FILTRASI LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU MENGGUNAKAN MEDIA PARTIKEL BATUAN FOSFAT

ABSTRAK
FILTRASI LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU MENGGUNAKAN
MEDIA PARTIKEL BATUAN FOSFAT
Oleh
MEYLINDA SILVIANA
Limbah cair industri tahu (whey) memiliki kandungan unsur hara terutama
nitrogen dan fosfor yang tinggi. Pembuangan whey langsung ke badan sungai
akan menyebabkan pencemaran lingkungan sehingga dibutuhkan pengolahan
terlebih dahulu agar aman dibuang ke lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengamati pengaruh lama perlakuan filtrasi terhadap kualitas limbah dan juga
batuan fosfat sebagai media filter. Metode pengolahan limbah yang digunakan
pada penelitian ini adalah biofilter dengan media partikel batuan fosfat. Limbah
cair tahu disirkulasi secara kontinyu dengan perlakuan durasi tertentu (3, 6, 12,
24, 36, dan 48 jam). Adapun parameter yang diamati pada penelitian ini meliputi
perubahan kualitas pada limbah cair tahu (pH, N-Amonium, Total Solid, P Total)
dan kualitas batuan fosfat sebagai media filter (P Terlarut). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa selama proses filtrasi berlangsung, nilai pH whey yang
awalnya asam (4.10) meningkat hingga menjadi basa (8.55) dengan perlakuan
filtrasi 48 jam. Pengolahan dengan biofilter batuan fosfat juga mampu mereduksi
45% Total Solid, 70% Ammonium, dan 90% P total pada whey. Nilai P terlarut
pada media filter meningkat sebesar 30% dari nilai awal.

Kata kunci : batu fosfat, biofilter, limbah cair tahu, pH, ammonium, total solid, P
total.

ABSTRACT
FILTRATION OF WHEY USING ROCK PHOSPHATE AS FILTER
MEDIA
By
MEYLINDA SILVIANA
Industrial wastewater of tofu industry (whey) has many nutrient contents,
especially nitrogen and phosphorus. Disposal of whey directly into the river can
cause environmental pollution, so it should be processed prior to discharging it
into the environment. The main purpose of this research was to observe the effect
of the filtration duration to the quality of waste and rock phosphate as the filter
media. Biofilter with rock phosphate as the filter media was used to filter the
whey, which was circulated continously by a pump for specific duration (3, 6, 12,
24, 36, and 48 hours). Parameters should be observed in this research included
quality (pH, N-amonium, total solid, total P, dissolved P) of the whey and the rock
phosphate as well. Results showed that during the 48 hours filtration process, the
pH of whey increased from initially value of 4.10 (acid) to 8.55 (alkaline). The
biofilter processing using rock phosphate as filter media was also able to reduce

total solid by 45%, ammonium by 70%, and total P by 90% in the whey. The
value of dissolved P in the filter media increased by 30% of the initial value.
Keywords: phosphate, biofilter, whey, pH, ammonium, total solid, total P.

FILTRASI LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU
MENGGUNAKAN MEDIA PARTIKEL
BATUAN FOSFAT
(Skripsi)

Oleh
MEYLINDA SILVIANA

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2014

FILTRASI LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU
MENGGUNAKAN MEDIA PARTIKEL
BATUAN FOSFAT


Oleh
MEYLINDA SILVIANA

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada
Jurusan Teknik Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2014

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Metro pada tanggal 3 Mei 1992,
sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak

Khairuddin Yusak dan Ibu Nurhuda. Penulis menempuh
pendidikan taman kanak-kanak di TK Budaya Tanjung
Karang Barat Bandar Lampung dan lulus pada tahun 1998.
Pendidikan dilanjutkan di SD Negeri 2 Sumberrejo selama
periode 1998-2004. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah di
SMP Negeri 14 Bandar Lampung pada tahun 2007 dan di SMA Negeri 2 Bandar
Lampung pada tahun 2010.

Pada Tahun 2010, penulis terdaftar sebagai mahasiswi Jurusan Teknik Pertanian,
Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui tes SNMPTN. Penulis pernah
menjabat sebagai Sekretaris Departemen Keprofesian di Perhimpunan Mahasiswa
Teknik Pertanian (PERMATEP) pada masa bhakti 2011-2012.
Pada tahun 2013, penulis melaksanakan Praktik Umum di PT Great Giant
Pineapple. Penulis juga melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa
Srikaton, Kecamatan Adiluwih, Kabupaten Pringsewu selama 40 hari mulai
tanggal 20 Januari 2014 sampai dengan 3 Maret 2014.

Segala puji bagi Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Segala puji bagi Allah atas nilai-Nya yang tidak dapat diuraikan , nikmat dan
anugerah-Nya yang tidak dapat terhitung serta ilmu-Nya yang tidak dapat

dibatasi oleh apapun.

Teruntuk kedua orang tuaku tercinta
Bapak Khairuddin Yusak
dan
Ibu Nurhuda
Terima kasih atas semua do’a, pengorbanan, perhatian, semangat dan
motivasi yang telah diberikan selama ini. Terimakasih telah
membuatku merasa teristimewa. Terima kasih telah menjadikanku
dunia kalian.
Kupersembahkan karya kecil ini
sebagai wujud rasa cinta kasih dan kesungguhan
Serta

AlmamaterTercinta
Teknik PertanianUniversitas Lampung
2010

Tak selembar pun daun jatuh tanpa sepengetahuan Allah SWT
Tuhan tau, tapi menunggu.

(Leo Tolstoy)

Tidak ada batasan di dalam pikiran, keculi yang kita tetapkan sendiri
(Napoleon Bonaparte)

"Sukses berjalan dari satu kegagalan ke kegagalan yang lain, tanpa kita kehilangan

semangat".
(Abraham Lincoln)

The greatest glory in living lies not in never falling, but in rising every time we fall.
(Nelson Mandela)

Yakinlah ada sesuatu yang menantimu
selepas banyak kesabaran (yang kau jalani)
yang akan membuatmu terpana
hingga kau lupa pedihnya rasa sakit
(Imam Ali bin Abi Thalib)

SANWACANA


Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Filtrasi Limbah Cair Industri Tahu menggunakan dengan Media Partikel

batuan Fosfat”.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi
Pertanian. Penelitian dilakukan selama rentang waktu Bulan Juni – Agustus 2014.
Penyusunan Skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, dukungan, dan bimbingan berbagai
pihak. Maka dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dr.Ir.Sugeng Triyono, M.Sc., selaku Dosen Pembimbing utama yang telah
meluangkan waktu, memberikan masukan, bimbingan, semangat dan saran selama
proses penelitian hingga penyusunan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Agus Haryanto, M.P., selaku Ketua Jurusan Teknik Pertanian Universitas
Lampung dan juga sebagai dosen pembimbing. Terimakasih atas motivasi, kritik,
masukan dan saran dalam proses perkuliahan dan penyelesaiaan skripsi ini.
3. Prof. Dr. Ir.RA. Bustomi Rosadi, M.S., Selaku Pembahas yang telah memberikan
kritik serta saran selama proses penyusunan skripsi ini.
4. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas
Lampung atas izin yang diberikan untuk melaksanakan Praktik Umum.

