Analisis Hubungan Perilaku Wirausaha terhadap Kinerja Usaha Pengrajin Tempe Kabupaten Grobogan

ANALISIS HUBUNGAN PERILAKU WIRAUSAHA
TERHADAP KINERJA USAHA PENGRAJIN TEMPE
KABUPATEN GROBOGAN

M. FADHOLI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Hubungan
Perilaku Wirausaha terhadap Kinerja Usaha Pengrajin Tempe Kabupaten
Grobogan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
M. Fadholi
NIM H34100125

ABSTRAK
M. FADHOLI. Analisis Hubungan Perilaku Wirausaha terhadap Kinerja Usaha
Pengrajin Tempe Kabupaten Grobogan. Dibimbing oleh BURHANUDDIN.
Tempe merupakan salah satu produk pengembangan hasil pertanian
komoditas kedelai yang ikut berperan dalam meningkatkan pendapatan
masyarakat khususnya di Kabupaten Grobogan. Penelitian ini dilakukan untuk
menganalisis hubungan perilaku wirausaha yang terdiri dari pengetahuan
wirausaha, sikap wirausaha, dan keterampilan wirausaha terhadap kinerja usaha
pengrajin tempe di Kabupaten Grobogan. Alat analisis yang digunakan adalah
Analisis korelasi Person. Hasil analisis menunjukkan bahwa pengetahuan
wirausaha, sikap wirausaha, keterampilan wirausaha berkorelasi kuat secara
signifikan terhadap kinerja usaha baik dari aspek pertumbuhan usaha maupun dari
penerimaan usaha. Koefisien korelasi antara variabel perilaku terhadap kinerja
usaha dari aspek pertumbuhan usaha secara berturut-turut yaitu 0.453, 0.658, dan

0.590. koefisien korelasi antara perilaku usaha terhadap kinerja usaha dari aspek
penerimaan usaha adalah 0.449, 0.526, dan 0.528. Hal ini berarti ketika
pengetahuan wirausaha, sikap wirausaha, dan keterampilan wirausaha meningkat
maka kinerja usaha akan meningkat.
Kata kunci : Grobogan, kinerja usaha, korelasi, perilaku wirausaha, tempe

ABSTRACT
M. FADHOLI. Correlation Analysis of Entrepreneurial Behavior and Succes of
Tempeh Entrepreneur in Grobogan. Supervised by BURHANUDDIN.
Tempeh is one of the products of soybean agricultural development that
contributes to improving the income of the people, especially in Grobogan. This
study was conducted to analyze the effect of entrepreneurial behavior which
consists of knowledge entrepreneurship, entrepreneurial attitude, and
entrepreneurial skills to the performance of the business in the craftsmen tempeh
Grobogan. The analysis tool used is descriptive analysis and Pearson correlation
analysis. The results of correlation analysis showed that knowledge of
entrepreneurship, entrepreneurial attitudes, and entrepreneurial skills correlated
significantly to the performance of the business. The correlation coefficient of
each variable on the performance of the business aspects of business growth are
0.453, 0.658, and 0.590. correlation coefficient between the behavior of the

business to business performance aspects of business receipts are 0.449, 0.526,
and 0.528. This means that when knowledge of entrepreneurship, entrepreneurial
attitude and entrepreneurial skills increases, the performance of the business will
increase.
Keywords: Business
Grobogan, tempeh

performance,

correlation,

entrepreneurial

behavior,

ANALISIS HUBUNGAN PERILAKU WIRAUSAHA
TERHADAP KINERJA USAHA PENGRAJIN TEMPE
KABUPATEN GROBOGAN

M. FADHOLI


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Analisis Hubungan Perilaku Wirausaha terhadap Kinerja Usaha
Pengrajin Tempe Kabupaten Grobogan
Nama
: M. Fadholi
NIM
: H34100125


Disetujui oleh

Dr Ir Burhanuddin, MM
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Dwi Rachmina, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini ialah
kewirausahaan, dengan judul Analisis Hubungan Perilaku Wirausaha terhadap
Kinerja Usaha Pengrajin Tempe Kabupaten Grobogan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Burhanuddin, MM selaku

dosen pembimbing, teman-teman Agribisnis yang telah memberikan masukan,
serta seluruh keluarga besar CSS MoRA yang telah memberikan semangat kepada
penulis. Disamping itu ucapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan juga
kepada keluarga besar Pondok Pesantren Mahasiswa Al Ihya Dramaga yang telah
menemani serta menginspirasi penulis untuk semakin dewasa selama belajar di
IPB. Kepada teman-teman Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama IPB yang ikut
membantu penulis dalam menggali potensi diri. Kepada bapak Imam Syafii selaku
kepala Ditpontren pengelola beasiswa PBSB dari Kementrian Agama yang telah
mengusahakan beasiswa untuk penulis selama kuliah. Kepada Habib Johan Arif
sekeluarga yang telah memberikan nasehatnya kepada penulis agar berusaha
menjadi manusia yang lebih bermanfaat bagi yang lainnya. Kepada Bapak Yanefri
dan Bu Minarti serta keluarga besar P2SDM IPB yang telah membimbing penulis
untuk mengabdi selama pendampingan Posdaya. Ungkapan terima kasih juga
penulis sampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan
kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014
M. Fadholi


DAFTAR ISI
PRAKATA

iv

DAFTAR ISI

v

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Rancangan Penelitian
Populasi dan Sampel
Instrumen Pengukuran Peubah
Uji Validitas dan Reliabilitas
Pengumpulan Data
Metode Analisis Data
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Keadaan Geografis
Keadaan Demografis
Keadaan Ekonomi
Keadaan Pengrajin Tempe
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Pengrajin Tempe
Perilaku Wirausaha
Kinerja Usaha
Hubungan Perilaku Wirausaha terhadap Kinerja Usaha
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

1
1
4
5
5
5
5

7
7
13
14
14
14
15
16
17
17
18
19
19
19
20
21
22
22
26
28

30
35
35
36

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

37
40
46

DAFTAR TABEL
1 Jumlah penduduk miskin di Indonesia tahun 2009-2013
2 Produksi kedelai nasional tahun 2009-2013
3 Ciri-ciri wirausaha menurut Marbun
4 Kisi-kisi instrumen penelitian
5 Hasil uji reliabilitas kuesioner
6 Interpretasi keeratan nilai r
7 Perkembangan penduduk miskin di Kabupaten Grobogan tahun
2010-2012
8 Pertumbuhan PDRB Kabupaten Grobogan tahun 2010-2013
9 Produksi kedelai di Kabupaten Grobogan tahun 2009-2012
10 Distribusi pengrajin tempe berdasarkan umur
11 Distribusi pengrajin tempe berdasarkan jenis kelamin
12 Distribusi pengrajin tempe berdasarkan pendidikan formal
13 Distribusi pengrajin tempe berdasarkan lama melakukan usaha
14 Distribusi responden berdasarkan produksi per hari
15 Distribusi responden berdasarkan daerah pemasaran
16 Distribusi pengrajin tempe berdasarkan perilaku wirausha
17 Distribusi pengrajin berdasarkan pengetahuan, sikap, dan
keterampilan wirausaha
18 Distribusi pengrajin tempe berdasarkan tingkat pertumbuhan usaha
19 Distribusi pengrajin tempe berdasarkan penerimaan usaha per bulan
20 Hasil uji korelasi perilaku wirausaha terhadap kinerja usaha

