Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

1. Variabel Penelitian

Penelitian ini menggunakan variabel dependen (terikat) dan variabel independen (bebas), dimana: Variabel dependen (terikat) adalah: Y = Tingkat kemiskinan kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah

periode 2008-2012 (dinyatakan dalam persen (%)) Variabel independen (bebas) adalah: U = Tingkat upah minimum kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah

periode 2008-2012 (dinyatakan dalam Rupiah) PE = Tingkat pengangguran kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah periode 2008-2012 (dinyatakan dalam persen (%))

K = Tingkat Kesehatan menggunakan indikator Angka Kematian vv vbbbb Bayi pada masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Jawa vvvvv Tengah periode 2008-2012 (dinyatakan dalam persen (%)) P = Tingkat Pendidikan menggunakan indkator Angka Melek cc nnvvv Huruf pada masing-masing kabupaten/kota Provinsi Jawa dd ddvvv Tengah periode 2008-2012 (dinyatakan dalam persen (%))

2. Definisi Operasional Variabel

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel

No Variabel

Uraian

Satuan

1 Kemiskinan Persentase jumlah penduduk (Y)

miskin di masing-masing Kabupaten/Kota di Provinsi

(%) Jawa Tengah tahun 2008-2012

2 Upah Minimum

Upah minimum yang

(U)

berlaku di masing-masing kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah tahun 2008-2012. Upah Minimum adalah salah satu variabel yang dapat berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan. Oleh karena itu

(Rp)

dalam penelitian ini menggunakan variabel Upah Minimum. Dimana variabel ini juga digunakan dalam penelitian Adit Agus (2010), dan Maruti Nurhayati (2007).

3 Pengangguran

Persentase Tingkat

(PE)

Pengangguran Terbuka di masing-masing kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah tahun 2008-2012. Sama halnya dengan upah minimum, TPT juga

merupakan variabel yang

…. lanjutan berpengaruh terhadap tingkat

kemiskinan. Beberapa peneliti yang menggunakan variabel TPT adalah Maruti Nurhayati (2007) dan Adit Agus (2010).

4 Kesehatan

Angka Kematian Bayi Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2012. Menurut BPS dalam menilai derajat kesehatan terdapat

(%) beberapa indikator yang salah satunya adalah Angka Kematian Bayi. Penggunaan indikator ini sesuai dengan indikator yang digunakan oleh BPS.

5 Pendidikan

Angka Melek Huruf di

(P) masing-masing kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah tahun 2008-2012. Angka Melek Huruf merupakan salah satu indikator dalam bidang pendidikan,

Penggunaan indikator ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati Faturrohmin (2011).

Sumber: Data primer yang diolah, 2014

C. Jenis dan Sumber Data

Menurut Asnawi dan Masyhuri (2009: 153) data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh instansi terkait dan/atau pihak lain).

Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data kemiskinan, data pengangguran, upah minimum, kesehatan, dan pendidikan. Data yang Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data kemiskinan, data pengangguran, upah minimum, kesehatan, dan pendidikan. Data yang

D. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui studi pustaka (Library Study). Studi pustaka dilakukan dengan mengumpulkan data-data melalui pendalaman literatur yang berkaitan dengan objek studi, dan studi dokumenter (Documenter Study), yaitu dengan cara mencatat atau mendokumentasikan data yag berkaitan dengan penelitian yang tercantum dalam Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Tengah selama periode 2009-2013.

E. Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis informasi kuantitatif (data yang dapat diukur, diuji dan diinformasikan dalam bentuk persamaan, tabel dan sebagainya) (Marzuki, 2005). Tahapan analisis kuantitatif terdiri dari estimasi model regresi dengan menggunakan data panel, uji pemilihan model, dan uji statistik

Studi ini menggunakan analisis data panel ( pooled data ) sebagai alat pengolahan data dengan menggunakan program Eviews 6 . Analisis dengan menggunakan panel data adalah kombinasi antara deret waktu ( time-series Studi ini menggunakan analisis data panel ( pooled data ) sebagai alat pengolahan data dengan menggunakan program Eviews 6 . Analisis dengan menggunakan panel data adalah kombinasi antara deret waktu ( time-series

Y i =β o +β i X 1 +µ i ; i = 1, 2, ...........................................................(3.1) Dimana N adalah banyaknya data cross-section.

Persamaan model time-series dapat ditulis sebagai berikut: Y t =β o +β 1 X t +µ t ; t = 1, 2, ...........................................................(3.2) Dimana T adalah data time-series.

Persamaan data panel dapat ditulis sebagai berikut: Y it =β o +β 1 X it +µ it ...........................................................................(3.2)

I = 1,2, ..., N ; t = 1,2, ..., T dimana: N = Banyaknya observasi T

= Banyaknya waktu

Pada dasarnya penggunaan metode data panel memiliki beberapa keunggulan, berikut adalah keunggulan metode data panel seperti yang disebutkan oleh Wibisono (2005) dalam Scochrul dkk (2011: 52) Keunggulan-keunggulan tersebut memiliki implikasi pada tidak harus dilakukan pengujian asumsi klasik dalam model data panel.

1. Panel data mampu memperhitungkan heteroginitas individu secara eksplisit dengan mengizinkan variabel spesifik individu.

2. Kemampuan mengontrol heterogenitas individu ini selanjutnya menjadikan data panel dapat digunakan untuk menguji dan membangun model perilaku yang lebih kompleks.

3. Data panel mendasarkan diri pada observasi cross-section yang berulang-ulang (time series), sehingga metode data panel cocok untuk digunakan sebagai study of dynamic adjustment .

4. Tinginya jumlah observasi memiliki implikasi pada data yang lebih informatif, lebih variatif, kolinearitas antar variabel yang semakin berkurang, dan peningkatan derajat bebas atau derajat kebebasan ( degrees of freedom – df) , sehingga dapat diperoleh hasil estimasi yang lebih efisien.

5. Data panel dapat digunakan untuk mempelajari model-model perilaku yang kompeks.

6. Data panel dapat meminimalkan bias yang mungkin ditimbulkan oleh agregasi data individu. Menurut Prastyo (2010: 73) dalam metode estimasi model regresi

dengan menggunakan data panel dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, antara lain Pooled Least Square (PLS), Fixed Effect (FE), dan Random Effect (RE). Berikut penjelasan masing-masing pendekatan tersebut.

