Analisis Pengaruh Upah Pendapatan Keseha

ANALISIS PENGARUH UPAH MINIMUM, PENGANGGURAN, KESEHATAN, DAN PENDIDIKAN TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2008-2012

(Studi Kasus 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah)

Skripsi

Diajukan untuk Melengkapi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh: ASRIANI KURNIA NINGRUM NIM. F1112006 JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2014

ABSTRAK

ANALISIS PENGARUH UPAH MINIMUM, PENGANGGURAN, KESEHATAN, DAN PENDIDIKAN TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2008-2012 (Studi Kasus 35 Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Tengah)

Asriani Kurnia Ningrum F1112006

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh upah minimum, pengangguran, kesehatan dan pendidikan terhadap tingkat kemiskinan di 35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan alat analisis yang digunakan adalah panel data dengan bantuan eviews, yang terdiri dari data times series selama periode 2008- 2012 dan data cross section 35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa upah minimum, pengangguran, dan pendidikan berpengaruh negatif terhadap kemiskinan, sedangkan kesehatan berpengaruh positif. Secara bersama sama upah minimum, pengangguran, kesehatan dan pendidikan berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan di 35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2008-2012.

Berdasarkan hasil analisis tersebut, adapun peranan pemerintah dalam rangka mengurangi tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah tahun 2008-2012 yaitu perlu adanya pertimbangan dalam menaikkan upah minimum yang dinilai, diukur, dan didasarkan dengan kebutuhan hidup minimum atau kebutuhan hidup layak. Dalam menurunkan tingkat pengangguran perlu adanya upaya yang berfokus pada perlindungan, pemberdayaan, dan pengembangan kelompok industri pertanian. Peningkatan mutu dan kualitas pada bidang kesehatan dan pendidikan diantaranya peningkatan dalam akses dan pelayanan kesehatan serta pemberian subsidi maupun pendidikan gratis.

Kata kunci: Tingkat Kemiskinan, Upah Minimum, Pengangguran, Kesehatan, Pendidikan, FEM

ii

ABSTRACT

ANALYZING THE EFF F ECT OF MINIMUM WAGE, UNEMPLOYMENT, HEALTH, AND EDUCATION TO POVERTY’S LEVEL IN CENTRAL JAVA REGION IN 2008-2012 (A Case Study On 35 Regions in Central Java)

Asriani Kurnia Ningrum

F1112006

The purpose of this research is to know the influence ofminimum wage, unemployment, health, and education for poverty rate in 35 regencies in Central Java. The research use secondary data analysis while panel data was used in analyzing, are supported by Eviews 6, which consists of times series data over 2008-2012 period and cross section data from 35 regencies in Central Java.

This research is showed that minimum wage, unemployment, and education has negative influence to poverty. Minimum salary, unemployment, health, and education together has influence to poverty rate in 35 regencies of Central Java within 2008-2012 period .

Depend on that analysis, there are government’s role in order to reduce poverty’s level in Central Java Province in 2008 - 2012, it’s some calculation to

increase minimum wage that would be valued, calculated and depended by unemployment’s level needs to do an action which focused on protection,

socialization and improvement of farm industrial group. Increasing quality on health and education, for example not only influence improve ment in health’s access and service but also subsidiary gift and free education.

Keywords: Poverty, minimum wage, unemployment, health, education, and FEM

iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi dengan judul:

ANALISIS PENGARUH UPAH MINIMUM, PENGANGGURAN, KESEHATAN, DAN PENDIDIKAN TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2008-2012

(Studi Kasus 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah)

Diajukan Oleh: Asriani Kurnia Ningrum F1112006

Disetujui dan diterima oleh Pembimbing PadaTanggal, 12 September 2014

Surakarta, 12 September 2014 Pembimbing

Dr. Akhmad Daerobi, MS NIP 195708041986011002

iv

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ANALISIS PENGARUH UPAH MINIMUM, PENGANGGURAN,

KESEHATAN, DAN PENDIDIKAN TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2008-2012 (Studi Kasus 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah)

Diajukan Oleh: ASRIANI KURNIA NINGRUM NIM. F1112006

Telah dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi Fakultas Ekonomi

Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada tanggal, 8 Oktober 2012

Susunan Tim Penguji Skripsi

1. Ketua IZZA MAFRUHAH S.E.,M.Si ( ……………………………. ) NIP 197203232002122001

2. Sekretaris Drs. SUPRIYONO, M.Si ( ……………………………. ) NIP 196002211986011001

3. Anggota Dr. AKHMAD DAEROBI, MS (... …………………………. )

NIP 195708041986011002

MOTTO

Dia yang tahu, tidak bicara. Dia yang bicara, tidak tahu ( Loo Tse )

Pekerjaan besar tidak dihasilkan dari kekuatan, melainkan oleh ketekunan (Samuel Johnson)

Untuk meraih sebuah kesuksesan, karakter seseorang adalah lebih penting daripada Intelegensi

(Gilgerte Beaux )

Ingatlah bahwa setiap hari dalam sejarah kehidupan kita ditulis dengan tinta yang

tak dapat terhapus lagi (Thomas Carlyle)

Visi tanpa tindakan hanyalah sebuah mimpi. Tindakan tanpa visi hanyalah membuang waktu. Visi dengan tindakan akan mengubah dunia

(Joel Arthur Barker)

vi

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan untuk

Bapak dan Ibu Tercinta Ku Tahu Engkau Selalu Berjuang dan Mengasihiku

One Day I will make you Proud, I Promise

Kedua Kakakku

Karena Kalianlah Mampu Mewujudkan Mimpiku

Almamaterku Universitas Sebelas Maret yang Penuh Kenangan

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dan bimbingan-Nya kepada penulis sehingga penulisan Skripsi yang berjudul ”ANALISIS PENGARUH UPAH MINIMUM, PENGANGGURAN, KESEHATAN, DAN PENDIDIKAN TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2008-2012 (Studi Kasus 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah)” dapat berjalan dengan lancar.

