Distribusi Spasial Klorofil-a, Produktivitas Primer, dan TSS di Teluk Jakarta dengan Menggunakan Citra Satelit Landsat-ETM Tahun 2002 - 2011

DISTRIBUSI SPASIAL KLOROFIL-A, PRODUKTIVITAS PRIMER,
DAN TSS DI TELUK JAKARTA DENGAN MENGGUNAKAN CITRA
SATELIT LANDSAT-ETM TAHUN 2002 -2011

NIKI DRUPADITYA GUSTI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Distribusi Spasial
Klorofil-a, Produktivitas Primer, dan TSS di Teluk Jakarta dengan
Menggunakan Citra Satelit Landsat-ETM Tahun 2002 - 2011 adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, 5 Juni 2014

Niki Drupaditya Gusti
NRP C54080080

ABSTRAK
NIKI DRUPADITYA GUSTI. Distribusi Spasial Klorofil-a, Produktivitas Primer,
dan TSS di Teluk Jakarta dengan Menggunakan Citra Satelit Landsat-ETM Tahun
2002 - 2011. Dibimbing oleh VINCENTIUS P. SIREGAR dan ALAN F.
KOROPITAN.
Pengukuran konsentrasi klorofil-a, produktivitas primer, dan TSS
menggunakan citra Landsat-ETM pada musim timur (musim kemarau) dari tahun
2002 hingga 2011 telah dilakukan untuk mengkaji dinamika konsentrasi
parameter – parameter tersebut di perairan Teluk Jakarta Konsentrasi klorofil-a
dan produktivitas primer di Teluk Jakarta memiliki nilai yang lebih tinggi
dibandingkan di laut lepas sedangkan konsentrasi TSS yang terdapat di perairan
Teluk Jakarta menunjukan nilai yang berfluktuatif. Selain itu, analisis temporal

menghasilkan tren distribusi dari klorofil-a yang makin bergerak keluar dari Teluk
Jakarta. Distribusi dari produktivitas primer cenderung tetap berada didaerah
pesisir Teluk Jakarta dengan nilai penyebaran yang semakin meningkat.
Sedangkan tren penyebaran dari TSS cenderung bervariasi. Secara umum, pola
penyebaran klorofil-a dan produktivitas primer memiliki kemiripan, tetapi berbeda
dengan pola distribusi TSS. Secara keseluruhan, perubahan parameter – parameter
tersebut diakibatkan oleh aktivitas manusia (antropogenik) di wilayah
JABODETABEK.
Kata kunci: klorofil-a, produktivitas primer, TSS, Teluk Jakarta, Landsat-ETM,
antropogenik

ABSTRACT
NIKI DRUPADITYA GUSTI. Spatial Distribution of Chlorophyl-a, Primary
Production, and TSS in Jakarta Bay using Landsat-ETM Satellite Images In 2002
- 2011. Supervised by VINCENTIUS P. SIREGAR and ALAN F. KOROPITAN.
Measurements of chlorophyl-a, primary production, and TSS concentration
using Landsat-ETM images during the period of 2002 – 2011 particularly for
southeast monsoon (dry season) have been used in order to study the dynamics of
those parameters in Jakarta Bay. Chlorophyl-a and primary distributions in Jakarta
Bay show higher concentration in the coastal water than open water, meanwhile

TSS concentration in Jakarta Bay show a fluctuative value. On the other hand,
temporal analysis produces distribution trend of the chlorophyl-a towards out of
the Jakarta Bay. Distributions of primary production tend to stay in the coastal of
Jakarta Bay with increased value of spreading. While the distributions trend of
TSS tend to varies. In general, the distribution patterns of chlorophyl-a and
primary productions are similar, but they are different with TSS distributions.
Overall, the changing parameters are influenced by human activities
(anthropogenic) in Jakarta Metropolitan Area.
Keywords: chlorophyl-a, primary production, TSS, Jakarta Bay, Landsat-ETM,
anthropogenic

DISTRIBUSI SPASIAL KLOROFIL-A, PRODUKTIVITAS PRIMER,
DAN TSS DI TELUK JAKARTA DENGAN MENGGUNAKAN CITRA
SATELIT LANDSAT-ETM TAHUN 2002 -2011

NIKI DRUPADITYA GUSTI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Kelautan

pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Distribusi Spasial Klorofil-a, Produktivitas Primer, dan TSS di
Teluk Jakarta dengan Menggunakan Citra Satelit LandsatETM Tahun 2002 - 2011
Nama
: Niki Drupaditya Gusti
NIM
: C54080080

Disetujui oleh

Dr. Ir. Vincentius P. Siregar, DEA
Pembimbing I


Dr. Alan F. Koropitan, S.Pi, M.Si
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M. Sc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus: 5 Juni 2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2012 ini ialah
analisis dinamika kondisi perairan, dengan judul Distribusi Spasial Klorofil-a,
Produktivitas Primer, dan TSS di Teluk Jakarta dengan Menggunakan Citra
Satelit Landsat-ETM Tahun 2002 – 2011.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Vincentius P. Siregar,
DEA dan Bapak Dr. Alan F. Koropitan, S.Pi, M.Si selaku pembimbing, Bapak

Prof. Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M.Sc selaku dosen penguji, serta Bang Anggi A.
Muzaki yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada Bapak Afdal dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia,
Bapak Petrus, Bang Donwil, Bang Aldino, dan Reffa yang telah membantu
penulis selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada Ayah, Ibu, Dwiki, dan Exha, atas segala dukungan, doa dan kasih
sayangnya, serta kepada Nurlaela, Wahida, Mei, Irma, Vero, Reffa, Bagus, Herwi,
Jihan, Ade, Afwan, dan kawan-kawan ITK 45 atas kebersamaan dan persahabatan
yang sangat tulus selama ini.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, 5 Juni 2014

Niki Drupaditya Gusti

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi


DAFTAR GAMBAR

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

METODOLOGI

2


Lokasi dan Waktu Penelitian

2

Alat dan Bahan Penelitian

2

Metode Penelitian

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Kondisi Umum Perairan Teluk Jakarta pada Musim Timur

6


Sebaran Konsentrasi Klorofil-a di Teluk Jakarta pada Musim Timur Selama
Tahun Pengamatan
10
Sebaran Konsentrasi Produktivitas Primer di Teluk Jakarta pada Musim
Timur Selama Tahun Pengamatan
13
Sebaran Konsentrasi Total Suspended Solid di Teluk Jakarta pada Musim
Timur Selama Tahun Pengamatan
15
Analisis Temporal Klorofil-a, Produktivitas Primer, dan TSS di Teluk
Jakarta pada Musim Timur Selama Tahun Pengamatan
SIMPULAN DAN SARAN

18
27

Simpulan

27


Saran

28

DAFTAR PUSTAKA

28

LAMPIRAN

31

DAFTAR TABEL
1
2

Daftar Tanggal Akuisisi Citra Satelit Landsat-ETM yang Digunakan
Rataan Laju Angin Musim Timur (Juni – Agustus) Pada Tahun
Pengamatan di Tanjung Priok (Dalam Satuan Knots)


