Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Terhadap Kinerja Usaha Pada Perempuan Wirausaha (Studi Pengrajin Usaha Kecil Dan Menengah Kota Bogor)

Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Terhadap Kinerja Usaha
Pada Perempuan Wirausaha
(Studi Pengrajin Usaha Kecil dan Menengah Kota Bogor)

NOLA WINDIRAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Perilaku
Kewirausahaan terhadap Kinerja Usaha Perempuan Wirausaha (Studi Pengrajin
Usaha Kecil dan Menengah Kota Bogor) adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2017
Nola Windirah
NIM H351140131

RINGKASAN
NOLA WINDIRAH. Pengaruh Perilaku Kewirausahaan terhadap Kinerja Usaha
pada Perempuan Wirausaha (Studi Pengrajin Usaha Kecil dan Menengah Kota
Bogor). Dibimbing oleh HENY KUSWANTI SUWARSINAH dan
ANDRIYONO KILAT ADHI.
Potensi industri kerajinan di Kota Bogor masih terus berkembang, tercermin
dari besarnya minat masyarakat terutama perempuan terhadap industri kerajinan
hingga Bogor mampu menduduki posisi kedua dalam jumlah UKM dan posisi
pertama pada penyerapan tenaga kerja dan investasi di Provinsi Jawa Barat.
Namun, pendapatan yang diperoleh pengrajin belum menunjukkan peningkatan
yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini diduga karena tidak adanya
peningkatan kinerja usaha yang disebabkan oleh perilaku kewirausahaan pada
perempuan pengrajin. Selain itu, faktor internal dan eksternal juga mampu
menyebabkan hasil pembentukan perilaku kewirausahaan. Penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis hubungan antara faktor internal dan eksternal terhadap

perilaku kewirausahaan pada perempuan pengrajin, serta menganalisis pengaruh
perilaku kewirausahaan terhadap kinerja usaha pada industri kerajinan di Kota
Bogor. Analisis kedua hubungan tersebut menggunakan metode Partial Least
Square (PLS) dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara.
Penelitian dilakukan pada bulan September-Oktober 2016 di Kota Bogor
Provinsi Jawa Barat. Data utama merupakan data primer yang diperoleh dari
kuisioner melalui teknik wawancara. Perempuan pengrajin yang dijadikan sampel
penelitian sebanyak 33 orang dengan kriteria 1) sebagai pemilik usaha, 2) sebagai
anggota Dekranasda Kota Bogor, 3) memiliki produk jual di galeri Dekranasda
Kota Bogor. Uji outer model menunjukkan bahwa indikator-indikator pada model
telah terpercaya, tepat, konsisten, dan akurat dalam mengukur konstruk masingmasing. Oleh karena itu, model dalam penelitian telah layak untuk digunakan
dalam menganalisis hubungan antara faktor internal dan eksternal terhadap
perilaku kewirausahaan, serta hubungan diantara perilaku kewirausahaan terhadap
kinerja usaha pada industri kerajinan Kota Bogor.
Indikator-indikator yang terdapat pada model berjumlah 20 indikator dengan
masing-masing indikator untuk setiap konstruk yakni lima indikator pada faktor
internal, empat indikator pada faktor eksternal, lima indikator pada perilaku
kewirausahaan dan enam indikator pada kinerja usaha.Hasil penelitian
menunjukkan faktor internal berpengaruh nyata dan positif terhadap perilaku
kewirausahaan. Atribut faktor internal yaitu pendidikan, pengalaman, kepemilikan

sarana dan prasarana dan persepsi terhadap usaha. Artinya setiap peningkatan
yangterjadi pada pendidikan, pengalaman,kepemilikan sarana dan prasarana dan
persepsi terhadap usaha mampu meningkatkan pula perilaku kewirausahaan pada
perempuan pengrajin. Hasil kedua menunjukkan perilaku kewirausahaan
berpengaruh nyata dan positif terhadap kinerja usaha industri kerajinan, atribut
perilaku kewirausahaan adalah ketekunan berusaha dan keberanian mengambil
resiko usaha. Artinya setiap peningkatan yang terjadi pada ketekunan berusaha
dan keberanian mengambil resiko usaha dapat meningkatkan pula kinerja usaha
pada industri kerajinan Kota Bogor.
Kata kunci: kinerja usaha, perempuan wirausaha, perilaku kewirausahaan.

SUMMARY
NOLA WINDIRAH. Effect of Entrepreneurial Behavior on Business Performance
of Women Entrepreneur (Study of Small and Medium Enterprise of Craftswomen
in Bogor City). Supervised by HENY KUSWANTI SUWARSINAH and
ANDRIYONO KILAT ADHI.
The potential of craft industry in Bogor City is still growing as reflected in
the high interest of people, particularly women, in craft industry; thus, Bogor is
able to achieve the second position in the number of SMEs and the first position
on employment and investment in West Java Province. However, income received

by the craftswomen has not yet shown a significant increase in recent years. This
is presumably due to the absence of business performance improvement caused by
the entrepreneurial behavior owned by the craftswomen. Moreover, internal and
external factors are also capable of causing the formation of entrepreneurial
behavior result.This study was aimed to analyze the relationship between internal
and external factors on the entrepreneurial behavior of craftswomen, as well as to
analyze the impact of entrepreneurial behavior on business performance of craft
industry in Bogor City. Analysis of those two relationships was performed by
using the Partial Least Square (PLS) method with data collection technique
through interviews.
This study was conducted in September-October 2016 in Bogor City, West
Java Province. The main data were primary data obtained from questionnaires
through interview techniques. Craftswomen used as research sample were 33
people with criteria as 1). Business owner, 2). Member of Dekranasda (Dewan
Kerajinan Nasional, National Crafts Council) of Bogor City, and 3). Having
products sold in Dekranasda gallery of Bogor City. Test of the outer model
showed that the indicators in the model have been reliable, precise, consistent, and
accurate in measuring each construct. Therefore, the model in this study has been
eligible to analyze the relationship between internal and external factors and
entrepreneurial behavior, and also the relationship between entrepreneurial

behavior and the business performance of craft industry in Bogor City.
The number of indicators contained in the model was 20 indicators of
which each indicator was for each construct, namely five indicators in internal
factors, four indicators in external factors, five indicators in entrepreneurial
behavior and six indicators in business performance. Research result showed that
internal factors significantly and positively impacted on entrepreneurial behavior
with the attribute of internal factors: education, experience, facilities and
infrastructure ownership and business perception. This means that every
improvement occurred in education, experience, facilities and infrastructure
ownership and business perception is able to improve the entrepreneurial behavior
of craftswomen. The second result indicated that the entrepreneurial behavior
significantly and positively affected the business performance of craft industry
with the attribute of entrepreneurial behavior such as business perseverance and
courage to take business risks. This means that any improvement in perseverance
and courage to take risks can increase the business performance of craft industry
in Bogor City.
Keywords: business performance, entrepreneurial behaviour, women entrepreneur.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGARUH PERILAKU KEWIRAUSAHAAN TERHADAP
KINERJA USAHA PADA PEREMPUAN WIRAUSAHA (STUDI
PENGRAJIN USAHA KECIL DAN MENENGAH KOTA
BOGOR

NOLA WINDIRAH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agribisnis


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Burhanuddin, MM
Penguji Wakil Program Studi

: Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema dalam
penelitian ini yakni kinerja usaha. Judul yang dipilih ialah Pengaruh Perilaku
Kewirausahaan terhadap Kinerja Usaha pada Perempuan Wirausaha (Studi
Pengrajin Usaha Kecil dan Menengah Kota Bogor)
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Heny Kuswanti Suwarsinah
M Ec dan Bapak Dr Ir Andriyono Kilat Adhi selaku pembimbing yang telah
banyak memberi saran.

