Pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan betok Anabas testudineus Bloch selama 30 hari pemeliharaan dengan padat penebaran awal 10, 20, dan 30 larva/liter

(1)

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP LARVA

IKAN BETOK

Anabas testudineus

Bloch SELAMA 30 HARI

PEMELIHARAAN DENGAN PADAT PENEBARAN AWAL

10, 20, DAN 30 LARVA/LITER

WAHYU CATUR PAMUNGKAS

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP LARVA IKAN BETOK Anabas testudineus Bloch SELAMA 30 HARI PEMELIHARAAN

DENGAN PADAT PENEBARAN AWAL 10, 20, DAN 30 LARVA/LITER adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2011

WAHYU CATUR PAMUNGKAS C14063393


(3)

ABSTRAK

WAHYU CATUR PAMUNGKAS. Pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan betok Anabas testudineus Bloch selama 30 hari pemeliharaan dengan padat penebaran awal 10, 20, dan 30 larva/liter. Dibimbing oleh TATAG BUDIARDI dan DADANG SHAFRUDDIN.

Ikan betok Anabas testudineus merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi sehingga berpotensi untuk dibudidayakan secara intensif. Namun, budidaya ikan tersebut masih terkendala dalam produksi larva yaitu tingkat kelangsungan hidup (SR) yang masih rendah. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kepadatan optimal dalam pemeliharaan larva ikan betok. Penelitian dilakukan dengan padat penebaran 10, 20, dan 30 larva/L dan menggunakan 4 ulangan pada tiap perlakuan. Larva ikan betok berumur 10 hari dengan panjang rata-rata 0,49±0,06 cm ditebar sesuai dengan perlakuan. Larva tersebut dipelihara selama 30 hari di dalam akuarium berukuran 25x25x25 cm yang diisi air sebanyak 10 L. Pakan yang diberikan berupa artemia mulai awal sampai dengan 10 hari pemeliharaan kemudian diberikan cacing sutera sampai akhir pemeliharaan. Tingkat kelangsungan hidup tertinggi (51,5±5,57%) diperoleh pada perlakuan 10 larva/L sedangkan yang terendah (15,33±5,75% ) terdapat pada perlakuan 30 larva/L (p<0,05). Data pertumbuhan yang diperoleh menunjukkan bahwa pertumbuhan antar perlakuan tidak berbeda (p>0,05). Oleh karena itu berdasarkan hasil penelitian ini, pemeliharaan larva dapat dilakukan dengan padat penebaran 10 larva/L.

Kata Kunci : ikan betok, larva, padat penebaran, derajat kelangsungan hidup, pertumbuhan


(4)

ABSTRACT

WAHYU CATUR PAMUNGKAS. Growth and survival rate of climbing perch larvae Anabas testudineus Bloch. stocked at 10, 20, and 30 larvae/L that was conducted in 30 days. Supervised by TATAG BUDIARDI and DADANG SHAFRUDDIN.

The climbing perch, Anabas testudineus is one of the highly price fresh water fish species, which is potential to be cultivated intensively. However, it is still mired in the production of larva, the survival rate (SR) is still low. The purpose of this study was to determine optimum density of climbing perch larva in rearing of the larvae. The research was conducted with 10, 20, and 30 larvae/L stocking density and 4 replication in each treatment. The 10th days larvae of climbing perch with an average length of 0.49±0.06 cm were stocked in the treatments. That larvae reared for 30 days in 25x25x25 cm aquarium filled with 10 L of water. It fed with

artemia naupli from the beginning up to 10 days of the rearing then continued with silk worms (Limodrilus sp.) until the end of the rearing. The survival rate affected significantly by stocking density (P<0.05) but the growth was not affected significantly (P>0.05). The highest survival rate (51.5±5.57%) was in the treatment of 10 larvae/L while the lowest (15.33±5.75%) contained in the treatment of 30 larvae/L. Therefore, based on the results of this study, it can be concluded that the most effective stocking density were 10 larvae /L.


(5)

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP LARVA

IKAN BETOK

Anabas testudineus

Bloch SELAMA 30 HARI

PEMELIHARAAN DENGAN PADAT PENEBARAN AWAL

10, 20, DAN 30 LARVA/LITER

WAHYU CATUR PAMUNGKAS

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi & Manajemen Perikanan Budidaya

Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(6)

Judul Skripsi : Pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan betok

Anabas testudineus Bloch selama 30 hari pemeliharaan dengan padat penebaran awal 10, 20, dan 30 larva/liter

Nama Mahasiswa : Wahyu Catur Pamungkas

Nomor Pokok : C14063393

Menyetujui

Dosen Pembimbing I

Dr. Ir. Tatag Budiardi, M.Si. NIP. 19631002 199702 1 001

Dosen Pembimbing II

Ir. Dadang Shafruddin, M.Si. NIP. 19551015 198003 1 004

Mengetahui

Ketua Departemen Budidaya Perairan

Dr. Ir. Odang Carman, M.Sc. NIP. 19591222 198601 1 001


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang memberikan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Larva Ikan Betok Anabas testudineus Bloch selama 30 Hari Pemeliharaan dengan Padat Penebaran 10, 20, dan 30 larva/liter” ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis mulai bulan Nopember sampai dengan Desember 2010.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Tatag Budiardi, M.Si. selaku dosen Pembimbing I sekaligus sebagai dosen pembimbing akademik serta Ir. Dadang Shafruddin, M.Si. selaku dosen Pembimbing II yang dengan penuh kesabaran telah memberikan bimbingan, arahan serta dukungan selama penulis menempuh studi. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Ir. Harton Arfah, M.Si. selaku dosen penguji tamu pada sidang ujian akhir/skripsi penulis. Selain itu, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada orang tua, kakak-kakak, adik, dan Ir. Hadirianto, M.Sc. yang senantiasa memberikan doa, dukungan, kasih sayang, dan semangat. Selanjutnya penulis menyampaikan terima kasih kepada Yulintine, S.Pi., M.Sc. yang sangat membantu dalam penelitian yang dilakukan. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada para laboran, teknisi, staf administrasi Departemen Budidaya Perairan yang telah banyak memberikan bantuan, dan sahabat-sahabat BDP 43 serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna. Namun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.

Bogor, Desember 2011


(8)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Magelang pada tanggal 29 Juli 1987 dari pasangan bapak Sudiran dan ibu Suginah (Alm.). Penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara.

Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah SDN Kramat 2 Magelang (1994-2000), SLTPN 5 Magelang (2000-2003) dan SMUN 3 Magelang (2003-2006). Pada tahun 2006 penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) kemudian memilih mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama kuliah, penulis pernah magang mandiri di Balai Benih Air Tawar, Ngrajek Magelang, dan Praktek Lapangan Akuakultur di PT Surya Windu Kartika, Banyuwangi. Penulis juga pernah menjadi asisten mata kuliah Manajemen Kualitas Air, Teknologi Produksi Plankton, Benthos, dan Alga, Manajemen Budidaya Air Laut, dan Manajemen Budidaya Air Tawar. Selain itu penulis juga aktif dalam organisasi kemahasiswaan, diantaranya menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Akuakultur (HIMAKUA) periode 2007/2008 dan 2008/2009 sebagai anggota Divisi Kewirausahaan, dan menjadi Ketua Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Ikatan Keluarga Mahasiswa Magelang pada periode 2010/2011. Kegiatan kemahasiswaan lain yang pernah diikuti oleh penulis adalah Program Kreativitas Mahasiswa 2007/2008 dan Program Mahasiswa Wirausaha 2010 yang didanai oleh Dikti. Sebagai tugas akhir, penulis menulis skripsi yang berjudul “Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Larva Ikan Betok Anabas testudineus Bloch selama 30 Hari Pemeliharaan dengan Padat Penebaran


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

I. PENDAHULUAN ... 1

II. METODE ... 2

2.1. Rancangan Percobaan ... 2

2.2. Pelaksanaan Penelitian ... 2

2.2.1. Persiapan Wadah ... 2

2.2.2. Penebaran Larva ... 3

2.2.3. Pemberian Pakan ... 3

2.2.4. Pengelolaan Kualitas Air ... 3

2.3. Parameter Penelitian ... 3

2.3.1. Parameter Biologi ... 4

2.3.2. Parameter Kualitas Air ... 5

2.3.3. Perhitungan Ekonomi ... 6

2.3.4. Analisis Data ... 8

III. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 9

3.1 Hasil ... 9

3.1.1. Kelangsungan Hidup ... 9

3.1.2. Panjang Total dan Pertambahan Panjang Mutlak ... 9

3.1.3. Koefisien Keragaman Panjang... 11

3.1.4. Bobot Akhir ... 11

3.1.5. Fisika-Kimia Air ... 12

3.1.6. Perhitungan Ekonomi ... 16

3.2 Pembahasan ... 17

IV. KESIMPULAN DAN SARAN ... 24

4.1. Kesimpulan ... 24

4.2. Saran ... 24

DAFTAR PUSTAKA ... 25


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Kisaran kualitas air selama penelitian ... 12 2. Persentase ukuran ikan betok 2-3 cm dan 3-5 cm ... 16 3. Perhitungan ekonomi produksi benih ikan betok (Anabas testudineus)


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Histogram derajat kelangsungan hidup benih ikan betok (Anabas

testudineus) yang dipelihara selama 30 hari... 9

2. Grafik panjang total benih ikan betok (Anabas testudineus) yang dipelihara selama 30 hari... 10

3. Histogram pertambahan panjang mutlak larva ikan betok (Anabas testudineus) yang dipelihara selama 30 hari... 10

4. Histogram koefisien keragaman panjang benih ikan betok (Anabas testudineus) yang dipelihara selama 30 hari... 11

5. Histogram bobot akhir benih ikan betok (Anabas testudineus) yang dipelihara selama 30 hari... 12

6. Grafik kelarutan oksigen (DO) media pemeliharaan benih ikan betok (Anabas testudineus) yang dipelihara selama 30 hari ... 13

7. Grafik derajat keasaman (pH) media pemeliharaan benih ikan betok (Anabas testudineus) per waktu sampling yang dipelihara selama 30 hari ... 13

8. Grafik suhu media pemeliharaan benih ikan betok (Anabas testudineus) yang dipelihara selama 30 hari... 14

9. Grafik kandungan amoniak (NH3) media pemeliharaan ikan betok

(Anabas testudineus) yang dipelihara selama 30 hari ... 14

10. Grafik kesadahan media pemeliharaan larva ikan betok (Anabas testudineus) yang dipelihara selama 30 hari ... 15

11. Grafik alkalinitas media pemeliharaan larva ikan betok (Anabas testudineus) yang dipelihara selama 30 hari ... 15


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Hasil perhitungan statistik kelangsungan hidup benih ikan betok

(Anabas testudineus) ... 28

2. Hasil perhitungan statistik panjang total benih ikan betok (Anabas testudineus) ... 28

3. Hasil perhitungan statistik koefisien keragaman panjang benih ikan betok (Anabas testudineus) ... 29

4. Hasil perhitungan pertambahan panjang mutlak benih ikan betok (Anabas testudineus) ... 29

5. Hasil perhitungan statistik bobot rata-rata benih ikan betok (Anabas testudineus) ... 30

6. Hasil perhitungan statistik persentase ukuran 2-3 cm dan 3-5 cm benih ikan betok (Anabas testudineus). ... 31

7. Analisis usaha produksi benih ikan betok (Anabas testudineus) pada padat penebaran 10 larva/L, 20 larva/L, dan 30 larva/L. ... 32


(13)

I. PENDAHULUAN

Jumlah penduduk yang semakin meningkat menyebabkan peningkatan terhadap kebutuhan pangan. Salah satu alternatif solusi yang dapat dilakukan adalah melalui usaha budidaya. Ikan merupakan salah satu komoditas pangan yang memiliki kandungan protein cukup tinggi sehingga baik untuk dijadikan sebagai bahan pangan. Oleh karena itu, perlu dilakukan peningkatan produksi perikanan melalui kegiatan usaha budidaya ikan termasuk terhadap sumberdaya ikan lokal.