2
6

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

8

9

10

11

12

13

14
15

Peta Lokasi Penelitian
Diagram Alir Penelitian
Windrose Bulan Juni (a), Juli (b), dan Agustus (c)
Grafik Curah Hujan Pada Bulan Juni, Juli, dan Agustus Selama
Tahun Pengamatan di Tanjung Priok
Tren Rataan Curah Hujan (a) dan Hari Hujan (b) Tahunan Tanjung
Priok Tahun 2002-2011
Stickplot Arus Permukaan Teluk Jakarta pada Bulan Juli
Peta Sebaran Nilai Konsentrasi Klorofil-a di Teluk Jakarta pada
Musim Timur Tahun 2002 (a), 2004 (b), 2005 (c), 2006 (d), 2008 (e),
2009 (f), dan 2011 (g)
Peta Sebaran Nilai Konsentrasi Produktivitas Primer di Teluk Jakarta
pada Musim Timur Tahun 2002 (a), 2004 (b), 2005 (c), 2006 (d),
2008 (e), 2009 (f), dan 2011 (g)
Peta Sebaran Konsentrasi TSS di Teluk Jakarta pada Musim Timur
Tahun 2002 (a), 2004 (b), 2005 (c), 2006 (d), 2008 (e), 2009 (f), dan
2011 (g)
Peta Sebaran Klorofil 1,5 - 3 mg/m3 di perairan Teluk Jakarta Musim
Timur Tahun 2002 (a), 2004 (b), 2005 (c), 2006 (d), 2008 (e), 2009
(f), dan 2011 (g)
Peta Sebaran Produktivitas Primer 0,03 mg C/m3/hari di Perairan
Teluk Jakarta Pada Musim Timur Tahun 2002 (a), 2004 (b), 2005 (c),
2006 (d), 2008 (e), 2009 (f), dan 2011 (g)
Peta Sebaran TSS ≥ 20 mg/l di Perairan Teluk Jakarta pada Musim
Timur Tahun 2002 (a), 2004 (b), 2005 (c), 2006 (d), 2008 (e), 2009
(f), dan 2011 (g)
Histogram Kisaran Nilai Rata-Rata Klorofil-a (a), Produktivitas
Primer (b), dan TSS (c) di Teluk Jakarta pada Musim Timur Selama
Tahun Pengamatan
Peta Tutupan Lahan Wilayah JABODETABEK Tahun 2004, 2008,
dan 2011
Laju Perubahan Tutupan Lahan Wilayah JABODETABEK Tahun
2002-2011 (dalam Ha)

2
4
7
8
8
10

11

14

16

19

21

23

25
26
27

DAFTAR LAMPIRAN
1

Curah Hujan (CH) dan Hari Hujan (HH) Pada Tahun Pengamatan di
Tanjung Priok

31

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Teluk Jakarta merupakan kawasan perairan yang sangat penting, baik
dipandang dari segi ekologis maupun ekonomis. Secara ekologis perairan ini
merupakan penopang sistem ekologi dari biota laut di Laut Jawa dan secara
ekonomis merupakan lahan kehidupan ribuan masyarakat yang menggantungkan
hidupnya melalui berbagai aktivitas yang dilakukan di Teluk Jakarta dan
sekitarnya.
Tekanan terhadap perairan Teluk Jakarta tidak hanya berasal dari aktifitas
manusia di perairan tersebut, namun juga berasal dari aktivitas manusia yang
berada di daratan di sekitar kawasan Teluk Jakarta (JABODETABEK). Tigabelas
aliran sungai yang bermuara ke Teluk Jakarta tidak saja membawa pasokan
nutrien yang dibutuhkan oleh organisme yang berada di perairan tersebut, namun
juga membawa berbagai limbah dengan tingkat pencemaran yang tinggi dan
mengakibatkan kualitas perairan Teluk Jakarta terus menurun.
Penelitian tentang kualitas perairan (klorofil-a, produktivitas primer, dan
TSS) di wilayah perairan Teluk Jakarta telah banyak dilakukan (Siregar et al,
2013). Kualitas perairan tersebut sangat dipengaruhi oleh aktifitas manusia
disekitarnya. Produktivitas primer dapat digunakan sebagai acuan untuk
mengetahui daerah pengangkapan ikan, sedangkan sebaran TSS dapat digunakan
untuk mengetahui seberapa besar pencemaran yang terjadi di perairan. Salah satu
cara untuk mengetahui sebaran konsentrasi dari masing-masing parameter tersebut
adalah dengan menggunakan sistem penginderaan jauh tanpa adanya kontak
langsung terhadap perairan tersebut. Saat ini terdapat banyak jenis satelit yang
dapat digunakan untuk mendeteksi kualitas perairan. Salah satunya dengan
menggunakan citra Landsat-ETM yang memiliki resolusi spasial 30x30 m dan
resolusi temporal 16 hari.
Beberapa penelitian untuk mengetahui kualitas perairan Teluk Jakarta
dengan menggunakan data Landsat-ETM, khususnya untuk mengetahui
konsentrasi klorofil-a, produktivitas primer, dan TSS telah banyak dilakukan
sebelumnya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sidabutar (2009) menggunakan
data satelit Landsat-ETM menunjukan bahwa konsentrasi klorofil-a mengalami
kenaikan dari tahun 2003-2004 dan terus menurun hingga pada tahun 2009
dengan rata-rata konsentrasi sebesar 2,5 mg/m3. Lestari (2009) menggunakan data
satelit Landsat-ETM menduga konsentrasi TSS di perairan Teluk Jakarta pada
musim Timur sebesar >100 mg/l.
Berdasarkan hasil dari penelitian tersebut dapat diketahui bahwa nilai
konsentrasi klorofil-a, produktivitas primer, dan TSS di perairan Teluk Jakarta
memiliki nilai yang berbeda dari masing-masing waktu pengamatan. Untuk itu,
penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sebaran konsentrasi klorofil-a,
produktivitas primer, dan TSS secara spasial dan temporal yang dapat digunakan
untuk mengetahui perubahan konsentrasi klorofil-a, produktivitas primer, dan TSS
secara spasial dari waktu ke waktu, khususnya pada musim timur.

2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengkaji dinamika sebaran klorofil-a,
produktivitas primer, dan TSS secara spasial dan temporal di perairan Teluk
Jakarta dengan menggunakan citra Landsat-ETM pada musim timur dari tahun
2002 hingga 2011.

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Pengolahan data pada penelitian ini dilaksanakan pada bulan November
2012 hingga bulan April 2013. Lokasi penelitian ini merupakan perairan di
kawasan Teluk Jakarta, DKI Jakarta, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

Alat dan Bahan Penelitian
Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini, diantaranya citra satelit
Landsat sebanyak 7 buah (Tabel 1), laptop dengan perangkat lunak ER Mapper
6.4, ArcGIS 9.2, Surfer 9, dan Microsoft Word 2007.
Tabel 1 Daftar Tanggal Akuisisi Citra Satelit Landsat-ETM yang Digunakan
No

