1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perubahan cepat dan pesat sering terjadi dalam berbagai bidang seperti politik, ekonomi, ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya. Hal ini
memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan melimpah, cepat, dan mudah dari berbagai sumber dan tempat di dunia. Ini merupakan
ciri atau karakter dari dinamika di abad ke-21 yang merupakan abad informasi. Seiring dengan perubahan yang pesat ini, siswa perlu memiliki
kemampuan memperoleh, memilih, dan mengelola informasi untuk bertahan menghadapi keadaan yang selalu berubah dan kompetitif ini. Kemampuan ini
membutuhkan pemikiran kritis, sistematis, logis, kreatif, dan kemampuan bekerjasama secara efektif. Hal ini dapat dikembangkan melalui belajar
matematika karena matematika memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan jelas antar konsepnya.
Pentingnya belajar matematika tidak lepas dari peran matematika dalam banyak persoalan kehidupan seperti misalnya kemampuan menghitung
dan mengukur. Untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi siswa dapat menyampaikan informasi dengan bahasa matematika, misalnya
menyajikan persoalan atau masalah ke dalam model matematika yang dapat berupa persamaan matematika. Ini membuat siswa lebih kreatif, cekatan, dan
2
terampil baik di dalam menghadapi masalah sehari-hari maupun masalah pada mata pelajaran lainnya.
Guru juga berperan di dalam membentuk siswa yang kreatif, cekatan, dan terampil. Menurut James W. Brown Sardiman, 2001:142 tugas dan
peranan guru antara lain adalah menguasai dan mengembangkan materi pelajaran, merencana dan mempersiapkan materi pelajaran, mengontrol dan
mengevaluasi siswa. Berarti tugas guru adalah mengelola proses belajar mengajar di kelas agar terjadi interaksi aktif antara guru dan siswa serta antara
siswa dan siswa. Pada hakekatnya proses belajar mengajar yang aktif ditandai dengan adanya keterlibatan siswa secara komprehensif baik fisik, mental,
maupun emosionalnya dengan demikian akan lebih bermakna bagi siswa. Menurut hasil penelitian Waluyo 2004, aktifitas siswa selama
pembelajaran dengan menggunakan metode ekspositori kurang memuaskan karena siswa masih belum banyak bertanya dalam pembelajaran. Hal ini
hampir sama dengan keadaaan di SMA Negeri 5 Surakarta, siswa masih kurang aktif dalam pembelajaran, pembelajaran berlangsung satu arah saja,
dan siswa kurang dalam menyampaikan ide-idenya. Berdasarkan buku paket dan buku-buku penunjang pelajaran
matematika yang mengacu pada kurikulum 2004 yang sering disebut dengan KBK Kurikulum Berbasis Kompetensi, ternyata banyak ditemukan soal-soal
yang berbentuk soal cerita hampir pada setiap materi pokok. Sementara itu banyak siswa di SMA Negeri 5 Surakarta yang merasa kesulitan dalam
menghadapi soal-soal di dalam bentuk seperti ini karena memang belum
3
terbiasa dan dalam pembelajaran matematika kegiatan pemecahan masalah belum diterapkan oleh guru.
Sebenarnya apabila matematika diajarkan dengan menggunakan metode dan alat peraga atau alat permainan akan merupakan pelajaran yang
menarik dan menyenangkan bagi siswa sehingga timbul minat terhadap pelajaran matematika. Siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman
menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah. Namun demikian kenyataannya
menunjukkan bahwa kegiatan pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika belum dijadikan sebagai kegiatan utama. Padahal, di negara-
negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang kegiatan tersebut dapat dikatakan merupakan inti dari kegiatan pembelajaran matematika sekolah.
Selain itu Suryadi, dkk, 1999:89 dalam survenya tentang” Current Situation on Mathematics And Science Education in Bandung” yang disponsori oleh
JICA, antara lain menemukan bahwa pemecahan masalah matematika merupakan salah satu kegiatan matematika yang sangat penting, baik oleh para
guru maupun siswa di semua tingkatan mulai dari SD sampai SMA. Akan tetapi, hal tersebut masih dianggap sebagai bagian yang paling sulit dalam
matematika, baik bagi siswa dalam mempelajari maupun bagi guru dalam mengajarkannya.
Sesuai dengan keadaan yang ada di SMA Negeri 5 Surakarta. Guru masih belum menerapkan kegiatan pemecahan masalah karena menganggap
kegiatan ini kurang efisien baik dari segi waktu maupun materi pokok yang
4
diajarkan. Oleh karena itu peneliti akan menerapkan model pembelajaran berdasarkan masalah di SMA Negeri 5 Surakarta pada materi pokok Sistem
Persamaan Linier. Karena model pembelajaran ini lebih menarik, dimana siswa dapat bertanya meskipun tidak kepada guru secara langsung,
mengemukakan pendapat maupun ide-idenya, dan dapat belajar dengan aktif. Sedangkan materi pokok Sistem Persamaan Linier merupakan materi yang
melatih siswa menggunakan aturan-aturan serta memanipulasi dalam memecahkan masalah, dimana kemampuan ini sangat berguna bagi siswa
dalam kehidupan sehari-hari di masa mendatang. Selain itu pada materi pokok ini membahas soal-soal cerita yang merupakan masalah-masalah dikehidupan
sehari-hari siswa. Dengan demikian peneliti merasa perlu mengadakan penelitian tentang
keefektifan pembelajaran berdasarkan masalah terhadap kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita pada materi pokok Sistem Persamaan Linier
Dua Variabel kelas X SMA Negeri 5 Surakarta Semester I Tahun Pelajaran
20052006.
B. Rumusan Masalah