Analisis Ruang Lingkup Kejelasan Kode Etik Perusahaan
4.2 Analisis Ruang Lingkup Kejelasan Kode Etik Perusahaan
Pada umumnya kode etik disusun untuk memberikan panduan kepada karyawan dalam menjalankan tugasnya dan berhubungan dengan stakeholders. Analisis berikut adalah hasil penilaian ruang lingkup kode etik PT. DI untuk memastikan bahwa seluruh kepentingan stakeholders atas PT. DI terdapat pengaturannya dalam kode etik.
Tabel 4. 1 Objek dan Isi dari Kode Etik
Pemangku
No.
Pengaturan dalam Kode Etik
Kepentingan
1 Pemegang saham
Benturan kepentingan, insider trading
2 Karyawan
Benturan kepentingan, pengetahuan sebagai karyawan, menghargai dan menghormati orang lain, kontribusi atau kegiatan politik, aset dan informasi perusahaan, catatan dan pelaporan, serta keselamatan dan kesehatan.
3 Konsumen
Pembayaran untuk barang dan jasa, pemberian dan penerimaan hadiah, kerahasiaan data konsumen, ekspor dan impor.
4 Pemasok
Pengawasan dan kehati-hatian dalam proses ekspor dan impor,
5 Retailer
Pengawasan dan kehati-hatian dalam proses ekspor dan impor
6 Pemerintah
Hubungan pemerintah, kegiatan dan perjalanan pejabat pemerintah
7 Kreditur
Pemberian dan penerimaan hadiah, suap dan komisi tidak resmi
8 Komunitas
Perlindungan dan kelanjutan lingkungan hidup, Hak Asasi Manusia (HAM), hubungan dengan pihak luar
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa kode etik DuPont telah mencakup kepentingan dari para stakeholders. Selain itu, DuPont juga mencantumkan kode etik atas persaingan perusahaan, dimana karyawan dituntut Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa kode etik DuPont telah mencakup kepentingan dari para stakeholders. Selain itu, DuPont juga mencantumkan kode etik atas persaingan perusahaan, dimana karyawan dituntut
Diluar dari kode etik tersebut, masing-masing fungsi dan divisi memiliki pengaturan etik tersendiri sesuai dengan proses bisnis yang dilakukan. Tidak semua fungsi memiliki dokumen tertulis atas hal tersebut, namun masing-masing atasan atau manajer dari fungsi atau divisi senantiasa melakukan pengawasan dan komunikasi secara rutin kepada karyawan dibawahnya.
Pelanggaran atas Pelaporan Biaya Perjalanan Karyawan
Laporan biaya perjalanan disusun oleh masing-masing karyawan. Laporan ini berbentuk kumpulan bukti atas biaya-biaya yang dikeluarkan oleh karyawan selama melakukan perjalanan bisnis. Klasifikasi dan jenis biaya ditentukan oleh bagian keuangan PT. DI dan dikomunikasikan secara rutin setiap tahunnya, baik melalui surat elektronik, maupun pelatihan secara langsung.
Terdapat posisi-posisi tertentu yang bertugas untuk memeriksa laporan tersebut. Pemeriksaan mencakup kesesuaian biaya yang dikeluarkan, memastikan jenis pengeluaran yang memang diperbolehkan, kelengkapan bukti pembayaran, serta persetujuan yang memadai untuk beberapa pengeluaran khusus. Pemeriksa laporan biaya perjalanan yang akan sering berkomunikasi dengan bagian keuangan apabila terdapat kesalahan dalam laporan biaya. Pada umumnya pemeriksa laporan ini juga dilatih secara khusus oleh bagian keuangan agar dapat mengkomunikasikan kepada karyawan dalam lingkup kerja mereka. Atas pelaporan biaya perjalanan karyawan, manajer harus bertanggung jawab apabila ditemukan kesalahan dan atau pelanggaran dengan unsur kesengajaan.
