Filsafat Al-Hallaj

C. Filsafat Al-Hallaj

Inti ajaran al-Hallaj telah dinyatakan dalam bentuk syair (Tawasin) dan juga kadang dalam prosa (Natsar), dalam susunan kata-kata yang mendalam di sekililing tiga hal, yaitu :

1. Hulul ketuhanan (lahut) menjelma kedalam diri insan (nasut).

Secara etimologi Hulul memiliki sinonim dengan infusion yang bermakna “penyerapan” yakni menyerap keseluruh obyek yang dapat menerimanya (the infusion spreads to all part of the receptive object). Secara harfiah hulul berarti Tuhan mengambil tempat dalam tubuh manusia tertentu, yaitu manusia yang telah dapat melenyapkan sifat-sifat kemanusiaannya melalui

fana’. Menurut keterangan Abu Nasr al-Tusi dalam al-Luma’ sebagaimana dikutip Harun Nasution, hulul adalah paham yang mengatakan bahwa Tuhan

memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat di dalamnya setelah sifat kemanusiaan yang ada dalam tubuh itu dilenyapkan. Paham hulul dapat dikatakan sebagai lanjutan atau bentuk lain dari faham al- ittihad yang dipopulerkan oleh Abu Yazid al-Bustami (874 M/ 261 H). Tetapi memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat di dalamnya setelah sifat kemanusiaan yang ada dalam tubuh itu dilenyapkan. Paham hulul dapat dikatakan sebagai lanjutan atau bentuk lain dari faham al- ittihad yang dipopulerkan oleh Abu Yazid al-Bustami (874 M/ 261 H). Tetapi

Maha suci dzat yang sifat kemanusiaannya membuka rahasia Ketuhanan-Nya yang gemilang Kemudian kelihatan bagi makhluk-Nya dengan nyata Dalam bentuk manusia yang makan dan minum

Melalui syair diatas, tampaknya al-Hallaj memperlihatkan bahwa Alloh memiliki dua sifat dasar, yaitu sifat ketuhanan (lahut) dan sifat kemanusiaan (nasut). Demikian pula pada diri manusia juga terdapat dua sifat dasar, yaitu sifat ketuhanan (lahut) dan sifat kemanusiaan (nasut). Dengan demikian maka manusia mempunyai sifat ketuhanan dalam dirinya. Yang demikian ini merupakan bentuk pemahaman al-Hallaj dalam menafsirkan Q.S. Al-Baqarah ayat 34 yang berbunyi :

[36] Sujud di sini berarti menghormati dan memuliakan Adam, bukanlah berarti sujud memperhambakan diri, karena sujud memperhambakan diri itu hanyalah semata-mata kepada Allah.

Alloh memberi perintah kepada malaikat agar bersujud kepada Adam. Karena yang berhak untuk diberi sujud hanya Alloh, maka al-Hallaj memahami bahwa dalam diri Adam (manusia) sebenarnya terdapat unsur ketuhanan. Disisi lain, hal ini (sujud) dikarenakan pada diri Adam, Alloh menjelma sebagaimana Dia menjelma dalam diri Isa as. Kalau sifat-sifat kemanusian itu telah hilang dan yang tinggal hanya sifat-sifat ketuhanan dalam dirinya, disitu baru Tuhan dapat mengambil tempat dalam dirinya. dan ketika itu roh Tuhan dan roh manusia bersatu dalam tubuh manusia, sebagaimana diungkapkannya dalam syair berikut :

Telah bercampur rohMu dalam rohku Laksana bercampurnya khamar dengan air yang jernih Bila menyentuh akan-Mu sesuatu, tersentuhlah Aku Sebab itu, Engkau adalah Aku, dalam segala hal Aku adalah ia yang kucintai dan ia yang ku cintai adalah aku Kami adalah dua jiwa yang bertempat dalam satu tubuh Jika engkau lihat aku, engkau lihat ia Dan jika engkau lihat ia, engkau lihat kami.

