Analisis Sistem Internal dalam Menerapka

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS SISTEM INTERNAL DALAM MENERAPKAN PROGRAM ETIKA BISNIS DI PERUSAHAAN SWASTA (STUDI KASUS: PT. DUPONT INDONESIA) SKRIPSI

  Octi Nurhusna 1306485024

FAKULTAS EKONOMI PROGRAM EKSTENSI

  DEPOK 2016

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS SISTEM INTERNAL DALAM MENERAPKAN PROGRAM ETIKA BISNIS DI PERUSAHAAN SWASTA (STUDI KASUS: PT. DUPONT INDONESIA) SKRIPSI

  Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

  Octi Nurhusna 1306485024

FAKULTAS EKONOMI PROGRAM EKSTENSI JURUSAN AKUNTANSI DEPOK 2016

  ii

KATA PENGANTAR

  Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat- Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi sebagai karya akhir ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, akan sulit bagi saya untuk menyelesaikannya. Oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak berikut.

  1. Bapak Emil Bachtiar, S.E., M.Com., selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini.

  2. Dr. Dini Marina, S.E., M.Com., DEA., selaku ketua penguji skripsi.

  3. Ibu Agustin Setya Ningrum, S.E., M.S.Ak, selaku dosen penguji skripsi.

  4. Ibu Purwatiningsih S.E., Ak., CA., MBA., DEA., selaku dosen Tata Kelola Perusahaan yang telah mengenalkan dan mengajarkan penulis dengan etika bisnis, serta memberikan penulis ide untuk membuat karya tulis ini.

  5. Bapak Krisnadi Budi Utomo, S.Psi., MBA., selaku manajer Sumber Daya Manusia di DuPont Indonesia yang telah menyediakan waktu untuk wawancara dan memberikan banyak informasi terkait penelitian.

  6. Bapak Jim Guo M.Sc., MBA., selaku Country Manager DuPont Indonesia yang telah mengizinkan penulis melakukan penelitian.

  7. Bapak George Hadi Santoso, selaku Country Manager DuPont Indonesia 2005 – 2015 sebagai orang pertama yang mendorong penulis untuk mengambil studi kasus di DuPont Indonesia, sekaligus telah memberikan izin dan mengarahkan penulis untuk berkoordinasi dengan pihak-pihak lain.

  8. Pihak-pihak di PT. DuPont Indonesia yang telah menemani hari-hari penulis dalam menjalani tugas sebagai karyawan, memberikan banyak bimbingan dan dukungan selama penulis bekerja disana: Pak Lukas, Pak Tri Susetyo, Pak Danindra, Bu Eggy, Pak Yuana, Pak Rulik, Pak Heryadi, Bu Helena, Pak Teguh, Pak Ronny, Pak Ivan, Pak Bagus, Pak Nabiel, Mbak Erni, Mbak Lia, Mbak Putri, Mbak Fanny, Sky, Mandela, Leni, Addin, Mbak Ayu, Mbak Yuli, dan pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

  v

  9. Bapak Adhie Widihartho dan WCJ team: Pak Sonny, Pak Anto, Pak Andi, Pak Dimaz, mas Irfan, mas Arby, dan mas Bayu yang kini di Sulawesi yang telah banyak memberikan dukungan.

  10. Bu Wulan Rom Hadiana selaku atasan dari penulis selama penulis bekerja di PT. DuPont Indonesia yang telah banyak memberikan dukungan, nasihat, dan saran yang membangun.

  11. Teman-teman Program Ekstensi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Jurusan Akuntansi, baik di Salemba maupun di Depok: Khairunnisa, Gladys, Haniyah, Indra, Mahesa, Endah, Pherinda, Apryogi, Ersan, Ruben, Nanda, Maulia, Arya, Rahadian, Ngatman, Zaky, Dhimas, Dewi, Flo, Firman, Cornel, Stephanie, Putri Ayu O., Nabila, Tofan, Raica, Eko S., Eko P., Ramdhani, Mbak Nuri, Kak Yuga, Marsha, Pak Bunya, Kak Betharia, Manna Noverika, Lestari, Lia Mustikawati, Liistigfarin, Irfan, Fiona, Hamka, dan lain-lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

  12. Keluarga penulis, Mama, Papa, dan kakak atas dukungan tiada henti selama ini.

  13. Pihak-pihak lain yang membantu penulis selama ini, baik dalam menyelesaikan skripsi, melaksanakan tugas sebagai karyawan, melaksanakan tugas sebagai mahasiswi, dan lain sebagainya.

  Jakarta, 7 Januari 2016

  Octi Nurhusna

  vi

ABSTRAK

  Nama

  : Octi Nurhusna

  Program Studi

  : Ekstensi Fakultas Ekonomi dan Bisnis

  Judul

  : Analisis Sistem Internal dalam Menerapkan Program Etika Bisnis di

  Perusahaan Swasta (Studi Kasus: PT. DuPont Indonesia)

  Skripsi ini membahas tentang sistem internal dan penerapan atas program etika di suatu perusahaan swasta, PT. DuPont Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan desain deskriptif dengan metode perolehan data melalui wawancara dan studi literatur atas dokumen perusahaan. Penelitian mencakup analisa metode pendekatan, ruang lingkup kode etik, pembahasan dari masalah etik. Masalah etik terkait ialah pendekatan yang digunakan, ruang lingkup kode etik, pelaporan biaya perjalanan karyawan, dan kecenderungan atas korupsi. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa perusahaan objek studi kasus perlu menentukan pendekatan atas etika yang digunakan. Dari ketetapan pendekatan tersebut, manajemen perusahaan dapat mengembangkan program etika, metode internalisasi nilai, dan kode etik yang sesuai.

  Kata kunci: Etika, etika bisnis, pendekatan etika

  vii

ABSTRACT

  Name

  : Octi Nurhusna

  Study Program

  : Extention Program Faculty of Economics and Business

  Title

  : The Analysis of Internal System in Applying Business Ethics in

  Private Company (Case Study: PT. DuPont Indonesia)

  The focus of this study is internal system and ethics programs application in a company, PT. DuPont Indonesia. This study using qualitative method and descriptive design with interview and literature study of company’s document as the method of data acquisition. The study covered strategy method analysis, scope of company ethic codes, employees’ travel expense report, and the risk of corruption. The result of this study recommend management to decide the ethic strategy method. From the ethic strategy method, company can develop ethic programs, value internalization method, and ethic codes that match.

  Key words: Ethics, business ethics, ethics strategy method

  viii

DAFTAR GAMBAR

  Gambar 3.1.

  Struktur Komite Etik pada satu unit bisnis PT. DI...................... 17

  xi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Menurut Paine (1994), banyak manajer yang mengira bahwa etika merupakan suatu urusan pribadi masing-masing individu dengan hati nuraninya. Manajer tersebut dapat secara terburu-buru mendefinisikan suatu pelanggaran etik sebagai hal yang harus ditutup-tutupi. Mereka akan berpikir bahwa manajemen tidak dapat mengendalikan perilaku buruk karyawannya, sehingga etika dianggap tidak berpengaruh dalam bisnis. Faktanya, etika memiliki pengaruh yang besar dalam membentuk keseluruhan proses bisnis yang bertanggung jawab. Manajer harus mengerti bahwa mereka memiliki peran dalam membentuk etika organisasi dan dapat menggunakan kesempatan tersebut untuk menciptakan lingkungan yang kondusif.