1. Pooled Least Squared (PLS) Pendekatan ini merupakan pendekatan yang paling sederhana, dimana model ini tidak mempertimbangkan dimensi ruang dan waktu atas model panel data. Model ini menggabungkan data untuk cross section yang berbeda dalam sebuah series saja (Widarjono, 2009: 231).

Persamaan model regresi Common Effect Model sebagai berikut. Gujarati (2003) dalam Scochrul dkk (2011: 52):

Y it = β o + β 1 X it1 + β 2 X it2 + β 3 X it3 + .... + β n X nit +µ it .......................(3.1)

2. Fixed Effect Model Fixed Effect Model adalah model yang dapat menunjukkan perbedaan konstan antar objek, meskipun dengan koefisien regresor yang sama. Efek tetap (fixed) disini maksudnya adalah bahwa suatu objek memiliki konstan yang tetap besarnya untuk periode waktu. Demikian juga dengan koefisien regresinya, tetap besar dari waktu ke waktu. Untuk membedakan satu objek dengan objek lainnya digunakan variabel semu atau dummy (Widarjono, 2009: 233).

Persamaan Fixed Effect Model adalah sebagai berikut. Gujarati (2003) dalam Scochrul dkk (2011: 52):

Y it =α 1 +α 2 D 2 +...+α n D n + β 2 X2 it ... + β n X nit +µ it ..............(3.2)

3. Random Effect Model Model ini akan mengestimasi data panel dimana variabel gangguan mungkin saling berhubungan antar waktu dan antar individu. Pada model Random Effect perbedaan intersep diakomodasi oleh error terms masing-masing perusahaan. Keuntungan menggunkan model Random Effect yakni menghilangkan heteroskedastisitas. Model ini juga disebut dengan Error Component Model (ECM) atau teknik Generalized Least Square (GLS).

Persamaan Random Effect Model adalah sebagai berikut. Gujarati (2003) dalam Scochrul dkk (2011: 52):

Y it = β 1 + β 2 X2 it + ... + β it X nit + ε it +µ it .......................................(3.3)

1. Estimasi Model Regresi Dengan Data Panel

Penelitian mengenai pengaruh upah minimum, tingkat pengangguran, kesehatan, dan pendidikan terhadap kemiskinan di kabupaten/kota di Jawa Tengah, menggunakan data time-series selama

5 (lima) tahun dari tahun 2008-2012 dan data cross-section sebanyak

35 kabupaten/kota di Jawa Tengah. Sehingga persamaan regresi data panel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Y it =β o +β 1 U 1it + β 2 Pe 2it + β 3 K 3it + β 4 P 4it +µ it ...........................(3.4)

Dimana: Y it

= Kemiskinan periode tahun t

= Konstanta

U 1it

= Upah periode tahun t

Pe 2it

= Pengangguran periode tahun t

K 3it

= Kesehatan periode tahun t

P 4it

= Pendidikan periode tahun t

= Eror

β 1 β 2 β 3 β 4 = Koefisien regresi

2. Pemilihan Model

Dalam penelitian ini untuk memilih model yang paling tepat digunakan dalam mengolah data panel, terdapat beberapa pengujian yang dapat dilakukan yaitu: Dalam penelitian ini untuk memilih model yang paling tepat digunakan dalam mengolah data panel, terdapat beberapa pengujian yang dapat dilakukan yaitu:

b. Uji Hausman Hausman test adalah pengujian statistik untuk memilih apakah model Fixed Effect atau Random Effect yang paling tepat digunakan. Pemilihan model dalam penelitian ini yaitu menggunakan Fixed

Effect Model . Bentuk Fixed Effect Model adalah dengan memasukan variabel dummy untuk menyatakan perbedaan intersep. Ketika dummy

digunakan untuk mengestimasi fixed effect , maka persamaan tersebut disebut sebagai Least Square Dummy Variable (LSDV). Penggunaan dummy dalam pada penelitian ini yaitu menggunakan dummy wilayah.

3. Pengujian Statistik

a. 2 Koefisien Determinasi (R )

Dalam Ghozali (2006: 83) koefisien determinasi (Adjusted R 2 ) berfungsi untuk melihat sejauh mana keseluruhan variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen. Apabila angka koefisien determinasi semakin mendekati 1, maka pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen adalah semakin kuat, yang berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi Dalam Ghozali (2006: 83) koefisien determinasi (Adjusted R 2 ) berfungsi untuk melihat sejauh mana keseluruhan variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen. Apabila angka koefisien determinasi semakin mendekati 1, maka pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen adalah semakin kuat, yang berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi

independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen adalah terbatas. Koefisien determinasi dirumuskan sebagai berikut:

b. Pengujian regresi parsial (uji t)

Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel atau konstruk penjelas secara individual dalam menerangkan variasi variabel (Ghozali, 2006: 55).

Pengujian statistik uji t dapat dihitung dengan formula sbb (Doddy, 2012:14):

t hitung

Uji t ini dilakukan dengan membandingkan t hitung dengan t tabel. Apabilat nilai statistik uji > t tabel, maka hipotesis alternatif diterima yang menyatakan bahwa variabel independen secara individual mempengaruhi variabel dependen. Sebaliknya apabila t hitung < t tabel maka variabel independen secara individualtidak mempengaruhi variabel dependen.

c. Uji F Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel terikat (Imam Ghozali,

2006: 87). Uji F (F-test) atau Uji Pengaruh Simultan dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel independen secara simultan (bersama-sama) terhadap variabel dependen.

Jika seluruh nilai sebenarnya dari parameter regresi sama dengan nol, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan linier antara variabel tak bebas dengan variabel- variabel bebas.

Untuk mengujinya dapat digunakan F statistik dengan formula sebagai berikut :

F hitung =

Apabila nilai F hitung >F tabel maka H 0 ditolak dan menerima

H 1 . Artinya ada pengaruh variabel independen secara bersama- sama terhadap variabel dependen, dan sebaliknya bila, F hitung <

F tabel maka H 0 diterima dan H 1 ditolak.