Dalam penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari beberapa hambatan. Namun penulis menyadari sepenuhnya, berkat bantuan berbagai pihak hal tersebut dapat diatasi. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Wisnu Untoro, M.S selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan non reguler Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Dr. Akhmad Daerobi, MS selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya dalam membimbing dan memberikan masukan kepada penulis. Terima kasih atas segala kritik dan saran yang membangun selama penyusunan skripsi.

4. Ibu Nurul Istiqomah SE. MSi selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan pengarahan selama proses studi kepada penulis.

5. Kedua Orang Tua tercinta yang telah memberikan dukungan dan doa.

viii

6. Kedua kakak tercinta Mas Tomi dan Mas Toma yang telah memberikan dorongan, bantuan dalam proses penyelesaian skripsi ini.

7. Teman-teman Ekonomi Pembangunan angkatan 2012 yang selalu memberi dukungan dan dorongan. Terimakasih atas kebersamaannya selama dua tahun dibangku kuliah ini.

8. Semua pihak yang telah memberikan bantuan yang tidak dapat penulis cantumkan satu-persatu. Dalam penyusunan laporan ini penulis menyadari bahwa laporan ini masih

terdapat kelemahan dan kekurangan, sehingga untuk kedepan, dapat menjadi wacana berarti bagi para pembaca. Semoga hasil laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Surakarta, September 2014

Asriani Kurnia Ningrum

ix

DAFTAR GRAFIK

Halaman GRAFIK 1.1

4 GRAFIK 1.2

: Tingkat Kemiskinan di Indonesia ...........................................

6 GRAFIK 1.3

: Tingkat Kemiskinan di Pulau Jawa .........................................

7 GRAFIK 1.4

: Tingkat Kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah .......................

: Tingkat Pengangguran di Jawa Tengah .................................. 9 GRAFIK 1.5

: Angka Kematian Bayi di Provinsi Jawa Tengah .................... 10

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman GAMBAR 2.1

: Keragka Pemikiran Teoritis .................................................... 44

xv

DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN A

LAMPIRAN1 : Tingkat Kemiskinan Kabupaten/Kota di Jawa Tengah LAMPIRAN2

: Upah Minimum Kabupaten/Kota di Jawa Tengah LAMPIRAN3

: Tingkat Pengangguran TerbukaKabupaten/Kota LAMPIRAN4

: Angka Kematian BayiKabupaten/Kota LAMPIRAN 5

: Angka Melek Huruf Kabupaten/Kota

LAMPIRAN B

LAMPIRAN6 : Regresi Data Panel Pooled Least Squared LAMPIRAN7

: Regresi Data Panel Fixed Effect Model LAMPIRAN 8

: Regresi Data Panel Random Effect Model LAMPIRAN 9

: Hasil Uji Likehood Ratio Test LAMPIRAN 10

: Hasil Hausman Test

xvi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata kehidupan yang layak bagi seluruh rakyat yang pada gilirannya akan mewujudkan kesejahteraan penduduk Indonesia. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah menurunkan tingkat kemiskinan. Kemiskinan merupakan salah satu penyakit dalam ekonomi, sehingga harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi. Permasalahan kemiskinan memang merupakan permasalahan yang kompleks dan bersifat multidimensional. Oleh karena itu, upaya pengentasan kemiskinan harus dilakukan secara komprehensif, mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat, dan dilaksanakan secara terpadu (M. Nasir, dkk (2008) dalam Prastyo (2010: 18)).

Pada dekade terakhir ini, kemiskinan menjadi topik yang dibahas dan diperdebatkan di berbagai forum nasional maupun internasional, walaupun kemiskinan itu sendiri telah muncul ratusan tahun yang lalu. Fakta menunjukkan pembangunan yang telah dilakukan belum mampu meredam meningkatnya jumlah penduduk miskin di dunia, khususnya negara-negara berkembang, seperti yang dikemukakan Suryawati (2006: 121).

Azis (2012) mengungkapkan bahwa kemiskinan merupakan tantangan terbesar dalam proses pembangunan Indonesia. Meski tingkat kemiskinan terus menurun dari tahun ke tahun. Namun demikian jumlahnya masih Azis (2012) mengungkapkan bahwa kemiskinan merupakan tantangan terbesar dalam proses pembangunan Indonesia. Meski tingkat kemiskinan terus menurun dari tahun ke tahun. Namun demikian jumlahnya masih

Rahardjo (2006: 162) mengemukakan kemiskinan menjadi masalah fenomenal sepanjang sejarah Indonesia sebagai nation state , sejarah sebuah negara yang salah memandang dan mengurus kemiskinan. Dalam negara yang salah urus, tidak ada persoalan yang lebih besar selain persoalan kemiskinan. Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa mengenyam pendidikan yang berkualitas, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya tabungan dan tidak adanya investasi, kurangnya akses ke pelayanan publik, kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya jaminan sosial, dan perlindungan terhadap keluarga, dan menguatnya arus urbanisasi ke kota. Dan yang lebih parah, kemiskinan menyebabkan jutaan rakyat memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan secara terbatas.

Suharto (2013: 14) menyatakan kemiskinan merupakan masalah sosial yang bersifat global, artinya kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian banyak orang di dunia. Meskipun dalam tingkatan yang berbeda, tidak ada satupun negara di jagat raya ini yang kebal dari kemiskinan.

Mudrajat Kuncoro (1997) dalam Widiastuti (2010: 33) mencoba mengidentifikasikan penyebab kemiskinan dipandang dari sisi ekonomi. Pertama, secara mikro kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pada kepemilikan sumberdaya yang menyebabkan distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumberdaya dalam jumlah terbatas dan kualitasnya rendah. Kedua, kemiskinan muncul akibat Mudrajat Kuncoro (1997) dalam Widiastuti (2010: 33) mencoba mengidentifikasikan penyebab kemiskinan dipandang dari sisi ekonomi. Pertama, secara mikro kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pada kepemilikan sumberdaya yang menyebabkan distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumberdaya dalam jumlah terbatas dan kualitasnya rendah. Kedua, kemiskinan muncul akibat

Ketiga penyebab kemiskinan ini bermuara pada teori lingkaran setan kemiskinan ( Vicious circle of poverty ). Teori ini ditemukan oleh Ragnar Nurkse (1953), yang mengatakan: “ a country is poor because it is poor” (Negara miskin itu miskin karena dia miskin). Lingkaran kemiskinan merupakan suatu rangkaian kekuatan yang saling mempengaruhi satu sama lain, sehingga menimbulkan suatu kondisi di mana sebuah negara akan tetap miskin dan akan mengalami banyak kesulitan untuk mencapai tingkat pembangunan yang lebih tinggi.