  Etika bisnis dapat didefinisikan sebagai suatu studi yang mempelajari aktivitas bisnis, pengambilan keputusan, dan situasi dimana suatu keputusan dapat dinilai benar atau salah (Masdoor, 2011). Apabila manajemen dapat menyusun dan menerapkan program etika dengan baik, maka karyawan dapat mengambil keputusan yang lebih baik di setiap aktivitas bisnis.

  Salah satu contoh pelanggaran etika yang pada akhirnya memperburuk citra perusahaan di masyarakat ialah pada kasus Glaxo SmithKline (GSK) di China sekitar tahun 2013. Glaxo SmithKline merupakan perusahaan yang berasal dari Inggris dan bergerak dalam bidang farmasi dan peralatan medis. Pada kasus ini, empat karyawan yang menjabat sebagai senior executive di GSK terbukti telah melakukan beberapa pelanggaran etika melalui suap kepada dokter, pengurus rumah sakit, dan pejabat pemerintah untuk meningkatkan sales GSK. Suap dilakukan melalui suatu jaringan yang terdiri dari 700 agen perjalanan dan staf. Pada Juli 2013, pemerintah China menemukan bahwa praktik suap tersebut sudah berjalan sejak tahun 2007 dengan total biaya yang dikeluarkan lebih dari US450 juta (Quelch dan Rodriguez, 2013). Setelah rangkaian investigasi dilakukan, Pengadilan China menjatuhkan denda kepada GSK sebesar US490 juta dan Salah satu contoh pelanggaran etika yang pada akhirnya memperburuk citra perusahaan di masyarakat ialah pada kasus Glaxo SmithKline (GSK) di China sekitar tahun 2013. Glaxo SmithKline merupakan perusahaan yang berasal dari Inggris dan bergerak dalam bidang farmasi dan peralatan medis. Pada kasus ini, empat karyawan yang menjabat sebagai senior executive di GSK terbukti telah melakukan beberapa pelanggaran etika melalui suap kepada dokter, pengurus rumah sakit, dan pejabat pemerintah untuk meningkatkan sales GSK. Suap dilakukan melalui suatu jaringan yang terdiri dari 700 agen perjalanan dan staf. Pada Juli 2013, pemerintah China menemukan bahwa praktik suap tersebut sudah berjalan sejak tahun 2007 dengan total biaya yang dikeluarkan lebih dari US450 juta (Quelch dan Rodriguez, 2013). Setelah rangkaian investigasi dilakukan, Pengadilan China menjatuhkan denda kepada GSK sebesar US490 juta dan

  Dari kasus tersebut, dapat diketahui bahwa karyawan memiliki peran yang besar dalam mencegah terjadinya pelanggaran etika. Oleh karena itu, perlu disusun suatu sistem internal atas etika bisnis yang baik dan dapat diterapkan oleh seluruh karyawan.

  Penelitian ini mengambil objek PT. DuPont Indonesia (selanjutnya disebut dengan PT. DI) yang merupakan salah satu cabang dari DuPont, perusahaan yang bergerak dalam bidang kimiawi dari Amerika. DuPont didirikan pada tahun 1802 dan hingga kini eksis di industri kimiawi. Berkantor pusat di Amerika Serikat, PT. DI telah beroperasi selama 213 tahun dalam lingkup internasional dan lebih dari

  20 tahun di Indonesia.

  DuPont merupakan perusahaan terbuka di New York Stock Exchange. Salah satu nilai inti DuPont adalah highest ethical behavior dan karenanya, DuPont membentuk komite etik, menyusun kode etik dan program-program yang berkaitan dengan etika. Selanjutnya, peraturan dan program yang ditetapkan oleh komite etik akan dikomunikasikan kepada seluruh manajemen di kantor cabang, yang kemudian harus diterapkan di seluruh wilayah operasi DuPont. Namun, dari sistem tersebut masih ditemukan risiko kecenderungan atas korupsi sebesar 12 di DuPont Global Reporting Initiative Report 2015. Angka tersebut meningkat dari penilaian yang sama di dua tahun sebelumnya, dimana angkanya tetap pada titik 11. Selain itu, berdasarkan wawancara dengan manajer Sumber Daya Manusia, ditemukan banyak kesalahan di pelaporan biaya karyawan.

  Tabel 1. Persentase Kecenderungan atas Korupsi di DuPont

  Kecenderungan atas Korupsi

  sumber: DuPont Global Reporting Initiative Report tahun 2013 - 2015

  Hal tersebut mendorong penulis untuk membuat suatu penelitian terkait sistem internal atas etik di PT. DI. Penulis berharap dapat memperoleh gambaran yang lebih luas dalam menganalisis kesesuaian sistem internal terhadap teori-teori etika bisnis yang ada. Penelitian dilakukan untuk menguji kesesuaian program etika bisnis pada objek penelitian terhadap teori etika bisnis yang digunakan.

1.2 Perumusan Masalah

  PT. DI sebagai perusahaan yang mengedepankan perilaku beretika tertinggi memiliki program-program terkait dengan etika bisnis. Pada kasus tertentu, program etika pada perusahaan tidak dijalani dengan baik oleh karyawannya yang menyebabkan program etika tidak berjalan dengan efektif.

  1. Apakah pendekatan yang digunakan PT. DI dalam menyusun sistem etika bagi para karyawannya?

  2. Apakah kode etik PT. DI sudah mencakup kepentingan seluruh stakeholders?

  3. Apakah sistem dan program atas etika yang dijalankan oleh PT. DI sudah efektif? Mengapa masih terjadi pelanggaran?

1.3 Tujuan Penelitian

  Berdasarkan pengungkapan masalah diatas, maka berikut adalah rincian tujuan dari penelitian:

  1. Mengetahui pendekatan yang digunakan dalam menyusun sistem etika PT. DI

  2. Menilai apakah kode etik sudah mencakup kepentingan seluruh stakeholders

  3. Memahami permasalahan PT. DI dalam penerapan sistem dan program atas etika dalam menjalani bisnis serta memberikan solusi atas permasalahan tersebut.

1.4 Manfaat Penelitian

  Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat seperti rincian berikut.

  1. Bagi Perusahaan Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan untuk PT. DI dalam mengembangkan program-program etika secara efektif. Selain itu, penelitian 1. Bagi Perusahaan Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan untuk PT. DI dalam mengembangkan program-program etika secara efektif. Selain itu, penelitian

  2. Bagi Pelaku Bisnis Diharapkan dengan adanya penelitian ini, para pelaku bisnis dapat memperoleh pengetahuan tentang etika bisnis dan program-program yang sesuai. Penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk menilai kesesuaian program-program etika yang terdapat di perusahaan lain berdasarkan teori yang digunakan.

  3. Bagi Pembelajar Etika Bisnis Penelitian ini diharapkan dapat memperdalam pengetahuan pembelajar etika bisnis dalam hal etika bisnis. Selain itu, dapat dijadikan panduan untuk penelitian-penelitian mendatang terkait dengan etika bisnis.

