TRADISI CUAK MENGAN PADA MASYARAKAT ADAT LAMPUNG PEPADUN DI KAMPUNG GEDUNG NEGARA KECAMATAN HULU SUNGKAI KABUPATEN LAMPUNG UTARA

(1)

ABSTRAK

TRADISI CUAK MENGAN PADA MASYARAKAT ADAT LAMPUNG PEPADUN DI KAMPUNG GEDUNG NEGARA KECAMATAN HULU SUNGKAI

KABUPATEN LAMPUNG UTARA Oleh :

Dhanu Alessandro R 0743033013

Indonesia terkenal kaya akan budaya dan kekayaan alamnya. Begitu juga yang ada di propinsi Lampung. Lampung merupakan salah satu propinsi yang memiliki budaya yang majemuk karena keragaman budaya. Pada masyarakat Lampung terdapat dua golongan adat yang dikenal dengan Jurai pepadun dan Jurai Saibatin. Masyarakat Lampung Pepadun pada umumnya berdialek “O” atau Nyo dan sebagian berdialek “A” atau Api. Sedangkan masyarakat Saibatin berdialek “A” atau Api biasanya mendiami pesisir pantai atau Samudra Hindia. Masyarakat Lampung Pepadun tetap menjaga adat istiadat serta budaya masyarakatnya, salah satunya budaya yang masih dilestarikan yaitu Tradisi Cuak mengan.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah proses pelaksanaan dari tradisi Cuak Mengan pada masyarakat Lampung Pepadun di Kampung Gedung Negara Kecamatan Hulu Sungkai Kabupaten Lampung Utara?. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pelaksanaan tradisi Cuak Mengan yang dilakukan oleh masyarakat Lampung Pepadun di Kampung Gedung Negara kecamatan Hulu Sungkai kabupaten Lampung Utara. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, kepustakaan dan dokumentasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data kualitatif, karena penelitian ini menganalisis data berupa informasi dan uraian dalam bentuk bahasa kemudian dikaitkan kejelasan data tersebut sehingga mendapat kejelasan data. Hasil dari penelitian ini adalah sebelum dilaksanakan cuak mengan, hal yang perlu dipersiapkan terlebih dahulu oleh pihak tuan rumah, yaitu menentukan waktu pelaksanaan kapan akan dilaksanakan cuak mengan selanjutnya pihak tuan rumah ngejuk pandai redik sekelik (memberi tahu keluarga) maupun ngejuk pandai pihak sabai (besan). Selanjutnya hal yang perlu dipersiapkan dalam tata cara cuak mengan ini ialah dua atau tiga hari sebelum cuak mengan dilangsungkan. Pihak keluarga mempelai laki-laki mulai bekerja untuk persiapan akad nikah atau ngemulai rasan. Acara cuak mengan atau makan adat dipandu oleh ketua adat atau perwatin dari pihak pengantin laki-laki. Kemudian kepala adat menyerahkan uang adat yang mengandung angka 24 bisa dibayar dengan kelipatan Rp 24.000, Rp 240.000 dan Rp 2.400.000 kepada perwakilan (penyimbang atau perwatin) dari pihak mempelai wanita. Usai penerimaan uang tersebut dan perwakilan dari pihak mempelai wanita menyampaikan beberapa patah kata maka kepala adat menutup dengan salam serta mempersilahkan semua yang hadir dalam ruangan tersebut untuk makan. Acara cuak mengan diakhiri dengan penyerahan sesan dari pihak mempelai wanita kepada pihak mempelai laki-laki.


(2)

TRADISI CUAK MENGAN PADA MASYARAKAT ADAT LAMPUNG PEPADUN DI KAMPUNG GEDUNG NEGARA KECAMATAN HULU SUNGKAI

KABUPATEN LAMPUNG UTARA

085279253474 Oleh

DHANU ALESSANDRO R

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Soaial

Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(3)

(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Tulung Buyut Kabupaten Lampung Utara pada tanggal 24 Agustus 1989 yang merupakan anak pertama dari dua bersaudara buah hati dari pasangan bapak Reynolds dan ibu Rosida, S.Pd.

Penulis mengawali pendidikan formalnya di Taman Kanak-Kanak (TK) Wiyata Bhakti Gedung Negara yang diselesaikan pada tahun 1995. Pada tahun 1995 penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 4 Gedung Negara. Pada tahun 2001 penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 2 Sungkai Utara. Pada tahun 2004 penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Kotabumi Lampung Utara yang diselesaikan pada tahun 2007.

Pada tahun 2007 penulis diterima di Universitas Lampung pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Program Studi Pendidikan Sejarah. Pada tahun 2014 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) dan melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Sukamarga Kecamatan Bengkunat Belimbing Kabupaten Pesisir Barat, serta penulis juga melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMPN Satap 2 Bengkunat Belimbing.