BAB IV PEMBAHASAN

A. Deskripsi Objek Penelitian

Obyek dalam penelitian ini adalah 35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah, Dalam pembahasan ini akan dideskripsikan 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah yang meliputi keadaan geografis, masalah jumlah penduduk miskin, upah, jumlah penduduk, pendidikan, kesehatan, dan pengangguran,

1. Keadaan Geografis

Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak cukup strategis karena berada diantara dua provinsi besar, yaitu bagian barat berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat, bagian timur berbatasan dengan Provinsi Jawa Timur, Sedangkan bagian utara berbatasan dengan Laut Jawa dan bagian selatan berbatasan dengan Samudra Hindia dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Letaknya antara 5°40' - 8°30' lintang selatan dan antara 108°30' - 111°30' bujur timur (termasuk Pulau Karimunjawa),

Luas wilayah Provinsi Jawa Tengah sebesar 32,544,12 km², secara administratif terbagi menjadi 29 kabupaten dan 6 kota, yang tersebar menjadi 573 kecamatan dan 8,576 desa/kelurahan, Wilayah terluas adalah Kabupaten Cilacap dengan luas 2,138,51 km², atau sekitar 6,57% dari luas total Provinsi Jawa Tengah, sedangkan Kota Magelang merupakan wilayah yang luasnya paling kecil yaitu seluas 18,12 km².

Secara topografi, wilayah Provinsi Jawa Tengah terdiri dari wilayah daratan yang dibagi menjadi 4 (empat) kriteria:

a. Ketinggian antara 0 –100 m dari permukaan air laut, seluas 53,3%, yang daerahnya berada di sepanjang pantai utara dan pantai selatan.

b. Ketinggian antara 100 –500 m dari permukaan air laut seluas 27,4%

c. Ketinggian antara 500 –1000 m dari permukaan air laut seluas 14,7%

d. Ketinggian diatas 1000 m dari permukaan air laut seluas 4,6%

2. Kondisi Kemiskinan Di Provinsi Jawa Tengah

Jumlah dan persentase penduduk miskin Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2008-2012 berfluktuasi dari tahun ke tahun meskipun terlihat adanya kecenderungan menurun.

Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan terdapat 8 kabupaten/kota yang memiliki rata-rata tingkat kemiskinan dibawah garis kemiskinan Nasional, yaitu sebesar 13,3%. Dengan demikian masih ada 27 kabupaten/kota yang tingkat kemiskinannya masih di atas 13,33%. Ini mengindikasikan usaha pemerintah dalam menurunkan tingkat kemiskinan belum merata ke seluruh kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah.

Tabel 4.1 Tingkat Kemiskinan Menurut Kabupaten/ Kota Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2012 (persen)

Rata- No Kabupaten/ Kota 2008 2009 2010 2011

2012 Rata

1 Kab. Cilacap

21,4 19,88 18,11 17,15

15,92 18,49

2 Kab. Banyumas

3 Kab. Purbalingga

27,12 24,97 24,58 23,06

21,19 24,18

4 Kab. Banjarnegara

23,34 21,36 19,17 20,38

18,87 20,62

5 Kab. Kebumen

27,87 25,37 22,71 24,06

22,4 24,48

6 Kab. Purworejo

18,22 17,02 16,61 17,51

16,32 17,14

7 Kab.Wonosobo

27,72 25,91 23,16 24,21

22,5 24,7

8 Kab. Magelang

18,49 15,19 14,14 15,18

13,97 15,39

9 Kab Boyolali

17,08 15,96 13,72 14,97

13,88 15,12

10 Kab. Klaten

21,72 19,68 17,47 17,95

16,71 18,71

11 Kab. Sukoharjo

12,13 11,51 10,94 11,13

10,16 11,17

12 Kab. Wonogiri

20,17 19,08 15,68 15,74

14,67 17,07

13 Kab. Karanganyar

15,68 14,73 13,98 15,29

14,07 14,75

14 Kab. Sragen

20,83 19,7 17,49 17,95

16,72 18,54

15 Kab.Grobogan

19,84 18,68 17,86 17,38

16,13 17,98

16 Kab. Blora

18,79 17,7 16,27 16,24

15,1 16,82

17 Kab. Rembang

27,21 25,86 23,41 23,71

21,88 24,41

18 Kab. Pati

17,9 15,92 14,48 14,69

13,61 15,32

19 Kab. Kudus

20 Kab. Jepara

21 Kab. Demak

21,24 19,7 18,76 18,21

16,73 18,93

22 Kab. Semarang

23 Kab. Temanggung

18,39 15,05 13,46 13,38

12,32 14,52

24 Kab. Kendal

17,87 16,02 14,47 14,26

13,17 15,16

25 Kab. Batang

18,08 16,61 14,67 13,47

12,4 15,05

26 Kab. Pekalongan

19,52 17,93 16,29

15 13,86 16,52

27 Kab. Pemalang

23,92 22,17 19,96 20,68

19,27 21,2

28 Kab. Tegal

15,78 13,98 13,11 11,54

10,75 13,03

29 Kab. Brebes

25,98 24,39 23,01 22,72

21,12 23,44

30 Kota Magelang

11,16 10,11 10,51 11,06

10,31 10,63

31 Kota Surakarta

32 Kota Salatiga

33 Kota Semarang

34 Kota Pekalongan

35 Kota Tegal

11,28 9,88 10,62 10,81

10,04 10,53

Sumber: Jawa Tengah Dalam Angka Berbagai Tahun Terbitan, BPS

Kabupaten Kudus, Kabupaten Jepara, Kabupaten Semarang, Kota Magelang Salatiga, Kota Semarang, Kota Pekalongan, dan Kota Tegal merupakan 8 Kabupaten/Kota yang rata-rata tingkat kemiskinannya berada di bawah Garis Kemiskinan Nasional. Hal ini terjadi karena masih tersedianya lahan pertanian yang masih luas, sehingga memungkinkan warga untuk bercocok tanam, selain itu terdapat industri-industri kecil maupun industri menengah yang terus mengalami perkembangan, sehingga memungkinkan terjadinya pengurangan tingkat kemiskinan. Sedangkan Kabupaten/Kota yang lainnya masih berada di atas Garis Kemiskinan Jawa Tengah dimana Kabupaten Kebumen merupakan daerah yang tingkat kemiskinannya paling tinggi.

3. Upah Minimum Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Tengah

Upah pada dasarnya merupakan sumber utama penghasilan seseorang, oleh karena itu upah harus cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Besarnya pendapatan yang diterima rumah tangga dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat.

Upah minimum Provinsi Jawa Tengah setiap tahunnya selalu mengalami kenaikan. Pada Tabel 4.2 Semarang merupakan Kota yang memiliki upah paling tinggi bila dibanding dengan Kabupaten/Kota lainnya. Hal ini dikarenakan Kota Semarang merupakan kota yang biaya hidupnya relatif tinggi, sehingga dengan demikian upah minimum harus cukup dan disesuaikan dengan kebutuhan fisik minimum.