1.5 Metodologi Penelitian

  Penelitian dan penulisan dilakukan dengan metode analisis deskriptif, yaitu melakukan perbandingan antara teori dan konsep yang berlaku dengan pelaksanaan di objek penelitian, yaitu PT. DI. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi hal-hal sebagai berikut:

  1. Penelitian Kepustakaan Dalam memperoleh landasan teoritis dalam pembahasan masalah terkait penelitian, studi literatur digunakan. Studi literatur dilakukan dengan cara mempelajari buku-buku terkait etika bisnis, jurnal, karya akhir, hingga catatan dan laporan tertulis oleh PT. DI.

  2. Penelitian Lapangan Melalui observasi dan wawancara terkait dengan sistem internal dan program- program etika bisnis, penelitian dilakukan secara langsung di objek penelitian, yaitu PT. DI. Wawancara langsung dilakukan dengan manajer Sumber Daya Manusia (SDM) dan pihak-pihak terkait.

1.6 Keterbatasan Penelitian

  Dalam penelitian dan penulisan ini, penulis medapatkan informasi pendukung melalui dokumen-dokumen tertulis PT. DI, sumber intranet dan internet DuPont dan PT. DI, serta wawancara langsung dengan manajer SDM PT. DI. Penelitian dilakukan dengan membandingkan sistem internal dan program etika PT. DI dengan teori-teori yang ada.

  Terdapat beberapa informasi yang tidak dapat dipublikasikan, seperti laporan statistik pelanggaran etika di PT. DI. Laporan tersebut secara periodik dikomunikasikan kepada karyawan, tapi tidak dapat dipublikasikan kepada pihak luar karena dianggap sebagai informasi rahasia.

1.7 Sistematika Penulisan

  Sistematika penulisan skripsi adalah sebagai berikut:

  1. Bab 1 Pendahuluan Bab ini mencakup penjelasan secara garis besar mengenai latar belakang, isi pembahasan, dan tujuan dari penelitian.

  2. Bab 2 Teori dan Tinjauan Pustaka Bab ini menguraikan tinjauan pustaka mengenai etika bisnis dari berbagai sumber, terutama dari buku-buku yang membahas tentang etika bisnis, mengembangkan hipotesis dari sumber tersebut, serta penelitian terkait.

  3. Bab 3 Sistem Pengendalian Etika di PT. DI Bab ini menguraikan sistem internal PT. DI dalam melaksanakan etika bisnis di setiap fase kegiatan operasionalnya, mencakup profil perusahaan, strategi penerapan etika bisnis, dan uraian atas kode etik perusahaan.

  4. Bab 4 Analisis dan Pembahasan Bab ini menjelaskan analisis penerapan etika bisnis di PT. DI, mencakup pendekatan yang digunakan dan efektivitas dari program dan aturan yang ditetapkan terkait etika bisnis.

  5. Bab 5 Kesimpulan dan Saran Bab ini menjelaskan kesimpulan penelitian, keterbatasan penelitian, dan saran – saran untuk penelitian selanjutnya.

BAB II TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Etika dan Bisnis

  Skandal korporat, globalisasi, deregulasi, merger, teknologi, dan terorisme telah mempercepat laju tingkat perubahan dan ketidaktentuan dimana stakeholders harus memahami bisnis dan keputusan bermoral (Weiss, 2009).

  Menurut Nash (1990) etika bisnis adalah suatu studi tentang bagaimana individu mengaplikasikan norma dalam aktivitas dan tujuan perusahaan, tentang bagaimana bisnis melihat sikap individu yang bertindak sebagai agen dari sistem tersebut, menghadapi masing-masing masalah yang unik. Etika bisnis bukan merupakan standar moral terpisah (Nash, 1990). Berdasarkan hal tersebut, maka masing-masing karyawan perlu mengenal situasi dan lingkungan bisnis yang memiliki karakteristik yang berbeda dengan kehidupan sehari-hari. Dengan mengenali lingkungan bisnis, pelaku bisnis dapat mengetahui identitas dari para stakeholders yang dapat menerima dampak dari potensi perilaku tidak beretika (Ghillyer, 2009). Berikut adalah tabel daftar stakeholders beserta kepentingannya terhadap organisasi.

  Tabel 2.1 Daftar Pihak-pihak Yang Berkepentingan dalam Perusahaan dan Kepentingan Terhadap Perusahaan, serta Implikasi Atas Perilaku Tidak Beretika

  Stakeholders

  Kepentingannya dalam Organisasi

  Implikasi atas Perilaku Tidak Beretika

  Pemegang saham

  • Pertumbuhan nilai saham

  • Kerugian nilai saham

  • Pendapatan dividen

  • Tidak adanya pendapatan dividen

  Karyawan

  • Pekerjaan yang stabil dengan • Pekerjaan yang tidak stabil dengan

  upah yang adil

  upah yang tidak memadai

  • Lingkungan kerja yang aman • Fasilitas tidak mendukung untuk

  dan nyaman

  keamanan dan kenyamanan bekerja

  Konsumen

  • Nilai tukar yang adil antar harga • Kualitas barangjasa yang kurang

  dan kualitas

  memuaskan atau tidak sesuai dengan

  Stakeholders

  Kepentingannya dalam Organisasi

  Implikasi atas Perilaku Tidak

  Beretika

  • Kepercayaan produk

  harga yang ditawarkan • Produk tidak dapat dipercaya

  Pemasok

  • Pembayaran segera atas barang • Pembayaran yang tertunda atau tidak

  yang telah sampai

  terbayar atas barang dan atau jasa

  • Pemesanan secara teratur yang telah sampai

  dengan profit margin yang • Pemesanan tidak menentu atau disetujui

  terhenti

  Retailer

  • Penyampaian barangjasa tepat • Stok barang terlambat atau tidak

  waktu dengan harga yang sesuai

  sampai sama sekali dan harga tidak

  • Kepercayaan produk

  sesuai • Produk tidak dapat dipercaya

  Pemerintah

  • Pendapatan pajak

  • Berkurang atau tidak adanya

  • Operasional perusahaan yang

  pendapatan pajak

  sesuai regulasi

  • Kegagalan atas kepatuhan perusahaan terhadap regulasi

  Kreditur

  • Pembayaran pokok dan bunga

  • Kerugian atas pokok dan bunga

  • Pelunasan tepat waktu sesuai • Kegagalan terhadap pelunasan tepat

  dengan jadwal yang disepakati

  waktu

  Komunitas

  • Memberdayakan penduduk • Penduduk lokal menganggur

  lokal

  • Kemunduran ekonomi

  • Pertumbuhan ekonomi

  • Lingkungan lokal tercemar atau

  • Perlindungan lingkungan lokal

  tidak terlindungi

  sumber: Business Ethics: A Real World Approach (Ghillyer, 2009) telah diolah kembali Etika bisnis dapat didefinisikan sebagai suatu proses dalam pengambilan

  keputusan yang bertanggung jawab. Keputusan yang bertanggung jawab ialah yang proses pengambilan keputusannya melalui pertimbangan yang cermat dan beralasan.” (Hartman dan DesJardins, 2008)

  Pengambilan keputusan yang etis juga dipengaruhi oleh faktor lain, salah satunya adalah kondisi sosial perusahaan. Kondisi sosial dapat mempengaruhi orang baik untuk membuat keputusan yang tidak etis, atau sebaliknya, membuat orang yang motivasinya rendah dalam berperilaku etis, dapat membuat keputusan yang bertanggungjawab. Dalam hal ini, keterampilan pimpinan bisnis dan perusahaan diperlukan, yaitu menciptakan keadaan dimana orang-orang baik dapat melakukan hal yang tepat dan orang-orang yang berniat buruk dapat dicegah dari melakukan hal yang tidak etis (Ghillyer, 2009).