(7)

PERSEMBAHAN

Segala puji hanya bagi Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyanyang dengan ketulusan dan cinta, saya persembahkan karya ini kepada :

Kedua orang tua saya tercinta dan

Adik yang saya sayangi

Para pendidikku yang dengan tulus memberikan ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat untuk masa depanku


(8)

Moto

Lebih baik bertempur dan

kalah daripada tidak

sama sekali…


(9)

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul ”Tradisi Cuak Mengan Pada Masyarakat Adat Lampung Pepadun Di Kampung Gedung Negara Kecamatan Hulu Sungkai Kabupaten Lampung Utara”. Penulisan skripsi ini sebagai syarat untuk menyelesaikan studi tingkat Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Pada kesempatan ini pula penulis mengucapkan terima kasih setulus-tulusnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. Abdurrahman, M.Si., Wakil Dekan I Wakil Akademik dan Kerjasama Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. 3. Bapak Drs. Hi. Buchori Asyik, M.Si., Wakil Dekan II Bidang Keuangan

Umum dan Kepegawaian Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.


(10)

4. Bapak Dr. Hi. Muhammad Fuad, M.Hum., Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

5. Bapak Drs. Zulkarnain, M.Si., Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengertahuan Sosial yang telah memberikan kemudahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak Drs. Syaiful M, M.Si., Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah. 7. Bapak Drs. Iskandar Syah, M.H., Dosen Pembimbing Utama yang telah

menyediakan waktu, tenaga untuk mengarahkan, membimbing dan memberikan saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Bapak Drs. Wakidi, M.Hum., Dosen Pembimbing Akademik dan Pembimbing Pembantu yang telah sabar membimbing dan memberi masukan serta saran yang sangat bermanfaat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

9. Bapak Drs. Ali Imron, M.Hum., Dosen Pembahas Utama yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan memberikan saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Sejarah di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yaitu Bapak Drs. Ali Imron, M.Hum., Bapak Drs. Tontowi Amsia, M.Si., Bapak Drs. Syaiful M, M.Si., Ibu Dr. Risma Margareta Sinaga, M.Hum., Bapak M Basri, S,Pd, M.Pd., Bapak Suparman Arif, S.Pd, M.Pd dan Ibu Yustina Sri Ekwandari, S.Pd, M.Pd yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis.


(11)

11. Bapak Kepala Kampung Gedung Negara Kecamatan Hulu Sungkai Kabupaten Lampung Utara yaitu Bapak Al Khotif yang telah menerima penulis untuk melakukan penelitian, memberikan izin dan memberikan waktu untuk penulis dalam melakukan penelitian serta membantu penulis dalam memberikan data-data penunjang dalam penelitian skripsi ini.

12. Bapak Toiba, Kepala adat Kampung Gedung Negara yang telah banyak memberikan pengetahuan, waktu dan informasi kepada penulis mengenai tradisi cuak mengan.

13. Sahabat terbaikku Heriyanto dan Lilis Wahyuni yang selalu membantu dan memberikan motivasi dalam penyelesaian skripsi ini.

14. Teman-teman angkatan 2007 reguler dan non reguler yang telah banyak membantu.

15. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis ucapkan terima kasih.

Semoga Allah SWT memberikan pahala dan membalas budi baik kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dan dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, 8 Oktober 2015 Penulis


(12)

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah... ... 1

B. Analisis Masalah... ... 6

1. Identifikasi Masalah... ... 6

2. Pembatasan Masalah... ... 6

3. Rumusan Masalah... ... 6

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian…... ... 7

1. Tujuan Penelitian ... 7

2. Kegunaan Penelitian ... 7

D. Ruang Lingkup Penelitian... ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka... ... 9

1. Konsep Tradisi……... ... 9

2. Konsep Adat……... ... 10

3. Konsep Cuak Mengan…... ... 11

4. Konsep Sistem Kekerabatan...………... ... 13

5. Konsep Masyarakat Adat Lampung Pepadun... 15

6. Konsep Perkawinan ... 17

7. Konsep Kebudayaan... 18

B. Kerangka Pikir... ... 21

C. Paradigma... ... 23

III. METODE PENELITIAN A. Metode Yang Digunakan... ... 24

B. Lokasi Penelitian... ... 25

C. Variabel Penelitian, Definisi Operasional Variabel dan Teknik Pengumpulan Data……….. ... 25

1. Variabel Penelitian………... ... 25

2. Definisi Operasional Variabel... ... 26

3. Teknik Pengumpulan Data... ... 26


(13)

3.2. Teknik Wawancara ... 27

3.2.1. Informan ... 28

3.3. Teknik Dokumentasi ... 30

3.4. Teknik Kepustakaan ... 31

4. Teknik Analisis Data... ... 31

4.1. Reduksi Data ... ... 32

4.2. Penyajian Data... ... 33

4.3. Pengambilan Kesimpulan dan Verifikasi ... 33

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1.1. Sejarah Singkat Kampung Gedung Negara ... 34