Salah satu jenis ikan lokal yang memiliki potensi untuk dikembangkan adalah ikan betok/papuyu Anabas testudineus Bloch. Ikan tersebut termasuk komoditas ekonomis penting khususnya di daerah Kalimantan. Menurut Faturrahman (2011), harga ikan papuyu konsumsi berkisar Rp 40.000,00 sampai dengan Rp 70.000,00/kg dengan jangka pemeliharaan 6 sampai 9 bulan. Namun demikian, sebagian besar masih mengandalkan hasil penangkapan di alam sehingga hal ini cenderung mengakibatkan penurunan stok ikan betok di alam. Oleh karena itu, diperlukan kegiatan usaha budidaya untuk memenuhi kebutuhan konsumi masyarakat dan menjaga ikan tersebut agar tidak punah.

Usaha budidaya ikan betok telah dapat dilakukan, tetapi kelangsungan hidup dalam pemeliharaan larva ikan tersebut masih relatif rendah berkisar antara 4,90-16,5% (Trieu and Long, 2001). Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan sintasan larva adalah dengan mengoptimalkan padat penebaran larva. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan mengenai padat penebaran optimal untuk pemeliharaan larva ikan tersebut. Setelah diperoleh padat penebaran yang optimal, diharapkan dapat mengefisienkan produksinya. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan padat penebaran larva ikan betok yang optimal pada produksi benih ikan betok, melalui kajian pertumbuhan dan kelangsungan hidupnya .


(14)

II. METODE

2.1. Metode Penelitian

2.1.1. Rancangan Percobaan

Penelitian dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan setiap perlakuan menggunakan empat ulangan, yaitu :

1) Perlakuan dengan padat tebar 10 ekor/L. 2) Perlakuan dengan padat tebar 20 ekor/L. 3) Perlakuan dengan padat tebar 30 ekor/L.

Model percobaan yang digunakan dalam penelitian ini mengikuti rumus Steel dan Torrie (1991) yaitu :

Keterangan:

Yij = Data hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j.

µ = Nilai tengah dari pengamatan. σi = Pengaruh aditif dari perlakuan ke-i.

εij = Pengaruh galat hasil percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j.

Model tersebut tidak digunakan pada parameter kualitas air dan parameter ekonomi. Parameter penelitian yang menggunakan model tersebut adalah parameter biologi, yaitu derajat kelangsungan hidup, koefisien keragaman panjang, dan pertambahan panjang mutlak.

2.2. Pelaksanaan Penelitian 2.2.1. Persiapan Wadah

Tahap persiapan wadah meliputi pencucian, pengeringan, dan pengisian akuarium. Akuarium yang digunakan untuk pemeliharaan ikan berukuran 25x25x25 cm sebanyak 12 unit yang diisi air masing-masing sebanyak 10 liter (ketinggian air 16 cm). Wadah tersebut ditempatkan dalam ruangan tertutup agar suhu pemeliharaan stabil. Kemudian ke dalam tiap akuarium diberi satu titik aerasi sebagai suplai oksigen.


(15)

2.2.2. Penebaran larva

Larva ikan betok yang digunakan berumur 10 hari dari hasil pemijahan buatan dengan panjang rata-rata 0,49±0,06 cm. Ikan diaklimatisasi dahulu sebelum ditebar kemudian dipelihara dengan padat tebar sesuai dengan rancangan percobaan.

Penebaran benih dilakukan ketika kondisi air telah stabil agar benih yang ditebar lebih mudah beradaptasi. Air yang digunakan telah diaerasi dan didiamkan selama 3 hari. Sebelum ditebar dilakukan pengambilan contoh sebanyak 30 ekor untuk diukur panjang tubuh larva sehingga diperoleh data panjang rata-rata awal benih.

2.2.3. Pemberian Pakan

Pakan yang diberikan berupa artemia dan cacing sutera. Pakan diberikan 3 kali sehari, yaitu pada pagi, siang, dan sore hari. Pakan yang diberikan mulai hari hari pertama sampai dengan hari ke-10 berupa artemia sedangkan pada hari ke-10 sampai dengan hari ke-30 diberikan pakan berupa cacing sutera secara ad libitum. Pada hari ke 9 dan hari ke 10 sudah mulai diberikan cacing agar larva dapat beradaptasi dengan pakan berupa cacing.

2.2.4. Pengelolaan Kualitas Air

Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan penyifonan kotoran di dasar akuarium dan penggantian air. Air yang digunakan untuk penggantian adalah air yang telah diendapkan dan diaerasi yang disimpan pada tandon. Untuk memperoleh data parameter kualitas air dilakukan pengukuran air setiap sepuluh hari sekali di Laboratorium Lingkungan Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

2.3. Parameter Penelitian

Parameter dalam penelitian ini dapat dibedakan dalam tiga kelompok, yaitu parameter biologi, parameter kualitas air, dan parameter ekonomi. Selanjutnya, data parameter tersebut digunakan untuk menentukan perlakuan yang terbaik dalam penelitian ini.


(16)

2.3.1 Parameter Biologi

Parameter biologi yang diamati terdiri atas derajat kelangsungan hidup (SR), koefisien keragaman panjang, dan pertambahan panjang mutlak. Untuk menentukan nilai parameter tersebut, terlebih dahulu dilakukan pengambilan contoh (sampling). Sampling ikan dilakukan setiap 10 hari sekali selama 30 hari pemeliharaan dengan pengambilan contoh ikan sebanyak 30 ekor. Setiap sampling dilakukan penghitungan jumlah dan pengukuran panjang tubuh ikan. Pengukuran panjang tubuh ikan tersebut dilakukan dengan menggunakan jangka sorong/penggaris. Pada akhir pemeliharaan dilakukan perhitungan populasi ikan dan pengukuran bobot tubuh akhir. Pengukuran bobot ikan dilakukan dengan menggunakan timbangan digital.

1) Derajat Kelangsungan Hidup

Derajat kelangsungan hidup yaitu perbandingan ikan yang hidup hingga akhir pemeliharaan dengan jumlah ikan pada awal pemeliharaan. Dihitung dengan menggunakan rumus (Goddard, 1996) :

Keterangan: SR = Derajat kelangsungan hidup (%)

Nt = Jumlah ikan pada akhir pemeliharaan (ekor) No = Jumlah ikan pada awal pemeliharaan (ekor)

2) Koefisien Keragaman Panjang

Variasi ukuran dalam penelitian ini berupa variasi panjang ikan, yang dinyatakan dalam koefisien keragaman, dihitung menggunakan rumus (Steel dan Torrie, 1991):

Keterangan: KK = Koefisien keragaman S = Simpangan baku γ = Rata-rata contoh


(17)

3) Pertambahan Panjang Mutlak

Pertambahan panjang mutlak adalah perubahan panjang rata-rata individu pada tiap perlakuan dari awal hingga akhir pemeliharaan, dihitung menggunakan rumus (Effendi, 1979):

Keterangan: Pm = Pertambahan panjang mutlak (cm) Lt = Panjang rata-rata akhir (cm) Lo = Panjang rata-rata awal (cm)

2.3.2. Parameter Kualitas Air

Parameter kualitas air yang diamati meliputi konsentrasi oksigen terlarut (DO), pH, suhu, amonia, kesadahan dan alkalinitas. Nilai parameter tersebut digunakan untuk pembahasan kelayakan air yang digunakan sebagai media pemeliharaan memenuhi kisaran bagi kelangsungan hidup ikan betok.

Pengukuran konsentrasi oksigen terlarut (DO) dilakukan dengan menggunakan DO-meter. Air tandon dan media pemeliharaan dari masing-masing perlakuan diambil dan dimasukkan ke dalam botol sampel. Selanjutnya air tersebut diukur dengan DO-meter.

Derajat keasaman (pH) diukur dengan menggunakan pH meter. Batang indikator (probe) pada pH-meter dicelupkan pada air sampel. Selanjutnya nilai pH yang terukur dapat dilihat pada layar pH-meter.

Pengamatan terhadap suhu dilakukan dengan menggunakan termometer. Pengambilan data suhu dilakukan bersamaan dengan pengambilan data kualitas air yang lain.

Data konsentrasi amoniak diperoleh melalui dua tahap. Tahap pertama menggunakan spektrofotometer untuk memperoleh nilai absorban yang kemudian dihitung untuk memperoleh nilai total amonium nitrogen (TAN). Selanjutnya pada tahap kedua dilakukan perhitungan terhadap data TAN sehingga diperoleh nilai kadar amoniak (NH3) dalam media pemeliharaan.

Data kesadahan media pemeliharaan diperoleh dengan cara titrasi. Pengukuran kesadahan dilakukan bersamaan dengan pengambilan data kualitas air yang lain.


(18)

Data alkalinitas media pemeliharaan diperoleh dengan cara titrasi. Pengukuran alkalinitas dilakukan bersamaan dengan pengambilan data kualitas air yang lain.

2.3.3. Perhitungan Ekonomi

Beberapa parameter efisiensi ekonomi yang diperhitungkan dalam penelitian ini adalah penerimaan, keuntungan (laba), RC ratio, harga pokok produksi (HPP), payback periode (PP), dan Break even Point (BEP). Berdasarkan beberapa parameter tersebut selanjutnya ditentukan perlakuan yang paling efisien ditinjau dari segi ekonomi.