Tanggal Akuisisi Citra

1
2
3
4
5
6
7

18/07/2002
07/07/2004
10/07/2005
11/06/2006
18/07/2008
21/07/2009
28/08/2011

3

Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yakni tahap pengolahan citra dan
tahap analisis. Tahap pertama, citra diolah untuk menghasilkan nilai konsentrasi
klorofil-a, produktivitas primer, dan TSS. Setelah nilai konsentrasi dari ketiga
parameter tersebut didapatkan, kemudian dapat dilakukan analisis temporal pada
tahap kedua. Alur penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.
1. Pengolahan Citra
Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan citra Landsat ETM path
122 row 64 yang di dapat dari http://earthexplorer.usgs.gov/ dengan total citra
sebanyak 7 buah dimana masing-masing citra tersebut dianggap mewakili kondisi
Musim Timur (Juni-Agustus) pada masing-masing tahun pengamatan selama 7
tahun (2002, 2004, 2005, 2006, 2008, 2009, dan 2011). Data tersebut diolah
dengan melalui tahapan sebagai berikut :
a. Registrasi Citra merupakan penentuan referensi koordinat yang sesuai
dengan lokasi peta.
b. Pengisian Gap Citra merupakan tahap pengisian wilayah kosong yang
terdapat pada citra Landsat-ETM. Adapun satelit Landsat mengalami
kerusakan pada tahun 2004 dimana pada citra yang dihasilkan terdapat
wilayah yang kosong (stripping). Pengisian gap kosong tersebut dilakukan
dengan menggunakan software GapFill dimana citra yang digunakan
untuk mengisi kekosongan tersebut merupakan citra yang diakuisisi pada
tahun 2002.
c. Croping Citra dilakukan untuk mendapatkan citra digital yang hanya
meliputi wilayah kajian, supaya pemrosesan data menjadi lebih efektif.
Proses pemotongan citra secara sederhana dilakukan dengan data vektor
untuk mendapatkan batas wilayah kajian yang diinginkan.
d. Koreksi Radiometrik bertujuan memperbaiki atau mengurangi kesalahan
pada citra yang telah dipengaruhi oleh penyerapan dan hamburan
gelombang oleh atmosfer bumi dengan cara penyesuaian histogram
(histogram adjusment) dengan menggeser nilai pantulan obyek untuk
mengoreksi nilai kecerahan (Brightness Value) pada citra asli.
e. Koreksi Geometrik bertujuan memperbaiki citra yang terdistorsi secara
geometrik karena posisi pengambilan citra. Koreksi geometrik merupakan
proses memposisikan citra sehingga cocok dengan koordinat peta dunia
yang sesungguhnya. Koreksi geometrik merupakan salah satu cara untuk
mengoreksi kesalahan letak atau pun posisi dari data raster terhadap posisi
sesungguhnya di bumi.
f. Band Komposit difokuskan kepada pembuatan komposisi atau
penggabungan warna dari band atau saluran gelombang yang disediakan
oleh citra satelit Landsat ETM. Untuk penelitian ini digunakan hanya
band 1 sampai band 5 dari citra satelit Landsat ETM untuk keperluaan
analisis data klorofil-a, produktivitas primer, dan TSS.

4
Start

Citra Satelit Landsat-ETM

Tahap Ekstraksi Citra

Cropping
Pengisian Gap
Koreksi Radiometrik
Koreksi Geometrik

Peta Sebaran
Konsentrasi
Klorofil-a

Peta Sebaran
Konsentrasi
Produktivitas Primer

Peta Sebaran
Konsentrasi
TSS

Peta Sebaran
Konsentrasi
Klorofil-a
2,5 mg/m3

Peta Sebaran
Konsentrasi
Produktivitas Primer
0,03 mg C/m3/hari

Peta Sebaran
Konsentrasi
TSS
20 mg/l

Analisis Spasial dan Temporal
Secara Visual

Stop

Gambar 2 Diagram Alir Penelitian
g. Ekstraksi Citra Satelit untuk Konsentrasi Klorofil-a dilakukan dengan
menggunakan algoritma dari Pentury (1997) dimana algoritma tersebut
didapatkan pada penelitian yang dilakukan di Teluk Ambon, sebagai
berikut :

Tahap Analisis
Spasial dan Temporal

Ekstraksi Citra

5
C = 2,387 (ETM2/ETM1) – 0,467

(1)

Keterangan : C = Konsentrasi Klorofil (mg/m3)
ETM1 = Nilai radian dari band 1 Landsat-ETM
ETM2 = Nilai radian dari band 2 Landsat-ETM
h. Ekstraksi Citra Satelit untuk Produktivitas Primer dilakukan dengan
mengkonversi hasil analisis konsentrasi klorofil menjadi konsentrasi
produktivitas primer kotor menggunakan algoritma dari Susilo (1999)
yang didapatkan dari hasil penelitian di Teluk Jakarta dan Laut Jawa ,
sebagai berikut :
(2)
P = 0,0207 + 0,007 C
Keterangan : P = Produktivitas primer (mg C/m3 /hari)
C = Konsentrasi Klorofil (mg/m3)
i. Ekstraksi Citra Satelit untuk TSS dilakukan dengan menggunakan
algoritma dari Ambarwulan W, (2002) yang didapatkan dari hasil
penelitian di Teluk Banten, sebagai berikut :
(3)
Keterangan : ETM1 = Nilai digital dari band 1 Landsat-ETM
ETM3 = Nilai digital dari band 3 Landsat-ETM
2. Analisis Temporal
Analisis temporal dilakukan untuk mengetahui perubahan pola distribusi
atau sebaran dari konsentrasi klorofil-a, produktivitas primer dan total suspended
solid (TSS) tahun 2002 hingga tahun 2011. Analisis tersebut dilakukan dengan
cara membandingkan secara visual perubahan yang terjadi dari sebaran
konsentrasi masing-masing parameter tersebut pada musim timur dari tahun 2002
hingga 2011. Untuk memudahkan hal tersebut, ditampilkan peta kontur sebaran
dari salah satu nilai dari masing-masing parameter dimana nilai tersebut memiliki
arti yang penting ataupun dianggap mewakili secara keseluruhan. Adapun untuk
klorofil-a, nilai konsentrasi yang ditampilkan pada peta adalah 2,5 mg/m3. Nilai
tersebut dipilih karena berdasarkan Wouthuyzen (2007), suatu perairan dinyatakan
dalam kondisi siaga Harmful Algae Blooms (HAB) jika konsentrasi klorofil-a
mencapai nilai 2,5 mg/m3 hingga 5 mg/m3 dan akan menjadi bahaya jika nilai
konsentrasi tersebut menutupi seluruh kawasan perairan Teluk Jakarta. Untuk
produktivitas primer, nilai konsentrasi yang ditampilkan pada peta adalah 0,03 mg
C/m3/hari. Nilai tersebut dipilih karena nilai tersebut merupakan nilai rata-rata
kadar produktivitas primer yang terdapat di perairan Teluk Jakarta. Sedangkan
untuk TSS, nilai konsentrasi yang ditampilkan pada peta adalah 20 mg/l. Nilai
tersebut dipilih karena berdasarkan Lee et.al. (1978) in Adiputro (1994) yang
menyatakan bahwa suatu perairan dikatakan mulai mengalami pencemaran jika
kadar TSS di perairannya mencapai kisaran lebih dari 20 mg/l.

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Perairan Teluk Jakarta pada Musim Timur


Pola Angin Kawasan Teluk Jakarta (Tanjung Priok)

Siregar et.al., (2013) menyatakan bahwa rezime angin yang berembus pada
bulan Juni, Juli, Agustus, dan September adalah angin Timuran yaitu Timur Laut
(NE) – Timur (E) – Tenggara (SE) dengan laju berkisar antara 1 – 7 knots. Nilai
rataan laju angin yang terjadi di Tanjung Priok pada musim timur pada tahun
pengamatan berdasarkan data yang diperoleh dari BMKG ditampilkan pada Tabel
2. Rataan laju angin pada musim timur pada tahun pengamatan memiliki nilai
tertinggi pada tahun 2005 dan memiliki nilai terendah pada tahun 2006.
Tabel 2 Rataan Laju Angin Musim Timur (Juni – Agustus) Pada Tahun
Pengamatan di Tanjung Priok (Dalam Satuan Knots)
Bulan
Juni
Juli
Agustus
Rataan