5. Kedua orang tua, Bapak Khairudin Yusak dan Ibu Nurhuda yang selalu mencurahkan
perhatian dan kasih sayang serta bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi.

6. Ahmad Bastari S.Sos., M.M., paman yang selalu menjadi sumber inspirasi dan
kekuatan serta selalu memberi dukungan selama penulis menempuh pendidikan
sarjana.
7. Teman-teman satu almamater Teknik Pertanian Fakultas Pertanian UNILA angkatan
2010, terimakasih atas kebersamaan, kerjasama, dan semua pengalaman selama
menjalani penulis menempuh pendidikan strata satu.
8. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat
penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan di dalam skripsi ini. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan penulisan
di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bandar Lampung, September 2014

Penulis


I.

1.1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tahu merupakan salah satu makanan tradisional yang paling banyak dikonsumsi
di Indonesia. Pada tahun 2010 usaha tahu di Indonesia mencapai angka 84.000
unit usaha. Unit usaha tersebut memiliki kapasitas produksi lebih dari 2,56 juta
ton per tahun. Sebagai makanan tradisional yang banyak digemari, tahu memiliki
kandungan nilai gizi yang cukup tinggi. Bahan baku pembuatan tahu adalah
kedelai (Glycine max (L) Merril). Kedelai mengandung berbagai komposisi kimia
yang bermanfaat bagi tubuh manusia. Komposisi kimia yang terdapat dalam biji
kedelai kering per 100 g antara lain 331 kalori, 34,9 g protein, lemak 18,1 g,
karbohidrat 34,8 g, kalsium 227 mg, fosfor 585 mg, besi 8 mg, vitamin A 110 SI,
vitamin B1 1,1 mg, air 7,5 g (Cahyadi, 2007).
Proses pembuatan tahu memiliki beberapa tahapan yang secara umum meliputi
perendaman, penggilingan, pemasakan, penyaringan, penggumpalan,

pencetakan/pengerasan dan pemotongan. Proses pembuatan tahu di Indonesia
masih menggunakan cara yang tradisional dengan tingkat efisiensi penggunaan
sumber daya (air dan bahan baku) rendah dan produksi limbah yang tinggi.
Limbah yang dihasilkan dari proses produksi pembuatan tahu ada dua jenis yaitu

2

limbah padat dan limbah cair. Limbah padat kini telah banyak dimanfaatkan
sebagai pakan ternak dan juga bahan baku pembuatan kerupuk sedangkan limbah
cair umumnya langsung dibuang ke lingkungan. Produksi limbah cair tahu linier
dengan besarnya nilai produksi tahu itu sendiri. Setiap 1 kg bahan baku kedelai
yang diolah akan menghasilkan 15 – 20 liter limbah cair (Sadzali, 2010). Limbah
cair industri tahu memiliki kandungan Total Suspended Solids (TSS) 30 g/kg
bahan baku kedelai, Biologycal Oxygen Demand (BOD) 65 g/kg bahan baku
kedelai dan Chemical Oxygen Demand (COD) 130 g/kg bahan baku kedelai,
Nitrogen 0,27% dan Fosfor 228,85 ppm (Asmoro, dkk., 2008).
Pengolahan limbah bertujuan untuk menyingkiran bahan-bahan pencemar dari
limbah sebelum pada akhirnya dibuang ke lingkungan. Biofilter merupakan salah
satu teknologi pengolahan air limbah dengan cara memanfaatkan mikroba yang
melekat pada media filter yang dipakai. Media biofilter yang umum dipakai

antara lain kerikil, polimer, batu apung, kayu, dan perlit (Tchobagnoglous dan
Burton, 1991; Pohan, 2008; Saputra, 2006).
Limbah cair dialirkan melewati sekumpulan mikroba yang menempel pada media
filter. Mikroba mendapatkan bahan organik, nutrisi, dan oksigen dari limbah,
sedangkan air limbah yang melewatinya menjadi lebih bersih. Biofilter dapat
digunakan untuk mengurangi nilai suspended solids, bahan organik bahkan juga
pencemaran logam pada air limbah dalam skala besar. Pada pengolahan limbah
menggunakan biofilter, limbah yang dialirkan akan membentuk selaput lendir
pada media filter. Penguraian secara biologis akan terjadi pada saat limbah cair
melewati media pertikel. Salah satu hal yang mempengaruhi efisiensi pengolahan

3

ini yaitu luas kontak antara mikoorganisme pada media biofilter dan limbah cair.
Nilai efisiensi berbanding lurus dengan nilai luas kontak, semakin luas kontak
yang terjadi akan semakin besar nilai efisiensi (Said dan Heru, 1999).
Biofilter merupakan salah satu teknologi dalam pengolahan limbah yang memiliki
banyak keunggulan. Keunggulan reaktor biofilter adalah biaya investasi yang
murah, desain yang fleksibel, konsumsi energinya yang rendah serta pengelolaan
yang mudah (Kandasamy, et.al., 2006; Chaudhary, et.al., 2003; Govind, 2009).
Sementara itu, kelemahan biofilter adalah umur pakainya yang terbatas karena
proses penyumbatan pada media filter (Said dan Heru, 1999; Soccol, et.al., 2003;
Srivastava dan Majumder, 2007; Komariyah dan Sugito, 2011).
Batuan fosfat (phosphate rock) berpotensi untuk digunakan sebagai media filter.
Ukuran batuan fosfat dikecilkan menjadi partikel berukuran kerikil, sehingga
aliran limbah tidak mudah tersumbat. Setelah digunakan untuk memfilter air
limbah, dan filter mulai tersumbat karena lumpur atau sludge yang terkumpul,
media filter partikel fosfat bisa dibongkar untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku
pupuk. Nilai nutrisi media filter sebagai pupuk sangat bagus (Triyono, 2013).
Partikel fosfat mengandung fosfat alam yang tingkat kelarutannya semakin
meningkat setelah terkena air limbah yang bersifat asam. Selain itu, sludge atau
biofloc yang terkumpul adalah kumpulan bakteri yang mengandung nutrisi
nitrogen dan fosfor, yang tentu saja sangat baik untuk pupuk. Berbagai penelitian
pemanfaatan sumberdaya batuan fosfat lokal di Lampung sudah dilakukan. Salah
satunya adalah penelitian mengenai pemanfaatan batuan fosfat untuk bahan baku

4

pembuatan pupuk organik (organonitrofos) telah dilakukan. Uji coba pupuk
organonitrofos di plot dan demplot menunjukkan hasil yang positif
(Nugroho, dkk., 2011).
Penggunaan bahan tambahan (baik berupa limbah, mikroorganisme, ataupun
bahan organik lainnya) untuk melarutkan fosfat dari batuan fosfat telah
dilakukan. Demikian juga, ekstraksi fosfat dengan batuan teknologi ultrasonik
juga telah dilakukan (Triyono, 2013). Namun demikian, penelitian pemanfaatan
partikel batuan fosfat untuk pengolahan air limbah belum pernah dilakukan.
Penelitian ini digunakan untuk mengkaji potensi penggunaan partikel batuan
fosfat sebagai media filter untuk pengolahan air limbah industri tahu. Kajian
potensi pemanfaatan media filter tersebut sebagai bahan baku pembuatan pupuk
juga dilakukan.
Berdasarkan beberapa pertimbangan diatas maka pada penelitian ini, akan
digunakan batuan fosfat sebagai media dalam proses pengolahan limbah cair tahu
(whey) dengan sistem biofilter.