Terima kasih juga penulis sampaikan kepada :
1. Ketua Program Studi Agribisnis Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS dan
Sekretaris Dr Ir Suharno, MA, Dev, serta seluruh staf pengajar Program Studi
Agribisnis IPB, yang telah membantu penulis selama menempuh pendidikan.
2. Pemerintah Daerah Kota Bogor, khususnya Dewan Kerajinan Nasional
Daerah Kota Bogor atas kerjasama dan dukungan data selama penelitian.
3. Seluruh perempuan pengrajin Kota Bogor atas bantuan, perhatian dan
kerjasama dalam penelitian.
4. Bapak Dr Ir Rachmat Pambudy, MS selaku dosen evaluator pada kolokium atas
saran yang diberikan.
5. Ibu Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku penguji Wakil Program Studi atas
saran yang diberikan.
6. Bapak Dr Ir Burhanuddin, MM selaku dosen penguji luar komisi atas saran yang
diberikan.
7. Orang tua tercinta, Bapak Khairil Anwar dan Ibu Mesna Tulaini, Adik Angga
Saputra dan Adik Moch. Nizar dan Destu Rizal atas doa, kasih sayang dan
perhatian.
8. Rekan dan sahabat MSA angkatan V, Risti dan PMD atas kerjasama, perhatian
dan dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, Maret 2017
Nola Windirah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR GAMBAR

xii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian


1
1
3
6
7
7

TINJAUAN PUSTAKA
Perempuan Wirausaha UKM
Pengaruh Faktor Individu dan Lingkungan terhadap Perilaku
Pengaruh Faktor Individu dan Lingkungan terhadap Kinerja Usaha
Pengaruh Perilaku Kewirausahaan terhadap Kinerja Usaha

7
8
10
11
12

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Teoritis
Kerangka Operasional

13
13
23

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Penentuan Sampel
Metode Analisis Data

25
25
25
25
25

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Gambaran Umum Industri Kerajinan
Karakteristik Responden
Karakteristik Usaha
Indikator pada Faktor Individu dan Lingkungan
Indikator pada Perilaku Kewirausahaan
Indikator pada Kinerja Usaha
Hasil Analisis Model Pengukuran dan Model Struktural
Pengaruh Faktor Individu terhadap Perilaku Kewirausahaan
Pengaruh Perilaku Kewirausahaan terhadap Kinerja Usaha
Implikasi Manajerial

33
33
34
35
38
41
47
51
55
58
60
60

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

61
61
62

DAFTAR PUSTAKA

62

RIWAYAT HIDUP

67

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Jumlah dan Penyerapan Tenaga Kerja UKM dan UB di Indonesia
Data UKM di Jawa Barat Berdasarkan Kabupaten/Kota 2012
UKM Berdasarkan Bidang Industri Kabupaten/Kota 2015
Ciri-ciri Entrepreneur Berhasil
Perbandingan PLS dan SEM
Parameter Uji Validitas dalam Model Pengukuran PLS
Indikator Faktor Internal
Indokator Faktor Eksternal
Indikator Perilaku Kewirausahaan
Indikator Kinerja Usaha
Hasil Output Korelasi antara Indikator dengan Konstruknya
Nilai Akar Kuadrat AVE dan Korelasi Peubah Laten
Composite Reliability pada setiap Konstruk
Nilai t Statistik

1
1
2
16
26
27
31
31
32
33
56
57
57
58

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

Rata-rata Pendapatan/bulan Industri Kerajinan
Jumlah Pengrajin
Rata-rata pendapatan Perempuan Pengrajin
Model Hubungan antara Faktor Internal dan Eskternal terhadap Perilaku
Kewirausahaan
Model Hubungan antara Faktor Internal dan Eksternal terhadap Kinerja
Usaha
Model Hubungan Perilaku Kewirausahaan terhadap Kinerja Usaha
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka Pemikiran Operasional
Model Jalur PLS
Kisaran Umur Perempuan Pengrajin Kota Bogor
Sebaran Pendidikan Formal Perempuan Pengrajin
Lama Usaha Industri Kerajinan
Lama Jam Kerja Usaha Kerajinan
Sebaran Pendorong Melakukan Usaha Kerajinan
Sumber Modal Usaha Kerajinan
Sebaran Jumlah Tenaga Kerja
Hasil Analisis Model Awal Partial Least Square
Hasil Analisis Model Akhir Partial Least Square

4
5
6
11
12
13
22
24
30
36
37
38
39
39
40
41
54
55

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Indonesia memiliki peran penting
dalam perekonomian negara, hal ini terlihat dari besarnya sumbangan yang
diberikan oleh UKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada
tahun 2014 yakni sebesar 59.08 persen. Selain itu, Perkembangan jumlah UKM
lebih cepat dibandingkan dengan Usaha Besar (UB) yang ada di Indonesia.
Pernyataan ini didukung oleh data yang tersedia pada Departemen Koperasi
Indonesia pada tahun 2014, bahwa jumlah UKM mencapai angka 56 534 592 unit
sedangkan UB sebanyak 4 968 unit sebagaimana yang disajikan pada Tabel 1.
Selain itu penyerapan tenaga kerja oleh UKM mencapai 97.16 persen.
Tabel 1. Jumlah dan Penyerapan Tenaga Kerja UKM dan Usaha Besar (UB) di Indonesia
2014
Indikator
Tahun 2013
Tahun 2014
Jumlah (unit)
Tenaga Kerja
Jumlah (unit) Tenaga Kerja
(jiwa)
(jiwa)
Usaha Kecil dan
55 206 444
101 722 458
56 534 592
107 657 509
Menengah
Usaha Besar
4 952
2 891 224
4 968
3 150 645
Sumber : Departemen Koperasi Indonesia 2014

Tabel 1 menjelaskan besaran jumlah penyerapan tenaga kerja oleh UKM
yang mampu melebihi dari penyerapan tenaga kerja oleh usaha besar. Hal
demikianlah yang juga menjadi alasan perkembangan UKM lebih besar
dibandingkan UB.
Bogor juga mengalami hal yang sama, dimana UKM Bogor mampu
menjadi urutan pertama dalam jumlah penyerapan tenaga kerja di Jawa Barat.
Selain itu, Bogor juga memiliki jumlah investasi yang terbanyak berdasarkan
keberadaan UKM. Berikut Tabel 3 menjelaskan data penyerapan tenaga kerja dan
investasi oleh UKM berdasarkan tiga wilayah yang memiliki jumlah UKM
terbanyak di Jawa Barat :
Tabel 2. Data UKM di Jawa Barat Berdasarkan Kabupaten/Kota 2012
Kabupaten
Unit
Tenaga Kerja (jiwa)
Investasi (Rp)
Sukabumi
15 471
214 278
419 557 490
Bogor
14 975
338 687
8 321 681 860
Bandung
13 438
159 294
13 211 300
Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Barat 2012

