Hubungan Status Gizi dengan Gangguan Tidur pada Anak di SDN 10 Samosir
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Romasi Maya Simarmata
Tempat / Tanggal Lahir : Samosir/ 26 Maret 1994
Agama : Katolik
Alamat : Jalan jamin ginting gang juhar No.11B kamar no.4, 20155
Riwayat Pendidikan :
1. Sekolah Dasar Negeri 173747 Lumban Suhi Toruan (1999-2005)
2. Sekolah Menengah Pertama Swasta Budi Mulia Pangururan (2005-2008) 3. Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Pangururan (2008-2011)
Riwayat Organisasi :
1. SCORA PEMA FK USU 2014-2015
Riwayat Kepanitiaan :
1. Panitia Medical Humanity Day (MHD) FK USU 2014 2. Panitia Paskah FK USU 2014
3. Panitia Natal FK USU 2014
(2)
5. Panitia Baksos FK USU 2015
(3)
(4)
Lampiran 1 Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian Salam Sejahtera
Dengan hormat,
Saya yang bernama Romasi Maya S Simarmata / 120100406 adalah mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Saat ini saya sedang melakukan penelitian yang berjudul “ Hubungan Status Gizi dengan Gangguan Tidur pada Anak di SD N 10 Samosir” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran status gizi, gambaran gangguan tidur dan mengetahui hubungan status gizi dengan gangguan tidur pada siswa/ siswi SD N 10 Samosir.
Dalam penelitian ini, saya akan membagikan kuesioner kepada Bapak/Ibu untuk diisi dan saya akan melakukan pengambilan data berupa pengukuran berat badan dan tinggi badan terhadap anak Bapak/Ibu.
Sehubung dengan penjelasan ini, saya mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu berpartisipasi dalam penelitian ini. Bapak/Ibu diharapkan bersedia mengisi kuesioner yang saya sertakan dan mengizinkan anak Bapak/Ibu untuk berpartisipasi dalam pengukuran dengan cara menandatangani Lembar Pernyataan Persetujuan Setelah Penjelasan. Setelah pengukuran selesai, saya akan memberikan souvenir kepada anak Bapak/Ibu berupa Susu Cair kemasan kotak dan Pulpen sebagai tanda terimakasih.
Penelitian ini bersifat sukarela dan tanpa paksaan. Setiap data yang ada dalam penelitian ini akan dijaga kerahasiaannya dan digunakan untuk kepentingan penelitian. Untuk penelitian ini Bapak/Ibu tidak akan dikenakan biaya apapun. Bila BApak/Ibu membutuhkan penjelasan lebih lanjut, maka dapat menghubungi saya
Nama :Romasi Maya Simarmata Alamat :Desa Hutabaru, Lumban suhi. No. Hp : 082118394505
Demikian Penjelasan ini saya sampaikan. Atas bantuan, Partisipasi, dan kesediaan waktu Bapak/Ibu, saya ucapkan terimakasih.
Peneliti
(5)
Lampiran 2. Informed Consent
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONSENT)
Saya yang bertanda tangan di bawah ini
Nama :
Orang Tua dari :
Kelas :
Usia :
Setelah mendapatkan penjelasan dari peneliti tentang penelitian yang berjudul : HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN GANGGUAN TIDUR PADA ANAK DI SDN 10 SAMOSIR,
maka dengan ini Saya secara suka rela dan tanpa paksaan menyatakan bersedia mengisi kuesioner dan mengizinkan anak Saya menjadi partisipan dalam
penelitian ini untuk dilakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan. Namun, bila suatu waktu merasa dirugikan dalam bentuk apapun, berhak membatalkan persetujuan ini serta berhak untuk mengundurkan diri.
Demikianlah surat pernyataan ini untuk dapat dipergunakan seperlunya
Medan, ... 2015 Orang Tua Siswa/siswi,
( ) Nama dan Tanda Tangan
(6)
Lampiran 3 Kuesioner Penelitian
Skala Gangguan Tidur pada Anak (Sleeping Disturbance Scale for Children) Petunjuk:
Kuesioner ini dapat membantu mengetahui pola tidur anak Bapak/Ibu dengan lebih baik. Selain itu, juga dapat mengetahui adanya gangguan tidur pada anak Bapak/Ibu. Jawablah semua pertanyaan yang diajukan dengan mempertimbangkan kebiasaan tidur anak Bapak/Ibu dalam 6 bulan terakhir, saat anak Bapak/Ibu dalam keadaan sehat. Perubahan kebiasaan tidur karena anak sakit tidak termasuk. Jawablah dengan melingkari atau memberi tanda silang pada salah satu dari nomor 1 – 5 yang dianggap mewakili kebiasaan tidur anak Bapak/Ibu. Terima kasih atas partisipasi Bapak/Ibu.
1. Apakah anak Bapak/Ibu mengalami masalah dengan teman di Sekolah, dengan saudara di rumah ataupun dengan orang tua ?
A. YA B. TIDAK
2. Apakah anak Bapak/Ibu ada sakit keras yang membuat anak Bapak/Ibu sulit tidur?
A. YA B. TIDAK
1. Berapa lama anak Bapak/ Ibu tidur pada malam hari ?
(1) 9-11 Jam (2) 8-9 Jam (3) 7-8 Jam (4) 5-7 Jam (5) kurang dari 5 jam 2. Berapa lama waktu
yang dibutuhkan anak Bapak/Ibu untuk jatuh tidur sejak ia pergi beranjak ke tempat tidur? (1) Kurang dari 15 menit (2) 15-30 menit (3) 30-45 menit (4) 45-60 menit (5) Lebih dari 60 menit
(7)
Pilihlah pernyataan berikut yang paling sesuai dengan kebiasaan tidur anak dengan memberi tanda silang pada salah satu dari nomor 1 – 5 yang dianggap mewakili kebiasaan tidur anak.
3. Anak Bapak/ Ibutidak mauatau menolak untuk tidur.
1. Tidak pernah 2. Jarang ( 1-2 kali per bulan atau kurang)
3. Kadang-kadang (1-2 kali per minggu) 4. Sering (3-5kali perminggu) 5. Selalu ( tiap hari)
4. Anak Bapak/ Ibu susahuntuk tidur pada malam hari. 1. Tidak pernah 2. Jarang ( 1-2 kali per bulan atau kurang)
3. Kadang-kadang (1-2 kali per minggu) 4. Sering (3-5kali perminggu)
5. Selalu ( tiap hari)
5. Ada rasa takut pada anak anda ketika mau tidur
1. Tidak pernah 2. Jarang ( 1-2 kali per bulan atau kurang)
3. Kadang-kadang (1-2 kali per minggu) 4. Sering (3-5 kali perminggu) 5. Selalu ( tiap hari)
6.Bagian tubuh anak tampak tersentak(seperti terkejut) ketikatertidur 1. Tidak pernah 2. Jarang ( 1-2 kali per bulan atau kurang)
3. Kadang-kadang (1-2 kali per minggu) 4. Sering (3-5kali perminggu) 5. Selalu ( tiap hari)
7. Anak melakukan gerakan berulang-ulang ketika jatuh tertidur (seperti menggerakkan atau menggelengkan kepala)
1. Tidak pernah 2. Jarang ( 1-2 kali per bulan atau kurang)
3. Kadang-kadang (1-2 kali per minggu) 4. Sering (3-5kali perminggu) 5. Selalu ( tiap hari)
8. Anak merasa mimpi seperti nyata ketika tidur
1. Tidak pernah 2. Jarang ( 1-2 kali per bulan atau kurang)
(8)
5. Selalu ( tiap hari)
9. Anak banyak berkeringat ketika tidur.
1. Tidak pernah 2. Jarang ( 1-2 kali per bulan atau kurang)
3. Kadang-kadang (1-2 kali per minggu) 4. Sering (3-5kali perminggu) 5. Selalu ( tiap hari)
10. Anak terbangun pada malam hari lebih dari 2 kali tiap malam 1. Tidak pernah 2. Jarang ( 1-2 kali per bulan atau kurang)
3. Kadang-kadang (1-2 kali per minggu) 4. Sering (3-5kali perminggu) 5. Selalu ( tiap hari)
11. Setelah terbangun pada malam hari, anak susahuntuk tidur kembali 1. Tidak pernah 2. Jarang ( 1-2 kali per bulan atau kurang)
3. Kadang-kadang (1-2 kali per minggu) 4. Sering (3-5kali perminggu)
5. Selalu ( tiap hari)
12. Kaki anak sering tersentak ketika tertidur atau sering berubah posisi ketika malam atau sering menendang seprei tempat tidur.
1. Tidak pernah 2. Jarang ( 1-2 kali per bulan atau kurang)
3. Kadang-kadang (1-2 kali per minggu) 4. Sering (3-5kali perminggu) 5. Selalu ( tiap hari)
13. Anak mengalami kesulitan bernapas pada malam hari(sesak ) 1. Tidak pernah 2. Jarang ( 1-2 kali per bulan atau kurang)