1.2

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengkaji kinerja media filter partikel batuan fosfat untuk pengolahan/ filtrasi
air limbah industri tahu.
2. Untuk mengkaji peningkatan nutrisi pada media filter.

5

1.3

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi:
1.

Pengrajin Tahu
Sebagai bahan pertimbangan untuk mengolah terlebih dahulu limbah yang
dihasilkan agar tidak mencemari lingkungan khususnya badan sungai.

2.

Pemerintah
Sebagai bahan masukan untuk mengolah limbah cair tahu serta
memanfaatkan batuan fosfat sebagai media biofilter agar tercipta pupuk
alternatif fosfor dan nitrogen.

3.

Masyarakat
Sebagai pengetahuan umum bagi masyarakat tentang pengolahan limbah
sebelum dibuang ke lingkungan.

4.

IPTEK
Sebagai bahan informasi tambahan untuk mengkaji potensi pemanfaatan
biofilter batuan fosfat sebagai bahan baku campuran pembuatan pupuk
organik.

1.4

Hipotesis

1. Batuan fosfat dapat digunakan sebagai media filter untuk pengolahan
limbah cair tahu.
2. Terdapat pengaruh lama filtrasi limbah cair tahu terhadap kualitas limbah
cair tahu dan batuan fosfat sebagai media filternya.

II.

2.1

TINJAUAN PUSTAKA

Proses Pembuatan Tahu

Prinsip utama dari proses pembuatan tahu adalah penggumpalan (pengendapan)
protein susu kedelai. Bahan yang digunakan adalah batu tahu (CaSO4), asam cuka
(CH3COOH) dan MgSO4. Proses pembuatan tahu terdiri atas beberapa tahapan
yaitu perendaman, penggilingan, pemasakan, penyaringan, penggumpalan,
pencetakan/pengerasan dan pemotongan. Proses pembuatan tahu menghasilkan
limbah padat berupa ampas tahu dan limbah cair. Ampas tahu dapat
dikonversikan sebagai bahan makanan ternak dan ikan serta oncom sedangkan
limbah cair kini telah dimanfaatkan sebagai biogas dan minuman bagi ternak.
Sebagian besar limbah cair yang dihasilkan oleh industri pembuatan tahu adalah
cairan kental yang terpisah dari gumpalan tahu yang disebut air dadih (whey),
sedang sumber limbah cair lainnya berasal dari pencucian kedelai, pencucian
peralatan proses, pemasakan dan larutan bekas rendaman kedelai. Proses
pembuatan tahu dapat dilihat pada Gambar 1 sedangkan untuk diagram neraca
proses pembuatan tahu dapat dilihat pada Gambar 2.

7

Kedelai
Air untuk pencucian

Air limbah

Pencucian
Kedelai bersih

Air untuk perendaman

Air limbah

Perendaman
Kedelai rendaman
Ditiriskan kemudian digiling dengan ditambah air
Bubur Kedelai

Air

Dimasak
Disaring

Ampas tahu

Susu Kedelai
Ditambah larutan pengendap sedikit demi sedikit
sambil diaduk perlahan
Campuran padatan tahu dan cairan
Pembuangan cairan

Air limbah

Pencetakan
Tahu

Gambar 1. Proses pembuatan tahu (Sumber : Said dan Heru, 1999)

8

Hasil/Output

Bahan Baku (Input)
Teknologi

Energi
Tahu 80 Kg

Kedelai 60 kg
Air 2700 kg

Manusia

Proses

Ampas Tahu
70 Kg

Ternak

Limbah cair
(whey)
2610 Kg

Limbah

Gambar 2. Neraca diagram masa pembuatan tahu (Sumber : Said dan Heru, 1999)

Whey mengandung kadar protein yang tinggi dan dapat segera terurai. Limbah
cair ini sering dibuang secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu sehingga
menghasilkan bau busuk dan mencemari sungai. Pada beberapa industri tahu
Whey dapat dimanfaatkan kembali sebagai bahan penggumpal .

2.2

Parameter Kualitas Limbah

Berbagai parameter yang harus diperhatikan dalam pengolahan limbah cair agar
limbah tidak berbahaya bagi lingkungan dan dapat digunakan secara aman oleh
masyarakat antara lain (Kristanto, 2002) :
1.

Aspek kimia-fisika pencemaran air : keasaman, alkalinitas, suhu, oksigen
terlarut, karbondioksida bebas, warna dan kekeruhan, jumlah padatan, nitrat,
amoniak, fosfat, daya hantar listrik, klorida.

9

2.

Aspek biokimia pencemaran air : BOD (Biochemical Oxygen Demand),
COD (Chemical Oxygen Demand).

3.

Bahan pencemar lain : logam berat

BOD ( Biochemical Oxygen Demand), merupakan ukuran kandungan bahan
organik dalam limbah cair. BOD diketahui dengan mengukur jumlah oksigen
yang diserap oleh sampel limbah cair akibat adanya mikroorganisme. Jumlah
oksigen yang diserap dihitung selama periode waktu tertentu, umumnya 5 hari
atau lebih dengan suhu 20o C. Suhu 20o C dipilih karna pengambilan limbah cair
yang saat itu dilakukan di Inggris suhunya mencapai angka 20o C (Suharto, 2011).
Beberapa negara memiliki standar nilai BOD tersendiri dalam penentuan kualitas
air, salah satunya adalah Inggris.
Tabel 1. Standar BOD untuk penentuan kualitas air di Inggris
Kondisi Umum Air

BOD (ppm)

Sangat Bersih

1

Bersih

2

Agak Bersih

3

Diragukan Kebersihannnya

4

Tidak Bersih

5

(Sumber : Kristanto, 2002)
COD (Chemical Oxygen Demand) adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar
limbah organik yang ada di dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia.
Nilai COD merupakan ukuran bagi tingkat pencemaran bahan organik. Semakin
tinggi nilai COD maka akan semakin tinggi pula tingkat pencemaran di suatu

10

lingkungan. Metode analisa COD memakan waktu yang lebih singkat
dibandingkan dengan analisa BOD (Nurhasanah, 2009).
Jumlah air limbah tahu yang dihasilkan oleh industri pembuatan tahu kira-kira 1520 l / kg bahan baku kedelai, sedangkan beban pencemarannya kira-kira sebesar
TSS 30 g/kg bahan baku kedelai, Biologycal Oxygen Demand (BOD) 65.000 ppm
dan Chemical Oxygen Demand (COD) 130.000 ppm (Sadzali, 2010).
Tabel 2. Kandungan unsur hara limbah tahu padat dan cair
Parameter

N (%)
P2O5 (ppm)
K2O (%)
Protein (%)
Lemak (%)
Karbohidrat (%)