1.2. Struktur Pemerintahan Kampung Gedung Negara ... 35

1.3. Letak dan Batas Wilayah ... 35

1.4. Luas Wilayah Kampung Gedung Negara ... 36

1.5. Keadaan Penduduk Kampung Gedung Negara ... 36

1.6. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian ... 37

1.7. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ... 38

1.8. Keadaan Penduduk Menurut Sistem Kepercayaan ... 39

1.9. Keadaan Pembangunan Kampung Gedung Negara ... 40

1.10. Proses Terjadinya Perkawinan Masyarakat Lampung Pepadun ... 41

2. Deskripsi Data 2.1. Deskripsi Pelaksanaan Cuak Mengan di Kampung Gedung Negara ... 45

2.2. Pelaksanaan Perkawinan dan Cuak Mengan ... 48

2.2.1. Pelaksanaan Perkawinan ... 48

2.2.1.1. Ijab Qobul ... 55

2.2.1.2. Pemberian Adok ... 56

2.2.2. Cuak Mengan ... 57

2.2.2.1. Tahapan Persiapan Cuak Mengan ... 58

2.2.2.1.1. Ngejuk Pandai Redik Sekelik ... 58

2.2.2.1.2. Ngejuk Pandai Pihak Sabbai ... 60

2.2.2.1.3. Besappon ... 60

2.2.2.2. Tahapan Pelaksanaan Cuak Mengan... 61

2.2.2.3. Tahapan Sesudah Cuak Mengan ... 65

B. Pembahasan ... 66

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 70

B. Saran ... 71 DAFTAR PUSTAKA


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1. Keadaan Penduduk Kampung Gedung Negara menurut

jenis kelamin ... 37 2. Keadaan penduduk menurut mata pencaharian ... 38 3. Keadaan Penduduk Kampung Gedung Negara menurut

tingkat pendidikan ... 38 4. Keadaan Penduduk Menurut Sistem Kepercayaan/Agama... 40


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Pedoman Wawancara 2. Daftar Nama Informan 3. Daftar Hasil Wawancara 4. Rekapitulasi Data Penelitian 5. Foto-foto Tradisi Cuak Mengan

6. Surat Pernyataan Dari Kepala Adat Kampung Gedung Negara 7. Komisi Pembimbing

8. Surat Izin Penelitian

9. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian 10. Daftar Istilah


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Partisipasi warga ... 84

2. Penyambutan kedatangan pihak keluarga Perempuan ... 85

3. Gambar 3. Kedatangan pihak keluarga mempelai Perempuan ... 86

4. Akad nikah ... 87

5. Pemberian uang pelangkahan ... 88

6. Sungkeman ... 89

7. Pembukaan acara cuak mengan ... 90

8. Penyerahan uang adat cuak mengan ... 91

9. Penutupan pidato oleh tokoh adat ... 92

10. Penyerahan kunci sesan ... 93

11. Penerimaan kunci sesan ... 94


(17)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kebudayaan adalah suatu fenomena universal. Setiap masyarakat-bangsa di dunia memiliki kebudayaan, meskipun bentuk dan coraknya berbeda-beda dari masyarakat-bangsa yang satu ke masyarakat bangsa lainnya. Kebudayaan secara jelas menampakkan kesamaan kodrat manusia dari berbagai suku, bangsa dan ras. Manusia dan kebudayaan memang saling mengandaikan. Adanya manusia mengandaikan adanya kebudayaan. Begitu pula sebaliknya, adanya kebudayaan mengandaikan adanya manusia. Tanpa manusia tak akan ada kebudayaan. Tanpa kebudayaan, manusia tak dapat melangsungkan hidupnya secara manusiawi. Menjadi jelas bahwa manusia tak mungkin hidup berpisah dari kebudayaan, karena kebudayaan merupakan tuntutan hakiki bagi perealisasian diri manusia. Secara esensial, kebudayaan bersifat mengatur kehidupan agar mengerti dan mampu memahami tentang bagaimana seharusnya manusia bertindak, berbuat dan menentukan sikap manakala mereka berhubungan dengan orang lain. Apabila menusia hidup sendiri memang tidak ada manusia lainnya yang merasa terganggu. Namun demikian, setiap orang bagaimanapun bentuk kehidupannya, bisa dipastikan manusia senantiasa menciptakan kebiasaan (habit), minimal untuk kepentingan diri pribadinya, baik disadari ataupun tidak. Oleh sebab itu, adalah


(18)

2

wajar jika kebiasaan orang satu dengan lainnya akan berkaitan. Kebiasaan yang positif atau bersifat baik, tentu saja akan diakui serta akan dilakukan oleh orang lain sesama warga masyarakat. Lebih jauh lagi, kadang terjadi pengakuan yang begitu mendalam, sehingga otomatis dijadikan patokan bagi orang lain yang seterusnya sebagai prinsip dasar dalam relasi sosial, sehingga tingkah laku atau tindakan masing-masing warga dapat dikendalikan dan diatur sedemikian rupa. Pada tahap lanjut maka terciptalah apa yang dikenl dengan norma-norma atau kaidah-kaidah.