Tabel 2 menunjukkan bahwa Sukabumi memiliki jumlah UKM terbanyak
(15 471 unit), selanjutnya disusul oleh Bogor (14 975 unit), dan Bandung (13 438
unit). Akan tetapi, penyerapan tenaga kerja terbanyak terdapat pada Bogor (338
687 orang), lalu disusul oleh Sukabumi (214 278 orang) dan Bandung (159 294
orang). Selain itu, Bogor juga menjadi urutan pertama pada besaran investasi yang
berasal dari keberadaan UKM yakni sebesar Rp 8 321 681 860,-, selanjutnya

2
Sukabumi (Rp 419 557 490,-) dan Bandung (Rp 13 211 300,-). Secara ringkas,
Bogor memiliki peranan penting dalam hal penyerapan tenaga kerja di Provinsi
Jawa Barat. Selanjutnya, terdapat berbagai jenis industri yang terlibat dalam
penyumbangan penyerapan tenaga kerja di Bogor, diantaranya :
Tabel 3. UKM Berdasarkan Bidang Industri Kabupaten/Kota Bogor 2015
Kelompok
Unit Usaha
Investasi (Rp)
Industri
Kab
Kota
Kab
Kota
Industri
615 2 045
7 595 202 955 15 771 460 010
kerajinan
Bahan kimia
93
64
3854638300
2 504 860 337
industri
Pulp/kertas
101
63
2 731 755 100
1348419375
Bahan
50
71
1 136 353 000
1037200000
galian/non
logam
Mesin
dan
80
5
8 043 332 500
678 630 000
rekayasa
Logam
192
192
9 377 848 000
4 828 822 716
Alat angkut
54
157
3 336 995 600
2 322 130 000
Industri
elektronik
Jumlah

Tenaga Kerja
(Jiwa)
Kab
Kota
12 490
14
912
292
93
212
245

415
981

1 144

201

1 983
523

983
1
253
215

15

42

740 025 000

175 800 000

55

1 200

2 639

36 816 150 455

28 667 322 438

16 944

19
053

Sumber : Pemerintah Kota Bogor 2015 & Kabupaten Bogor Dalam Angka 2015

Data UKM pada Pemerintahan Kota Bogor (2015) dan Kabupaten Bogor
dalam Angka (2015) menunjukkan bahwa industri kerajinan merupakan industri
pertama dalam menyumbang penyerapan tenaga kerja dan investasi Bogor. Akan
tetapi, Kota Bogor memiliki unit industri kerajinan jauh lebih banyak (2045 unit)
dibandingkan dengan Kabupaten Bogor (615 unit). Selanjutnya disusul oleh
industri logam (192 unit), dan industri alat angkut (157 unit) pada Kota Bogor.
Selain itu, jumlah penyerapan tenaga kerja (14 912 jiwa) dan investasi (Rp 15 771
460 010,-) industri kerajinan terbesar juga terdapat pada Kota Bogor. Jumlah
industri kerajinan yang banyak mengindikasikan adanya minat yang tinggi oleh
masyarakat Kota Bogor terhadap kerajinan. Selain itu, pemerintah juga
memberikan perhatian lebih terhadap kerajinan melalui keberadaan Dewan
Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kota Bogor yang di sahkan oleh
Walikota sejak tahun 2008.
Dekranasda merupakan sebuah wadah yang menampung para pengrajin
dalam satu daerah yang berfungsi sebagai mitra pengrajin dalam kegiatan
produksi serta pemasaran. Keberadaan Dekranasda didasari oleh adanya
keberadaan Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) yang terbentuk pada tahun
1980 berdasarkan keputusan bersama 2 Menteri, yaitu Menteri Perindustrian dan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nomor: 85/M/SK/3/1980 dan Nomor:
072b/P/1980, didasari oleh kesadaran akan kelangsungan hidup dari kerajinan
yang mampu menompang kehidupan yang dihadapkan dengan kemajuan
teknologi industri di satu sisi dan pelestarian budaya bangsa yang harus tercermin

3
dalam produk kerajinan sehingga dibutuhkan sebuah wadah untuk menampung
partisipasi masyarakat yang berfungsi membantu dan sebagai mitra pemerintah
dalam membina dan mengembangkan kerajinan (Dekranas 2016).
Pengrajin binaan Dekranasda Kota Bogor yang didominasi oleh
perempuan sebanyak 80 persen (77 Pengrajin) dari total pengrajin yang ada. Dinas
koperasi dan UKM Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor (2015)
menyatakan bahwa hampir 50 persen keberadaan UKM di Bogor dimiliki oleh
perempuan. Selain itu, terdapat perbedaan bidang usaha yang ditekuni oleh
perempuan dan laki-laki, yakni hampir 80 persen perempuan menjalankan usaha
dibidang retailing dan jasa pelayanan. Sedangkan pria menjalani berbagai jenis
usaha seperti usaha pabrik, kontruksi, transportasi, dan pertambangan (Zimmere
& Scraborough 1996 dalam Alma 2009). Kementerian Koperasi dan UKM
Indonesia (2014) mencatat bahwa terdapat 60 persen perempuan wirausaha dari
total jumlah UKM yang ada. Selain itu, Global Entrepreneuship Monitor and
United States dalam Bjerke (2013) juga menyatakan bahwa di dunia tercatat
jumlah perempuan yang memimpin sebuah perusahaan mencapai hampir separuh
dari jumlah lelaki yang menjadi pemimpin usaha. Hal ini menandakan bahwa
perkembangan jumlah perempuan wirausaha semakin baik.
Perempuan memiliki keunggulan daripadi laki-laki dalam hal bertahan dari
krisis moneter, ekonomi, pangan, energi yang menimpa dunia dan Indonesia
dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Adanya kelebihan ini disebabkan perbedaan
terhadap fokus dalam menjalankan usaha dimana para lelaki biasanya memiliki
fokus yang lebih dalam menghasilkan profit karena adanya tanggung jawab lebih
dalam pemanfaatannya (tanggungan keluarga), sedangkan perempuan biasanya
menjalankan usaha dengan fokus minat tanpa terpaku dari besarnya profit.
Adanya perbedaan fokus ini menyebabkan bahwa usaha yang dijalankan
perempuan tidak terlalu berpengaruh oleh berbagai kebijakan yang dapat
mempengaruhi kewirausahaan (Bjerke 2013).
Selain itu, Tambunan (2009); Afrin (2008); Kimbu & Ngoasong (2016);
Ghani et al. (2014) memaparkan beberapa fakta penting yang berkaitan dengan
perempuan pengusaha diantaranya UKM yang dipimpin oleh perempuan mampu
menyediakan mata pencaharian lebih dari 90 persen terutama untuk pekerja
perempuan dan muda. Kedua pengusaha perempuan lebih banyak berada di usaha
kecil dibandingkan usaha menengah. Ketiga mayoritas perempuan wirausaha
lebih menggunakan faktor pendorong (kemiskinan, pengangguran, kebutuhan
uang tunai yang kurang dan lainnya) dibandingkan faktor penarik (tantangan,
inovasi, dan lainnya) untuk dijadikan alasan kuat memilih menjadi wirausaha
guna menyalurkan hobi ataupun mengisi waktu luang. Keempat banyaknya peran
perempuan wirausaha yang hanya pada usaha kecil disebabkan rendahnya
pendidikan formal dan kurangnya kesempatan pelatihan, pekerjaan rumah tangga
yang berat, hukum, tradisi, adat istiadat, kendala budaya atau agama, dan
kurangnya akses ke kredit formal dan fasilitas lainnya.
Perumusan Masalah
Industri kerajinan merupakan industri terbesar pada UKM Kota Bogor
berdasarkan jumlah unit (2 045 unit), penyerapan tenaga kerja (14 912 jiwa) dan
investasi (Rp 15 771 460 010,-), sehingga pemerintah membentuk Dekranasda