Keterbelakangan, ketidak sempurnaan pasar, dan kurangnya modal menyebabkan rendahnya produktivitas. Rendahnya produktivitas mengakibatkan rendahnya pendapatan yang mereka terima. Rendahnya pendapatan akan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi. Rendahnya investasi berakibat pada keterbelakangan. Oleh karena itu, setiap usaha untuk mengurangi kemiskinan seharusnya diarahkan untuk memotong lingkaran dan perangkap kemiskinan ini (Arsyad (2010: 111)).

Azis mengungkapkan (2012), Indonesia termasuk salah satu negara sedang berkembang yang paling berhasil dalam pengentasan kemiskinan. Data empiris menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin menurun drastis Azis mengungkapkan (2012), Indonesia termasuk salah satu negara sedang berkembang yang paling berhasil dalam pengentasan kemiskinan. Data empiris menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin menurun drastis

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2008-2012 kemiskinan di Indonesia selalu mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa upaya pemerintah dalam memerangi kemiskinan membuahkan hasil. Meski diakui bahwa penurunan kemiskinan cenderung melambat. Berikut Grafik 1.1 menunjukkan tingkat kemiskinan di Indonesia pada tahun 2008- 2012.

Grafik 1.1 Tingkat Kemiskinan Di Indonesia Tahun 2008 - 2012

Kemiskinan Nasional Sumber: BPS, Statistik Indonesia 2014

Kemiskinan Provinsi

Tingkat kemiskinan di Indonesia cenderung mengalami penurunan setiap tahunnya, Grafik 1.1 di atas menunjukkan pada tahun 2008 tingkat Tingkat kemiskinan di Indonesia cenderung mengalami penurunan setiap tahunnya, Grafik 1.1 di atas menunjukkan pada tahun 2008 tingkat

Perlindungan sosial merupakan elemen penting dalam strategi kebijakan sosial untuk menurunkan tingkat kemiskinan serta memperkecil kesenjangan multidimensional. Dalam arti luas perlindungan sosial mencakup seluruh tindakan, baik yang dilakukan oleh pemerintah, pihak swasta, maupun masyarakat, guna melindungi dan memenuhi kebutuhan dasar, terutama kelompok miskin dan rentan dalam menghadapi kehidupan yang penuh dengan risiko, serta meningkatkan status sosial dan hak kelompok marginal di setiap negara ( Suharto ( 2012: 3).

Menurut Suharto (2013: 3) perlindungan sosial merupakan saran penting untuk meringankan dampak kemiskinan dan kemeralatan yang dihadapi oleh kelompok miskin. Namun demikian, perlindungan sosial bukan merupakan satu-satunya pendekatan dalam strategi penanggulangan kemiskinan. Guna mencapai hasil yang efektif dan berkelanjutan, dalam pelaksanaan strategi ini perlu dikombinasikan dengan pendekatan lain, seperti penyediaan pelayanan sosial, pendidikan, dan kesehatan secara terintegrasi dengan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.

Jika dilihat dari tingginya tingkat kemiskinan di Indonesia, Provinsi Jawa Tengah termasuk Provinsi yang memiliki persentase tingkat kemiskinan yang cukup tinggi di wilayah pulau Jawa, Berdasarkan pada

Grafik l.2 Provinsi Jawa Tengah termasuk peringkat pertama jika dibandingkan dengan Provinsi lain di Pulau Jawa.

Grafik 1.2 Tingkat Kemiskinan Di Pulau Jawa Tahun 2008-2012

Sumber: Jawa Tengah Dalam Angka, Berbagai Tahun Terbitan.

Meskipun persentase tingkat kemiskinan Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2008-2012 terus mengalami penurunan, angka tersebut cukup besar bila disandingkan dengan Provinsi lain seperti DI Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta.

Tingkat kemiskinan Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu kategori hampir miskin, kategori miskin, dan kategori sangat miskin. Kategori hampir miskin yaitu kategori yang tingkat kemiskinan di bawah angka Nasional yaitu sebesar 13,33%. Kategori miskin adalah kategori yang tingkat kemiskinannya di atas angka Nasional dan di bawah angka Provinsi yaitu sebesar 16,11%. Sedangkan kategori sangat miskin yang tingkat keiskinannya di atas angka Provinsi.

Grafik 1.3 Tingkat Kemiskinan Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2012

e 15.76 14.98 s

Sumber: Jawa Tengah Dalam Angka, Berbagai Tahun Terbitan.

Grafik 1.3 di atas menunjukkan pada tahun 2008-2010 Provinsi Jawa Tengah termasuk dalam kategori miskin. Namun pada tahun 2011 dan 2012 mengalami peningkatan dimana termasuk dalam kategori hampir miskin, dengan tingkat kemiskinan 12,43% dan 11,66% yang berada di bawah angka Nasional. Dengan demikian, penurunan angka kemiskinan masih tetap menjadi agenda utama pembangunan Indonesia. (BPS: 2014).

Banyak data dan hasil penelitian yang membuktikan bahwa kemiskinan sangat berhubungan dengan tingginya angka kesakitan dan kematian, tingkat pendapatan di bawah garis kemiskinan dan rendahnya kesempatan memperoleh berbagai fasilitas kesejahteraan sosial akan mempersulit terpenuhinya berbagai keperluan pangan bergizi atau kemampuan untuk menangkis penyakit seperti yang dijelaskan oleh Suryawati (2005: 125).

Pendapatan yang rendah dan standar hidup yang buruk yang dialami oleh golongan miskin, yang tercermin dari kesehatan, gizi, dan pendidikan yang rendah dapat menurunkan produktivitas ekonomi mereka dan akibatnya secara langsung maupun tidak langsung mengakibatkan pertumbuhan ekonomi melambat. (Todaro dan Smith (2006: 264)).