2.2 Membentuk Etika Organisasi

  Budaya organisasi dapat didefinisikan sebagai nilai, kepercayaan, dan norma yang dianut oleh para karyawan dalam suatu organisasi. Budaya tersebut akan mempresentasikan segala peraturan dan prosedur, baik tertulis maupun tidak tertulis, dari masing-masing departemen fungsional dalam organisasi sebagai penambahan atas peraturan dan prosedur yang dikeluarkan oleh manajemen perusahaan tersebut (Hartman dan Desjardins, 2008).

  Budaya organisasi memengaruhi karyawannya dalam membuat keputusan yang etis. Budaya organisasi yang etis merupakan budaya di mana para karyawan didorong untuk bertindak secara bertanggungjawab dan etis walaupun aturan hukum tidak mewajibkannya (Hartman dan Desjardins, 2008). Budaya organisasi merupakan pemersatu atas dimensi-dimensi dalam perusahaan berupa strategi, struktur, karyawan, dan sistem secara bersama-sama, sehingga melalui budaya organisasi beretika, manajemen dapat menanamkan nilai-nilai etika kepada karyawannya (Weiss, 2009).

  Menurut Ethics Resources Center dalam Trevino dan Nelson (2013), terdapat empat elemen untuk membentuk budaya beretika.

  1. Pemimpin beretika

  2. Supervisi yang kuat

  3. Komitmen atas etika

  4. Menanamkan nilai-nilai etika

  2. 2. 1 Pengembangan Sistem Etika Berdasarkan Kepatuhan dan Integritas

  Dalam menyusun struktur dan program etika, terdapat dua pendekatan, yaitu berdasarkan kepatuhan dan integritas. Pendekatan berdasarkan kepatuhan berfokus pada formulasi aturan, panduan, dan prosedur yang memberikan dorongan kepada karyawan untuk senantiasa mematuhi aturan dan memberikan hukuman kepada karyawan yang melanggar aturan tersebut (Paine, 1994).

  Berbeda dengan pendekatan dengan tipe integritas (pendekatan berdasarkan nilai), pendekatan ini berfokus pada penguatan kompetensi moral karyawan dan menstimulasi budaya yang bertanggung jawab. Dengan pendekatan ini, karyawan didorong untuk bertanggung jawab secara mandiri atau self-control (Huberts, Maesschalck, dan Jurkiewicz, 2008).

  Karakteristik Pendekatan Berdasarkan Kepatuhan

  Pendekatan berdasarkan kepatuhan menurut Huberts, Maesschalck, dan Jurkiewicz (2008) memiliki sifat dan karakteristik sebagai berikut.

  1. Penekanan ditujukan pada peraturan, prosedur, provisi, arahan, dan larangan.

  2. Pendekatan secara sepihak melalui peraturan dan arahan dari atasan.

  3. Melakukan pengecekan, pengawasan, dan pemberian hukuman untuk menghindari terjadinya pelanggaran.

  4. Motivasi karyawan secara negatif.

  5. Pendekatan formal dan minimal berdasarkan prinsip “if it’s legal, it’s ethical.”

  6. Regulasi dan aturan bersifat kaku dan tidak fleksibel.

  7. Mengikuti bentuk manajemen tradisional, yaitu hirarkis, direktif, dan berdasar pada aturan dan prosedur.

  Sementara menurut Paine (1994), selain karakteristik yang telah disebutkan diatas, terdapat tambahan sebagai berikut.

  1. Etos berupa kesesuaian dengan standar yang diberlakukan.

  2. Objek dari sistem etik adalah mencegah pelanggaran hukum.

  3. Kepemimpinan dikendalikan oleh penegak hukum.

  4. Metode yang digunakan berupa pelatihan, meminimalisir sikap rasionalis,

  audit dan kontrol, serta sanksi atau hukuman.

  5. Asumsi perilaku individual yang berdasarkan pada pengendalian diri terhadap

  etika.

  Implementasi atas sistem dan program etika berdasarkan pendekatan kepatuhan, menurut Paine (1994), dapat berupa hal-hal sebagai berikut.

  1. Menggunakan hukum dan regulasi sebagai standar etika.

  2. Pengacara dan advokat yang terdapat dalam susunan kepegawaian komite

  etik.

  3. Aktivitas dari komite etik berupa pengembangan standar kepatuhan, pelatihan dan komunikasi, menangani laporan atas pelanggaran etik, melaksanakan investigasi, mengawasi audit kepatuhan, dan melaksanakan standar.

  4. Pelatihan difokuskan pada standar dan sistem kepatuhan.

  Karakteristik Pendekatan Berdasarkan Integritas

  Pendekatan berdasarkan integritas menurut Huberts, Maesschalck, dan Jurkiewicz (2008) memiliki sifat dan karakteristik sebagai berikut.

  1. Memberikan panduan dalam nilai dan aspirasi, serta menciptakan lingkungan yang dapat menstimulasi sikap beretika.

  2. Menggunakan formulasi gabungan dan internalisasi nilai melalui insiatif dari manajemen untuk menciptakan perilaku yang jujur

  3. Mempercayai karyawan untuk memeragakan sikap bermoral dan bertanggung jawab.

  4. Manajemen merespon karyawan secara positif sebagai bentuk dorongan penerapan etika yang baik.

  5. Peraturan lebih bersifat prinsip dan tidak terlalu rinci.

  6. Nilai dan peraturan bersifat fleksibel sehingga dapat menyesuaikan dengan lingkungan dan kondisi perusahaan di masa mendatang.

  7. Mengikuti pandangan manajemen modern seperti desentralisasi, privatisasi, dan kebijakan manajemen.

  Sementara menurut Paine (1994), selain karakteristik yang telah disebutkan diatas, terdapat tambahan sebagai berikut.

  1. Pengelolaan diri menurut standar yang sesuai.

  2. Objek dari sistem etik adalah untuk menanamkan sikap yang bertanggung

  jawab pada karyawan.

  3. Kepemimpinan dikelola oleh manajemen bersama dengan peran dari penegak

  hukum, SDM, dan divisi lainnya.

  4. Metode yang digunakan berupa pelatihan, kepemimpinan, akuntabilitas, sistem organisasi dan proses pengambilan keputusan, audit dan kontrol, serta sanksi dan hukuman.

  5. Asumsi perilaku karyawan yang sosial dan mengacu pada pengendalian diri,

  nilai, dan idealisme.

  Implementasi atas sistem dan program etika berdasarkan pendekatan integritas, menurut Paine (1994), dapat berupa hal-hal sebagai berikut.

  1. Menggunakan nilai dan aspirasi perusahaan, kewajiban sosial dan hukum

  sebagai etika.

