OPTIMALISASI PROTOKOL PERBANYAKAN IN VITRO
                                                                                tricolor x Vanda Pteroceras validum dihasilkan pada medium MS + 2 arang aktif
+  150  g  L
-1
bubur  pisang  Ambon  +  5  ppm  kinetin  +  1  ppm  2,4-D  Romeida  dan Yuliasari  2004.
Seleksi Formulasi Vitamin, Gula dan Sitokinin.
Modifikasi  komposisi  medium  tanam  dengan  mengubah  formulasi  komposisi vitamin  dan  konsentrasi  gula  yang  diberikan  ke  dalam  medium  MS  memberikan
pengaruh  yang  berbeda  nyata  pada  taraf  uji  F  5  terhadap  peubah  jumlah  plb, jumlah  planlet,  jumlah  akar  dan  tinggi  planlet.    Penambahan  berbagai  jenis  dan
konsentrasi  sitokinin  pada  medium  MS  juga  memberikan  pengaruh  yang  berbeda nyata pada taraf uji F 5 terhadap jumlah plb, jumlah planlet dan tinggi planlet pada
6  mst,  namun  interaksi  antar  perlakuan  tidak  memberikan  pengaruh  yang  nyata terhadap semua peubah yang diamati.
Berdasarkan  hasil  UJBD  pada  taraf  5,  modifikasi    formulasi  vitamin  B5 dengan  konsentrasi  gula  30  g  L
-1
merupakan  formulasi    terbaik  dalam  multiplikasi plb  anggrek  S.    plicata.    Kombinasi  perlakuan  tersebut  mampu  menghasilkan
multiplikasi  plb    tertinggi  dan  berbeda  nyata  dengan  ketiga  kombinasi  perlakuan lainnya,  dengan  kriteria  jumlah  plb  terbanyak  yaitu  31  plbbotol.    Jumlah  plb  yang
berkembang menjadi planlet juga sangat tinggi yaitu 13.1 planletbotol Tabel 5. Tabel  5.  Pengaruh formulasi komposisi vitamin dan konsentrasi gula medium
terhadap    pertumbuhan  dan  perkembangan  plb  anggrek    S.  plicata pada 6 mst.
Komposisi vitamin dan konsentrasi gula
Jumlah plb
plb botol
Jumlah planlet
planlet botol
Jumlah daun
helai Jumlah
akar Tinggi
planlet cm
Vitamin MS + gula 30 g L
-1
19.20 b 4.30 b
3.50 2.10 ab
2.70 c Vitamin B5 + gula 30 g L
-1
31.00 a 13.10 a
4.40 1.70 ab
4.10 bc Vitamin MS + gula 40 g L
-1
10.00 c 2.00 c
3.90 1.10 b
3.00 bc Vitamin B5 + gula 40 g L
-1
10.80 c 2.50 c
3.70 2.80 a
6.80 a
Keterangan  :    Angka-angka  yang  diikuti  oleh  huruf  yang  sama  pada  kolom  yang sama, tidak berbeda nyata pada UJBD
dengan α = 0.05
Gambar 5.   Pengaruh formulasi jenis vitamin dan konsentrasi gula medium MS terhadap  multiplikasi  plb  anggrek  S.  plicata  pada  6  mst.  Kiri  :
modifikasi  vitamin  VMS  =  vitamin  MS,  VB5  =  vitamin  B5. Kanan : modifikasi gula G30 = gula 30 g L
-1
, G40 = gula  40 gL
-1
. JPLB = jumlah plb, JPLT = jumlah planlet, JD = jumlah daun. JA =
jumlah akar, TT = tinggi tanaman.