Menurut Todaro dan Smith (2006: 299) peningkatan pendapatan golongan miskin akan mendorong kenaikan permintaan produk kebutuhan rumah tangga buatan lokal. Bukti teoritis menunjukkan bahwa distribusi pendapatan yang lebih merata dapat menyebabkan terjadinya perbaikan gizi, lapangan kerja yang lebih luas, dan pertumbuhan output yang lebih tinggi.

Tabel 1.1 Upah Minimum Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2012 (Rupiah)

Sumber: BPS, Jawa Tengah Dalam Angka Berbagai Tahun Terbitan, Diolah

Tabel 1.1 menunjukkan sampai tahun 2012 tingkat upah minimum di Provinsi Jawa Tengah terus mengalami peningkatan disetiap tahunnya. Pada tahun 2008 tingkat upah minimum sebesar Rp. 602.214 kemudian naik menjadi Rp. 679.939 pada tahun 2009 dan Rp. 736.948 di tahun 2010 sama halnya di tahun 2011 upah minimum naik sebesar Rp. 784.352. Kenaikan tertinggi terjadi di tahun 2012 sebesar Rp 837.856.

Menurut Sukirno (2004) dalam Prastyo (2010: 64) pengangguran merupakan salah satu faktor penyebab kemiskinan suatu daerah. efek buruk dari pengangguran adalah mengurangi pendapatan masyarakat yang pada akhirnya mengurangi tingkat kemakmuran yang telah dicapai seseorang. Semakin turunnya kesejahteraan masyarakat karena menganggur tentunya akan meningkatkan peluang mereka terjebak dalam kemiskinan karena tidak memiliki pendapatan. Apabila pengangguran di suatu negara sangat buruk, kekacauan politik dan sosial selalu berlaku dan menimbulkan efek yang buruk bagi kesejahteraan masyarakat dan prospek pembangunan ekonomi dalam jangka panjang. Berikut tingkat pengangguran di Jawa Tengah dapat dilihat pada Grafik 1.4 di bawah ini.

Grafik 1.4 Tingkat Pengangguran Di Jawa Tengah Tahun 2008-2012

Sumber: TKPK Jawa Tengah 2008-2012.

Grafik 1.4 menunjukkan tingkat pengangguran terbuka Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2008-2012 mengalami trend menurun. Meski demikian Grafik 1.4 menunjukkan tingkat pengangguran terbuka Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2008-2012 mengalami trend menurun. Meski demikian

Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan menurut Suryawati (2005: 126) adalah kesehatan. Banyak data dan hasil penelitian yang membuktikan bahwa kemiskinan sangat berhubungan dengan tingginya angka kesakitan dan kematian. Tingkat pendapatan di bawah garis kemiskinan dan rendahnya kesempatan memperoleh berbagai fasilitas kesejahteraan sosial akan mempersulit terpenuhinya berbagai keperluan pangan bergizi atau kemampuan untuk menangkis penyakit, sehingga tidak mengherankan apabila di lingkungan mereka tingkat kematian bayi tinggi. Berbagai macam penyakit mengancam mereka, seperti: malaria, tuberkulosis, penyakit mata, kwasioskor, dan lainnya sebagai akibat lemahnya daya resistensi. Hal ini menyebabkan usia harapan hidup mereka pendek dan tingkat kematian mereka tinggi.

Grafik 1.5 Angka Kematian Bayi Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2012

Sumber: Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah 2012

Grafik 1.5 Angka Kematian Bayi di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebesar 10,75/1.000 kelahiran hidup, meningkat bila dibandingkan dengan Grafik 1.5 Angka Kematian Bayi di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebesar 10,75/1.000 kelahiran hidup, meningkat bila dibandingkan dengan

Angka kematian dari waktu ke waktu menggambarkan status kesehatan masyarakat secara kasar. Angka Kematian Bayi menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan faktor penyebab kematian bayi, tingkat pelayanan antenatal, status gizi ibu hamil, tingkat keberhasilan program KIA dan KB, serta kondisi lingkungan dan sosial ekonomi (Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah 2012: 9).

Suryawati (2005: 127) mengungkapkan bahwa selain kesehatan faktor lain yang berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan adalah pendidikan. Keterkaitan kemiskinan dan pendidikan sangat besar karena pendidikan memberikan kemampuan untuk berkembang lewat penguasaan ilmu dan keterampilan. Pendidikan juga menanamkan kesadaran akan pentingnya martabat manusia. Mendidik dan memberikan pengetahuan berarti menggapai masa depan. Hal tersebut harusnya menjadi semangat untuk terus melakukan upaya mencerdaskan bangsa.

Ditinjau dari pengembangan sumber daya manusia melalui pendidikan, Indonesia menghadapi masalah serius di sektor pendidikan, terutama di tingkat pendidikan sekolah menengah pertama dan tingkat selanjutnya. Latar belakang sosio-ekonomi adalah komponen utama untuk mengevaluasi pendidikan di Indonesia.

Pendidikan adalah suatu sarana yang paling efektif untuk menghapuskan kemiskinan. Melalui pendidikan yang lebih baik dan lebih Pendidikan adalah suatu sarana yang paling efektif untuk menghapuskan kemiskinan. Melalui pendidikan yang lebih baik dan lebih

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka pengetahuan dan keahlian juga akan meningkat sehingga akan mendorong peningkatan produktivitas kerjanya. Perusahaan akan memperoleh hasil yang lebih banyak dengan memperkerjakan tenaga kerja dengan produktivitas yang tinggi, sehingga perusahaan juga akan bersedia memberikan gaji yang lebih tinggi bagi yang bersangkutan.

Di sektor informal seperti pertanian, peningkatan ketrampilan dan keahlian tenaga kerja akan mampu meningkatkan hasil pertanian, karena tenaga kerja yang terampil mampu bekerja lebih efisien. Pada akhirnya seseorang yang memiliki produktivitas yang tinggi akan memperoleh kesejahteraan yang lebih baik, yang diperlihatkan melalui peningkatan pendapatan maupun konsumsinya. Rendahnya produktivitas kaum miskin dapat disebabkan oleh rendahnya akses mereka untuk memperoleh pendidikan (Rasidin K. Sitepu dan Bonar M. Sinaga (2004) dalam Prastyo (2010: 26)).