Tabel 4.2 Upah Minimum Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2012 (Rupiah)

No Kabupaten/Kota

1 Kab. Cilacap 587.500 664.333 698.333 718.667 773.000

2 Kab. Banyumas 550.000 612.500 670.000 750.000 795.000

3 Kab. Purbalingga 560.000 618.750 695.000 765.000 818.500

4 Kab. Banjarnegara 551.000 637.000 662.000 730.000 765.000

5 Kab. Kebumen 550.000 641.500 700.000 727.500 770.000

6 Kab. Purworejo 555.000 643.000 719.000 755.000 809.000

7 Kab.Wonosobo 565.000 667.000 715.000 775.000 825.000

8 Kab. Magelang 610.000 702.000 752.000 802.500 870.000

9 Kab Boyolali 622.000 718.500 748.000 800.500 836.000

10 Kab. Klaten 607.000 685.000 735.000 766.022 812.000

11 Kab. Sukoharjo 642.500 710.000 769.500 790.500 843.000

12 Kab. Wonogiri 585.000 650.000 695.000 730.000 775.000

13 Kab. Karanganyar 650.000 719.000 761.000 801.500 846.000

14 Kab. Sragen 607.500 687.000 724.000 760.000 810.000

15 Kab.Grobogan 555.000 640.000 687.500 735.000 785.000

16 Kab. Blora 624.000 675.000 742.000 816.200 855.500

17 Kab. Rembang 560.000 647.000 702.000 757.600 816.000

18 Kab. Pati 600.000 670.000 733.000 769.550 837.500

19 Kab. Kudus 672.500 750.694 775.000 840.000 889.000

20 Kab. Jepara 585.000 650.000 702.000 758.000 800.000

21 Kab. Demak 647.500 772.711 813.400 847.987 893.000

22 Kab. Semarang 672.000 759.360 824.000 880.000 941.600

23 Kab. Temanggung 547.000 645.000 709.500 779.000 866.000

24 Kab. Kendal 662.500 730.000 780.000 843.750 893.000

25 Kab. Batang 615.000 700.000 745.000 805.000 880.000

26 Kab. Pekalongan 615.000 700.000 760.000 810.000 873.000

27 Kab. Pemalang 575.000 630.000 675.000 725.000 793.000

28 Kab. Tegal 560.000 611.000 687.000 725.000 795.000

29 Kab. Brebes 547.000 575.000 681.000 717.000 775.000

30 Kota Magelang 570.000 665.000 745.000 795.000 837.000

31 Kota Surakarta 674.300 723.000 785.000 826.252 864.450

32 Kota Salatiga 662.500 750.000 803.185 843.469 901.396

33 Kota Semarang 715.700 838.500 939.756 961.323 991.500

34 Kota Pekalongan 615.000 710.000 760.000 810.000 895.500

35 Kota Tegal 560.000 600.000 700.000 735.000 795.000

Sumber: Jawa Tengah Dalam Angka Berbagai Tahun Terbitan, BPS

4. Pengangguran

Penganggura terbuka adalah penduduk yang telah masuk kedalam angkatan kerja akan tetapi tidak memiliki pekerjaan dan sedang mencari pekerjaan, mempersiapkan usaha, atau sudah memiliki pekerjaan tetapi belum mulai bekerja (Badan Pusat Statistik).

Laju pertumbuhan penduduk yang semakin pesat akan mempengaruhi pertumbuhan angkatan kerja yang berakibat pada peningkatan jumlah pengangguran terbuka. Pengangguran mampu memberikan dampak negatif terhadap perekonomian maupun terhadap individu dan masyarakat. Tingkat pengangguran di Jawa Tengah masih tergolong tinggi, dimana masih dalam kisaran 5 persen.

Menurut Tabel 4.3 meskipun rata-rata tingkat pengangguran pada Provinsi Jawa Tengah masih tergolong tinggi tetapi angka kemiskinan Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2008-2012 selalu mengalami penurun. Fenomena pengangguran juga berkaitan erat dengan terjadinya pemutusan hubungan kerja, yang disebabkan antara lain: perusahaan yang menutup/mengurangi bidang usahanya akibat krisis ekonomi atau keamanan yang kurang kondusif, peraturan yang menghambat inventasi, hambatan dalam proses ekspor impor, dan lain- lain.

Berdasarkan Tabel 4.3 daerah yang memiliki rata-rata tingkat pengangguran terbesar adalah Kota Tegal yaitu mencapai 11,78%. Hal ini menunjukkan Kota Tegal masih jauh dari kisaran 5%. Untuk selanjutnya setelah Kota Tegal ditempati oleh Kota Magelang sebesar

11,5%. Sedangkan daerah yang tingkat kemiskinannya paling kecil yaitu Kabupaten Purworejo, dengan tingkat kemiskinan sebesar 4,01% angka tersebut berada di bawah kisaran 5%. Hal ini menunjukkan Kabupaten Purworejo tergolong dalam tingkat pengangguran rendah

Tabel 4.3

Tingkat Pengangguran Terbuka Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2012 (Persen) Rata- No Kabupaten/ Kota 2008

2011 2012 Rata

1 Kab. Cilacap

2 Kab. Banyumas

3 Kab. Purbalingga

4 Kab. Banjarnegara

5 Kab. Kebumen

6 Kab. Purworejo

7 Kab.Wonosobo

8 Kab. Magelang

9 Kab Boyolali

10 Kab. Klaten

11 Kab. Sukoharjo

12 Kab. Wonogiri

13 Kab. Karanganyar

14 Kab. Sragen

15 Kab.Grobogan

16 Kab. Blora

17 Kab. Rembang

18 Kab. Pati

19 Kab. Kudus

20 Kab. Jepara

21 Kab. Demak

22 Kab. Semarang

23 Kab. Temanggung

24 Kab. Kendal

25 Kab. Batang

26 Kab. Pekalongan

27 Kab. Pemalang

28 Kab. Tegal

29 Kab. Brebes

30 Kota Magelang

....lanjutan

31 Kota Surakarta

32 Kota Salatiga

33 Kota Semarang

34 Kota Pekalongan

35 Kota Tegal

Sumber: Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Jawa Tengah Berbagai Tahun Terbitan.