2002
4.5
5.2
4.9
4.867

2004
4.1
4.1
4.1
4.100

2005
8
5
4
5.667

2006
3
4
4
3.667

2008
4.4
4.7
4.7
4.600

2009
4.2
4.1
3.9
4.067

2011
4.7
5.1
5.1
4.967

(Sumber : Data BMKG)
Gambar 3 menampilkan Wind Rose pada bulan Juni, Juli, dan Agustus yang
didapatkan dari gabungan data bulan Juni, Juli, dan Agustus tahun 2002 hingga
2011. Pada gambar tersebut terlihat bahwa pada bulan Juni hingga Agustus angin
bertiup dominan dari arah Utara hingga Tenggara (Angin Timuran) dengan
resultan vektor dari arah Timur Laut. Pada bulan Agustus, angin yang bertiup dari
arah Utara lebih sering terjadi dibandingkan dengan kedua bulan yang lainnya.
Pada bulan Juni hingga Agustus angin yang bertiup dari arah Baratan sangat
jarang terjadi.
Pergerakan arah dan kecepatan angin sangat mempengaruhi arah dan laju
arus permukaan laut. Pola angin yang terjadi pada musim timur selama tahun
pengamatan rata-rata bertiup dari arah Timuran (Laut Jawa) menuju kearah
daratan Jakarta. Hampir dapat dipastikan bahwa arus permukaan yang akan terjadi
di perairan teluk Jakarta mengalir dari arah Timur Laut (Laut Jawa) masuk
kedalam kawasan Teluk Jakarta dan mengalir keluar kearah Barat. Pada musim
timur tahun 2005, rataan laju angin memiliki nilai yang paling tinggi selama tahun
pengamatan. Hal tersebut dapat mengakibatkan terjadinya arus permukaan yang
cukup deras pula pada tahun tersebut. Sedangkan pada musim timur tahun 2006,
rataan laju angin memiliki nilai yang paling rendah selama tahun pengamatan.
Dapat diperkirakan bahwa pada tahun tersebut arus permukaan yang terjadi di
Teluk Jakarta juga akan memiliki laju yang rendah pula.

7

(a)

(b)

(c)
Gambar 3 Windrose Bulan Juni (a), Juli (b), dan Agustus (c) (Sumber : Siregar
et.al., 2013)


Curah Hujan Kawasan Teluk Jakarta (Tanjung Priok)

Grafik curah hujan pada bulan Juni, Juli, dan Agustus selama tahun
pengamatan di Tanjung Priok ditampilkan pada Gambar 4. Pada grafik tersebut
dapat terlihat bahwa curah hujan rata-rata bulan Juni, Juli, dan Agustus selama
tahun pengamatan memiliki nilai tertinggi pada tahun 2005 dan memiliki nilai
terendah pada tahun 2009. Nilai curah hujan dan hari hujan pada bulan Juni, Juli,
dan Agustus selama tahun pengamatan di Tanjung Priok secara lengkap
ditampilkan pada Lampiran 1.
Siregar et.al. (2013) menyatakan bahwa pada bulan April hingga November
merupakan bulan kering karena rataan curah hujannya lebih kecil dari 150
mm/bulan (CH < 150 mm/bulan). Curah hujan bulan maupun tahunan kawasan
Tanjung Priok dalam periode tahun 2002 - 2011 cenderung menurun (Gambar 5a),
sedangkan jumlah hari hujan bulanan maupun tahunannya cenderung meningkat
(Gambar 5b).

8

Gambar 4 Grafik Curah Hujan Pada Bulan Juni, Juli, dan Agustus Selama Tahun
Pengamatan di Tanjung Priok

(a)

(b)
Gambar 5 Tren Rataan Curah Hujan (a) dan Hari Hujan (b) Tahunan Tanjung
Priok Tahun 2002-2011 (Sumber : Siregar et.al., 2013)

9
Besaran curah hujan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi
keberadaan nutrien di dalam badan air, baik yang terjadi di atas perairan Teluk
Jakarta maupun yang terjadi di daratan kawasan JABODETABEK. Hujan yang
terjadi diatas kawasan perairan Teluk Jakarta akan mempengaruhi pencampuran
nutrien yang terjadi di permukaan air. Hujan yang terjadi di daratan (Kawasan
JABODETABEK) juga akan mempengaruhi pasokan nutrien di perairan, hujan
akan lebih banyak membawa nutrien yang berasal dari darat (area persawahan,
tambak, industri, rumah tangga, dll) masuk ke sungai dan akhirnya bermuara ke
Teluk Jakarta. Rataan curah hujan yang terjadi di kawasan Tanjung Priok pada
musim timur selama tahun pengamatan memiliki nilai yang paling tinggi pada
tahun 2005. Hal tersebut dapat menyebabkan tingginya nutrien di perairan Teluk
Jakarta yang dapat berimbas pada tingginya konsentrasi fitoplankton (klorofil-a)
di Teluk Jakarta. Nilai rataan curah hujan terendah pada musim timur selama
tahun pengamatan terjadi pada tahun 2009. Hal tersebut dapat menyebabkan
rendahnya pasokan nutrien yang dapat berimbas pada rendahnya konsentrasi
fitoplankton (klorofil-a) sekaligus dapat menyebabkan tingginya konsentrasi TSS
karena sedikitnya pasokan air tawar yang dibutuhkan untuk pencampuran zat
terlarut pada perairan tersebut.


Arus Permukaan Teluk Jakarta

Gambar 6 menunjukan stickplot arus permukaan yang terjadi di Teluk
Jakarta pada Bulan Juli berdasarkan hasil permodelan yang dilakukan oleh
Koropitan et.al (2009). Pada gambar tersebut dapat terlihat bahwa arus permukaan
di Teluk Jakarta mengalir dari arah Timur Laut (Laut Jawa - Tanjung Karawang)
masuk kedalam Teluk Jakarta kemudian mengalir keluar kearah Barat Laut (Laut
Jawa – Muara Cisadane). Koropitan et.al (2009) menyatakan bahwa sebagian
besar arus permukaan yang terjadi di perairan dipengaruhi oleh angin muson.
Pada bulan Juli, angin dominan berhembus dari arah Timur, hal tersebut sangat
mempengaruhi arah aliran arus permukaan yang terjadi di Teluk Jakarta. Hal
tersebut juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Setiawan dan Putri
(1998) yang menyatakan bahwa pada kondisi SEM (Southeast Monsoon) yang
terjadi pada bulan Juni-Agustus, arus mengalir kearah Barat pada magnitude 0.81.2 ms-1.
Arah dan laju arus permukaan menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi percampuran yang terjadi dalam badan air. Selain itu arah dan laju
arus turut mempengaruhi pola penyebaran nutrien maupun zat terlarut lain yang
terdapat pada badan air. Koropitan et.al (2009) menyatakan bahwa pada musim
timur, konsentrasi klorofil-a dan nutrien cenderung menyebar didalam kawasan
Teluk Jakarta.

10

Gambar 6 Stickplot Arus Permukaan Teluk Jakarta pada Bulan Juli
(Sumber : Koropitan et.al., 2009)
Sebaran Konsentrasi Klorofil-a di Teluk Jakarta pada Musim Timur Selama
Tahun Pengamatan
Secara umum, sebaran konsentrasi klorofil-a di Teluk Jakarta yang
didapatkan dari hasil pengolahan citra satelit Landsat-ETM dapat dilihat pada
Gambar 7. Gambar tersebut menunjukan tujuh buah peta sebaran klorofil-a di
Teluk Jakarta pada musim timur selama tahun pengamatan.
(a)

(b)

(c)

(d)

11
(e)

(f)

Legenda
(g)

Daratan
0 – 0,499
0,5 – 0,999
1 – 1,499
1,5 – 1,999
2 – 2,499
2,5 – 2,999
3 – 3,999
4 – 4,999
5 – 10
> 10 (mg/m3)