Gambar  6.  Pengaruh  modifikasi  vitamin  dan  konsentrasi  gula  terhadap penampilan plb dan planlet anggrek S. plicata pada 6 mst, VMS =
vitamin MS, VB5 = vitamin B5, G30 = gula 30 g L
-1
, G40 = gula 40 g L
-1
. Jumlah plb dan planlet merupakan indikator untuk taraf multiplikasi dan sangat
penting dalam produksi  massal bahan tanam, sementara jumlah  akar terbanyak 2.8 akarplanlet dan tinggi planlet tertinggi 6.8 cm dihasilkan dari modifikasi vitamin
B5  dengan  peningkatan  konsentrasi  gula  medium  menjadi  40  g  L
-1
Tabel  5  dan
Gambar 5.  Penampilan visual hasil pengamatan kualitatif seperti bentuk dan warna plb  dan  planlet  serta  penampilan  dari  keseluruhan  hasil  modifikasi  vitamin  dan
konsentrasi gula disajikan pada Gambar 6. Penggunaan  vitamin  B5  untuk  menggantikan  vitamin  MS  pada  medium  MS
memberikan  pengaruh  yang  lebih  baik  dibandingkan  dengan    vitamin  MS  standar dalam  multiplikasi  plb.      Jumlah  plb  akhir  rata-rata  yang  dihasilkan  menggunakan
vitamin B5 mencapai 41.8 plb per botol setelah  6 mst sementara pada medium MS hanya  15  plb  per  botol  Gambar  5.    Komposisi  vitamin  B5  ternyata  mengandung
konsentrasi  beberapa  senyawa  organik  yang  lebih  tinggi  bila  dibandingkan  dengan komposisi  vitamin  MS.    Perbandingan  konsentrasi  vitamin  B5  Gamborg  B-5
medium  dengan  vitamin  MS  adalah    konsentrasi  Nicotinic  acid    2  x  lebih  tinggi. Thiamin-
HCl  100  x  lebih  tinggi.  dan  Pyridoxine-HCl  20  x  lebih  tinggi.    Kelebihan vitamin  MS  dibandingkan  dengan  vitamin  B5  adalah  mengandung  asam  amino
Glycine dengan  konsentrasi  2  ml  L
-1
sementara  vitamin  B5  tidak  terdapat  Glycine Gamborg  2002.
Beberapa  tanaman  seperti  wortel  sangat  membutuhkan  asam  amino  sebagai sumber NH
2
nitrogen tereduksi yang berfungsi sebagai sumber nitrogen dan buffer yang  mampu  menjaga  kestabilan  pH  medium  terutama  dalam  menginduksi
pembentukan  embrio  somatiknya  Ramage  dan  Williams  2002,  Dahleen  dan Bregitzer 2002,  namun untuk anggrek  S. plicata ternyata ada atau tidaknya glycine
tidak terlalu berpengaruh terhadap pertumbuhan dan multiplikasi plb. Konsentrasi  gula  di  dalam  medium  tanam  juga  berpengaruh  nyata  terhadap
pertumbuhan  dan  multiplikasi  plb  anggrek    S.  plicata.  Konsentrasi  gula  30  g  L
-1
merupakan  konsentrasi  terbaik  untuk  multiplikasi  plb  karena  mampu  menghasil jumlah  plb  akhir  tertinggi  25.1  plb  per  botol  dan  jumlah  plb  yang  mampu
berkembang  menjadi  planlet  8.7  planletbotol.  peningkatan  konsentrasi  gula medium menyebabkan menurunnya pembentukan plb Gambar 5.  Konsentrasi gula
terlalu tinggi dapat menyebabkan medium menjadi terlalu pekat dan tekanan osmotik medium menjadi semakin tinggi. Akibatnya akan terjadi plasmolisis atau tertariknya
air dari dalam sel keluar sel, selanjutnya akan terjadi pengkerutan dan pecahnya sel yang  dapat  menyebabkan  terjadinya  pencoklatan  pada  plb.  Marlin  2005  juga
melaporkan fenomena yang sama penelitian jahe dengan konsentrasi sukrosa tinggi.
