Ruh Airlangga dalam ruh~Spirit Api Air Tubuh Pencerahan Timur Raya
IX. Ruh Airlangga dalam ruh~Spirit Api Air Tubuh Pencerahan Timur Raya
(dari ruh~Spirit Api Merdeka menuju ruh~Spirit Api Mahardika, dari ruh~Spirit Api Renaisans ke ruh~Spirit Api Prabhasant)
Bambu Spirit Nusantara dan Nusantara Spirit Bambu, bagaimana manusia Airlangga, Manusia Nusantara Menghebatkan Bambu, dan Bambu Menghebatkan Manusia Airlangga, Bambu menghebatkan Manusia Nusantara, maka memperjuangkan kebutuhan dan peran serta Bambu ini sungguh membutuhkan Spirit Api yang di dalam ruh~Spirit Api Merdeka menuju ruh~Spirit Api Mahardika, dari ruh~Spirit Api Renaisans ke ruh~Spirit Api Prabhasant , Spirit Air dan Spirit Udara, Spirit Tubuh dalam Jangka Pendek – Jangka Menengah dan Jangka Panjang, misalnya bagimana bambu dan pengrajin dari Sleman, Bali dan Malang, menghebatkan Sleman, Bali dan Malang dan Nusantara dengan Bambu, juga Bambu Spirit Borobudur dan Borobudur Spirit Bambu, Gunung Arjuno Spirit Bambu dan Bambu Spirit Gunung Arjuno, Bali Spirit Bambu dan Bambu Spirit Bali, Airlangga Spirit Bambu dan Bambu Spirit Airlangga, Unair Spirit Bambu dan Bambu Spirit Unair (Excellence with Morality)
Senada dalam pengertian Makna dan Hakikat Jatidiri, dalam buku Excellence with Morality . “Konsep dan pengertian tentang jati diri disadari berada dalam posisi multi-interpretable (interpretasi ganda). Tentu setiap ilmuwan akan memberikan pengertian yang berbeda-beda.
Dalam kesempatan ini jati diri diberi pengertian sebagai cerminan “roh Tuhan” (nur-Illahi), yang ada di dalam hati atau diri manusia. Karena jatidiri manusia dianggap sebagai cerminan roh-Tuhan maka tentu jatidiri manusia akan memiliki sifat, bentuk, ruang, waktu, karakter dan kepri- badian yang baik, mulia dan sempurna, jika hati manusia bersedia menjadi terbuka dan bersih.
Jatidiri manusia memiliki dua fungsi imperative (bersifat me- menuhi subyeknya) yaitu memerintah subyeknya berbuat yang baik dan benar, sekaligus melarang subyeknya untuk berbuat tidak baik dan tidak benar.
Kedudukan jatidiri manusia adalah paling dalam dari hati atau diri manusia, yang dilingkupi lapisan luarnya seperti (i) lapisan karakter, (ii) lapisan kepribadian, (iii) lapisan temperamen dan (iv)lapisan identitas. Dari jatidiri tersebut lalu dipancarkan sifat dan kualitas diri menuju karakter, kepribadian, temperamen dan identitas.
Dari jatidiri manusia tersebut akan memancar sifat dan kualitas yang dapat merasuk atau meresapi religiusitas dan spiritulitas, moralitas, dan eksistensi manusia lainnya termasuk meresapi nilai ilmu pengetahuan dan teknologi.
Istilah jatidiri (bahasa Jawa Kuno) yang terdiri dari dua kata yaitu jati berarti yang sesungguhnya merupakan realitas dan diri berartti tubuh manusia. Jatidiri bermakna sebagai tubuh manusia yang sesungguhnya. Istilah jatidiri telah digunakan oleh Prabu Airlangga pada abad ke 11 Masehi (Sloka Pertma dari Kitab Arjunowiwaha karangan Mpu Kanwa). Beliau menyatakan bahwa manusia yang terbaik adalah manusia yang memiliki jatidiri.
Adanya lima alinea di atas dari petikan materi luar biasa di Buku Unair Excellence with Morality, menghantar kita pada wawasan senada, perburuan seorang Ida Wayan Granoka, dalam Buku Memori Bajra Sandhi,
Perburuan ke Pranajiwa, 1998. yang tulis menulisnya dipersembahkan kepada mereka yang telah ikhlas dan sepenuh hati (las carya) mengabdi kepada Kebenaran-Kesucian-Keindahan dan Sang Pemersatu juga Kehadapan “Pemburu” di seluruh jagat.