1
3
8
16
17
18
20
20
21
23
23
24
24
25
26
26
28
29
30
31

DAFTAR GAMBAR
1
2

Unsur perilaku manusia
Kerangka pemikiran operasional

9
15

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Hasil uji Reliabilitas Kuesioner
Hasil output uji korelasi pearson perilaku wirausaha terhadap kinerja
usaha
Hasil uji kenormalan
Dokumentasi penelitian

41
43
44
45

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam melimpah baik
di sektor darat maupun laut. Sebagai negara agraris, pertanian merupakan salah
satu tumpuan kehidupan bagi mayoritas masyarakat Indonesia. Tanah yang subur
menjadikan Indonesia berpotensi besar untuk bisa mengembangkan sektor
pertanian tersebut. Melalui kekayaan tersebut seharusnya Indonesia mampu
menjadikan rakyatnya lebih sejahtera. Namun yang terjadi selama ini potensi
tersebut belum termanfaatkan secara maksimal. Sektor pertanian primer Indonesia
belum bisa diharapkan sepenuhnya sebagai sektor pembangunan negara.
Akibatnya masih banyak penduduk Indonesia yang berada dalam garis
kemiskinan. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk miskin
Indonesia pada September tahun 2012 tercatat sebesar 11.66% atau sebanyak
28.59 juta jiwa (Tabel 1). Meskipun setiap tahun mengalami penurunan namun
jumlah tersebut masih jauh dari cerminan kesejahteraan masyarakatnya. Hal ini
harus segera diatasi mengingat potensi yang dimiliki begitu besar.
Tabel 1 Jumlah penduduk miskin di Indonesia tahun 2009-2013
Tahun
2009
2010
2011
2012
2013

Jumlah Penduduk Miskin
(Juta Orang)
Kota
Desa
Kota+Desa

Kota

Desa

11.91
11.10
10.95
10.51
10.33

10.72
9.87
9.09
8.60
8.39

17.35
16.56
15.59
14.70
14.32

20.62
19.93
18.94
18.09
17.74

32.53
31.02
29.89
28.59
28.07

Persentase Penduduk Miskin (%)
Kota+Desa
14.15
13.33
12.36
11.66
11.37

Sumber : BPS 2013

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa pada tahun 2013 masih terdapat
setidaknya 28.07 juta penduduk Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan.
Dari jumlah tersebut 17.78 juta adalah penduduk desa. Selain itu tingkat
pengangguran yang terjadi juga masih tinggi. Tercatat dalam BPS bahwa pada
Agustus tahun 2013 terdapat setidaknya 7.39 juta orang yang masih menganggur
dengan tingkat pengangguran terbuka sebesar 6.25 %. Sehingga perlu sebuah
upaya untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran tersebut.
Salah satu elemen yang turut berpengaruh dalam upaya pengentasan
kemiskinan adalah adanya wirausahawan-wirausahawan Indonesia. Melalui usaha
yang dijalankannya para wieausahawan tersebut mampu membantu pemenrintah
dalam menampung tenaga kerja yang ada sehingga pengangguran dapat berkurang.
Masyarakat yang bekerja pada pengusaha akan mendapatkan upah berupa gaji tiap
periode yang ditentukan. Gaji tersebutlah yang pada akhirnya membawa dampak
bagi penduduk untuk bisa membeli barang-barang dalam mencukupi
kebutuhannya sehari-hari. Hal ini berarti para wirausahawan tersebut sekaligus
mampu membantu dalam upaya pengentasan kemiskinan. Selain itu para

2
wirausahawan ini juga memiliki peran yang sangat besar terhadap kemajuan suatu
bangsa karena melalui tangan merekalah perekonomian bangsa dikendalikan.
Melalui kreativitas dan ide-ide inovatif mereka mampu mengubah sumberdaya
yang ada menjadi produk memiliki nilai tambah yang lebih tinggi. Sehingga
pendapatan negara njadi meningkat yang pada akhirnya berdampak pada
kesejahteraan masyarakat.
Wirausahawan ini tidak hanya mereka yang memiliki perusahaan besar, tapi
masyarakat yang memiliki usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) juga
memiliki peran yang besar. Sebagaimana yang pernah terjadi pada saat Indonesia
mengalami krisis pada tahun 1997-1998. Banyak perusahaan besar yang tumbang
terutama di sektor perbankan, properti, dan pabrik berbahan baku impor. Namun
pengusaha kecil dan menengah telah mampu menyelamatkan bangsa Indonesia
dari krisis tersebut. Pengusaha ini mampu bertahan karena memproduksi barang
dan jasa dengan bahan baku dalam negeri dan berorientasi ekspor, tenaga kerja
yang efisien, dan biaya tetap yang kecil (Suharyadi et al. 2007). Menurut
Kementrian Koperasi dan UKM pada tahun 2012 jumlah UMKM di Indonesia
menduduki pangsa sebesar 99.99 % atau sekitar 56.53 juta unit dari total usaha
yang ada sedangkan sisanya yang 0.01 % adalah yang sering kita sebut sebagai
usaha besar (UB). Dari segi penyerapan tenaga kerja UMKM juga merupakan
penyerap tenaga kerja sekitar 97% dari tenaga kerja yang ada sedangkan usaha
besar hanya menyerap 3% tenaga kerja yang ada. Begitu besarnya peran UMKM
dalam ekonomi bangsa maka seharusnya pemerintah lebih berpihak kepada
UMKM tersebut.
Salah satu bentuk UMKM yang ada di Indonesia adalah pengrajin tempe.
Melalui proses yang sederhana usaha ini banyak dilakukan oleh masyarakat
pedesaan yang berkembang secara turun temurun (Cahyadi 2009). Tercatat dalam
BPS terdapat 115 ribu unit usaha tahu dan tempe di seluruh Indonesia, yang
kebanyakan tersebar di Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Yogyakarta,
Lampung, Jakarta dan kota besar lainnya dengan skala produksi yang sangat
bervariasi satu sama lain. Konsumsi tempe sendiri di Indonesia telah mencapai 7.0
kilogram per kapita per tahun (Rovicky 2013). Hal ini tidak lain karena tempe
merupakan makanan berprotein tinggi dengan harga yang relatif lebih murah jika
dibanding sumber protein hewani seperti daging, telur, dan susu sehingga
permintaan di pasaran cukup tinggi.
Banyaknya pengrajin tempe yang ada di Indonesia tentu memerlukan
perhatian khusus agar keberlanjutan usaha dapat berjalan dengan baik. Salah
satunya berkaitan dengan ketersediaan bahan baku berupa kedelai. Produksi
kedelai nasional belum mampu memenuhi permintaan kedelai dalam negeri
sehingga diperlukan impor untuk memenuhinya. Data BPS menyebutkan bahwa
dalam setahun Indonesia hanya mampu memasok kedelai antara 780 ribu ton
hingga 974 ribu ton saja (Tabel 2). Padahal berdasarkan data Kementrian
Perdagangan tahun 2013 konsumsi kedelai di Indonesia dalam setahun mencapai
2.25 juta ton, padahal nasional mampu memasok kebutuhan kedelai hanya sekitar
780 ribu ton. Kekurangan pasokan sekitar 1.4 juta ton, ditutup dengan kedelai
impor dari Amerika Serikat (Nugrayasa 2013).