Peningkatan  konsentrasi  gula  menjadi  40  g  L
-1
dapat  memacu  peningkatan tinggi  planlet,  karena  pada  tahap  ini  gula  sangat  dibutuhkan  sebagai  sumber  energi
dalam  metabolisme  sel.    Kebutuhan  energi  diserap  oleh  planlet  dari  medium  tanam selanjutnya akan dirombak dalam proses glikolis dan siklus kreb guna mendapatkan
energi  yang  sangat  dibutuhkan  untuk  pembelahan  dan  diferensiasi  sel.  Gula  juga akan  dirubah  menjadi  selulosa  yang  digunakan  sebagai  komponen  utama  penyusun
dinding  sel.    Tanaman  yang  tumbuh  di  dalam  botol  kultur  tidak  melakukan fotosintesis  oleh  karena  itu  kebutuhan  gula  dipenuhi  dari  penyerapan  langsung
melalui medium tanam. Hasil  uji  lanjut  menggunakan  UJBD  pada  taraf
α  5  pada  perlakuan penambahan  beberapa  kombinasi  jenis  dan  konsentrasi  sitokinin  7  kombinasi
perlakuan  memberikan  pengaruh  yang  berbeda  nyata  terhadap  jumlah  plb,  jumlah planlet dan tinggi tanaman pada umur 6 mst Tabel 6.
Tabel 6.   Pengaruh  jenis  dan  konsentrasi  sitokinin    terhadap    pertumbuhan dan perkembangan plb S. plicata pada 6 mst.
Jenis dan konsentrasi sitokinin
Jumlah plb plb botol
Jumlah planlet
plb eksplan
Jumlah daun
helai plt
Jumlah akar
Tinggi tanaman
cm Kontroltanpa sitokinin
15.00 bc 2.40 bc
4.00 1.90
3.71 ab 20μM  BA
19.60 ab 6.40 a
3.90 2.30
3.92 ab 40μM BA
13.60 c 2.80 bc
4.50 2.20
2.90 b 20μM Kinetin
16.80 b 1.50 c
4.40 1.40
4.72 a 40μM Kinetin
14.20 bc 3.70 bc
3.70 2.60
4.68 a 75 ml  L
-1
Air Kelapa 21.00 a
5.90 a 3.00
1.50 5.75 a
150 ml L
-1
Air Kelapa 19.60 ab
2.70 bc 3.60
2.40 4.11 ab
Keterangan :   Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada UJBD
dengan α = 0.05 Penambahan  air  kelapa  75  ml  L
-1
ke  dalam  medium  MS  sangat  baik  dalam menginduksi  pertumbuhan  dan  multiplikasi  plb,  dengan  kriteria  jumlah  plb  akhir
yang  terbentuk  sangat  tinggi  yaitu  mencapai  21  plb  per  botol,  jumlah  plb  yang berkembang  membentuk  planlet  sebanyak  5.9  planlet  per  botol,  jumlah  akar  2.6
akarplanlet  dan  tinggi  planlet  yang  terbentuk  4.72  cmplanlet.    Jumlah  plb  akhir yang  terbentuk  tidak  berbeda  nyata  dengan  perlakuan  peningkatan  konsentrasi  air
kelapa  menjadi  150    ml  L
-1
19.6  plb  per  botol  sama  dengan  jumlah  plb  yang
terbentuk  pada  medium  MS  dengan  penambahan    20 μM BA  19.6 plb per botol
setelah 6 mst Tabel 6. Respon  pertumbuhan  dan  multiplikasi  plb  yang  baik  didapatkan  dari
penambahan    air  kelapa  ke  dalam  medium  MS.  Diduga  tanaman  anggrek  lebih menyukai  sitokinin  alami,  karena  komposisi  air  kelapa  mengandung  beberapa
hormon  tumbuh  alami  yang  lebih  kompleks  dibandingkan  dengan  sitokinin  sintetik seperti BA dan kinetin.  Air kelapa disamping mengandung zeatin. dan dihydrozeatin
juga terdapat diphenyl urea, gula dan beberapa senyawa organik lainnya yang sangat dibutuhkan oleh plb untuk multiplikasi plb maupun berkembang membentuk planlet