1) Total penerimaan

Total penerimaan merupakan hasil kali antara jumlah produk yang dihasilkan dengan harga jual dari produk tersebut. Total penerimaan dapat dihitung dengan rumus (Nurmalina et al., 2009):

Keterangan: TR = Total Revenue (total penerimaan) Q = Quantity (jumlah ikan yang dijual) P = Price (harga)

2) Keuntungan

Keuntungan merupakan selisih antara total penerimaan dengan total biaya. Keuntungan dihitung dengan menggunakan rumus (Nurmalina et al., 2009):

Keterangan: π = Laba

TR = Total Revenue (total penerimaan)

TC = Total Cost (total pengeluaran) 3) R/C ratio

R/C ratio merupakan salah satu kriteria kelayakan yang biasa digunakan dalam analisis bisnis. Kriteria ini akan lebih menggambarkan pengaruh dari adanya tambahan biaya terhadap tambahan manfaat yang diterima. Nilai R/C ratio


(19)

Keterangan: R/C = Perbandingan penerimaan dan pengeluaran ∑TR = Jumlah dari Total Revenue (total penerimaan) ∑TC = Jumlah dari Total Cost (total pengeluaran) 4) Harga pokok produksi (HPP)

Harga pokok produksi (HPP) merupakan nilai atau biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi 1 unit produk. Harga pokok produksi (HPP) per unit merupakan biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan satu unit produk. Harga pokok produksi dihitung dengan rumus (Rahardi et al., 1998):

HPP = 5) Payback periode (PP)

Payback periode (PP) merupakan parameter yang digunakan untuk menentukan lama waktu pengembalian modal. Nilai PP dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Martin et al., 1991) :

PP = x Tahun

6) Break even point (BEP)

Break even point (BEP) dapat dibedakan menjadi BEP penerimaan dan BEP unit. BEP penerimaan menunjukkan bahwa produksi dikatakan impas jika memperoleh penerimaan sebesar nominal tertentu. BEP penerimaan dihitung menggunakan rumus (Martin et al., 1991) :

BEP (Rp) =

Selain BEP penerimaan dilakukan perhitungan pula terhadap BEP unit, yaitu nilai yang menunjukkan bahwa produksi dikatakan impas jika telah melakukan penjualan sebesar jumlah (ekor) tertentu. BEP unit dihitung menggunakan rumus berikut (Martin et al., 1991) :

BEP unit (ekor) =


(20)

2.3.5 Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam (anova) dengan uji F pada selang kepercayaan 95% menggunakan program MS. Excel 2007 dan SPSS 16.0. Analisis ini dilakukan untuk menentukan berpengaruh atau tidaknya perlakuan terhadap parameter yang diamati. Apabila berpengaruh nyata, diuji lanjut dengan menggunakan uji Tukey untuk menentukan perlakuan yang berbeda.


(21)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil

Berdasarkan penelitian yang berjudul "Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Larva Ikan Betok Anabas testudineus Bloch selama 30 Hari Pemeliharaan dengan Padat Penebaran Awal 10, 20, dan 30 larva/liter" ini diperoleh data mengenai tingkat kelangsungan hidup (SR), panjang total, koefisien keragaman panjang, pertambahan panjang mutlak, bobot rata-rata akhir, dan kualitas air selama 30 hari pemeliharaan. Selain itu, ditentukan pula nilai efisiensi ekonomi dari penelitian yang dilakukan.

3.1.1. Kelangsungan Hidup

Hasil perhitungan derajat kelangsungan hidup larva ikan betok dapat dilihat pada Gambar 1. Nilai derajat kelangsungan hidup rata-rata pada perlakuan padat penebaran 10, 20, dan 30 larva/L berturut-turut adalah 51,50±5,57%, 31,13±6,47%, dan 15,33±5,75%. Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui bahwa perlakuan padat penebaran memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap derajat kelangsungan hidup benih ikan betok (p<0,05; Lampiran 1). Dari uji lanjut diketahui bahwa derajat kelangsungan hidup dari yang tertinggi berturut-turut adalah perlakuan 10, 20, dan 30 larva/L.

Gambar 1. Histogram derajat kelangsungan hidup larva ikan betok (Anabas testudineus)yang dipelihara selama 30 hari


(22)

3.1.2. Panjang Total dan Pertambahan Panjang Mutlak

Hasil pengamatan panjang total ikan uji selama 30 hari pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 2. Panjang total rata-rata pada perlakuan padat penebaran 10, 20, dan 30 larva/L berturut-turut adalah 2,84±0,14 cm, 2,62±0,19 cm, dan 2,82±0,28 cm.

Gambar 2. Grafik panjang total benih ikan betok (Anabas testudineus) yang dipelihara selama 30 hari

Hasil perhitungan nilai pertambahan panjang mutlak dapat dilihat pada Gambar 3. Nilai pertambahan panjang mutlak pada perlakuan padat penebaran 10, 20, dan 30 larva/L berturut-turut adalah 2,35±0,14 cm, 2,18±0,19 cm, dan 2,33±0,28 cm. Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui bahwa perlakuan padat penebaran tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap pertambahan panjang mutlak benih ikan betok (p>0,05; Lampiran 4).

Gambar 3. Histogram pertambahan panjang mutlak larva ikan betok (Anabas testudineus) yang dipelihara selama 30 hari


(23)

3.1.3. Koefisien Keragaman Panjang

Hasil perhitungan nilai koefisien keragaman panjang ikan uji selama 30 hari pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 4. Berdasarkan Gambar 4, koefisien keragaman panjang pada perlakuan padat penebaran 10, 20, dan 30 larva/L berturut-turut adalah 11,00±1,23 cm, 12,72±0,94 cm, dan 13,29±2,67 cm. Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui bahwa perlakuan padat penebaran tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap koefisien keragaman panjang benih ikan betok (p>0,05; Lampiran 3).

Gambar 4. Histogram Koefisien keragaman panjang larva ikan betok (Anabas testudineus) yang dipelihara selama 30 hari

3.1.4. Bobot akhir

Hasil pecatatan nilai bobot akhir ikan uji selama 30 hari pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 5. Nilai bobot akhir pada perlakuan 10, 20, dan 30 larva/L berturut-turut adalah 0,47±0,06 g, 0,45±0,12 g, dan 0,54±0,17 g. Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui bahwa perlakuan padat penebaran tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap bobot akhir benih ikan betok (p>0,05; Lampiran 5).


(24)

Gambar 5. Histogram bobot akhir benih ikan betok (Anabas testudineus) yang dipelihara selama 30 hari

3.1.5. Fisika-Kimia Air

Hasil pengukuran kualitas air pada masing-masing perlakuan selama 30 hari pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil pengukuran kualitas air tersebut juga dapat dilihat pada Gambar 6, 7, 8, 9, 10, dan 11. Hasil pengukuran yang diperoleh secara keseluruhan menunjukkan bahwa kualitas air selama pemeliharaan masih dalam batas toleransi ikan betok.

Tabel 1. Kisaran nilai parameter kualitas air pada pemeliharaan ikan betok (Anabas testudineus) selama 30 hari

Parameter Tandon 10 larva/L 20 larva/L 30 larva/L DO (mg/L) 6,02-6,45 5,21-6,45 4,57-6,45 4,55-6,45

pH 6,50-7,25 5,00-7,25 5,50-7,25 5,50-7,25

suhu (oC) 27 27 27 27

Amoniak (mg/L) 0,013-0,028 0,001-0,041 0,001-0,043 0,002-0,043 Kesadahan

(mg/L CaCO3)

28,83-40,36 23,06-40,36 23,06-40,36 23,06-40,36

Alkalinitas (mg/L CaCO3)


(25)

Hasil pengukuran kandungan oksigen terlarut (DO) dapat dilihat pada Gambar 6. Nilai DO menurun seiring waktu pemeliharaan pada semua perlakuan. Pada awal pemeliharaan nilai DO adalah 6,45 mg/L sedangkan pada akhir pemeliharaan kandungan oksigen terlarut pada tandon, perlakuan padat penebaran 10, 20, dan 30 larva/L berturut-turut adalah 6,02 mg/L, 5,21 mg/L, 4,57 mg/L, dan 4,55 mg/L.

Gambar 6. Grafik kelarutan oksigen (DO) media pemeliharaan larva ikan betok (Anabas testudineus) yang dipelihara selama 30 hari

Hasil pengukuran derajat keasaman (pH) dapat dilihat pada Gambar 7 di atas. Nilai pH menurun seiring waktu pemeliharaan pada semua perlakuan. Pada awal pemeliharaan nilai pH adalah 7,25 sedangkan pada akhir pemeliharaan kandungan pH pada tandon, perlakuan padat penebaran 10, 20, dan 30 larva/L berturut-turut adalah 6,50; 5,00; 5,50 dan 5,50.

Gambar 7. Grafik derajat keasaman (pH) media pemeliharaan larva ikan betok (Anabas testudineus) yang dipelihara selama 30 hari


(26)

Hasil pengukuran suhu dapat dilihat pada Gambar 8. Nilai suhu yang diperoleh dari hasil pengukuran relatif stabil yaitu 27 0C mulai awal sampai dengan akhir pemeliharaan baik pada tandon maupun pada perlakuan padat penebaran 10, 20, dan 30 larva/L.

Gambar 8. Grafik suhu media pemeliharaan larva ikan betok (Anabas testudineus) yang dipelihara selama 30 hari

Hasil pengukuran konsentrasi amoniak (NH3) dapat dilihat pada Gambar 9.

Pada awal pemeliharaan konsentrasi amoniak dalam media pemeliharaan adalah 0,013 mg/L sedangkan pada akhir pemeliharaan kandungan amoniak pada tandon, perlakuan padat penebaran 10, 20, dan 30 larva/L berturut-turut adalah 0,028 mg/L, 0,041 mg/L, 0,024 mg/L, dan 0,043 mg/L.

Gambar 9. Grafik amoniak (NH3) media pemeliharaan larva ikan betok (Anabas


(27)

Hasil pengukuran kesadahan dapat dilihat pada Gambar 10, pada awal pemeliharaan nilai kesadahan adalah 40,36 mg/L CaCO3. Pada akhir

pemeliharaan kesadahan pada tandon adalah 28,83 mg/L CaCO3 sedangkan pada

perlakuan padat penebaran 10, 20, dan 30 larva/L memiliki nilai yang sama yaitu 23,06 mg/L CaCO3.

Gambar 10. Grafik kesadahan media pemeliharaan larva ikan betok (Anabas testudineus) yang dipelihara selama 30 hari

Hasil pengukuran alkalinitas dapat dilihat pada Gambar 11. Pada awal pemeliharaan nilai alkalinitas adalah 40 mg/L CaCO3. Pada akhir pemeliharaan

alkalinitas pada tandon, perlakuan padat penebaran 10, 20, dan 30 larva/L berturut-turut adalah 32 mg/L CaCO3, 32 mg/L CaCO3, 24 mg/L CaCO3, dan 24

mg/L CaCO3.

Gambar 11. Grafik alkalinitas media pemeliharaan larva ikan betok (Anabas testudineus) yang dipelihara selama 30 hari


(28)

3.1.6. Perhitungan Ekonomi

Ukuran panjang total ikan menentukan harga jual benih ikan. Ukuran panjang total ikan dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu benih yang berukuran 2-3 cm dan 3-5 cm. Harga benih ikan betok di Palangkaraya yang berukuran 2-3 cm adalah Rp 250,00 sedangkan yang berukuran 3-5 cm sebesar Rp 300,00. Persentase kelompok ukuran benih ikan betok yang diperoleh selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 2. Analisis ragam persentase kelompok ukuran benih ikan betok dapat dilihat pada Lampiran 6.

Tabel 2. Persentase ukuran ikan betok 2-3 cm dan 3-5 cm

Perlakuan/padat tebar Persentase ukuran (%)

2-3 cm 3-5 cm

10 larva/liter 78,33±15,52a 21,67±15,52x

20 larva/liter 84,17±7,39a 15,83±7,39x

30 larva/liter 70,83±21,32a 26,67±19,05x Keterangan: huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata

(P>0,05)

Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa hanya perlakuan 10 larva/L yang menghasilkan laba, yaitu Rp 30.052,00. Pada perlakuan yang lain rugi dikarenakan nilai SR yang kecil. Nilai harga pokok produksi (HPP) terendah terdapat pada perlakuan 10 larva/L sebesar Rp 189,00 sedangkan yang tertinggi terdapat pada perlakuan 30 larva/L yaitu sebesar Rp 553,48. Nilai R/C ratio

tertinggi terdapat pada perlakuan 10 larva/L yaitu sebesar 1,39 sedangkan terendah terdapat pada perlakuan 30 larva/L yaitu sebesar 0,53. Nilai R/C ratio

sebesar 1,39 dapat diartikan setiap Rp 1,00 yang dikeluarkan sebagai biaya akan memberikan Rp. 1,39 sebagai pendapatan. Nilai BEP yang bernilai positif hanya pada perlakuan 10 larva/L sedangkan pada perlakuan yang lain bernilai negatif karena nilai penerimaan lebih kecil dibandingkan biaya yang dikeluarkan.