Bagi pemerintah keuntungan yang akan diperoleh dari investasi di bidang pendidikan antara lain bahwa pendidikan merupakan salah satu cara dalam rangka memerangi kemiskinan, mengurangi ketimpangan pendapatan Bagi pemerintah keuntungan yang akan diperoleh dari investasi di bidang pendidikan antara lain bahwa pendidikan merupakan salah satu cara dalam rangka memerangi kemiskinan, mengurangi ketimpangan pendapatan

Secara umum telah terjadi peningkatan di bidang pendidikan pada Provinsi Jawa Tengah. Peningkatan terjadi pada tingkat pendidikan SMP dan SMU. Hal ini terjadi karena digalaknnya program sekolah gratis bagi jenjang SD dan SMP serta program-program pendidikan lainnya. Peningkatan tersebut berimbas pada kemampuan baca tulis penduduk yang tercermin dari angka melek huruf. Persentase penduduk yang dapat membaca dan menulis huruf pada tahun 2011 sebesar 91,22%, sedangkan yang buta huruf sebesar 8,78%. Bila dilihat dari jenis kelaminnya, maka penduduk laki-laki lebih banyak yang melek huruf dibandingkan dengan penduduk perempuan, angka melek huruf penduduk laki-laki sebesar 94,94% dan perempuan sebesar 87,61% (BPS, 2012).

Meskipun tingkat kemiskinan provinsi Jawa Tengah mengalami penurunan apabila dibandingkan dengan provinsi lain di Pulau Jawa, rata- rata tingkat kemiskinan provinsi Jawa Tengah tetap paling unggul. Kemiskinan memang masalah berat yang bisa membawa cost mahal bila tak segera ditangani. Berangkat dari permasalahan yang diuraikan di atas, untuk itu diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai ANALISIS PENGARUH UPAH MINIMUM,

PENGANGGURAN, KESEHATAN, DAN PENDIDIKAN TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2008-2012 (Studi Kasus 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Seberapa besar pengaruh upah minimum terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2008-2012?

2. Seberapa besar pengaruh tingkat pengangguran terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2008-2012?

3. Seberapa besar pengaruh kesehatan terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2008-2012?

4. Seberapa besar pengaruh pendidikan terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2008-2012?

5. Seberapa besar pengaruh upah minimum, pengangguran, kesehatan, dan pendidikan secara bersama-sama terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2008-2012?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang penulis kemukakan di atas, maka penelitian ini bertujuan:

1. Menganalisis besarnya pengaruh upah minimum terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2008-2012.

2. Menganalisis besarnya pengaruh tingkat pengangguran terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2008-2012.

3. Menganalisis besarnya pengaruh kesehatan terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2008-2012.

4. Menganalisis besarnya pengaruh pendidikan terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2008-2012.

5. Menganalisis besarnya pengaruh upah minimum, pengangguran, kesehatan, dan pendidikan secara bersama-sama terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2008-2012

D. Manfaat Penelitian

Tercapainya tujuan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam bidang akademis maupun dalam bidang pemerintahan.

1. Bagi Akademis Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan teori khususnya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah dan diharapkan dapat memberikan tambahan informasi serta referensi bacaan bagi mahasiswa sebagai bahan untuk penelitian selanjutnya.

2. Bagi Pemerintah Penelitian ini diharapkan berguna dalam memberikan informasi serta menjadi bahan masukan untuk merumuskan berbagai kebijakan di masa yang akan datang dan melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program pengentasan kemiskinan.

BAB II TELAAH PUSTAKA

A. Pengertian Kemiskinan

Karakteristik kemiskinan Indonesia menurut Azis (2012), secara umum dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Sebagian besar penduduknya rentan dengan kemiskinan. Kondisi ini ditunjukkan dengan banyaknya penduduk yang berpenghasilan di sekitar garis kemiskinan. Bila digunakan garis kemiskinan US$ 1 PPP, hanya sekitar 6% penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan. Namun, bila digunakan garis kemiskinan US$ 2 PPP per kapita per hari, hampir setengah penduduk Indonesia masuk kategori miskin.

2. Kemiskinan yang terjadi di Indonesia merupakan permasalahan yang multidimensi. Kemiskinan bukan hanya karena rendahnya pendapatan, namun juga disebabkan oleh masih terbatasnya akses terhadap pelayanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan, serta akses terhadap infrastruktur dasar seperti air bersih dan sanitasi.

3. Adanya ketimpangan yang besar antar wilayah, baik antar provinsi maupun antar perdesaan-perkotaan.

4. Pengeluaran terbesar masyarakat miskin adalah untuk belanja makanan.

5. Mayoritas masyarakat miskin bekerja di sektor pertanian sebagai petani buruh, utamanya di perdesaan.

Kemiskinan merupakan masalah pendapatan yang rendah, namun hal ini bukanlah satu-satunya yang menjadi sumber kemiskinan yang merupakan sebuah permasalahan yang kompleks. Dengan memasukkan pertimbangan-pertimbangan yang lebih komprehensif seperti kesehatan dan pendidikan, PBB mendefinisikan kemiskinan sebagai sebuah kondisi dimana individu-individu tidak memiliki pilihan dan kesempatan di dalam mengembangkan kapabilitas hidupnya, dengan kata lain kemiskinan

merupakan sebuah kondisi pronounced deprivation in well-being atau penurunan kualitas secara terus menerus. Kemiskinan dalam dimensi ekonomi diartikan sebagai kekurangan sumber daya yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan sekelompok orang, baik secara finansial maupun semua jenis kekayaan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dikategorikan miskin bilamana seseorang atau keluarga tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok minimnya, seperti: sandang, pangan, papan, kesehatan, dan pendidikan seperti yang diungkapkan oleh Suryawati (2005: 123).