Gambar 7 Peta Sebaran Nilai Konsentrasi Klorofil-a di Teluk Jakarta pada Musim
Timur Tahun 2002 (a), 2004 (b), 2005 (c), 2006 (d), 2008 (e), 2009 (f), dan 2011
(g)
Konsentrasi klorofil-a yang tertinggi pada tahun 2002 terdapat pada wilayah
pesisir dekat Muara Gembong dan Muara Sungai Citarum serta pada daerah
Muara Angke. Pada daerah di sekitar aliran Sungai Citarum umumnya di
dominasi oleh pemukiman dan sawah, sedangkan pada daerah Muara Angke
terdapat banyak aktivitas dari nelayan dan pada sekitar daerah aliran sungainya
terdapat pemukiman warga yang cukup padat. Hal tersebut mengakibatkan
banyaknya kandungan nutrien yang terbawa oleh aliran sungai menuju ke
muaranya, sehingga kadar konsentrasi klorofil-a pada wilayah Muara Sungai
Citarum, Muara Gembong, serta Muara Angke menjadi sangat tinggi. Jika dilihat
dari warna yang terdapat pada wilayah Muara Sungai Citarum dan Muara
Gembong yang berwarna hijau tua dengan sedikit warna biru, dapat
diidentifikasikan bahwa kadar klorofil-a pada wilayah tersebut berkisar antara 3 –
5 mg/ m3.
Konsentrasi klorofil-a yang tertinggi pada tahun 2004 terdapat pada wilayah
pesisir di daerah Tanjung Karawang bagian Utara. Pada daerah di pesisir Tanjung
Karawang di dominasi oleh persawahan. Hal tersebut mengakibatkan banyaknya
kandungan nutrien dan unsur hara yang terbawa oleh aliran air dari saluran irigasi
utama menuju ke muara, sehingga kadar konsentrasi klorofil-a pada wilayah
Tanjung Karawang menjadi sangat tinggi. Jika dilihat dari warna yang terdapat
pada wilayah perairan di sekitar Tanjung Karawang yang berwarna hijau, dapat
diidentifikasikan bahwa kadar klorofil-a pada wilayah tersebut berkisar antara 2,5
– 3 mg/ m3.

12
Konsentrasi klorofil-a yang tertinggi pada tahun 2005, 2006, dan 2008
terdapat pada wilayah perairan dekat pesisir di daerah Tanjung Karawang bagian
Utara hingga ke daerah Muara Gembong. Pada daerah di pesisir Tanjung
Karawang umumnya di dominasi oleh persawahan. Hal tersebut mengakibatkan
banyaknya kandungan nutrien dan unsur hara yang terbawa oleh aliran air dari
saluran irigasi utama maupun dari Sungai Citarum menuju ke muara, sehingga
kadar konsentrasi klorofil-a pada wilayah Tanjung Karawang hingga ke Muara
Gembong menjadi sangat tinggi. Pada tahun 2005 dan 2006 warna yang
ditunjukan pada peta di perairan tersebut berwarna hijau muda hingga hijau tua,
hal tersebut menunjukan bahwa wilayah perairan tersebut memiliki kadar
konsentrasi klorofil-a sebesar 2,5 – 4 mg/m3. Sedangkan pada tahun 2008, selain
di dominasi oleh warna kuning dan hijau, pada peta juga terdapat warna biru pada
wilayah sekitar Muara Citarum, hal tersebut menunjukan bahwa konsentrasi
klorofil-a pada perairan tersebut mencapai 5 mg/m3.
Konsentrasi klorofil-a yang tertinggi pada tahun 2009 terdapat pada wilayah
pesisir di daerah Tanjung Karawang bagian Utara. Pada daerah di pesisir Tanjung
Karawang di dominasi oleh persawahan. Hal tersebut mengakibatkan banyaknya
kandungan nutrien dan unsur hara yang terbawa oleh aliran air dari saluran irigasi
utama menuju ke muara, sehingga kadar konsentrasi klorofil-a pada wilayah
Tanjung Karawang menjadi sangat tinggi. Jika dilihat dari warna yang terdapat
pada wilayah perairan di sekitar Tanjung Karawang bagian Utara yang berwarna
hijau muda, dapat diidentifikasikan bahwa kadar klorofil-a pada wilayah tersebut
berkisar antara 1,5 – 2 mg/ m3.
Konsentrasi klorofil-a yang tertinggi pada tahun 2011 terdapat pada wilayah
pesisir di daerah Tanjung Karawang hingga ke Muara Gembong dan pada wilayah
perairan di sekitar Muara Sungai Cisadane hingga ke Muara Angke. Pada daerah
di pesisir Tanjung Karawang di dominasi oleh persawahan, pada wilayah daerah
aliran Sungai Cisadane terdapat perumahan dan kawasan industri, sedangkan pada
daerah aliran sungai yang bermuara ke Muara Angke umumnya di dominasi oleh
pemukiman warga yang cukup padat. Hal tersebut mengakibatkan banyaknya
kandungan nutrien dan unsur hara yang terbawa oleh aliran air dari saluran irigasi
utama menuju ke muara, sehingga kadar konsentrasi klorofil-a pada wilayah
Tanjung Karawang menjadi sangat tinggi. Jika dilihat dari warna yang terdapat
pada wilayah perairan di sekitar Tanjung Karawang hingga Muara Gembong dan
Muara Cisadane hingga Muara Angke yang berwarna hijau hingga hijau tua, dapat
diidentifikasikan bahwa kadar klorofil-a pada wilayah tersebut berkisar antara 2,5
– 4 mg/ m3.
Menurut Nontji (2008), penginderaan terhadap fitoplankton didasarkan pada
kenyataan bahwa semua fitoplankton mengandung klorofil, pigmen berwarna
hijau yang ada pada setiap tumbuhan, di mana klorofil ini cenderung menyerap
warna biru dan merah serta memantulkan warna hijau. Klorofil-a merupakan
indikator kelimpahan dan biomassa fitoplankton yang dapat digunakan sebagai
ukuran kualitas perairan yaitu sebagai petunjuk ketersediaan nutrien dalam
perairan (Ward et.al., 1998; NLWRA, 2002). Konsentrasi klorofil-a yang terdapat
di wilayah perairan Teluk Jakarta pada musim timur selama tahun pengamatan
berkisar pada nilai 0,0104 hingga 28,176998 mg/m3.
Wouthuyzen (2007) memberikan kriteria kondisi Harmful Algal Blooms
(HAB) sebagai berikut:

13
- Kondisi aman jika nilai konsentrasi klorofil-a < 1,5 mg/m3
- Kondisi siaga jika nilai konsentrasi klorofil-a 2,5 - 5 mg/m3, tetapi menjadi
bahaya jika menutupi seluruh Teluk Jakarta
- Kondisi bahaya jika nilai konsentrasi klorofil-a > 10 mg/m3
Berdasarkan nilai yang didapatkan pada tahun pengamatan, dapat diketahui bahwa
secara umum sebaran klorofil-a di Teluk Jakarta berada pada kondisi aman dan
terkadang berada pada kondisi siaga marak algae. Kondisi siaga marak algae
terlihat jelas pada tahun 2011 dimana konsentrasi 2,5 - 4 mg/m3 tersebar pada
sebagian besar wilayah perairan Teluk Jakarta.
Secara umum, konsentrasi klorofil-a pada Teluk Jakarta memiliki nilai yang
lebih tinggi pada wilayah pesisir dibandingkan dengan nilai konsentrasi klorofil-a
pada wilayah perairan yang makin mendekati Laut Jawa. Hal tersebut dapat
disebabkan karena pada perairan pesisir, air laut masih mendapatkan pengaruh
masukan nutrien yang signifikan dari daratan sehingga keberadaan fitoplankton
pada lokasi tersebut cukup tinggi yang ditunjukan dengan tingginya konsentrasi
klorofil-a. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wouthuyzen
(2007) dan Damar (2001) yang menyatakan bahwa nilai konsentrasi klorofil-a
lebih tinggi pada wilayah perairan yang berada dekat dengan daratan maupun
muara sungai dibandingkan dengan dengan konsentrasi klorofil-a di wilayah lain
di perairan Teluk Jakarta. Penelitian yang dilakukan oleh Pentury (2009) di
wilayah Teluk Keyeli Pulau Buru juga menunjukan hasil yang hampir sama,
dimana konsentrasi klorofil-a memiliki nilai yang lebih tinggi pada wilayah
pesisir dibandingkan dengan wilayah oseanik. Dimana hal tersebut disebabkan
dengan banyaknya unsur hara yang terdapat pada wilayah pesisir yang berasal dari
masukan aliran sungai.
Sebaran Konsentrasi Produktivitas Primer di Teluk Jakarta pada Musim
Timur Selama Tahun Pengamatan
Secara umum, sebaran konsentrasi produktivitas primer (PP) di Teluk
Jakarta yang didapatkan dari hasil konversi konsentrasi klorofil-a dari citra satelit
Landsat-ETM dapat dilihat pada Gambar 8. Pada gambar tersebut terdapat tujuh
buah peta sebaran produktivitas primer di Teluk Jakarta selama tahun
pengamatan.
(a)

