Upaya peningkatan kelangsungan hidup larva ikan betok, anabas testudineus bloch melalui studi ontogeni saluran pencernaan, kemampuan biosintesis HUFA dan pengkayaan asam lemak esensial

UPAYA PENINGKATAN KELANGSUNGAN HIDUP
LARVA IKAN BETOK, Anabas testudineus Bloch MELALUI
STUDI ONTOGENI SISTEM PENCERNAAN, KEMAMPUAN
BIOSINTESIS HUFA DAN PENGKAYAAN ASAM LEMAK
ESENSIAL

YULINTINE

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

2

3

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi “Upaya Peningkatan
Kelangsungan Hidup Larva Ikan Betok, Anabas testudineus Bloch melalui Studi

Ontogeni Sistem Pencernaan, Kemampuan Biosintesis HUFA dan Pengkayaan
Asam Lemak Esensial” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Juli 2012

Yulintine
NIM C161070011

4

5

ABSTRACT
YULINTINE. Effort of Survival Rate Improvement of Climbing Perch Anabas
testudineus Bloch Larvae through Study on Digestive System Ontogeny, HUFA
Biosynthesis Ability and Essential Fatty Acid Enrichment. Under direction of
ENANG HARRIS, DEDI JUSADI, RIDWAN AFFANDI, and ALIMUDDIN.

Climbing perch Anabas testudineus (Bloch) is commercially valuable fish
species and representing a great of interest for aquaculture in Kalimantan,
Indonesia. However, limited success on larval rearing of the fish has been
obtained. Thus, the aim of the study was to increase survival rate of the larvae
through evaluations on: ontogeny of digestive system, ability of HUFA
biosynthesis, and enrichment of essential fatty acid. Development of digestive
system was evaluated in larvae reared from hatching to 30 days after hatching
using histological and morphological methods, and biochemical techniques.
PUFA to HUFA biosynthesis ability was evaluated in fish using analysis of gene
expression encoding enzymes involved in HUFA biosynthesis, and fatty acid
profile. Development of the digestive tract in climbing perch followed the general
pattern described for other species. At hatching (D0), it consisted of an
undifferentiated straight tube laying dorsally to the yolk sac. At first feeding (D2),
the digestive tract was fully differentiated into buccopharynx, esophagus, intestine
and rectum with opened mouth and anus, and almost digestive enzymes were
detected. The activities of all the enzymes remained stable from D25 onwards,
coinciding with the formation of pyloric caecum. The enzymatic equipment of the
larvae was completely efficient up to D25 and since then formulated feed could be
offered. Moreover, the results showed that the fatty acid elongase and desaturase
genes expression level was increased in the 12-day larvae fed on corn and the

candle nut oil-enriched rotifers. This suggested that the elongase and desaturase
enzymes were involved in HUFA biosynthesis. Results also indicated that the
larvae fed by enriched rotifer with vegetable oil emulsions had higher survival
rate than that of fed by non-enriched in control treatment. The highest survival
rate of larvae was obtained in treatment D with ratio 1:1 of the corn and candle
nut oils. In this treatment, concentration of docosahexaenoic acid (DHA; 10.33%)
and arachidonic acid (ARA; 6.20%) was higher compared to the other treatments.
It is most likely that DHA and ARA play important role on survival of the larvae.
Therefore, the corn oil and the candle nut oil with a ratio 1:1 could be used to
provide high performance of climbing perch larvae.
Keywords: effort, survival rate, digestive system, ontogeny, fatty acid,
biosynthesis, enrichment, climbing perch larvae

6

7

RINGKASAN
YULINTINE. Upaya Peningkatan Kelangsungan Hidup Larva Ikan Betok,
Anabas testudineus Bloch melalui Studi Ontogeni Sistem Pencernaan,

Kemampuan Biosintesis HUFA dan Pengkayaan Asam Lemak Esensial.
Dibimbing oleh ENANG HARRIS, DEDI JUSADI, RIDWAN AFFANDI, dan
ALIMUDDIN.
Ikan betok (Anabas testudineus Bloch) merupakan ikan perairan tawar
yang menjadi salah satu ikan ekonomis penting terutama di daerah Kalimantan
Tengah dan Kalimantan Selatan yang memiliki peluang untuk dikembangkan.
Ikan betok sudah dapat dipijahkan dan dibesarkan pada wadah budidaya. Namun
demikian, kelangsungan hidup larva ikan ini yang dipelihara selama satu bulan
masih sangat rendah. Sehubungan dengan permasalahan tersebut di atas maka
tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi sebagai dasar dalam
upaya peningkatan kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva agar produksi
benih ikan betok meningkat.
Penelitian ini meliputi 4 tahap penelitian yakni tentang perkembangan
saluran pencernaan, aktivitas enzim saluran pencernaan sampai ikan berumur 30
hari setelah menetas, kloning gen penyandi enzim yang terlibat biosintesis HUFA,
dan gambaran biosintesis asam lemak HUFA pada larva ikan betok. Sampel larva
sebanyak 100 ekor diambil dari akuarium pemeliharaan pada hari ke-0 sampai
hari ke-5 setiap hari (D0-D5), kemudian hari ke-8 (D8), 12 (D12), 16 (D16), 20
(D20), 25 (D25) dan 30 (D30) setelah menetas untuk melakukan pengukuran
panjang total dan pengukuran lebar bukaan mulut larva menggunakan mikroskop

yang dilengkapi kamera sehingga dapat melakukan pemgambilan gambar.
Sebanyak 10 ekor digunakan untuk analisis struktur histologis saluran pencernaan.
Contoh ikan untuk analisis aktivitas enzim diambil pada umur yang sama seperti
pada pengamatan struktur histologis dan morfologis larva. Aktivitas enzim
spesifik yang diukur meliputi aktivitas enzim α-amilase, lipase, tripsin,
kimotripsin dan pepsin. Informasi yang diharapkan dari kedua penelitian ini
adalah informasi tentang waktu pertama kali makan dari luar (eksogenus) dan
waktu pertama kali mampu memakan pakan buatan sehingga mendapat gambaran
pakan yang sesuai untuk ikan betok pada awal pemeliharaan. Penelitian tentang
kloning gen penyandi enzim biosintesis HUFA dilakukan untuk memperoleh
sekuens nukleotida gen elongase dan desaturase spesifik ikan betok. Sekuens ini
digunakan untuk mendesain primer spesifik uji ekspresi gen pada Penelitian 4
tentang ekspresi gen elongase dan desaturase, serta pertumbuhan dan
kelangsungan hidup larva ikan betok yang diberi rotifera hasil pengkayaan. RNA
total yang digunakan untuk kloning gen diisolasi dari hati ikan betok untuk
memperoleh cDNA utuh gen elongase dan desaturase. Pada penelitian terakhir,
larva ikan betok diberi makan rotifera yang diperkaya minyak jagung dan minyak
kemiri dengan rasio 0:0 (kontrol), 1:0, 0:1, 1:1, 1:3, dan 3:1 dari hari ke-2 sampai
hari ke-12 setelah menetas. Parameter yang diukur meliputi ekspresi gen elongase
dan desaturase, komposisi asam lemak tubuh larva, kelangsungan hidup dan

pertumbuhan mutlak larva.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada Penelitian 1, larva ikan betok
saat baru menetas mempunyai saluran pencernaan yang masih sederhana dan

