Pengertian dan Unsur-Unsur PKB

2.1.2 Pengertian dan Unsur-Unsur PKB

Dalam pasal 1 angka (21) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa, PKB adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban

kedua belah pihak. 56 Dari pengertian PKB ini, dapat disimpulkan bahwa unsur- unsur dari suatu PKB adalah sebagai berikut :

a. Perundingan Antara Penerima Dengan Pemberi Kerja

Mengamati definisi PKB tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa salah satu unsur dari PKB adalah “perundingan antara penerima dengan pemberi

kerja”. 57 Berdasarkan unsur ini, dapat diasumsikan bahwa, setiap PKB harus terlebih dahulu dibuat dengan perundingan atau musyawarah untuk mufakat. Hal

ini sejalan dengan bunyi pasal 116 ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam pasal ini disebutkan bahwa, penyusunan PKB

dilaksanakan secara musyawarah. 58 Selanjutnya, ayat (3) dari pasal yang bersangkutan menyebutkan bahwa hasil perundingan atau permufakatan tersebut

harus dibuat secara tertulis dengan huruf latin dengan menggunakan bahasa Indonesia.

Dari uraian di atas tentang perundingan sebagai salah satu unsur dari PKB, dapat dipastikan bahwa PKB yang dibuat tanpa perundingan terlebih dahulu adalah tidak sah secara hukum. Dengan kata lain, suatu PKB yang dibuat secara sepihak baik oleh pemberi maupun penerima kerja adalah tidak sah secara hukum. Dengan demikian, PKB tersebut tidak dapat mengikat pemberi maupun penerima

56 Indonesia, Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Pasal 1 angka (21).

57 “Perusahaan Wajib Membuat Peraturan dan Perjanjian Kerja Bersama”. http://kompas.com. Diakses, 22 Februari 2012.

58 Indonesia, Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Pasal 116 ayat (2).

kerja. Kemudian, hasil perundingan tersebut harus dibuat dalam bentuk tertulis yang ditandatangani oleh para pihak. Dalam pengertian ini, suatu PKB dalam bentuk lisan adalah tidak sah secara hukum.

Dalam kaitannya dengan bahasa yang digunakan dalam PKB, pasal 116 ayat (3) dari undang-undang yang sama menyebutkan, apabila PKB yang dibuat tersebut tidak menggunakan bahasa Indonesia, maka PKB tersebut harus

diterjemahkan oleh penerjemah tersumpah ke dalam bahasa Indonesia. 59 Dilakukannya penerjemahan PKB yang dibuat dengan tidak menggunakan bahasa

Indonesia tersebut, dianggap sudah memenuhi persyaratan tentang itu. Dengan kata lain, adanya penerjemahan PKB ke dalam bahasa Indonesia menjadikan PKB tersebut sah secara hukum.

b. Serikat Pekerja/Serikat Buruh Atau Beberapa Serikat Pekerja/Serikat Buruh Harus Tercatat Pada Instansi Yang Bertanggung Jawab di Bidang Ketenagakerjaan

Dalam pengertian PKB di atas, disebutkan bahwa pekerja/serikat pekerja yang ikut dalam perundingan, harus tercatat pada instansi yang bertanggung jawab

di bidang ketenagakerjaan. 60 Merujuk pada ketentuan ini, secara a contrario dapat dikatakan bahwa, pekerja/serikat pekerja yang tidak tercatat pada instansi yang

bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan tidak berwenang untuk ikut dalam perundingan atau pembuatan PKB. Oleh sebab itu, suatu PKB yang dibuat antara pengusaha atau pemberi kerja dengan pekerja/serikat pekerja yang tidak tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan adalah tidak sah secara hukum.

Uraian di atas, menunjukkan bahwa keharusan terdaftarnya pekerja/serikat pekerja yang ikut dalam perundingan pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan merupakan ketentuan yang bersifat imperatif. Dengan

59 Indonesia, Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Pasal 116 ayat (3).

60 Djumadi, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja, Edisi Revisi, (Jakarta: Raja Grafindo Perkasa, 1995). Hal. 86.

kata lain, tidak terpenuhinya unsur ini, berimplikasi kepada ketidakabsahan PKB yang dibuat. Oleh sebab itu, hal tersebut merupakan suatu unsur dalam PKB.

c. Memuat Syarat-Syarat Kerja Serta Hak dan Kewajiban Kedua Belah Pihak

Dalam kaitannya dengan muatan dari suatu PKB, definisi PKB di atas menyebutkan secara tegas bahwa suatu PKB harus memuat syarat-syarat kerja

serta hak dan kewajiban kedua belah pihak. 61 Oleh sebab itu, PKB yang dibuat dengan tidak memuat syarat-syarat kerja atau hak dan kewajiban kedua belah

pihak adalah tidak sah secara hukum. Dengan kata lain, PKB yang dibuat tersebut dengan sendirinya batal demi hukum.

Oleh sebab itu, pasal 22 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor PER.16/MEN/XI/2011 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama (selanjutnya disebut Permenakertrans)

menyebutkan bahwa PKB sekurang-kurangnya harus memuat: 62

a. nama, tempat kedudukan serta alamat serikat pekerja/serikat buruh.

b. nama, tempat kedudukan serta alamat perusahaan.

c. nomor serta tanggal pencatatan serikat pekerja/serikat buruh pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota.

d. hak dan kewajiban pengusaha.

e. hak dan kewajiban serikat pekerja/serikat buruh serta pekerja/buruh.

f. jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya perjanjian kerja bersama, dan

g. tanda tangan para pihak pembuat perjanjian kerja bersama.

Melihat muatan PKB yang disyaratkan oleh pasal 22 Permenakertrans tersebut di atas, dapat diasumsikan bahwa suatu PKB selain mencakup hal-hal

61 “Perjanjian Kerja Bersama”. http://speaker-pkb.blogspot.com. Diakses, 22 Februari 2012.

62 Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia, Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No.PER.16/MEN/XI/2011 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama. Pasal 22.

tersebut, salah satunya ditujukan untuk memberikan kejelasan tentang hal-hal berikut; memperjelas hak dan kewajiban pengusaha, serikat pekerja dan pekerja, syarat-syarat dan kondisi kerja, meningkatkan serta memperteguh hubungan kerja dan cara-cara penyelesaian perbedaan pendapat antara serikat pekerja dan pengusaha serta memelihara serta meningkatkan disiplin kerja.