Piven dan Cloward (1993) dan Swanson (2001) dalam Suharto (2013:

15) menyatakan bahwa kemiskinan berhubungan dengan kekurangan materi, rendahnya penghasilan, dan adanya kebutuhan sosial.

1. Kekurangan materi Kemiskinan menggambarkan adanya kelangkaan materi atau barang-barang yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, seperti makanan, pakaian, dan perumahan. Kemiskinan dalam arti ini 1. Kekurangan materi Kemiskinan menggambarkan adanya kelangkaan materi atau barang-barang yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, seperti makanan, pakaian, dan perumahan. Kemiskinan dalam arti ini

2. Kekurangan penghasilan dan kekayaan yang memadai Makna “memadai” di sini sering dikaitkan dengan standar atau garis kemiskinan (poverty line) yang berbeda-beda dari satu negara ke negara lainnya. Badan Pusat Statistik (BPS) di Indonesia menetapkan garis kemiskinan untuk wilayah pedesaan dan perkotaan setiap Provinsi berbeda-beda.

3. Kesulitan memenuhi kebutuhan sosial Dalam hal ini kaitannya dengan keterkucilan sosial (social exclusion), ketergantungan, ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan pelayanan sosial dan rendahnya aksesibilitas lembaga- lembaga pelayanan sosial, seperti lembaga pendidikan, kesehatan, dan informasi.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi seseorang atau sekelompok masyarakat baik laki-laki maupun perempuan, yang tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat, hak-hak dasar masyarakat antara lain: kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam, lingkungan yang sehat, rasa aman baik laki-laki maupun perempuan, persamaan derajat.

Nasikun dalam Suryawati (2005: 122) mengemukakan hidup dalam kemiskinan bukan hanya hidup dalam kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal lain, seperti: tingkat kesehatan, pendidikan rendah, perlakuan tidak adil dalam hukum, kerentanan terhadap ancaman tindak kriminal, ketidakberdayaan menghadapi kekuasaan, dan ketidak berdayaan dalam menentukan jalan hidupnya sendiri. Kemiskinan dapat dibagi dalam empat bentuk, yaitu:

1. Kemiskinan absolut Bila pendapatannya di bawah garis kemiskinan atau tidak cukup untuk memenuhi pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja.

2. Kemiskinan relatif Kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat, sehingga menyebabkan ketimpangan pada pendapatan.

3. Kemiskinan kultural Mengacu pada persoalan sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupan, malas, pemboros, tidak kreatif meskipun ada bantuan dari pihak luar.

4. Kemiskinan struktural Situasi miskin yang disebabkan karena rendahnya akses terhadap sumber daya yang terjadi dalam suatu sistem sosial budaya dan sosial 4. Kemiskinan struktural Situasi miskin yang disebabkan karena rendahnya akses terhadap sumber daya yang terjadi dalam suatu sistem sosial budaya dan sosial

Berbagai pihak telah sepakat bahwa kemiskinan mempunyai banyak dimensi. Agar dapat memahami watak kemiskinan secara utuh, tidak cukup sekedar mendefinisikan kemiskinan sebagai miskin yang diukur dari tingkat pendapatan atau konsumsi. Kemiskinan tidak semata-mata dibatasi pada masalah pendapatan dan konsumsi, tetapi juga berkaitan dengan kesehatan, pendidikan, kerentanan terhadap goncangan, partisipasi dalam kegiatan sosial dan politik, dan banyak aspek kehidupan lainnya. Hal ini diungkapakan oleh lembaga penelitian SMERU (2001).

Berdasarkan berbagai definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan secara umum menurut Rahardjo (2006: 12), bahwa kemiskinan adalah suatu kondisi seseorang atau sekelompok masyarakat yang mengalami berbagai kekurangan baik secara material maupun spiritual menuju kehidupan yang layak bagi kemanusiaan. Ketidakberdayaan tersebut meliputi:

1. Kebutuhan dasar yang standar (sandang, pangan, dan papan)

2. Kesehatan

3. Pendidikan

4. Kesempatan pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan

5. Akses informasi

6. Kesempatan dalam berusaha dan menjalankan kegiatan ekonomi

7. Penguasaan sumber daya ekonomi

8. Pelayanan pemerintahan

9. Partisipasi dalam pemerintahan dan pengambilan keputusan publik

10. Rasa aman

11. Lingkungan hidup

12. Budaya masyarakat

B. Kriteria Kemiskinan

Sesuai konsep kemiskinan menurut Data dan Informasi Kemiskinan Jawa Tengah (2007-2011: 14) penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Penduduk dengan rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan miskin terbagi atas dua kriteria yaitu penduduk sangat miskin dan penduduk miskin. Penduduk sangat miskin adalah penduduk yang berada di bawah 0,8 Garis Kemiskinan, sedangkan penduduk miskin pada kriteria ini adalah penduduk miskin yang berada pada 0,8 Garis Kemiskinan ke atas tetapi masih di bawah Garis Kemiskinan.

Selain itu untuk penduduk yang berada pada Garis Kemiskinan sampai dengan 1,2 Garis Kemiskinan masuk pada kriteria penduduk hampir miskin, sedangkan penduduk yang berada di atas 1,2 Garis Kemiskinan merupakan penduduk tidak miskin.

Berdasarkan studi SMERU dalam Suharto (2013: 15) menunjukkan Sembilan kriteria yang menandai kemiskinan, diantaranya:

1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (pangan, sandang, papan).

2. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental.

3. Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial (anak terlantar, wanita korban tindak kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marjinal dan terpencil).

4. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia (buta huruf, rendahnya pendidikan dan ketrampilan, sakit-sakitan) dan keterbatasan sumber alam (tanah tidak subur, lokasi terpencil, ketiadaan infrastruktur jalan, listrik, air).

5. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual (rendahnya pendapatan dan asset), maupun massal (rendahnya modal sosial, ketiadaan fasilitas umum).

6. Ketiadaan akses terhadap lapangan-lapangan kerja dan mata pencaharian yang memadai dan berkesinambungan.

7. Ketiadaan akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi).

8. Ketiadaan jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga atau tidak adanya perlindungan sosial dari negara dan masyarakat).