8

belum berdiferensiasi. Seiring meningkatnya umur larva, saluran pencernaan
larva ini juga berkembang dan pada D2 bersamaan larva mulai mengkonsumsi
pakan dari luar (eksogenus), saluran ini sudah terdiferensiasi tetapi belum
sempurna. Pada D25, lambung sudah berkembang dengan sangat baik, hal ini
menunjukkan bahwa lambung telah berfungsi dan pada hari yang sama sudah
terbentuk filorik kaeka yang berarti bahwa proses diferensiasi saluran pencernaan
sudah selesai dan sejak itu dapat dilakukan pendederan dan diberi pakan buatan.
Informasi ini juga didukung oleh informasi dari Penelitian 2. Hampir semua
enzim pencernaan yang diukur ketika larva berumur 25 hari sudah relatif stabil.
Hal ini mencerminkan bahwa pada saat itu sistem saluran pencernaan telah
berfungsi dan siap mendukung proses pencernaan. Berdasarkan informasi dari
Penelitian 1 dan 2, ikan betok dapat mulai makan pada umur 2 hari. Rotifera air
tawar yang mempunyai ukuran rata-rata 125-200 µm merupakan pakan awal yang
cocok untuk larva ikan betok pada saat pertama makan eksogenus tersebut karena

bukaan mulut maksimum larva pada saat itu sekitar 380 μm.
Selain rotifera air tawar cocok untuk pakan awal ikan betok, upaya
peningkatan nutrisi rotifera juga perlu dilakukan. Salah satu nutrien yang perlu
untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva ikan betok adalah asam lemak
esensial. Adapun sumber asam lemak linoleat (LA) dan linolenat (LNA) yang
digunakan adalah minyak jagung dan minyak kemiri. Larva ikan betok diberi
rotifera yang diperkaya minyak jagung dan minyak kemiri dengan rasio 1:1 dan
dosis 3 g/L media pengkayaan memiliki kelangsungan hidup yang lebih tinggi.
Berdasarkan analisis ekspresi gen elongase dan desaturase serta komposisi asam
lemak tubuh larva, larva ikan betok juga diduga dapat mendesaturasi dan
mengelongasi asam lemak C18 seri n-6 dan n-3 menjadi asam lemak C20 seri n-6
dan n-3 dan C22 seri n-3. Selain itu, pada larva ikan betok, enzim elongase dan
desaturase yang terlibat dalam biosintesis HUFA ini lebih aktif pada substrat n-3
daripada n-6 sehingga proses biosintesis HUFA n-3 lebih tinggi daripada n-6. Hal
ini terjadi karena afinitas enzim elongase dan desaturase pada larva ikan betok
lebih tinggi terhadap n-3 daripada n-6. Selanjutnya, keseimbangan n-6/n-3 dalam
pakan juga menentukan proses biosintesis HUFA. Pada larva ikan betok, rasio
LA:LNA yang optimal adalah sekitar 1,03:1,00.
Hasil penelitian tentang kloning gen elongase dan desaturase pada ikan
betok menunjukkan bahwa cDNA utuh gen elongase dicirikan dengan satu kotak

histidin (HXXHH), 5 wilayah transmembran, dan beberapa motif lain yang
terkonservasi seperti residu lisin (K) dan arginin (R) di ujung gugus karboksil
(KXRXX), sedangkan cDNA utuh gen desaturase dicirikan dengan 3 kotak
histidin (HXXXH, HXXHH, QXXHH), 2 wilayah transmembran, dan domain
sitokrom b5-like. Berdasarkan uji kekerabatan, elongase dan desaturase ikan betok
dekat kepada elongase, dan desaturase ikan gabus dan ikan nila, dan agak jauh
dengan kelompok ikan cyprinid, dan ikan salmonid. Sementara itu, sekuens βaktin parsial sebagai kontrol internal pada uji ekspresi gen juga dikloning.
Berdasarkan uji kekerabatan, β-aktin ikan betok dekat β-aktin ikan kerapu dan
ikan nila. Hasil uji ekspresi dari beberapa jaringan tubuh ikan betok menunjukkan
bahwa ekspresi gen elongase dan desaturase pada ikan betok tertinggi di jaringan
hati. Gen elongase juga diekspresi di jaringan usus dengan kadar yang lebih
rendah.

9

Kesimpulan, larva ikan betok mengalami diferensiasi alat pencernaan yaitu
bukofaring, esofagus, usus dan rektum pada hari kedua setelah menetas, dan
mengalami perubahan dari fase larva menjadi juvenil ditandai dengan munculnya
filorik kaeka dan stabilnya enzim-enzim pencernaan pada hari ke-25 setelah
menetas. Ikan betok memiliki kemampuan mendesaturasi dan mengelongasi n-3,

tetapi kemampuan mendesaturasi dan mengelongasi n-6 sangat rendah atau tidak
ada ketika substrat n-3 sedikit. Kelangsungan hidup larva ikan betok yang diberi
rotifera diperkaya minyak jagung dan minyak kemiri dengan rasio 1:1 hampir dua
kali lipat dari yang diberi rotifera tanpa pengkayaan.