Limbah Padat
Tahu kedelai
1,24
5,54
1,34
7,72
-

Kompos Padat
Green Valley
1,44
2,47
3,03
-

Limbah Cair
Tahu Kedelai

Kompos Cair
Tristan

0,27
228,85
0,29
1,68
-

0,42
0,28
0,08

(Sumber : Asmoro, dkk., 2008)

2.3

Pengolahan Limbah (Biofilter)

Pengolahan limbah cair pada hakekatnya adalah suatu perlakuan tertentu yang
harus diberikan pada limbah cair sebelum limbah tersebut terbuang ke lingkungan
penerima limbah. Untuk dapat menentukan secara tepat perlakuan yang
sebaiknya diberikan pada limbah cair, terlebih dahulu diketahui secara tepat
karakteristik dari limbah melalui berbagai penetapan berbagai parameter untuk
mengetahui macam dan jenis komponen pencemar serta sifat-sifatnya.
Pengolahan limbah cair meliputi pengolahan fisika, pengolahan kimia dan
pengolahan biologis. Pengolahan fisika dilakukan terhadap air limbah dengan

11

kandungan bahan limbah yang dapat dipisahkan secara mekanis langsung.
Pengolahan secara kimia merupakan proses dimana perubahan, penguraian atau
pemisahan bahan yang tidak diinginkan berlangsung karena mekanisme reaksi
kimia. Proses pengolahan limbah cair secara biologis dilakukan dengan
memanfaatkan aktivitas mikroorganisme (bakteri, ganggang, protozoa, dll) untuk
menguraikan atau merombak senyawa-senyawa organik dalam air menjadi zat-zat
yang lebih sederhana.
Salah satu pengolahan limbah secara biologis adalah dengan cara biakan melekat
(attached growth process). Biakan melekat atau disebut juga biofilter adalah
pengolahan dengan memanfaatkan mikroorganisme yang menempel pada media
yang berbentuk lapisan film untuk menguraikan zat organik. Influen akan
melakukan kontak dengan media sehingga akhirnya terjadi proses biokimia.
Contoh sistem pengolahan dari attached growth processes antara lain trickling
filter, rotating biological contactor (RBC), upflow anaerobic sludge blanket
(UASB), filter terendam dan reaktor fluidisasi. Sistem-sistem tersebut dapat
menurunkan kadar BOD sekitar 80 hingga 90% .
Berdasarkan posisi biofilter di dalam reaktor, sistem pertumbuhan melekat dapat
digolongkan menjadi tiga yaitu (Tchobagnoglous dan Burton, 1991) :
1.

Proses pertumbuhan melekat dengan biakan tidak terendam atau nonsubmerged.

2.

Proses pertumbuhan tersuspensi dengan packing film tetap (suspended
growth process with fixed film packing).

3.

Proses pertumbuhan melekat dengan biakan terendam submerged

12

Srivastava dan Majumder (2008), menjelaskan bahwa biofilter memiliki peluang
yang besar untuk menghilangkan kandungan logam berat dari air limbah.
Sedangkan menurut Soccol, dkk. (2003), biofilter merupakan salah satu teknologi
terbaik dalam pengolahan limbah. Biofiter mampu mereduksi, mengubah, dan
mengolah berbagai jenis polutan berbahaya agar aman untuk dibuang baik ke
tanah, udara, maupun badan sungai.

2.4

Pupuk Fosfat

Pemupukan merupakan salah satu proses perawatan tanaman yang penting.
Tujuan pemupukan adalah untuk menambah zat hara dalam tanah sehingga
kebutuhan nutrisi bagi tanaman dapat terpenuhi. Jika kebutuhan tanaman akan
nutrisi tercukupi, maka produksi dari tanaman tersebut akan sesuai dengan yang
diharapkan. Selain itu pemupukan akan memperbaiki struktur tanah. Untuk
memenuhi kebutuhan akan nutrisi umumnya digunakan berbagai pupuk anorganik
seperti NPK (sebagai sumber N), SP36 dan TSP (untuk memenuhi unsur P).
Pupuk fosfat (TSP, SP36 ) menggunakan batuan fosfat sebagai bahan baku utama.
Didalam industri, produksi pupuk fosfat dimulai dari produksi asam fosfat.
Batuan fosfat akan mengalami proses asidulasi untuk melarutkan fosfor yang
terikat kuat pada batuan fosfat. Untuk melakukan proses asidulasi tersebut
dibutuhkan biaya yang cukup tinggi. Maka sebagai ganti dari asam fosfat dalam
proses asidulasi, digunakan limbah tahu yang juga ber pH masam untuk
melarutkan fosfor pada batuan fosfat. Batuan fosfat yang digiling halus dapat
langsung digunakan sebagai pupuk sumber fosfat.

13

Berdasarkan hasil penelitian Triyono (2013), filtrasi secara kontinyu selama 6,5
jam pada limbah cair tahu dengan menggunakan batuan fosfat dapat menurunkan
kadar PO4 pada limbah tersebut. Filtrasi yang dilakukan mampu menurunkan
kadar PO4 dari 27,73 mg/L menjadi 0,68 mg/L (penurunan sekitar 97%). Hal ini
menunjukkan bahwa batuan fosfat yang digunakan sebagai media filtrasi dapat
menyerap ion fosfat yang ada didalam limbah cair tahu. Penyerapan ion fosfat
yang terjadi berlangsung sangat cepat dan membentuk sludge yang berpotensi
digunakan sebagai pupuk.
Penyerapan ion fosfat yang begitu cepat dapat saja dipengaruhi oleh berbagai
faktor di antaranya luas permukaan spesifik atau sering disebut BET (BrunaeurEmmet-Teller). BET umumnya dinyatakan dalam satuan m2/g. Pada material
adsorben (contohnya zeolit) semakin besar nilai BET maka akan semakin baik
daya serap material tersebut.
Terdapat beberapa keuntungan dari menggunakan fosfat alam secara langsung
yaitu (Balai Penelitian Tanah, 2011) :
1.

Menghemat energi dan mengurangi pencemaran yang disebabkan oleh
industri pupuk

2.

Harga yang relatif lebih terjangkau

3.

Efektifitas yang sama atau bahkan lebih tinggi dibandingkan SP-36

4.

Meningkatkan efisiensi pupuk P 10% dan bersifat slow release sehinnga
residu dapat digunakan untuk masa tanam berikutnya

5.

Mengandung hara Ca, Mg, dan hara mikro yang sesuai untuk tanah masam

14

2.4.1

Fosfor

Fosfor (unsur P) merupakan salah satu zat yang sangat dibutuhkan bagi
pertumbuhan tanaman. Beberapa fungsi fosfor bagi tanaman adalah sebagai
berikut (Lingga, 2009) :
1.

Merangsang pertumbuhan akar dan tanaman muda

2.

Sebagai bahan mentah dalam pembentukan beberapa protein tertentu

3.

Membantu asimilasi dan pernapasan

4.

Mempercepat pembungaan pemasakan biji, dan buah

Di alam, umumnya fosfor ada dalam bentuk batuan mineral atau lebih dikenal
dengan nama batuan fosfat. Berdasarkan proses pembentukannya fosfat alam
terbagi menjadi tiga jenis, yaitu (Kasno, dkk., 2009) :
1.