(b)

14
(c)

(d)

(e)

(f)

Legenda
(g)

Daratan
> 0,25
0 – 0,019
0,02 – 0,029
0,03 – 0,039
0,04 – 0,049
0,05 – 0,079
0,08 – 0,99
0,1 – 0,149
0,15 – 0,199
0,2 – 0,25 (mg C/m3/hari)

Gambar 8 Peta Sebaran Nilai Konsentrasi Produktivitas Primer di Teluk Jakarta
pada Musim Timur Tahun 2002 (a), 2004 (b), 2005 (c), 2006 (d), 2008 (e), 2009
(f), dan 2011 (g)
Kadar produktivitas primer yang terdapat di Teluk Jakarta pada tahun –
tahun pengamatan memiliki nilai yang paling tinggi pada daerah perairan di
pesisir Tanjung Karawang. Masukan air yang dibawa oleh aliran sungai Citarum
memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap kadar produktivitas primer di Teluk
Jakarta. Selain itu, pada tahun 2011, masukan dari aliran Sungai Cisadane juga
memberikan pengaruh signifikan terhadap kadar produktivitas primer di teluk
Jakarta. Nilai produktivitas primer tertinggi terdapat di sekitar Muara Gembong
pada tahun 2008 dengan nilai yang mencapai kisaran 0,05 – 0,08 mg C/m3/hari.
Nilai produktivitas primer terendah di Teluk Jakarta terdapat pada tahun 2009,
dimana nilainya hanya berkisar diantara 0 – 0,04 mg C/m3/hari.
Secara umum, produktivitas primer di Teluk Jakarta yang berasal dari hasil
ekstraksi citra satelit memiliki karakteristik yang cenderung sama dengan sebaran
konsentrasi klorofil-a di Teluk Jakarta. Hal tersebut disebabkan karena nilai

15
produktivitas primer didapatkan dari hasil konversi konsentrasi klorofil-a hasil
ekstraksi citra satelit dengan algoritma yang berbanding lurus.
Bricker et.al., 1999 menyatakan bahwa pengukuran kandungan klorofil-a
fitoplankton merupakan salah satu alat pengukuran kesuburan suatu perairan yang
dinyatakan dalam bentuk produktivitas primer. Adapun yang dimaksud dengan
produktivitas primer dalam artian umum adalah laju produksi bahan organik
(dinyatakan dalam C = karbon) melalui reaksi fotosintesis per satuan volume atau
luas suatu perairan tertentu, yang dapat dinyatakan dengan satuan seperti mg C/
m3/ hari atau g C/ m2/ tahun (Nontji, 2008).
Secara umum, nilai produktivitas primer yang berada di wilayah perairan
Teluk Jakarta pada musim timur selama tahun pengamatan berada pada kisaran
nilai 0,02773 – 0,217939 mg C/m3/hari. Menurut Kaswadji et al. (1993), perairan
dinyatakan memiliki kriteria kurang subur hingga subur jika memiliki variasi
konsentrasi produktivitas primer dari 0,032 gC/m3/jam hingga 0,229 gC/m3/jam.
Berdasarkan kriteria tersebut, maka wilayah perairan Teluk Jakarta tergolong
perairan yang cukup subur.
Konsentrasi produktivitas primer cenderung lebih tinggi pada perairan
pesisir dibandingkan dengan konsentrasi produktivitas primer pada wilayah
perairan yang menuju ke Laut Jawa. Hal ini sejalan dengan penelitian Syam
(2002) dan Syah (2003) yang menyatakan bahwa konsentrasi produktivitas
memiliki nilai yang lebih tinggi pada perairan di wilayah dalam dibandingkan
dengan nilai konsentrasi produktivitas primer yang terdapat di perairan wilayah
tengah dan luar dari Teluk Jakarta.
Sebaran Konsentrasi Total Suspended Solid di Teluk Jakarta pada Musim
Timur Selama Tahun Pengamatan
Secara umum, sebaran konsentrasi Total Suspended Solid (TSS) di Teluk
Jakarta yang didapatkan dari hasil pengolahan citra satelit Landsat-ETM dapat
dilihat pada Gambar 9. Pada gambar tersebut terdapat tujuh buah peta sebaran
TSS di Teluk Jakarta selama tahun pengamatan.

(a)

(b)

16

(c)

(d)

(e)

(f)

(g)

Legenda
Daratan
0 – 4,9
5 – 9,9
10 – 14,9
15 – 19,9
20 – 24,9
25 – 49,9
50 – 74,9
75 – 99,9
100 - 125
> 125 (mg/l)

Gambar 9 Peta Sebaran Konsentrasi TSS di Teluk Jakarta pada Musim Timur
Tahun 2002 (a), 2004 (b), 2005 (c), 2006 (d), 2008 (e), 2009 (f), dan 2011 (g)
Sebaran konsentrasi TSS pada tahun 2002 umumnya memiliki nilai yang
tinggi di wilayah pesisir, kecuali pada wilayah pesisir di daerah Muara Cakung –
Blencong (Banjir Kanal Timur, Marunda) dan di daerah Muara Kamal
(Cengkareng Drain) yang memiliki nilai konsentrasi TSS yang rendah. Sebaran
konsentrasi TSS tertinggi berada pada daerah di Tanjung Karawang (Muara
Citarum Utara) dan pada daerah di pesisir Tanjung Priok (Muara Priok, Pelabuhan
Tj. Priok). Pada kedua daerah tersebut, konsentrasi TSS berkisar antara 75 mg/l
hingga lebih dari 125 mg/l.
Pada tahun 2004, konsentrasi TSS tertinggi berada pada sekitar wilayah
pesisir Muara gembong dengan kisaran nilai antara 50-100 mg/l. Pada bagian
Utara dan Timur Laut (Tanjung Karawang) dari perairan Teluk Jakarta pada tahun
2004 terlihat sebaran nilai TSS yang cukup tinggi. Begitu pula kondisinya pada