10

11

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

12


13

UPAYA PENINGKATAN KELANGSUNGAN HIDUP
LARVA IKAN BETOK, Anabas testudineus Bloch MELALUI
STUDI ONTOGENI SISTEM PENCERNAAN, KEMAMPUAN
BIOSINTESIS HUFA DAN PENGKAYAAN ASAM LEMAK
ESENSIAL

YULINTINE

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Ilmu Akuakultur

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012


14

Penguji pada Ujian Prakualifikasi

: 1. Dr. Ir. Odang Carman, M.Sc
Staf Pengajar dan Ketua Departemen
Budidaya Perairan, FPIK, IPB
2. Dr. Ir. Nur Bambang Priyo Utomo, M.Si
Staf Pengajar pada Departemen
Budidaya Perairan, FPIK, IPB

Penguji pada Ujian Tertutup

: 1. Dr. Ir. Odang Carman, M.Sc
Staf Pengajar dan Ketua Departemen
Budidaya Perairan, FPIK, IPB
2. Dr. Ir. M. Agus Suprayudi, M.Si
Staf Pengajar pada Departemen
Budidaya Perairan, FPIK, IPB

Penguji pada Ujian Terbuka

: 1. Dr. Ir. Mia Setiawati, M.Si
Staf Pengajar pada Departemen
Budidaya Perairan, FPIK, IPB
2. Dr. Ir. Wartono Hadie, M.Si
Peneliti pada Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perikanan Budidaya,
KKP, Jakarta
Jl. Ragunan 20, Pasar Minggu, Jakarta
Selatan, 12540

15

Judul Disertasi: Upaya Peningkatan Kelangsungan Hidup Larva Ikan Betok,
Anabas testudineus Bloch melalui Studi Ontogeni Saluran
Pencernaan, Kemampuan Biosintesis HUFA dan Pengkayaan
Asam Lemak Esensial
Nama
: Yulintine
NIM
: C161070011

Disetujui
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Enang Harris, M.S.
Ketua

Dr. Ir. Dedi Jusadi, M.Sc.
Anggota

Dr. Ir. Ridwan Affandi, DEA
Anggota

Dr. Alimuddin, S.Pi, M.Sc.
Anggota

Diketahui
Ketua Program Studi
Ilmu Akuakultur

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Enang Harris, M.S

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

Tanggal Ujian : ………………

Tanggal Lulus : ……………………

16

17

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Kuasa atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Tema yang dipilih pada penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2010
ini adalah peningkatan kelangsungan hidup larva, dengan judul “Upaya
Peningkatan Kelangsungan Hidup Larva Ikan Betok (Anabas testudineus Bloch)
melalui Studi Ontogeni Sistem Pencernaan, Kemampuan Biosintesis HUFA dan
Pengkayaan Asam Lemak Esensial”.
Disertasi ini memuat dua bab pertama yang merupakan pengembangan
dari naskah artikel yang diajukan ke jurnal ilmiah. Bab 3 berjudul “Developments
of digestive tract in larvae of climbing perch Anabas testudineus (Bloch)”, telah
diterbitkan di Indonesian Aquaculture Journal 5 (2):109-116), dan Bab 4 berjudul
“Perkembangan Aktivitas Enzim Pada Saluran Pencernaan Larva Ikan Betok,
Anabas testudineus (Bloch)” sedang menunggu penerbitan di Jurnal Bionatura
pada Volume 14, Nomor 1, Maret 2012.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Enang Harris,
Bapak Dr. Dedi Jusadi dan Bapak Dr. Ridwan Affandi

serta Bapak Dr.

Alimuddin yang telah membimbing dan mengarahkan penulis serta memberikan
saran selama ini, baik dalam penulisan proposal dan disertasi maupun dalam
melaksanakan penelitian.

Demikian juga ucapan terima kasih disampaikan

kepada Bapak Dr. Odang Carman dan Bapak Dr. Nur Bambang Priyo Utomo atas
saran yang telah diberikan untuk perbaikan proposal. Di samping itu ucapan
terima kasih penulis disampaikan kepada Bapak Prof. Goro Yoshizaki beserta staf
pada Laboratory of Physiology, Tokyo University of Marine Science and
Technology, Japan yang telah membantu penulis melakukan penelitian kloning
gen. Ungkapan terima kasih yang mendalam kepada Bapak Haryuni, S.Pi, M.Si,
Bapak Suriansyah, S.Pi , M.Si dan Bapak Ir. Hendri Bugar, M.Si atas bantuan
induk ikan betok.

Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu

Dian Anggraeni dari Laboratorium Nutrisi Fakultas Peternakan IPB, atas
pendampingan selama analisis enzim. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada Ibu Lina Mulyani dan Ibu Anna Octavera, S.Pi, M.Si dari Laboratorium
Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik BDP IPB, atas bantuan dan

18

pelayanannya di laboratorium.

Terima kasih disampaikan kepada Bapak

Manawan dari Kolam Percobaan Perikanan IPB, yang telah membantu dalam
pemeliharaan induk dan larva.

Terima kasih juga disampaikan kepada Bapak

Prof. Dr. Y Sulistiyanto selaku Direktur Program I-MHERE UNPAR beserta Staf
yang telah mengelola beasiswa IMHERE dari DIKTI sehingga penulis diberi
kesempatan memperoleh beasiswa tersebut.

Selanjutnya, terima kasih

disampaikan kepada Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Tengah atas bantuan
dana penelitian, dan kepada DIKTI atas kesempatan untuk mengikuti Program
Sandwich Tahun 2011 ke Tokyo University of Marine Science and Technology,
Tokyo, Japan dalam rangka melakukan penelitian.

Terima kasih juga

disampaikan kepada Ibu Wawat Kurniawati, SE dan keluarga, dan kepada
keluarga Bapak Ir. Suherti Redy GT, Bapak Tulus Tumang, Bapak Dr. Rilus
Kinseng, dan Bapak Sukarius Nyumai atas kebersamaan dan persaudaraan selama
ini. Ungkapan terima kasih disampaikan kepada rekan-rekan satu angkatan mayor
AKU 2007 : Bapak Dr. Andi Parengrengi, Ibu Dr. Roro Raden Sri Pudji Sinarni
Dewi, Ibu Ilmiah, M.Si, Ibu Hesti Wahyuningsih, M.Si, Bapak Ir. O.D. Subhakti
Hasan, M.Si, Bapak Ir. Usman, M.Si, Bapak Ir. Ahmad Ghufron Mustofa, M.Si,
Bapak Ir. Mulyana, M.Si, atas kebersamaan dan persahabatan selama ini. Terima
kasih juga disampaikan kepada teman-teman anggota Laboratorium Reproduksi
dan Genetika Organisme Akuatik BDP IPB atas kebersamaan dan berbagi
informasi selama ini. Terima kasih juga disampaikan kepada Ibu Helena A. S.,
S.Pi, M.Si, Ibu Ir. Rini Marlida, M.Si, Bapak Ir. Muhammad, M.Si, Ibu Ir. Heni
Syawal, M.Si, Ibu Hernawati, M.Si, atas persahabatan selama ini. Terima kasih
disampaikan kepada Ibu Linda Wulandari, MS atas segala bantuan yang diberikan
selama ini. Terima kasih juga disampaikan Ketua Laboratorium Limnologi
Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya beserta staf atas
bantuan dana dan fasilitas.