3. Kadang-kadang (1-2 kali per minggu) 4. Sering (3-5kali perminggu) 5. Selalu ( tiap hari)
14. Anak sering terengah-engah saat bernapas atau tidak bisabernapas ketika tidur.
1. Tidak pernah 2. Jarang ( 1-2 kali per bulan atau kurang)
3. Kadang-kadang (1-2 kali per minggu) 4. Sering (3-5kali perminggu) 5. Selalu ( tiap hari)
(9)
15. Anak mendengkur/ mengorok ketika tidur
1. Tidak pernah 2. Jarang ( 1-2 kali per bulan atau kurang)
3. Kadang-kadang (1-2 kali per minggu) 4. Sering (3-5kali perminggu) 5. Selalu ( tiap hari)
16. Anak berkeringat banyak pada malam hari
1. Tidak pernah 2. Jarang ( 1-2 kali per bulan atau kurang)
3. Kadang-kadang (1-2 kali per minggu) 4. Sering (3-5kali perminggu) 5. Selalu ( tiap hari)
17. Bapak/ Ibu pernah melihat anak berjalan dalam tidur 1. Tidak pernah 2. Jarang ( 1-2 kali per bulan atau kurang)
3. Kadang-kadang (1-2 kali per minggu) 4. Sering (3-5kali perminggu) 5. Selalu ( tiap hari)
18. Bapak/ Ibu pernah menyaksikan anak mengigau ketika sedang tidur 1. Tidak pernah 2. Jarang ( 1-2 kali per bulan atau kurang)
3. Kadang-kadang (1-2 kali per minggu) 4. Sering (3-5kali perminggu) 5. Selalu ( tiap hari)
19. Bapak/Ibu pernah mendengar gigi anak gemeretak/ berbunyi ketika tidur
1. Tidak pernah 2. Jarang ( 1-2 kali per bulan atau kurang)
3. Kadang-kadang (1-2 kali per minggu) 4. Sering (3-5kali perminggu) 5. Selalu ( tiap hari)
20. Anak terbangun dari tidur dengan berteriak-teriak atau bingung, dan susah untuk disadarkan, akan tetapi tidak ingat ketika pagiharinya 1. Tidak pernah 2. Jarang ( 1-2 kali per bulan atau kurang)
3. Kadang-kadang (1-2 kali per minggu) 4. Sering (3-5kali perminggu) 5. Selalu ( tiap hari)
(10)
harinya
1. Tidak pernah 2. Jarang ( 1-2 kali per bulan atau kurang)
3. Kadang-kadang (1-2 kali per minggu) 4. Sering (3-5kali perminggu) 5. Selalu ( tiap hari)
22. Anak sangat susahuntuk bangun tidur
1. Tidak pernah 2. Jarang ( 1-2 kali per bulan atau kurang)
3. Kadang-kadang (1-2 kali per minggu) 4. Sering (3-5kali perminggu) 5. Selalu ( tiap hari)
23. Anak bangun pada pagi hari dan merasa lelah
1. Tidak pernah 2. Jarang ( 1-2 kali per bulan atau kurang)
3. Kadang-kadang (1-2 kali per minggu) 4. Sering (3-5kali perminggu) 5. Selalu ( tiap hari)
24. Anak merasa tidak bisa untuk bergerak ketika bangun tidur pada pagi hari (seperti ditimpa benda berat)
1. Tidak pernah 2. Jarang ( 1-2 kali per bulan atau kurang)
3. Kadang-kadang (1-2 kali per minggu) 4. Sering (3-5kali perminggu) 5. Selalu ( tiap hari)
25.Anak merasa mengantuk pada siang hari
1. Tidak pernah 2. Jarang ( 1-2 kali per bulan atau kurang)
3. Kadang-kadang (1-2 kali per minggu) 4. Sering (3-5kali perminggu) 5. Selalu ( tiap hari)
26. Anak tiba-tiba jatuh tertidur pada situasi yang tidak seharusnya (misalnya : ketika makan, berada dalam toilet, dll ) 1. Tidak pernah 2. Jarang ( 1-2 kali per bulan atau kurang) 3. Kadang-kadang (1-2 kali per minggu) 4. Sering (3-5 kali perminggu) 5. Selalu (tiap hari)
(11)
Lampiran 4 data hasil spss
Status Gizi Siswa/siswi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid
gizi kurang 5 6.3 6.3 6.3
gizi baik 69 87.3 87.3 93.7
gizi lebih 5 6.3 6.3 100.0
Total 79 100.0 100.0
Umur siswa/ siswi * Status Gizi Siswa/siswi Crosstabulation
Status Gizi Siswa/siswi Total gizi kurang gizi baik gizi lebih
Umur siswa/ siswi
5 1 2 0 3
6 1 3 0 4
7 0 11 0 11
8 2 12 0 14
9 1 17 2 20
10 0 11 0 11
11 0 7 3 10
12 0 4 0 4
13 0 2 0 2
Total 5 69 5 79
jeniskelamin * Status Gizi Siswa/siswi Crosstabulation Status Gizi Siswa/siswi Total gizi
kurang
gizi baik gizi lebih
Laki-laki 2 32 4 38
Perempuan 3 37 1 41
(12)
Umur siswa/ siswi * SDSCkategori Crosstabulation Count
SDSCkategori Total Tidak terdapat
gangguan Tidur
Terdapat gangguan tidur
Umur siswa/ siswi
5 3 0 3
6 1 3 4
7 3 8 11
8 5 9 14
9 11 9 20
10 4 7 11
11 4 6 10
12 1 3 4
13 1 1 2
Total 33 46 79
SDSCkategori * jeniskelamin Crosstabulation
SDSC
jeniskelamin Total Laki-laki Perempuan
Tidak terdapat 16 17 33
Terdapat gangguan tidur 22 24 46
Total 38 41 79
SDSCkategori
Frequency Percent Valid Percent
Cumula tive Percent
Tidak terdapat 33 41.8 41.8 41.8
Terdapat gangguan tidur 46 58.2 58.2 100.0
(13)
Status Gizi Siswa/siswi * SDSCkategori Crosstabulation SDSCkategori Total Tidak terdapat
gangguan Tidur
Terdapat gangguan tidur
gizi kurang Count 2 3 5
% of Total 2.5% 3.8% 6.3%
gizi baik Count 29 40 69
% of Total 36.7% 50.6% 87.3%
gizi lebih Count 2 3 5
% of Total 2.5% 3.8% 6.3%
Count 33 46 79
% of Total 41.8% 58.2% 100.0%
Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Point Probability Pearson Chi-Square .015a 2 .993 1.000
Likelihood Ratio .015 2 .993 1.000
Fisher's Exact Test .200 1.000
Linear-by-Linear Association
.000b 1 1.000 1.000 .624 .248
N of Valid Cases 79
a. 4 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.09. b. The standardized statistic is .000.
(14)
Lampiran 5
Data Induk hasil pengukuran TB, BB dan skor kuesioner
Nama
Jenis
Kelamin TB BB umur S. Gizi Skor SDSC
AA01 Perempuan 104.5 17 6 gizi baik 40
AB02 Perempuan 118 21 6 gizi baik 41
AC03 Laki‐laki 120 22 8 gizi baik 58
AD04 Perempuan 111 18 7 gizi baik 60
AE05 Perempuan 122 27 9 gizi lebih 65
AF06 Perempuan 120 20 6 gizi kurang 46
AG07 Laki‐laki 124 23 7 gizi baik 69
AH08 Perempuan 112 18 7 gizi baik 44
AI09 Perempuan 117 18 7 gizi baik 42
AJ10 Perempuan 116 24 8 gizi baik 56
AK11 Perempuan 115 20 7 gizi baik 42
AL12 Laki‐laki 120 20 8 gizi kurang 52
AM13 Laki‐laki 122 22 11 gizi baik 42
AN14 Laki‐laki 119 21 8 gizi baik 40
AO15 Laki‐laki 120 19 8 gizi kurang 44
AP16 Laki‐laki 119 20 7 gizi baik 48
AQ17 Laki‐laki 114 19 7 gizi baik 50
AR18 Laki‐laki 123 22 10 gizi baik 39
AS19 Perempuan 126 24 9 gizi baik 44
AT20 Perempuan 125 21 9 gizi baik 53
AU21 Perempuan 118 21 8 gizi baik 39
AV22 Perempuan 120 22 8 gizi baik 48
AW23 Perempuan 123 23 8 gizi baik 39
AX24 Perempuan 119 22 7 gizi baik 40
AY25 Perempuan 118 24 8 gizi baik 46
AZ26 Laki‐laki 135 30 11 gizi baik 57
BA01 Laki‐laki 128 27 10 gizi baik 50
BB02 Perempuan 132 32 11 gizi baik 44
BC03 Laki‐laki 131 31 10 gizi baik 48
BD04 Laki‐laki 132 26 10 gizi baik 45
BE05 Laki‐laki 144 44 11 gizi lebih 44
BF06 Perempuan 137 28 10 gizi baik 47
(15)
BH08 Laki‐laki 123 23 11 gizi baik 43
BI09 Laki‐laki 134 33 13 gizi baik 53
BJ10 Laki‐laki 123 23 10 gizi baik 41
BK11 Laki‐laki 125 33 9 gizi lebih 49
BL12 Perempuan 122 33 9 gizi baik 50
BM13 Perempuan 124 22 9 gizi baik 52
BN14 Perempuan 128 24 9 gizi baik 45
BO15 Laki‐laki 129 26 9 gizi baik 47
BP16 Laki‐laki 132 28 12 gizi baik 63
BQ17 Perempuan 145 40 12 gizi baik 49
BR18 Laki‐laki 128 31 12 gizi baik 39
BS19 Perempuan 127 26 10 gizi baik 39
BT20 Laki‐laki 128 29 11 gizi baik 39
BU21 Laki‐laki 114.5 20 6 gizi baik 36
BV22 Laki‐laki 109.5 18 5 gizi baik 38
BW23 Perempuan 107 17 5 gizi baik 38
BX24 Perempuan 105 14 5 gizi kurang 30
BY25 Laki‐laki 114 18 7 gizi baik 32
BZ26 Laki‐laki 122 23 7 gizi baik 38
CA01 Perempuan 113 19 8 gizi baik 29
CBO2 Laki‐laki 119 24 7 gizi baik 37
CC03 Perempuan 121 20 8 gizi baik 37
CD04 Laki‐laki 129 27 9 gizi baik 36
CE05 Perempuan 125 23 8 gizi baik 30
CF06 Perempuan 126 24 9 gizi baik 37
DG07 Perempuan 119 22 9 gizi baik 34
DH08 Laki‐laki 116 22 9 gizi baik 32
DI09 Perempuan 121 20 8 gizi baik 34
DJ10 Laki‐laki 133 25 9 gizi baik 33
DK11 Perempuan 126 25 9 gizi baik 38
DL12 Perempuan 124 22 8 gizi baik 38
DM13 Laki‐laki 129 29 9 gizi baik 37
DN14 Perempuan 127 27 10 gizi baik 34
DO15 Perempuan 124 24 10 gizi baik 33
DP16 Laki‐laki 126 25 9 gizi baik 33
DQ17 Laki‐laki 133 28 11 gizi baik 32
DR18 Laki‐laki 126 24 9 gizi baik 36
DS19 Perempuan 132 24 9 gizi kurang 35
DT20 Perempuan 117 23 9 gizi baik 33
DU21 Perempuan 125 24 10 gizi baik 33
(16)
DW23 Perempuan 138 39 12 gizi baik 33
DX24 Perempuan 133 30 11 gizi baik 38
DY25 Laki‐laki 150 45 11 gizi lebih 31
DZ26 Laki‐laki 138 42 11 gizi lebih 36
(17)
Daftar Pustaka
Almatsier S, 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Arisman, 2010. Gizi Dalam Daur Kehidupan: Buku Ajar Ilmu Gizi, Ed. 2. Jakarta: Kedokteran EGC, 206-233.
Choi, KM., Lee, JS., Park, HS., Choi, DS., & Kim, SM., 2008. Relationship between sleep duration and the metabolic syndrome: Korean National Health and Nutrition Survey 2001. International Journal of Obesity (2008) 32, 1091–1097
Devi, Mazarina. 2010. Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Status Gizi Balita Di Pedesaan. Teknologi Dan Kejuruan, Vol. 33, No. 2, September 2010: 183-192.
Departemen Kesehatan, 2013 Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), Laporan
Nasional 2013. Jakarta: Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan, Depkes RI. Available from: http://litbang.depkes.go.id [Accessed 16 April 2015].
Fasyah, RC., Hidayah nurul. Hubungan pemenuhan nutrisi pada bayi dengan kualitas tidur di BPS Ny. Siti Naimah Amd.Keb di desa Padangasri kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto. Hospital Majapahit, Vol. 5 no. 1, Februari 2013 :15-31
Japardi, Iskandar. 2002. Gangguan Tidur. Available from:
http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi12.pdf [ Accessed 21 April 2015]
MENKES RI. 2010. Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak. Available from http://www.gizikia.depkes.go.id/category/direktorat-bina-kesehatan-anak/ [ Accessed 28 Mei 2015]
Natalita C, Sekartini R, Poesponegoro H. Skala Gangguan Tidur untuk Anak (SDSC) sebagai Instrumen Skrining Gangguan Tidur pada Anak Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Sari Pediatri. 2011;12:365-72.
Nelson, Waldo E. et al. 2013. Ilmu Kesehatan Anak. edisi 15 vol. 1 Jakarta : Kedokteran EGC
(18)
Notoatmodjo S. 2010. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta Rumende, Martin C. 2006. Tatalaksana Nutrisi pada Pasien PPOK. Jakarta:
FKUI.