“Kondisi jaman sangat menantang jiwa seorang Ida Wayan Granoka, dan tak dapat membiarkan apabila para pengemong budaya tetap menjaga dan menjunung tinggi suportivitas, BALI sebagai sebuah jatidiri: dalam dimensi hidup tiga wisesa, satyam, siwam, sundaram (kebenaran, kesucian, keindahan), dengan toleransi puncak (bhinneka tunggal ika tanhana dharma mangruwa, berbeda itu, satu itu, tak ada kebenaran mendua), dan symbol sucinya aksara Bali luih suksma, angebek ring buwana agung muang alit (aksara Bali sangat menyukma memenuhi
Maka Beliau sungguh menginspirasikan kita dengan penawaran hebat, Paradigma “Titik Balik” PaBali. Dengan pencanangan paradigma
“titik balik” PaBali – memandang dunia dari perspektif Bali masa depan Mahasurgawi –program mahkota mendorong intensitas penciptaan
mandala-mandala pembaharuan yang dapat dikelompokkan atas tiga kategori desa-pulau-negeri :
1. Desa adistana, Permata desa “adistana”, desa yang terlahir kembali (BigVision), merepresentasikan kekuatan cipta adikodrati, membuka wacana baru dialog global: Adistana versus Adikuasa, dialog puncak zama, menuju persahabatan supradunia.
2. Pulau Mahasurgabumi. Matahari baru yang terbit dari pelupuk timur negeri (senada dengan lagu hymne Airlangga, yang dikumandangkan oleh para wisudawan, dan puncak-puncak acara civitas akademika Unair) Prabhaswara Timur Raya (PsTR), memunculkan model refilosofi kebudayaan, proses-proses berpikir histories dari positivism eke konstruksivisme, sisi terang konvergensi dari semua-semuanya. Dekontruksi ilmiah (tesis), humaniora (antitesis), hermeniutik (sintesis), paradigma holografis pencarain bahasa menuju sempurna. Pembalikan arah supremasi Barat dari Renaisans ke Prabhasant (Prabaswarajnana Santasmerti, Pencerahan Timur Raya ). “Ruh Kampus ” yang terberkati dalam persenyawaannya pada mahligai
teratai universiter di Pulau Surga Bali, senada seirama sefrekuensi dengan semangat Hymne Airlangga kita semua.
3. Negeri Revolusi Moral. Pencitraan emas mahkota tujuh abad “Bhinneka Tunggal Ika “ Indonesia Merdeka Mahardika (IMM).
Yakni sesuatu yang harus dicapai oleh bangsa ini, ruh~Spirit Api Merdeka menuju ruh~Spirit Api Mahardika, dari ruh~Spirit Api
Renaisans ke ruh~Spirit Api Prabhasant. Pasca merdeka semestinya mahardika, bermartabat (senada dengan Piagam Martabat Tanggung Jawab Universal di Candi Borobudur, 21 Juni 2012) dan berjiwa mulia
(senada dengan Penyematan Bunga Teratai di Candi Selo Griyo, 8 September 2012, Hari Aksara Internasional dan di Candi Borobudur pada tanggal yang sama). Jiwa adalah pusat moral, Revolusi
Dalam Pemburuan Jiwa Buana-nya, Prof Ida Wayan Oka Granoka, sampai juga pada Mahakarya Bukunya, Reinkarnasi Budaya, 2007 dalam
Program Mahkota Garbha Dhatu Swambhu Lingga Kundalini Menuju Puncak Kemegahannya, 2000-2020. merupakan Manifestasi dari Dorongan Kuat untuk Bereinkarnasi di dalam Tubuh Kebudayaan yang Berbhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangruwa. Sebagai persembahan memuliakan desa, pulau, negeri dan jagat guru. Menuju Titik Balik, Pa-Bali memandang dunia dari perspektif Bali masa depan, Mahasurgawi. Desa, dijadikan kota satelit suci tempat pengembangan Budaya Adicita, Adistana, Menuju persahabatan supradunia, AM-Bajra Bumi Mahasamaya.
Upaya-upaya seperti di atas dimaksudkan menjalin hubungan kerja sama sinergi tinggi (jejaring kerja budaya, penggiat budaya dan pekerja budaya) menyatukan visi kemurnian dan pembaharuan Prabaswarajnana. Suatu Era Kebangkitan Timur Raya, yang mengemban misi “KASIH” dan “PENYELAMATAN ATAS DUNIA”. Nimittani nganurunarupa manusia,
tan sangkeng bhawacakra tan winidhing titaha pituwi sapa hetuka, sih
kwing hyang karunangku ring bhawana, kita turun menjadi manusia bukan karena perputaran penjelmaan bukan karena dititah oleh kodrat apalagi (tidak) karena kutuk, kasihku kepada dewa-dewa dan sayangku kepada dunia (“Mustika Raja Pustaka”, Sutasoma).
…… Sebuah hulu sedang bergerak menuju pusar, Sang Dewi bergerak kearah Purusha, Fisika ke Metafisika, Linguistik ke Metalinguistik. ……