Terima kasih tidak terhingga penulis sampaikan

kepada bapak, ibu, dan seluruh keluarga besar, atas segala doa, kasih sayang dan
bantuannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2012
Yulintine

19

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Buntok pada tanggal 23 Juli 1970 sebagai anak
pertama dari delapan bersaudara pasangan Yustinus Liwat, BA dan Karlimin.
Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan IPB, lulus tahun 1995. Pada tahun 2002, penulis diterima di
program studi Environmental Management, Graduate School of Geography,
Nottingham University, England dan menamatkannya tahun 2004. Kesempatan
untuk melanjutkan ke program doktor pada Program Studi Ilmu Akuakultur IPB
diperoleh pada tahun 2007. Beasiswa pendidikan Pascasarjana Program Doktor
diperoleh dari IMHERE-Universitas Palangka Raya yang berasal dari DIKTI dan
bantuan dana penelitian melalui Program Sandwich 2011 dari DIKTI, serta
bantuan dana penelitian dari Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Tengah.
Setelah lulus sarjana pada tahun 1995, penulis bekerja sebagai tenaga
honor pada Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Palangka Raya.
Selanjutnya, sejak tahun 1998 penulis bekerja sebagai staf pengajar pada instansi
yang sama.
Karya ilmiah dengan judul “Developments of digestive tract in larvae of
climbing perch Anabas testudineus (Bloch)”, telah diterbitkan pada Indonesian
Aquaculture Journal. Artikel lain yang berjudul “Perkembangan Aktivitas Enzim
Pada Saluran Pencernaan Larva Ikan Betok, Anabas testudineus (Bloch)” akan
diterbitkan pada jurnal Bionatura (LPPM Universitas Padjadjaran) Volume 14 (1),
Maret 2012.
penulis.

.

Karya-karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3

20

21

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xxiii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xxv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xxix
PENDAHULUAN ...............................................................................................
Latar Belakang ................................................................................................
Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................................................
Hipotesis Penelitian .........................................................................................
Tingkat Kebaruan (Novelty) ...........................................................................

1
1
5
6
6

TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 7
Ikan Betok (Anabas testudineus Bloch) .......................................................... 7
Plankton dan Bentos sebagai Pakan Alami ..................................................... 8
Rotifera Brachionus sp. ................................................................................... 9
Saluran Pencernaan dan Proses Pencernaan Ikan ........................................... 10
Kebutuhan Nutrien Ikan .................................................................................. 13
Kloning dan Ekspresi Gen Desaturase dan Elongase pada Ikan ..................... 18
PERKEMBANGAN SALURAN PENCERNAAN LARVA
IKAN BETOK Anabas testudineus (Bloch) ..................................................... 21
Abstrak ............................................................................................................ 21
Abstract ........................................................................................................... 22
Pendahuluan .................................................................................................... 22
Bahan dan Metode ........................................................................................... 23
Hasil ................................................................................................................ 25
Pembahasan ..................................................................................................... 30
Simpulan ......................................................................................................... 35
PERKEMBANGAN AKTIVITAS ENZIM PADA SALURAN
PENCERNAAN LARVA IKAN BETOK, Anabas testudineus (Bloch) ........ 37
Abstrak ............................................................................................................ 37
Abstract ........................................................................................................... 38
Pendahuluan .................................................................................................... 38
Bahan dan Metode ........................................................................................... 40
Hasil ................................................................................................................ 42
Pembahasan ..................................................................................................... 46
Simpulan ......................................................................................................... 49

22

KLONING DAN KARAKTERISASI GEN PENYANDI ENZIM
DESATURASE DAN ELONGASE YANG BERPERAN DALAM
BIOSINTESIS HUFA, SERTA GEN β-AKTIN PADA IKAN
BETOK Anabas testudineus (Bloch) ...............................................................
Abstrak ............................................................................................................
Abstract ...........................................................................................................
Pendahuluan ....................................................................................................
Bahan dan Metode ..........................................................................................
Hasil ................................................................................................................
Pembahasan ....................................................................................................
Simpulan .........................................................................................................

51
51
52
52
56
62
72
76

EKSPRESI GEN ELONGASE DAN DESATURASE, SERTA
PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP LARVA
IKAN BETOK YANG DIBERI ROTIFERA HASIL PENGKAYAAN ......
Abstrak ............................................................................................................
Abstract ...........................................................................................................
Pendahuluan ....................................................................................................
Bahan dan Metode ..........................................................................................
Hasil ................................................................................................................
Pembahasan ....................................................................................................
Simpulan .........................................................................................................

77
77
78
78
80
84
87
91

PEMBAHASAN UMUM .................................................................................. 93
SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................... 99
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 101

23

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Perkembangan struktur alat pencernaan ikan betok ......................................... 33
2 Perkembangan enzim pencernaan ikan betok .................................................. 46
3 Profil asam lemak (% dari total asam lemak) pada minyak jagung (J),
minyak kemiri (K), dan pakan kontrol ............................................................. 81
4 Perlakuan pemberian minyak jagung dan minyak kemiri dengan rasio
yang berbeda pada rotifera untuk larva ikan betok selama 10 hari
pemeliharaan .................................................................................................... 82
5 Kelangsungan hidup (SR), dan laju pertumbuhan mutlak (G) larva
ikan betok yang dipelihara selama 10 hari dengan pemberian
minyak jagung dan minyak kemiri .................................................................. 85
6 Komposisi asam lemak (% dari total asam lemak) larva ikan betok
pada awal dan umur 12 hari yang diberi rotifera yang diperkaya
minyak jagung dan minyak kemiri ................................................................... 86