(29)

Tabel 3. Perhitungan ekonomi produksi benih ikan betok Anabas testudineus per akuariumselama 1 tahun

Parameter Perlakuan/padat tebar

10 larva/L 20 larva/L 30 larva/L Penerimaan (Rp)

1. ukuran 2-3 cm 82.000 106.000 71.000

2. ukuran 3-5cm 25.200 22.200 25.200

Total penerimaan (Rp) 107.200 128.200 96.200

Pengeluaran

1. Biaya variabel 51.856 103.712 155.568

2. Biaya tetap 25.292 25.292 25.292

Total pengeluaran (Rp) 77.148 129.004 180.860

Laba (Rp) 30.052 -804 -84.660

HPP (Rp) 189,01 267,31 553,48

R/C 1,39 0,99 0,53

PP (tahun) 3,96 5,88 -1,45

BEP (Rp) 49.539,79 -1.162.335,71 -60.149,20

BEP (ekor) 208,08 106,54 -217,16

3.2. Pembahasan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh data mengenai derajat kelangsungan hidup (SR), panjang total, koefisien keragaman panjang, pertumbuhan panjang mutlak, bobot rata-rata akhir ikan, dan data kualitas air media pemeliharaan.

Derajat kelangsungan hidup dapat digunakan sebagai salah satu indikator keberhasilan suatu kegiatan budidaya ikan. Jika diperoleh nilai SR yang tinggi pada suatu kegiatan budidaya, maka dapat dikatakan bahwa kegiatan budidaya yang dilakukan telah berhasil. Nilai SR yang diperoleh pada penelitian ini semakin rendah seiring semakin tinggi perlakuan padat penebaran (Gambar 1).

Nilai SR tertinggi diperoleh pada perlakuan padat penebaran 10 larva/L, yaitu 51,50±5,57%. Nilai tersebut lebih besar dibandingkan nilai SR pada literatur, yaitu berkisar antara 4,90% sampai dengan 16,5% (Trieu and Long, 2001). Jumlah kematian yang menyebabkan nilai SR rendah pada perlakuan 20 larva/L dan 30 larva/L diduga karena pengaruh perlakuan padat penebaran. Menurut Hepher dan Pruginin (1981) peningkatan padat tebar menyebabkan ruang gerak bagi ikan menjadi sempit yang pada akhirnya menimbulkan stres. Hal


(30)

tersebut selanjutnya dapat menyebabkan kematian pada ikan. Selain itu, diduga kematian ikan juga disebabkan oleh kanibalisme pada saat larva. Menurut Morioka et al. (2008) meskipun kematian karena kanibalisme tidak diamati, SR yang rendah pada hari ke-35 dalam penelitiannya kemungkinan disebabkan oleh kanibalisme seperti yang tercatat pada spesies lain seperti Clarias gariepinus dari genus Clariidae dan Scomberomorus niphoniius dari genus Scombridae. Perkembangan gigi dan kemampuan renang yang semakin baik merupakan faktor penting yang menyebabkan kanibalisme pada ikan betok seperti terjadi setelah atau selama perkembangan morfologinya.

Ruang gerak yang sempit memperbesar kemungkinan terjadinya kanibalisme. Kanibalisme tersebut dapat terjadi karena ketidakseragaman ukuran sehingga larva yang berukuran lebih besar dapat memakan larva lain yang lebih kecil dibandingkan bukaan mulutnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Wedemeyer (1996), bahwa peningkatan padat penebaran akan mengganggu tingkah laku ikan terhadap ruang gerak yang pada akhirnya dapat menurunkan kelangsungan hidup. Hal tersebut juga sesuai dengan pendapat Giles et al. (1986) dalam Morioka et al.

(2008) bahwa faktor-faktor yang menyebabkan kanibalisme antara lain padat penebaran yang tinggi, keragaman ukuran yang tinggi dan ketersediaan tempat berlindung dan pencahayaan.

Menurut Hepher dan Pruginin (1981), pertumbuhan ikan bergantung pada beberapa faktor yaitu jenis ikan, sifat genetis, kemampuan memanfaatkan makanan, ketahanan terhadap penyakit serta didukung oleh faktor lingkungan seperti kualitas air, pakan, dan ruang gerak atau padat penebaran. Pertumbuhan yang diamati dalam penelitian ini mencakup pengamatan terhadap panjang total, dan pertambahan panjang mutlak, koefisien keragaman panjang, dan bobot rata-rata akhir pemeliharaan/panen.

Koefisien keragaman panjang merupakan perbandingan antara simpangan baku dengan rata-rata contoh (Steel dan Torrie, 1991). Nilai tersebut menunjukkan besar variasi ukuran panjang ikan yang diperoleh berdasarkan hasil penelitian. Semakin kecil nilai koefisien keragaman panjang, maka ukuran panjang antar individu dalam populasi tersebut semakin seragam. Semakin seragam ikan yang dihasilkan, semakin baik kegiatan budidaya yang dilakukan.


(31)

Hal ini dikarenakan populasi ikan yang seragam akan memperkecil kompetisi dalam populasi tersebut. Selain itu, produk yang seragam memiliki harga jual lebih tinggi daripada yang ukurannya tidak seragam sehingga penerimaan yang diperoleh lebih besar.

Berdasarkan hasil analisis ragam, perlakuan padat penebaran yang diberikan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap koefisien keragaman panjang. Koefisien keragaman panjang dalam penelitian ini masih dibawah 20% (Gambar 3) sehingga dapat dikatakan bahwa benih ikan yang dihasilkan seragam. Hal ini sesuai dengan Mattjik dan Sumertajaya (2002) yang menyatakan bahwa nilai koefisien keragaman yang nilainya di bawah kisaran 20% dianggap homogen atau seragam.

Pertambahan panjang mutlak merupakan panjang rata-rata individu pada tiap perlakuan dari awal hingga akhir pemeliharaan (Effendi, 1979). Nilai panjang mutlak identik dengan nilai panjang total, dalam artian jika nilai panjang total tinggi maka nilai panjang mutlak juga tinggi dan begitu pula sebaliknya. Berdasarkan hasil yang diperoleh, nilai pertambahan panjang mutlak antar perlakuan tidak berbeda nyata. Hal ini diduga karena terjadi kematian pada awal pemeliharaan terutama pada padat penebaran awal yang lebih tinggi. Kematian pada awal pemeliharaan tersebut diduga menyebabkan populasi antar perlakuan menjadi tidak berbeda nyata sehingga pertumbuhannya pun tidak berbeda.

Perlakuan padat penebaran awal yang lebih tinggi seharusnya menghasilkan benih ikan yang lebih kecil karena terjadi kompetisi dalam memperoleh makanan. Namun pada penelitian ini berdasarkan analisis ragam, bobot tubuh benih ikan antar perlakuan tidak berbeda nyata. Hal tersebut diduga juga disebabkan terjadi kematian ikan pada awal pemeliharaan.

Pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup ikan juga dipengaruhi oleh kualitas air. Kualitas air yang diamati dalam penelitian ini adalah konsentrasi oksigen terlarut, suhu, pH, amonia, kesadahan dan alkalinitas. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kisaran kualitas air yang diperoleh masih sesuai dengan batas toleransi ikan betok (Tabel 1).

Konsentrasi oksigen terlarut (DO) selama penelitian berkisar antara 4,55-6,45 mg/L. Nilai oksigen terlarut mulai awal hingga akhir pemeliharaan


(32)

mengalami penurunan. Hal tersebut dikarenakan adanya respirasi dari organisme dan perombakan sisa metabolisme dalam media pemeliharaan. Nilai DO terendah pada akhir pemeliharan terdapat pada perlakuan 30 larva/L sedangkan yang tertinggi terdapat pada perlakuan 10 larva/L. Hal ini diduga terkait dengan padat penebaran awal pada perlakuan 30 larva/L adalah yang tertinggi dan pada perlakuan 10 larva/liter adalah yang terendah. Jumlah individu yang banyak menyebabkan penurunan DO semakin cepat karena konsumsi oksigen lebih banyak baik untuk respirasi maupun untuk perombakan sisa metabolisme. Hal ini sesuai dengan pendapat Hepher (1981) menyatakan bahwa dalam budidaya intensif, oksigen terlarut dan akumulasi hasil metabolisme menjadi faktor pembatas karena pada kepadatan yang tinggi menyebabkan menurunnya konsentrasi oksigen terlarut dan meningkatnya akumulasi hasil metabolisme. Meskipun demikian, kandungan DO tersebut masih dapat ditoleransi oleh ikan betok karena ikan betok memiliki alat pernapasan tambahan yang dapat membantu pernapasan pada media dengan konsentrasi oksigen terlarut yang rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Sayer (2005) dalam Morioka et al. (2008) bahwa karena Anabas testudineus termasuk dalam kelompok ikan dengan alat pernapasan tambahan, ikan tersebut dapat tahan pada lingkungan dengan konsentrasi oksigen terlarut yang rendah. Sifat tersebut menunjukkan potensi untuk dikembangkan dengan kepadatan yang tinggi walupun harus dilakukan suatu perlakuan untuk menanggulangi kanibalisme.

Derajat keasaman (pH) merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap kehidupan ikan. Menurut Boyd (1990), kisaran pH bagi kehidupan ikan dan proses laju nitrifikasi oleh bakteri Nitrosomonas sp. dan Nitrobacter sp. adalah sebesar 7-8,5. Nilai pH yang diperoleh selama penelitian berkisar antara 5,00-7,25. Nilai tersebut masih dapat ditoleransi oleh ikan betok karena ikan betok dapat hidup dalam air yang bersifat asam (pH<7). Hal ini sesuai dengan pendapat Widodo et al. (2007) yang menyatakan bahwa ikan betok dapat tumbuh normal pada perairan dengan kisaran pH antara 4-8.

Suhu merupakan salah satu faktor penting dalam kegiatan budidaya ikan. Hal ini terkait dengan sifat ikan yang merupakan hewan berdarah dingin yaitu suhu tubuhnya dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Pada saat suhu lingkungan


(33)

tinggi suhu tubuh ikan juga tinggi sehingga metabolisme tubuh ikan cepat dan sebaliknya pada suhu rendah metabolisme ikan pun rendah. Hal tersebut berpengaruh terhadap nafsu makan ikan yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan dan pada akhirnya mempengaruhi produksi. Nilai suhu yang diperoleh selama penelitian ini adalah 27 0C. Suhu tersebut masih sesuai untuk kehidupan ikan termasuk ikan betok. Kisaran suhu optimum bagi kehidupan ikan adalah 25-32 oC (Kordi, 2004). Suhu air yang baik untuk pertumbuhan ikan betok berkisar antara 25-30 C (Widodo et al., 2007).