Pelanggaran yang ditemukan dalam hal pelaporan biaya perjalanan karyawan diantaranya adalah berkaitan dengan bukti pengeluaran yang rusak dan terdapat pengeluaran lebih dari tiga bulan namun tetap dilaporkan. Dalam kode etik, terdapat keterangan bahwa karyawan yang memasukkan atau menyetujui laporan biaya perjalanan bertanggung jawab untuk memastikan terpenuhinya hal- hal sebagai berikut:
1. Biaya yang dikeluarkan tepat dan wajar
2. Laporan pengeluaran diserahkan dengan segera
3. Tanda terima dan penjelasan mendukung secara benar pengeluaran- pengeluaran yang dilaporkan
Dalam hal ini, diduga kesalahan dalam pembuatan laporan biaya perjalanan tidak memenuhi poin kedua dan ketiga, dimana karyawan seharusnya menyerahkan laporan tersebut segera dengan tanda terima dan penjelasan atas pengeluaran yang memadai.
Berdasarkan hasil audit internal pada tahun 2015, tidak ditemukan adanya unsur kesengajaan dari kesalahan atas pelaporan biaya perjalanan karyawan, sehingga belum dikategorikan sebagai pelanggaran etik. Namun hal tersebut menjadi catatan yang akan diawasi untuk audit di tahun-tahun selanjutnya. Atas hal tersebut, dimana kesalahan pelaporan tidak ditemukan unsur kesengajaan, mengindikasikan bahwa adanya pengetahuan dan penguasaan metode yang kurang, baik karyawan sebagai penyusun laporan, maupun pemeriksa dan manajer terkait.
Apabila dikaitkan dengan kode etik yang mengatur hal ini, pelaporan biaya perjalanan terdapat di bagian Catatan dan Pelaporan di bab yang membahas tentang Aset Perusahaan. Sesuai dengan penilaian pendekatan per topik, dapat diketahui bahwa kode etik yang mengatur tentang pelaporan biaya perjalanan menggunakan pendekatan kepatuhan. Apabila perusahaan ingin meminimalisir kesalahan dalam pembuatan laporan keuangan dengan tidak mengubah metode pendekatan, maka peraturan terkait pelaporan biaya perjalanan harus dikembangkan lagi, sehingga dapat mencakup area-area dimana kesalahan sering terjadi.
Peningkatan Persentase Risiko terkait dengan Korupsi
Tindakan korupsi seringkali timbul karena adanya kesempatan untuk melakukan tindakan tersebut. Dalam hal ini, manajemen perlu menganalisis setiap proses bisnis yang dilakukan oleh karyawan untuk mendapatkan gambaran peluang-peluang yang dapat menjadi kesempatan bagi karyawan melakukan tindakan korupsi.
Pelatihan atas sikap dan gerakan anti-korupsi perlu dilaksanakan untuk meningkatkan kesadaran karyawan atas buruknya tindakan korupsi, serta dampak yang ditimbulkan.
Komunikasi atas korupsi tidak secara jelas tertuang dalam dokumen kode etik. Namun jika dilihat dari masing-masing jenis kecurangan dan korupsi, maka dapat dilihat pengaturannya dalam kode etik.
Perlu adanya observasi lebih lanjut terkait dengan hal ini, karena informasi mengenai persentase risiko korupsi didapat dalam skala global. PT. DI sebagai cabang dari DuPont mungkin tidak berkontribusi sama sekali atas persentase tersebut, namun ada baiknya apabila PT. DI juga menggalakkan seminar dan atau pelatihan anti-korupsi, sebagai tindak lanjut atas laporan global mengenai hal ini.
Selain itu, DuPont perlu mengembangkan peraturan mengenai kecurangan dan korupsi yang paling tidak mengkomunikasikan hal-hal sebagai berikut.
Penjelasan bagaimana peraturan tersebut bisa diterapkan pada strategi manajemen risiko dan kepada siapa peraturan tersebut ditujukan.
1. Pernyataan terhadap peraturan dewan terhadap kecurangan dan korupsi dan
intensi untuk menuntun pelaku pelanggaran.
2. Definisi dari kecurangan dan korupsi.
3. Tanggung jawab terhadap pencegahan dan deteksi dari kecurangan dan
korupsi.
4. Manajemen risiko.
5. Prosedur untuk diikuti apabila terjadi kecurangan dan korupsi.
6. Tindakan lanjutan pasca-investigasi.