24

25

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Klasifikasi lemak ............................................................................................. 14
2 Jalur biosintesis asam lemak HUFA C20 dan C22 dari prekursor C18
n-3, n-6 dan n-9 pada tumbuhan dan hewan (e: elongase; s: β-oksidasi;
terjadi pada hewan, tumbuhan dan jamur ( ); terjadi pada hewan
(
); terjadi pada tumbuhan dan avertebrata (
); terjadi
pada avertebrata dan protista (
) (Sargent et al. 2002; Tocher
2003; Scrimgeour & Harwood 2007) .............................................................. 15
3 Jadwal pemberian pakan pada larva ikan betok .............................................. 24
4 Panjang total rata-rata (mm) larva A. testudineus.
Tanda panah menunjukkan waktu pertama makan eksogenus
(pada hari ke-2 setelah menetas) ..................................................................... 25
5 Larva ikan betok Anabas testudineus yang baru menetas dengan
panjang total rata-rata 2,12±0,16 mm, n=100 A. Tampak ventral;
B. Tampak dorsal; y = yolk; 100X .................................................................. 26
6 Bukaan mulut maksimum rata-rata (mm) larva A. testudineus ....................... 26
7 Potongan sagital dari saluran pencernaan larva ikan betok pada hari
ke-2 setelah menetas (D2) menunjukkan diferensiasi rongga mulut
(oc), faring (ph), usus anterior (ai) dan usus posterior (pi), HE, 100X;
kuning telur (ys), mata (E), tapis insang (ga), hati (li), gelembung
renang (sb) ....................................................................................................... 27
8 (A) Detail epitel faring pada hari ke-2 menetas larva ikan betok (panah
putih); HE, 400X. (B) Detail epitel faring pada hari ke-12 menetas
larva yang memperlihatkan sel goblet fungsional (kepala panah);
PAS, 200X. (C) Detail epitel faring pada hari ke-25 menetas larva
memperlihatkan sel goblet (kepala panah) dan taste bud (panah);
PAS, 200X; rongga mulut (oc), tapis insang (ga), faring (ph),
esofagus (o) ..................................................................................................... 28
9 Potongan sagital lambung larva ikan betok pada (A) hari ke-16 setelah
menetas. (B) hari ke-20 setelah menetas memperlihatkan
perkembangan yang lebih baik; HE, 200X; lambung (s), hati (li),
esofagus (o) ..................................................................................................... 29
10 Detail usus larva ikan betok pada (A) hari ke-12 setelah menetas
memperlihatkan pelipatan mukosa berkembang dengan baik pada
usus anterior dan usus posterior; HE, 200X. (B) hari ke-30 setelah
menetas memperlihatkan pelipatan mukosa yang sangat nyata; HE,

26

200X. (C, D) hari ke-30 setelah menetas dengan beberapa sel goblet
fungsional (kepala panah); PAS, 400X dan 600X; hati (li), usus
anterior (ai), usus posterior (pi), lambung (s), pilorik kaeca (pc) ................... 31
11 Potongan sagital hati larva ikan betok pada (A) hari ke-2 setelah
menetas memperlihatkan kantong empedu; HE, 100X. (B) hari ke-12
setelah menetas memperlihatkan hepatosit poligonal yang terdapat
banyak vakoula; granula eosinophilik positif uji PAS; vakuola transparan
negatif uji PAS, 400X. Potongan sagital pankreas larva ikan betok pada
(C) hari ke-2 setelah pertama makan eksogenus memperlihatkan adanya
sel-sel endokrin (pulau Langerhans); HE, 400X, dan (D) hari ke-20
setelah menetas makin berkembang; HE, 200X; kantong empedu (gb),
usus (in), hati (li), kuning telur (ys), pulau Langerhan (il), pankreas (p),
gelembung renang (sb) .................................................................................. 32
12 Aktivitas spesifik α-amilase pada saluran pencernaan ikan betok yang
dipelihara selama 30 hari ................................................................................ 43
13 Aktivitas spesifik lipase pada saluran pencernaan ikan betok yang
dipelihara selama 30 hari ................................................................................ 44
14 Aktivitas spesifik tripsin pada saluran pencernaan ikan betok yang
dipelihara selama 30 hari ................................................................................ 44
15 Aktivitas spesifik kimotripsin pada saluran pencernaan ikan betok yang
dipelihara selama 30 hari ................................................................................ 45
16 Aktivitas spesifik pepsin pada saluran pencernaan ikan betok yang
dipelihara selama 30 hari ................................................................................ 45
17 Hasil elektroforesis produk PCR awal. A. β-aktin dengan target pita
500 bp, B. elongase dengan target pita 770 bp (1) dan 660 bp (2),
C. desaturase dengan target pita 840 bp (1) dan 950 bp (2) ........................... 63
18 DNA yang sudah dipurifikasi, diligasi dan ditransformasi. A. Bakteri
E.coli yang berwarna putih membawa DNA yang terinsersi pada
vektor kloning pGEM-T Easy, B. Hasil cracking bakteri E.coli yang
berwarna putih (1-20) dengan koloni 5, 6, 7, 9, 10 dan 11 yang
membawa plasmid DNA, dengan kontrol negatif (C) .................................... 63
19 Sekuens nukleotida gen β-aktin ikan betok dibandingkan dengan
β-aktin ikan lainnya (b-act_A testu: β-aktin ikan betok; b-act_C fasci:
β-aktin ikan colisa (no. akses bank gen: GU363348.1); b-act_R cana:
β-aktin ikan cobia (no. akses bank gen: EU266539.1); b-act_T moss:
β-aktin ikan mujair (no. akses bank gen: AB037865.1)) ................................ 65
20 Dendrogram nukleotida β-aktin ikan betok dan ikan lainnya
(b-act_C fasci: β-aktin ikan colisa (no. akses bank gen: GU363348.1);

27

b-act_D labr: β-aktin ikan European sea bass (no. akses bank gen:
AJ537421.1); b-act_A testu: β-aktin ikan betok; b-act_E coio:
β-aktin ikan kerapu (no. akses bank gen: AY510710.2);
b-act_T moss: β-aktin ikan mujair (no. akses bank gen: AB037865.1);
b-act_R cana: β-aktin ikan cobia (no. akses bank gen: EU266539.1);
b-act_C carp: β-aktin ikan mas (no. akses bank gen: M24113.1);
b-act_O myki: β-aktin ikan rainbow trout (no. akses bank gen:AF157514.1);
b-act_S sala: β-aktin ikan Atlantic salmon (no. akses bank gen:AF012125.1);
b-act_D reri: β-aktin ikan zebra (no. akses bank gen: AF057040.1) .............. 66
21 Sekuens nukleotida, dan deduksi asam amino yang mengkode gen
elongase ikan betok (nomor akses bank gen: JQ690757). Garis
bawah: kotak histidin; bintang merah: residu asam amino yang
sangat terkonservasi ........................................................................................ 67
22 Sekuens asam amino residu elongase PUFA ikan betok dibandingkan
dengan elongase pada ikan lainnya. Wilayah transmembran : garis
putus-putus (----); domain yang ada kotak histidin: garis tak putus ( );
Elovl5_L calc: elongase ikan kakap (no. akses bank gen:
GQ214180.1); Elovl5b_S sala: elongase ikan Atlantic salmon (no.
akses bank gen: FJ237531.1); Elovl_A testu: elongase ikan betok
(no. akses bank gen: JQ690757); Elovl_C gari: elongase ikan lele
(no. akses bank gen: AY660880.1); Elovl_D reri: elongase ikan
zebra (no. akses bank gen: AF532782.2); Elovl_N mits: elongase
ikan nibe (no. akses bank gen: FJ952143.1); Elovl_O nilo: elongase
ikan nila (no. akses bank gen: AY170326.2); Elovl_S aura: elongase
ikan gilthead seabream (no. akses bank gen: AY660879.1); Elovl_S
chua: elongase ikan mandarin (no. akses bank gen: EU683736.1) ................. 69
23 Dendrogram asam amino residu elongase asam lemak PUFA ikan betok
dan elongase dari ikan lain; Elovl5_L calc: elongase ikan kakap
(no. akses bank gen: GQ214180.1); Elovl5b_S sala: elongase ikan
Atlantic salmon (no.akses bank gen: FJ237531.1); Elovl_A testu:
elongase ikan betok (no. akses bank gen: JQ690757); Elovl_C gari:
elongase ikan lele (no. akses bank gen: AY660880.1); Elovl_D reri:
elongase ikan zebra (no. akses bank gen: AF532782.2); Elovl_N mits:
elongase ikan nibe (no. akses bank gen: FJ952143.1); Elovl_O nilo:
elongase ikan nila (no. akses bank gen: AY170326.2); Elovl_S aura:
elongase ikan gilthead seabream (no. akses bank gen: AY660879.1);
Elovl_S chua: elongase ikan mandarin (no. akses bank gen: EU683736.1) ... 70
24 Sekuens nukleotida (huruf kecil), dan deduksi asam amino (huruf besar)
yang mengkode gen desaturase ikan betok (kode akses bank gen: JQ690756).
Huruf miring dan garis bawah: heme-binding pada N-terminal
sitokrom b5-like; garis bawah: kotak histidin ................................................. 72
25 Sekuens asam amino residu desaturase PUFA ikan betok dibandingkan
dengan desaturase pada ikan lainnya. Domain sitokrom b5-like :