Amoniak dalam media budidaya berbahaya bagi ikan jika terdapat dalam konsentrasi yang tinggi. Amoniak dalam media pemeliharaan berasal dari ekskresi ikan melalui insang, perombakan sisa metabolisme, serta dari perombakan sisa pakan dalam media pemeliharaan. Nilai amoniak yang dihasilkan selama penelitian berfluktuasi dan berada pada kisaran 0,001-0,043 mg/L. Nilai tersebut masih dapat ditoleransi oleh ikan. Menurut Boyd (1990), kisaran konsentrasi amoniak dalam pemeliharaan ikan adalah kurang dari 0,1 mg/L.

Kesadahan adalah gambaran kation logam divalen dan dalam perairan tawar ditentukan oleh jumlah kalsium dan magnesium. Nilai kesadahan yang diperoleh selama penelitian berkisar 23,06-40,36 mg/L CaCO3. Nilai tersebut

menunjukkan bahwa media pemeliharaan tergolong perairan lunak (soft) karena memiliki nilai kesadahan 0-75 mg/L (Sawyer dan Mc Carty 1967 dalam Boyd 1990).

Alkalinitas merupakan gambaran kapasitas air untuk menetralkan asam dan basa. Kisaran alkalinitas media pemeliharaan selama penelitian adalah 24-32 mg/L CaCO3. Nilai alkalinitas tersebut masih layak untuk menunjuang kehidupan

ikan karena relatif stabil dalam menjaga perubahan pH. Menurut Boyd (1990), perairan yang mengandung alkalinitas ≥20 mg/L CaCO3 relatif stabil terhadap

perubahan asam dan basa sehingga kapasitas bufer lebih stabil.

Perlakuan padat penebaran 10, 20, dan 30 larva/L menghasilkan benih dengan ukuran yang beragam. Ukuran benih yang dihasilkan dapat dikelompokkan dalam dua kelompok ukuran, yaitu benih berukuran 2-3 cm dan 3-5 cm. Presentase ukuran yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 2. Persentase ukuran 2-3 cm pada perlakuan 10 larva/L, 20 larva/L, 30 larva/L masing-masing


(34)

adalah 78,33%, 84,17%, dan 70,83%. Persentase ukuran 3-5 cm 10 larva/L, 20 larva/L, 30 larva/L masing-masing adalah 21,67%, 15,83%, dan 26,67 % Berdasarkan analisis ragam, baik pada ukuran 2-3 cm maupun ukuran 3-5 cm nilai persentase ukuran tersebut tidak berbeda nyata (Tabel 2.)

Ukuran ikan menentukan harga jual ikan tersebut sehingga jika yang dihasilkan lebih banyak ikan berukuran kecil, maka dalam jumlah yang sama penerimaan yang diperoleh menjadi lebih kecil. Berdasarkan Tabel 3, penerimaan paling besar diperoleh pada perlakuan 10 larva/liter yaitu Rp 107.200,00 sedangkan yang paling kecil terdapat pada perlakuan perlakuan 30 larva/liter sebesar Rp 96.200,00.

Peneriman juga dipengaruhi oleh harga pokok produksi (HPP). Nilai HPP terendah terdapat pada perlakuan 10 larva/L sedang yang tertinggi terdapat pada perlakuan 30 larva/L. Hal ini dikarenakan total biaya yang dikeluarkan pada perlakuan 30 larva/L paling besar dibandingkan perlakuan lain.

Berdasarkan analisis R/C ratio dapat disimpulkan bahwa hanya perlakuan 10 larva/liter yang masih layak dijalankan sebagai sebuah usaha karena nilai R/C

ratio lebih dari 1 (Nurmalina et al., 2009). Hal ini dikarenakan pada perlakuan 10 larva/L total penerimaan yang diperoleh lebih besar dibandingkan total biaya yang dikeluarkan sedangkan pada perlakuan yang lain total penerimaan yang diperoleh lebih kecil dibandingkan total biaya yang dikeluarkan akibat SR yang rendah pada kedua perlakuan tersebut.

Payback periode (PP) sebagai kriteria investasi menunjukkan waktu yang diperlukan untuk pengembalian modal. Nilai PP terkecil terdapat pada perlakuan 10 larva/liter yaitu 3,96 tahun artinya investasi untuk usaha yang dilakukan sesuai dengan perlakuan tersebut akan kembali dalam waktu 3,96 tahun.

Nilai break even point (BEP) menunjukkan titik impas suatu usaha. Berdasarkan Tabel 3, nilai BEP tertinggi terdapat pada perlakuan sebesar 208 ekor artinya untuk mencapai titik impas, pada usaha yang dilakukan dengan perlakuan 10 ekor harus menghasilkan benih 208 ekor.


(35)

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Pemeliharaan ikan betok (Anabas testudineus) dengan padat penebaran 10

larva/liter paling optimal karena memiliki nilai derajat kelangsungan hidup (51,50±5,57 %) dan laba yang tertinggi sedangkan pertumbuhan sama dengan

perlakuan lainnya.

4.2 Saran

Penelitian lanjutan dapat dilakukan terutama untuk menanggulangi kanibalisme pada saat larva misalnya dengan pelindung (shelter) serta manajemen pakan dan lingkungan yang lebih baik. Selain itu, dapat juga dilakukan penelitian untuk mengevaluasi produksi benih ikan betok setelah pemeliharaan 30 hari pemeliharaan.


(36)

DAFTAR PUSTAKA

Boyd, C.E., 1990. Water Quality in Ponds for Aquaculture. Auburn University, Alabama.

Effendie, M.I., 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri, Bogor.

Faturrahman, 2011. Investasi Potensial Menyemai Benih Papuyu. Layuh, Kabupaten Hulu Tengah, Kalimantan Selatan. Available at http://kalsel.antaranews.com/berita/3774/investasi-potensial-menyemai-bibit-papuyu. [8 Desember 20011]

Goddard, S., 1996. Feed Management in Intensive Aquaculture. Chapman and Hall, New York.

Hepher, B., Pruginin Y., 1981. Commercial Fish Farming with Special Reference to Fish Culture in Israel. John Willey and Sons, New York.

Kordi, K.M.G., 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. Cetakan Pertama. Rineka Cipta dan Bina Adiaksara, Jakarta.

Martin, J.D., Petty, J.W., Keown, A.J., and Scott, D.F., 1991. Basic Financial Management 5th Edition. Prentice Hall Inc, New Jersey, USA.

Mattjik, A.A., dan Sumertajaya M., 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. IPB Press, Bogor. hlm 68.

Morioka, S., Ito, S., Kitamura, S., and Vongvichith, B., 2008. Growth and Morphological Development of Laboratory-reared Larval and Juvenile Climbing Perch Anabas testudineus. Ichthyol Res 56: 162-171.

Nurmalina, R., Sarianti, T., dan Karyadi, A., 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Departeman Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Rahardi, F., Kristiawati, R., Nazarudin., 1998. Agribisnis Perikanan. Penebar Swadaya, Jakarta.

Steel, G.D. dan Torrie, J.H., 1981. Prinsip-prinsip dan Prosedur Statistika. Terjemahan PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Trieu, N.V., Long, D.N., Seed Production of Climbing Pearch (Anabas testudineus): A Study on the Larval Rearing. Institute for Aquaculture and Fisheries Sciences, College of Agriculture, Can Tho University.


(37)

Wedemeyer, G.A., 1996. Physiology of Fish in Intensive Culture Systems. Northwest Biological Science Center National Biological Service U.S. Departement of The Interior. Chapman and Hall, U.S.

Widodo, P., Budiman, U., dan Ningrum, M., 2007. Kaji Terap Pembesaran Ikan Papuyu (Anabas testudineus Bloch) dengan Pemberian Kombinasi Pakan Pelet dan Keong Mas dalam Jaring Tancap di Perairan Rawa. DKP


(38)

(39)

Lampiran 1. Hasil perhitungan statistik kelangsungan hidup benih ikan betok

(Anabas testudineus)

a. Deskripsi

Ulangan 10 larva/liter 20 larva/liter 30 larva/liter 1 57,00 24,50 9,00 2 51,00 32,50 19,33 3 54,00 39,50 21,00 4 44,00 28,00 12,00 Rata-rata 51,50±5,57% 31,13±6,47% 15,33±5,75%

b. Anova Sumber Keragaman (SK) Jumlah Kuadrat (JK) Derajat Bebas (DB) Kuadrat Tengah (KT) F

hitung P Perlakuan 2630,176 2,000 1315,088 37,220 0,000

Galat 317,994 9,000 35,333 Total 2948,170 11,000

Kesimpulan: P<0,05, berarti perlakuan padat penebaran berpengaruh nyata terhadap kelangsungan hidup benih ikan betok

c. Uji lanjut Tukey untuk menentukan perbedaan SR antar perlakuan

(I)Perlakuan (J)Perlakuan

Beda Nilai Tengah

(I-J)

Kesalahan Baku P

Selang kepercayaan 95% Batas Bawah Batas Atas 10 larva/liter 20 larva/liter 20,375* 4,203 0,020 8,640 32,120

30 larva/liter 35,168* 4,203 0,000 24,432 47,903 20 larva/liter 10 larva/liter -20,375* 4,203 0,020 -32,110 -8,640 30 larva/liter 15.793* 4,203 0,110 4,057 27,528 30 larva/liter 10 larva/liter -36,168* 4,203 0,000 -47,903 -24,432 20 larva/liter -15,793* 4,203 0,110 -27,528 -4,0573 *. Nilai beda nyata (p<0,05).

Lampiran 2. Hasil perhitungan statistik panjang total benih ikan betok (Anabas testudineus)

a. Deskripsi

Ulangan 10 larva/liter 20 larva/liter 30 larva/liter 1 2,77 2,92 3,06 2 2,79 2,56 2,79 3 2,75 2,49 2,43 4 3,04 2,70 2,97 Rata-rata 2,84 ± 0,14 2,62 ± 0,19 2,82 ± 0,28


(40)

b. Anova Sumber Keragaman (SK) Jumlah Kuadrat (JK) Derajat Bebas (DB) Kuadrat

Tengah (KT) F hitung P Perlakuan 0,067 2,000 0,34 0,765 0,493

Galat 0,396 9,000 0,44 Total 0,464 11,000

Kesimpulan: P>0,05, berarti perlakuan padat penebaran tidak berpengaruh nyata terhadap panjang total benih ikan betok

Lampiran 3. Hasil perhitungan statistik koefisien keragaman panjang benih ikan betok (Anabas testudineus)

a. Deskripsi

Ulangan 10 larva/liter 20 larva/liter 30 larva/liter 1 11,50 11,67 14,58 2 12,49 12,23 16,42 3 10,18 13,77 11,28 4 9,83 13,19 10,88 Rata-rata 11.00 ± 1.23 12.72 ± 0.94 13.29 ± 2.67

b. Anova Sumber Keragaman (SK) Jumlah Kuadrat (JK) Derajat Bebas (DB) Kuadrat Tengah (KT) F

hitung P Perlakuan 11,355 2,000 5,677 1,794 0,221

Galat 28,487 9,000 3,165 Total 39,841 11,000

Kesimpulan: P>0,05, berarti perlakuan padat penebaran tidak berpengaruh nyata terhadap koefisien keragaman panjang benih ikan betok