Sadock, Benjamin J. dan Virginia A. Sadock. 2010. Tidur Normal dan Gangguan Tidur. Dalam Buku Ajar Psikiatri Klinis. Jilid 2. Jakarta : Kedokteran EGC.
Saputra, AM,. Yuniarti, AF. Studi komparasi kulaitas tidur anak obesitas dan tidak obesitas pada anak di SD Negeri Serang Sedangsari Pengasih Kulom Progo. Available from
http://opac.say.ac.id/390/1/NASKAH%20PUBLIKASI%20PDF.pdf [ Accesed November 2015 ]
Sarrafi-Zadeh S, Dhawadkar S, Singh RB, Meester FD,Wilczynska A, Wilson DW, et al. Nutritional Modulators of Sleep Disorders. The Open Nutraceuticals Journal 2012; 5 : 1-14.
Sherwood, L. 2012. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Ed 6. Jakarta : EGC Siagian, Darmawan., Siagian, Albiner., dan Lubis Zubaidah. 2012. Gambaran
Status Gizi Anak Sekolah Dasar Daerah Eks-Transmigrasi Dan
Penduduk Lokal Di Kecamatan Pelawan Kabupaten Sarolangun Provinsi Jambi Tahun 2012. Available from
http://jurnal.usu.ac.id/index.php/gkre/article/viewFile/3649/1733 [ Accesed 20 April 2015]
Sibarani, Bobi. 2014. Gambaran Pola Tidur Anak yang dirawat Inap di RS Sari Mutiara medan. Available from http://repository.usu.ac.id
Supariasa, dkk. 2001. Penilaian Status Gizi. Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Tanjung MFC, Sekartini R. Masalah Tidur pada Anak. Sari Pediatri 2004; 6:138-
42.
WHO. 2007. Grafik IMT/U Available from
http://www.who.int/growthref/who2007_bmi_for_age/en/ [ Accessed 30 Mei 2015]
Young, T., Peppard, P.E., Taheri, S., 2005. Excess Weight and Sleep Disordered Breathing. J. App. Physiol. 99: 1592-1599.
(19)
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep Status Gizi ( IMT/U) :
1. Gizi Kurang
2. Gizi Baik
3. Gizi Lebih
Ket : Yang diamati dalam penelitian ini adalah kotak bergaris tebal.
Gangguan Tidur
Faktor – faktor yang mempengaruhi :
- BBLR rendah
- Sosial Ekonomi
- Pendidikan
- Jumlah anggota
keluarga
Meliputi :
1. Gangguan pernafasan. 2. Gangguan memulai dan
mempertahankan tidur 3. Gangguan Kesadaran
4. Gangguan transisi tidur – bangun
5.Gangguan somnolen
berlebihan 6. Hiperhidrosis
(20)
3.2 Definisi Operasional 3.2.1 Status Gizi
Status gizi di definisikan sebagai tanda - tanda penampilan seseorang akibat keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat gizi yang berasal dari pangan yang dikonsumsi pada suatu saat berdasarkan pada kategori dan indikator yang digunakan (Depkes, 2002). Cara pengukuran status gizi dengan menggunakan pengukuran Antropometri IMT/ U. IMT = BB/TB (dalam mm).Pengukuran Berat Badan dengan cara diukur dengan keadaan pakaian semua saku kosong, tanpa ikat pinggang, tanpa sepatu dan kaos kaki, posisi anak berdiri
tegak menghadap ke depan, dilakukan 3x penimbangan diambil reratanya.
Pengukuran Tinggi Badan dengan cara diukur dalam keadaan tanpa sepatu dan kaos kaki, posisi anak berdiri tegak menghadap ke depan dengan pandangan mata sejajar telinga, kepala, punggung, pantat dan tumit menempel pada satu bidang tegak, dilakukan 3x pengukuran diambil reratanya. Alat ukur menggunakan timbangan berat badan merek Smic ZT 120 dengan ketelitian 0,5 kg dan alat ukur tinggi badan merek Smic ZT 120 dengan ketelitian 0,5 cm , dan tabel Z-skor IMT terhadap umur. Hasil ukur yang diperoleh adalah status gizi kurang ( <-2SD ), status gizi baik ( -2SD sampai dengan 1SD ), dan status gizi lebih ( > 1SD). Skala pengukuran yang digunakan adalah Ordinal .
3.2.2. Gangguan Tidur
Gangguan tidur di definisikan sebagai suatu kumpulan kondisi yang dicirikan dengan adanya gangguan dalam jumlah, kualitas, atau waktu tidur. Cara pengukuran menggunakan kuisioner yang diisi oleh orangtua siswa. Alat ukur
yang digunakan adalah kuesioner Sleep Disturbance and Scale for Children yang
telah dimodifikasi. Hasil pengukuran berdasarkan skor, jika skor yang diperoleh
>39 artinya terdapat gangguan tidur sedangkan jika skor ≤39 artinya tidak
terdapat gangguan tidur pada anak tersebut. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala Ordinal.
(21)
3.3 Hipotesis
Ada hubungan status gizi dengan gangguan tidur pada siswa dan siswi SDN 10 Samosir.
(22)
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan cross
sectional. Alasan digunakan pendekatan ini, setiap sampel penelitian dilakukan pengukuran Berat Badan dan Tinggi Badan kemudian diberikan kuesioner yaitu
kuesioner Sleep Disturbance Scale for Children secara simultan (dalam waktu
yang bersamaan) ( Notoatmodjo, 2010). 4.2 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2.1 Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus – Desember 2015. 4.2.2 Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri No. 10 Samosir. 4.3 Populasi dan Sampel
4.3.1 Populasi Penelitian
Populasi penelitian ini adalah siswa dan siswi SDN 10 Samosir. 4.3.2 Sampel Penelitian
Dalam mengambil sampel penelitian digunakan metode total sampling,
yaitu seluruh populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dijadikan sebagai sampel penelitian.
(23)
Sampel penelitian harus memenuhi kriteria inklusi serta tidak memiliki kriteria eksklusi.
Kriteria Inklusi :
1. Orang tua yang bersedia melakukan dan menyelesaikan pengisian
kuisioner.
2. Siswa dan Siswi yang hadir pada saat dilakukan penelitian.
Kriteria Eksklusi :
1. Anak yang memiliki kelainan anatomis.
2. Anak yang mengalami gangguan tidur karena faktor lain seperti faktor
psikis dan anak yang mengalami sakit berat.
4.4 Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpul merupakan data primer dengan parameter pengukuran berupa berat badan dan tinggi badan. Responden pada penelitian ini adalah seluruh siswa – siswi di SDN 10 Samosir.
Pengukuran berat badan dilakukan dengan menggunakan alat timbangan injak sesuai dengan prosedur pengukuran timbangan injak dan dinilai dalam
satuan kilogram (kg). Pengukuran tinggi badan dilakukan dengan menggunakan
alat ukur tinggi bada sesuai dengan prosedur pengukuran tinggi badan dan dinilai
dalam satuan centimeter (cm). Sementara data usia dan jenis kelamin anak
diperoleh melalui pengamatan dan wawancara langsung terhadap siswa-siswi yang dicocokkan dengan data yang sudah diterima pada lembar persetujuan. Hasil pengukuran berat badan dan tinggi badan dikumpulkan untuk kemudian dicari status gizi yang disesuaikan dengan usia dan jenis kelamin masing-masing anak dengan menggunakan baku yang telah tersedia dari grafik WHO.
(24)
Kuesioner yang digunakan adalah Sleep Disturbance Scale for Children
yang sudah divalidasi dan digunakan pada penelitian sebelumnya yang bertujuan mengetahui gangguan tidur pada anak. Kuesioner diberikan kepada orangtua siswa melalui siswa dan dikembalikan 4 hari kemudian.
4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data diolah dan dianalisis secara komputerisasi menggunakan program
Statistical Product and Service Solution (SPSS) yang meliputi langkah- langkah sebagai berikut :
1. Editing
Memeriksa kembali kelengkapan setiap lembar kuesioner yang mencakup kelengkapan jawaban, kerelevanan jawaban, dan kejelasan penulisan identitas serta kelengkapan data pengukuran antropometri mencakup identitas, tinggi badan, dan berat badan.
2. Coding
Setelah data terkumpul dan dikoreksi, selanjutnya diberi kode oleh peneliti.
3. Entry
Data yang telah melewati proses coding lalu dimasukkan ke dalam
program komputer. 4. Data Cleaning
Semua data yang telah dimasukkan ke dalam komputer diperiksa kembali apakah sudah sesuai dengan data penelitian. Perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode dan ketidaklengkapan, kemudian
(25)
5. Saving
Data dalam komputer lalu disimpan untuk dianalisis.
6. Analisis data
Data yang telah dikumpulkan dari setiap pengukuran diolah dan dimasukkan dalam bentuk tabel-tabel distribusi untuk mempermudah pengolahan dan pembahasan data serta pengambilan kesimpulan dengan menggunakan
bantuan SPSS (Statistical Package for the Social Science) dan kemudian seluruh
data dimasukkan ke dalam komputer (data entry) untuk dianalisa. Data dianalisis
secara bivariat untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan dari variabel yang diteliti.
(26)
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian
Proses pengumpulan data untuk hasil penelitian dilakukan dengan menggunakan instrumen kuesioner yang telah diisi oleh orang tua siswa dan data hasil pengukuran antropometri siswa. Hasil tersebut kemudian dianalisis lalu dipaparkan di bawah ini.
5.1.1 Karakteristik Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar Negeri 10 Samosir yang terletak di desa Lumban suhi-suhi toruan, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir Sumatera Utara. Sekolah ini memiliki 6 ruangan kelas dan 1 ruangan untuk kantor guru. Fasilitas yang dimiliki sekolah ini berupa sebuah perpustakaan yang terletak dibelakang gedung, kamar mandi dan sebuah lapangan untuk baris berbaris dan sekaligus digunakan sebagai lapangan basket dan olahraga lainnya.
Gedung Sekolah Dasar Negeri 10 sebelah timur berbatasan dengan perpustakaan dan gedung kepala desa yang sudah tidak berfungsi lagi, sebelah selatan berbatasan dengan perumahan warga setempat, sebelah barat berbatasan dengan jalan raya besar Simanindo dan sebelah Utara berbatasan dengan Perkebunan milik kelompok tani warga setempat. Sekolah Dasar ini dikepalai oleh Ibu Resdi Sinaga SPd. Saat dilaksanakannya penelitian ini terdaftar 10 guru dan 102 siswa.
5.1.2 Karakteristik Responden Penelitian
Jumlah responden pada penelitian ini sebanyak 79 siswa dan siswi SDN 10 Samosir yang telah memenuhi kriteria inklusi dan tidak memiliki kriteria eksklusi.
(27)
5.1.2.1 Karakteristik Responden berdasarkan Tinggi Badan dan Berat Badan Data hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan responden disajikan dalam tabel dibawah ini
Tabel 5.1 Hasil pengukuran Berat badan dan Tinggi badan responden
Usia Berat badan Tinggi Badan n
5 tahun 14-18 kg 105-109,5 cm 3
6 tahun 17-21 kg 104,5-120 cm 4
7 tahun 18-24 kg 111-124 cm 11
8 tahun 19-24 kg 113-125 cm 14
9 tahun 21-33 kg 116-133 cm 20
10 tahun 22-31 kg 123-137 cm 11
11 tahun 22-45 kg 122-150 cm 10
12 tahun 28-40 kg 128-145 cm 4
13 tahun 33-36 kg 134-135 cm 2
Data hasil pengukuran Tinggi Badan dan Berat Badan responden telah disajikan dalam tabel diatas. Data tersebut akan digunakan untuk melengkapi data karakteristik responden penelitian.