5. Kesehatan

Peningkatan status kesehatan dan gizi dalam suatu masyarakat sangat penting dalam upaya peningkatan kualitas manusia dalam aspek lainnya, seperti pendidikan dan produktivitas tenaga kerja. Tercapainya kualitas kesehatan dan gizi yang baik tidak hanya penting untuk generasi sekarang tetapi juga bagi generasi berikutnya. Tersedianya fasilitas kesehatan yang memadai sangat diperlukan dalam upaya peningkatan status kesehatan dan gizi masyarakat. Hal ini akan terwujud bila adanya dukungan pemerintah dan swasta.

Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan jumlah kematian bayi (0-11 bulan) per 1000 kelahiran hidup dalam kurun waktu satu tahun. AKB menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan faktor penyebab kematian bayi, tingkat pelayanan antenatal, status gizi ibu hamil, tingkat keberhasilan program KIA dan KB, serta kondisi lingkungan dan sosial ekonomi. Apabila AKB di suatu wilayah tinggi, berarti status kesehatan di wilayah tersebut rendah (Buku Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012: 9).

Tabel 4.4

Angka Kematian Bayi Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Tengah Tahun

2008-2012 (Persen)

No Kabupaten/Kota

1 Kab. Cilacap

2 Kab. Banyumas

3 Kab. Purbalingga

4 Kab. Banjarnegara

5 Kab. Kebumen

6 Kab. Purworejo

7 Kab.Wonosobo

8 Kab. Magelang

9 Kab Boyolali

10 Kab. Klaten

11 Kab. Sukoharjo

12 Kab. Wonogiri

13 Kab. Karanganyar

14 Kab. Sragen

15 Kab.Grobogan

16 Kab. Blora

17 Kab. Rembang

18 Kab. Pati

19 Kab. Kudus

20 Kab. Jepara

21 Kab. Demak

22 Kab. Semarang

23 Kab. Temanggung

24 Kab. Kendal

25 Kab. Batang

26 Kab. Pekalongan

27 Kab. Pemalang

28 Kab. Tegal

29 Kab. Brebes

30 Kota Magelang

31 Kota Surakarta

32 Kota Salatiga

33 Kota Semarang

34 Kota Pekalongan

35 Kota Tegal

Sumber: Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Jawa Tengah Berbagai Tahun Terbitan.

Angka Kematian Bayi (AKB) di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebesar 10,75/1.000 kelahiran hidup, meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2011 sebesar 10,34/1.000 dibandingkan dengan target Millenium Development Goals (MDGs) ke-4 tahun 2015 sebesar 17/1.000 kelahiran hidup maka Angka Kematian Bayi (AKB) di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sudah cukup baik karena telah melampaui target. Angka kematian bayi tertinggi adalah Kabupaten Banjarnegara sebesar 18,16/1.000 kelahiran hidup, sedangkan terendah adalah Kota Surakarta sebesar 5,33/1.000 kelahiran hidup

6. Pendidikan

Pendidikan merupakan usaha sadar manusia dalam meningkatkan perkembangan kepribadiannya. Pendidikan sangat berguna untuk mengetahui kualitas sumberdaya manusia. Sayangnya tidak semua warga dapat mengenyam pendidikan. Ironisnya masih ada msyarakat yang menyandang buta huruf.

Pembangunan pendidikan di Provinsi Jawa Tengah, khususnya yang berkaitan dengan kesempatan pendidikan telah dirasakan oleh masyarakat. Akses masyarakat terhadap fasilitas-fasilitas pendidikan dapat dilihat dari Angka Melek Huruf (AMH) penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah pada Tabel 4.5. Angka Melek Huruf (AMH) adalah persentase penduduk usia 15 tahun keatas yang bisa membaca dan menulis serta mengerti sebuah kalimat dalam kehidupan sehari- hari.

Tabel 4.5

Angka Melek Huruf Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah

Tahun 2008-2012 (Persen)

No Kabupaten/Kota

1 Kab. Cilacap

2 Kab. Banyumas

3 Kab. Purbalingga

4 Kab. Banjarnegara

5 Kab. Kebumen

6 Kab. Purworejo

7 Kab.Wonosobo

8 Kab. Magelang

9 Kab Boyolali

10 Kab. Klaten

11 Kab. Sukoharjo

12 Kab. Wonogiri

13 Kab. Karanganyar

14 Kab. Sragen

15 Kab.Grobogan

16 Kab. Blora

17 Kab. Rembang

18 Kab. Pati

19 Kab. Kudus

20 Kab. Jepara

21 Kab. Demak

22 Kab. Semarang

23 Kab. Temanggung

24 Kab. Kendal

25 Kab. Batang

26 Kab. Pekalongan

27 Kab. Pemalang

28 Kab. Tegal

29 Kab. Brebes

30 Kota Magelang

31 Kota Surakarta

32 Kota Salatiga

33 Kota Semarang

34 Kota Pekalongan

35 Kota Tegal

Sumber: Jawa Tengah Dalam Angka Berbagai Tahun Terbitan, BPS

Dari seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Sragen merupakan Kabupaten dengan Angka Melek Huruf (AMH) penduduk miskin usia 15-55 tahun yang paling rendah yaitu sebesar 84,90% Meski demikian Tabel 4.5 menunjukkan bahwa Angka Melek Huruf Provinsi Jawa Tengah tergolong baik dimana rata-rata Angka Melek Huruf berada dalam kisaran 90% ke atas.

B. Analisis Data

1. Hasil Estimasi Model Data Panel

a. Pooled Least Squared (PLS)

Pengolahan data panel dengan menggunakan metode Pooled Least Squared (PLS) digunakan sebagai salah satu syarat

dalam melakukan uji F-restricted . Tabel 4.6 adalah hasil pengolahan dengan menggunakan program Eviews 6.

Tabel 4.6

Regresi Data Panel Pooled Least Squared (PLS)

R-squared 0.448954 Mean dependent var 16.08280 Adjusted R-squared

0.435988 S.D. dependent var 5.207125 S.E. of regression

3.910588 Akaike info criterion 5.593408 Sum squared resid

2599.758 Schwarz criterion 5.683830 Log likelihood

-484.4232 Hannan-Quinn criter. 5.630086 F-statistic

34.62607 Durbin-Watson stat 0.255181 Prob(F-statistic)

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2014 Sumber: Data sekunder yang diolah, 2014

Pengolahan data panel dengan program Eviews 6 menggunakan metode Fixed Effect Model mendapatkan hasil seperti pada Tabel 4.7 di bawah ini.