28

tanda titik-titik; wilayah transmembran : garis putus-putus (-----);
domain yang ada kotak histidin: garis tak putus ( ); D5_S sala:
D5D ikan Atlantic salmon (no.akses bank gen : AF478472.3);
D6-D5_D reri: D6/D5D ikan zebra (no. akses bank gen :
AF309556.1); D6_A testu: D6D ikan betok (no.akses bank
gen : JQ690756); D6_C stri: D6D ikan gabus (no.akses bank
gen : EU570220.2); D6_N mits: D6D ikan nibe (no.akses bank
gen : GQ996729.1); D6_O nilo: D6D ikan nila (no.akses bank
gen : AB069727.1); D6_S sala: D6D ikan Atlantic salmon
(no.akses bank gen : NM_001172281.1) ......................................................... 74
26 Dendrogram asam amino residu desaturase PUFA ikan betok dan
desaturase dari ikan lain; D6_R cana: D6D ikan cobia; D6_T macc:
D6D ikan tuna; D6_G morh: D6D ikan Atlantic cod;
D6_N mits: D6D ikan nibe; D5_S sala: D5D ikan Atlantic salmon
(no.akses bank gen : AF478472.3); D6_S sala: D6D
ikan Atlantic salmon (no.akses bank gen : NM_001172281.1);
D5_O maso: D5D ikan salmon masu; D6_O nilo: D6D
ikan nila (no.akses bank gen : AB069727.1); D6_A testu: D6D
ikan betok (no.akses bank gen : JQ690756); D6_C stri: D6D
ikan gabus (no.akses bank gen : EU570220.2); D6_C carp: D6D
ikan mas; D6-D5_D reri: D6/D5D ikan zebra (no. akses bank gen :
AF309556.1) .................................................................................................... 75
27 Ekspresi gen elongase (1), desaturase (2) dan β-aktin (3) ikan betok
pada beberapa jaringan. Grafik persentase rasio ekspresi mRNA elo ( ) dan
des ( ) dengan β-aktin (4); M: marker; Ht: hati; Us: Usus; Ot : otot;
Mt: mata; Si : sirip, K- : kontrol negatif ......................................................... 76
28 Ekspresi gen elongase (1), desaturase (2) dan β-aktin (3) serta
rasio ekspresi mRNA elongase ( ) dan desaturase ( ) dengan β-aktin (4)
pada larva ikan betok pada beberapa kombinasi minyak jagung dan
minyak kemiri yang diberi pada rotifera. M: marker; A: 0,0; B: 1,0;
C : 0,1; D: 1:1; E : 3:1; F: 1,3; K- : kontrol negatif ......................................... 87

29

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Data panjang total (mm) larva ikan betok sampai berumur 30 hari ................. 113
2 Data kelangsungan hidup (SR, %) larva ikan betok yang diberi
rotifera yang diperkaya minyak jagung dan minyak kemiri ............................ 116
3 Analisis ANOVA kelangsungan hidup (SR, %) larva ikan betok yang
diberi rotifera yang diperkaya minyak jagung dan minyak kemiri .................. 117
4 Data pertumbuhan mutlak (G, mm) larva ikan betok yang diberi
rotifera yang diperkaya minyak jagung dan minyak kemiri ............................ 119
5 Analisis ANOVA pertumbuhan mutlak (G, mm) larva ikan betok yang
diberi rotifera yang diperkaya minyak jagung dan minyak kemiri .................. 120
6 Data konsentrasi ekspresi gen (ng/µ L) dan rasio DNA gen elongase
atau desaturase dan β-aktin (%) pada beberapa organ ikan betok ................... 122
7 Data konsentrasi ekspresi gen (ng/µ L) dan rasio DNA gen elongase
atau desaturase dan β-aktin (%) pada larva ikan betok yang diberi
rotifera yang diperkaya minyak jagung dan minyak kemiri ............................ 123
8 Analisis asam lemak ......................................................................................... 124