Lampiran 4. Hasil perhitungan statistik pertambahan panjang mutlak benih ikan betok (Anabas testudineus)

a. Deskripsi

Ulangan 10 larva/liter 20 larva/liter 30 larva/liter 1 2,28 2,43 2,57 2 2,30 2,07 2,30 3 2,26 2,00 1,94 4 2,55 2,21 2,49 Rata-rata 2.35 ± 0.14 2.18 ± 0.19 2.33 ± 0.28


(41)

b. Anova Sumber Keragaman (SK) Jumlah Kuadrat (JK) Derajat Bebas (DB) Kuadrat

Tengah (KT) F hitung P Perlakuan 0,068 2,000 0,008 0,535 0,603

Galat 0,399 9,000 0,015 Total 0,468 11,000

Kesimpulan: P>0,05, berarti perlakuan padat penebaran tidak berpengaruh nyata terhadap panjang mutlak benih ikan betok

Lampiran 5. Hasil perhitungan statistik bobot akhir benih ikan betok (Anabas testudineus)

Ulangan 10 larva/liter 20 larva/liter 30 larva/liter 1 0,41 0,61 0,74 2 0,48 0,34 0,52 3 0,44 0,39 0,33 4 0,56 0,46 0,56 Rata-rata 0.47±0.06 0.45±0.12 0.54±0.17

ANOVA Sumber Keragaman (SK) Jumlah Kuadrat (JK) Derajat Bebas (DB) Kuadrat

Tengah (KT) F hitung P Perlakuan 0,017 2,000 0,008 0,535 0,603

Galat 0,139 9,000 0,015 Total 0,155 11,000

Kesimpulan: P>0,05, berarti perlakuan padat penebaran tidak berpengaruh nyata terhadap bobot akhir benih ikan betok


(42)

Lampiran 6. Hasil perhitungan statistik persentase ukuran 2-3 cm dan >3 cm benih ikan betok (Anabas testudineus)

Ukuran (inch) Ulangan 10 larva/liter 20 larva/liter 30 larva/liter

2-3cm

1 80,00 73,33 53,33 2 83,33 90,00 73,33 3 93,33 86,67 100,00 4 56,67 86,67 56,67 Rata-rata 78,33±15,52 84,17±7,39 70,83±21,32

3-5 cm

1 20,00 26,67 36,67 2 16,67 10,00 26,67 3 6,67 13,33 0,00 4 43,33 13,33 43,33 Rata-rata 21,67±15,52 15,83±7,39 26,67±19,05

Lanjutan lampiran 6.

ANOVA ukuran benih 2-3cm Sumber Keragaman (SK) Jumlah Kuadrat (JK) Derajat Bebas (DB) Kuadrat Tengah

(KT) F hitung P Perlakuan 357,493 2,000 178,746 0,715 0,515

Galat 2249,833 9,000 249,981 Total 2607,326 11,000

Kesimpulan: P<0,05, berarti perlakuan padat penebaran berpengaruh nyata terhadap ukuran benih ikan betok.

ANOVA ukuran benih 3-5 cm Sumber Keragaman (SK) Jumlah Kuadrat (JK) Derajat Bebas (DB) Kuadrat Tengah

(KT) F hitung P

Perlakuan 235,259 2,000 117,630 0,536 0,603

Galat 1974,783 9,000 219,420

Total 2210,043 11,000

Kesimpulan: P<0,05, berarti perlakuan padat penebaran berpengaruh nyata terhadap ukuran benih ikan betok.


(43)

Lampiran 7. Analisis usaha produksi benih ikan betok Anabas testudineus pada padat penebaran 10 larva/L, 20 larva/L, dan 30 larva/L

Asumsi yang digunakan untuk perhitungan ekonomi adalah nilai rata-rata setiap perlakuan akuarium, perhitungan efisiensi ekonomi untuk tiap akuarium dan pekerja adalah pemilik sendiri, volume akuarium menggunakan volume penelitian (10 L), pakan yang digunakan berupa artemia selama 10 hari pemeliharaan dan cacing sutera selama 20 hari berikutnya, harga artemia Rp 100.000,00/100gr, harga cacing sutera Rp 2500,00/takar (harga di daerah bogor), harga larva Rp 50,00 harga benih ukuran 2-3 cm = Rp 250,00 , 3-5 cm = Rp 300,00

a. Komponen biaya investasi dan nilai penyusutan fasilitas atau peralatan produksi benih ikan betok A nabas testudineus yang digunakan. Komponen Jumlah Satuan Harga Satuan Jumlah Investasi Umur Teknis (tahun) Nilai sisa Penyusutan/thn

tandon 2 Unit 150000 300000 10 100000 20000

Hi-blow 1 Unit 300000 300000 10 30000 27000

rak 1 Unit 150000 150000 5 50000 20000

akuarium 12 Unit 30000 360000 10 120000 24000

set aerasi 1 Unit 100000 100000 3 10000 30000

selang 10 M 5000 50000 2 5000 22500

paralon 8 M 3000 24000 2 0 12000

serokan 2 Unit 3000 6000 1 0 6000

baskom 4 Unit 3000 12000 1 0 12000

termometer 2 Unit 5000 10000 1 0 10000

Total (untuk 12 akuarium) 1312000 183500

Nilai per akuarium 109333 15292


(44)

Lanjutan Lampiran 7

b. Perhitungan efisiensi ekonomi produksi benih ikan betok Anabas testudineus pada padat penebaran awal 10 larva/L, 20 larva/L, dan 30 larva/L

Perlakuan

10 ekor/liter 20 ekor/liter 30 ekor/liter

ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3 ulangan 4 ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3 ulangan 4 ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3 ulangan 4

I Penerimaan

penjualan benih (2-3cm) 92000 86000 100000 50000 72000 118000 136000 98000 32000 86000 126000 40000

penjualan benih (3-5cm) 26400 19200 9600 45600 31200 14400 26400 16800 26400 36000 0 38400

total penerimaan 118400 105200 109600 95600 103200 132400 162400 114800 58400 122000 126000 78400

rata-rata penerimaan 107200 128200 96200

II Pengeluaran

1 Biaya variabel

biaya larva 40000 40000 40000 40000 80000 80000 80000 80000 120000 120000 120000 120000

biaya pakan 11856 11856 11856 11856 23712 23712 23712 23712 35568 35568 35568 35568

total biaya variabel 51856 51856 51856 51856 103712 103712 103712 103712 155568 155568 155568 155568

2 Biaya tetap

biaya penyusutan 15292 15292 15292 15292 15292 15292 15292 15292 15292 15292 15292 15292

biaya listrik 10000.00 10000.00 10000.00 10000.00 10000.00 10000.00 10000.00 10000.00 10000.00 10000.00 10000.00 10000.00

total biaya tetap 25292.00 25292.00 25292.00 25292.00 25292.00 25292.00 25292.00 25292.00 25292.00 25292.00 25292.00 25292.00

total pengeluaran 77148.00 77148.00 77148.00 77148.00 129004.00 129004.00 129004.00 129004.00 180860.00 180860.00 180860.00 180860.00 rata-rata pengeluaran 77148.00 129004.00 180860.00 III laba (Rp) 41252.00 28052.00 32452.00 18452.00 -25804.00 3396.00 33396.00 -14204.00 -122460.00 -58860.00 -54860.00 -102460.00 rata-rata laba (Rp) 30052.00 -804.00 -84660.00 IV HPP (Rp) 169.18 189.09 178.58 219.17 329.09 248.08 204.12 287.96 837.31 389.78 358.85 627.99

rata-rata HPP (Rp) 189.01 267.31 553.48

V R/C 1.53 1.36 1.42 1.24 0.80 1.03 1.26 0.89 0.32 0.67 0.70 0.43

rata-rata R/C 1.39 0.99 0.53

VI PP (tahun) 2.65 3.90 3.37 5.93 -4.24 32.19 3.27 -7.70 -0.89 -1.86 -1.99 -1.07

rata-rata PP (tahun) 3.96 5.88 -1.45

VII BEP (Rp) 45001.39 49878.49 48005.04 55274.21 -5097918.75 116726.88 69987.40 261861.62 -15201.02 -91921.59 -107778.41 -25695.79 rata-rata BEP (Rp) 49539.79 -1162335.71 -60149.20 VIII BEP (Rp) 186 206 195 246 -1736 500 294 1367 -54 -297 -431 -87

rata-rata BEP (Rp) 208 107 -217


(45)

ABSTRACT

WAHYU CATUR PAMUNGKAS. Growth and survival rate of climbing perch larvae Anabas testudineus Bloch. stocked at 10, 20, and 30 larvae/L that was conducted in 30 days. Supervised by TATAG BUDIARDI and DADANG SHAFRUDDIN.

The climbing perch, Anabas testudineus is one of the highly price fresh water fish species, which is potential to be cultivated intensively. However, it is still mired in the production of larva, the survival rate (SR) is still low. The purpose of this study was to determine optimum density of climbing perch larva in rearing of the larvae. The research was conducted with 10, 20, and 30 larvae/L stocking density and 4 replication in each treatment. The 10th days larvae of climbing perch with an average length of 0.49±0.06 cm were stocked in the treatments. That larvae reared for 30 days in 25x25x25 cm aquarium filled with 10 L of water. It fed with

artemia naupli from the beginning up to 10 days of the rearing then continued with silk worms (Limodrilus sp.) until the end of the rearing. The survival rate affected significantly by stocking density (P<0.05) but the growth was not affected significantly (P>0.05). The highest survival rate (51.5±5.57%) was in the treatment of 10 larvae/L while the lowest (15.33±5.75%) contained in the treatment of 30 larvae/L. Therefore, based on the results of this study, it can be concluded that the most effective stocking density were 10 larvae /L.


(46)

ABSTRAK

WAHYU CATUR PAMUNGKAS. Pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan betok Anabas testudineus Bloch selama 30 hari pemeliharaan dengan padat penebaran awal 10, 20, dan 30 larva/liter. Dibimbing oleh TATAG BUDIARDI dan DADANG SHAFRUDDIN.

Ikan betok Anabas testudineus merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi sehingga berpotensi untuk dibudidayakan secara intensif. Namun, budidaya ikan tersebut masih terkendala dalam produksi larva yaitu tingkat kelangsungan hidup (SR) yang masih rendah. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kepadatan optimal dalam pemeliharaan larva ikan betok. Penelitian dilakukan dengan padat penebaran 10, 20, dan 30 larva/L dan menggunakan 4 ulangan pada tiap perlakuan. Larva ikan betok berumur 10 hari dengan panjang rata-rata 0,49±0,06 cm ditebar sesuai dengan perlakuan. Larva tersebut dipelihara selama 30 hari di dalam akuarium berukuran 25x25x25 cm yang diisi air sebanyak 10 L. Pakan yang diberikan berupa artemia mulai awal sampai dengan 10 hari pemeliharaan kemudian diberikan cacing sutera sampai akhir pemeliharaan. Tingkat kelangsungan hidup tertinggi (51,5±5,57%) diperoleh pada perlakuan 10 larva/L sedangkan yang terendah (15,33±5,75% ) terdapat pada perlakuan 30 larva/L (p<0,05). Data pertumbuhan yang diperoleh menunjukkan bahwa pertumbuhan antar perlakuan tidak berbeda (p>0,05). Oleh karena itu berdasarkan hasil penelitian ini, pemeliharaan larva dapat dilakukan dengan padat penebaran 10 larva/L.