4
dengan tujuan mengontrol dan membina pengrajin untuk terus mengembangkan
usaha mereka (Pemerintah Kota Bogor 2015). Perempuan pengrajin mendominasi
hingga 80 persen dari keseluruhan pengrajin yang tergabung pada Dekranasda
Kota Bogor. Namun, tercatat hanya sekitar 46 perempuan pengrajin yang aktif
berproduksi setiap bulannya, selebihnya melakukan produksi dalam waktu yang
tidak tentu yang disebabkan belum terlalu fokus terhadap kegiatan pemasaran
dengan kata lain belum seluruh perempuan pengrajin dapat dikatakan sebagai
perempuan wirausaha.
Berdasarkan survey awal kepada pengelolah Dekranasda Kota Bogor, skala
usaha pengrajin perempuan tidak mengalami peningkatan tercermin dari
pendapatan pengrajin perempuan yang tidak mengalami peningkatan secara
signifikan dalam waktu tiga tahun terakhir sejak dilakukan penelitian (Gambar 1).
Pendapatan merupakan salah satu indikator dari kinerja usaha, sehingga dapat
dikatakan pula bahwa kinerja usaha pada industri kerajinan Kota Bogor tidak
mengalami peningkatan. Sehingga perlunya mengetahui variabel-variabel apa saja
yang mampu mempengaruhi pertumbuhan kinerja usaha pada industri kerajinan.
140000000
120000000
100000000
80000000
60000000

2014

40000000

2015

20000000

2016

0

Gambar 1. Rata-rata Pendapatan Industri Kerajinan Kota Bogor
Sumber : Dekranasda Kota Bogor (2016).

Informasi dari pengelolah Dekranasda Kota Bogor bahwa jenis usaha
fashion, handycraft dan perhiasan menjadi jenis usaha yang paling sering
memberikan keluhan mengenai pendapatan. Hal ini dikarenakan adanya
kebutuhan inovasi yang lebih tinggi dalam menciptakan produk dibandingkan
dengan jenis usaha lainnya (seni budaya, mainan anak-anak dan furniture)
sehingga pengrajin sulit untuk meningkatkan produksi mengingat sulitnya dalam
pemenuhan tenaga kerja ahli. Berdasarkan data Dekranasda bahwa dari ketiga
jenis usaha tersebut (fashion, handycraft dan perhiasan) didominasi oleh
perempuan pengrajin hingga 70 persen (Gambar 2). Oleh karena itu, perempuan
pengrajin menjadi objek fokus dalam penelitian ini.

5
20
18

16
14
12
10

Perempuan

8

Laki-laki

6
4
2
0
Fashion Handycraft

Seni
Mainan Perhiasan Furniture
Budaya Anak-anak

Gambar 2. Jumlah Pengrajin berdasarkan Gender
Sumber : Dekranasda Kota Bogor (2016)

Rata-rata pendapatan perempuan pengrajin pada ketiga jenis usaha juga
diketahui dibawah Rp 20 000 000,-/bulan (Gambar 3), sehingga dapat dikatakan
bahwa sebagian besar industri kerajinan di Kota Bogor berada pada skala indutri
mikro (pendapatan ≤ Rp 25 000 000,-/bulan). Adanya fokus perempuan terhadap
minat dalam menjalankan usaha menyebabkan pengrajin perempuan tidak terlalu
berani mengambil resiko usaha dengan tujuan meningkatkan profit. Sedangkan,
berani mengambil resiko menjadi salah satu acuan wajib dalam bewirausaha.
Berdasarkan hal tersebut, perilaku kewirausahaan seperti berani mengambil resiko
menjadi penyebab kinerja usaha pengrajin perempuan kurang mengalami
peningkatan. Perilaku kewirausahaan adalah sikap mental, gaya hidup dan pola
tindak yang didasarkan atas pengetahuan, keahlian, pengalaman dan
kebutuhannya dalam upaya mengkaji peluang dan pertumbuhan bisnis serta
tindakannya berusaha mencari kreatifitas, menunjukkan keuletan, bersikap
mandiri dan berani mengambil risiko dengan perhitungan yang matang
(Dirlanudin 2010). Selain itu, penelitian terdahulu telah menjelaskan adanya
hubungan diantara perilaku kewirausahaan terhadap kinerja usaha (Wahyuningsih
2015; Sapar 2006; Dirlanudin 2010; Ariesa 2013).
Faktor individu perempuan pengrajin seperti motivasi juga dapat
mempengaruhi kemajuan kinerja usaha. Kurangnya fokus terhadap profit
menyebabkan pengrajin perempuan memiliki motivasi lain dalam berwirausaha,
sehingga diduga dapat mempengaruhi kinerja usaha mereka. Selanjutnya, faktor
lingkungan seperti dukungan pemerintah dalam hal informasi pasar ataupun harga
masih kurang. Hal ini terlihat dari hasil survey awal bahwa pengrajin hingga saat
ini masih kesulitan dalam hal informasi pasar dan harga. Kesulitan tersebut
berakibat pada penghambatan perkembangan usaha kerajinan. Selain itu,
Penelitian terdahulu telah menjelaskan adanya hubungan diantara faktor individu
dan faktor lingkungan terhadap perilaku kewirausahaan (Sapar 2006; Dirlanudin
2010; Sumantri 2013; Thaief 2010; Lubis 2013; dan Thobias 2013). Berdasarkan

6
penelitian-penelitian tersebut, faktor individu diantaranya pendidikan formal,
pengalaman, motivasi, kepemilikan sarana dan prasarana, dan persepsi pada usaha.
Sedangkan, faktor lingkungan ialah ketersediaan input, dukungan penyuluhan dan
pelatihan, dukungan pemerintah dalam bantuan modal, sarana produksi, promosi,
pemasaran, regulasi usaha dan akses informasi pasar.
140000000

120000000
100000000

80000000
60000000

2014

40000000

2015

20000000

2016

0

Gambar 3. Rata-rata Pendapatan Perempuan Pengrajin
Sumber : Dekranasda Kota Bogor (2016)

