3. Manusia Unggul
Kematian Tuhan menjadi nafiri terbitnya nihilisme. Sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya, nihilisme tidak lagi dapat ditangani oleh manusia. Karena itu, untuk melampaui
nihilisme Überwindung der Nihilismus yang perlu dilakukan adalah dengan mengatasi manusianya terlebih dulu. Hanya setelah mengatasi dirinya, manusia akan mampu melampuai
nihilisme Nietzsche, 1982: 124-125; 2007: 40-41.
Dengan nihilisme, revaluasi semua nilai dan Kehendak untuk Berkuasa dalam kondisi perulangan yang abadi; menjadi penting untuk menentukan esensi ada manusia yang baru.
Manusia baru ini disebut Übermensch[31]. Menurut Walter Kaufmann dalam Nietzsche, 1982: 115-116, Übermensch lebih tepat diterjemahkan dengan Overman. Penerjemahan
Übermensch menjadi Superman[32], sangat komikal karena tidak melepaskan Nietzsche dari nada sarkastiknya. Penerjemahan Overman diperkenalkan oleh Kaufmann untuk mendekatkan
konsepsi Übermensch sebagai manusia yang mengatasi diri self-overcoming. Selanjutnya, penulis akan menggunakan istilah ”Manusia Unggul[33]” untuk menerjemahkan Übermensch.
Manusia Unggul adalah manusia yang telah mengatasi dirinya. Manusia yang membiarkan dirinya teresapi Kehendak untuk Berkuasa. Manusia yang menjadi tuan bagi dirinya sendiri.
Manusia yang mengamini kehidupan dengan segala kebaikan dan keburukannya. Manusia yang terus menegaskan perulangan abadi dan telah membebaskan dirinya dari segala bentuk fiksasi
nilai.
Manusia Unggul, sebagaimana yang diajarkan lewat tokoh Zarathustra, mangajak manusia untuk kembali kepada bumi, mencintai kehidupan lebensbejahung secara penuh dan bukan
malah menyalahkannya seperti yang dilakukan kaum budak dengan sikap ressentiment-nya. Manusia Unggul sebagai teladan Ja-Sagen terhadap kehidupan dengan segala isinya dekat dengan
gambaran Dionysos yang dipujanya sejak awal Hardiman, 2004: 276-277.
Sosok Manusia Unggul bisa dikenali dari ajaran Zarathustra. Zarathustra sendiri adalah pembela kehidupan, pembela penderitaan, dan guru bagi Kembalinya yang Abadi. Akan tetapi
Zarathustra bukanlah Manusia Unggul itu sendiri, melainkan sosok yang mengajarkan Manusia Unggul. Dan Nietzsche bukanlah Zarathustra, juga bukan Manusia Unggul, tapi seorang pemikir
yang mencoba merefleksikan Zarathustra Wibowo, 2009: 51. Akhirnya, siapa itu Manusia Unggul, tidak bisa kita tunjuk dengan jari. Ia adalah sebuah konsep manusia masa depan yang
dibayangkan Nietzsche sanggup melampaui zamannya.
C. Strategi Membaca Filsafat Nietzsche