  2. Susunan kepegawaian komite etik terdiri dari eksekutif dan manajer, beserta

  pengacara, dan pihak-pihak lain.

  3. Aktivitas dari komite etik berupa memimpin perkembangan atas nilai dan standar perusahan, melaksanakan pelatihan dan komunikasi, integrasi sistem perusahaan, melayani bimbingan dan konsultasi, menilai performa dari nilai, mengidentifikasi dan memberi solusi atas masalah etik, mengawasi aktivitas kepatuhan.

  4. Pelatihan difokuskan pada proses pengambilan keputusan dan standar dan

  sistem kepatuhan nilai.

2.3 Menanamkan dan Mengajarkan Etika Bisnis Kepada Karyawan

  Menurut Weiss (2009), dalam menanamkan etika bisnis kepada karyawan harus melalui peraturan yang tidak melihat dari perspektif tunggal atau hanya menawarkan satu solusi dari masing-masing masalah berkenaan dengan etik. Pengambilan keputusan harus berdasarkan pada fakta, dugaan, dan pertimbangan etis yang tajam. Hal tersebut dapat tercapai melalui pelatihan atas cara berpikir yang unggul dalam menghadapi berbagai situasi. Pelatihan atas pengambilan keputusan yang bertanggung jawab perlu mengacu pada pendekatan yang ditetapkan oleh perusahaan, apakah menggunakan pendekatan kepatuhan atau integritas.

  Pelatihan etika bagi perusahaan yang menggunakan metode pendekatan integritas dapat mengikuti cara-cara berikut.

  • Menyediakan rasionalisasi dan ide bagi karyawan untuk berpartisipasi secara

  efektif dalam proses pengambilan keputusan beretika. • Membantu karyawan untuk peka terhadap lingkungan dengan menyelesksi

  prioritas etika. • Memberikan sanksi yang sesuai terhadap pelanggaran etik. • Menyiapkan karyawan untuk melaporkan apabila terdapat praktik bisnis yang

  tidak memenuhi standar etika. • Meningkatkan kesadaran dan sensitivitas terhadap isu-isu moral dan

  berkomitmen untuk menemukan solusinya. • Meningkatkan efektivitas dan meneguhkan moral karyawan dalam

  menjalankan aktivitas bisnis. • Meningkatkan kemampuan karyawan untuk secara sendirinya bertindak sesuai

  etika. • Menyediakan konsep etik dan alat bantu dalam menyusun kode etik.

  Bagi perusahaan yang menggunakan metode pendekatan kepatuhan, cara yang digunakan akan berbeda, karena pada perusahaan yang menggunakan pendekatan tersebut, pada umumnya segala peraturan telah tercantum dalam kode etik. Berikut uraiannya. • Mengadakan pelatihan atas etika dengan kode etik perusahaan sebagai dasar. • Menyediakan akses bagi karyawan untuk melakukan pelaporan jika terjadi

  pelanggaran etika. • Memberikan sanksi yang sesuai dengan pelanggaran etik.

2.4 Meminimalisasi Risiko atas Korupsi

  Menurut Muchlisin (2013, par. 3-4), dalam The Oxford Unabridged Dictionary, korupsi didefinisikan sebagai penyimpangan atau perusakan integritas dalam pelaksanaan tugas-tugas publik dengan penyuapan atau balas jasa. Di sisi lain, World Bank menyatakan bahwa korupsi adalah penyalahgunaan jabatan publik untuk keuntungan pribadi (the abuse of public office for private gain). Sedangkan menurut Asian Development Bank (ADB), korupsi melibatkan perilaku oleh sebagian pegawai sektor publik dan swasta, dimana mereka dengan tidak pantas dan melawan hukum memperkaya diri mereka sendiri dan atau orang- Menurut Muchlisin (2013, par. 3-4), dalam The Oxford Unabridged Dictionary, korupsi didefinisikan sebagai penyimpangan atau perusakan integritas dalam pelaksanaan tugas-tugas publik dengan penyuapan atau balas jasa. Di sisi lain, World Bank menyatakan bahwa korupsi adalah penyalahgunaan jabatan publik untuk keuntungan pribadi (the abuse of public office for private gain). Sedangkan menurut Asian Development Bank (ADB), korupsi melibatkan perilaku oleh sebagian pegawai sektor publik dan swasta, dimana mereka dengan tidak pantas dan melawan hukum memperkaya diri mereka sendiri dan atau orang-

  Terdapat banyak jenis korupsi yang dapat ditemukan dalam lingkungan sehari-hari. Berikut adalah jenis-jenis tindakan korupsi menurut Pope (2007).

  1. Berkhianat, subversif, melakukan transaksi ilegal, dan penyelundupan.

  2. Penggelapan barang milik perusahaan, menipu, dan mencuri.

  3. Penggunaan uang yang tidak tepat, pemalsuan dokumen dan penggelapan uang, mengalirkan uang perusahaan ke rekening pribadi, menggelapkan pajak, menyalahgunakan dana.

  4. Penyalahgunaan wewenang, intimidasi, menyiksa, penganiayaan, memberi ampun dan grasi tidak pada tempatnya.

  5. Menipu, mengecoh, memberi kesan yang salah, mencurangi, memperdaya, dan memeras.

  6. Mengabaikan keadilan, melanggar hukum, memberikan kesaksian palsu, menahan secara tidak sah, dan menjebak orang atau pihak lain.

  7. Tidak menjalankan tugas dan tanggung jawab.

  8. Penyuapan, penyogokan, memeras, mengutip pungutan, serta meminta komisi.

  9. Menghalalkan segala cara agar bisa unggul di suatu pemilihan atau perekrutan suatu posisi atau jabatan.

  10. Menggunakan informasi internal atau rahasia untuk kepentingan pribadi,

  serta membuat laporan palsu.

  11. Menjual tanpa izin hal-hal yang bukan miliknya.

  12. Memanipulasi peraturan dan dokumen lain.

  13. Menghindari pajak, meraih laba secara berlebih-lebihan.

  14. Menjual pengaruh, menawarkan jasa perantara, konflik kepentingan.

  15. Menerima hadiah, uang jasa, uang pelicin dan hiburan, perjalanan yang

  tidak memiliki tujuan bisnis yang jelas.

  16. Berhubungan dengan organisasi kejahatan, operasi pasar gelap.

  17. Secara bersama-sama menutupi kejahatan.

  18. Melakukan pengintaian dengan cara yang tidak sah, serta menyalahgunakan

  fasilitas telekomunikasi.

  19. Menyalahgunakan aset perusahaan untuk kegiatan diluar bisnis.

  Walaupun korupsi tidak akan pernah sepenuhnya dapat dihilangkan, hal tersebut dapat dikendalikan melalui kombinasi atas kode etik, sanksi hukum yang tegas terhadap pelaku pelanggaran, dan pembaruan instansi (Head, Brown, Connors, 2008). Serupa dengan pernyataan dari Iyer dan Samociuk (2006) bahwa cara efektif untuk menghindari kecurangan dan korupsi ialah melalui kode etik perusahaan dan peraturan atas kecurangan dan korupsi.