Minimnya penelitian mengenai perempuan wirausaha tidak sejalan dengan
jumlah perempuan wirausaha yang telah ada dan potensi besaran kinerja usaha
yang dijalankan oleh perempuan wirausaha (Das 2001 ; Samani 2008). Oleh
karena itu dibutuhkan beberapa referensi untuk dijadikan bahan oleh Dekranasda
dalam mengambil tindakan binaan untuk membantu mengatasi masalah yang
sedang dihadapi pengrajin. Oleh karena itu, penelitian mengenai hubungan
perilaku kewirausahaan terhadap kinerja usaha pada pengrajin perempuan Kota
Bogor perlu untuk dilakukan.
Berdasarkan uraian permasalahan diatas maka dapat ditarik beberapa point
permasalahan yang dapat diangkat dalam penelitian ini, yaitu :
1. Bagaimana pengaruh faktor individu dan lingkungan terhadap perilaku
kewirausahaan pada perempuan pengrajin kota Bogor ?
2. Bagaimana pengaruh perilaku kewirausahaan terhadap kinerja usaha pada
perempuan pengrajin kota Bogor?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas maka dapat ditarik tujuan penelitian
diantaranya :
1. Menganalisis pengaruh faktor individu dan lingkungan terhadap perilaku
kewirausahaan pada perempuan pengrajin kota Bogor.
2. Menganalisis pengaruh perilaku kewirausahaan terhadap kinerja usaha pada
perempuan pengrajin kota Bogor.

7
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsi kepada
pembuat kebijakan, baik di pusat maupun daerah dan ataupun swasta untuk
meningkatkan kinerja perempuan pengrajin yang ada di Kota Bogor berupa
informasi mengenai perilaku perempuan wirausaha dan kinerja usaha di UKM
Kota Bogor serta bahan pertimbangan untuk para perempuan wirausaha pemula
atau perempuan yang baru berkeinginan menjalankan usahanya. Lainnya hasil
penelitian ini berguna bagi penulis untuk mengembangkan ilmu yang didapat
selama perkuliahan di kampus.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini terbatas pada faktor individu dan lingkungan pengrajin
perempuan dalam berwirausaha, perilaku kewirausahaan dan kinerja usaha
pengrajin, serta pengaruh antara faktor individu dan lingkungan terhadap perilaku
kewirausahaan dan pengaruh antara perilaku kewirausahaan terhadap kinerja
usaha. Selain itu, jenis produk kerajinan tidak menjadi batasan dalam penelitian
ini, dimana seluruh jenis produk kerajinan yang dihasilkan oleh perempuan
pengrajin anggota Dekranasda akan menjadi bahan penelitian.

TINJAUAN PUSTAKA
Banyak aspek yang mampu mempengaruhi kinerja usaha dalam sebuah
perusahaan, baik aspek dari lingkungan individu perusahaan seperti individu
pemimpin perusahaan, sumber daya pekerja yang dimiliki, dan teknologi yang
digunakan, serta aspek lingkungan perusahaan seperti lembaga keuangan dan
pasar. Jenis usaha, skala usaha, dan gender pemimpin usaha juga mampu
membedakan aspek-aspek apa saja yang mampu mempengaruhi kinerja usaha,
oleh karena itu pemahaman kewirausahaan tidak bisa disamakan untuk segala tipe
usaha yang ada (Lourenco & Dilan 2011). Salah satu perbedaan yang tampak
diantaranya diungkapkan oleh Mills (2011) bahwa jenis usaha yang sama yakni
fashion memiliki aspek yang mempengaruhi kinerja berbeda pada pengusaha baru
dan lama, pengusaha baru masih terbilang simple yakni hanya memiliki 3
orientasi dasar sedangkan pengusaha lama lebih banyak memiliki orientasi
perusahaan. Hal ini disebabkan oleh banyak hal diantaranya skala usaha,
pengalaman pemilik perusahaan bahkan kepribadian pemimpin. Selain itu, budaya
juga mampu mempengaruhi adanya perbedaan aspek yang mempengaruhi kinerja,
sebagai contoh yakni penelitian yang dilakukan oleh Lerner et al. (1997) ; Goyal
& Jai (2011) pada perempuan wirausaha Israel dan perempuan wirausaha di India.
Adanya budaya kuat mengenai dominasi lelaki membuat pengusaha perempuan
yang berasal dari Israel ataupun India lebih kuat menahan resiko dan tekun. Pada
pengusaha perempuan ini memang sangat identik terhadap peran budaya, selain
juga mengenai pendidikan formal rendah dan kurangnya modal (Tambunan 2009)
hal ini pula masih berlaku di Indonesia.

8
Perempuan Wirausaha di UKM
Tambunan (2009); Afrin (2008); Kimbu & Ngoasong (2016); Ghani et al.
(2014) memaparkan beberapa fakta penting yang berkaitan dengan pengusaha
perempuan diantaranya UKM yang dipimpin oleh perempuan mampu
menyediakan mata pencaharian lebih dari 90 persen terutama untuk pekerja
perempuan dan muda. Kedua pengusaha perempuan lebih banyak berada di usaha
kecil dibandingkan usaha menengah. Ketiga mayoritas perempuan wirausaha
lebih menggunakan faktor pendorong (kemiskinan, pengangguran, kebutuhan
uang tunai yang kurang dan lainnya) dibandingkan faktor penarik (tantangan,
inovasi, dan lainnya) untuk dijadikan alasan kuat memilih menjadi wirausaha
guna menyalurkan hobi ataupun mengisi waktu luang. Keempat banyaknya peran
perempuan wirausaha yang hanya pada usaha kecil disebabkan rendahnya
pendidikan formal dan kurangnya kesempatan pelatihan, pekerjaan rumah tangga
yang berat, hukum, tradisi, adat istiadat, kendala budaya atau agama, dan
kurangnya akses ke kredit formal dan fasilitas lainnya.
Selain itu, Holienka et al. (2016) meneliti mengenai faktor-faktor yang
menjadi penentu perempuan wirausaha memiliki kesempatan atau kebutuhan
dalam berwirausaha, diperoleh bahwa faktor percaya diri, kewasapadaan terhadap
kesempatan, takut gagal, memahami karakteristik pengusaha/entrepreneur, usia,
dan pendapatan rumah tangga mempengaruhi kesempatan perempuan untuk
berwirausaha. Sedangkan, faktor percaya diri, takut gagal, mengetahui
karakteristik pengusaha/entrepreneur, dan usia menentukan perempuan memiliki
kebutuhan untuk berwirausaha. Demikian membuka wawasan penting mengenai
perempuan wirausaha yang berada di UKM, dimana kesuksesan usaha yang ada
banyak dipengaruhi dari faktor individu yang dimiliki pemimpin perusahaan
dibandingkan faktor lingkungan lainnya. Bagaimana sifat kepribadian ataupun
perilaku perempuan wirausaha itu sendiri dalam menjalankan usahanya, meliputi
tingkat kepercayaan diri (Koellinger et al. 2007), usia pemimpin usaha (Levesque
& Minniti 2006), perilaku mengeksplorasi model konseptual yang sudah ada
(Kuratko et al. 2005).
Selain aspek perilaku yang ada pada wirausaha itu sendiri, lingkungan
lingkungan juga mampu mempengaruhi kesuksesan UKM, diantaranya kurangnya
kompetensi kewirausahaan dan manajemen, sulit menemukan pasar dan jaringan
distribusi, kesempatan terbatas untuk melakukan promosi, dukungan pemerintah
maupun lembaga yang masih kurang, minimnya teknologi yang dapat digunakan
dalam kalangan UKM, serta korupsi yang masih merajalela (Singh & Rakesh.
2008). Sistem usaha yang relatif masih sangat sederhana di UKM dibandingkan
dengan usaha besar menyebabkan untuk cukup mudah dalam mempelajari UKM
dibandingkan usaha besar. Sehingga sangat memungkinkan untuk terus
memunculkan beberapa pengamatan baru mengenai UKM, selain mengingat
besarnya peran UKM di sebuah negara berkembang khususnya. “Perusahaan
besar menyusun strategi untuk pengembangan usaha hingga waktu panjang,
sedangkan UKM hanya melakukan strategi dengan adanya permasalahan usaha
yang sedang dihadapi” (Carrier 1994). Selain itu, Reuber & Eileen (1997)
mengungkapkan sebuah fakta unik dari UKM yakni secara umum bahwa UKM
lebih sukses melakukan penjualan diluar pasar domestik mereka sendiri. Hal ini
dikarenakan tidak terlalu adanya inovasi bagi wilayah mereka sendiri terhadap
produk yang dihasilkan UKM, sedangkan diluar wilayah mereka produk tersebut