3
Tabel 2 Produksi kedelai nasional tahun 2009-2013
Tahun
2009
2010
2011
2012
2013

Luas Panen (Ha)
722791
660823
622254
567624
550797

Produktivitas (Ku/Ha)
13.48
13.73
13.68
14.85
14.16

Produksi(Ton)
974512
907031
851286
843153
780163

Sumber : BPS 2014

Ketergantungan Indonesia terhadap impor kedelai ikut mempengaruhi
pengusaha tempe dalam menjalankan usahanya. Hal ini dikarenakan dari sekian
banyak konsumsi kedelai nasional tersebut sekitar 60 persen diolah menjadi tempe.
Sebagaimana yang terjadi pada bulan Agustus 2013, harga kedelai impor
mencapai Rp 9000 per kilogram dari harga sebelumnya yang hanya Rp 8000 dan
terus naik hingga mencapai Rp 12000 per kilogram di berbagai daerah pada bulan
November 2013. Permasalahan mahalnya harga kedelai tersebut membuat para
pengrajin tahu dan tempe terancam menghentikan produksinya. Untuk tetap
bertahan, beberapa pengrajin melakukan berbagai strategi, misalnya dengan
memperkecil ukuran dan volume hingga mencapai 50% dari biasanya, menaikkan
harga jual, mengurangi produksi, dan menerapkan diversifikasi produk.
Kabupaten Grobogan merupakan kabupaten terluas kedua di Jawa Tengah
yang sampai sekarang masih menyandang predikat sebagai penghasil kedelai.
Data Litbang Jawa Tengah 2012 menunjukkan bahwa luas panen kedelai di
Kabupaten Grobogan mencapai 27 170 ha dengan produktivitas 2.39 ton/ha, serta
produksi total mencapai 65 755 ton. Produksi tersebut memberi kontribusi
43.15 % terhadap produksi kedelai regional Jawa Tengah, atau 7.72 % terhadap
produksi kedelai nasional (BPTP Jateng 2013).
Potensi besar tersebut menjadikan pengrajin tempe yang berada di
Kabupaten Grobogan memiliki keunggulan komparatif berupa ketersediaan bahan
baku. Dengan harga kedelai lokal yang relatif lebih murah dibanding kedelai
impor menjadi kekuatan bagi para pengrajin untuk bertahan ketika harga impor
terlalu tinggi serta dapat mengembangkan usahanya menjadi lebih besar dibanding
pengrajin tempe daerah lain yang tidak memiliki keunggulan komparatif .
Selain keunggulan komparatif banyak faktor lain yang juga mempengaruhi
perkembangan suatu usaha. Salah satunya adalah adanya faktor internal berupa
motivasi dan perilaku usaha dari pelaku usaha. Hal tersebut merupakan modal
awal untuk mengembangkan sebuah usaha maka kajian penelitian ini diarahkan
untuk mengetahui hubungan antara perilaku wirausaha terhadap kinerja usaha
yang dijalankan. Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat membantu
pemerintah khususnya di Kabupaten Grobogan untuk melakukan kebijakankebijakan yang sesuai untuk membantu mengembangkan usaha pengrajin tempe
yang ada di daerah tersebut.

4
Perumusan Masalah
Sektor pertanian merupakan sektor primer yang amat strategis bagi
Kabupaten Grobogan karena memberi kontribusi 43.6% dari Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Grobogan setiap tahun. Dengan demikian
pendapatan per kapita masyarakat Kabupaten Grobogan amat tergantung pada
kinerja sektor pertanian (Dinpertan 2013). Namun peningkatan produksi dalam
rangka mencapai swasembada pangan semata tentunya kurang menguntungkan,
hingga akhirnya perlu diperhatikan pula pengembangan hasil produksi pertanian
yang mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi.
Tempe yang merupakan salah satu produk pengembangan hasil pertanian
komoditas kedelai memiliki andil juga dalam meningkatkan pendapatan
masyarakat khususnya di Kabupaten Grobogan. usaha tempe terbukti mampu
membawa dampak bagi kesejahteraan masyarakat, sehingga terdapat perbedaan
yang cukup signifikan antara petani biasa dengan pengrajin tempe. Perbedaan
tersebut dapat terlihat jelas dari kepemilikikan investasi berupa rumah yang lebih
baik dan kehidupan yang terlihat lebih sejahtera. Sehingga perlu diketahui
karakteristik pengrajin tempe yang berada di Kabupaten Grobogan baik berupa
karakteristik individu ataupun usaha yang dimiliki.
Para pengrajin tempe yang ada di Kabupaten Grobogan tersebut termasuk
dalam pelaku usaha yang masih tetap eksis melakukan usahanya meskipun harga
kedelai sebagai bahan baku pembuatan tempe mengalami kenaikan. Bahkan
ketika penrajin tempe didaerah lain banyak yang gulung tikar karena mahalnya
kedelai justru mereka tetap mampu memenuhi permintaan konsumen dengan
harga yang tetap. Beberapa pengrajin menanggapinya dengan mengubah ukuran
tempe sedangkan yang lain mengubah harga tempe mereka, bahkan ada juga yang
mencampurnya menggunakan bahan tambahan alternatif.
Semangat yang telah dimilikinya pengrajin tempe di Kabupaten Grobogan
terbukti menjadikan mereka mampu menguasai pasar sampai di kabupaten/kota
sekitarnya seperti Pati, Demak, Semarang, Kudus, Blora, Sragen, dan Solo.
Bahkan tempe Grobogan pernah populer di kalangan masyarakat luar kota karena
rasa yang enak dan tahan lama. Hingga bermunculan di setiap produk tempe
dengan merek “Tempe Bersemi Grobogan” untuk menarik konsumen.
Keuletan yang dilakukan oleh pengrajin tempe di Kabupaten Grobogan
merupakan salah satu ciri perilaku dari seorang wirausaha yang dalam berbagai
penelitian dipengaruhi oleh karakteristik usaha dan individu pengrajin.
Karakteristik yang dimiliki pengrajin tentunya ikut berperan dalam membentuk
perilaku wirausahanya dan perilaku wirausaha tersebut diduga memiliki hubungan
dengan kinerja usaha yang dicapai oleh para pengrajin tempe sehingga dapat
bertahan dan mampu menguasai pasar di kota sekitarnya. Sehingga pada
penelitian ini dititikberatkan pada :
1. Bagaimana karakteristik pengrajin tempe di Kabupaten Grobogan?
2. Bagaimana perilaku wirausaha serta kinerja usaha yang dimiliki pengrajin
tempe di Kabupaten Grobogan?
3. Bagaimana hubungan antara perilaku wirausaha dengan kinerja usaha
pengrajin tempe di Kabupaten Grobogan?