  Tujuan dari kode etik ialah untuk mengubah dan mempengaruhi sikap dan perilaku dari karyawan, kontraktor, dan pihak lain. Sedangkan peraturan atas kecurangan dan korupsi digunakan untuk mengkomunikasikan pandangan perusahaan terhadap kecurangan dan korupsi. Menurut Iyer dan Samociuk (2006), paling tidak peraturan atas kecurangan dan korupsi meliputi hal-hal sebagai berikut.

  1. Penjelasan bagaimana peraturan tersebut bisa diterapkan pada strategi

  manajemen risiko dan kepada siapa peraturan tersebut ditujukan.

  2. Pernyataan terhadap peraturan dewan terhadap kecurangan dan korupsi dan

  intensi untuk menuntun pelaku pelanggaran.

  3. Definisi dari kecurangan dan korupsi.

  4. Tanggung jawab terhadap pencegahan dan deteksi dari kecurangan dan

  korupsi.

  5. Manajemen risiko.

  6. Prosedur untuk diikuti apabila terjadi kecurangan dan korupsi.

  7. Tindakan lanjutan pasca-investigasi.

BAB III SISTEM PENGENDALIAN ETIKA PADA PT. DI

3.1. Profil Perusahaan

  DuPont merupakan perusahaan kimia yang berasal dari Amerika yang didirikan pada tahun 1802. DuPont menamai dirinya sebagai perusahaan yang bergerak dalam bidang keilmuan secara global yang mempekerjakan lebih dari 60.000 orang di seluruh dunia dan memiliki beragam jenis produk, mulai dari elektronik dan teknologi komunikasi, bahan kimia industri, teknologi pelapis dan warna, perlindungan dan keselamatan, serta pertanian dan gizi. DuPont meraih peringkat 86 di Fortune 500 di tahun 2013 dan menempati peringkat 171 pada Forbes di Global 2000 pada April 2014.

  DuPont memiliki 150 fasilitas penelitian dan pengembangan yang terletak di Cina, Brasil, India, Jerman, dan Swiss dengan investasi rata-rata 2 miliar per tahun dalam beragam teknologi untuk banyak pasar termasuk pertanian, sifat-sifat genetik, biofuel, otomotif, konstruksi, elektronik, bahan kimia, dan bahan industri. DuPont mempekerjakan lebih dari 10.000 ilmuwan dan insinyur di seluruh dunia.

  PT. DI merupakan cabang dari DuPont di Indonesia. Sudah lebih dari 20 tahun PT. DI menjalankan beberapa unit bisnis DuPont, diantaranya adalah nutrisi dan agrikultur, biobased industrials, dan advances materials.

  3.1.1. Prinsip PT. DI dalam Menerapkan Etika Bisnis

  Dalam menjalankan bisnis, PT. DI menganut nilai-nilai inti perusahaan, dimana salah satunya adalah highest ethical behavior. Perilaku etika tertinggi ditunjukkan dengan mengikuti kode etik dalam menjalankan tugas dan melakukan tindakan yang sesuai ketika menemukan atau mengetahui suatu tindakan pelanggaran etika. Harapan PT. DI dalam menjalankan program-program etika adalah seluruh karyawan mengerti dan dapat menerapkan etika bisnis dengan baik, tidak hanya sebagai tanda kepatuhan atau compliance, melainkan hingga tingkat advokasi dimana karyawan sendiri menyadari pentingnya etika dalam melakukan kegiatan sehari-hari dan saling mengingatkan satu sama lain atas pentingnya etika.

  Inti dari etika pada DuPont adalah memastikan agar setiap anggota dengan sadar menegakkan standar-standar perusahaan. Tindakan apapun yang dengan sengaja melanggar undang-undang atau peraturan lainnya, dan usaha apapun untuk menyembunyikan ketidakpatuhan terhadap kode etik atau kebijakan perusahaan merupakan pelanggaran etika.

  Penerapan etika bisnis di PT. DI merupakan suatu siklus yang berkelanjutan, perusahaan memulai proses dari perencanaan (ethic improvement plan), menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan, penghargaan dan pengakuan, evaluasi atas pelaksanaan program, dan kembali pada perencanaan.

  3.1.1.1. Struktur Komite Etik

  DuPont memiliki Pusat Etika dan Kepatuhan yang dipimpin oleh Wakil Direktur Umum, Pemeriksa Umum, dan Kepala Bagian Etika dan Kepatuhan. Dalam Pusat Etika dan Kepatuhan terdapat beberapa karyawan senior dan penasehat hukum yang bertanggung jawab atas visi dan kerangka kerja program etika dan kepatuhan, serta bertugas untuk memastikan agar setiap bisnis beroperasi dan menjaga program yang efektif dalam bidang-bidang risiko yang ditetapkan. Dalam menjalankan tugasnya, pihak-pihak dalam Pusat Etika dan Kepatuhan melakukan komunikasi yang terkoordinasi dengan para pimpinan unit bisnis, mengadakan pelatihan, penyelidikan internal, dan penilaian risiko, serta bertanggung jawab atas program pelatihan di tingkat korporat.

  Komite etik di PT. DI terdiri dari perwakilan semua bidang atau divisi dengan dipimpin oleh Business Leader. Struktur komite etik dari masing-masing unit bisnis PT. DI dapat digambarkan sebagai berikut.

  Gambar 3.1 Struktur Komite Etik pada satu unit bisnis PT. DI

  Chairman Chairman

  Ethics Coordinator Ethics Coordinator

  Plan Plan

  Research Research

  East Sales East Sales

  West Sales West Sales

  Marketing Marketing Supply Chain Supply Chain

  Field Leader Field Leader

  Support Support

  Leader Leader

  Leader Leader

  Leader Leader

  Leader Leader Leader Leader

  Leader Leader

  Sumber: Komunikasi Struktur Komite Etik Kepada Karyawan, telah diolah kembali

  Dari gambar diatas dapat diketahui bahwa Chairman sebagai Business Leader memimpin komite etik di setiap unit bisnis, sehingga Business Leader bertanggung jawab atas pelaksanaan kode etik, program-program etika, dan pelanggaran etika oleh karyawannya.

  Berdasarkan struktur komite etik tersebut, masing-masing Division Leader dan Ethics Coordinator memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut.

  Tanggung jawab Ethics Coordinator: • Mengawasi pencapaian dari semua pelatihan kepatuhan dan etika. • Mengawasi pencapaian atas Legal Eagle dan Business Ethics Compliance

  Certification (BECC).

  • Mendampingi chairman apabila terdapat anggota tim yang mengajukan

  pertanyaan atau pertimbangan atas praktik bisnis. • Membantu chairman dalam melaporkan dugaan pelanggaran hukum, kode

  etik, atau peraturan dan prosedur perusahaan. • Melakukan konsolidasi, membantu, serta menindaklanjuti rencana

  pengembangan etika yang telah disetujui. • Membantu pimpinan komite etik.

  Tanggung jawab dari masing-masing Leader: • Memastikan penyelesaian dari seluruh pelatihan etika dan kepatuhan. • Memastikan penyelesaian dari Legal Eagle dan BECC.

  • Memastikan karyawan mematuhi peraturan atau undang-undang yang berlaku

  dan peraturan perusahaan. • Memberikan pendampingan apabila karyawan mengajukan pertanyaan atau

  memiliki pertimbangan lain atas praktik bisnis. • Melaporkan dugaan pelanggaran hukum, kode etik, peraturan dan prosedur

  perusahaan. • Membuat dan menindaklanjuti rencana pengembangan etika.