Mederos-Molina 2004. Jumlah  planlet  tertinggi  dihasilkan  pada  medium  MS  dengan  penambahan  BA
20 μM  6.4 planlet per botol dan medium MS dengan penambahan air kelapa 75 ml
L
-1
5.9    planlet  per  botol.    Jumlah  planlet  yang  dihasilkan  2-3  kali  lipat dibandingkan  dengan  perlakuan  lainnya  dalam  menginduksi  perkembangan  plb
menjadi planlet Tabel 6. Perbedaan  jenis  dan  konsentrasi  sitokinin  tidak  berpengaruh    nyata  terhadap
jumlah  daun  dan  jumlah  akar,  karena  rata-rata  jumlah  daun  dan  jumlah  akar  yang terbentuk sama dengan kontrol Tabel 6.  Sitokinin berfungsi memacu pembelahan
sel  dan  multiplikasi  tunas  bukan  untuk  perakaran.    Sitokinin  alami  di  dalam tumbuhan  diproduksi  pada  meristem  tip  akar  dan  ditranslokasi  secara  acropetal
menuju ujung pucuk, selanjutnya berfungsi dalam pembelahan sel pada meristem tip pucuk atau ujung batang Moore 1979.  Penggunaan sitokinin lebih tepat bila arah
dan  tujuan  penelitian  adalah  untuk  multiplikasi  tunas  bukan  ke  arah  induksi  dan perkembangan perakaran.
Penambahan  air  kelapa  kedalam  medium  tanam  dapat  memacu  perkembangan plb menjadi planlet dan tinggi tanaman dengan pengaruh yang sama baiknya dengan
pemberian BA 20 μM.  Perbedaan jenis  dan konsentrasi sitokinin tidak berpengaruh
nyata  terhadap  pembentukan    akar  dan  daun.  Pertumbuhan  akar  planlet  sebaiknya menggunakan  auksin  saja.    Keuntungan  penambahan  air  kelapa  kedalam  medium
tanam dapat memacu pertumbuhan dan perkembangan plb dan planlet, disamping itu air  kelapa  mudah  didapat  dan  harganya  murah,  sehingga  sangat  menguntungkan
untuk perbanyakan anggrek dalam skala komersial.
Hasil  penelitian  juga  menunjukkan  bahwa  penggunaan  kinetin  kurang  baik untuk multiplikasi plb anggrek S. plicata karena jumlah akhir plb, planlet dan tinggi
tanaman yang dihasil jauh lebih rendah dibandingkan dengan pemberian BA dan air kelapa.    Penampilan  visual  hasil  percobaan  pengaruh    penambahan  beberapa  jenis
dan konsentrasi sitokinin ke dalam medium MS disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7.   Pengaruh jenis dan konsentrasi sitokinin terhadap penampilan plb dan planlet pada 6 mst.  S0 = tanpa sitokinin, Kin = kinetin, BA =
BAP, AK = Air kelapa. Jumlah  plb  akhir,  jumlah  planlet  dan  warna  daun  yang  hijau  tua  dengan
beberapa  akar  yang  kuat    dihasilkan  pada  medium  MS  dengan  penambahan  air kelapa,  sementara  akar  yang  besar,  kuat  dengan  bulu  akar  yang  sangat  banyak
dihasilkan pada medium MS dengan penambahan BA.  Planlet dengan kriteria yang demikian  sangat  dibutuhkan  karena  akan  dapat  beradaptasi  dengan  baik  pada
medium non aseptik setelah dilakukan aklimatisasi. Hasil  penelitian  ini  sejalan  dengan  hasil  penelitian  Romeida  dan  Hidayanti
2005,    mendapatkan  multiplikasi  plb  dan  planlet  anggrek  Dendrobium  cv.