Fosfat primer terbentuk dari pembekuan magma alkali yang mengandung
mineral fosfat apatit, terutama fluor apatit {Ca5(PO4)3F}. Apatit dapat
dibedakan atas Chlorapatite 3Ca3(PO4)2CaCl2 dan Flour apatite
3Ca3(PO4)2CaF2.

2.

Fosfat sedimenter (marin), merupakan endapan fosfat sedimen yang
terendapkan di laut dalam, pada lingkungan alkali dan lingkungan yang
tenang. Fosfat alam terbentuk di laut dalam bentuk calcium phosphate yang
disebut phosphorit. Bahan endapan ini dapat diketemukan dalam endapan
yang berlapis-lapis hingga ribuan milpersegi. Elemen P berasal dari
pelarutan batuan, sebagian P diserap oleh tanaman dan sebagian lagi
terbawa oleh aliran ke laut dalam.

15

3.

Fosfat guano, merupakan hasil akumulasi sekresi burung pemakan ikan dan
kelelawar yang terlarut dan bereaksi dengan batu gamping akibat pengaruh
air hujan dan air tanah

Agar batuan fosfat menjadi pupuk yang efektif, batuan fosfat harus reaktif
sehingga mudah larut dalam tanah, untuk mendukung pelarutan yang ekstensif
sifat tanah harus menyediakan ion hidrogen yang cukup.

Gambar 3. Batuan fosfat
Fosfat terdapat dalam tiga bentuk yaitu H2PO4-, HPO42-, dan PO43-. Fosfat
umumnya diserap oleh tanaman dalam bentuk ion ortofosfat primer H2PO4- atau
ortofosfat sekunder HPO42- sedangkan PO43- lebih sulit diserap oleh tanaman.
Ortofosfat merupakan bentuk fosfat yang dapat dimanfaatkan secara langsung
oleh tanaman, sedangkan polifosfat harus terlebih dahulu mengalami hidrolisis
membentuk ortofosfat sebelum dimanfaatkan sebagai sumber fosfor. Reaksi
ionisasi asam ortofosfat adalah sebagai berikut (Hanafiah, 2005):
H3PO4 ↔H+ + H2PO4H2PO4- ↔ H+ + HPO42HPO42- ↔ H+ + PO43-

16

Fosfor di dalam tanah digolongkan dalam dua bentuk, yatu bentuk organik dan
anorganik. Bentuk anorganik adalah senyawa Ca, Fe, Al, dan F. Perubahan
fosfor organik menjadi anorganik dilakukan oleh mikroorganisme. Bentuk fosfor
anorganik tanah lebih sedikit dan sukar larut. Ketersediaan fosfor di dalam tanah
dipengaruhi berbagai faktor yaitu :

1.

pH tanah

pH tanah merupakan faktor yang paling penting dalam kaitannya dengan
ketersediaan fosfor didalam tanah. Ketersediaan fosfor di dalam tanah ditentukan
oleh banyak faktor, tetapi yang paling penting adalah pH tanah. Pada tanah berpH rendah, fosfor akan bereaksi dengan ion besi dan aluminium. Reaksi ini
membentuk besi fosfat atau aluminium fosfat yang sukar larut dalam air sehingga
tidak dapat digunakan oleh tanaman. Pada tanah ber pH tinggi, fosfor akan
bereaksi dengan ion kalsium. Reaksi ini membentuk ion kalsium fosfat yang
sifatnya sukar larut dan tidak dapat digunakan oleh tanaman. Dengan demikian,
tanpa memperhatikan pH tanah, pemupukan fosfor tidak akan berpengaruh bagi
pertumbuhan tanaman.

2.

Aerasi

Proses perombakan bahan organik oleh mikroorganisme di dalam tanah berkaitan
erat dengan ketersediaan fosfor. Untuk melakukan perombakan, mikroorganisme
membutuhkan oksigen di dalam tanah (aerasi). Oksigen di dalam tanah umumnya
berada pada pori tanah. Oleh karena hal tersebut, pada tanah yang padat atau
tergenang air maka penyerapan unsur fosfor akan berkurang.

17

3.

Temperatur

Ketersediaan fosfor akan semakin besar seiring dengan meningkatnya suhu.
Ketersediaan fosfor di daerah hangat akan lebih banyak dibandingkan dengan
ketersediaan fosfor di daerah dingin. Hal ini dikarenakan pada suhu yang lebih
hangat atau tinggi, proses perombakan bahan organik meningkat.

4.

Bahan Organik

Mikroorganisme tanah menggunakan fosfor yang larut dalam air untuk
pertumbuhannya. Selanjutnya fosfor yang telah diambil tadi diubah menjadi
humus. Tanah dengan bahan organik yang tinggi akan menyediakan fosfor yang
cukup bagi mikroorganisme tanah.

5.

Unsur Hara Lain

Penyerapan fosfor oleh tanah dipengaruhi unsur lain seperti amonium. Amonium
merupakan salah satu bentuk senyawa dari nitrogen. Kekurangan unsur mikro
pada tanah akan menghambat penyerapan fosfor.

2.4.2

Analisis Kuantitatif Fosfat

Ada beberapa metode yang umum digunakan dalam analisis kuantitatif fosfat,
yaitu :
1.

Metode Asam Askorbat

18

Metode asam askorbat merupakan metode yang paling sering digunakan dalam
analisis kuantitatif fosfor. Metode ini memiliki keunggulan yaitu dapat digunakan
untuk berbagai macam sampel, cepat, akurat, dan memiliki lebih sedikit gangguan
dalam pelaksanaannya. Prinsip kerja dari metode ini yaitu amonium molibdat dan
kalium antimonil tartarat bereaksi dalam medium asam membentuk kompleks
antimonil fosfomolibat. Setelah itu, larutan tadi direduksi menjadi kompleks biru
molibdenum. Warna biru yang dihasilkan oleh asam askorbat ini lebih
maksimum. Pengukuran dilakukan dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 880 nm.

2.

Metode SnCl2 ( Deniges methods)

Metode SnCl2 memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri jika dibandingkan
dengan metode asam askorbat. Warna yang terbentuk pada metode ini, lebih
stabil jika dibandingkan pada asam askorbat. Kekurangannya adalah, metode ini
mengharuskan penggunaan SnCl2 selalu dalam keadaan baru. SnCl2 digunakan
sebgai pereduksi karna memiliki kesensitian yang besar. Prinsip kerja dari
metode ini yaitu SnCl2 direaksikan dengan ammonium molibdat membentuk
kompleks berwarna biru. Selanjutnya, warna biru tersebut akan mengabsorpi
maksimum cahaya pada gelombang 690 nm. Pengabsorpsian cahaya akan diukur
menggunakan spektrofotometer.