17
tahun 2005, 2006, 2008, dan tahun 2011. Secara umum hampir sama, dengan
sebaran konsentrasi TSS tertinggi berada pada wilayah Tanjung Karawang dimana
hal tersebut disebabkan banyaknya partikel yang berasal dari persawahan pada
wilayah tersebut yang akhirnya terbawa oleh aliran sungai menuju ke perairan
pesisir. Konsentrasi TSS pada tahun-tahun tersebut berada pada kisaran 0-25 mg/l
dimana kisaran konsentrasi 0-5 mg/l mendominasi pada wilayah perairan Teluk
Jakarta.
Kondisi yang berbeda terjadi pada tahun 2009, dimana sebaran konsentrasi
TSS pada wilayah Teluk Jakarta berada pada nilai yang cukup tinggi yang
berkisar antara 25-75 mg/l. Kondisi tersebut terjadi di hampir seluruh wilayah
perairan Teluk Jakarta. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Lestari (2009) yang menyatakan bahwa rata-rata konsentrasi TSS di Teluk Jakarta
pada tahun 2009 merupakan yang tertinggi dbandingkan dengan tahun 2004-2008.
TSS adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter > 1 µm) yang tertahan pada
saringan miliopore dengan diameter pori 0.45 µm (Effendi, 2000). Sastrawijaya
(2000) menyatakan bahwa konsentrasi TSS dalam perairan umumnya terdiri dari
fitoplankton, zooplankton, limbah manusia, limbah hewan, lumpur, sisa tanaman
dan hewan, serta limbah industri. Sebaran nilai konsentrasi TSS yang terdapat di
perairan Teluk Jakarta sangat berfluktuasi dan bervariasi. Adapun kisaran nilai
konsentrasi TSS di perairan Teluk Jakarta pada musim timur selama tahun
pengamatan berkisar antara 0,1689 sampai dengan 157 mg/l.
Adiputro (1994) mengelompokan tingkat pencemaran berdasarkan sebaran
TSS menjadi 4 kelas, yakni :
 Kelas 1: 0-20 mg/l (belum tercemar),
 Kelas 2: 20-50 mg/l (tercemar ringan),
 Kelas 3: 50-100 mg/l (tercemar sedang), dan
 Kelas 4: > 100 mg/l (tercemar berat).
Berdasarkan pembagian kelas tersebut, perairan Teluk Jakarta secara umum dapat
di kategorikan sebagai perairan yang tercemar ringan sampai sedang. Namun ada
beberapa lokasi di perairan Teluk Jakarta yang berpotensi untuk masuk dalam
kategori tercemar berat, yakni di kawasan pesisir dimana terdapat ketigabelas
muara sungai.
Secara umum, sebaran konsentrasi klorofil-a, produktivitas primer, dan TSS
mengalami perubahan yang signifikan pada tahun 2009, dimana sebaran
konsentrasi klorofil-a dan produktivitas primer mencapai rataan terendah
sedangkan sebaran konsentrasi TSS mencapai rataan tertinggi dari tahun-tahun
pengamatan. Seperti yang telah dibahas pada sub-bab sebelumnya, pada musim
timur tahun 2009, rataan curah hujan yang terjadi di kawasan Tanjung Priok
memiliki nilai terendah dibandingkan dengan tahun lainnya selama pengamatan.
Hal tersebut dapat menyebabkan rendahnya pasokan nutrien dari daratan yang
dibutuhkan oleh fitoplankton. Akibatnya sebaran klorofil-a di perairan Teluk
Jakarta mencapai nilai terendahnya dan berimbas kepada rendahnya produktivitas
primer yang berkorelasi positif dengan konsentrasi klorofil-a di perairan.
Rendahnya curah hujan pada musim timur tahun 2009 ditambah dengan
rendahnya rataan laju angin pada tahun tersebut berimbas pada tingginya sebaran
konsentrasi TSS di Teluk Jakarta. Curah hujan yang rendah mengakibatkan
sedikitnya pasokan air tawar yang akhirnya menyebabkan konsentrasi TSS pada
badan air meningkat. Rendahnya laju angin pada tahun tersebut juga

18
menyebabkan partikel terlarut yang berada dalam badan air tidak dapat teraduk
sempurna sehingga konsentrasi TSS pada wilayah permukaan air meningkat.
Tingginya konsentrasi TSS di perairan juga akan berdampak langsung pada
konsentrasi Klorofil-a di perairan tersebut. Konsentrasi TSS yang tinggi akan
menyebabkan perairan menjadi keruh sehingga dapat menghalangi penetrasi
cahaya matahari yang akan masuk ke badan air sementara cahaya matahari sangat
diperlukan fitoplankton untuk proses fotosintesis. Akibatnya keberadaan
fitoplankton (klorofil-a) di perairan tersebut akan berkurang.
Analisis Temporal Klorofil-a, Produktivitas Primer, dan TSS di Teluk
Jakarta pada Musim Timur Selama Tahun Pengamatan
Analisis temporal dilakukan untuk mengetahui perubahan pola distribusi
atau sebaran dari konsentrasi klorofil-a, produktivitas primer dan total suspended
solid (TSS) dari tahun 2002 hingga tahun 2011.
1. Analisis Temporal Konsentrasi Klorofil-a di Perairan Teluk Jakarta
Analisis temporal konsentrasi klorofil-a di perairan Teluk Jakarta
menggunakan sebaran konsentrasi klorofil-a 2,5 mg/m3 sebagai acuan. Gambar 10
terdiri atas tujuh buah peta kontur klorofil-a 1,5 - 3 mg/m3 pada musim timur
selama tahun pengamatan. Pada peta ditampilkan kontur dengan nilai 1,5 – 3
mg/m3 karena ada satu tahun (2009) yang memiliki kisaran nilai konsentrasi
klorofil-a di bawah konsentrasi acuan yang diinginkan (2,5 mg/m3).

(a)

(c)

(a)

(b)

(d)

19

(e)

(f)

Legenda
Darat
Kontur Klorofil 1,5 - 3 mg/m3

(g)

Gambar 10 Peta Sebaran Klorofil 1,5 - 3 mg/m3 di perairan Teluk Jakarta Musim
Timur Tahun 2002 (a), 2004 (b), 2005 (c), 2006 (d), 2008 (e), 2009 (f), dan 2011
(g)
Pada tahun 2002 sebaran konsentrasi klorofil-a 2,5 mg/m3 lebih banyak
terdapat pada wilayah pesisir, terutama di wilayah Muara Cisadane hingga Muara
Angke dan pada wilayah Tanjung Karawang sampai ke Muara Bekasi, namun
pada wilayah depan Muara Gembong sebaran konsentrasi klorofil 2,5 mg/m3
berada pada lokasi perairan dekat dengan garis pantai. Kondisi yang hampir sama
ditemukan pada tahun 2004.
Namun pada tahun 2004 sebaran konsentrasi klorofil-a 2,5 mg/m3 yang
terbentuk pada wilayah Muara Cisadane penyebaran sudah pada wilayah yang
cukup jauh dari garis pantai, pada wilayah Muara Angke tidak terdapat kontur
sebaran klorofil-a tersebut. Sedangkan pada wilayah Muara Ancol, yang pada
tahun 2002 tidak terdapat sebaran konsentrasi klorofil-a 2,5 mg/m3, terdapat
sebaran tersebut yang cukup luas hingga hampir mencapai bagian tengah Teluk
Jakarta. Sementara pada wilayah Tanjung Karawang sebaran konsentrasi klorofila sebesar 2,5 mg/m3 berada pada bagian pesisir dekat dengan garis pantai, kecuali
pada daerah di depan Muara Bekasi.
Pada tahun 2005 dan 2006, posisi sebaran konsentrasi klorofil-a 2,5 mg/m3
berada pada wilayah pesisir Tanjung Karawang hingga Muara Gembong.
Perbedaan yang terlihat yaitu pada tahun 2006 posisi sebaran pada wilayah pesisir
Tanjung Karawang menyebar hingga ke wilayah yang cukup jauh dari garis
pantai. Sedangkan pada daerah Muara Gembong sebaran tersebut lebih sedikit
dibandingkan pada tahun 2005.
Pada tahun 2008, sebaran konsentrasi klorofil-a 2,5 mg/m3 tersebar di
wilayah pesisir Teluk Jakarta mulai dari Muara Cisadane hingga Tanjung