5
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapat gambaran tentang
hubungan yang terjadi antara perilaku kewirausahaan dengan kinerja usaha.
Secara lebih rinci tujuan tersebut adalah untuk :
1. Mendeskripsikan karakteristik pengrajin tempe di Kabupaten Grobogan
2. Menjelaskan perilaku wirausaha dan kinerja usaha yang dimiliki pengrajin
tempe di Kabupaten Grobogan
3. Menganalisis hubungan antara perilaku wirausaha dengan kinerja usaha
pengrajin tempe di Kabupaten Grobogan

Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dengan adanya penelitian ini adalah :
1. Bagi mahasiswa
Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan untuk menambah
wawasan serta rujukan dalam mempelajari perilaku wirausaha pengrajin
tempe serta pengaruhnya terhadap keberhaslan usaha.
2. Bagi masyarakat umum
Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi pelajaran dan bahan masukan
bagi masyarakat yang ingin mengembangkan usahanya dengan pendekatan
perilaku wirausaha.
3. Bagi pemerintah
Penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan evaluasi terhadap segala
kebijakan yang telah dibuat ataupun yang akan dibuat untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat khususnya para pengrajin tempe melalui pelatihan
kewirausahaan.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dibatasi dalam cakupan analisis hubungan dari perilaku
wirausaha terhadap kinerja usaha pengrajin tempe di Kabupaten Grobogan.
Perilaku wirausaha yang diteliti meliputi pengetahuan wirausaha, sikap wirausaha,
dan keterampilan wirausaha. Selanjutnya untuk kinerja usaha yang diteliti
meliputi peningkatan jumlah pelanggan, kecenderungan loyalitas pelanggan,
perluasan pangsa pasar, dan peningkatan pendapatan. Kinerja usaha yang diteliti
tersebut kemudian dikelompokkan dalam dua kategori yaitu pertumbuhan usaha
dan penerimaan usaha. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis statistik deskriptif dan analisis korelasi Pearson.

TINJAUAN PUSTAKA
Pembahasan mengenai kewirausahaan khususnya perilaku wirausaha telah
banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Di antaranya adalah

6
penelitian yang dilakukan oleh Dirlanudin (2010) yang menyatakan bahwa kinerja
pengusaha kecil industri agro dipengaruhi secara nyata oleh perilaku wirausaha
dan keberdayaan. Dimana perhitungan menunjukkan perilaku wirausaha dan
keberdayaan berpengaruh langsung yang bernilai positif terhadap keberhasilan
usaha kecil industri agro masing-masing 0.35 dan 0.16 pada taraf nyata 0.05.
Dirlanudin menambahkan bahwa para pengusaha kecil industri agro relatif
memiliki sikap yang baik yaitu: (1) tanggap dalam merespon keluhan
pelanggannya, (2) luwes terhadap pesaing usaha yang sejenis, (3) luwes dalam
menghadapi pemasok bahan baku, (4) memilki komitmen dalam bisnis, (5)
berdisiplin, (6) dapat dipercaya dalam menjalankan bisnisnya, (7) tekun dalam
menjalankan usahanya, (8) punya kecenderungan untuk mengutamakan kualitas,
(9) berani mengambil resiko atas usaha industri agro yang ditekuninya, (10)
memiliki keyakinan akan kinerja dalam berusaha di bidang industri agro, (11)
mengutamakan tambahan modal atas hasil usahanya, dan (12) tidak mau
menggunakan modal usaha untuk kepentingan lain yang tidak produktif.
Selain itu hasil penelitian Hardian (2011) terhadap perilaku wirausaha
pedagang martabak manis kaki lima di Kota Bogor menyatakan bahwa
pengetahuan sebagian besar pedagang berada dalam kategori sangat tinggi,
sedangkan sikap berada pada kategori tinggi, keterampilan berada dalam kategori
rendah, dan perilaku wirausaha berada dalam kategori tinggi. Unsur-unsur
perilaku wirausaha yang dominan terhadap perilaku wirausaha pedagang adalah
pengetahuan dan sikap wirausaha pedagang martabak itu sendiri. Karakteristik
pedagang yang mempengaruhi perilaku wirausaha pedagang martabak manis
adalah jumlah tanggungan keluarga dan lama berdagang. Sehingga semakin
banyak tanggungan keluarga maka semakin tinggi perilaku wirausaha yang
dimiliki pedagang. Demikian halnya dengan lama berdagang, semakin lama
pedagang berdagang maka semakin tinggi perilaku wirausahanya.
Yuliandini (2000) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang
mempengaruhi perilaku kewirausahaan pedagang bakso sapi keliling di Kota
Bogor. Faktot-faktor tersebut diantaranya pendidikan, pengalaman usaha,
motivasi, dan lokasi usaha. Faktor tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap
perilaku kewirausahaan dengan nilai F = 35.24 pada taraf signifikasi 0.01. Satya
(2010) menyebutkan bahwa sikap dan norma subyektif bersama-sama
berpengaruh terhadap peningkatan intensi untuk menjadi wirausaha sukses.
Penelitian yang dilakukan oleh Warnaningsih (2011) menerangkan bahwa
sikap kewirausahaan menjadi tidak berpengaruh terhadap keberhasilan usaha jika
tidak diwujudkan dalam tindakan secara nyata. Dominasi pengambilan keputusan
dan pengelolaan pada beberapa pihak, adanya peraturan yang mengikat,
kewajiban mengutamakan kepentingan bersama, serta dukungan pemerintah
membatasi anggota secara individu untuk melakukan pengembangan usaha secara
mandiri dengan sikap-sikap kewirausahaan yang dimiliki.
Penelitian terhadap usaha tempe sebelumnya menyebutkan bahwa
permasalahan yang dihadapi pengrajin tahu dan tempe dalam mengembangkan
usahanya adalah kurangnya fasilitas permodalan, keterbatasan jejaring pemasaran,
rendahnya tingkat produktifitas, kualitas sumber dayapengrajin yang rendah,
peran kelembagaan kurang optimal (Murhardjani 2004).