(28)
5.1.2.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Status Gizi
Status gizi dikategorikan menjadi status gizi kurang ( <-2SD ), Status gizi baik ( -2SD sampai dengan 1SD ), dan status gizi lebih ( > 1SD ). Sebaran subjek penelitian berdasarkan IMT/U dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi subjek penelitian berdasarkan Status gizi
Berdasarkan Tabel diatas, diketahui bahwa dari 79 subjek penelitian (100%), 5 orang (6,3% ) masuk kedalam kategori gizi kurang, 69 orang (87,3 %) masuk dalam kategori gizi baik, dan 5 orang (6,3%) masuk dalam kategori gizi lebih.
Status Gizi n %
Gizi Kurang 5 6,3
Gizi Baik 69 87,3
Gizi Lebih 5 6,3
(29)
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi subjek penelitian berdasarkan Status gizi dan jenis kelamin
Jenis Kelamin Gizi kurang Gizi baik Gizi lebih Total
Laki-laki 2 32 4 38
Perempuan 3 37 1 41
Total 5 69 5 79
Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa dari 79 subjek penelitian, terdapat 38 orang responden laki-laki dan 41 orang responden perempuan. Adapun reponden laki-laki, 2 orang masuk kategori status gizi kurang , 32 orang masuk dalam kategori gizi baik dan 4 orang masuk dalam kategori gizi lebih. Responden perempuan, 3 orang masuk kategori gizi kurang, 37 orang kategori gizi baik dan 1 orang masuk kategori gizi lebih.
(30)
Tabel 5.4 Distribusi frekuensi subjek penelitian berdasarkan status gizi dan umur
Status Gizi
Usia Gizi kurang Gizi baik Gizi Lebih Total
5 1 2 0 3
6 1 3 0 4
7 0 11 0 11
8 2 12 0 14
9 1 17 2 20
10 0 11 0 11
11 0 7 3 10
12 0 4 0 4
13 0 2 0 2
Total 5 69 5 79
Berdasarkan tabel diatas, umur responden berkisar 5-13 tahun. Terdapat 3 orang responden yang berumur 5 tahun, 1 orang masuk kategori gizi kurang, 2 orang masuk kategori gizi baik. 4 orang responden yang berumur 6 tahun, 1 orang masuk kategori gizi kurang dan 3 orang masuk kategori gizi baik. 11 orang responden yang berumur 7 tahun, 11 orang masuk kategori gizi baik. 14 orang responden berumur 8 tahun, 2 orang masuk kategori gizi kurang dan 12 orang masuk kategori gizi baik. 20 orang responden berumur 9 tahun, 1 orang masuk kategori gizi kurang, 17 orang masuk kategori gizi baik dan 2 orang masuk kategori gizi lebih. 11 orang responden berumur 10 tahun dan 11 orang masuk kategori gizi baik. 10 orang responden berumur 11 tahun, 7 orang masuk kategori gizi baik dan 3 orang masuk kategori gizi lebih. 4 orang responden berusia 12 tahun dan 4 orang masuk kategori gizi baik. 2 orang responden berumur 13 tahun dan 2 orang masuk kategori gizi baik.
(31)
5.1.2.3 Karakterisitik Responden Berdasarkan Status Gangguan Tidur
Status Gangguan tidur dikategorikan menjadi Terdapat gangguan tidur
(skor > 39) dan Tidak terdapat gangguan tidur (skor ≤39).
Tabel 5.5 Distribusi frekuensi subjek penelitian berdasarkan status gangguan tidur
Gangguan Tidur n %
Ya 46 58,2
Tidak 33 41,8
Total 79 100
Berdasarkan Tabel diatas diketahui bahwa dari 79 subjek penelitian (100%), 46 orang (58,2 %) masuk kedalam kategori Terdapat gangguan tidur dan 33 orang (41,8 %) masuk dalam kategori Tidak terdapat gangguan tidur.
Tabel 5.6 Distribusi frekuensi subjek penelitian berdasarkan Status Gangguan tidur dan Jenis kelamin
Jenis Kelamin
Gangguan Tidur Laki-laki Perempuan Total
Ya 22 24 46
Tidak 16 17 33
Total 38 41 79
Berdasarkan tabel diatas, diketahui dari 79 subjek penelitian terdapat 38 orang laki-laki dan 41 orang perempuan. Adapun responden laki-laki, 22 orang masuk dalam kategori terdapat gangguan tidur dan 16 orang masuk kategori tidak terdapat gangguan tidur. Responden perempuan, 24 masuk kategori terdapat gangguan tidur dan 17 orang masuk kategori tidak terdapat gangguan tidur.
(32)
Tabel 5.7 Distribusi frekuensi penelitian berdasarkan status gangguan tidur dan Usia
Gangguan Tidur
Usia Tidak Ya Total
5 6 7 8 9 10 11 12 13 3 1 3 5 11 4 4 1 1 0 3 8 9 9 7 6 3 1 3 4 11 14 20 11 10 4 2
Total 33 46 79
Berdasarkan tabel diatas diketahui, terdapat 3 orang responden yang berumur 5 tahun, 3 orang masuk kategori Tidak terdapat gangguan tidur. 4 orang responden berusia 6 tahun, 1 orang masuk kategori Tidak terdapat gangguan tidur dan 3 orang masuk kategori Terdapat gangguan tidur. 11 orang responden berumur 7 tahu, 3 orang masuk kategori Tidak terdapat gangguan tidur dan 8 orang masuk kategori Terdapat gangguan tidur. 14 orang responden berumur 8 tahun, 5 orang masuk kategori Tidak terdapat gangguan tidur dan 9 orang masuk kategori Terdapat gangguan tidur. 20 orang responden berumur 9 tahun, 11 orang masuk kategori Tidak terdapat gangguan tidur dan 9 orang masuk kategori Terdapat gangguan tidur. 11 responden berumur 10 tahun, 4 orang masuk kategori Tidak terdapat gangguan tidur dan 7 orang masuk kategori Terdapat gangguan tidur. 10 responden berumur 11 tahun, 4 masuk kategori Tidak terdapat gangguan tidur dan 6 orang masuk kategori Terdapat gangguan tidur. 4 responden beumur 12 tahun, 1 orang masuk kategori Tidak terdapat gangguan tidur dan 3 orang masuk
(33)
kategori Terdapat gangguan tidur. 2 responden berumur 13 tahun, 1 orang masuk kategori Tidak terdapat gangguan tidur dan 1 orang masuk kategori Terdapat gangguan tidur.
5.1.3 Hubungan Status Gizi dengan Gangguan Tidur pada Anak di SD N 10 Samosir
Peneliti ingin mengetahui apakah terdapat hubungan antara status gizi dengan gangguan tidur. Status gizi pada penelitian ini dibagi menjadi gizi kurang, gizi baik dan gizi lebih. Gangguan tidur pada penelitian ini dibagi menjadi Terdapat gangguan tidur pada anak dan Tidak terdapat gangguan tidur pada anak.
Tabel penelitian ini diuji menggunakan tabel 3x2, hipotesis diuji
menggunakan Fisher’s Exact Test.
Tabel 5.8 Hubungan status gizi dengan gangguan tidur pada anak
Status Gizi Gangguan tidur Total
Tidak Ya
Gizi kurang n 2 3 5
% Total 2.5% 3.8% 6.3%
Gizi baik n 29 40 69
% Total 36.7% 50.6% 87.3%
Gizi lebih n 2 3 5
% Total 2.5% 3.8% 6.3%
Total n 33 46 79
% Total 41.8% 58.2% 100.0%
P = 0,2
Dari penelitian , berdasarkan status gizi diketahui bahwa dari 79 subjek penelitian, 5 orang (6,3%) termasuk kedalam kelompok status gizi kurang, 69 orang (87,3%) kelompok gizi baik dan 5 orang (6,3%) masuk kedalam kelompok gizi lebih. Sedangkan berdasarkan status gangguan tidur, total jumlah subjek yang tidak mengalami gangguan tidur adalah sebanyak 33 orang (41,8%), dan subjek penelitian yang mengalami gangguan tidur adalah sebanyak 46 orang (58,2%).
(34)
Pada uji Fisher’s Exact Test didapatkan nilai p = 0,2 (p > 0,05), sehingga dapat dinyatakan tidak adanya hubungan yang bermakna antara status gizi dengan gangguan tidur pada anak.
5.2 Pembahasan
Melalui hasil penelitian yang telah disebutkan sebelumnya yang dilakukan pada siswa/siswi SDN 10 Samosir, diperoleh data yang diperlukan. Untuk itu, selanjutnya dilakukan pembahasan dengan rincian sebagai berikut.
5.2.1 Status gizi pada siswa/siswi SDN 10 Samosir
Dari data tabel 5.1 diketahui dari 79 subjek penelitian (100%), 5 orang (6,3%) masuk kedalam kategori gizi kurang yakni anak yang mempunyai status gizi yang berada di ambang batas -2 SD kebawah pada kuva IMT/U. 69 orang (87,3%) masuk kedalam kategori gizi baik yakni anak yang mempunyai status gizi yang berada diantara 1 SD sampai < -2SD pada kurva IMT/U, dan 5 orang (6,3%) masuk kategori gizi lebih yakni anak yang mempunyai status gizi yang berada diatas 1SD pada kurva IMT/U.
Hasil penelitian juga diperoleh berdasarkan jenis kelamin, responden laki-laki yang masuk kategori gizi kurang sebanyak 2 orang, gizi baik sebanyak 32 orang dan gizi lebih sebanyak 4 orang, sedangkan responden perempuan yang masuk kategori gizi kurang sebanyak 3 orang, gizi baik 37 orang dan gizi lebih 1 orang.
Berdasarkan umur responden mulai dari umur 5 – 13 tahun, diambil jumlah paling mendominasi setiap kategori. Anak yang termasuk kedalam gizi kurang sebanyak 2 orang terdapat pada umur 8 tahun, anak yang termasuk kedalam gizi baik sebanyak 17 orang terdapat pada umur 9 tahun dan anak yang termasuk kategori gizi lebih sebanyak 2 orang terdapat pada umur 11 tahun.
Adapun faktor- faktor yang mempengaruhi status gizi pada anak adalah berat badan anak saat lahir, faktor ekonomi keluarga, faktor sosial budaya, faktor
(35)
pendidikan yang rendah dan jumlah anggota keluarga. Pada penelitian ini tidak ada dilakukan tanya jawab lebih lanjut mengenai faktor yang mempengaruhi status gizi pada responden tersebut.
5.2.2 Gangguan tidur pada siswa/siswi SDN 10 Samosir
Dari hasil kuesioner SDSC yang sudah diolah, diperoleh hasil jumlah respoden yang mengalami gangguan tidur sebanyak 46 orang (58,2%) dan reponden yang tidak mengalami gangguan tidur sebanyak 33 orang (41,8%). Hasil penggolongan ini diperoleh menggunakan skor kuesioner yang dijadikan sebagai instrument untuk menilai gangguan tidur pada anak, dimana jika jumlah skor > 39
disebut anak tersebut mengalami gangguan tidur dan jika skor ≤39 disebut anak
tersebut tidak mengalami gangguan tidur.