9
lebih bisa dikatakan sebuah inovasi sehingga permintaan di luar pasar domestik
mereka akan lebih besar.
Adanya tuntutan peran utama sebagai seorang perempuan yang sudah
menikah yakni sebagai seorang ibu atau istri menjadi sebuah hal yang menarik
dari perempuan wirausaha. Seperti apa mereka memprioritaskan antara keluarga
dan usaha, seperti apa mereka menyikapi keadaan rumah tangga yang sangat
rumit tanpa menganggu kinerja usaha ataupun sebaliknya, seperti apa peran
keluarga dalam mendukung kinerja usaha ataupun sebaliknya dan sebagainya.
Setelah adanya keputusan seorang perempuan untuk menjadi wirausaha tentunya
lambat laun akan menguras waktu dan tenaga sehingga prioritas keluarga akan
berkurang, sama halnya dengan yang telah dijelaskan oleh Shelton (2006), bahwa
terdapat tiga strategi yang biasa diambil oleh perempuan wirausaha dalam
menangani urusan keluarga beserta usaha, diantaranya strategi penghapusan peran,
strategi pegurangan peran, dan strategi Sharing peran. Shelton (2006)
menjabarkan terdapat perbedaan sikap dan akibat yang terjadi dari ketiga strategi
tersebut yakni pabila perempuan wirausaha memilih untuk melakukan strategi
penghapusan peran maka secara signifikan akan terasa pada pertumbuhan usaha,
dimana perempuan wirausaha tersebut fokus terhadap peran sebagai pemimpin
usaha dan mengabaikan perannya sebagai seorang ibu atau istri. Hal demikian
baik untuk pertumbuhan ushaa namun akan kurang baik untuk keharmonisan
keluarga. Selanjutnya strategi pengurangan peran akan dipilih oleh perempuan
wirausaha dengan cara sedikit meluangkan waktunya kepada keluarga dengan
tujuan mengurangi konik yang sudah terjadi didalam keluarga, hal ini biasa
dilakukan oleh perempuan wirausaha yang sudah cukup lama melakoni dunia
usaha dan sudah mengecap keberhasilan didunia usaha. Sedangkan strategi
sharing peran paling banyak digemari oleh perempuan wirausaha karena strategi
ini dapat menetapkan proporsi peran perempuan antara keluarga dan usaha dengan
baik, oleh karena itu keharmonisan keluarga akan tetap dijaga tanpa mengurangi
perhatiannya kepada pertumbuhan usaha. Perempuan wirausaha yang sudah
menerapkan strategi ketiga ini memiliki kemampuan management konik dengan
baik.
Perempuan wirausaha memiliki beberapa perbedaan terhadap pria
wirausaha yakni diantaranya (Alma 2009) :
1. Motivasi perempuan wirausaha dalam membuka bisnis dikarenakan adanya
keinginan berprestasi dan adanya frustasi dalam pekerjaan sebelumnya.
Sedangkan wirausaha pria memiliki motivasi utama dalam membuka bisnis
yakni memperoleh keuntungan finansial demi memenuhi kebutuhan keluarga.
2. Dalam urusan permodalan, perempuan wirausaha lebih sulit untuk
memperolehnya dibandingkan dengan wirausaha pria, sehingga perempuan
biasanya memiliki sumber modal usaha dari tabungan, harta pribadi, dan
pinjaman pribadi. Lain halny dengan pria dimana kebanyakan memperoleh
modal usaha dari pinjaman lembaga keuangan.
3. Karakteristik perempuan wirausaha yang identik dengan sifat toleransi dan
eksibel, realistic dan kreatif, antusias dan enerjik dan mampu berhubungan
dengan lingkunga masyarakat dan mamiliki medium level of self confidence,
sedangkan kaum pria memiliki self confidence lebih tinggi dari kebanyakan
perempuan.