9. Ketidak terlibatan dalam kegiatan sosial masyarakat.

C. Ukuran Kemiskinan

Kemiskinan dalam dimensi ekonomi paling mudah untuk diamati, diukur, dan diperbandingkan. Menurut World Bank (2007: 53) ada beberapa metode pengukuran tingkat kemiskinan yaitu:

1. Indeks angka Kemiskinan ( Poverty Headcount Index , P0) Indeks ini adalah jumlah penduduk yang memiliki tingkat konsumsi di bawah garis kemiskinan. Indeks ini kadang-kadang disebut sebagai angka insiden kemiskinan ( Poverty Incidence ), adalah ukuran kemiskinan yang paling populer. Namun, ukuran ini tidak dapat membedakan di antara sub-kelompok penduduk miskin, dan juga tidak menunjukkan jangkauan tingkat kemiskinan. Ukuran ini tidak berubah meskipun seorang penduduk miskin menjadi lebih miskin atau menjadi lebih sejahtera, selama orang tersebut berada di bawah garis kemiskinan. Oleh karena itu, untuk mengembangkan pemahaman yang lebih komprehensif mengenai kemiskinan, indeks tersebut penting dengan dilengkapi dengan dua ukuran kemiskinan lainnya dari Fooster, Green dan Thorbecke (FGT).

2. Indeks Kesenjangan Kemiskinan ( Poverty Gap Index , P1) Penurunan rata-rata konsumsi agregat terhadap garis kemiskinan untuk seluruh penduduk, dengan nilai nol (0) diberikan kepada mereka yang berada di atas garis kemiskinan. Kesenjangan kemiskinan dapat memberikan indikasi tentang berapa banyak sumber daya yang dibutuhkan untuk menanggulangi kemiskinan melalui bantuan tunai yang ditujukan secara tepat kepada rakyat miskin. Indeks ini dapat menggambarkan tingkat kedalaman kemiskinan (the Depth of Poverty) dengan lebih baik, tetapi tidak menunjukkan tingkat keparahan kemiskinan (the Severity of Poverty). Namun, angka tersebut tidak 2. Indeks Kesenjangan Kemiskinan ( Poverty Gap Index , P1) Penurunan rata-rata konsumsi agregat terhadap garis kemiskinan untuk seluruh penduduk, dengan nilai nol (0) diberikan kepada mereka yang berada di atas garis kemiskinan. Kesenjangan kemiskinan dapat memberikan indikasi tentang berapa banyak sumber daya yang dibutuhkan untuk menanggulangi kemiskinan melalui bantuan tunai yang ditujukan secara tepat kepada rakyat miskin. Indeks ini dapat menggambarkan tingkat kedalaman kemiskinan (the Depth of Poverty) dengan lebih baik, tetapi tidak menunjukkan tingkat keparahan kemiskinan (the Severity of Poverty). Namun, angka tersebut tidak

3. Indeks Keparahan Kemiskinan ( Poverty Severity Index , P2)

Ukuran ini memberi bobot yang lebih besar bagi penduduk yang sangat miskin dengan menguadratkan jarak garis kemiskinan. Angka ini dihitung dengan menguadratkan penurunan relatif konsumsi per kapita terhadap garis kemiskinan, dan kemudian nilai tersebut dirata- ratakan dengan seluruh penduduk sambil memberikan nilai nol (0) bagi penduduk yang berada di atas garis kemiskinan. Ketika bantuan dialihkan dari orang miskin ke orang lain yang lebih miskin, hal ini akan menurunkan angka kemiskinan secara keseluruhan.

4. Ukuran Kemiskinan PPP 1 dan 2 dolar AS per hari Untuk membandingakan kemiskinan antarnegara. Bank Dunia menggunakan perkiraan konsumsi yang dikonversikan ke dollar Amerika dengan menggunakan paritas (kesetaraan) daya beli ( Purchasing Power Parity , PPP), bukan dengan nilai tukar mata uang. Nilai tukar PPP menunjukkan jumlah satuan mata uang suatu negara yang dibutuhkan untuk membeli barang dan jasa dalam jumlah yang sama di negara itu, yang nilainya sama dengan niali 1 dolar AS yang dibelanjakan di Amerika Serikat. Nilai PPP ini dihitung berdasarkan harga dan jumlah untuk masing-masing negara yang dikumpulkan melalui survei patokan ( Benchmark Surveys ), yang biasanya diadakan setiap 5 tahun sekali. Garis kemiskinan PPP ini disesuaikan dari waktu 4. Ukuran Kemiskinan PPP 1 dan 2 dolar AS per hari Untuk membandingakan kemiskinan antarnegara. Bank Dunia menggunakan perkiraan konsumsi yang dikonversikan ke dollar Amerika dengan menggunakan paritas (kesetaraan) daya beli ( Purchasing Power Parity , PPP), bukan dengan nilai tukar mata uang. Nilai tukar PPP menunjukkan jumlah satuan mata uang suatu negara yang dibutuhkan untuk membeli barang dan jasa dalam jumlah yang sama di negara itu, yang nilainya sama dengan niali 1 dolar AS yang dibelanjakan di Amerika Serikat. Nilai PPP ini dihitung berdasarkan harga dan jumlah untuk masing-masing negara yang dikumpulkan melalui survei patokan ( Benchmark Surveys ), yang biasanya diadakan setiap 5 tahun sekali. Garis kemiskinan PPP ini disesuaikan dari waktu

digunakan adalah garis kemiskinan (poverty line), yaitu menunjukkan ketidak mampuan seseorang melampaui ukuran garis kemiskinan. Garis kemiskinan adalah ukuran yang didasarkan pada kebutuhan konsumsi minimum, konsumsi makanan dan non makanan.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) (2003) garis kemiskinan adalah besarnya nilai pengeluaran (dalam rupiah) untuk memenuhi kebutuhan dasar minimum makanan dan non makanan. Nilai garis kemiskinan yang digunakan mengacu pada kebutuhan minimum 2100 kilo kalori per kapita per hari ditambah dengan kebutuhan minimum non makanan yang merupakan kebutuhan dasar untuk papan, sandang, sekolah, transportasi serta kebutuhan rumah tangga dan individu yang mendasar lainnya. Garis kemiskinan yang ditetapkan BPS sendiri akan selalu mengalami penyesuaian, karena harga kebutuhan itu berubah-ubah.