Kebudayaan terjadi melalui proses belajar dari lingkungan alam maupun lingkungan sosial artinya, hubungan antara manusia dengan lingkungan dihubungkan dengan kebudayaan. Jadi terbentuknya kebudayaan berawal dari timbal balik terhadap keadaan kondisi sosial, ekonomi dan politik. Indonesia memiliki keanekaragaman kebudayaan suku bangsa yang merupakan aset dari kebudayaan nasional yang bersumber dari puncak-puncak terindah, terhalus, terbaik dari kebudayaan setiap daerah. Begitu pentingnya kebudayaan sehingga pemerintah memandang perlu untuk melestarikannya.

Di dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 32 yang menyatakan bahwa, pemerintah memajukan kebudayaan Nasional. Kemudian dalam penjelasannya ditegaskan bahwa :

Kebudayaan bangsa Indonesia adalah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budinya rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagai puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adat dan persatuan, dengan tidak adanya bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat dikembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri. Serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia (UUD 1945: 1 : 2012).


(19)

3

Dengan demikian jelaslah bahwa pemerintah ikut memajukan, melestarikan dan mengembangkan atau memperkaya kebudayaan nasional Indonesia yang dijiwai Pancasila sebagai kebudayaan bangsa. Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola perilaku yang normative, yaitu mencakup segala cara-cara atau pola pikir, merasakan dan bertindak.

Menurut sarjana Inggris E.B Taylor dalam Jacobus Ranjabar, Bahwa Kebudayaan adalah suatu satu kesatuan atau jalinan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, susila, hukum, Adat Istiadat, dan kesanggupan-kesanggupan lain yang diperoleh seseorang sebagai anggota masyarakat (Jacobus Ranjabar, 2006:148).

Kebudayaan daerah yang beranekaragam menjadi suatu kebanggaan sekaligus tantangan untuk mempertahankan serta mewariskan kepada generasi selanjutnya. Salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki beragam suku bangsa dengan berbagai jenis adat istiadat dan kebudayaan adalah provinsi Lampung yang beribukota di Bandar Lampung. Ada banyak suku yang berdiam di daerah Lampung antara lain Suku Lampung beradat Pepadun dan Saibatin, Jawa, Sunda, Palembang, Padang, Bengkulu, Jambi, Aceh dan lain lain.

Keanekaragaman kebudayaan ini bagi bangsa Indonesia bukanlah menjadi penghalang untuk bersatu. Sesuai dengan semboyan yang dimiliki bangsa Indonesia yaitu Bhineka Tunggal Ika yang mengandung makna berbeda beda tetapi tetap satu jua. Setiap suku bangsa dengan berbagai latar belakang kebudayaan yang berbeda beda tersebut mampu hidup berdampingan serta tumbuh dan berkembang dalam melangsungkan kehidupan.


(20)

4

Indonesia terkenal kaya akan budaya dan kekayaan alamnya. Begitu juga yang ada di propinsi Lampung. Lampung merupakan salah satu propinsi yang memiliki budaya yang majemuk karena keragaman budaya. Pada masyarakat Lampung terdapat dua golongan adat yang dikenal dengan Jurai pepadun dan Jurai Saibatin. Masyarakat Lampung Pepadun pada umumnya berdialek “O” atau Nyo dan sebagian berdialek “A” atau Api. Sedangkan masyarakat Saibatin berdialek “A” atau Api biasanya mendiami pesisir pantai atau Samudra Hindia.

Masyarakat Lampung Pepadun tetap menjaga adat istiadat serta budaya masyarakatnya, salah satunya budaya yang masih dilestarikan yaitu tradisi cuak mengan. Cuak Mengan merupakan sebuah tradisi pada perkawinan adat lampung pepadun yang dilaksanakan setelah akad nikah. Cuak mengan berbeda dengan acara makan pada saat penikahan yang biasanya dilakukan dengan cara Prasmanan, biasanya cuak mengan dilakukan di dalam rumah dan menggunakan sistem Nanjar ( makan dengan duduk bersila diatas tikar atau alas duduk ). Cuak mengan ini tujuannya adalah untuk saling berkenalan antar kedua keluarga besar (pihak mempelai laki-laki dan perempuan). Adapun kegunaanya yaitu untuk mempererat hubungan antar kedua belah pihak keluarga.

Berdasarkan hasil wawancara tanggal 13 Maret 2015 dengan kepala adat Gedung Negara, Bapak Toiba (Gelar Pangeran Ratu Adil) bahwa cuak mengan merupakan suatu rangkaian acara dari perkawinan yang tidak dapat dipisahkan dari rangkaian adat pada perkawinan yang dilaksanakan sesudah akad nikah. Cuak Mengan ini dilaksanakan dengan cara mengundang pihak keluarga inti dari kedua belah pihak yang diikuti oleh penyimbang atau perwatin dari kedua belah pihak yang telah menjadi keluarga. Makanan yang disajikan pada acara cuak mengan disajikan


(21)

5

dengan sistem nanjar (makanan disajikan di atas tikar). Acara cuak mengan di awali dengan sambutan oleh kepala adat atau penyimbang dari pihak mempelai laki-laki kemudian dibalas (dijawab) oleh kepala adat atau penyimbang dari pihak mempelai perempuan.