Berdasarkan syair diatas, dapat diketahui bahwa persatuan antara Tuhan dengan manusia dapat terjadi dengan mengambil bentuk hulul. Yakni dengan terlebih dahulu menghilangkan sifat kemanusiaannya (nasut). Setelah sifat- sifat kemanusiaannya hilang dan hanya tinggal sifat ketuhanan (lahut) yang ada pada dirinya, disitulah Tuhan mengambil tempat dalam dirinya, dan ketika itu roh Tuhan dan roh manusia bersatu dalam tubuh manusia. Menurut al-Hallaj, pada hulul terkandung kefanaan total kehendak manusia dalam kehendak ilahi, sehingga setiap kehendaknya adalah kehendak Tuhan, demikian juga tindakannya. Namun disisi lain al-Hallaj mengatakan:

“Keinsananku tenggelam kedalam ketuhanan-Mu, tetapi tidaklah mungkin percampuran. Sebab ketuhanan-Mu itu senantiasa

menguasai akan keinsananku. Barangsiapa yang menyangka bahwa ketuhanan bercampur keinsanan jadi satu, atau keinsanan masuk kedalam ketuhanan, maka kafirlah dia. Sebab Tuhan itu bersendiri dalam zat-Nya dan sifat-Nya daripada makhluk dan sifat-Nya pula. Tidaklah Tuhan serupa dengan manusia dalam rupa bentuk yang mana jua pun”.

Dengan demikian, al-Hallaj sebenarnya tidak mengakui bahwa dirinya adalah Tuhan dan juga tidak sama dengan Tuhan. Seperti yang terlihat dala syairnya:

Aku adalah yang Maha Benar Dan bukanlah yang Maha benar itu aku Aku hanya satu dari yang Maha Benar Maka bedakanlah aku dari yang Maha Benar

Dari penjelasan-penjelasan diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa hulul yang terjadi pada al-Hallaj tidaklah nyata karena membari pengertian secara jelas bahwa adanya perbedaan antara hamba dengan Tuhan. Dengan demikian, hulul yang terjadi hanya sekedar kesadaran psikis yang

berlangsung pada kondisi fana’, atau sekedar terlebarnya nasut kedalam lahut, dan diantara keduanya tetap ada perbedaan. Untuk lebih memahami

doktrin hulul ini, lebih jelasnya dapat merujuk kepada rangkaian penjelasan

al-Hallaj berikut ini : “Siapa yang membiasakan dirinya dalam ketaatan, sabar atas kenikmatan dan keinginan, maka ia akan naik ketingkat muqarrabin. Kemudian ia senantiasa suci dan meningkat terus hingga terbebas dari sifat-sifat kemanusiaan ini. Apabila sifat- sifat kemanusiaan dalam dirinya lenyap, maka roh Tuhan akan mengambil tempat dalam tubuhnya sebagaimana ia mengambil tempat pada diri Isa bin Maryam. Dan ketika itu seorang sufi tidak lagi punya kehendak kecuali apa yang dikehendak oleh ruh Tuhan sehingga seluruh perbuatannya merupakan perbuatan Tuhan . Air tidak dapat menjadi anggur meskipun keduanya telah bercampur

aduk ”.

2. Al-Haqiqah al-Muhammadiyah (Nur Muhammad)

Menurut al Hallaj Nur Muhammad merupakan asal atau sumber dari segala sesuatu , segala kejadian, amal perbuatan dan ilmu pengetahuan . Dan dengan perantaraan Nur Muhammad itulah alam ini dijadikan. Nur Muhammad bisa diartika juga sebagai pusat kesatuan alam dan pusat kesatuan nubuwwat segala Nabi. Dan nabi-nabi itu, nubuwwat-nya ataupun dirinya hanyalah sebagian dari Nur Muhammad itu. Segala macam ilmu, hikmat dan nubuwwat adalah pancaran dari Nur Muhammad. Menurut Al Hallaj, kejadian Nabi Muhammad terbentuk dari dua rupa. Pertama, rupanya yang qadim dan azali, yaitu dia telah terjadi sebelum terjadinya segala yang ada ini. Kedua, ialah rupanya sebagai manusia, sebagai seorang Rasul dan Nabi yang diutus Tuhan. Rupanya sebagai manusia akan mengalami maut, tetapi rupanya yang qadim akan tetap ada meliputi alam. Paham tentang Nur Muhammad ini berdasar pada hadis yang sangat populer