Tabel 4.7

Regresi Data Panel

F ixed Effect Model (FEM)

R-squared 0.975721 Mean dependent var 16.08280 Adjusted R-squared

0.968938 S.D. dependent var 5.207125 S.E. of regression

0.917732 Akaike info criterion 2.859761 Sum squared resid

114.5436 Schwarz criterion 3.565056 Log likelihood

-211.2291 Hannan-Quinn criter. 3.145849 F-statistic

143.8320 Durbin-Watson stat 1.512063 Prob(F-statistic)

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2014

c. Random Effect Model

Pengolahan data panel dengan program Eviews 6 menggunakan metode Random Effect Model mendapatkan hasil seperti pada Tabel 4.8 di bawah ini.

Tabel 4.8

Regresi Data Panel Random Effect Model

R-squared 0.649199 Mean dependent var 1.819967 Adjusted R-squared

0.640945 S.D. dependent var 1.604235 S.E. of regression

0.961277 Sum squared resid 157.0892 F-statistic

78.65129 Durbin-Watson stat 1.135202 Prob(F-statistic)

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2014

2. Pengujian Pendekatanodel Data Panel

a. Uji Perbandingan Pooled Least Squared (PLS) dengan F ixed

Effect Model (FEM) Pemilihan model dalam uji perbandingan Pooled Least Squared (PLS) dengan Fixed Effect Model dilakukan dengan Restricted F Test. Formulasi persamaan tersebut adalah sbb (Gujarati, 2003 dan Wibisono 2005 dalam Shochrul dkk (2009: 53).

Keterangan:

2 R 2 =R model PLS =R 2 model FEM

m = Jumlah restricted variable n

= Jumlah sampel

= Jumlah variabel penjelas

Hipotesis: Ho = prob > 5% maka menggunakan PLS H1 = prob < 5% maka menggunakan FEM

Berikut Tabel 4.9 adalah hasil pengujian statistik Likehood Ratio Test dengan menggunakan program Eviews 6.

Tabel 4.9 Hasil Uji Likehood Ratio Test

Redundant Fixed Effects Tests Equation: KEMISKINAN Test cross-section fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 86.786682 (34,136) 0.0000

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2014

Dari hasil pengujian pada Tabel 4.9 di atas menunjukkan nilai probabiliti sebesar 0.0000 dimana prob < 5%, itu artinya H 1 diterima, sehingga pengujian model yang tepat yaitu dengan menggunakan Fixed Effect Model.

b. Uji Perbandingan Fixed Effect Model (FEM) dengan Random Effect Model (REM)

Untuk menguji model Fixed Effect atau Random Effect yang paling tepat, pengujian ini disebut sebagai uji Hausman. Uji Hausman dapat didefinisikan sebagai pengujian statistik untuk memilih apakah model Fixed Effect atau Random Effect yang paling tepat digunakan. Pengujian uji Hausman dilakukan dengan hipotesis berikut: Ho = prob > 5% maka menggunakan REM H1 = prob < 5% maka menggunakan FEM

Hasil pengujian Hausman Test dengan menggunakan program Eviews 6 dapat dilihat pada Tabel 4.10

Tabel 4.10 Hasil Hausman Test

Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: KEMISKINAN Test cross-section random effects

Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 20.515279 4 0.0004

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2014

Hasil pengujian Hausman Test pada Tabel 4.10 menunjukkan bahwa nilai probabilitas sebesar 0.0004 dimana prob < 5%, itu artinya H 1 diterima, sehingga pengujian model yang tepat yaitu dengan menggunakan Fixed Effect Model.

3. Hasil Regresi

F ixed Effect Model (FEM)

Berdasarkan uji perbandingan dengan pendekatan Pooled Least Squared (PLS), Fixed Effect Model (FEM), dan Random Effect Model (REM ) hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa metode analisis yang tepat digunakan dalam analisis pengaruh upah minimum, tingkat pengangguran, kesehatan, dan pendidikan terhadap kemiskinan di kabupaten/kota di Jawa Tengah tahun 2008-2012 yaitu dengan metode Fixed Effect Model. Berikut adalah hasil estimasi data panel dengan menggunakan Fixed Effect Model pada Tabel 4.11

Tabel 4.11 Hasil Fixed Effect Model

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2014

Tabel 4.11 di atas dapat diperoleh persamaan regresi panel data dengan menggunakan Fixed Effect Model sebagai berikut:

Kemiskinan = 29,04205 – 1,61E-05 Upah – 0,063665 Pengangguran + 0,057303 Kesehatan – 0,014342 Pendidikan

a. Koefisien regresi upah terhadap tingkat kemiskinan sebesar minus 1,61E-05, artinya kenaikan upah satu rupiah akan menurunkan tingkat kemiskinan sebesar 1,61E-05 persen.

b. Koefisien regresi pengangguran terhadap tingkat kemiskinan minus 0,063665, artinya setiap peningkatan angka pengangguran sebesar 1 persen akan menurunkan tingkat kemiskinan sebesar 0,063665 persen.

c. Koefisien regresi kesehatan terhadap tingkat kemiskinan sebesar 0,057303, artinya setiap peningkatan jumlah angka kematian bayi c. Koefisien regresi kesehatan terhadap tingkat kemiskinan sebesar 0,057303, artinya setiap peningkatan jumlah angka kematian bayi

d. Koefisien regresi pendidikan terhadap tingkat kemiskinan minus 0,014342, artinya setiap kenaikan 1 persen angka melek huruf akan menurunkan tingkat kemiskinan sebesar 0,014342 persen.

C. Hasil Uji Statistik

1. Koefisien Determinasi R 2

Nilai koefisien determinasi (R 2 ) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel

dependen. Hasil dari pengujian besarnya koefisien determinasi (R 2 ) dapat dilihat pada Tabel 4.12 berikut ini:

Tabel 4.12

Hasil Koefisien Determinasi R 2

R-squared 0.975721 Mean dependent var 16.08280 Adjusted R-squared

0.968938 S.D. dependent var 5.207125 S.E. of regression

0.917732 Akaike info criterion 2.859761 Sum squared resid

114.5436 Schwarz criterion 3.565056 Log likelihood

-211.2291 Hannan-Quinn criter. 3.145849 F-statistic

143.8320 Durbin-Watson stat 1.512063 Prob(F-statistic)

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2014

Hasil pengujian pada Tabel 4.12 di atas diperoleh R 2 sebesar 0,975721 atau sekitar 97,57%. Ini berarti 97,57% variasi variabel

kemiskinan dapat dijelaskan oleh variasi dari empat variabel independen yaitu upah, pengangguran, kesehatan, dan pendidikan.