Di Kampung Gedung Negara muncul berbagai pandangan mengenai tradisi cuak mengan, hal ini dipengaruhi oleh sikap mental maupun pola berfikir masyarakat. Banyak masyarakat yang belum memahami tradisi cuak mengan, kebanyakan mereka menganggap kegiatan ini hanya menghadiri acara perkawinan dan makan di acara perkawinan. Pada dewasa ini para generasi muda banyak melaksanakan pernikahan pola modern sesuai dengan perkembangan zaman, hal itu mengakibatkan memudarnya budaya lokal yang telah hidup dimasyarakat, dan akibatnya banyak generasi muda kurang memahami makna dan tujuan Cuak Mengan.

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Tradisi cuak mengan pada masyarakat adat Lampung Pepadun di kampung Gedung Negara Kecamatan Hulu Sungkai Kabupaten Lampung Utara.


(22)

6

B. Analisis Masalah 1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas terdapat beberapa identifikasi masalah sebagai berikut:

1. Pelaksanaan tradisi Cuak Mengan pada masyarakat adat Lampung Pepadun di Kampung Gedung Negara Kecamatan Hulu Sungkai Kabupaten Lampung Utara.

2. Terdapat cara pandang atau persepsi masyarakat terhadap tradisi Cuak Mengan pada masyarakat adat Lampung Pepadun di Kampung Gedung Negara Kecamatan Hulu Sungkai Kabupaten Lampung Utara.

3. Makna tradisi Cuak Mengan pada masyarakat adat Lampung Pepadun di Kampung Gedung Negara Kecamatan Hulu Sungkai Kabupaten Lampung Utara.

2. Pembatasan Masalah

Agar dalam penelitian ini masalah yang diangkat tidak terlalu meluas maka batasan masalah dalam penelitian ini adalah proses pelaksanaan tradisi Cuak Mengan yang dilaksanakan oleh masyarakat adat Lampung Pepadun di Kampung Gedung Negara kecamatan Hulu Sungkai kabupaten Lampung Utara. Diharapkan dengan adanya pembatasan masalah tersebut peneliti dapat menyusun sebuah penelitian sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai oleh peneliti.

3. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah tersebut maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah proses pelaksanaan dari tradisi Cuak Mengan


(23)

7

pada masyarakat adat Lampung Pepadun di Kampung Gedung Negara kecamatan Hulu Sungkai kabupaten Lampung Utara?.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Penelitian yang dilakukan memiliki tujuan yakni untuk mengetahui proses pelaksanaan tradisi Cuak Mengan yang dilakukan oleh masyarakat adat Lampung Pepadun di Kampung Gedung Negara kecamatan Hulu Sungkai kabupaten Lampung Utara.

2. Kegunaan Penelitian

a. Bagi peneliti, menambah wawasan, ilmu pengetahuan, pengalaman dan informasi mengenai pelaksanaan tradisi Cuak Mengan oleh masyarakat adat Lampung Pepadun di Kampung Gedung Negara kecamatan Hulu Sungkai kabupaten Lampung Utara. .

b. Bagi masyarakat Kampung Gedung Negara, penelitian ini dapat dijadikan salah satu bahan bacaan yang mengulas tentang pelaksanaan tradisi Cuak Mengan yang dilaksanakan di Kampung Gedung Negara kecamatan Hulu Sungkai kabupaten Lampung Utara.

D. Ruang Lingkup Penelitian

a. Subjek Penelitian : Masyarakat Lampung Pepadun di Kampung Gedung Negara Kecamatan Hulu Sungkai Kabupaten Lampung Utara.

b. Objek Penelitian : Pelaksanaan Tradisi Cuak Mengan

c. Tempat Penelitian : Kampung Gedung Negara Kecamatan Hulu Sungkai Kabupaten Lampung Utara.


(24)

8

d. Waktu Penelitian : Tahun 2015


(25)

9

REFERENSI

Sekretariat Jenderal MPR Republik Indonesia. 2012. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jakarta. Hlm 1.

Jacobus Ranjabar. 2006. Sistem Sosial Budaya Indonesia. Ghalia Indonesia. Bogor. Hlm 148.

Sumber Lain

Wawancara

Toiba. 62 Tahun. Di Kampung Gedung Negara. 13 Maret 2015 Pukul 19.38. Di Rumah Kediaman Bapak Toiba.