10
4. Di Amerika, Usia pria memulai usaha rata-rata umur 25-53 tahun, sedangkan
perempuan berusia 35-45 tahun.
5. Kerabat yang menunjang pada pengusaha perempuan adalah keluarganya,
suami, organisasi perempuan dan kelompok-kelompok sepergaulan.
6. Bentuk usaha yang dibuka oleh pria lebih banyak ragamnya akan tetapi pada
perempuan sebagian besar hanya berhubungan dengan bisnis jasa, pendidikan
formal, konsultan, dan public relations.
Pengaruh Faktor Individu dan Lingkungan Terhadap Perilaku
Beberapa penelitian sebelumnya telah menjelaskan mengenai hubungan
berbagai faktor terhadap perilaku, namun ragam yang ditunjukkan pada setiap
penelitian cukup terlihat terhadap atribut-atribut apa saja yang melekat pada
faktor-faktor tersebut. Mayabubun (2014) membagi karakateristik menjadi dua
bagian yakni karakteristik individu dan karakteristik usaha. Beberapa atribut
karakteristik individu yang berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku
kewirausahaan yakni umur, asal daerah, pendidikan formal dan jumlah
tanggungan keluarga ; serta karakteristik usaha juga berpengaruh terhadap
perilaku wirausaha yakni berupa umur usaha dan pendapatan. Selanjutnya, istilah
lain ditunjukkan oleh Sapar (2006) dan Dirlanudin (2010), faktor individu dan
faktor lingkungan menjadi pilihannya dalam menunjukkan pengaruh karakteristik
terhadap perilaku kewirausahaan. faktor individu yang berpengaruh secara nyata
terhadap perilaku yakni umur, pendidikan formal dan informal, pengalaman usaha,
ketekunan, kepemilikan sumber usaha, tingkat cosmopolitan, penggunaan modal
usaha ; faktor lingkungan adalah keluarga, lingkungan tempat kerja, kegiatan
penyuluhan, implementasi kebijakan kebijakan usaha kecil.
Sumantri (2013) ikut menjelaskan mengenai hubungan karaktersitik
personal terhadap jiwa kewirausahaan, dimana pendidikan, pelatihan, usia,
pengalaman bisnis, asal etnis tertentu dan latar belakang keluarga memiliki
hubungan positif terhadap jiwa kewirausahaan. Selain menghubungkan
karakteristik personal, Sumantri juga menghubungkan variabel lingkungan
individu terhadap jiwa kewirausahaan. Hubungan karakteristik kepemimpinan
dengan perilaku pemimpin usaha juga telah dijelaskan oleh Thaief (2010), dimana
karakteristik kepimimpinan yang dimaksud yakni faktor bakat langsung berupa
pengetahuan, keterampilan, pertimbangan dan struktur inisiasi, serta faktor
dominan berupa bakat, motivasi dan pengetahuan. Selain penelitian pada sebuah
usaha, Lubis (2013) juga melakukan penelitian serupa namun pada sebuah
program pendanaan usaha untuk mahasiswa yakni PMW. Beberapa atribut
karakterisik yang berpengaruh secara signifikan ialah jenis kelamin, asal daerah,
tempat tinggal serta pengeluaran.
Irjianto (2011) menggunakan istilah karakteristik individu dalam
penelitiannya mengenai kewirausahaan dan karakteristik individu wirausaha
rambak di Desa Bangsal Mojokerto. Hasil temuannya menunjukkan beberapa
karakteristik individu diantaranya jenis kelamin, usia, lama berwirausaha,
pendidikan formal, dan penghasilan mampu mempengaruhi jiwa kewirausahaan.
Selain itu, Setyawati dkk (2013) menemukan hasil penelitian bahwa pertumbuhan
industri dapat dipengaruhi oleh karakteristik kewirausahaan dan faktor lingkungan.
Karakteristik kewirausahaan yang dimaksud adalah sikap orientasi tugas dan hasil
pada profit, sedangkan faktor lingkungan berupa lingkungan internal seperti

11
supplai bahan baku dan kestabilan harga bahan baku, dan penggunaan peralatan
produksi dan eksternal berupa pemasok, produk substitusi, pendatang baru,
pesaing dan perantara. Penelitian serupa juga telah dilakukan oleh Thobias (2013),
kali ini menggunakan istilah modal sosial dengan atribut partisipasi dalam
jaringan, pembalasan, percaya dan norma sosial. Melalui metode rank spearman
hasil penelitian ini menunjukkan bahwa modal sosial dan perilaku kewirausahaan
memiliki hubungan yang sangat tinggi.

Faktor Individu

Faktor Lingkungan

Perilaku
Kewirausahaan

Gambar 4. Model Hubungan antara Faktor Individu dan Faktor Lingkungan
terhadap Perilaku Kewirausahaan
Sumber : Delmar (1996)

Pengaruh Faktor Individu dan Lingkungan terhadap Kinerja Usaha
Ariesa (2013) dalam penelitiannya mengenai pengaruh perilaku
kewirausahaan terhadap kinerja usahatani tembakau Virginia juga menjelaskan
didalamnya mengenai hubungan karakteristik individu terhadap kinerja. Namun,
dalam hal ini Ariesa tidak menggunakan istilah karakteristik individu saja
melainkan mengaplikasikan istilah faktor lingkungan berupa kepribadian individu,
lingkungan ekonomi, lingkungan politik, dan lingkungan fisik. Melalui hasil
analisis regresi linier berganda diperoleh bahwa keempat variabel diatas mampu
mempengaruhi kinerja usahatani tembakau Virginia, bahkan variabel lingkungan
ekonomi sangat memberikan pengaruh yang besar terhadap kinerja usahatani.
Lingkungan ekonomi yang dimaksud berupa harga input-output, akses model,
struktur pasar, inovasi produk olahan dan peranan asosiasi. Sedangkan variabel
kepribadian yang dimaksud yakni need for achievement, innovativeness, proactive
personality, self-effacy, stress tolerance, need for autonomy, individu locus of
control, dan risk taking. Sedangkan atribut karakteristik petani yang digunakan
yakni usia, status pernikahan, lama usaha, pekerjaan orang tua, tingkat pendidikan,
luas lahan, dan keuntungan.
Penerapan metode partial least square (PLS) terhadap penelitian serupa
pada objek wirausaha bawang goreng di Palu menjelaskan adanya hubungan
secara tidak langsung diantara karakteristik pelaku usaha terhadap kinerja usaha,
dimana pengaruh yang diberikan oleh variabel karakteristik pelaku usaha secara
langsung pada perilaku kewirausahaanya, selanjutnya perilaku tersebut mampu
mempengaruhi kinerja usaha bawang goreng itu sendiri. Istilah karakteristik
pelaku usaha kali ini menggunakan faktor individu dan lingkungan dengan atribut
yang tergabung dalam variabel tersebut dalam penelitian kali ini yakni pendidikan,
pengalaman, motivasi, modal, kepemilikan sarana dan prasarana, skala usaha dan
persepsi terhadap usaha untuk faktor individu, sedangkan untuk faktor lingkungan
menggunakan atribut ketersediaan input, dukungan penyuluhan dan pelatihan,
dukungan pemerintah dalam bantuan modal dan sarana produksi, dukungan

12
promosi danpemasaran, dukungan regulasi usaha dan akses informasi pasar, dan
kekompakan antar pelaku usaha. Hasil penelitian menunjukkan kedua variabel
(faktor individu dan lingkungan) memberikan pengaruh yang positif terhadap
perilaku. Namun, faktor individu lebih dominan memberikan pengaruh terhadap
pembentukan perilaku (Wahyuningsih 2015).
Selain menggunakan istilah kinerja usaha, Dirlanudin (2010) menerapakan
istilah keberhasilan usaha. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa keberhasilan
usaha kecil industri agro dipengaruhi secara nyata oleh faktor individu, faktor
lingkungan dan gabungan kegiatan penyuluhan serta kebijakan usaha kecil. Faktor
individu yang digunakan yakni tingkat ketekunan, tingkat kepemilikan sumber
usaha, tingkat kekosmopolitan, penggunaan modal usaha dan kontribusi bagi
keluarga. Sedangkan faktor lingkungan yang dimaksud berupa pandangan
masyarakat tentang wirausaha, kekompakkan antar pengusaha kecil,
keberfungsian forum usaha kecil, dan nilai/kebiasaan masyarakat.