Thampomas  terbanyak  pada  medium  MS  dengan  penambahan  3  ppm  BAP, sedangkan  multiplikasi  plb  dan  planlet  anggrek  Dendrobium  silangan  cv.
Thampomas    x  cv.  Jaq.  Hawaii  di  dapat  pada  media  MS  dan  media  Knudson  C dengan penambahan 2 arang aktif dan 5 ppm BAP.
Pembengkakan  pangkal  batang  yang  selanjutnya  diikuti  dengan  keluarnya fenol  dengan  jumlah  yang  cukup  banyak  memenuhi  permukaan  medium  dan
medium  berubah  warna  menjadi  coklat  kehitaman  pada  medium  tanam  hanya dijumpai pada perlakuan planlet yang ditanam pada medium MS + vitamin B5 + gula
ditingkatkan  menjadi  40  g  L
-1
dan  penambahan  150  ml  L
-1
air  kelapa.    Planlet dengan  kriteria  yang  seperti  itu  diduga  akan  dapat  diarahkan  untuk  menginduksi
pembungaan  secara  in  vitro,  karena  ciri-ciri  tunas  yang  demikian  merupakan  fase awal dari pembentukan bunga secara in vitro pada anggrek Dendrobium.
Hasil  penelitian  Hee  et  al.  2009  pada  anggrek  Dendrobium  cv.  Chao  Praya Smile,  Tee  et al. 2008 pada  anggrek  Dendrobium  cv. Sonia,  Sim et al.   2008
pada anggrek Dendrobium cv. Madame Thong-In sejalan dengan hasil penelitian ini. Ketiga  peneliti  tersebut  melaporkan  bahwa  induksi  pembungaan  pada  ketiga  jenis
anggrek  Dendrobium  yang  berbeda  memiliki  ciri-ciri  dan  tahapan  yang  sama,  yaitu diawali  dengan  pembengkakan  pangkal  batang,  tidak  terbentuk  akar,  selanjutnya
terjadi  bolting  pemanjang  ruas  batang,  muncul  tangkai  bunga  influorescent  dan terakhir akan terbentuk bunga fluorescent  secara in vitro.
Kesimpulan
Berdasarkan  hasil  pengamatan  terhadap  karakter  kualitatif  dan  kuantitatif pada 6 mst dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1.  Medium  untuk  pertumbuhan  dan  perkembangan    biji  dan  multiplikasi  plb anggrek  S.  plicata  adalah    medium    MS    +  50-  100  ml  L
-1
air  kelapa  dan medium VW + 50-100 ml L
-1
air kelapa. 2.  Perkembangan plb menjadi plantlet  dan multiplikasi plantlet  anggrek S.  plicata
yang  terbaik  dapat  menggunakan    medium    MS  vitamin  B5  +  75  ml  L
-1
air kelapa atau menggunakan medium  MS + BA 20
μM + 2  arang aktif  dengan
kriteria  menghasilkan  multiplikasi  plb  dan  planlet  tertinggi  dan  penampilan visual plb dan planlet yang prima pada hasil pengamatan pada 6 mst.
Daftar Pustaka
Ahmad TA, Abbasi NA, Hafiz IA, Ali A.  2007.  Comparison of sucrose and sorbitol as  main  carbon  energy  sources  in  micropropagation  of  peach  rootstock  GF-
677.  J. Bot.  394 : 1269-1275. Cribb PJ,  Tang CZ.  1982.   Spathoglottis Orchidaceae in Australia and the Pacific
Islands.  Kew Bulletin 364:721-729. Dahleen    LS,  Bregitzer  P.  2002.    An improved  media  system  for  high  regeneration
rates  from  barley  immature  embryo-derived  callus  cultures  of  commercial cultivars. Crop Science 42: 934
–938. Decruse  SW,  Gangaprsat  A,  Seeni  S,  Menon  S.    2003.    Microprogation  and
ecorestoration  of  Vanda  spathulata,  an  exquisite  orchidaceae.    Plant  Cell. Tissue and Organ  Culture  72 : 199-202.