(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Tinjauan Pustaka 1. Konsep Tradisi

Tradisi adalah sebuah kata yang sangat akrab terdengar dan terdapat di segala bidang. Tradisi menurut etimologi adalah kata yang mengacu pada adat atau kebiasaan yang turun temurun, atau peraturan yang dijalankan masyarakat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001 : 1208). Tradisi menurut Mursal Esten adalah kebiasaan turun temurun sekelompok masyarakat berdasarkan nilai budaya masyarakat yang bersangkutan (Mursal Esten, 1991 : 21). Sedangkan menurut Soekanto Soerjono tradisi merupakan perbuatan yang dilakukan berulang-ulang di dalam bentuk yang sama (Soekanto Soerjono : 1987 : 13). Jadi tradisi merupakan kebiasaan yang dilakukan secara terus menerus oleh masyarakat dan akan diwariskan secara turun-temurun. Tradisi memperlihatkan bagaimana anggota masyarakat bertingkah laku, baik dalam kehidupan yang bersifat duniawi maupun terhadap hal-hal yang bersifat gaib atau keagamaan. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun (sering kali) lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah. Tradisi yang dimiliki masyarakat bertujuan agar membuat hidup manusia kaya akan budaya dan nilai-nilai bersejarah. Selain itu, tradisi juga akan menciptakan kehidupan yang harmonis. Namun, hal tersebut


(27)

10

akan terwujud hanya apabila manusia menghargai, menghormati, dan menjalankan suatu tradisi secara baik dan benar serta sesuai aturan. Secara pasti, tradisi lahir bersama dengan kemunculan manusia dimuka bumi.

2. Konsep Adat

Pengertian adat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah aturan yang lazim diturut sejak dahulu dan berlaku turun temurun (Muhammad Ali, 1998 : 2). Adat istiadat merupakan komponen awal adanya tertib sosial di tengah-tengah masyarakat. Adat merupakan salah satu wujud kebudayaan masyarakat. Kebudayaan adalah segala perbuatan tingkah laku dan tata kelakuan aturan-aturan yang merupakan kebiasaan sejak dahulu kala telah dilakukan turun-temurun dan sampai sekarang masih dilaksanakan (Koentjaraningrat, 1980 : 204). Sedangkan pengertian lain adat dalam buku pengantar hukum adat Indonesia adalah segala bentuk kesusilaan dan kebiasaan orang Indonesia yang menjadi tingkah laku sehari-hari antara satu sama lain (Roelof Van Djik, 1979 : 5).

Adat dalam gambaran secara gamblang memang sulit diungkapkan, karena adat bersifat abstrak. Namun ketika berbicara mengenai adat, pasti dapat diingat kembali tentang kekhasan suku bangsa yang ada di Indonesia. Adat bisa berarti segala tingkah laku, kebiasaan dan tata cara hidup yang khas yang didapat dari proses pembelajaran dan sosialisasi secara turun temurun. Nilai-nilai adat sangat dihargai oleh masyarakatnya, bahkan jika ada yang melanggarpun sanksi akan diterima oleh si pelanggar. Masing-masing nilai adat suku yang satu dengan suku yang lain tidak sama, namun sebagai bangsa yang ber ”Bhineka Tunggal Ika” mereka tetap saling menghargai.


(28)

11

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian adat adalah tata cara yang telah ditetapkan dalam suatu masyarakat yang berasal dari warisan nenek moyang yang diturunkan hingga ke anak cucunya. Dengan demikian tidak akan terjadi pertentangan antara satu sama lain di dalam anggota masyarakat yang menyangkut sistem adat tertentu.

3. Konsep Cuak Mengan

Cuak mengan menurut istilah berasal dari kata cuak yang berarti mengundang, sedangkan mengan yang berarti makan. Cuak mengan merupakan tradisi pada perkawinan masyarakat lampung adat pepadun. Cuak mengan adalah kegiatan mengundang makan bersama di mana pada hari yang telah ditentukan setelah dilaksanakan akad nikah kedua mempelai dan pihak keluarga bujang mengundang keluarga mempelai perempuan, penyimbang atau perwatin, semua menyanak warei serta para undangan lainnya baik dari pihak keluarga mempelai bujang maupun dari pihak keluarga mempelai perempuan, untuk makan bersama sebagai pemberitahuan telah terjadinya pernikahan (Sabarudin SA, 2012 : 74).

Berdasarkan hasil wawancara dengan tokoh adat masyarakat Lampung Pepadun di Kampung Gedung Negara pada tanggal 13 maret 2015, Bapak Toiba (Gelar Pangeran Ratu Adil) bahwa Cuak mengan adalah kegiatan makan adat yang diselenggarakan oleh tulak anau mempelai laki-laki dan tulak anau mempelai perempuan. Tulak anau merupakan sebutan untuk keluarga inti baik dari pihak mempelai laki-laki maupun pihak mempelai perempuan. Cuak mengan ini umumnya dikhususkan hanya untuk keluarga inti mempelai kedua belah pihak dan penyimbang atau perwatin dari kedua belah pihak. Pada acara cuak mengan, pihak penyimbang atau tetua adat dari pihak mempelai laki-laki menyerahkan


(29)

12

uang adat yang diletakkan di atas nampan yang dialasi kain putih. Adapun maksudnya adalah untuk membayar atau mengganti makan yang telah dihidangkan. Serta sebagai tanda untuk pemberitahuan kepada pihak keluarga mempelai perempuan yang tidak hadir.