3. Metode Vanadat

Dalam pelaksanaan metode vanadat, pencampuran pereaksi vanadat dan molibdat
harus dilakukan beberapa hari sebelum digunakan. Hal ini dikarenakan

19

pencampuran pereaksi vanadat dan molibdat sangat cenderung untuk mengendap.
Tidak seperti dua metode sebelumnya yang menghasilkan warna biru, pada
metode vanadat akan menghasilkan senyawa kompleks yang berwarna kuning.
Fosfat bereaksi dengan vanadat membentuk senyawa kompleks berwarna kuning.
Warna kompleks fosfovanadomolibdat lebih stabil dibandingkan warna kompleks
biru-molibdem. Untuk menghasilkan warna yang stabil, maka bahan-bahan
organik yang ada dalam sampel harus terlebih dahulu dibersihkan dengan pereaksi
pengoksidasi.
4. Metode Hidroquinon – Molibdat
Hidroquinon merupakan salah satu pereduksi yang paling klasik. Pada metode ini
ammonium molibdat direaksikan dengan larutan fosfat membentuk ammonium
fosfomolibdat berwarna kuning, kemudian direduksi dengan hidroquinon. Waktu
tunggu untuk pembentukan warna maksimum adalah selama 5 menit.
5. Metode Molibdat-Metol ( Tschopp’s Method)
Kelebihan metode ini adalah pereduksinya (metol) yang stabil dan tersedia dengan
harga murah. Bila sampel mengandung NO3- lebih dari 1 mg boleh digunakan
Comparator, namun jika lebih dari 3 mg harus menggunakan pereaksi Nessler.
Metol sangat sensitif terhadap fosfat, namun pada silika metode ini tidak dapat
digunakan karna kurang sensitif terhadap silika. Jika sampel dikhawatirkan
mengandung arsenit (arsenit menghasilkan warna yang sama dengan fosfat) maka
perlu dilakukan penambahan H2S, diikuti penyaringan dan penguapan. Semua

20

komponen bahan organik lainnya juga harus dihilangkan karena dapat
mengganggu intensitas warna yang dihasilkan.

6. Metode Amino-Naftol-Asam Sulfonat

Modifikasi dari Fisk dan prosedur Subbarow merupakan dasar dari terbentuknya
metode ini. Fosfat anorganik direaksikan dengan ammonium molibdat,
selanjutnya direduksi dengan amino-naftol-asam sulfonat sehingga dihasilkan
kompleks berwarna biru. Untuk menghasilkan warna biru dibutuhkan waktu 15
menit. Metode ini memiliki kelemahan yaitu kurang sensitif.

7. Metode Valin Vanadomolibdat Tablet

Pereaksi yang digunakan adalah vanadat tablet. Karena hanya bentuk pereaksi
saja yang berbeda maka warna yang dihasilkanpun sama dengan metode vanadat
yaitu warna kuning.

2.5

Nitrogen

Nitrogen merupakan salah satu unsur yang paling banyak terdapat di alam.
Nitrogen adalah unsur dari golongan VA dan terdapat di alam sebagai unsur
diatomik (N2). Nitrogen berbentuk gas dan mengisi 78.8% dari volume atmosfir
bumi. Selain berbentuk gas dengan rumus kimia N2, nitrogen juga terdapat dalam
bentuk senyawa nitrat, nitrit, amonia, protein, dan sebagainya.
Nitrogen sebagai salah satu unsur hara utama, amat dibutuhkan oleh tanaman
untuk pertumbuhan tanaman. Fungsi nitrogen antara lain (Sutedjo, 1999) :

21

1.

Meningkatkan pertumbuhan tanaman

2.

Menyehatkan pertumbuhan daun

3.

Meningkatkan kadar protein dalam tubuh tanaman

4.

Meningkatkan kualitas tanaman penghasil daun-daunan

5.

Meningkatkan perkembangbiakan miroorganisme didalam tanah

Untuk menjadikan N tersedia bagi tanaman maka dibutuhkan proses mineralisasi
nitrogen. Proses mineralisasi ini mengubah N-organik (umumnya terdapat pada
bahan organik : humus, serasah, kompos) menjadi N-anorganik. N organik
meliputi asam amino atau protein, asam amino bebas, gula amino, sedangkan Nanorganik meliputi NH4+, NO2-, NO3-, N2O, NO, dan N2. Mineralisasi nitrogen
terdiri atas serangkaian proses yaitu hidrolisis protein, aminisasi, amonifikasi dan
nitrifikasi. N organik akan diubah menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman
yaitu amonium (NH4+). Mineralisasi nitrogen ini akan memacu perkembangan
dan pertumbuhan mikroba lain yang menguntungkan bagi tanaman. Mikroba
tersebut adalah mikroba penambat N dan mikroba pelarut fosfat. Perombakan
bahan organik akan menghasilkan ion H+ yang memungkinkan pembentukan
asam untuk melarutkan fosfat yang terikat kuat pada batuan fosfat
(Nugroho, dkk., 2011).
Dalam tubuh tanaman, nitrogen adalah bagian dari protein dan plasma sel.
Klorofil pada daun juga disusun oleh nitrogen. Nitrogen diserap oleh akar
tanaman dalam bentuk amonium (NH4+) dan nitrat (NO3-). Pada akhirnya nitrat
akan segera tereduksi menjadi amonium dengan bantuan enzim yang mengandung
Molibdenum (Sutedjo, 1999).

22

2.5.1

Analisis Kuantitatif Nitrogen

Pengukuran kadar N total umumnya dilakukan dengan Metode Kjehdahl. Metode
ini merupakan metode yang paling klasik dalam penentuan kadar N total. Prinsip
dari metode ini yaitu mengubah N-organik menjadi N ammonium oleh asam
sulfat yang dipanaskan pada suhu 380o Celsius. Sebagai katalisator maka
digunakan Cu-sulfat + Selenium + Na-Sulfat. Analisa Metode Kjehdahl dibagi
menjadi 3 tahapan yaitu destruksi, destilasi, dan tahap titrasi. Metode Kjehdahl
hanya dapat mewakili nitrogen organik yang terdapat pada limbah.
Untuk menghitung amonium maka digunakan metode Nessler. Prinsip kerjanya
adalah ion amonium dalam suasana basa kan bereaksi dengan larutan Nessler
membentuk senyawa kompleks yang berwarna kuning sampai coklat. Warna
yang timbul diukur absorbansinya dengan spektrofotometer dengan panjang
gelombang 415 nm.

III.

3.1

METODELOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2014 hingga bulan Juli 2014
bertempat di Labolatorium Rekayasa Sumber Daya Air dan Lahan Jurusan Teknik
Pertanian serta Labolatorium Kimia Tanah Jurusan Agroekoteknologi Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.

3.2

Alat dan Bahan

Alat - alat yang akan digunakan pada penelitian ini adalah: seperangkat biofilter
rakitan, oven, spektrofotometer, timbangan analitik, cawan, botol sampel, DO
meter, pipet, labu ukur, inkubator, magnetic stirer, erlenmeyer, beaker glass,
botol BOD, dan alat labolatorium lainnya.
Bahan utama yang digunakan adalah batuan fosfat dan limbah cair tahu (whey)
yang berasal dari Kelurahan Gunung Sulah, Kecamatan Kedaton, Bandar
Lampung. Bahan lainnya adalah aquadest, asam askorbat, H2SO4, HCl, dan
berbagai zat kimia lain yang dibutuhkan untuk analisis.