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan betok (Anabas testudineus Bloch) merupakan salah satu ikan
ekonomis penting yang berasal dari perairan rawa dan sungai. Harga ikan ini
relatif mahal dibandingkan dengan harga ikan-ikan introduksi lain seperti ikan
mas, patin, nila dan bawal air tawar terutama di Kalimantan Tengah dan
Kalimantan Selatan. Menurut Kottelat et al. (1993) ikan betok ini dapat hidup di
perairan umum termasuk danau, sungai dan rawa-rawa, serta di perairan payau.
Daerah penyebaran di Indonesia meliputi Sumatera, Jawa, Madura, Kalimantan,
Sulawesi.
Upaya pemijahan dan pemeliharaan larva ikan betok telah dilakukan oleh
beberapa peneliti. Widodo et al. (2007) melakukan pemijahan ikan betok dengan
penyuntikan ovaprim dosis 0,5 mL/kg ikan. Kelangsungan hidup larva yang
ditebar di kolam sampai berumur 1 bulan dan diberi pellet yang dihaluskan masih
rendah yakni sekitar 10-30% dengan ukuran 1-3 cm. Sementara itu, Trieu & Long
(2001) melaporkan bahwa pemeliharaan larva betok selama 45 hari pada
suhu 27,0-29,8 oC dan oksigen terlarut 3,12-4,60 mg/L menghasilkan tingkat
kelangsungan hidup kurang dari 20%. Morioka et al. (2009) melaporkan tingkat
kelangsungan hidup larva ikan betok yang dipelihara pada suhu 27,6-28,2 oC
relatif sama dengan Trieu & Long (2001). Derajat pembuahan dan penetasan telur
relatif tinggi, yaitu masing-masing sekitar 100% (Morioka et al. 2009).
Salah satu kemungkinan penyebab rendahnya kelangsungan hidup larva
ikan betok adalah karena kurang tersedianya ukuran pakan yang tepat yakni
zooplankton berukuran kecil. Hal ini berhubungan erat dengan ukuran larva yang
sangat kecil dengan panjang standar sekitar 2 mm pada saat menetas (Marlida
2001; Morioka et al. 2009) sehingga bukaan mulut larva betok sangat kecil yang
berasal dari telur yang berukuran relatif kecil yaitu sekitar 375-875 μm (Mustakim
2008). Setelah pemeliharaan selama 1 minggu, ukuran larva dapat mencapai 4-5
mm (Marlida 2001; Widodo et al. 2007; Morioka et al. 2009). Selanjutnya,
ukuran bukaan mulut larva menentukan preferensi pakan yang dikonsumsi selain
karakteristik spesifik spesies sehingga dapat menjadi acuan dalam pemberian

2

makanan yang optimal untuk larva (Hagiwara et al. 2001).

Informasi tentang

bukaan mulut larva ikan betok sampai berumur 30 hari belum ada. Oleh sebab itu
penelitian tentang bukaan mulut larva betok perlu dilakukan supaya dapat
diketahui ukuran makanan yang cocok untuk larva betok.

Sementara itu,

pembesaran larva ikan pada umumnya bertumpu pada penggunaan pakan alami
selama periode beberapa minggu perkembangannya. Rotifera seperti Brachionus
dengan ukuran 100-340 μm yang mengandung protein dan lipid masing-masing
sekitar 28-72% dan 4,5-28,5% dari berat kering (Lubzens et al. 1989) merupakan
salah satu pakan alami yang cocok sebagai pakan awal untuk larva ikan dan udang
yang berukuran sangat kecil (Lubzens et al. 1989; Yoshimura et al. 2003).
Kemungkinan lain penyebab rendahnya kelangsungan hidup larva ikan
betok adalah kurangnya kemampuan larva ikan betok untuk mencerna pakan yang
tersedia sehingga pakan tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal yang
menyebabkan perkembangan dan kelangsungan hidup larva rendah.

Hal ini

kemungkinan juga terkait erat dengan ukuran larva ikan betok yang relatif kecil
seperti pada larva ikan altricial gastric yaitu larva ikan berukuran kecil lainnya
yang secara umum mempunyai saluran pencernaan yang belum sempurna dan
lambung belum ada ketika pertama kali makan eksogenus.

Pada larva yang

demikian sebagian besar pencernaan protein terjadi pada sel epitel saluran
pencernaan bagian belakang (Rust 2002), sehingga belum mampu mencerna
makanan eksogenus dengan baik dan menyebabkan pertumbuhan dan
kelangsungan hidup larva ini lebih rendah (Bengtson 2003).
Sementara itu, mengembangkan teknik akuakultur yang efektif untuk larva
ikan betok merupakan salah satu upaya domestikasi ikan betok yaitu dengan
memfokuskan pada stadia awal larva.

Mengingat sulitnya melakukan studi

kecernaan pada larva ikan maka pendekatan yang paling umum dilakukan untuk
mengevaluasi kemampuan larva untuk mencerna makanan adalah mempelajari
saluran pencernaan yang difokuskan pada pengamatan aktivitas enzim pencernaan
larva seiring stadia perkembangan larva dan perkembangan saluran pencernaan
(Alvarez-Gonzalez et al. 2008). Selanjutnya, aktivitas berbagai enzim pencernaan
yang berbeda dapat digunakan sebagai indikator perkembangan dan sebagai dasar
untuk menentukan waktu awal untuk pemberian pakan buatan.

3

Dewasa ini studi tentang ontogeni saluran pencernaan dan enzim
pencernaan pada larva ikan telah banyak dilakukan terutama pada kelompok larva
atricial gastric.

Adapun tujuan studi ontogeni ini adalah untuk mengetahui

kemampuan larva dalam memanfaatkan pakan buatan.

Studi perkembangan

sistem pencernaan ini termasuk perkembangan enzim pada larva ikan betutu
(Effendi 1995), ikan spotted sand bass (Pena et al. 2003), ikan California halibut
(Gisbert et al. 2004), ikan yellowtail kingfish (Chen et al. 2006a,b), ikan common
pandora (Micale et al. 2006), ikan dourado (Vega-Orellana et al. 2006), dan ikan
percula clownfish (Onal et al. 2008), tetapi studi ontogeni ini sampai larva
berumur 30 hari belum dilakukan pada ikan betok. Karena pada umumnya pola
aktivitas enzim pencernaan larva/postlarva ikan terkait dengan organogenesis
termasuk saluran pencernaannya maka penelitian tentang ontogeni saluran
pencernaan ini perlu dilakukan pada larva/benih ikan betok. Pada penelitian ini
juga dilakukan verifikasi ukuran telur dan ukuran larva ikan betok.
Di samping itu, lipid bersama dengan protein juga merupakan nutrisi
penting untuk ikan termasuk larva. Asam lemak sebagai penyusun utama lipid
berperan penting sebagai sumber energi pada ikan untuk pertumbuhan dan
bergerak (Sargent et al. 1999a; Sargent et al. 2002; Tocher 2003). Asam lemak
pada lipid ikan kaya asam lemak sangat tak jenuh rantai panjang, highly
unsaturated fatty acid (HUFA) dengan C20 dan C22 terutama asam
eikosapentanoat (EPA; 20:5n-3), asam dokosaheksanoat (DHA; 22:6n-3) dan
asam arakidonat (ARA; 20:4n-6), berperan penting dalam proses-proses fisiologis
(Tocher 2003).

HUFA merupakan komponen utama penyusun fosfolipid

membran sel yang penting dalam menjaga fluiditas dan fleksibilitas membran sel,
karena memiliki titik lebur yang lebih rendah sehingga pada lingkungan yang
ekstrim asam lemak ini tidak membeku (Castell 1979).