7

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Wirausaha
Wirausaha merupakan kelompok orang istimewa karena dari merekalah
sumber inovasi dan ide-ide kreatif datang. Untuk mengetahui lebih jauh tentang
kewirausahaan Sudjatmoko (2009) menjelaskan bahwa secara etimologi,
wirausaha berasal dari bahasa sansekerta, yaitu wira dan usaha. Wira berarti
manusia unggul, teladan, berbudi luhur, berjiwa besar, berani, pahlawan kemajuan,
dan memiliki keagungan watak. Usaha berarti upaya yang dilakukan untuk
mendapatkan manfaat atau keuntungan. Sedangkan wiraswasta juga berasal dari
bahasa sangsekerta yang terdiri dari kata wira, swa, dan sta. Wira berarti manusia
unggul, teladan, berbudi luhur, berjiwa besar, berani, pahlawan kemajuan, dan
memiliki keagungan watak. Swa berarti sendiri dan sta berarti berdiri.
Dalam berbagai tulisan terdapat istilah yang saling bergantian antara
wiraswasta dan wirausaha. Terdapat pandangan yang menyatakan bahwa
wiraswasta sebagai pengganti dari entrepreneur. Ada juga pandangan istilah
entrepreneur digunakan wirausaha, sedangkan untuk istilah entrepreneurship
untuk kewirausahaan. Akhirnya disimpulkan bahwa wiraswasta sama dengan
wirausaha. Wirausaha merupakan istilah yang berasal dari bahasa Perancis
entrepreneur kemudian diterjemahan ke dalam bahasa Inggris dengan arti between
taker atau go-between. Pengertian wirausaha menurut Joseph Schumpeter adalah
Entrepreneur as the person who destroys the existing economic order by
introducing new products and services, by creating new forms of organization, or
by exploiting new raw materials (Bygrave 1994). Jadi menurut Joseph,
Entrepreneur atau wirausaha adalah orang yang mendobrak sistem ekonomi yang
ada dengan memperkenalkan barang dan jasa yang baru. Orang tersebut
melakukan usahanya melaluiorganisasi bisnis yang baru ataupun bisnis yang
sudah ada (Alma 2010). Lebih lanjut Alma juga menjelaskan bahwa terdapat
perbedaan fokus antara keduanya. Wiraswasta lebih fokus pada objek, ada usaha
yang mandiri, sedangkan wirausaha lebih menekankan pada jiwa, semangat,
kemudian diaplikasikan dalam segala aspek kehidupan.
Wirausaha pada prinsipnya memiliki makna yang khas yaitu mencerminkan
karakter yang tekun dan giat dalam bekerja atau berusaha, mampu mengambil
prakarsa dari peluang usaha dengan mengandalkan kemampuan orang lain, berani
mengambil resiko kerugian atau kegagalan tanpa harus putus asa namun bertindak
sebagai motivator dan inovator (Pambudy 1999). Secara sederhana arti
wirausahawan adalah orang yang memiliki jiwa berani mengambil risiko untuk
membuka usaha dalam berbagai kesempatan (Kasmir 2006).
Alma (2010) menyebutkan bahwa wirausaha (entrepreneur) memiliki
karakteristik sebagai berikut :
1. Memiliki disiplin tinggi
2. Selalu awas terhadap tujuan yang hendak di capai
3. Selalu mendengarkan rasa intuisinya
4. Sopan pada orang lain
5. Mau belajar apa saja yang memudahkan ia mencapai tujuan

8
6.
7.
8.
9.

Mau belajar dari kesalahan
Selalu mencari peluang baru
Memiliki ambisi, berpikiran positif
Senang menghadapi resiko dengan membuat perhitungan yang matang
sebelumnya
BN. Marbun (1993) menyebutkan bahwa
untuk menjadi seorang
wirausahawan harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

Ciri-ciri
Percaya diri

Berorientasikan
dan hasil

Tabel 3 Ciri-ciri wirausaha menurut Marbun
Watak
1. Kepercayaan (Keteguhan)
2. Ketidaktergantungan,
kepribadian
mantab
3. Optimism
tugas

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Haus akan prestasi
Berorientasi laba atau hasil
Tekun dan tabah
Tekad, kerja keras, motivasi
Energik
Penuh inisiatif

Pengambil resiko

1. Mampu mengambil resiko
2. Suka pada tantangan

Kepemimpinan

1. Mampu memimpin
2. Dapat bergaul dengan orang lain
3. Menanggapi saran dan kritik

Keorisinilan

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Berorientasi ke masa
depan

1. Pandangan ke depan
2. Perseptif

Inovatif
Kreatif
Fleksibel
Banyak sumber
Serba bisa
Mengetahui banyak

Manurung (2006) juga menjelaskan bahwa wirausaha mempunyai empat
karakteristik yang meliputi hal-hal sebagai berikut: (1) menjalankan sebuah bisnis
yang mempunyai kemungkinan menghasilkan keuntungan; (2) berani
menanggung resiko bisnis tersebut di masa mendatang; (3) bisnis yang sedang
ditekuni akan mempunyai kesempatan bertumbuh; (4) perusahaan akan membuat
inovasi dan terjadi kapitalisasi bisnis tersebut.
Kasmir (2006) juga menyebutkan bahwa terdapat ciri wirausha yang
berhasil yaitu :

9
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Memiliki visi dan tujuan yang jelas
Inisiatif dan selalu proaktif
Berorientasi pada prestasi
Berani mengambil resiko
Kerja keras
Bertanggung jawab
Komitmen yang tinggi
Mengembangkan dan memelihara hubungan baik dengan berbagai pihak.

Perilaku Wirausaha
Kurt Lewin (1951, dalam Brigham 1991) merumuskan suatu model perilaku
(B) adalah fungsi karakteristik individu (P) dan lingkungan (E). Yaitu
B=
Model tersebut menggambarkan bahwa prilaku dapat terbentuk karena dua
unsur yaitu karakteristik individu dan lingkungannya. Karakteristik individu
meliputi berbagai variabel seperti motif, nilai-nilai, sifat kepibadian, dan sifat
yang saling berinteraksi satu sama lain yang kemudian berinteraksi pula dengan
faktor-faktor lingkungan dalam menentukan perilaku. Faktor lingkungan lebih
besar dalam menentukan perilaku, bahkan kadang lebih besar dari karakteristik
individu (Azwar 2013).
Rakhmat (2003) menyatakan bahwa karaktersistik yang mempengaruhi
perilaku manusia dapat dibedakan menjadi tiga komponen, yaitu : komponen
afektif yang merupakan aspek emosional dari faktor sosiopsikologis, komponen
kognitif yang berkaitan dengan aspek intelektual manusia yaitu tentang apa yang
diketahui manusia, dan kompnen konaktif yang berhubungan dengan kebiasaan
dan kemauan bertindak.
Lunardi (1981) juga menyebutkan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi
oleh sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dimilikinya serta dalam hal
tertentu dipengaruhi juga oleh material yang tersedia (Gambar 1).

Perilaku

Sikap

Pengetahuan

Keterampilan

Material

Gambar 1 Unsur perilaku manusia
Kast dan Rosenzweig (1995) berpendapat bahwa unsur perilaku terdiri atas
perilaku yang tak tampak seperti pengetahuan (cognitive) dan sikap mental
(affective), serta perilaku yang tampak seperti keterampilan (psychomotoric) dan
tindakan nyata (action). Gabungan dari atribut biologis, psikologis dan pola
perilaku aktual menghasilkan kepribadian (character) yakni kombinasi yang
kompleks dari sifat-sifat mental, nilai-nilai, sikap kepercayaan, selera, ambisi,
minat, kebiasaan, dan ciri-ciri lain yang membentuk suatu diri yang unik (unique
self).