24

3.3

Prosedur Penelitian

Mulai

Pembuatan biofilter rakitan dan persiapan
media

Penghitungan BOD, TS, pH serta kadar
fosfor dan nitrogen pada whey dan juga
biofilter sebelum dimulai filtrasi.

Dimulai filtrasi dengan perlakuan waktu
tertentu

Dihitung kadar fosfor serta nitrogen pada
whey dan biofilter sesudah filtrasi. Selain itu
juga diamati parameter limbah lainnya
seperti pH, BOD, dan TS.

Analisis Data

Selesai

Keseluruhan pelaksanaan penelitian dilakukan di dalam labolatorium.
Pelaksanaan penelitian dibagi atas dua tahap yaitu persiapan dan pengambilan
data.

25

3.3.1 Persiapan

a)

Persiapan Media

Batuan fosfat berperan sebagai media filtrasi. Ukuran dari batuan fosfat ini
berkisar antara 1 mm s/d 5 mm. Media filter yang telah dikecilkan dicuci untuk
menghilangkan debu yang menempel pada media filter. Setelah dicuci maka
batuan fosfat akan dijemur di bawah sinar matahari (kering udara) dan
dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105oC selama 24 jam. Bahan-bahan organik
yang terdapat pada pori batuan fosfat akan menguap selama proses pengovenan
sehingga daya serap terhadap air pada pori tersebut akan meningkat.

b)

Penghitungan debit

Pompa yang digunakan pada penelitian ini adalah pompa merk Luckiness 804
dengan spesifikasi sebagai berikut:
Voltase

: 220 volt/ 240 volt 50 Hz

Watt

: 40 W

H max

: 2.0 m

Q max/hr

: 2000 l/hr

Debit pompa dihitung dengan menggunakan rumus :
Q = V/t............................................................................................. (1)
dimana :
Q = debit (m3/s)
V = volume penampung (m3)
t = waktu (sekon)

26

c)

Porositas

Untuk menghitung porositas maka terlebih dahulu harus dihitung volume pori.
Volume pori dihitung dengan metode volumetrik dengan rumus sebagai berikut :
Massa Pori = M2 – M1..................................................................... (2)
dimana :
M1 (g)= berat batu dengan volume tertentu (g)
M2 (g)= (berat batu + air) hingga volume tertentu (g)
Selanjutnya massa pori yang telah didapat dikonversi ke dalam rumus berikut agar
didapatkan nilai volume pori :
=

P=
dimana :

P

..................................................... (3)

P = massa jenis (g/cm3)
m = massa (g)
v = volume pori (cm3)
Porositas dihitung dengan rumus :
Porositas =

d)













.................................................................... (4)

Perakitan Biofilter

Biofilter rakitan terdiri atas selang, kolom biofilter, pompa, dan juga bak
penampung. Media filtrasi berupa batuan fosfat sebanyak 0,5 Kg dengan
ketinggian 6,5 cm.

27

2

3

1

Gambar 1. Desain biofilter
dimana :
1 = Limbah Cair Tahu
2 = Pompa
3 = Kolom Biofilter (media filter = batuan fosfat)

Sebanyak 10 liter limbah akan disirkulasi dengan perlakuan waktu tertentu yaitu 0
jam, 3 jam, 6 jam, 12 jam, 24 jam, 36 jam, dan 48 jam. Filtrasi tidak dilakukan
secara kontinyu tetapi berbeda dan terpisah untuk setiap variasi waktu. Sehingga
akan digunakan limbah cair yang baru setiap kali memulai filtrasi. Hal ini
bertujuan agar data yang dihasilkan valid.

3.3.2 Pengumpulan data

Pengumpulan data merupakan hasil pengukuran dari setiap parameter sebelum
dan sesudah filtrasi. Adapun parameter yang diamati adalah sebagai berikut :

a)

Total Solids

Total Solids (TS) akan dihitung dengan rumus :

28

TS 

W 2  W1 (mg / L)

Vol.sampel

............................................................. (5)

dimana :
W1

= berat cawan + sample sebelum dioven (mg)

W2

= berat cawan + sample sesudah dioven selama 24 jam dengan
suhu 105o C (mg)

Vol. Sampel

= Volume sample (L)

Total solids pada limbah cair tahu akan dihitung sebelum dan sesudah filtrasi
dengan variasi waktu tertentu.

b)

pH

pH diukur dengan menggunakan alat pH meter. pH limbah dihitung sebelum dan
sesudah filtrasi.
c)

P total

P total tidak hanya dihitung pada limbah namun juga dihitung pada media filtrasi
(batuan fosfat). Absorbansi P dihitung pada panjang gelombang 720 nm.

P total (ppm) =
dimana :

� �

��

.................................. (6)
� � � ��� � � �

ml HCl

= jumlah HCl yang digunakan untuk melarutkan P pada sampel

g sample

= berat sample yang dianalisis

p

= fraksi pengenceran

ppm kurva

= ppm sample yang didapatkan dari kurva standar

29

Prosedur kerja terlampir pada halaman 57.

d)

P larut

P terlarut dihitung pada media filtrasi (batuan fosfat). Fosfat terlarut asam sitrat
2% diukur secara spektrofotometri dari senyawa kompleks (berwarna kuning)
yang terbentuk dari hasil reaksi ortofosfat dengan amonium molibdat dan vanadat.
Prosedur kerja terlampir pada halaman 61.

e)

Amonium

Kadar amonium pada limbah sangat tinggi. Digunakan metode nessler pada
pengujian amonium. Absorbansi diukur pada panjang gelombang 425 nm. Kadar
amonium hanya dihitung pada limbah cair saja.
Prosedur kerja terlampir pada halaman 59.

f)

Faktor Kinetika

Nilai faktor kinetika (k) diperoleh dari kurva hubungan konsentrasi (setiap
parameter : pH, TS, BOD, fosfor, nitrogen total,dan amonium) terhadap waktu
pengamatan (0 jam, 3 jam, 6 jam, 12 jam, 24 jam, 36 jam dan 48 jam).

C

30

Co

0,5 Co
0,25 Co
0,125 Co

Δt

Δt

Δt

t

Gambar 2. Faktor kinetika
Faktor kinetika akan dihitung dengan rumus:
= −��......................................................................................

(7)

Jika c = co saat t = 0, maka persamaan yang dihasilkan :

c = coe-kt........................................................................................... (8)
dimana c merupakan konsentrasi setiap parameter limbah sesudah filtrasi, co
konsentrasi parameter limbah sebelum filtrasi dan k merupakan konstanta
kinetika.

3.4

Analisis Data

Data yang diperoleh dari analisis penelitian akan disajikan dalam bentuk grafik,
tabel, dan uraian.

V.

5.1

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
1. pH limbah cair tahu (whey) mengalami kenaikan yang signifikan selama
proses filtrasi. pH mencapai angka 9,318 pada durasi filtrasi 48 jam.
Persamaan eksponensial untuk pH adalah pH = 4,53e0,015x dan r = 0,88.
2. Limbah cair tahu mengalami peningkatan kualitas yang cukup signifikan
setelah difiltrasi dengan menggunakan biofilter media partikel batuan
fosfat. Biofilter dengan media partikel batu fosfat mampu mereduksi
45% Total Solids, 70% Amonium, dan 90% P total pada akhir filtrasi
(HRT 48 jam).
3. Proses pengolahan limbah pada penelitian ini mampu meningkatkan
kandungan P terlarut pada media filter (batuan fosfat) sebesar 30%, dari
4,06 ppm (nilai awal) menjadi 4,52 ppm (nilai akhir).