Dari penelitian juga diperoleh berdasarkan jenis kelamin, responden laki-laki yang mengalami gangguan tidur sebanyak 22 orang dan yang tidak mengalami gangguan tidur sebanyak 16 orang, sedangkan responden perempuan yang mengalami gangguan tidur sebanyak 24 orang dan yang tidak mengalami gangguan tidur sebanyak 17 orang.
Berdasarkan umur responden diperoleh data yang mempunyai frekuensi lebih banyak, responden yang berumur 8 dan 9 tahun terdapat masing-masing sebanyak 9 anak yang mengalami gangguan tidur dan pada umur 9 tahun terdapat 11 anak yang tidak mengalami gangguan tidur.
Faktor yang dapat mempengaruhi tidur pada anak adalah keadaan anak yang ketakutan, suara bising, kecemasan karena merasa terpisah dengan orangtua, dan jika anak dalam keadaan sakit dapat menjadi faktor yang mengganggu tidur anak. Prevalensi anak laki-laki yang mengalami gangguan tidur 2-5% lebih sering dibandingkan pada anak perempuan (Nelson,2013) tetapi berdasarkan hasil penelitian diperoleh subjek penelitian perempuan lebih banyak yang mengalami gangguan tidur dibandingkan subjek penelitian laki-laki. Namun untuk lebih memastikan faktor – faktor apa saja yang mungkin dapat menjadi penyebab utama
(36)
sehingga subjek penelitian memiliki gambaran gangguan tidur demikian, diperlukan penelitian lebih lanjut.
5.2.3 Hubungan status gizi dengan gangguan tidur pada siswa/siswi SDN 10 Samosir
Berdasarkan tabel 5.7 tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna dari status gizi dengan gangguan tidur. Pada penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa vitamin dan mineral seperti defisiensi vitamin B6 dapat menyebabkan distress psikologis dan gangguan tidur, vitamin B12 dapat memperbaiki gejala
gangguan siklus tidur-bangun, defisiensi zat besi diduga penyebab restlegs
syndrome yaitu gangguan yang ditandai dengan sensasi yang tidak normal pada kaki sehingga dapat menyebabkan kesulitan memulai tidur. Pada penelitian ini tidak dilakukan pengukuran terhadap kadar zat tersebut, melainkan hanya dilakukan pengukuran terhadap status gizi pada subjek penelitian.
Hasil penelitian yang sama juga diperoleh dengan penelitian yang dilakukan oleh William cheng dan Rini Sekartini pada tahun 2012, dimana tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara status gizi dengan gangguan tidur pada anak usia 5-7 tahun di Kampung Melayu, Jakarta Timur.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh M.Ardiasyah Saputra pada siswa/siswi SD Negeri Serang Sendangsari Pengasih Kulon Proyo menunjukkan pada anak yang termasuk kategori gizi lebih yaitu anak yang obesitas 30 anak (100%) mengalami gangguan tidur sedangkan pada anak yang tidak obesitas 23 anak (76,7%) anak mengalami gangguan tidur. Pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Cairis dan Nurul di desa Padangasri kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto menyebutkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pemenuhan nutrisi dan gangguan tidur yang terjadi pada bayi usia 6-9 bulan, bayi yang pemenuhan nutrisi nya kurang mengalami gangguan tdur yang lebih banyak daripada bayi yang pemenuhan nutrisi lebih.
(37)
Subjek penelitian telah dipilih sedemikian rupa sehingga variabel faktor resiko yang dapat menyebabkan gangguan tidur dapat diminimalisir. Meskipun karakteristik subjek penelitian telah dipilih sedemikian rupa, pada kenyataannya penelitian ini belum mempertimbangkan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi tidur seperti infeksi, faktor biologis, posisi tidur, faktor emosional dan faktor kebiasaan tidur.
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, mata pencaharian masyarakat Samosir mayoritas adalah petani, nelayan dan pengrajin, dimana tidak hanya orangtua saja yang bekerja, anak-anak mulai dari Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) sudah bekerja membantu orangtua. Ketika pulang sekolah anak-anak langsung bekerja membantu orangtua ke ladang ataupun pergi ke danau. Hal ini dapat berdampak terhadap berkurangnya waktu istirahat anak dan dapat menyebabkan anak kelelahan yang dapat berdampak terhadap tidur si anak. Oleh karena itu, untuk memastikan apakah ada hubungan antara status gizi dengan gangguan tidur pada anak perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan sample yang lebih besar dan mempertimbangkan faktor penyebab gangguan tidur.
(38)
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan
1. Gambaran status gizi pada subjek penelitian diperoleh dari 79 subjek
penelitian 5 orang masuk kedalam kategori gizi kurang, 69 orang masuk dalam kategori gizi baik, dan 5 orang masuk dalam kategori gizi lebih.
2. Gambaran gangguan tidur pada subjek penelitian diperoleh dari 79
subjek penelitian 46 orang masuk kedalam kategori Terdapat gangguan tidur dan 33 orang masuk dalam kategori Tidak terdapat gangguan tidur.
3. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi dengan
gangguan tidur pada anak.
6.2 Saran
Dari seluruh proses penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam menyelesaikan penelitian ini maka dapat diajukan beberapa saran yang mungkin dapat bermanfaat. Adapun saran tersebut, yaitu :
1. Perlu dilakukan penelitian selanjutnya untuk mengetahui faktor
penyebab gangguan tidur karena dari hasil penelitian ditemukan jumlah responden yang lebih banyak mengalami gangguan tidur dibandingkan yang tidak mengalami gangguan tidur.
2. Walaupun tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara status gizi
dengan gangguan tidur pada anak, tetap perlu memperhatikan status gizi anak karena status gizi dapat memperngaruhi hal yang lain.
(39)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Status Gizi 2.1.1 Pengenalan Gizi
Secara klasik kata gizi hanya dihubungkan dengan kesehatan tubuh, yaitu untuk menyediakan energi, membangun, dan memelihara jarigan tubuh, serta mengatur proses-proses kehidupan dalam tubuh. Tetapi, sekarang kata gizi mempunyai pengertian lebih luas, disamping untuk kesehatan, gizi dikaitkan dengan potensi ekonomi seseorang, karena gizi berkaitan dengan perkembangan otak, kemampuan belajar, dan produktivitas kerja. Oleh karena itu, di Indonesia yang sekarang sedang membangun, faktor gizi di samping faktor-faktor lain dianggap penting untuk memacu pembangunan, khususnya yang berkaitan dengan pengembangan sumber daya manusia berkualitas ( Almatsier, 2010).
2.1.2 Pengertian Status Gizi
Menurut Depkes (2002), status gizi merupakan tanda-tanda penampilan seseorang akibat keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat gizi yang berasal dari pangan yang dikonsumsi pada suatu saat berdasarkan pada kategori dan indikator yang digunakan.
2.1.3 Status Gizi Anak di Indonesia
Secara nasional prevalensi kurus (menurut IMT/U) pada anak umur 5-12 tahun adalah 11.2 persen, terdiri dari 4,0 persen sangat kurus dan 7,2 persen kurus. Prevalensi sangat kurus paling rendah di Bali (2,3%) dan paling tinggi di Nusa Tenggara Timur (7,8%). Sebanyak 16 provinsi dengan prevalensi sangat kurus diatas nasional, yaitu Sumatera Barat, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Papua, Papua Barat, Sulawesi Tengah, Banten, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Maluku, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Riau,
(40)
Gorontalo, dan Nusa Tenggara Timur. Masalah gemuk pada anak umur 5-12 tahun masih tinggi yaitu 18,8 persen, terdiri dari gemuk 10,8 persen dan sangat gemuk (obesitas) 8,8 persen. Prevalensi gemuk terendah di Nusa Tenggara Timur (8,7%) dan tertinggi di DKI Jakarta (30,1%). Sebanyak 15 provinsi dengan prevalensi sangat gemuk diatas nasional, yaitu Kalimantan Tengah, Jawa Timur, Banten, Kalimantan Timur, Bali, Kalimantan Barat, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Jambi, Papua, Bengkulu, Bangka Belitung, Lampung dan DKI Jakarta.
Prevalensi kurus pada remaja umur 13-15 tahun adalah 11,1 persen terdiri dari 3,3 persen sangat kurus dan 7,8 persen kurus. Prevalensi sangat kurus terlihat paling rendah di Bangka Belitung (1,4 %) dan paling tinggi di Nusa Tenggara Timur (9,2%). Sebanyak 17 provinsi dengan prevalensi anak sangat kurus (IMT/U) diatas prevalensi nasional yaitu Riau, Aceh, Jawa Tengah, Lampung, Jambi, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, Kalimantan Barat, Banten, Papua, Sumatera Selatan, Gorontalo, Papua Barat, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Prevalensi gemuk pada remaja umur 13-15 tahun di Indonesia sebesar 10.8 persen, terdiri dari 8,3 persen gemuk dan 2,5 persen sangat gemuk (obesitas). Sebanyak 13 provinsi dengan prevalensi gemuk diatas nasional, yaitu Jawa Timur, Kepulauan Riau, DKI, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Bangka Belitung, Bali, Kalimantan Timur, Lampung, Sulawesi Utara dan Papua
Prevalensi kurus pada remaja umur 16-18 tahun secara nasional sebesar 9,4 persen (1,9% sangat kurus dan 7,5% kurus). Sebanyak 11 provinsi dengan prevalensi kurus diatas nasional, yaitu Aceh, Riau, Kalimantan Selatan, Maluku Utara, DKI Jakarta, Kalimantan Tengah, Banten, Sumatera Selatan, Nusa Tenggara Barat, Maluku, Papua dan Nusa Tenggara Timur. Prevalensi gemuk pada remaja umur 16 – 18 tahun sebanyak 7,3 persen yang terdiri dari 5,7 persen gemuk dan 1,6 persen obesitas. Provinsi dengan prevalensi gemuk tertinggi adalah DKI Jakarta (4,2%) dan terendah adalah Sulawesi Barat (0,6%). Lima belas provinsi dengan prevalensi sangat gemuk diatas prevalensi nasional, yaitu Bangka Belitung, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Banten, Kalimantan Tengah, Papua, Jawa Timur, Kepulauan Riau, Gorontalo, DI Yogyakarta, Bali, Kalimantan
(41)
Timur, Sulawesi Utara dan DKI Jakarta (Riskesdas, 2013). 2.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi
Anak yang dilahirkan dengan berat badan rendah berpotensi menjadi anak dengan gizi kurang, bahkan menjadi buruk. Faktor lain yang mempengaruhi status gizi anak diantaranya adalah faktor ekonomi keluarga yang berdampak pola makan dan kecukupan gizi anak; faktor sosial-budaya yang mendudukkan kepentingan ibu hamil dan ibu menyusui setelah kepentingan bapak selaku kepala keluarga, dan anak; faktor pendidikan yang umumnya rendah sehingga berdampak pada pengetahuan ibu yang sangat terbatas mengenai pola hidup sehat dan pentingnya zat gizi bagi kesehatan dan status gizi anak. Semakin besar jumlah anggota keluarga, semakin besar persentase status gizi kurang ( Devi, 2010). 2.3 Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi pada dasarnya merupakan proses pemeriksaan gizi seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang bersifat objektif maupun subjektif, untuk kemudian dibandingkan dengan baku yang tersedia. Data objektif diperoleh dari data pemeriksaan laboratorium perorangan, serta sumber lain yang dapat diukur oleh anggota tim penilai. Komponen penilaian status gizi meliputi : asupan pangan, pemeriksaan biokimia, pemeriksaan klinis dan riwayat mengenai kesehatan, pemeriksaan antropometris, serta data psikososial (Arisman, 2010).