  Seluruh program etika yang ditetapkan oleh DuPont berlaku secara global dan wajib. Manajemen beserta bagian SDM dan pimpinan masing-masing unit bisnis bertugas untuk memonitor agar sistem dan program etika berjalan dengan baik dan memastikan seluruh karyawan telah mengikutinya.

  Setiap tahunnya, auditor internal yang didatangkan oleh DuPont Global memeriksa keseluruhan operasi untuk memastikan bahwa PT. DI sebagai kantor cabang melaksanakan kegiatan operasional dengan baik dan sesuai dengan peraturan dan kode etik. Apabila terdapat temuan berupa pelanggaran etik, maka auditor internal akan mengkomunikasikan dengan komite etik global. Pelanggaran etik yang dimaksud termasuk dengan kesalahan dimana terdapat unsur kesengajaan.

  Selanjutnya, komite etik global akan mengumpulkan bukti-bukti terkait, termasuk dengan wawancara dengan pihak-pihak yang bersangkutan, membuat analisis dan laporan pelanggaran untuk dikomunikasikan kepada manajemen DuPont global. Sebagai tindak lanjut atas pelanggaran etik, pimpinan unit bisnis bersama dengan komite etik atau disebut sebagai ethic champion bertugas untuk menetapkan hukuman yang sesuai kepada pihak-pihak yang melakukan pelanggaran.

  Program Etika

  1. Pengenalan nilai-nilai inti perusahaan kepada setiap karyawan baru, dimana menjunjung nilai etika tertinggi merupakan salah satu nilai inti PT. DI.

  2. Pelatihan etika secara tahunan ditujukan bagi seluruh karyawan dimana PT. DI beroperasi. Pelatihan etika bisa secara langsung dengan mengadakan pertemuan di setiap cabang, maupun secara tidak langsung, yaitu melalui 2. Pelatihan etika secara tahunan ditujukan bagi seluruh karyawan dimana PT. DI beroperasi. Pelatihan etika bisa secara langsung dengan mengadakan pertemuan di setiap cabang, maupun secara tidak langsung, yaitu melalui

  3. Core value day, yaitu merupakan acara hiburan bagi para karyawan yang diadakan secara tahunan. Di acara tersebut, akan diisi dengan kegiatan pelatihan nilai-nilai inti PT. DI, diskusi antar karyawan, dan core value refreshment dimana menjunjung nilai etika tertinggi merupakan salah satu nilai inti PT. DI.

  4. Sertifikasi atas kepatuhan terhadap kode etik dan nilai-nilai inti perusahaan. Sertifikasi ditujukan bagi karyawan tertentu yang memiliki akses. Terdapat dua sertifikasi berbasis web secara tahunan berupa Legal Eagle dan BECC. Apabila karyawan tersebut belum melengkapi sertifikasi sampai dengan waktu yang ditentukan, maka akses ke jaringan komputer akan ditutup.

  5. Penghargaan atas pelaksanaan etika tertinggi berupa sertifikat yang dinamai sebagai “Gold Medal”. Sertifikat tersebut ditujukan kepada karyawan yang diapresiasi atas tindakan beretika yang dilakukannya

  Sanksi atas Pelanggaran Kode Etik

  Ketika terjadi pelanggaran kode etik, manajemen akan melakukan investigasi dengan pihak-pihak terkait, mencari bukti pelanggaran, dan membuat laporan atas pelanggaran kode etik. Penetapan hukuman dan tindak lanjut dilaksanakan oleh komite etik. Seluruh fase atas penyelidikan dan penindakan pelanggaran tersebut diawasi oleh komite etik global.

  Sanksi atas pelanggaran kode etik dapat berupa peringatan resmi oleh manajemen, hingga pemutusan hubungan kerja.

3.2. Kode Etik Perusahaan

  Mengingat bahwa salah satu nilai inti perusahaan PT. DI adalah menjunjung perilaku beretika tertinggi, PT. DI menyediakan kode etik perilaku yang harus ditaati oleh seluruh karyawan. Kode etik perusahaan dapat diakses melalui dokumen tertulis, maupun elektronik. Selain itu, PT. DI juga menyediakan bulletin yang dikirimkan melalui email ke semua karyawan, apabila Mengingat bahwa salah satu nilai inti perusahaan PT. DI adalah menjunjung perilaku beretika tertinggi, PT. DI menyediakan kode etik perilaku yang harus ditaati oleh seluruh karyawan. Kode etik perusahaan dapat diakses melalui dokumen tertulis, maupun elektronik. Selain itu, PT. DI juga menyediakan bulletin yang dikirimkan melalui email ke semua karyawan, apabila

  Diawali dengan visi dan misi perusahaan, serta gambaran besar atas etika perusahaan, kode etik perusahaan terbagi menjadi lima bab diantaranya adalah:

  1. Memberikan solusi berkelanjutan bagi pelanggan dan konsumen

  2. Menciptakan pertumbuhan berkelanjutan bagi pemegang saham

  3. Memastikan praktek-praktek berkelanjutan bagi masyarakat

  4. Melestarikan budaya kelanjutan bagi karyawan

  5. Informasi pendukung Sebelum membahas rincian per topik, dalam kode etik PT. DI

  diungkapkan tanggung jawab karyawan terlebih dahulu.

  Tanggung Jawab Karyawan PT. DI

  Tanggung Jawab Secara Keseluruhan

  Untuk memenuhi tanggung jawab ini, setiap karyawan harus: • Mendemonstrasikan nilai-nilai dasar PT. DI dalam kegiatan usaha setiap hari. • Membiasakan diri dengan kode etik perilaku serta kebijakan dan prosedur

  perusahaan. • Mematuhi undang-undang, peraturan, dan kebijakan perusahaan pada bisnis-

  bisnis dan negara-negara di mana karyawan bekerja. Apabila ada di antara standar ini yang nampak saling bertentangan, maka karyawan harus membicarakan persoalan tersebut dengan Bagian Legal. Jangan pernah menyembunyikan kegagalan seorang karyawan dalam mematuhi hukum, peraturan, atau kebijakan atau prosedur perusahaan.

  • Jangan meminta atau mengijinkan pihak lain, seperti agen, perwakilan,

  pemasok dari luar, atau perusahaan jasa maklon untuk melakukan tindakan yang tidak diperkenankan untuk dilakukan oleh karyawan PT. DI.

  • Mengikuti tata cara yang tepat dalam mengajukan pertanyaan dan mengangkat

  permasalahan atas praktek bisnis. • Laporkan dugaan atas pelanggaran terhadap hukum, Kode Etik Perilaku ini,

  atau kebijakan dan prosedur perusahaan.

  • Bekerjasama dan memberikan informasi yang lengkap dan akurat yang

  berkaitan dengan penyelidikan terhadap tindakan pelanggaran.