20
Karawang. Penyebaran tersebut paling banyak terdapat di sekitar Muara Cisadane
dan di sekitar Tanjung Karawang, bahkan pada wilayah sekitar Muara Cisadane
penyebaran konsentrasi klorofil-a tersebut hampir mencapai bagian tengah Teluk
Jakarta. Pada wilayah pesisir Muara Angke hingga Muara Bekasi terdapat
penyebaran konsentrasi klorofil-a tersebut namun dengan intensitas yang lebih
sedikit.
Pada tahun 2009 tidak terlihat adanya sebaran konsentrasi klorofil-a 2,5
3
mg/m karena distribusi konsentrasi klorofil-a pada tahun 2009 berada pada
kisaran 0,5 – 2 mg/m3. Lain halnya pada tahun 2011. Kontur konsentrasi klorofila sebesar 2,5 mg/m3 dapat terlihat menutupi hampir separuh kawasan perairan
Teluk Jakarta. Hal tersebut dapat dikategorikan sebagai siaga Harmful Algae
Blooms (HAB).
Perubahan yang terjadi pada lokasi terlihatnya sebaran konsentrasi klorofil-a
2,5 mg/m3 dari masing-masing tahun pengamatan menunjukan hasil yang
bervariasi. Hal ini menunjukan bahwa konsentrasi klorofil-a di Teluk Jakarta
menyebar dengan pola yang bervariasi pada periode tahun pengamatan.
Perubahan penyebaran klorofil-a yang paling mencolok terjadi pada periode tahun
2008 hingga 2011. Pada periode 2008-2009 pola sebaran nilai konsentrasi
klorofil-a mengalami perubahan secara signifikan dimana sebaran konsentrasi
klorofil-a 2,5 mg/m3 yang sebelumnya terdapat pada lokasi yang cukup luas
(tahun 2008) menjadi tidak ada sama sekali (tahun 2009), sedangkan pada periode
2009-2011 sebaran konsentrasi klorofil-a 2,5 mg/m3 yang sebelumnya tidak ada
sama sekali (tahun 2009), menjadi terdapat sebaran pada lokasi yang sangat luas
(tahun 2011) dibandingkan dengan sebaran pada tahun – tahun sebelumnya.
Secara umum dapat dikatakan bahwa sebaran konsentrasi klorofil-a 2,5 mg/m3
dalam kurun tahun pengamatan memiliki kecenderungan untuk meluas dan
menyebar mendekati Laut Jawa.
Pengukuran in situ klorofil-a di Teluk Jakarta yang dilakukan oleh Damar
(2001) menunjukan bahwa perubahan spasial klorofil-a lebih besar dari pada
perubahan secara temporal. Hal tersebut berarti bahwa secara umum perubahan
konsentrasi klorofil di Teluk Jakarta memiliki perubahan yang lebih tinggi pada
wilayah perairan yang dekat dengan garis pantai hingga ke wilayah perairan yang
menuju laut lepas (perubahan secara spasial) dibandingkan dengan perubahan
yang terjadi dari tahun ke tahun (perubahan secara temporal). Hal tersebut dapat
disebabkan oleh besarnya pengaruh faktor meteorologi, seperti yang dinyatakan
pada hasil analisa yang dilakukan oleh Wouthuyzen et al (2006) dimana klorofil-a
berkolerasi kuat terhadap parameter meteorologi, khususnya pada musim
peralihan I (April – Mei) dan peralihan II (September – November).
2. Analisis Temporal Konsentrasi Produktivitas Primer di Perairan Teluk
Jakarta
Analisis temporal konsentrasi produktivitas primer di perairan Teluk Jakarta
menggunakan sebaran konsentrasi produktivitas primer 0,03 mg C/m3/hari
sebagai acuan. Gambar 11 terdiri atas tujuh buah peta sebaran produktivitas
primer 0,03 mg C/m3/hari pada musim timur selama tahun pengamatan.

21

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Legenda
Darat
Kontur Produktivitas Primer
0,03 mg C/m3/hari

(g)
Gambar 11 Peta Sebaran Produktivitas Primer 0,03 mg C/m3/hari di Perairan
Teluk Jakarta Pada Musim Timur Tahun 2002 (a), 2004 (b), 2005 (c), 2006 (d),
2008 (e), 2009 (f), dan 2011 (g)
Berdasarkan peta pada Gambar 11 dapat terlihat bahwa pada musim timur
selama tahun pengamatan secara umum sebaran konsentrasi produktivitas primer
0,03 mg C/m3/hari menyebar pada sebagian besar wilayah pesisir Teluk Jakarta.
Namun luasan dan lokasi penyebarannya berubah-ubah pada masing-masing

22
tahunnya. Pada tahun 2002 sebaran konsentrasi tersebut berada pada posisi yang
cukup jauh dari pesisir Muara Citarum hingga Muara Gembong, sedangkan pada
wilayah perairan di sekitar Tanjung Priok dan Muara Angke hingga Muara
Cisadane penyebaran konsentrasi tersebut berada jauh dari pesisir menuju bagian
tengah teluk. Pada tahun 2004 hingga 2006 sebaran konsentrasi tersebut berada
pada posisi yang hampir mirip dengan tahun 2002, namun wilayah penyebarannya
lebih sempit dan mendekat kearah pesisir. Pada tahun 2005 dan 2006 penyebaran
konsentrasi di sekitar Muara Angke hampir tidak terlihat. Pada tahun 2008
penyebaran konsentrasi produktivitas primer tersebut meluas hingga ke wilayah
Utara perairan Teluk Jakarta.
Kondisi yang cukup berbeda terjadi pada tahun 2009. Konsentrasi
produktivitas primer 0,03 mg C/m3/hari mengalami peningkatan wilayah
penyebaran hingga ke wilayah tengah hingga Utara Teluk Jakarta. Pada tahun
2011 sebaran konsentrasi tersebut paling banyak terdapat pada wilayah pesisir
Muara Gembong hingga Muara Citarum, pesisir Muara Angke, dan bagian Utara
Muara Cisadane.
Perubahan yang terjadi pada lokasi terlihatnya sebaran produktivitas primer
sebesar 0,03 mg C/m3/hari dari masing-masing tahun pengamatan menunjukan
hasil yang bervariasi. Perubahan penyebaran produktivitas primer yang paling
mencolok terjadi pada periode tahun 2008 hingga 2011. Pada periode 2008-2009
sebaran nilai konsentrasi produktivitas primer mengalami peningkatan wilayah
secara signifikan, sedangkan pada periode 2009-2011 sebaran nilai konsentrasi
produktivitas primer mengalami penurunan wilayah penyebaran. Namun
berdasarkan hasil yang didapatkan pada penelitian ini dapat dikatakan bahwa
penyebaran produktivitas primer 0,03 mg C/m3/hari di perairan cenderung
mengalami peningkatan luasan wilayah penyebaran pada kurun waktu
pengamatan dimana lokasi penyebarannya cukup statis berada dekat dengan
pesisir Teluk Jakarta.
3. Analisis Temporal Konsentrasi TSS di Perairan Teluk Jakarta
Analisis temporal konsentrasi TSS di Perairan Teluk Jakarta menggunakan
sebaran konsentrasi TSS sebesar 20 mg/l sebagai acuan. Gambar 12 terdiri atas
tujuh buah peta sebaran TSS sebesar 20-50 mg/l pada musim timur selama tahun
pengamatan. Pada peta ditampilkan kontur dengan nilai 20-50 mg/l karena ada satu
tahun (2009) yang memiliki kisaran nilai konsentrasi TSS di atas konsentrasi
acuan yang diinginkan (20 mg/l).

23

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Legenda
Darat
Kontur TSS ≥ 20 mg/l

(g)
Gambar 12 Peta Sebaran TSS ≥ 20 mg/l di Perairan Teluk Jak