[Direktorat  Gizi  Depkes  RI].   1996.  Daftar  Komposisi  Bahan  Makanan.  Bhratara. Jakarta.
Gamborg    OL.  2002.      Plant  tissue  culture.  Biotechnology.  Milestones.  In  vitro Cellular and Developmental Biology Plant 38:84
–92. Gan  S,  Amasino  RM.    1995.    Inhibition  of  leaf  senescence  by  autoregulated
production of cytokinin.  Science 270:1986-1988. Gunawan LW. 2001.  Budidaya Anggrek.  Penebar Swadaya. Jakarta.
Handoyo  F,    Prasetya  R.    2006.    Native  Orchids  of  Indonesia.    Indonesian  Orchid Society of Jakarta.  PAI  Jakarta.
Hee KH, Loh CS, Yeoh HH. 2009.  Early in vitro flowering and seed production in vitro
culture  in  Dendrobium  Chao  Praya  Smile  Orchidaceae.    Plant  Cell Rep. 26 : 2055-2062.
Kartikaningrum S,  Effendie K, Soedjono S, Widiastoety D,  Hayati NQ, Prasetyo W. 2004.    Koleksi  dan  Karakterisasi  plasma  nutrfah  anggrek  Spathoglottis  dan
pemanfaatannya.    In.    Suhardi,  Sutater  T,  Sulyo  Y,  Sabari,  Maryam  Eds.. Prosiding  Seminar  Nasional  Florikultur  4-5  Agustus  2004.    Balithi
bekerjasama  dengan  Dirjen  Tanaman  Hias,  Asbindo  dan  Pusat  Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor.
Kartikaningrum  S,  Puspasari  D.  2005.    Keragaman  genetik  plasma  nutfah  anggrek Spathoglottis
.  J.  Hort 154:260-269. Kartikaningrum  S,  Sulyo  Y,  Hayati  NQ,  Suryanah,  Bety  YA.    2007.    Keragaan
karakter  kualitatif  hasil  persilangan  anggrek  Spathoglottis.    J  Hort.  Edisi Khusus 2: 138-147.
Kenyo A, Murdaningsih HK, Herawati T, Darsa JS.  2002. Tanggap dua kultivar lili terhadap  kombinasi  komposisi  medium  MS  dan  gula  pasir  untuk  konservasi
in vitro .   Zuriat 132 : 87-96.
Kishor R,  Devi HS,  Jeyaram K,  Singh MRK.  2008.  Molecular characterization of resiprocal  of  Aerides  vadaum  and  Vanda  stangeana  Orchidaceae  at  the
protocorm stage.  Plant Biotechnology Reports  22:145-152. Marlin.  2005.  Pembentukan rimpang mikro jahe Zingiber officinale Rosc. secara
in  vitro dengan  pemberian  Benzyl  Amino  Purine  dan  sukrosa.    Jurnal  Akta
Agrosia 82 : 70-73 Mederos-Molina S.  2004.  In vitro callus induction and plants from stem and petiole
explants of Salvia canariensis L.  Plant Tissue Cult. 142 : 167-172 Mok  MC.    1994.    Cytokinin  :  chemistry,  activity,  and  fuction.    In.  Mok  M  ed.
Cytokinin and plant development an overview.  p.155-156.  CRC. Boca raton. Moore  TC.    1979.    Biochemistry  and  Physiology  of  Plant  Hormones.    Springer-
Verlag New York. Murthy  HN,  Pyati  AN.    2001.    Micropropagation  of  Aerides  maculosum  Lindl.
Orchidaceae.  In Vitro Cell. Dev. Biol. Plant 37 : 223-226. Minea  M,  Piluek  C,  Menakanit  A,  Tantiwiwat  S.  2006.      A  Study  on  Seed
Germination  and  Seedling  Development  of  Spathoglottis  Bl.  Orchids.  The Orchid Review MarchApril 2006. p65-71.