Kata Kunci : ikan betok, larva, padat penebaran, derajat kelangsungan hidup, pertumbuhan


(47)

I. PENDAHULUAN

Jumlah penduduk yang semakin meningkat menyebabkan peningkatan terhadap kebutuhan pangan. Salah satu alternatif solusi yang dapat dilakukan adalah melalui usaha budidaya. Ikan merupakan salah satu komoditas pangan yang memiliki kandungan protein cukup tinggi sehingga baik untuk dijadikan sebagai bahan pangan. Oleh karena itu, perlu dilakukan peningkatan produksi perikanan melalui kegiatan usaha budidaya ikan termasuk terhadap sumberdaya ikan lokal.

Salah satu jenis ikan lokal yang memiliki potensi untuk dikembangkan adalah ikan betok/papuyu Anabas testudineus Bloch. Ikan tersebut termasuk komoditas ekonomis penting khususnya di daerah Kalimantan. Menurut Faturrahman (2011), harga ikan papuyu konsumsi berkisar Rp 40.000,00 sampai dengan Rp 70.000,00/kg dengan jangka pemeliharaan 6 sampai 9 bulan. Namun demikian, sebagian besar masih mengandalkan hasil penangkapan di alam sehingga hal ini cenderung mengakibatkan penurunan stok ikan betok di alam. Oleh karena itu, diperlukan kegiatan usaha budidaya untuk memenuhi kebutuhan konsumi masyarakat dan menjaga ikan tersebut agar tidak punah.

Usaha budidaya ikan betok telah dapat dilakukan, tetapi kelangsungan hidup dalam pemeliharaan larva ikan tersebut masih relatif rendah berkisar antara 4,90-16,5% (Trieu and Long, 2001). Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan sintasan larva adalah dengan mengoptimalkan padat penebaran larva. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan mengenai padat penebaran optimal untuk pemeliharaan larva ikan tersebut. Setelah diperoleh padat penebaran yang optimal, diharapkan dapat mengefisienkan produksinya. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan padat penebaran larva ikan betok yang optimal pada produksi benih ikan betok, melalui kajian pertumbuhan dan kelangsungan hidupnya .


(48)

II. METODE

2.1. Metode Penelitian

2.1.1. Rancangan Percobaan

Penelitian dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan setiap perlakuan menggunakan empat ulangan, yaitu :

1) Perlakuan dengan padat tebar 10 ekor/L. 2) Perlakuan dengan padat tebar 20 ekor/L. 3) Perlakuan dengan padat tebar 30 ekor/L.

Model percobaan yang digunakan dalam penelitian ini mengikuti rumus Steel dan Torrie (1991) yaitu :

Keterangan:

Yij = Data hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j.

µ = Nilai tengah dari pengamatan. σi = Pengaruh aditif dari perlakuan ke-i.

εij = Pengaruh galat hasil percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j.

Model tersebut tidak digunakan pada parameter kualitas air dan parameter ekonomi. Parameter penelitian yang menggunakan model tersebut adalah parameter biologi, yaitu derajat kelangsungan hidup, koefisien keragaman panjang, dan pertambahan panjang mutlak.

2.2. Pelaksanaan Penelitian 2.2.1. Persiapan Wadah

Tahap persiapan wadah meliputi pencucian, pengeringan, dan pengisian akuarium. Akuarium yang digunakan untuk pemeliharaan ikan berukuran 25x25x25 cm sebanyak 12 unit yang diisi air masing-masing sebanyak 10 liter (ketinggian air 16 cm). Wadah tersebut ditempatkan dalam ruangan tertutup agar suhu pemeliharaan stabil. Kemudian ke dalam tiap akuarium diberi satu titik aerasi sebagai suplai oksigen.


(49)

2.2.2. Penebaran larva

Larva ikan betok yang digunakan berumur 10 hari dari hasil pemijahan buatan dengan panjang rata-rata 0,49±0,06 cm. Ikan diaklimatisasi dahulu sebelum ditebar kemudian dipelihara dengan padat tebar sesuai dengan rancangan percobaan.

Penebaran benih dilakukan ketika kondisi air telah stabil agar benih yang ditebar lebih mudah beradaptasi. Air yang digunakan telah diaerasi dan didiamkan selama 3 hari. Sebelum ditebar dilakukan pengambilan contoh sebanyak 30 ekor untuk diukur panjang tubuh larva sehingga diperoleh data panjang rata-rata awal benih.

2.2.3. Pemberian Pakan

Pakan yang diberikan berupa artemia dan cacing sutera. Pakan diberikan 3 kali sehari, yaitu pada pagi, siang, dan sore hari. Pakan yang diberikan mulai hari hari pertama sampai dengan hari ke-10 berupa artemia sedangkan pada hari ke-10 sampai dengan hari ke-30 diberikan pakan berupa cacing sutera secara ad libitum. Pada hari ke 9 dan hari ke 10 sudah mulai diberikan cacing agar larva dapat beradaptasi dengan pakan berupa cacing.

2.2.4. Pengelolaan Kualitas Air

Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan penyifonan kotoran di dasar akuarium dan penggantian air. Air yang digunakan untuk penggantian adalah air yang telah diendapkan dan diaerasi yang disimpan pada tandon. Untuk memperoleh data parameter kualitas air dilakukan pengukuran air setiap sepuluh hari sekali di Laboratorium Lingkungan Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

2.3. Parameter Penelitian

Parameter dalam penelitian ini dapat dibedakan dalam tiga kelompok, yaitu parameter biologi, parameter kualitas air, dan parameter ekonomi. Selanjutnya, data parameter tersebut digunakan untuk menentukan perlakuan yang terbaik dalam penelitian ini.


(50)

2.3.1 Parameter Biologi

Parameter biologi yang diamati terdiri atas derajat kelangsungan hidup (SR), koefisien keragaman panjang, dan pertambahan panjang mutlak. Untuk menentukan nilai parameter tersebut, terlebih dahulu dilakukan pengambilan contoh (sampling). Sampling ikan dilakukan setiap 10 hari sekali selama 30 hari pemeliharaan dengan pengambilan contoh ikan sebanyak 30 ekor. Setiap sampling dilakukan penghitungan jumlah dan pengukuran panjang tubuh ikan. Pengukuran panjang tubuh ikan tersebut dilakukan dengan menggunakan jangka sorong/penggaris. Pada akhir pemeliharaan dilakukan perhitungan populasi ikan dan pengukuran bobot tubuh akhir. Pengukuran bobot ikan dilakukan dengan menggunakan timbangan digital.

1) Derajat Kelangsungan Hidup

Derajat kelangsungan hidup yaitu perbandingan ikan yang hidup hingga akhir pemeliharaan dengan jumlah ikan pada awal pemeliharaan. Dihitung dengan menggunakan rumus (Goddard, 1996) :

Keterangan: SR = Derajat kelangsungan hidup (%)

Nt = Jumlah ikan pada akhir pemeliharaan (ekor) No = Jumlah ikan pada awal pemeliharaan (ekor)

2) Koefisien Keragaman Panjang

Variasi ukuran dalam penelitian ini berupa variasi panjang ikan, yang dinyatakan dalam koefisien keragaman, dihitung menggunakan rumus (Steel dan Torrie, 1991):

Keterangan: KK = Koefisien keragaman S = Simpangan baku γ = Rata-rata contoh


(51)

3) Pertambahan Panjang Mutlak

Pertambahan panjang mutlak adalah perubahan panjang rata-rata individu pada tiap perlakuan dari awal hingga akhir pemeliharaan, dihitung menggunakan rumus (Effendi, 1979):

Keterangan: Pm = Pertambahan panjang mutlak (cm) Lt = Panjang rata-rata akhir (cm) Lo = Panjang rata-rata awal (cm)

2.3.2. Parameter Kualitas Air

Parameter kualitas air yang diamati meliputi konsentrasi oksigen terlarut (DO), pH, suhu, amonia, kesadahan dan alkalinitas. Nilai parameter tersebut digunakan untuk pembahasan kelayakan air yang digunakan sebagai media pemeliharaan memenuhi kisaran bagi kelangsungan hidup ikan betok.

Pengukuran konsentrasi oksigen terlarut (DO) dilakukan dengan menggunakan DO-meter. Air tandon dan media pemeliharaan dari masing-masing perlakuan diambil dan dimasukkan ke dalam botol sampel. Selanjutnya air tersebut diukur dengan DO-meter.

Derajat keasaman (pH) diukur dengan menggunakan pH meter. Batang indikator (probe) pada pH-meter dicelupkan pada air sampel. Selanjutnya nilai pH yang terukur dapat dilihat pada layar pH-meter.

Pengamatan terhadap suhu dilakukan dengan menggunakan termometer. Pengambilan data suhu dilakukan bersamaan dengan pengambilan data kualitas air yang lain.

Data konsentrasi amoniak diperoleh melalui dua tahap. Tahap pertama menggunakan spektrofotometer untuk memperoleh nilai absorban yang kemudian dihitung untuk memperoleh nilai total amonium nitrogen (TAN). Selanjutnya pada tahap kedua dilakukan perhitungan terhadap data TAN sehingga diperoleh nilai kadar amoniak (NH3) dalam media pemeliharaan.

Data kesadahan media pemeliharaan diperoleh dengan cara titrasi. Pengukuran kesadahan dilakukan bersamaan dengan pengambilan data kualitas air yang lain.


(52)

Data alkalinitas media pemeliharaan diperoleh dengan cara titrasi. Pengukuran alkalinitas dilakukan bersamaan dengan pengambilan data kualitas air yang lain.

2.3.3. Perhitungan Ekonomi

Beberapa parameter efisiensi ekonomi yang diperhitungkan dalam penelitian ini adalah penerimaan, keuntungan (laba), RC ratio, harga pokok produksi (HPP), payback periode (PP), dan Break even Point (BEP). Berdasarkan beberapa parameter tersebut selanjutnya ditentukan perlakuan yang paling efisien ditinjau dari segi ekonomi.

1) Total penerimaan

Total penerimaan merupakan hasil kali antara jumlah produk yang dihasilkan dengan harga jual dari produk tersebut. Total penerimaan dapat dihitung dengan rumus (Nurmalina et al., 2009):

Keterangan: TR = Total Revenue (total penerimaan) Q = Quantity (jumlah ikan yang dijual) P = Price (harga)

2) Keuntungan

Keuntungan merupakan selisih antara total penerimaan dengan total biaya. Keuntungan dihitung dengan menggunakan rumus (Nurmalina et al., 2009):

Keterangan: π = Laba

TR = Total Revenue (total penerimaan)

TC = Total Cost (total pengeluaran) 3) R/C ratio

R/C ratio merupakan salah satu kriteria kelayakan yang biasa digunakan dalam analisis bisnis. Kriteria ini akan lebih menggambarkan pengaruh dari adanya tambahan biaya terhadap tambahan manfaat yang diterima. Nilai R/C ratio


(1)

Lampiran 1. Hasil perhitungan statistik kelangsungan hidup benih ikan betok

(Anabas testudineus)

a.

Deskripsi

Ulangan 10 larva/liter 20 larva/liter 30 larva/liter

1 57,00 24,50 9,00

2 51,00 32,50 19,33

3 54,00 39,50 21,00

4 44,00 28,00 12,00

Rata-rata 51,50±5,57% 31,13±6,47% 15,33±5,75%

b.