Secara terperinci Bapak Toiba menjelaskan bahwa cuak mengan merupakan suatu rangkaian acara dari perkawinan yang tidak dapat dipisahkan dari rangkaian adat pada perkawinan yang dilaksanakan sesudah akad nikah. Cuak Mengan ini dilaksanakan dengan cara mengundang pihak keluarga inti dari kedua belah pihak yang diikuti oleh penyimbang atau perwatin dari kedua belah pihak yang telah menjadi keluarga. Makanan yang disajikan pada acara cuak mengan disajikan dengan sistem nanjar (makanan disajikan di atas tikar). Acara cuak mengan di awali dengan sambutan oleh kepala adat atau penyimbang dari pihak mempelai laki-laki kemudian dibalas (dijawab) oleh kepala adat atau penyimbang dari pihak mempelai perempuan. Cuak mengan tujuannya adalah untuk saling mempererat hubungan antar kedua belah pihak keluarga dan untuk saling berkenalan antar kedua keluarga besar.

Adapun karakteristik pada acara cuak mengan yaitu

1. Cuak mengan diadakan setelah penyerahan sesan dan penyerahan kunci dari pihak keluarga perempuan ke pihak keluarga laki-laki.

2. Makanan yang disajikan pada acara cuak mengan menggunakan sistem nanjar.

3. Yang bisa mengikuti acara ini yaitu penyimbang atau perwatin serta keluarga inti dari kedua belah pihak mempelai.


(30)

13

4. Acara ini dibuka dengan formal yaitu adanya sambutan dari pihak kepala adat atau tetua adat yang hadir dalam acara cuak mengan.

5. Cuak mengan ini dilaksanakan di dalam rumah dari pihak mempelai laki-laki.

Jadi dapat disimpulkan bahwa Cuak mengan adalah salah satu proses kegiatan pada perkawinan yang dilaksanakan setelah akad nikah, cuak mengan merupakan kegiatan yang dilakukan pada akhir atau puncak pernikahan (puradu rasan).

4. Konsep Sistem Kekerabatan

Sistem kekerabatan adalah hubungan berdasarkan pada model hubungan yang dipandang antara seorang ayah dengan anak serta seorang ibu dengan anak (Ali Imron, 2005 : 27). Kekerabatan di dalam bahasa lampung disebut menyanak warei. Menyanak warei adalah semua keluarga baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu, baik karena hubungan bertalian darah maupun karena bertalian perkawinan atau bertalian adat mewarei (Sabarudin SA, 2012 : 69).

Hubungan kekerabatan masyarakat lampung terbagi menjadi tiga kelompok yaitu: 1. Kelompok kekerabatan yang bertalian darah.

Hubungan kekerabatan ini berlaku diantara penyimbang dengan para anggota kelompok keluarga warei, kelompok keluarga kemaman dan kelompok anak.

a) Kelompok Warei, yaitu :

Kelompok Warei ini terdiri dari saudara-saudara seayah-seibu atau saudara-saudara seayah lain ibu, ditarik menurut garis laki-laki ke atas dan ke samping termasuk saudara-saudara perempuan yang belum menikah atau yang bersaudara datuk (kakek) menurut garis laki-laki.

b) Kelompok Apak Kemaman, terdiri dari semua saudara-saudara ayah yang laki-laki atau paman baik yang sekandung atau yang seayah maupun yang sedatuk atau yang bersaudara datuk atau kakek menurut garis laki-laki. Dalam hubungannya dengan Apak Kemaman, penyimbang berhak untuk meminta pendapat atau nasehat dan berkewajiban untuk mengurus dan


(31)

14

memelihara Apak Kemaman. Sebaliknya Apak Kemaman berhak diurus dan berkewajiban untuk menasehati.

c) Kelompok Adek Warei, yaitu terdiri dari semua laki-laki yang bersaudara dengan penyimbang baik yang telah berkeluarga maupun yang belum berkeluarga.

d) Kelompok Anak, yaitu terdiri dari anak-anak kandung. Kedudukan anak kandung adalah mewarisi dan menggantikan kedudukan orang tua atau ayah kandungnya.

2. Kelompok kekerabatan yang bertalian perkawinan

Kelompok ini berlaku diantara penyimbang dengan para anggota kelompok, yaitu kelompok kelama, kelompok lebu, kelompok benulung dan termasuk pula kelompok kenubi serta ada pula kelompok pesabaian, kelompok mirul-mengiyan dan merau serta lakau.

a) Kelompok Lebu, yaitu terdiri dari saudara-saudara laki dari pihak ibunya ayah (nenek) dan keturunannya.

b) Kelompok Benulung, yaitu terdiri dari anak-anak saudara perempuan dari pihak ayah dan keturunannya.

c) Kelompok Kenubi, yaitu terdiri dari anak-anak saudara-saudara dari pihak ibu bersaudara dan keturunannya.

d) Kelompok Pesabaian (sabai-besan), yaitu kekerabatan dikarenakan adanya perkawinan yang dilakukan oleh anak-anak mereka.

e) Kelompok Mirul Mengiyan, Merau dan Lakau, yaitu terdiri dari semua saudara-saudara perempuan yang telah bersuami (mirul) dan para suaminya (mengiyan) kemudian saudara-saudara dari mirul mengiyan tersebut yang merupakan ipar (lakau) para mirul bersaudara suami serta para mengiyan bersaudara istri yang disebut murau.