Selanjutnya, DHA

merupakan penyusun sel jaringan syaraf otak dan retina mata ikan sehingga larva
ikan yang kekurangan DHA akan terganggu kemampuannya untuk menangkap
mangsa (Sargent et al. 2002). Demikian pula asam lemak arakidonat juga penting
untuk larva karena

merupakan prekursor utama pembentukan hormon

prostaglandin, prostasiklin dan tromboksan yang berperan dalam proses inflamasi
(Tocher 2003).

4

Asam lemak esensial yang terdapat dalam pakan alami sebagai pakan larva
akan menentukan nilai gizi dari pakan alami tersebut (Watanabe et al. 1983) dan
menentukan pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva (Sargent et al. 1999a).
Profil asam lemak rotifera (Brachionus sp.) sebagai pakan larva akan menentukan
profil asam lemak larva ikan tersebut. Hal ini dilaporkan pada larva ikan Senegal
sole (Villalta et al. 2008), dan ikan bandeng (Chanos chanos) (Ogata et al. 2006)
sehingga diasumsikan bahwa profil asam lemak Brachionus sp. juga akan
menentukan profil asam lemak larva ikan betok. Selanjutnya, untuk mempertegas
pengaruh asam lemak pada larva ikan betok, maka Brachionus sp. diberi pakan
ragi roti sebelum diperkaya dengan asam lemak esensial (Sargent et al. 1997;
Sargent et al. 1999a,b; Hamza et al. 2008).
Pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan dapat ditingkatkan
dengan memberikan pakan alami yang diperkaya dengan PUFA/HUFA. Faulk et
al. (2005) melaporkan bahwa larva ikan yellowtail snapper (Ocyurus chrysurus)
yang diberi pakan alami yang diperkaya asam lemak n-3 HUFA dapat
ditingkatkan kelangsungan hidupnya hingga mencapai 5,9% dibandingkan dengan
perlakuan kontrol (1,1%). Demikian pula, larva ikan turbot (Scophthalmus
maximus) yang diberi pakan alami (rotifera dan Artemia) yang diperkaya dengan
HUFA dapat ditingkatkan kelangsungan hidup sampai 36% (Estevez et al. 1999).
Yunus et al. (1996) juga melaporkan hal yang sama, larva kepiting bakau yang
diberi rotifera yang diperkaya minyak hati ikan cod yang kaya asam lemak n-3
HUFA dapat ditingkatkan sintasannya sampai 74% dibandingkan kontrol (48%).
Oleh karena itu, pada umumnya larva ikan laut lebih memerlukan asam lemak n-3
HUFA. Sementara larva dan juvenil ikan mas, tilapia, mola sebagai ikan perairan
tawar lebih memerlukan n-6 PUFA (polyunsaturated fatty acid) (Sargent et al.
2002) sehingga pada penelitian ini dilakukan penelitian tentang kebutuhan asam
lemak n-6 dan n-3 untuk larva ikan betok sebagai salah satu ikan air tawar.
Perbedaan asam lemak esensial antar jenis ikan mungkin berhubungan dengan
aktivitas enzim yang terlibat dalam biosintesis HUFA. Oleh karena itu, untuk
menyediakan informasi pendukung penelitian kebutuhan asam lemak larva ikan
betok, pada penelitian ini juga dilakukan analisis ekspresi gen penyandi enzim
yang bekerja dalam biosintesis HUFA.

5

Mengingat ikan sebagai salah satu hewan vertebrata tidak dapat
membiosintesis asam lemak linoleat (LA; 18:2n-6) dan asam lemak linolenat
(LNA; 18:3n-3) dari asam lemak oleat (OLE; 18:1n-9) karena tidak mempunyai
enzim D12 desaturase (D12D) dan D15 desaturase (D15D) sehingga kedua asam
lemak ini merupakan asam lemak esensial untuk ikan.

Pada umumnya ikan

perairan tawar mampu membiosintesis asam lemak ARA dari asam lemak LA,
dan EPA dan DHA dari asam lemak LNA (Sargent et al. 1999a) sehingga asam
lemak LA dan asam lemak LNA merupakan asam lemak esensial untuk ikan-ikan
perairan tawar (Watanabe et al. 1983; Sargent et al. 1999a). Sebaliknya ikan air
laut tidak mampu menbiosintesis EPA dan DHA dari asam lemak LNA dan tidak
mampu membiosintesis ARA dari asam lemak LA karena ikan laut tidak
mempunyai salah satu atau lebih enzim yang bekerja dalam biosintesis EPA,
DHA dan ARA yaitu enzim D6/D5 desaturase (D6/D5D) dan elongase. Dengan
demikian ketiga asam lemak tersebut adalah esensial untuk larva ikan laut
sehingga harus diperkaya supaya dapat memenuhi kebutuhannya (Sargent et al.
1999a, b).

Karena ikan betok merupakan salah satu ikan air tawar maka

diasumsikan bahwa asam lemak LA dan LNA merupakan asam lemak esensial
sehingga perlu diberikan pada ikan termasuk pada larva ikan betok. Adapun
sumber asam lemak esensial ini berasal dari minyak jagung (57% LA dan 0,9%
LNA (White 2008)) dan minyak kemiri (48,5% LA dan 28,5% LNA (Ketaren
2008)).

Tujuan dan Manfaat Penelitian
Studi ini bertujuan untuk meningkatkan kelangsungan hidup dan
pertumbuhan larva ikan betok supaya dapat memperoleh benih ikan betok dalam
jumlah lebih banyak.
Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah :
1. Untuk mengevaluasi perkembangan alat pencernaan larva dan benih ikan
betok.
2. Untuk mengevaluasi perkembangan aktivitas enzim pencernaan larva dan
benih ikan betok.

6

3. Untuk mengidentifikasi gen penyandi enzim yang terlibat dalam biosintesis
asam lemak HUFA pada ikan betok
4. Untuk mengevaluasi kelangsungan hidup larva ikan betok yang diberi rotifera
yang diperkaya minyak jagung dan minyak kemiri
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mendukung
pengembangan budidaya ikan betok. Selain itu, penelitian ini dapat bermanfaat
sebagai acuan dalam pemberian pakan pada larva ikan betok dan sebagai acuan
dalam rekayasa genetik ikan untuk ikan lainnya, serta acuan dalam peningkatan
kandungan nutrisi pakan alami larva ikan betok.

Hipotesis Penelitian
Apabila waktu pemberian pakan sesuai dengan perkembangan struktur alat
pencernaan dan enzim pencernaan maka kelangsungan hidup larva ikan betok
dapat ditingkatkan.

Apabila ikan betok dapat membiosintesis HUFA, maka

pember