Sedangkan sisanya 2,43% dijelaskan oleh variabel-variabel lain diluar model yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini.

2. Uji F

Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel terikat (Ghozali, 2006:84).

Tabel 4.13 Hasil Uji F

R-squared 0.975721 Mean dependent var 16.08280 Adjusted R-squared

0.968938 S.D. dependent var 5.207125 S.E. of regression

0.917732 Akaike info criterion 2.859761 Sum squared resid

3.565056 Log likelihood

114.5436 Schwarz criterion

-211.2291 Hannan-Quinn criter. 3.145849 F-statistic

143.8320 Durbin-Watson stat 1.512063 Prob(F-statistic)

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2014

Hasil Uji F pada Tabel 4.13 di atas dapat dilihat nilai Prob (F- Statistic) 0,000000 dengan menggunakan taraf keyakinan 95 persen (( α) 5%), dapat dilihat bahwa nilai probabilitasnya lebih kecil dari tingkat signifikansi ( α) yaitu 0,000000 < 0,05. Artinya bahwa variabel Upah, Pengangguran, Kesehatan, dan Pendidikan secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan.

3. Pengujian Regresi Parsial (uji t)

Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui secara parsial apakah masing-masing variabel independen mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen. Berikut hasil pengujian regresi parsial uji t pada Tabel 4.14

Tabel 4.14 Hasil Uji Statistik t

Signifikan U?

0.0993 Tidak Signifikan

0.6647 Tidak Signifikan

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2014

Tabel 4.14 di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

a. Upah minimum menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0,0000 dengan tingkat signifikansi (α) 5%. Artinya upah minimum berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan.

b. Pengangguran menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0,0362 dengan tingkat signifikansi (α) 5%. Artinya pengangguran berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan.

c. Kesehatan menunjukkan nilai probabilitas 0.0993 dengan tingkat signifikansi (α) 5%. Artinya kesehatan tidak berpengaruh

signifikan.

d. Pendidikan menunjukkan nilai probabilitas 0.6647 dengan tingkat signifikansi (α) 5%. Artinya pendidikan tidak

berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan.

D. Interpretasi Hasil dan Pembahasan

Pada regresi data panel pengaruh upah minimum, pengangguran, kesehatan, dan pendidikan terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah tahun 2008-2012, dengan menggunakan Fixed Effect Model (FEM) adapun hasil regresi penelitian yang ditunjukkan pada Tabel 4.11 adalah sebagai berikut:

1. Upah Minimum Upah minimum berpengaruh signifikan dan negatif terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah, dengan nilai probabilitas sebesar 0,0000 pada tingkat signifikansi 5% dan nilai koefisien sebesar -1,61E-05. Artinya kenaikan upah minimum sebesar 1 rupiah akan menyebabkan penurunan tingkat kemiskinan sebesar 1,61E-05 persen. Dengan demikian semakin tinggi upah minimum maka tingkat kemiskinan semakin menurun, begitu sebaliknya. Semakin tingginya upah minimum diharapkan mampu memenuhi kebutuhan layak hidup dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Hasil penelitian ini sesuai dengan temuan Adit Agus Prastyo (2010) yang menyatakan bahwa upah minimum berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan, sehingga hipotesis yang menyatakan upah minimum berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan sesuai dengan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini.

2. Pengangguran Pengangguran berpengaruh signifikan dan negatif yaitu dengan nilai probabilitas sebesar 0,0362 pada tingkat signifikansi 5% dan nilai koefisien sebesar -0,063665 . Artinya setiap terjadi kenaikan angka pengangguran sebesar 1 persen maka terjadi penurunan tingkat kemiskinan sebesar 0,063665 persen. Pada dasarnya hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori yang ada. Kenyatannya menurut Sukirno (2004), menyatakan bahwa efek buruk dari pengangguran adalah berkurangnya tingkat pendapatan masyarakat yang pada akhirnya mengurangi tingkat kemakmuran/kesejahteraan. Kesejahteraan masyarakat yang turun karena menganggur akan meningkatkan peluang mereka terjebak dalam kemiskinan.

Dalam rangka mengurangi jumlah penduduk miskin dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, Provinsi Jawa Tengah sejalan dengan komitmen pemerintah dalam mencapai tujuan pembangunan Millenium Development Goals (MDGs) dimana salah satu tujuan utama yang ingin dicapai didalamnya adalah memberantas kemiskinan. Terkait dengan hal itu maka program-program mulai digalakkan oleh pemerintah Jawa Tengah.

Program yang dilakukan dalam 5 tahun terakhir adalah memberikan bantuan dan perlindungan sosial kepada masyarakat miskin untuk memerangi kemiskinan adalah perlindungan sosial yang disalurkan Provinsi Jawa Tengah bagi masyarakat miskin berupa Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda), Bantuan Operasional Sekolah

(BOS), Pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT). Meskipun tingkat pengangguran tiggi bantuan dan perlindungan sosial ini mampu mengurangi tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2008-2012.

Meski pengangguran berpengaruh negatif terhadap kemiskinan jika dilihat berdasarkan nilai probabilitasnya sebesar 0,0362 dengan tingkat signifikansi sebesar 5% maka pengangguran berpengaruh signifikan. Pada Dasarnya pengangguran berpengaruh terhadap kemiskinan meskipun hasil temuan dalam penelitian ini kondisi pengangguran yang terjadi di Provinsi Jawa Tengah tahun 2008-2012 berpengaruh negatif sesuai yang telah dijelaskan di atas.

Sehingga hipotesis yang menyatakan pengangguran berpengaruh positif terhadap tingkat kemiskinan tidak sesuai dengan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini.

3. Kesehatan Kesehatan tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah, dengan nilai probabilitas 0,0993 pada tingkat signifikansi 5% dan nilai koefisien sebesar 0,057303. Dengan demikian setiap terjadi peningkatan kematian bayi sebesar 1 persen akan meningkatkan kemiskinan sebesar 0,057303 persen.