Faktor Individu
Kinerja Usaha
Faktor Lingkungan
Gambar 5. Model Hubungan antara Faktor Individu dan Faktor Lingkungan terhadap
Kinerja Usaha
Sumber : Delmar (1996)

Pengaruh Perilaku Kewirausahaan terhadap Kinerja Usaha
Beberapa penelitian terdahulu telah menyajikan hubungan diantara
variabel perilaku kewirausahaan dan kinerja usaha. Diantaranya penelitian yang
dilakukan pada mikro kecil agribisnis di Provinsi Papua oleh Rante (2010),
menjelaskan bahwa perilaku kewirausahaan memiliki peran strategis sebagai
mediasi budaya etnis terhadap kinerja usaha, dimana perilaku kewirausahaan
mampu mengevaluasi budaya etnik yang kurang sesuai dalam mengelola usaha
serta mampu memanfaatkan peluang-peluang yang diberikan pemerintah untuk
mengembangkan usaha yang dimiliki. Rante mengaplikasikan beberapa atribut
pada variabel perilaku diataranya yakni kemauan/daya saing, disiplin, kerja keras,
kejujuran, ketekunan, keuletan, kreatifitas, komunikatif, keberanian mengambil
resiko, kejelian, inovatif, dan berbudi luhur. Pada kasus komoditi tembakau yang
memiliki pasar oligopsoni menyebabkan petani tidak memiliki posisi tawar
sehingga membutuhkan lingkungan yang mendukung dalam mengusahakan
tembakau. Oleh karena itu, perilaku kewirausahaan harus dipandang menjadi
salah satu faktor yang berperan dalam mendorong kinerja (Ariesa 2014). Ariesa
mendeteksi perilaku kewirausahaan pada petani tembakau melalui atribut-atribut
seperti mendeteksi dan eksploitasi peluang, membuat keputusan di bawah
ketidakpastian, bekerja keras, dan kemampuan manajemen.
Wahyunigsih (2015) menerapkan atribut-atribut perilaku kewirausahaan
berupa inovatif, berani mengambil resiko dan tekun berusaha. Melalui metode

13
PLS dihasilkan bahwa perilaku kewirausahaan berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja usaha, dimana apabila adanya peningkatan pada perilaku
kewirausahaan maka akan menyebabkan adanya penigkatan pula pada kinerja.
Penelitian serupa juga pernah dilakukan di UMKM Surakarta, menggunakan
beberapa variabel yang mempengaruhi perubahan-perubahan perilaku
kewirausahaan yakni kemampuan manajerial, kemampuan akumulasi modal,
kepemimpinan, inovasi, keberanian mengambil resiko, lingkungan fisik,
lingkungan ekonomi, lingkungan organisasi dan karaktersitik individual. Melalui
metode PLS pula hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh yang diberikan
oleh perilaku kewirausahaan terhadap kinerj usaha (Haryono, dkk 2012). Kinerja
usaha memiliki beberapa atribut yang mempengaruhinya seperti peningkatan
produksi, pengembangan unit bisnis, volume penjualan, dan kualitas (Rante 2010;
Ariesa 2014; Wahyuningsih 2015).
Model umum perilaku kewirausahaan dan kinerja usaha yang telah
dituliskan oleh Delmar (1996) seperti pada gambar 1 dibawah ini :

Individu
Perilaku
Kewirausahaan

Kinerja
Usaha

Lingkungan

Gambar 6. Model Hubungan Perilaku Kewirausahaan dan Kinerja Usaha
Sumber : Delmar (1996)

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Teoritis
Usaha Kecil dan Menengah
Berbicara mengenai usaha, diketahui bahwa jumlah Usaha Kecil dan
Menengah (UKM) masih menguasai di berbagai negara, terutama dibagian negara
berkembang. Tambunan (2009) menjelaskan bahwa lebih dari 95% negara
berkembang yang ada di dunia sangat mementingkan keberadaan UKM dalam hal
perbaikan perekonomian negara. Sama Halnya di Indonesia bahwa UKM masih
merupakan sumber penting dari pertumbuhan ekonomi, oleh karena itu tidak
mengherankan UKM mendapat perhatian yang cukup besar di Indonesia. Di
Indonesia sendiri jumlah UKM mencapai 1.361.129 unit, sedangkan usaha besar
hanya 98 unit (KUMKM 2015). Cepatnya pertambahan dari jumlah UKM ini
tentunya tidak lepas dari profit yang bisa dijanjikan terutama bagi pengusaha baru.
Tentunya keberhasilan dari UKM ini sendiri tidak lepas dari berbagai aspek
pendorong maupun penariknya. Beberapa literatur telah menyebutkan beberapa
aspek yang mampu mempengaruhi keberhasilan dari sebuah UKM diantaranya
karakteristik UKM, karakteristik pemilik usaha, Pelanggan dan pasar, cara

14
melakukan bisnis, sumberdaya dan keuangan, penggunaan internet, dan
lingkungan lingkungan (Indarti & Langenberg 2004; Islam et al. 2010; Lawson et
al. 2003; Zhou et al. 2007). Akan tetapi, UKM di Indonesia masih terbilang
belum cukup sukses, hal demikian juga dijelaskan oleh Tambunan (2005) bahwa
kegagalan yang sering dialami UKM dikaitkan dengan fakta bahwa faktor-faktor
yang seharusnya dapat membuat sukses sebuah (management, bantuan pemerintah
atau lembaga, teknologi dan lain-lain) UKM tidak ada ataupun tidak dilakukan
dengan benar. Selain itu, UKM juga sering mengabaikan pentingnya pasar
sehingga sering terjadi salah sasaran pasar ataupun tidak adanya pengembangan
pasar.
Dari keseluruhan UKM yang ada di Indonesia diketahui bahwa 60%
dimiliki oleh perempuan, oleh Karena itu peran pengusaha perempuan mejadi
cukup besar dalam kemajuan ekonomi negara. (Menteri Negara Pemberdayaan
Perempuan dalam Hani et al. 2012). Adanya fenomena yang menarik tersebut
dimana perempuan yang masih dikenal sebagai hal yang tidak biasa dalam
memimpin usaha bahkan mampu menguasai keberadaan UKM di Indonesia. Hal
demikianlah yang menyebabkan mempelajari pengusaha perempuan itu menjadi
menarik dan akan penuh tantangan. Beberapa penelitian terhadap pengusaha
perempuan seperti yang telah dilakukan oleh Fagenson (1993); Sexton dan Nancy
(1990); Elizabeth, Susan (2006) menyatakan bahwa tidak adanya perbedaan yang
nyata diantara perempuan dan laki-laki disaat mereka menjadi pimpinan
perusahaan, karena keberhasilan sebuah perusahaan hanya ditumpu dari
kemampuan manajemen pemimpin yang tidak dapat dicerminkan hanya karena
gender.
Pemilihan variabel-variabel atau atribut-atribut dalam analisis Partial
Least Square (PLS) pada penelitian ini tentunya berangkat dari pemahaman teoriteori yang telah ada sebelumnya. Pada sub bab kali ini akan dijelaskan mengenai
teori-teori yang digunakan dalam penelitian yang meliputi faktor individu dan
lingkungan, perilaku kewirausahaan, kinerja usaha serta hubungan diantaranya.
Variabel faktor individu dan lingkungan yang digunakan mengaplikasikan
penelitian yang telah dilakukan oleh Wahyuningsih (2015) yakni diantaranya
untuk faktor individu berupa pendidikan formal, pengalaman, motivasi, modal,
kepemilikan sarana dan prasarana, dan persepsi pada usaha ; f