10
Lebih jauh lagi Bird (1996) menjelaskan bahwa terdapat empat elemen yang
membentuk perilaku wirausaha yaitu: (1) faktor individu merupakan kondisi
orang-orang yang ada dalam organisasi, (2) faktor organisasi menyangkut kondisi
internal, keberadaan serta daya tahan lembaga tersebut, (3) faktor lingkungan
merupakan faktor yang berada di luar organisasi dan dapat mempengaruhi
keberadaan organisasi, dan (4) faktor proses, sebagai aktivitas kerja yang terjadi
dalam organisasi termasuk terjadinya interaksi antara individu yang satu dengan
yang lainnya.
Pengetahuan Wirausaha
Pengetahuan adalah kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali
atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, gejala, rumus-rumus, dan
sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan untuk menggunakannya (Sudijono
2006). Pengetahuan akan mendukung dalam kinerja suatu usaha terutama
pengetahuan yang berkaitan dengan keadaan usaha tersebut. Setidaknya seorang
wirausaha harus memiliki pengetahuan terkait diri sendiri, barang yang diproduksi,
dan keadaan pasar yang dituju.
Selain hal tersebut seorang wirausaha modern juga harus memiliki
pengetahuan manajeral yang digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan usaha.
Setidaknya terdapat empat fungsi manajemen yaitu planning (perencanaan),
organizazing (mengatur organisasi) ,coordinating (koordinasi), dan controlling
(pengawasan) (Alma 2008). Perencanaan diperlukan agar pengusaha dapat fokus
dalam mencapai keberhasilan yang ditargetkan, organisasi diperlukan agar terjadi
kerjasama yang solid antata pemilik dengan karyawannya. Koordinasi juga
diperlukan agar tidak terjadi salah paham antar karyawan dan majikan selanjutnya
pengawasan diperlukan untuk mengontrol setiap kinerja dari perusahaan tersebut.
Sikap Wirausaha
Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan
perubahannya bila seseorang telah memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi.
Sikap merupakan respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus.
Lima pengertian sikap menurut Rakhmat (2001) yaitu: Pertama, sikap adalah
kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam menghadapi
objek, ide, situasi, atau nilai. Objek sikap boleh berupa benda, orang, tempat,
gagasan atau situasi, atau kelompok. Kedua, sikap mempunyai daya penolong atau
motivasi. Sikap bukan sekedar rekaman masa lalu, tetapi juga menentukan apakah
orang harus pro atau kontra terhadap sesuatu, menentukan apa yang disukai,
diharapkan, dan diinginkan, dan apa yang harus dihindari. Ketiga, sikap lebih
menetap. Berbagai studi menunjukkan sikap politik kelompok cenderung
dipertahankan dan jarang mengalami perubahan. Keempat, sikap mengandung
aspek evaluatif, artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak
menyenangkan. Kelima, sikap timbul dari pengalaman, tidak dibawa sejak lahir,
tetapi merupakan hasil belajar. Maka dari itu sikap dapat diperteguh atau diubah.
Menurut Suharyadi et al (2006) seorang wirausahawan memiliki sikap yang
dapat dilihat dari kegiatannya sehari-hari, yaitu sebagai berikut ;
1. Disiplin
Dalam menjalankan kegiatannya seorang wirausahawan harus memiliki
kedisiplinan yang tinggi. Arti kata disiplin tersebut adalah ketepatan komitmen

11
wirausahawan terhadap tugas dan pekerjaannya. Ketepatan yang dimaksud
bersifat menyeluruh, yaitu ketepatan terhadap waktu kualitas, sistem kerja dan
sebagainya. Ketepatan waktu dapat dibina dengan berusaha menyelesaikan
pekerjaan sesuai dengan waktu yang direncanakan. Ketaatan wirausaha akan
kesepakatan-kesepakatan yang dibuatnya adalah contoh dari kedisiplinan kualitas
pekerjaan dan sistem kerja.
2. Komitmen tinggi
Komitmen adalah kesepakatan mengenai sesuatu yang telah dibuat
seseorang, baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain. Komitmen terhadap
dirinya sendiri dapat dibuat dengan mengidentifikasi cita-cita, harapan dan targettarget yang direncanakan dalam hidupnya. Contoh sikap komitmen wirausahawan
terhadap orang lain terutama konsumennya adalah pelayanan prima yang
berorientasi pada kepuasan konsumen, kualitas produk yang sesuai dengan harga
produk yang ditawarkan dan sebagainya.
3. Jujur
Kejujuran merupakan landasan moral yang terkadang dilupakan oleh
seorang wirausahawan. Kejujuran mengenai karakteristik produk yang ditawarkan,
kejujuran mengenai promosi yang dilakukan, kejujuran mengenai pelayanan purna
jual yang dijanjikan, dan kejujuran mengenai segala kegiatan yang terkait dengan
penjualan produk yang dilakukan oleh wirausahawan.
4. Kreatif dan inovatif
Seseorang wirausahawan harus memiliki kreatifitas yang tinggi untuk
memenangkan persaingan. Daya kreatifitas tersebut sebaiknya dilandasi oleh cara
berfikir yang maju dan dipenuhi oleh gagasan-gagasan baru yang berbeda dengan
produk yang telah ada di pasaran.
5. Mandiri
Seseorang dikatakan mandiri jika orang tersebut dapat melakukan keinginan
dengan baik tanpa adanya ketergantungan pada pihak lain dalam mengambil
keputusan atau tindakan, termasuk mencukupi kebutuhan hidupnya tanpa adanya
ketergantungan pihak lain.
6. Realistis
Seseorang dikatakan realistis bila orang tersebut mampu menggunakan fakta
atau realita sebagai landasan berfikir yang rasional dalam setiap pengambilan
keputusan maupun tindakan atau perbuatannya.
Keterampilan Wirausaha
Dalam kamus besar bahasa Indonesia keterampilan diartikan sebagai
kecakapan untuk menyelesaikan tugas. Dengan pengertian tersebut maka
keterampilan wirausaha adalah kecakapan yang dimiliki seseorang untuk
menyelesaikan tugasnya dalam menjalankan usahanya. Keterampilan
berhubungan dengan kerja fisik anggota badan terutama tangan, kaki dan mulut
(suara) untuk bekerja (Pambudy 1999).
Dalam menganalisis keterampilan untuk mengelola sebuah usaha produksi
maka secara umum keterampilan yang harus dimiliki adalah keterampilan teknis
dan manajerial yang berhubungan dengan usaha tersebut. Keterampilan teknis
meliputi kemampuan membuat produk, memasarkan produk dan sebagainya.
Sedangkan keterampilan manajerial meliputi perencanaan usaha, keuangan,

