan Selulosa Asetat Dari α-Selulosa Yang Diisolasi Dari Tandan Kosong Kelapa Sawit. Jurnal FMIPA USU.

Harrisonet al. 2011.Melting Point untuk Selulosa Asetat. http:// google.com/ melting point selulosa asetat PDF. Diakses pada 24 Maret 2014.

Heuser, E.,1948, Industrial and Engineering Chemistry (IEC), vol. 40, 1500. Hidajati, Nurul. 2006.Pengolahan Tongkol Jagung Sebagai Bahan Pembuatan

Furfural. Jurnal Ilmu Dasar, 2006: 45-53.

Jalaluddin, Samsul R. 2005.Pembuatan Pulp Dari Jerami Padi Dengan

Menggunakan Natrium Hidroksida. Jurnal Sistem Teknik Industri. Vol.6 No.5: 53-56.

Kirk dan Othmer.1978 .Encyclopedia of Chemichal Technology, Third edition. John Wiley and Sons,INC. New York.

Lumban, Roganda M. 2013.Pembuatan Selulosa Asetat dari α-Selulosa Tandan Kosong Kelapa Sawit. Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 2, No. 3.

Maga. Y.A. 1987.Smoke in Food Processing. CSRC Press. Inc. Boca Raton. Florida.

Mahboeb. 2013.DTA/TGA (Differential Thermal Analysis).

http//mahboeb.net/DTA-TGA.html. Diakses Pada 28 September 2014. Mc.Ketta, J.J., dan Cunningham W.A.1977.Encyclopedia of Chemical Processing


(5)

Mei, Milly Li Loo., Rokiah Hashim., dan Cheu Peng Leh. 2012.Recycling Of Valueless Paper Dust To A Low Grade Celullose Acetate: Effect Of Pretreatments On Acetylation. BioResources 7(1),1068-1083. Mufthi M. 2009.Metode Analisis Termal. http://banemo.

wordpress.com/2009/12/27/metode-analisis-termal.html. Diakeses Pada Tanggal 7 Oktober 2014.

Mohomed, Kadine. 2005.Thermogravimetric Analysis Theory, Operation, Calibration, and Data Interpretation.Thermal Application Chemist, TA Instrument.

Misdawati. 2005.Sintesis Selulosa Kaproat Melalui Reaksi Interesterifikasi Antara Selulosa Asetat Dengan Metil Kaproat. Jurnal Sains Kimia, 9:38-45. Nuringtyas, T.R. 2010 .Karbohidrat. Gajah Mada University. Yogyakarta.

Ott, J.S. 1989.The Organizational Culture Perspective. Dorsey Press. Chicago. Rachmawaty, Richa., Metty Meriyani., Ir. Slamet Priyanto,M.S. 2013. Sintesis

Selulosa Diasetat Dari Enceng Gondok (Eichhornia crassipes) Dan Potensinya Untuk Pembuatan Membran. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, Vol. 2, No. 3, Halaman 8-16.

Rodiansono. 2013.Activity Test and Regeneration of NiMo/Z Catalyst for Hydrocracking of Plastic Waste Fraction to Gasoline Fraction. Indo.J.Chem. 5 (3) 283-289.

Rowell. R. M. 2005.Chemical modification of wood, Chapter 14. In: Handbook of Wood Composites. R.M.Rowell, ed. Taylor and Francis, Boca Raton, FL. Pp. 381-420.

S. Kalpakjian, Steven R. Schmid. 2001.Manufacturing Engineering and Technology Fourth Edition. Pearson Education Inc. New Jersey.

Said, E.Gumbira. 1996.Penanganan dan Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit, Cetakan Pertama. Trubus Agri widya. Bogor.

Safriani. 2000.Production of Cellulose Acetate Biopolymer from Nata De Soya. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Solechudin dan Wibisono. 2002.Buku kerja praktek. PT Kertas Lecces Persero, Probolinggo.

Sri, Bandiyah. 2012.Spektrofotometer IR.

http://bandiyahsriaprillia-fst09.web.unair.ac.idartikel_detail-48339-Umum-Spektrofotometer-IR.html. Diakses pada 29 Maret 2014.


(6)

Sumada, K., Tamara, P.E. dan Alqani, F. 2011.Kajian Proses Isolasi α-Selulosa dari Limbah Batang Tanaman Manihot Esculenta Crantz yang Efisien. Jurnal Teknik Kimia., 5:434-438.

Suparjo. 2008.Degradasi Lignoselulosa Oleh Kapang Pelapuk Putih.

http//jajjo66.wordpress/degrasi-lignoselulosa.html. Diakses Pada Tanggal 6 Oktober 2014.

Suryanayana, C. 1998.X-Ray Diffraction : A Partical Approach.Plennum Press. New York.

Susanti. 2003.Effect of anhydrous Acetate Ratio and Time Acetylation against Characteristics of Cellulose Acetate on the Production Process of Cellulose Acetate Membranes. Jurusan Kimia, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Suyati. 2008.Pembuatan Selulosa Asetat dari Limbah Serbuk Gergaji Kayu dan

Identifikasinya. Tesis Magister Pengajaran ITB. Bandung.

Syafwina, Y. Honda, T. Watanabe, dan M. Kuwahara. 2002.Pretreatment of oil palm empty fruit bunch by white-rot fungi for enzymatic saccarifi cation. Wood Research, 89: 1920.

Trisnawati, Mila. 2006.Isolasi dan Identifikasi Senyawa Toksik Spons Dari Perairan Giri Sukit Lombok. Skripsi Universitas Udayana. Bukit Jimbaran. Widyawati, N. 2012.Analisa Pengaruh Heating Rate Terhadap Tingkat Kristal

dan Ukuran Butir Lapisan BZT yang Ditumbuhkan dengan Metode Sol Gel. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Winarno, F.G., S. Fardiaz, dan D. Fardiaz. 1980.Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia. Jakarta.

Yamakawa, O and M. Yashimoto. 2003.Sweetpotato as food material with physiological functions. Acta Horticulture 583:179-185.

Ziemmermann, B. 2010.Thermal Analysis Of Paracetamol Polymorphs by FT-IR Spectroscopies. Jurnal Pharm, BioMed Analysis. 54,295-302.

Zulfansyah. 1998.Pembuatan Pulp dari Tandan Kosong Sawit dengan Proses Asetat. Seminar nasional: Fundamental dan Aplikasi Teknik kimia. Surabaya.