Sajogyo (1977) juga memberikan alternatif untuk mengukur kemiskinan dengan pendekatan kemiskinan absolut adalah dengan memperhitungkan standar kebutuhan pokok berdasarkan atas kebutuhan beras dan gizi (kalori dan protein) dengan mengungkapkan masalah garis kemiskinan dan tingkat pendapatan petani. Ada tiga golongan orang miskin, yaitu golongan paling miskin yang mempunyai pendapatan per kapita per tahun beras sebanyak 240 kg atau kurang, golongan miskin sekali yang memiliki pendapatan per kapita per tahun beras sebanyak 240-360 kg dan Sajogyo (1977) juga memberikan alternatif untuk mengukur kemiskinan dengan pendekatan kemiskinan absolut adalah dengan memperhitungkan standar kebutuhan pokok berdasarkan atas kebutuhan beras dan gizi (kalori dan protein) dengan mengungkapkan masalah garis kemiskinan dan tingkat pendapatan petani. Ada tiga golongan orang miskin, yaitu golongan paling miskin yang mempunyai pendapatan per kapita per tahun beras sebanyak 240 kg atau kurang, golongan miskin sekali yang memiliki pendapatan per kapita per tahun beras sebanyak 240-360 kg dan

Fooster , Green dan Thorbecke (FGT) telah merumuskan suatu ukuran yang digunakan untuk mengukur tingkat kemiskinan (BPS, 2007-2011: 14):

Dimana: α

= 0,1,2 z

= Garis kemiskinan y i

= Rata-rata pengeluaran perkapita sebulan penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan (i=1,2,3, . . ., q), y i <z q

= Banyaknya penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan n

= Jumlah penduduk Jika: α

= 0, maka diperoleh Head Count Index (P0), yaitu persentase

penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan.

α = 1, maka diperoleh Poverty Gap Index (P1), yaitu indeks kedalaman α = 2, maka diperoleh Poverty Severity (P2), yaitu indeks keparahan

kemiskinan.

D. Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan

Beberapa faktor yang dinilai sebagai sebab-sebab kemiskinan menurut Rahardjo (2006: 50) antara lain:

1. Kesempatan kerja, dimana seseorang itu miskin karena menganggur, sehingga tidak memperoleh penghasilan atau kalau bekerja tidak penuh, baik dalam ukuran hari, minggu, bulan, maupun tahun.

2. Upah gaji di bawah minimum.

3. Produktivitas yang rendah.

4. Ketiadaan aset.

5. Diskriminasi.

6. Tekanan harga.

7. Penjualan tanah. Menurut Kartasasmita dalam Rahmawati (2006) dalam Nurhayati

(2007: 16), kondisi kemiskinan dapat disebabkan oleh sekurang-kurangnya empat penyebab, yaitu :

1. Rendahnya taraf pendidikan Dimana taraf pendidikan yang rendah mengakibatkan kemampuan pengembangan diri terbatas dan menyebabkan sempitnya lapangan kerja yang dapat dimasuki. Taraf pendidikan yang rendah juga membatasi kemampuan untuk mencari dan memanfaatkan peluang.

2. Rendahnya derajat kesehatan Taraf kesehatan dan gizi yang rendah menyebabkan rendahnya daya tahan fisik, daya pikir dan prakarsa.

3. Terbatasnya lapangan kerja Keadaan kemiskinan karena kondisi pendidikan dan kesehatan diperberat oleh terbatasnya lapangan pekerjaan. Selama ada lapangan kerja atau kegiatan usaha, selama itu pula ada harapan untuk memutuskan lingkaran kemiskinan itu.

4. Kondisi keterisolasian Banyak penduduk miskin secara ekonomi tidak berdaya karena terpencil dan terisolasi. Mereka hidup terpencil sehingga sulit atau tidak dapat terjangkau oleh pelayanan pendidikan, kesehatan dan gerak kemajuan yang dinikmati masyarakat lainnya. Bagi pemerintah keuntungan yang akan diperoleh dari investasi di

bidang pendidikan antara lain bahwa pendidikan merupakan salah satu cara dalam rangka memerangi kemiskinan, mengurangi ketimpangan pendapatan dan meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Sedangkan bagi masyarakat, pendidikan semakin baik merupakan modal dalam memperebutkan kesempatan kerja, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan mereka.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan yang digunakan dalam penelitian ini menurut Rahardjo (2006) dan Kartasasmita dalam Faturrohmin (2006) seperti yang diungkapkan di atas meliputi:

1. Upah Minimum

Upah pada dasarnya merupakan sumber utama penghasilan seseorang, sebab itu upah harus cukup untuk memenuhi kebutuhan karyawan dan keluarganya dengan wajar. Menurut Sumarsono (2009:

181) upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada karyawan untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan dan dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan atas dasar suatu persetujuan atau peraturan perundang- undangan serta dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan karyawan termasuk tunjangan, baik untuk karyawan itu sendiri maupun keluarga. Kebijakan upah minimum di Indonesia tertuang dalam Peraturan

Menteri Tenaga Kerja Nomor: Per-01/Men/1999 dan UU Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003. Upah minimum sebagaimana dimaksud adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap. Yang dimaksud dengan tunjangan tetap adalah suatu jumlah imbalan yang diterima pekerja secara tetap dan teratur pembayarannya, yang tidak dikaitkan dengan kehadiran ataupun pencapaian prestasi tertentu. Tujuan dari penetapan upah minimum adalah untuk mewujudkan penghasilan yang layak bagi pekerja. Beberapa hal yang menjadi bahan pertimbangan termasuk meningkatkan kesejahteraan para pekerja tanpa menafikkan produktifitas perusahaan dan kemajuannya, termasuk juga pertimbangan mengenai kondisi ekonomi secara umum.

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

Analisis Konsep Peningkatan Standar Mutu Technovation Terhadap Kemampuan Bersaing UD. Kayfa Interior Funiture Jember.

2 215 9

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63