Napoli  CA,  Beveridge  CA,  Snowden  KC.  1999.    Reevaluating  concept  of  apical dominance and the control of axilarry bud outgrowth.  Curr. Top. Dev.  Biol.
44:127-169. Pierik RLM.  1987.  In Vitro Culture in Higher Plants.  Martinus Nijhoff. Dodrecht
Nederland. Ramage  CM.  Williams  RR.  2002.      Mineral  nutrition  and  plant  morphogenesis.  In
vitro Cellular and Developmental Biology-Plant 38: 116
–124.
Ramirez-Parra  E,    Desvoyes  B,  Gutierrez  C.    2005.    Balance  between  cell  division and differentiation during plant development.  Int. J. Dev. Biol. 49:467-477.
Romeida  A.  Yuliasari  L.    2004.    Stimulasi  pertumbuhan  anggrek  silangan  Vanda tricolor
x  Pteroceras  palidum  pada  pemberian  kinetin  dan  2,4-D  secara  in vitro
. Laporan penelitian tidak dipublikasi. Romeida    A.  Hidayanti  T.    2005.    Multiplikasi  planlet  anggrek  Dendrobium  cv.
Thampomas  x    cv.  Jaq.  Hawaii  pada  beberapa  taraf  konsentrasi  BAP  dan Arang Aktif secara in vitro. Laporan penelitian tidak dipublikasi.
Romeida A.  2008.  Konservasi anggrek spesies endemik propinsi Bengkulu secara ex  situ
:    Identifikasi  anggrek  spesies  di  Kabupaten  Kepahiang  Bengkulu. Laporan hasil penelitian Hibah Unggulan UNIB tahun anggaran 2007-2008.
Seeni  S,  Latha  PG.    1992.    Foliar  regeneration  of  endangered  Red  Vanda Renanthera imschootiana  Rolfe Orchidaceae.  Plant cell. Tissue and organ
Culture 29 : 167-172. Seeni S,  Latha PG.  2000.   In vitro multiplication and ecorehabilitation endangered
Blue Vanda.  Plant cell. Tissue and organ Culture 61 : 1-8. Sim  GE,  Goh  CJ,  Loh  CS.  2008.    Induction  of  in  vitro  flowering  in  Dendrobium
Madame  Thong-In  seedlings  is  associated  with  increase  in  endogenous    N
6
- Δ
2
-isopentenyl-adenine  iP    dan  N
6
- Δ
2
-isopentenyl-adenosine  iPA. Plant Cell Rep 27:1281-1289.
Talukdar  BK,  Ahmed  MF.    2003.    Spathoglottis  plicata  Blume:  Specific cultivation.  The Mc.Allen International Orchid Society Journal 101:4-6.
Tee  CS,  Maziah  M,  Tan  CS.    2008.    Induction  of  in  vitro  flowering  in  the  orchid Dendrobium
cv. Sonia 17.  Biologia Plantarm 524:723-726. Torres  KC.    1989.    Tissue  Culture  Techniques  fos  Horticultural  Crops.    An  Avi
Book. New York. 285p. Widiastoety    D,  Bahar  F.      1995.  Pengaruh  berbagai  sumber  dan  kadar  karbohirat
terhadap  pertumbuhan  planlet    anggrek  Dendrobium.  Jurnal  Hortikultura 53:76-80.
Widiastoety  D,  Prasetyo  W,  Purbadi.  2004.  Pengaruh  bubur  buah  pisang  terhadap pertumbuhan  planlet  anggrek  Phalaenopsis  dalam  media  kultur.  Prosiding
Seminar Nasional Florikultura. Bogor 4-5 Agustus pp.89 – 93.
Winarno  FG.  1993.  Pangan,  Gizi,  Teknologi  dan  Konsumen.  Gramedia  Pustaka Utama.  Jakarta.
                