12
mengelola SDM dan sebagainya. Sebagaimana yang disampaikan oleh Wibowo
(2002) bahwa sukses tidaknya suatu usaha pada dasarnya tidak tergantung pada
besar kecilnya ukuran usaha, tetapi lebih dipengaruhi oleh bagaimana
mengelolanya. Kelemahan yang sering dijumpai pada usaha kecil yang gagal
adalah dalam keorganisasian, keuangan, administrasi, pembukuan, dan pemasaran.
Sehingga diperlukan keterampilan tersebut agar usaha dapat berjalan dengan baik.
Kinerja Usaha
Kinerja merupakan salah satu langkah yang digunakan untuk mengukur
keberhasilan suatu usaha (Riyanti 2003). Kinerja dapat didefinisikan sebagai
tingkat pencapaian hasil atau tujuan suatu perusahaan atau organisasi. Kinerja
sebuah organisasi dapat diukur dengan memperhatikan tiga hal, yaitu
produktivitas, yang diukur melalui perubahan output kepada perubahan disemua
sektor input, perubahan ditingkat kepegawaian, dan rasio finansial.
Menurut Day (1990), performance outcomes (kinerja) perusahaan meliputi:
(1) satisfaction (kepuasan) artinya semakin banyak pihak-pihak yang merasa
terpuaskan oleh keberadaan perusahaan itu, seperti pelanggan, pemilik saham,
karyawan, pemberi pijaman, pemasok dan pemerintah; (2) loyality (loyalitas),
menyangkut kesetiaan pelanggan terhadap produk yang dihasilkan oleh
perusahaan sehingga mereka tidak berpindah dalam pembelian pada produk
perusahaan lain; (3) market share (pangsa pasar), dalam hal ini sejauh mana
perusahaan tersebut mampu untuk terus meningkatkan dan memperluas pangsa
pasarnya bahkan mampu menjadi pemimpin pasar; dan (4) profitability
(peningkatan pendapatan), suatu perusahaan dikatakan berhasil dalam usahanya
dan menunjukkan kinerja yang baik jika secara bertahap terus memperlihatkan
peningkatan profit yang signifikan. Selanjutnya Day menyebutkan bahwa
performance outcomes yang menunjukkan tercapainya pertumbuhan dan
keuntungan dipengaruhi oleh positions of advantage yang meliputi: nilai
pelanggan yang superior dan biaya yang relatif rendah. Selain itu positions of
advantage juga menentukan sources of advantage yang meliputi: keahlian yang
superior, sumber-sumber yang superior dan sistem kendali yang superior. Namun
demikian sources of advantage akan terwujud bila ada investasi terus-menerus
yang diambil dari performance outcomes.
Riyanti (2003) mengemukakan bahwa kriteria kinerja usaha kecil
menunjukkan peningkatan dalam akumulasi modal, jumlah produksi, jumlah
pelanggan, perluasan usaha, dan perbaikan sarana fisik. Di samping itu kepuasan
kerja juga dapat menjadi salah satu tolok ukur kinerja karena kepuasan kerja
merupakan prakondisi bagi tingkat produktivitas, tanggung jawab, kualitas dan
customer service.
Lebih lanjut perusahaan yang berkembang dan mampu merencanakan
suksesi menurut Zimmerer dan Scarborough (2005) ditentukan oleh (1)
kepemimpinan dalam perekonomian baru, artinya wirausahawan harus mampu
mempengaruhi dan memberikan semangat pada orang lain untuk bekerja dalam
mencapai tujuan perusahaan dan kemudian memberikan mereka kekuasaan dan
kebebasan dalam mencapainya. Selain itu wirausahawan juga harus mampu
bertindak tepat dalam menghadapi segala kemungkinan perubahan perekonomian;
(2) mempekerjakan karyawan yang tepat, dalam hal ini menerima karyawan baru
merupakan hal yang penting. Untuk menghindari kesalahan penerimaan

13
wirausahawan harus mengembangkan deskripsi pekerjaan dan spesifikasi yang
berarti, merencanakan dan melaksanakan wawancara yang efektif dan memeriksa
referensi sebelum menerima karyawan manapun; (3) membentuk budaya dan
struktur organisasi secara tepat. Budaya perusahaan adalah kode pelaksanaan
khusus dan tak tertulis yang mengatur tingkah laku, sikap, hubungan, dan gaya
organisasi. Budaya timbul dari pencarian tatanan nilai inti yang konsisten oleh
wirausahawan yang dipercaya semua orang dalam perusahaan tersebut; dan (4)
mengatasi tantangan dalam memotivasi pekerja.
Pengrajin Tempe
Tempe merupakan makanan tradisional yang telah lama dikenal di
Indonesia. Menurut Cahyadi (2009) tempe adalah makanan yang dihasilkan dari
proses fermentasi kapang golongan Rhizopus. Pembuatan tempe membutuhkan
bahan baku kedelai. Melalui proses fermentasi, komponen-komponen nutrisi yang
kompleks pada kedelai dicerna oleh kapang dengan reaksi enzimatis dan
dihasilkan senyawa-senyawa yang lebih sederhana.
Pengrajin tempe merupakan orang-orang yang menjalankan usaha
pembuatan tempe baik usaha tersebut milik sendiri maupun hanya sebagai buruh.
Para pengrajin ini kebanyakan menjalankan usahanya hanya untuk menguasai
pasar regional di tingkat desa, kecamatan dan paling besar lingkup kabupaten. Hal
ini dikarenakan umur simpan tempe yang tidak begitu lama serta banyaknya
pengusaha tempe yang ada di masing-masing daerah.

Kerangka Pemikiran Operasional
Grobogan sebagai kabupaten yang memiliki potensi besar dalam
memproduksi kedelai berdampak juga terhadap perilaku masyarakat yang ada di
dalamnya. Sebagian besar penduduknya memang bermatapencaharian sebagai
petani, namun ada sebagian orang yang melihat peluang besar potensi daerahnya
berprofesi sebagai pengusaha. Pengusaha yang memanfaatkan kekayaan alam
berupa kelimpahan kedelai ini salah satunya adalah pengrajin tempe.
Dalam penelitian ini akan dikaitkan antara perilaku wirausaha pengrajin
tempe di Kabupaten Grobogan dengan kinerja usaha yang dilakukannya. Perilaku
manusia sebagaimana pendapat Kurt Lewin (1951, dalam Brigham, 1991) adalah
fungsi dari faktor internal berupa karakteristik individu dan faktor eksternal
berupa keadaan lingkungan.
Berdasarkan berbagai teori dari para ahli yang telah disampaikan
sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa dalam menganalisis perilaku
setidaknya harus ada tiga aspek yaitu pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Selanjutnya dari setiap aspek akan dijabarkan menjadi lebih luas untuk ditanyakan
kepada responden berupa pertanyaan terbuka ataupun tertutup.
Pengetahuan wirausaha tempe ditanyakan kepada responden dengan
mengacu pada pengetahuan tentang manajerial dan pengetahuan teknis dalam
menjalankan usaha tempe. Sikap wirausaha yang menjadi bahan penelitian adalah
sebagaimana yang dikemukakan oleh suharyadi et al (2006) yaitu disiplin,
komitmen tinggi, jujur, kreatif dan inovatif, mandiri, realistis. Sedangkan untuk
mengukur keterampilan wirausaha hal yang diukur adalah keterampilan dalam