Anova

Sumber Keragaman (SK)

Jumlah Kuadrat (JK)

Derajat Bebas (DB)

Kuadrat Tengah (KT)

F

hitung P

Perlakuan 2630,176 2,000 1315,088 37,220 0,000

Galat 317,994 9,000 35,333

Total 2948,170 11,000

Kesimpulan: P<0,05, berarti perlakuan padat penebaran berpengaruh nyata terhadap kelangsungan hidup benih ikan betok

c. Uji lanjut Tukey untuk menentukan perbedaan SR antar perlakuan

(I)Perlakuan (J)Perlakuan

Beda Nilai Tengah

(I-J)

Kesalahan

Baku P

Selang kepercayaan 95%

Batas Bawah

Batas Atas 10 larva/liter 20 larva/liter 20,375* 4,203 0,020 8,640 32,120

30 larva/liter 35,168* 4,203 0,000 24,432 47,903

20 larva/liter 10 larva/liter -20,375* 4,203 0,020 -32,110 -8,640

30 larva/liter 15.793* 4,203 0,110 4,057 27,528

30 larva/liter 10 larva/liter -36,168* 4,203 0,000 -47,903 -24,432 20 larva/liter -15,793* 4,203 0,110 -27,528 -4,0573 *. Nilai beda nyata (p<0,05).

Lampiran 2. Hasil perhitungan statistik panjang total benih ikan betok

(Anabas

testudineus)

a.

Deskripsi

Ulangan 10 larva/liter 20 larva/liter 30 larva/liter

1 2,77 2,92 3,06

2 2,79 2,56 2,79

3 2,75 2,49 2,43

4 3,04 2,70 2,97


(2)

b.

Anova

Sumber Keragaman (SK)

Jumlah Kuadrat (JK)

Derajat Bebas (DB)

Kuadrat

Tengah (KT) F hitung P

Perlakuan 0,067 2,000 0,34 0,765 0,493

Galat 0,396 9,000 0,44

Total 0,464 11,000

Kesimpulan: P>0,05, berarti perlakuan padat penebaran tidak berpengaruh nyata

terhadap panjang total benih ikan betok

Lampiran 3. Hasil perhitungan statistik koefisien keragaman panjang benih ikan

betok

(Anabas testudineus)

a.

Deskripsi

Ulangan 10 larva/liter 20 larva/liter 30 larva/liter

1 11,50 11,67 14,58

2 12,49 12,23 16,42

3 10,18 13,77 11,28

4 9,83 13,19 10,88

Rata-rata 11.00 ± 1.23 12.72 ± 0.94 13.29 ± 2.67

b.

Anova

Sumber Keragaman (SK)

Jumlah Kuadrat (JK)

Derajat Bebas (DB)

Kuadrat Tengah (KT)

F

hitung P

Perlakuan 11,355 2,000 5,677 1,794 0,221

Galat 28,487 9,000 3,165

Total 39,841 11,000

Kesimpulan: P>0,05, berarti perlakuan padat penebaran tidak berpengaruh nyata terhadap koefisien keragaman panjang benih ikan betok

Lampiran 4. Hasil perhitungan statistik pertambahan panjang mutlak benih ikan

betok

(Anabas testudineus)

a.

Deskripsi

Ulangan 10 larva/liter 20 larva/liter 30 larva/liter

1 2,28 2,43 2,57

2 2,30 2,07 2,30

3 2,26 2,00 1,94

4 2,55 2,21 2,49


(3)

b.

Anova

Sumber Keragaman (SK)

Jumlah Kuadrat (JK)

Derajat Bebas (DB)

Kuadrat

Tengah (KT) F hitung P

Perlakuan 0,068 2,000 0,008 0,535 0,603

Galat 0,399 9,000 0,015

Total 0,468 11,000

Kesimpulan: P>0,05, berarti perlakuan padat penebaran tidak berpengaruh nyata terhadap panjang mutlak benih ikan betok

Lampiran 5. Hasil perhitungan statistik bobot akhir benih ikan betok

(Anabas

testudineus)

Ulangan 10 larva/liter 20 larva/liter 30 larva/liter

1 0,41 0,61 0,74

2 0,48 0,34 0,52

3 0,44 0,39 0,33

4 0,56 0,46 0,56

Rata-rata 0.47±0.06 0.45±0.12 0.54±0.17

ANOVA

Sumber Keragaman (SK)

Jumlah Kuadrat (JK)

Derajat Bebas (DB)

Kuadrat

Tengah (KT) F hitung P

Perlakuan 0,017 2,000 0,008 0,535 0,603

Galat 0,139 9,000 0,015

Total 0,155 11,000

Kesimpulan: P>0,05, berarti perlakuan padat penebaran tidak berpengaruh nyata terhadap bobot akhir benih ikan betok


(4)

Lampiran 6. Hasil perhitungan statistik persentase ukuran 2-3 cm dan >3 cm

benih ikan betok

(Anabas testudineus)

Ukuran (inch) Ulangan 10 larva/liter 20 larva/liter 30 larva/liter

2-3cm

1 80,00 73,33 53,33

2 83,33 90,00 73,33

3 93,33 86,67 100,00

4 56,67 86,67 56,67

Rata-rata 78,33±15,52 84,17±7,39 70,83±21,32

3-5 cm

1 20,00 26,67 36,67

2 16,67 10,00 26,67

3 6,67 13,33 0,00

4 43,33 13,33 43,33

Rata-rata 21,67±15,52 15,83±7,39 26,67±19,05

Lanjutan lampiran 6.

ANOVA ukuran benih

2-3cm Sumber Keragaman

(SK)

Jumlah Kuadrat (JK)

Derajat Bebas (DB)

Kuadrat Tengah

(KT) F hitung P

Perlakuan 357,493 2,000 178,746 0,715 0,515

Galat 2249,833 9,000 249,981

Total 2607,326 11,000

Kesimpulan: P<0,05, berarti perlakuan padat penebaran berpengaruh nyata terhadap ukuran benih ikan betok.

ANOVA ukuran benih

3-5 cm Sumber Keragaman

(SK)

Jumlah Kuadrat (JK)

Derajat Bebas (DB)

Kuadrat Tengah

(KT) F hitung P

Perlakuan

235,259

2,000

117,630

0,536

0,603

Galat

1974,783

9,000

219,420

Total

2210,043

11,000

Kesimpulan: P<0,05, berarti perlakuan padat penebaran berpengaruh nyata

terhadap ukuran benih ikan betok.


(5)

Lampiran 7. Analisis usaha produksi benih ikan betok

Anabas testudineus

pada padat penebaran 10 larva/L, 20 larva/L, dan 30 larva/L

Asumsi yang digunakan untuk perhitungan ekonomi adalah nilai rata-rata setiap perlakuan akuarium, perhitungan efisiensi ekonomi

untuk tiap akuarium dan pekerja adalah pemilik sendiri, volume akuarium menggunakan volume penelitian (10 L), pakan yang digunakan

berupa artemia selama 10 hari pemeliharaan dan cacing sutera selama 20 hari berikutnya, harga artemia Rp 100.000,00/100gr, harga cacing

sutera Rp 2500,00/takar (harga di daerah bogor), harga larva Rp 50,00 harga benih ukuran 2-3 cm = Rp 250,00 , 3-5 cm = Rp 300,00

a. Komponen biaya investasi dan nilai penyusutan fasilitas atau peralatan produksi benih ikan betok

A nabas testudineus

yang digunakan.

Komponen Jumlah Satuan Harga Satuan Jumlah Investasi Umur Teknis (tahun) Nilai sisa Penyusutan/thn

tandon 2 Unit 150000 300000 10 100000 20000

Hi-blow 1 Unit 300000 300000 10 30000 27000

rak 1 Unit 150000 150000 5 50000 20000

akuarium 12 Unit 30000 360000 10 120000 24000

set aerasi 1 Unit 100000 100000 3 10000 30000

selang 10 M 5000 50000 2 5000 22500

paralon 8 M 3000 24000 2 0 12000

serokan 2 Unit 3000 6000 1 0 6000

baskom 4 Unit 3000 12000 1 0 12000

termometer 2 Unit 5000 10000 1 0 10000

Total (untuk 12 akuarium) 1312000 183500

Nilai per akuarium 109333 15292


(6)

Lanjutan Lampiran 7

b. Perhitungan efisiensi ekonomi produksi benih ikan betok

Anabas testudineus

pada padat penebaran awal 10 larva/L, 20 larva/L, dan 30 larva/L

Perlakuan

10 ekor/liter 20 ekor/liter 30 ekor/liter

ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3 ulangan 4 ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3 ulangan 4 ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3 ulangan 4

I Penerimaan

penjualan benih (2-3cm) 92000 86000 100000 50000 72000 118000 136000 98000 32000 86000 126000 40000

penjualan benih (3-5cm) 26400 19200 9600 45600 31200 14400 26400 16800 26400 36000 0 38400

total penerimaan 118400 105200 109600 95600 103200 132400 162400 114800 58400 122000 126000 78400

rata-rata penerimaan 107200 128200 96200

II Pengeluaran

1 Biaya variabel

biaya larva 40000 40000 40000 40000 80000 80000 80000 80000 120000 120000 120000 120000

biaya pakan 11856 11856 11856 11856 23712 23712 23712 23712 35568 35568 35568 35568

total biaya variabel 51856 51856 51856 51856 103712 103712 103712 103712 155568 155568 155568 155568

2 Biaya tetap

biaya penyusutan 15292 15292 15292 15292 15292 15292 15292 15292 15292 15292 15292 15292

biaya listrik 10000.00 10000.00 10000.00 10000.00 10000.00 10000.00 10000.00 10000.00 10000.00 10000.00 10000.00 10000.00

total biaya tetap 25292.00 25292.00 25292.00 25292.00 25292.00 25292.00 25292.00 25292.00 25292.00 25292.00 25292.00 25292.00

total pengeluaran 77148.00 77148.00 77148.00 77148.00 129004.00 129004.00 129004.00 129004.00 180860.00 180860.00 180860.00 180860.00

rata-rata pengeluaran 77148.00 129004.00 180860.00

III laba (Rp) 41252.00 28052.00 32452.00 18452.00 -25804.00 3396.00 33396.00 -14204.00 -122460.00 -58860.00 -54860.00 -102460.00

rata-rata laba (Rp) 30052.00 -804.00 -84660.00

IV HPP (Rp) 169.18 189.09 178.58 219.17 329.09 248.08 204.12 287.96 837.31 389.78 358.85 627.99

rata-rata HPP (Rp) 189.01 267.31 553.48

V R/C 1.53 1.36 1.42 1.24 0.80 1.03 1.26 0.89 0.32 0.67 0.70 0.43

rata-rata R/C 1.39 0.99 0.53

VI PP (tahun) 2.65 3.90 3.37 5.93 -4.24 32.19 3.27 -7.70 -0.89 -1.86 -1.99 -1.07

rata-rata PP (tahun) 3.96 5.88 -1.45

VII BEP (Rp) 45001.39 49878.49 48005.04 55274.21 -5097918.75 116726.88 69987.40 261861.62 -15201.02 -91921.59 -107778.41 -25695.79

rata-rata BEP (Rp) 49539.79 -1162335.71 -60149.20

VIII BEP (Rp) 186 206 195 246 -1736 500 294 1367 -54 -297 -431 -87

rata-rata BEP (Rp) 208 107 -217