1) Asupan Pangan
Fase ini merupakan satu tahap penilaian status gizi yang paling sulit dan tidak jarang membuat penilai frustasi karena berbagai sebab. Pertama, manusia memiliki sifat lupa sehingga orang sering tidak mampu mengingat dengan pasti jenis (apalgi jumlah) makanan yang telah disantap. Kedua, manusia sering mengedepankan gengsi jika diberi tahu bahwa makanan mereka akan dinilai, pola pangan pun dipaksakan berubah. Jika misalnya menu ayam goreng tidak pernah
(42)
tercantum di menu keluarga, susunan menu seperti itu tidak jarang tersaji pada saat penilaian dilaksanakan. Ketiga, sejauh ini belumlah mungkin penghitungan komposisi makanan secara akurat, kecuali kegiatan pangan dapat terawasi dengan ketat. Di samping itu masih terdapat kendala lain yang berpotensi menyendatkan langkah penilaian ini. Kendala tersebut antara lain (a) daftar komposisi makanan yang tersedia masih jauh dari sempurna bahkan lengkap saja belum, (b) penghitungan zat gizi masih belum akurat, (c) masih banyak pangan atau makanan yang baru/telah beredar belum tercantum dalam komposisi makanan atau makanan siap santap,(d) cara memasak sangat bervariasi,baik secara kedaerahan maupun perorangan dan ini sangat memengaruhi nilai gizi pangan dan (e) perbedaan tempat tumbuh satu jenis buah dan sayur akan berpengaruh pada nilai zat gizi yang terkandung (Arisman, 2010).
Metode yang dapat digunakan adalah :
a) Ingatan pangan 24 jam (24-hour food recall )
Mengingat kembali dan mencatat jumlah, serta jenis pangan dan minuman yang telah dikonsumsi selama 24 jam merupakan metode pengumpulan data yang paling banyak dan paling mudah digunakan. Kelebihan cara ini adalah pewawancara yang menyiapkan model makanan dan mencatatnya, responden tidak dituntut harus melek huruf. Hal yang mungkin menjadi sumber kesalahan, antara lain (1) orang tidak dapat mengingat dengan tepat, (2) makanan yang disantap kemarin mungkin bukan makanan yang biasa disantap, (3) orang sering tidak melaporkan makanan yang dapat memalukan, misalnya petai, atau alkohol, dan (4) wawasan pangan pewawancara tidak luas
b) Kuisioner frekuensi pangan (Food Frequency Questionnaire / FFQ)
Tujuan mengisi FFQ adalah melengkapi data yang tidak dapat diperoleh melalui ingatan 24 jam. Responden di beri tugas untuk melaporkan frekuensi makanan yang lazim dikonsumsi berdasarkan daftar makanan dalam periode waktu tertentu. Pada umumnya, FFQ digunakan untuk merangking orang
(43)
berdasarkan besaran asupan zat gizi, tetapi tidak dirancang untuk memperkirakan asupan secara absolut. Meskipun demikian, cara ini lebih akurat untuk menentukan rata-rata asupan zat gizi jika menu makanan dari hari ke hari sangat bervariasi.
Kelemahan cara ini antara lain (1) tidak dapat menghasilkan data kuantitatif tentang asupan pangan karena pangan yang disantap tidak diukur , (2) pengisian kuisioner hanya bermodalkan ingatan, (3) responden sering malas mengisi formulir dengan lengkap, terutama jika proses pengisian dipercayakan sepenuhnya pada mereka dan (4) tanpa bantuan komputer, proses analisis menjadi sulit dan melelahkan. Kelebihan cara ini adalah relative murah, cocok jika diterapkanpada penelitian kelompok besar yang asupan pangan setiap harinya sangat variatif, pengisian formulir dapat diserahkan pada responden dan mudah didistribusikan.
c) Riwayat Pangan (Dietary history)
Keterangan yang dapat dijaring melalui riwayat pangan adalah (1) keadaan ekonomi, (2) kegiatan fisik, (3) latar belakang etnis dan budaya, (4) pola makan dan kehidupan rumah tangga, (5) nafsu makan, (6) kesehatan gigi dan mulut, (7) alergi makanan, (8) keadaan saluran pencernaan, (9) penyakit menahun, (10) obat yang digunakan, (11) peubahan berat badan, serta (12) masalah pangan dan gizi. Cara ini sesungguhnya menerapkan tiga komponen anamnesis asupan pangan, yaitu ingatan pangan 24 jam, kuisioner frekuensi pangan, dan catatan pangan. Dengan ingatan pangan 24 jam diperoleh data tentang pola makan responden secara umum. Informasi ini selanjutnya dibandingkan dengan kuisioner frekuensi pangan. Akhirnya, dilakukan pencatatan makanan selama tiga hari dengan menggunakan ukuran rumah tangga. Kelebihan cara ini, antara lain, responden tidak harus melek huruf, tidak menyebabkan perubahan pola makan. Sementara kelemahannya berakar pada kebergantungannya pada daya ingat, sulit menentukan jumlah, dan membutuhkan pewawancara yang terlatih.
(44)
d) Catatan Pangan
Pasien diminta mencatat semua makanan dan minuman yang dikonsumsi paling sedikit tiga hari dalam seminggu, yakni 2 hari biasa dan 1 hari libur. Catatan harus rinci, termasuk bagaimana cara makanan dipersiapkan dan dimasak. Jika makanan terbuat dari berbagai bahan pangan, misalnya, gado-gado, jenis serta jumlah bahan mentahnya itu perlu ditulis, disamping resep pembuatannya. Ukuran porsi makanan sebainya dicatat dengan mengacu pada ukran rumah tangga (URT). Makanan yang telah terukur ini kemudian disalin kedalam ‘gram’. Zat gizi yang terkandung dicari pada buku “daftar komposisi makanan” yang sebelumnya harus tersedia. Jika santapan berupa makanan pabrik, carilah kandungan zat gizinya pada label (Arisman, 2010)
2. Pemeriksaan Biokimia
Ada dua jenis protein, viseral dan somatic, yang layak dijadikan parameter penentu status gizi. Parameter protein viseral ialah serum albumin, prealbumin, transferrin, hitung jumlah limfosit, dan uji antigen pada kulit.
Sementara cadangan protein somatik bukan hanya dinilai secara biokimia, tetapi juga dengan mengukur besarnya lingkaran pertengahan lengan atas (mid-arm circumference) (Arisman, 2010)
3.Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan fisik secara menyeluruh, termasuk riwayat kesehatan. Bagian tubuh yang harus terlebih dahulu diperhatikan dalam pemeriksaan klinis adalah kulit, gigi, bibir, lidah, mata, dan alat kelamin. Riwayat kesehatan yang perlu ditanyakan adalah kemampuan mengunyah dan menelan: Adakah gigi yang sakit? Adakah gigi yang ompong? Apakah pasien menggunakan gigi palsu (jika ya, apakah letaknya tidak mengganggu)? Apakah mulut dan tenggorokan terasa kering (salah satu tanda
(45)
bahwa sekresi air ludah berkurang)? Perlu ditanyakan keadaan nafsu makan, makanan yang digemari dan dihindari, serta masalah saluran pencernaan. Masalah tersebut dapat mengganggu asupan pangan yang pada gilirannya akan memengaruhi pula status gizi (Arisman, 2010)
4. Pemeriksaan Antropometri
Tujuan yang hendak dicapai dalam pemeriksaan antropometris adalah besaran komposisi tubuh yang dapat dijadikan isyarat dini perubahan status gizi. Tujuan ini dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu : (1) penapisan status gizi, (2) survei status gizi, dan (3) pemantauan status gizi. Penapisan diarahkan pada orang per orang untuk kepentingan khusus. Survei ditujukan untuk memperoleh gambaran status gizi masyarakat pada saat tertentu, serta faktor-faktor yang berkaitan dengan itu. Pemantauan bermanfaat sebagai pemberi gambaran perubahan status gizi dari waktu ke waktu.
Tabel 2.1 Parameter yang dianjurkan WHO untuk diukur pada survei gizi Usia Pengamatan di lapangan Pengamatan Lebih Rinci 0-1 thn Berat dan panjang badan Panjang batang badan; lingkar
kepala & dada ; diameter krista iliaka, lipat kulit dada, triseps, dan sub-skapula 1- 5 thn Berat dan panjang badan (sampai 3
tahun), tinggi badan (diatas 3 tahun), lipat kulit biseps & triseps, lingkar lengan
Panjang batang badan (3 tahun), tinggi duduk (di atas 3 tahun), lingkar kepala & dada (inspirasi setengah), diameter bikristal, lipat kulit dada & sub-skapula, lingkar betis rontgen postero-anterior
(46)
tangan dan kaki
5–20 thn Berat dan tinggi badan, lipat kulit triseps
Tinggi duduk, diameter bikristal,diameter
biakrominal, lipat kulit di tempat lain, lingkar lengan & betis, rontgen postero anterior tangan dan kaki
> 20 thn Berat dan tinggi badan, lipat kulit triseps.
Lipat kulit di tempat lain, lingkar lengan dan betis
Sumber : Arisman (2010).
Pengukuran antropometri meliputi : a) Tinggi Badan
Tinggi atau panjang badan merupakan indikator umum ukuran tubuh dan panjang tulang. Namun, tinggi saja belum dapat dijadikan indikator untuk menilai status gizi, kecuali jika digabungkan dengan indikator lain, seperti usia dan berat badan. Tinggi badan diukur dalam keadaan berdiri tegak lurus, tanpa alas kaki, kedua tangan merapat ke badan, punggung dan bokong menempel pada dinding, dan pandangan diarahkan ke depan. Kedua lengan tergantung relaks di samping badan.
b) Berat Badan
Berat badan merupakan ukuran antropometris yang paling banyak digunakan karena parameter ini mudah dimengerti. Alat penimbang yang dipilih haruslah kuat, tidak mahal, mudah dijinjing, dan akurat hingga 100 gr. Disamping itu, timbangan harus diperiksa ulang (kalibrasi) setiap akan
(47)
digunakan. Penimbangan selayaknya diselenggarakan pagi hari, setelah bangun tidur, mengenakan pakaian yang sama, sebelum makan dan setelah buang air, serta ditimbang oleh petugas yang sama pula. Jika keadaaan memungkinkan, subjek ditimbang bertelanjang atau berpakaian seminimal mungkin.
c) Umur
Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah. Hasil pegukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat (Supariasa, dkk, 2001).
Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi. Kombinasi antara beberapa parameter disebut Indeks Antropometri. Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan yaitu Berat Badan Menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U), dan Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U). Berikut diterangkan beberapa indeks antropometri tersebut : 1) Berat Badan Menurut Umur (BB/U)
Berat badan adalah salah satu paramaeter yang memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunna jumlah makanan yang dikonsumsi. Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan gizi terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Mengingat karakterisktik berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saaat ini (current nutritional status).
2) Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan
(48)
pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu relatif lama. Berdasarkan karakteristik tersebut di atas, maka indeks TB/U menggambarkan status gizi masa lalu.
3) Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U)
IMT merupakan rumus matematis yang berkaitan dengan lemak tubuh seseorang. IMT pada anak dan remaja berbeda dengan orang dewasa. Letak cut-off point yang digunakan berbeda antara anak remaja dan orang dewasa. Pada anak dan remaja status gizi diperoleh dari perbandingaan IMT dan umur. Indikator IMT/U merupakan indikator yang paling baik untuk mengukur keadaan status gizi yang menggambarkan keadaan status gizi masa lalu dan masa kini karena berat badan memiliki hubungan linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Indeks ini tidak menimbulkan kesan underestimate pada anak yang overweight dan obese serta kesan berlebihan pada anak gizi kurang (WHO, 2007).
Karena belum memiliki baku acuan sendiri, di samping belum mampu menyelenggarakan pengukuran dalam skala besar, Indonesia mengadopsi baku acuan Harvard dan WHO-NHCS, yang sebelumnya telah dimodifikasi. Pada prinsipnya, ada tiga cara pemaparan indikator antropometris yaitu persentase, persentil, dan z-skor. Z-skor atau simpangan baku / standar deviasi (SD), diterapkan pertamakali oleh WHO. Penilaian status gizi berdasarkan z-skor dilakukan dengan cara melihat distribusi normal nilai pertumbuhan orang yang diperiksa. Angka ini melukiskan jarak nilai baku median dalam urutan simpangan baku. Nilai z-skor diperoleh dari hasil pembagian antara antropometris orang yang diperiksa dengan nilai baku acuan.
(49)
Dengan rumus ditulis :
�−���� =
����� ���������� −( ����� ������ �����) ��������� ���� ��������
Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak berdasarkan Indeks Masa Tubuh menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
1995/MENKES/SK/XII/2010.
Tabel 2.2 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks
Indeks Kategori Status
Gizi
Ambang batas (z-skor)
Berat badan menurut umur (BB/U) anak umur 0-60 bulan
Gizi buruk <-3 SD
Gizi kurang -3 SD sampai dengan <-2SD Gizi baik - 2 SD sampai dengan 2 SD Gizi lebih > 2 SD
Panjang badan menurut umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut umur (TB/U) Anak umur 0-60 Bulan
Sangat pendek <-3 SD
Pendek -3 SD sampai dengan <-2SD Normal - 2 SD sampai dengan 2 SD
Tinggi > 2 SD
Berat badan menurut panjang badan (BB/PB) Atau Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) Anak umur 0-60 bulan
Sangat Kurus <-3 SD
Kurus -3 SD sampai dengan <-2SD Normal - 2 SD sampai dengan 2 SD Gemuk
(50)
> 2 SD Indeks Masa tubuh
menurut Umur (IMT/U) Anak umur 0-60 bulan
Sangat Kurus <-3 SD
Kurus -3 SD sampai dengan <-2SD Normal -3 SD sampai dengan <-2SD Gemuk -3 SD sampai dengan <-2SD
Indeks Masa Tubuh menurut Umur ( IMT/U) Anak umur 5-18 Tahun
Gizi Buruk <-3SD
Gizi Kurang -3SD sampai dengan <-2SD Gizi Baik -2SD sampai dengan 1SD Gizi Lebih >1SD sampai dengan 2SD
(51)
Gambar 2.1 Grafik IMT/U pada Laki-laki usia 5-19 tahun Sumber : WHO 2007
2007 WHO Reference
BMI-for-age BOYS
5 to 19 years (z-scores)
BMI (kg / m ² )
Age (completed months and years)
-3 -2 -1 0 1 2 3
3 6 9 3 6 9 3 6 9 3 6 9 3 6 9 3 6 9 3 6 9 3 6 9 3 6 9 3 6 9 3 6 9 3 6 9 3 6 9 3 6 9 Months
Years 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36
(52)
Gambar 2.2 Grafik IMT/U pada Perempuan usia 5-19 tahun. Sumber : WHO 2007
2007 WHO Reference
BMI-for-age GIRLS
5 to 19 years (z-scores)
BMI (kg / m ² )
Age (completed months and years)
-3 -2 -1 0 1 2 3
3 6 9 3 6 9 3 6 9 3 6 9 3 6 9 3 6 9 3 6 9 3 6 9 3 6 9 3 6 9 3 6 9 3 6 9 3 6 9 3 6 9 Months
Years 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36
(53)
2.4 Tidur
2.4.1 Pengertian Tidur
Tidur adalah suatu keadaan berulang, teratur, mudah reversible yang ditandai dengan relatif tidak bergerak dan tingginya peningkatan ambang respon terhadap stimulus eksternal dibandingkan dengan keadaan terjaga ( Kaplan & saddock, 2010).
2.4.2 Elektrofisiologi Tidur
Tidur terdiri atas dua keadaan fisiologis, nonrapid eye movement (NREM) dan rapid eye movement (REM). Pada tidur NREM, yang terdiri atas tahap 1 sampai 4, sebagian besar fungsi fisiologis sangat berkurang dibandingkan dengan keadaan terjaga. Tingkat awal (tingkat 1 dan 2) adalah mudah terbangun dan bahkan tidak menyadari bila sedang tertidur dan bagian tidur NREM yang paling dalam tahap 3 dan 4 kadang-kadang disertai ciri bangkitan yang tidak biasa. Jika orang dibangunkan 30 menit hingga 1 jam setelah awitan tidur biasanya pada tidur gelombang pendek mereka akan mengalami disorientasi dan pikiran menjadi kacau.
Tidur REM merupakan jenis tidur yang secara kualitatif berbeda, ditandai dengan tingginya aktivitas otak dan tingkat aktifitas fisiologis yang menyerupai aktivitas saat terjaga. Pada orang normal, tidur REM merupakan keadaan tentram dibandingkan saat terjaga. Denyut jantung secara khas melambat lima hingga sepuluh denyut per menit dibawah tingkat saat terjaga sedang istirahat dan sangat teratur denyutnya. Pernafasan juga dipengaruhi dan tekanan darah cenderung rendah, dengan beberapa variasi dari menit ke menit. Potensial otot istirahat pada otot-otot tubuh lebih rendah pada tidur REM daripada keadaan terjaga. Gerakan tubuh episodik dan involuntary terdapat pada tidur REM. Aliran darah melalui sebagian besar jaringan, termasuk aliran darah otak, sedikit berkurang.
(54)
Perubahan fisiologis lain yang terjadi selama tidur REM adalah paralisis hampir total pada otot rangka (postural), karena inhibisi motorik ini, gerakan tubuh tidak ada selama tidur REM. Mungkin ciri tidur REM yang paling khas adalah mimpi. Orang yang terbangun pada saat tidur REM sering (60 hingga 90 persen) melaporkan bahwa mereka mengalami mimpi. Mimpi selama tidur REM secara khas abstrak dan aneh. Mimpi dapat terjadi selama tidur NREM tetapi khasnya jelas dan bertujuan.
Sifat siklik pada tidur adalah regular dan dapat dipercaya, Periode REM terjadi kira-kira setiap 90 hingga 100 menit sepanjang malam. Periode REM pertama cenderung menjadi yang paling singkat biasanya berlangsung 15 hingga 40 menit. ( Kaplan & saddock, 2010)
2.4.3 Pengaturan Tidur
Sebagian besar peneliti berpikir bahwa sebenarnya tidak ada satu pusat pengendali tidur sederhana, melainkan terdapat sejumlah kecil sistem atau pusat yang terutama terletak dibatang otak dan saling mengaktifkan serta menghambat satu sama lain. Banyak studi juga menyokong peran serotonin dalam pengaturan tidur. Pencegahan sintesis serotonin atau penghancuran nukleus rafe dorsalis batang otak, yang terdiri atas hampir semua badan sel serotonergik otak, mengurangi tidur cukup lama. Sintesis dan pelepasan serotonin oleh neuron serotonergik dipengaruhi oleh ketersediaan prekursor asam amino neurotransmitter ini, seperti L-triptofan. Defisiensi L-triptofan menyebabkan kurangnya waktu yang di habiskan pada tidur REM (Kaplan & saddock, 2010). 2.5 Fungsi Tidur
Meskipun manusia menghabiskan sekitar sepertiga dari kehidupan mereka dengan tidur, namun mengapa tidur sangat dibutuhkan masih merupakan misteri. Salah satu hipotesis yang diterima adalah bahwa tidur memberi otak waktu “mengejar (cacth up)” guna memulihkan proses-proses biokimia atau fisiologi yang secara progresif mengalami penurunan ketika terjaga. Hipotesis lain juga
(55)
menyatakan bahwa tidur gelombang lambat memberi otak waktu untuk memperbaikii kerusakan akibat radikal bebas toksik yang dihasilkan sebagai produk sampingan metabolisme selama keadaan terjaga. Teori lain yang menonjol adalah bahwa tidur, terutama tidur REM diperlukan otak untuk melaksanakan penyesuaian-penyesuaian kimiawi dan struktural jangka panjang yang diperlukan untuk belajar dan mengingat (Sherwood, 2012).
2.6 Gangguan Tidur
2.6.1 Definisi Gangguan Tidur
Gangguan tidur merupakan salah satu keluhan yang paling sering ditemukan pada penderita yang berkunjung ke praktik. Gangguan tidur dapat dialami oleh semua lapisan masyarakat baik kaya, miskin, berpendidikan tinggi dan rendah maupun orang muda, serta yang paling sering ditemukan pada usia lanjut. Pada orang normal, gangguan tidur yang berkepanjangan akan mengakibatkan perubahan-perubahan pada siklus tidur biologiknya, menurun daya tahan tubuh serta menurunkan prestasi kerja, mudah tersinggung, depresi, kurang konsentrasi, kelelahan, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi keselamatan diri sendiri atau orang lain. Menurut beberapa peneliti gangguan tidur yang berkepanjangan mengakibatkan 2,5 kali lebih sering mengalami kecelakaan mobil dibandingkan pada orang yang tidurnya cukup. Diperkirakan jumlah penderita akibat gangguan tidur setiap tahun semakin lama semakin meningkat sehingga menimbulkan masalah kesehatan. Di dalam praktik sehari-hari, kecenderungan untuk mempergunakan obat hipnotik, tanpa menentukan lebih dahulu penyebab yang mendasari penyakitnya, sehingga sering menimbulkan masalah yang baru akibat penggunaan obat yang tidak adekuat. Melihat hal di atas, jelas bahwa gangguan tidur merupakan masalah kesehatan yang akan dihadapi pada tahun-tahun yang akan datang (Japardi, 2002).
(56)
2.6.2 Gangguan Tidur pada Anak
Gangguan tidur pada anak dapat bersifat sementara, intermitten, atau
bersifat kronis. Sebagian besar anak mempunyai kesukaran sekitar waktu tidur.