  Tanggung Jawab Atasan

  Atasan mempunyai pengaruh yang besar atas cara karyawan menjalankan bisnis. Pada umumnya, karyawan akan belajar dari atasannya apakah praktek bisnis yang dijalankan sesuai dengan prosedur dan peraturan yang ada. Oleh karena itu, setiap atasan memiliki tanggung jawab tambahan untuk menerapkan hal-hal sebagai berikut: • Menerapkan standar yang tinggi dalam setiap tindakan.

  • Mengkomunikasikan secara jelas dan periodik tentang praktek-praktek bisnis

  yang bertanggung jawab berdasarkan nilai inti perusahaan. • Memperlakukan semua karyawan dengan adil. Selain itu, atasan harus

  membantu karyawan memahami bahwa bersikap adil tidak selalu berarti semua karyawan memperoleh perlakuan yang sama.

  • Mengkomunikasikan dengan karyawan ketersediaan atasan untuk membantu

  karyawan berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan tentang etika dan kepatuhan, atau laporan tentang dugaan kesalahan, tanpa perlu takut akan ada pembalasan.

  • Menangani dengan benar laporan karyawan tentang adanya tindakan

  kesalahan. • Ketika seorang karyawan mengajukan pertanyaan atau masalah yang mungkin

  sulit untuk diselesaikan oleh atasan, maka atasan perlu bertanya kepada pihak- pihak yang diberi otorisasi.

  • Memberikan tanggapan yang tepat apabila terjadi benturan kepentingan

  karyawan guna memastikan keputusan-keputusan bisnis yang diambil tidak dipengaruhi kepentingan lain diluar bisnis.

  Tanggung jawab atasan dicatat di dalam Kode Etik agar seluruh karyawan mengetahui harapan perusahaan atas para atasan.

  Etika dalam Proses Memberikan Solusi Berkelanjutan bagi Pelanggan dan Konsumen

  Pada bab ini, PT. DI menekankan pentingnya penerapan etika dalam proses memberikan solusi berkelanjutan bagi pelanggan dan konsumen. Di bagian ini dibahas berbagai macam topik terkait dengan etika atas hubungan karyawan dengan pelanggan dan konsumen, diantaranya mengatur hal-hal sebagai berikut:

  1. Hadiah dan hiburan

  2. Bisnis lintas batas, ekspor, dan impor

  Etika dalam Menerima dan atau Memberikan Hadiah dan Hiburan

  PT. DI tidak mendorong karyawan untuk memberikan dan atau menerima hadiah. Namun apabila diperlukan, maka hadiah dan hiburan yang diterima dan atau diberikan harus memenuhi syarat-syarat berikut:

  1. Sesuai dengan praktek usaha yang umum,

  2. Memiliki tujuan bisnis yang jelas,

  3. Tidak merupakan suap atau pembayaran tidak wajar lainnya,

  4. Tidak bertujuan untuk mempengaruhi hubungan usaha secara tidak wajar,

  5. Tidak melanggar hukum atau standar etika yang berlaku,

  6. Apabila dipublikasikan, tidak akan mempermalukan perusahaan atau karyawan,

  7. Mendapat persetujuan dari Vice President atau Corporate Officer apabila hadiah tersebut memiliki nilai yang dianggap berlebihan,

  8. Mengikuti pedoman tambahan yang ditetapkan oleh manajemen, terutama pada organisasi lokal atau fungsi-fungsi khusus dan dengan pengadaan pemerintah.

  Guna menghindari konflik berkenaan dengan pemberian hadiah, PT. DI mendorong karyawannya untuk mengungkapkan hal-hal yang tidak diperkenankan di awal hubungan bisnis.

  Khusus untuk pembayaran barang dan jasa yang dapat berbentuk sebagai komisi atas penjualan, rabat, diskon, kredit dan tunjangan lainnya harus sah, Khusus untuk pembayaran barang dan jasa yang dapat berbentuk sebagai komisi atas penjualan, rabat, diskon, kredit dan tunjangan lainnya harus sah,

  1. Wajar dalam hal nilai, berkaitan dengan barang dan jasa yang diberikan, serta dibenarkan dalam norma-norma industri.

  2. Tidak menimbulkan persaingan yang tidak sehat.

  3. Terdapat dokumentasi yang memadai, yaitu menerangkan sifat dan tujuan transaksi secara jelas.

  4. Dilakukan melalui cek, transfer bank, atau nota kredit kepada badan usaha yang tercatat pada awal perjanjian atau faktur penjualan, serta sesuai dengan ketentuan pembayaran yang ditetapkan pada perjanjian.

  5. Tidak dibayarkan kepada pejabat, karyawan, agen, atau badan usaha lain.

  6. Dipersiapkan dan dikirimkan hanya kepada bisnis, atau alamat dari badan yang ditunjuk, atau rekening bank dan negara yang bersangkutan yang tercatat pada perjanjian penjualan atau faktur penjualan.

  7. Bebas dari pemalsuan, kekeliruan yang disengaja, penyembunyian atau penghilangan atas dokumen dan atau informasi yang terdapat di dalamnya

  8. Sesuai dengan standar dan ketentuan perdagangan tertulis.

  Etika dalam Menjalankan Bisnis Lintas Batas dan Kepengurusan Ekspor dan Impor

  Pada dasarnya, PT. DI mengharuskan karyawannya untuk menaati peraturan dan undang-undang yang berlaku di masing-masing negara atau daerah operasional. Termasuk dalam hal bisnis lintas batas dan ekspor dan impor, karyawan dituntut untuk memahami undang-undang dan peraturan terkait dalam menjalankan bisnis. Hal tersebut dilakukan guna menjaga reputasi PT. DI sebagai sebuah perusahaan global yang bertanggungjawab. Apabila terdapat undang- undang atau peraturan berkaitan dengan ekspor dan impor antar negara saling bertentangan, maka karyawan harus berkonsultasi dengan bagian legal sedini mungkin.

  Dalam hal pengawasan ekspor, kode etik PT. DI tidak hanya membahas hal-hal terkait pemindahan barang antar negara, namun juga membatasi hal-hal berikut: • Menggunakan pengetahuan bisnis di luar negara karyawan

  • Memindahkan data teknis kepada suatu pihak di negara lain, baik karyawan

  perusahaan lain, maupun bukan karyawan. • Memindahkan teknologi ke negara lain tanpa persetujuan. • Mengangkut aset perusahaan dengan teknologi tertentu dalam suatu perjalanan

  dinas ke negara lain.

  Apabila karyawan hendak melakukan hal-hal yang disebut diatas, maka perlu adanya persetujuan yang memadai dan karyawan dapat berkonsultasi dengan bagian legal jika menemukan adanya hal-hal yang patut untuk dipertanyakan.

  Pada bagian kepabeanan dan impor, PT. DI berusaha untuk bertindak secara hati-hati untuk memastikan bahwa impor yang dilakukan sesuai dengan aturan. Atas dasar hal tersebut, PT. DI dituntut untuk menentukan klasifikasi, nilai, dan negara asal barang impor secara tepat. Bagi karyawan yang mengeksekusi impor diharuskan memiliki data dan informasi yang memadai agar dapat melaporkan hal-hal terkait dalam kepengurusan impor, seperti produk, tempat pembuatan, dan biaya atas barang yang diimpor.

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63

Diskriminasi Perempuan Muslim dalam Implementasi Civil Right Act 1964 di Amerika Serikat

3 55 15