48

5.2

Saran

Untuk menyempurnakan penelitian ini dibutuhkan rancangan percobaan
dengan beberapa kali pengulangan, pengukuran BOD (Biochemical Oxygen
demand) dan juga Total Kjehdahl Nitrogen. Kajian lebih lanjut mengenai
kinerja alat juga dibutuhkan agar dapat diketahui hubungan antara desain
alat dan kinerja pemurnian limbah.

49

DAFTAR PUSTAKA

Asmoro, Y., Suranto, dan D. Sutoyo. 2008. Pemanfatan Limbah Tahu Untuk
Peningkatan Hasil Tanaman Petsai (Brassica Chinensis). Jurnal
Bioteknologi. 5 (2) : 51-55.
A’Yunin, Q. 2012. Evaluasi pH Awal Media Dalam Biofiltrasi N2O Dengan
Karbon Aktif Yang Diinokulasi Oleh Nitrobacter winogradskyi. Skripsi,
Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok.
Balai Penelitian Tanah. 2011. Fosfat Alam Sumber Pupuk P yang Murah. Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. 33 (1) :
10-12.
Budi, F.S., dan A. Purbasari. 2009. Pembuatan Pupuk Fosfat Dari Batuan Fosfat
Alam Secara Acidulasi . Jurnal TEKNIK. 30 (2) : 93-98.
Cahyadi, W. 2007. Kedelai : Khasiat dan Teknologi. PT Bumi Aksara, Jakarta :
108 Halaman.
Chaudhary, D.S., S. Vigneswaran, H. Ngo, W.G. Shim, dan H. Moon. 2003.
Biofilter in Water and Wastewater Treatment. Korean J. Chem. Eng. 20 (6)
: 1054-1065.
Devinny, J.S., M.A.Deshusses, dan T.S.Webster. 1998. Biofiltration of Air
Pollution Control. Lewis Publisher, New York.
Elias, A., A. Barona, A. Areguy, J. Rioz, I. Aranguiz, dan J. Penas. 2002.
Evaluation Of Packing Material For The Biodegradation of H2S and Product
Analysis. Process Biochem (37) : 813-820.
Govind, R. 2009. Biofiltration : An Innovative Technology For The Future.
University Of Cincinnati : Cincinnati.
Hanafiah, K.A. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta : 360 Halaman.

Kasno, A., S. Rochayati, dan B. H. Prasetyo. 2009. Deposit, Penyebaran, dan
Karateristik Fosfat Alam. Balai Penelitian Tanah. Badan Litbang
Pertanian. Departemen Pertanian : 21 Halaman.
Komariyah, S dan Sugito. 2011. Perencanaan IPAL Biofilter Di UPTD
Kesehatan Puskesmas Gondongwetan Kabupaten Pasuruan. Jurnal Teknik
WAKTU. 9 (2) : 17-24.
Kristanto, P. 2002. Ekologi Industri. ANDI, Yogyakarta : 352 Halaman.
Kandasamy, J., S.Vigneswaran, T.T.L. Hoang, dan D.N.S. Chaudhary. 2006.
Adsorption and Biological Filtration in Wastewater Treatment.
Encyclopedia of Life Support Systems (EOLSS). University of Technology,
Sydney : 14 Halaman.
Lingga, P. 2009. Petunjuk Penggunaan Pupuk. PT Penebar Swadaya, Jakarta :
163 Halaman.
Mindari, W dan Rosida, P. 2011. Panduan Praktikum Kimia Tanah. Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran”, Surabaya : 23 Halaman.
Nugroho, S.G., Dermiyati, S. Triyono, H. Ismono, dan A.P. Jatmiko. 2011.
Perakitan Pupuk Alternatif Organomineral NP (Organonitrofos) Berbasis
Sumber Daya Lokal Dan Pengalihan Teknologi Produksi Ke Swasta dan
Kelompok Tani. Laporan Akhir. Universitas Lampung, Bandar Lampung.
Nurhasanah. 2009. Penentuan Kadar COD (Chemical Oxygen Demand) Pada
Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit, Pabrik Karet dan Domestik. Karya
Ilmiah, FMIPA, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pohan, N. 2008. Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu dengan Biofilter
Aerobik. Tesis, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara : Medan.
Ridwan, I. 2011. Pembuatan Pupuk Super Fosfat Dengan Variasi Diameter
Partikel Batuan Fosfat dan Variasi Konsentrasi Asam Sulfat. Jurnal Fluida.
7 (1) : 36-40.
Sadzali, I. 2010. Potensi Limbah Tahu Sebagai Biogas. Jurnal UI Untuk Bangsa
Seri Kesehatan, Sains, dan Teknologi. 1 : 62-69.
Said, N.I dan Heru, D.W. 1999. Teknologi Pengolahan Air Limbah Tahu-Tempe
Dengan Proses Biofilter Anaerob dan Aerob. Badan Pengkajian Dan
Penerapan Teknologi, Jakarta.
Saputra, H. 2006. Penerapan Biofilter Untuk Penghilangan NH3 Dan H2S
Dengan Menggunakan Bakteri Nitrosomonas Sp dan Thiobacillus Sp Di
Pabrik Lateks Pekat. Skripsi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor,
Bogor.

Soccol. C.R, A.L. Woichiechowski, L.P.S. Vandenberghe, M. Soares, G.K. Neto,
dan V.Thomas. 2003. Biofiltration : An Emerging Technology. Indian
Journal of Biotechnology. 2 : 396-410.
Srivastava, N.K dan C.B, Majumder. 2007. Novel Biofiltration Methods For The
Treatment Of Heavy Metals From Industrial Wastewater. Journal of
Hazardous Materials. 151 (1) : 1-8.
Suharto. 2011. Limbah Kimia dalam Pencemaran Udara dan Air. ANDI,
Yogyakarta : 518 Halaman.
Sutedjo, M.M. 1999. Pupuk dan Cara Pemupukan. PT Rineka Cipta, Jakarta :
177 Halaman.
Tchobanoglous, G dan F.L.Burton. 1991. Waste Water Engineering : Treatment,
Disposal, and Reuse, 3rd Ed. McGrow Hill Book Co, New York : 1334
Halaman.
Triyono, S. 2011. Modul Praktikum Rekayasa pengolahan Limbah. Universitas
Lampung, Bandar Lampung.
Triyono, S. 2013. Potensi Penggunaan Teknologi Ultrasonik Dalam Pembuatan
Pupuk Fosfat Cair. Laporan Penelitian, Universitas Lampung, Bandar
Lampung.
Wati, R. 2008. Penentuan Kadar Fosfat dan COD Pada Proses Pengoahan Air
Limbah PT. Sinar Oleochemical International (PT. SOCI). Karya Ilmiah,
FMIPA, Universitas Sumatera Utara, Medan.