14
memproduksi tempe, keterampilan memasarkan produk, serta keterampilan dalam
mengatur keuangan. Ketiga hal tersebut diperoleh setelah melakukan pengamatan
lapang dan merupakan keterampilan minimal yang harus dimiliki oleh pengrajin
tempe agar usahanya dapat berjalan dengan baik.
Selanjutnya untuk mengetahui kinerja usaha para pengrajin tempe di
Kabupaten Grobogan digunakan pendekatan dengan teori yang dijelaskan oleh
Day (1990), dimana kinerja suatu perusahaan dapat dilihat dari hal-hal berikut
yaitu : (1) satisfaction (kepuasan) artinya semakin banyak pihak-pihak yang
merasa terpuaskan oleh keberadaan perusahaan itu. Hal ini dapat berimplikasi
pada penambahan jumlah pelanggan yang akan membeli produk dari perusahaan
tersebut yang dalam penelitian ini adalah pelanggan dari pengrajin tempe; (2)
loyality (loyalitas), menyangkut kesetiaan pelanggan terhadap produk yang
dihasilkan oleh perusahaan sehingga mereka tidak berpindah dalam pembelian
pada produk perusahaan lain; (3) market share (pangsa pasar), dalam hal ini
sejauh mana perusahaan tersebut mampu untuk terus meningkatkan dan
memperluas pangsa pasarnya bahkan mampu menjadi pemimpin pasar; dan (4)
profitability (peningkatan pendapatan). Ukuran kinerja usaha kemudian
dikelompokkan dalam dua kategori yaitu peningkatan usaha dan penerimaan
usaha. Secara sederhana kerangka pemikiran tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Grobogan. Pemilihan lokasi
dilakukan dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Grobogan merupakan daerah
sentra penghasil kedelai sebagai bahan baku pembuatan tempe di Jawa Tengah.
Pengambilan data lapang dilakukan pada bulan Februari dan Maret 2014.

Rancangan Penelitian
Penelitian ini berusaha menganalisis tentang perilaku wirausaha pengrajin
tempe di Kabupaten Grobogan dan hubungannya terhadap kinerja usaha yang
dijalankannya. Maka dari itu, metode yang digunakan adalah deskriptif metode
survei. Nazir (2003) menyebutkan bahwa metode survei adalah penyelidikan yang
diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala yang ada dan mencari
keterangan secara faktual, baik tentang institusi sosial, ekonomi, atau politik dari
suatu kelompok ataupun suatu daerah. Survei dilakukan dengan mendatangi
langsung para pengrajin tempe ke tempat berproduksi kemudian mewawancarai
pengrajin dengan kuesioner yang telah disiapkan.

15
Kabupaten Grobogan sebagai kabupaten pemasok
kedelai di Jawa Tengah
Pengrajin tempe mampu menguasai pesar di
kabupaten/kota sekitar
Perilaku Wirausaha

Pengetahuan Wirausaha
1. Pengetahuan
Teknis
2. Pengetahuan
manajerial

Sikap Wirausaha
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Disiplin
Komitmen tinggi
Jujur
Kreatif dan inovatif
Mandiri
Realistis

Keterampilan Wirausaha
1. Berproduksi
2. Memasarkan produk
3. Mengelola keuangan

Kinerja Usaha
1. Pertumbuhan usaha
2. Penerimaan usaha

Kesejahteraan pengusaha
Gambar 2 Kerangka pemikiran operasional

Populasi dan Sampel
Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisis yang akan diduga.
Dalam hal ini maka yang menjadi populasi penelitian adalah seluruh pengrajin
tempe yang berada di Kabupaten Grobogan. Sedangkan sampel adalah bagian
suatu subjek atau objek yang mewakili populasi. Pada penelitian ini jumlah
sampel yang diambil sebanyak 31 orang pengrajin tempe.
Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah Purposive Sampling
yaitu pengambilan sampel dengan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
tertentu. Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah seluruh pengrajin tempe
yang berada di Dusun Pedak Desa Menduran Kecamatan Brati. Hal ini dilakukan
dengan pertimbangan bahwa Dusun Pedak adalah salah satu daerah sentra

16
pengrajin tempe yang ada di Kabupaten Grobogan. Selain itu juga dipilih satu
orang sampel yang memiliki usaha tempe percontohan yaitu ketua PRIMKOPTI
Kabupaten Grobogan.

Instrumen Pengukuran Peubah
Instrumen penelitian merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengukur
dan memperoleh data terhadap variabel penelitian yang dipermasalahkan. Dalam
ilmu sosial instrumen penelitian berupa pertanyaan yang disertai jawaban
alternatif atau tanpa jawaban alternatif (Tika 2006). Secara ringkas instrumen
yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4 Kisi-kisi instrumen penelitian
Variabel

Sub variable

Perilaku
wirausaha (X)

1. Pengetahuan

2. Sikap

3. Keterampilan

Kinerja usaha
(Y)

1. Pertumbuhan
usaha

2. Penerimaan usaha

Indikator

Jumlah
Item

a. Pengetahuan
teknis
b. Pengetahuan
manajerial
a. Disiplin
b. komitmen tinggi
c. jujur
d. kreatif dan inovatif
e. mandiri
f. realistis
a. produksi
b. memasarkan
produk
c. mengatur
keuangan

10
10

a. Peningkatan
pelanggan
b. Loyalitas pelanggan
c. Perluasan pangsa
pasar
d. Peningkatan
keuntungan

2

a. Jumlah
produksi/hari (kg) x
harga per Kg

1

5
5
4
5
5
4
4
5
4

1
3
2

17

Uji Validitas dan Reliabilitas
Validitas menunjukkan sejauh mana alat pengukuran yang digunakan
mampu mengukur apa yang ingin diukur. Selanjutnya reliabilitas menunjukkan
sejauh mana hasil pengukuran yang digunakan relatif konsisten jika pengukuran
diulang beberapa kali. Uji validitas dan reliabilitas merupakan suatu yang penting
dalam penelitian sosial untuk menunjukkan ketepatan dan kekonsistenan dari
kuesioner yang dipakai sehingga dapat meyakinkan bagi pembacanya dan dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Uji validitas pada penelitian ini diukur dengan menggunakan Product
momen person yang dijalankan melalui software SPSS 16.0. Instrumen dikatakan
valid jika jika r hitung > 0.361 dengan responden 30 orang. Dari hasil tersebut
terdapat pertanyaan yang ternyata tidak valid, sehingga beberapa pertanyaan
dalam kuesioner perlu dihilangkan. Sedangkan uji reliabilitas menggunakan
Cronbach’s Alpha dimana instrument dikatakan reliabel jika nilai Cronbach's
Alpha > 0.6. kedua jenis pengujian tersebut dijalankan dengan menggunakan
software SPSS 16.0. Hasil dari uji reliabilitas dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Hasil uji reliabilitas kuesioner
Instrumen

Cronbach's Alpha

Keterangan

Sikap wirausaha
Keterampilan wirausaha
Kinerja usaha
Keseluruhan

0.867
0.680
0.857
0.918

Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel

Pengumpulan Data
Data adalah sekumpulan bukti atau fakta yang dikumpulkan dan disajikan
untuk tujuan tertentu. Data yang digunakan