Saat tidur malam anak dapat mengalami ketakutan terhadap pencuri, suara bising,
guntur, petir, diculik dan lain- lain sehingga dapat mengganggu tidur anak. Cemas akan perpisahaan sering turut menyebabkan masalah tidur. Anak dapat secara tidak sadar menganggap tidur sebagai suatu waktu mereka terlepas dari perhatian orangtua. Jika ada konflik dalam keluarga kecemasan tersebut akan semakin
buruk. Sekitar 7-15 % anak-anak mengalami masalah mimpi buruk. Mimpi karena
cemas terjadi selama tidur REM, anak terbangun, menjadi cepat sadar, dan
biasanya ingat isi mimpi. Mimpi buruk lebih sering terjadi pada anak perempuan daripada anak laki-laki dan biasaya mulai sebelum usia 10 tahun. Teror malam hari biasanya mulai pada tahun-tahun pra sekolah dan terjadi saat bangun dari tidur tahap 4 (non REM), biasanya pada awal siklus tidur. Anak bingung dan disorientasi, menunjukkan tanda-tanda aktivitas autonomy yang kuat, mungkin mengeluh penampakan visual yang aneh dan tampak ketakutan. Biasanya anak
tidak dapat mengatakan ulang isi mimpi yang mengakibatkan teror malam hari. Periode tidur berjalan dapat terjadi, pada masa ini anak dapat beresiko luka. Teror
malam hari dapat sembuh sendiri dan mungkin terkait dengan proses
perkembangan tertentu. Prevalensi anak yang mengalami sebanyak 2-5 % dan
anak laki-laki lebih sering mengalami daripada anak perempuan. Anak yang
mengalami gangguan tidur perlu mendapat dukungan, pemulihan keyakinan, dan
pemberian semangat dari orangtua karena penting untuk meredakan gangguan
tidur. Ancaman kemarahan dan cara-cara hukuman harus dihindai. Waktu tidur harus ditentukan secara teratur, pemilihan program televisi, dan membaca buku kesukaan anak mungkin membantu (Nelson, 2013)
(57)
2.6.3 Skala Gangguan Tidur untuk Anak (SDSC) sebagai Instrumen Skrining Gangguan Tidur
Baku emas alat untuk mendiagnosis gangguan tidur adalah
polysomnography (PSG). Alat ini memiliki kekurangan karena mahal,
memerlukan rawat inap, dan tenaga ahli untuk menginterpretasikan hasilnya. Alternatif alat untuk mendiagnosis gangguan tidur adalah wrist actigraphy. Alat tersebut mudah digunakan karena berbentuk seperti jam tangan dan hasil parameter tidur dianalisis menggunakan actiware software sehingga tidak memerlukan tenaga ahli. Tenaga kesehatan khususnya di daerah memiliki keterbatasan menggunakan PSG, sedangkan wrist actigraphy belum tersedia di Indonesia (Natalita dkk, 2011).
Cara ketiga untuk menilai tidur adalah dengan perkiraan secara subyektif menggunakan kuesioner atau interview. Cara tersebut pada penelitian epidemilogi seringkali merupakan alternatif yang paling mungkin. Kuesioner mudah dibuat dan dianalisis, namun validitas dan reliabilitasnya amat rendah. Beberapa kuesioner yang pernah diajukan kepada orangtua dan telah divalidasi misalnya Children’s Sleep Behaviour Scale , the Children’s Sleep Disturbance scale, the Pediatric Sleep Questionnaire dan the Children’s Sleep Habit Questionnaire
(
Tanjung & sekartini, 2001)
.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Natalita dkk pada tahun 2010 menyatakan bahwa didapatkan kesesuaian prevalensi gangguan tidur menurut skor SDSC dan menurut pemeriksaan wrist actigraphy Sensitivitas dan spesifisitas SDSC terhadap wrist actigraphy adalah 71,4% dan 54,5%. Nilai probabilitas seseorang menderita gangguan tidur dan tidak menderita gangguan tidur yang dibuktikan dengan wrist actigraphy, 75% dan 50%. Uji Mc Nemar untuk membandingkan hasil pemeriksaan SDSC dengan wrist actigraphy tidak didapatkan perbedaan (nilai p=0,832), yang berarti kedua pemeriksaan ini sama. Oleh karena itu kuisioner SDSC dapat digunakan untuk mendeteksi gangguan tidur.
(58)
Kuesioner SDSC terdiri dari 26 pertanyaan, dinilai dalam 5 poin skala intensitas atau frekuensi
.
Orang tua diinstruksikan untuk mengingat pola tidur anak mereka pada waktu keadaan sehat selama enam bulan terakhir. Untuk memeriksa anak dengan gangguan tidur, lebih baik menggunakan metode konsultasi dibandingkan dengan kuesioner. Penilaian SDSC ini dilakukan dengan menggunakan angka mulai dari 1 sampai dengan 5. Angka 1 untuk tidak pernah, 2 untuk jarang (1 atau 2 kali per bulan atau kurang), 3 untuk kadang-kadang (1 atau 2 kali seminggu), 4 untuk sering (3 sampai 5 kali seminggu) dan 5 untuk selalu (setiap hari). Setelah itu nilai akan dijumlahkan dan didapatkan penilaian akan adanya gangguan tidur pada anak.Sleep Disturbancess Scale for Children (SDSC) mengemukakan enam kategori gangguan tidur yaitu (1) gangguan pernapasan waktu tidur (frekuensi mengorok, apnea saat tidur, dan kesulitan bernapas); (2) gangguan memulai dan mempertahankan tidur (awitan mulai tidur yang lama, bangun malam hari, dan lain- lain); (3) gangguan kesadaran (berjalan saat tidur, mimpi buruk, dan teror tidur), (4) gangguan transisi tidur-bangun (gerakan involunter saat tidur, restless legs, gerakan menganggukkan kepala, bicara saat tidur); (5) gangguan somnolen berlebihan (mengantuk saat pagi dan tengah hari, dan lain-lain); dan (6) hiperhidrosis saat tidur (berkeringat saat tidur) (Natalita dkk, 2011).
2.7 Hubungan Status Gizi dan Gangguan Tidur
1. Salah satu faktor yang dikaitkan dengan tidur adalah faktor nutrisi. Nutrisi dan tidur memiliki hubungan yang saling mempengaruhi. Gangguan tidur dapat menyebabkan gangguan nutrisi karena berhubungan dengan fungsi endokrin, traktus gastrointestinal, dan fungsi sirkadian. ( Cheng, 2014). Beberapa nutrisi yang dikaitkan mempengaruhi tidur adalah makronutrien berupa karbohidrat dan protein. Asupan karbohidrat dan protein dihubungkan dengan kondisi status gizi yang kemudian juga banyak diduga berhubungan dengan gangguan tidur ( Zadeh, 2012).
(1)
vi
Abstrack
Sleep disturbance is one of the most common complaints found in patients who visit the practice. Intake of carbohydrates and proteins associated with the condition of nutritional status then also many allegedly associated with sleep disorders. This study aimed to examine the relationship between nutritional status and sleep disorders. This research was conducted with a cross-sectional study in SDN 10 Samosir total sampling in September 2015. Do questionnaires SDSC by parents subject of research to find out the status of sleep disturbances and measurement of height and weight the subject of a study to determine the nutritional status by researchers. Of the 79 (100%) subject of study 5 (6.3%) into the category of malnutrition, 69 (87.3%) fall into the category of good nutrition, and 5 (6.3%) fall into the category of overweight , 46 (58.2%) are entered into the category of sleep disturbance and 33 (41.8%) are not included in the category of sleep disturbance. Did not reveal any significant relationship between nutritional status and sleep disturbances (p> 0.05).
(2)
vii
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Pengesahan……….. ii
Kata Pengantar……… iii
Abtrak ……… v
Abstrack ……….. vi
Daftar Isi………. vii
Daftar Tabel……… x
Daftar Gambar……… xi
BAB 1 PENDAHULUAN……….. 1
1.1 Latar Belakang ……… 1
1.2 Rumusan Masalah……… 3
1.3 Tujuan Penelitian………. 3
1.4 Manfaat Penelitian………... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA……… 4
2.1. Status Gizi………. 4
2.1.1 Pengenalan Gizi……… 4
2.1.2 Pengertian Status Gizi……….. 4
2.1.3 Status Gizi Anak di Indonesia………. 4
2.2. Faktor – Faktor yang mempengaruhi Status Gizi…………. 6
2.3 Penilaian Status Gizi……….. 6
2.4 Tidur………... 18
2.4.1 Pengertian Tidur……….. 18
2.4.2 Elektrofisiologi Tidur………. 18
2.4.3 Pengaturan Tidur……… 19
2.5. Fungsi Tidur ……….. 19
(3)
viii
2.6.1 Definisi Gangguan Tidur……… 20
2.6.2 Gangguan Tidur Pada Anak……… 21
2.6.3 Skala Gangguan Tidur untuk Anak (SDSC) sebagai instrumen skrining gangguan tidur……… 22
2.7. Hubungan Status Gizi dengan Gangguan Tidur………. 23
BAB 3 KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Konsep……… 26
3.2 Definisi Operasional……… 27
3.3 Hipotesis……….. 28
BAB 4 METODE PENELITIAN………. 29
4.1 Jenis Penelitian……….. 29
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian……… 29
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian………. 29
4.4 Metode Pengumpulan Data……… 30
4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data ……….. 31
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian ……… 33
5.1.1 Karakteristik Lokasi penelitian ……… 33
5.1.2 Karakteristik Responden Penelitian ……… 33
5.1.2.1 Karakteristik Responden berdasarkan Status Gizi 35 5.1.2.2 Karakteristik Responden berdasarkan Status gangguan tidur ………. 38
5.1.3 Hubungan Status Gizi dengan Gangguan Tidur pada anak di SD N 10 Samosir……… 40
5.2 Pembahasan………. 41
(4)
ix
5.2.2 Gangguan Tidur padaSiswa/Siswi SD N 10 Samosir.. 42 5.2.3 Hubungan Status gizi dengan Gangguan tidur pada
Anak di SD N 10 Samosir……….. 43 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan……….. 45 6.2 Saran……… 45 DAFTAR PUSTAKA………... 46 LAMPIRAN
(5)
x
Daftar Tabel
Nomor Judul Halaman
Tabel 2.1. Parameter yang Dianjurkan WHO untuk Diukur pada Survey Gizi………... 10 Tabel 2.2. Tabel 5.1 Tabel 5.2 Tabel 5.3 Tabel 5.4 Tabel 5.5 Tabel 5.6 Tabel 5.7 Tabel 5.8
Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks ……….. Hasil pengukuran Berat badan dan Tinggi bada responden Distribusi frekuensi subjek penelitian berdasarkan
status gizi ………... Distribusi frekuensi subjek penelitian berdasarkan
status gizi dan jenis kelamin ………. Distribusi frekuensi subjek penelitian berdasarkan
status gizi dan umur ………. Distribusi frekuensi subjek penelitian berdasarkan
status gangguan tidur……… Distribusi frekuensi subjek penelitian berdasarkan
status gangguan tidur dan jenis kelamin ………. Distribusi frekuensi subjek penelitian berdasarkan
status gangguan tidur dan usia ……….. Hubungan status gizi dengan gangguan tidur pada anak…...
14 34 35 36 37 38 38 39 40
(6)
xi
Daftar Gambar
Nomor Judul Halaman
Gambar 2.1. Grafik IMT/U pada Laki-Laki usia 5-19 tahun…………. 16 Gambar 2.2. Grafik IMT/U pada Perempuan usia 5-19 tahun………… 17