di kalangan ahli sufi, yaitu : “Aku berasal dari cahaya Tuhan dan seluruh dunia berasal dari cahayku” . Dan paham ini kemudian dikembangkan dan disebarluaskan oleh Muhyiddin Ibnu Arabai (w638H) dan Abd.al Karim bin

Ibrahim al Jili (w.811H) dalam kerangka ide Insan Kamil. Dalam teori kejadian alam dari Nur Muhammad ini nampak adanya pengaruh ajaran filsafat. Kalau dalam filsafat Islam, teori terjadinya alam semesta diperkenalkan oleh al Farabi dengan mentransfer teori emanasi Neo Platonisme Plotinus, maka dalam tasawuf teori ini mula-mula diperkenalkan oleh al Hallaj dengan konsep barunya yang disebut Nur Muhammad atau Haqiqah Muhammadiyah sebagai sumber dari segala yang maujud.

3. Wahdah al adyan (Kesatuan agama-agama)

Inti ajaran dari Wahdah al adyan adalah sebenranya nama agama yang berbagai macam, seperti Islam, Nasrani, Yahudi dan yang lain-lain hanyalah perbedaan nama dari hakikat yang satu saja. Nama berbeda, satu tujuan. Segala agama adalah agama Alloh maksudnya ialah menuju Alloh. Orang memilih suatu agama, atau lahir dalam satu agama, bukanlah atas kehendaknya, tetapi dikehendaki untuknya. Cara ibadah bisa berbeda warnanya, namun isinya hanya satu. Paham Wahdah al-Adyan ini muncul sebagai konsekuensi logis dari pahamnya tentang Nur Muhammad. Yakni pahamnya al-Hallaj tentang qadimnya Nur Muhammad telah mendorongnya untuk berkesimpulan tentang kesatuan agama.

Mengenai hal ini, ‘Abdullah bin Tahir al-Azdi mengatakan, sebagaimana Mengenai hal ini, ‘Abdullah bin Tahir al-Azdi mengatakan, sebagaimana

“Suatu hari aku bertengkar dengan orang yahudi di pasar baghdad. Diapun ku maki: hai anjing. Ketika itu al-Hallaj lewat dan

memandangku dengan geram. Dan tegurnya: jangan kau maki anjingmu. Dan diapun langsung pergi. Setelah pertengkaran itu, aku mencari al-Hallaj. Namun ketika ku temui, dia memalingkan wajahnya. Akupun meminta maaf kepadanya. Lalu dia berkata: wahai sahabatku, semua agama adalah milik Alloh. Setiap golongan menganut suatu agama tanpa adanya pilihan, bahkan dipilihkan bagi mereka. Kerena itu, barangsiapa menyalahkan apa yang dianut golongan itu sama saja halnya dia telah menghukumi golongan tersebut menganut agama atas upayanya sendiri. Ketahuilah ! agama-agama yahudi, islam dan yang lain-lainya adalah sebutan serta nama yang beraneka ragam dan berbeda. Akan tetapi tujuan tujuan semuanya tidak ber beda” .

Tidak ada faedahnya seseorang mencela orang yang berlainan agama dengan dia, karena itu adalah takdir (ketentuan) Tuhan buat orang itu. Tidak ada perlunya berselisih dan bertingkah. Tetapi lebih baik perdalamlah agama masing-masing.