Angka Kematian Bayi (AKB) menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan faktor penyebab kematian bayi, tingkat pelayanan antenatal, status gizi ibu hamil, tingkat keberhasilan program KIA dan KB. Tingginya angka Angka Kematian Bayi (AKB) menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan faktor penyebab kematian bayi, tingkat pelayanan antenatal, status gizi ibu hamil, tingkat keberhasilan program KIA dan KB. Tingginya angka

Angka Kematian Bayi tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah dikarenakan Angka Kematian Bayi merupakan output dari kemiskinan bukan penyebab dari kemiskinan. Sehingga penggunaan indikator Angka Kematian Bayi kurang tepat, oleh karena itu perlu disarankan bagi peneliti selanjutnya untuk lebih mempertimbangkan dalam menentukan penggunaan indikator dibidang kesehatan.

4. Pendidikan Pendidikan tidak berpengaruh signifikan dan negatif terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah, dengan nilai probabilitas sebesar 0,6647 pada tingkat signifikansi 5% dan nilai koefisien sebesar -0,014342. Dengan demikian kenaikan pendidikan (Angka Melek Huruf) sebesar 1 persen akan mengurangi tingkat kemiskinan sebesar 0,014342 persen.

Jika dilihat dari tingkat signifikansi 5%, pendidikan tidak berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan Provinsi Jawa Tengah. Melek huruf bukanlah satu-satunya proksi atau indikator yang bisa dijadikan untuk mengukur tingkat kemiskinan, beberapa indikator atau proksi di bidang pendidikan selain Angka Melek Huruf seperti Angka Partipsipasi Kasar, Angka Partisipasi Murni, dan Angka Putus Sekolah bisa dijadikan bahan penelitian bagi peneliti selanjutnya. Dalam hal ini

Angka Melek Huruf bukanlah proksi yang tepat dalam pengukuran tingkat keiskinan di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2012.

Saat ini kemiskinan tidak hanya dapat di ukur dari melek huruf semata. Melek huruf saja tidak cukup ampuh dalam memerangi kemiskinan. Untuk saat ini ketrampilan sangatlah penting dibanding dengan hanya berbekal melek huruf. Persaingan yang begitu ketat membuat ketrampilan adalah hal yang perlu dan dimiliki seseorang untuk mampu menciptakan suatu kreasi, inovasi hal yang baru untuk mampu berkarya dan menghasilkan pendapatan sehingga mampu mengurangi tingkat kemiskinan.

Hasil penelitian ini sesuai dengan temuan Rahmawati Faturrohmin (2011) yang menyatakan bahwa Angka Melek Huruf tidak berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan mengenai pengaruh upah minimum, pengangguran, kesehatan dan pendidikan terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah tahun 2008-2012 adalah sebagai berikut:

1. Upah minimum berpengaruh signifikan dan negatif terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah, dengan nilai probabilitas 0,0000 pada tingkat signifikansi 5% dan nilai koefisien sebesar -1,61E-05. Artinya kenaikan upah minimum sebesar 1 rupiah akan menyebabkan penurunan tingkat kemiskinan sebesar 1,61E-05 persen.

2. Pengangguran berpengaruh signifikan dan negatif yaitu dengan nilai probabilitasnya sebesar 0,0362 pada tingkat signifikansi sebesar 5% dan nilai koefisien sebesar -0,063665 . Artinya setiap terjadi kenaikan angka pengangguran sebesar 1 persen maka terjadi penurunan tingkat kemiskinan sebesar 0,063665 persen.

3. Kesehatan tidak berpengaruh signifikan dan positif terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah, dengan nilai probabilitas sebesar 0,0993 pada tingkat signifikansi 5% dan nilai koefisien sebesar 0,057303.

4. Pendidikan tidak berpengaruh signifikan dan negatif terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah, dengan nilai probabilitas sebesar 0,6647 pada tingkat signifikansi 5% dan nilai koefisien sebesar - 0,014342.

B. Saran

Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan di atas maka dapat diberikan beberapa saran sebagai berikut:

1. Perlu adanya pertimbangan dalam menaikkan upah minimum yang dinilai, diukur, dan didasarkan dengan kebutuhan hidup minimum atau kebutuhan hidup layak. Sehingga dalam menetapkan upah minimum pemerintah harus memperhatikan tingkat inflasi, karena kenaikan inflasi tidak sebanding dengan kenaikan upah nominal. Pemerintah hendaknya memberikan subsidi kepada perusahaan, sehingga dengan demikian inflasi dapat dikendalikan. Dengan demikian diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi pengangguran.

2. Untuk menurunkan tingkat pengangguran perlu adanya upaya yang berfokus pada perlindungan, pemberdayaan, dan pengembangan kelompok industri pertanian. Karena berdasarkan kondisi ketenagakerjaan di Jawa Tengah terjadi pergeseran tenaga kerja sektor pertanian ke sektor perdagangan maupun industri. Disamping itu upaya perluasan lapangan usaha juga diperlukan,serta pengembangan wirausaha bagi kalangan pemuda untuk mampu menciptakan lapangan 2. Untuk menurunkan tingkat pengangguran perlu adanya upaya yang berfokus pada perlindungan, pemberdayaan, dan pengembangan kelompok industri pertanian. Karena berdasarkan kondisi ketenagakerjaan di Jawa Tengah terjadi pergeseran tenaga kerja sektor pertanian ke sektor perdagangan maupun industri. Disamping itu upaya perluasan lapangan usaha juga diperlukan,serta pengembangan wirausaha bagi kalangan pemuda untuk mampu menciptakan lapangan

3. Pada bidang kesehatan jaminan kesehatan perlu ditingkatkan, sehingga mutu kesehatan mengalami peningkatkan khususnya bagi warga yang kurang mampu dalam hal untuk menekan angka kematian bayi. Diantaranya adalah peningkatan dalam akses dan pelayanan kesehatan, peningkatan terhadap tenaga kesehatan sampai daerah terpencil serta evaluasi terhadap pemberian kartu-kartu kesehatan bagi warga miskin agar penyebarannya merata dan tepat sasaran.

4. Dalam bidang pendidikan perlu adanya pemerataan pendidikan dengan mutu dan kualitas yang sama secara merata dan menyebar ke seluruh daerah serta penghapusan biaya pendidikan yang tinggi, dalam hal ini adalah pemberian subsidi maupun pendidikan gratis.

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

Analisis Konsep Peningkatan Standar Mutu Technovation Terhadap Kemampuan Bersaing UD. Kayfa Interior Funiture Jember.

2 215 9

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63