3. Kelompok kekerabatan yang bertalian adat mawarei

Timbulnya hubungan kekerabatan ini karena hal-hal tertentu yang tidak dapat dihindari berkaitan dengan adat seperti karena tidak mendapatkan keturunan/anak laki-laki atau tidak mempunyai warei atau saudara.

Bentuk-bentuk pertalian adat mawarei ini antara lain:

a) Anak Angkat, yaitu anak yang diangkat oleh penyimbang yang dilakukan dengan cara “Ngakuk Ragah” (mengambil anak laki-laki).

b) Mewarei Adat atau Bersaudara Orang Luar. Syahnya mengambil anak laki-laki atau mengambil anak sebagai anak sendiri dan bersaudara dengan orang luar harus diketahui oleh kerabat maupun masyarakat sebagai warga adat persekutuan, yaitu dengan dilakukan upacara adat disaksikan oleh majelis perwakilan adat atau tidak (Sabarudin SA, 2012 : 70).

Hubungan kekerabatan yang positif ini terlihat pada keluarga yang satu dengan keluarga yang lainnya dalam menghadapi masalah bersama baik dalam adat dan


(32)

15

kehidupan lainnya. Sistem kekerabatan orang lampung menganut sistem kekerabatan patrilineal yaitu sistem kekerabatan yang berdasarkan garis keturunan dari ayah. Dengan struktur kekerabatan yang seperti ini sangat berpengaruh juga kepada sistem pewarisan harta, pusaka maupun gelar adat di mana penerus dan pengalihan hak penguasa atas harta dan tanggung jawab diberikan kepada anak laki-laki tertua.

5. Konsep Masyarakat Adat Lampung Pepadun

Menurut Werner, masyarakat adalah suatu kelompok perorangan yang berinteraksi timbal balik, dimana konsekuensinya adalah jika hubungan manapun dari konfigurasi sosial tertentu dirangsang, maka akan mempengaruhi semua bagian lain dan sebaliknya akan dipengaruhi oleh bagian-bagian (Darmika, Ida Bagus, 1982 : 116). Sedangkan menurut Soerjono Soekanto masyarakat adalah jalinan hubungan sosial dan masyarakat selalu berubah (Soekanto Soerjono, 1990 : 154).

Menurut Koentjaraningrat mendefinisikan masyarakat secara khusus adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinu dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama (Koentjaraningrat, 2009 : 118). Masyarakat sangat berkaitan dengan kebudayaan karena tidak ada masyarakat tanpa kebudayaan dan sebaliknya tidak ada kebudayaan tanpa masyarakat. Masyarakat dan kebudayaan merupakan dwi tunggal yakni keduanya tidak bisa terpisahkan dan saling berkaitan (P.J Bouman, 1957 : 31).


(33)

16

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah sekelompok orang yang terdiri dari dua orang atau lebih yang bertempat tinggal di wilayah yang sama dan sifatnya selalu berubah-ubah.

Salah satu masyarakat adat yang ada di Indonesia adalah masyarakat Lampung. Masyarakat Lampung dibagi menjadi dua yaitu: masyarakat Lampung adat Pepadun dan masyarakat Lampung adat Saibatin.

Masyarakat Lampung beradat Pepadun merupakan suatu masyarakat yang ditandai dengan upacara naik tahta duduk di atas alat yang disebut Pepadun yaitu singgasana adat upacara pengambilan gelar adat, biasa disebut upacara cakak pepadun (Iskandar Syah, 2005: 2). Cakak Pepadun (naik pepadun) adalah peristiwa pelantikan penyimbang menurut adat istiadat masyarakat Lampung Pepadun, yakni gawi adat yang wajib dilaksanakan bagi seseorang yang akan memperoleh pangkat atau kedudukan sebagai penyimbang yang dilakukan oleh lembaga perwatin adat. Pepadun adalah suatu benda berupa bangku yang terbuat dari bahan kayu yang merupakan lambang dari tingkatan kedudukan dalam masyarakat mengenai suatu keluarga keturunan (Zuraida kherustika, 2008 : 14).

Kelompok masyarakat adat pepadun terdiri dari 4 klan besar yang masing-masing dibagi menjadi klan-klan yang disebut buay. Pembagian klan pada masyarakat Lampung awalnya berdasarkan pada lokasi tempat. Adat istiadat masyarakat Lampung pepadun khususnya ditandai dengan upacara-upacara adat besar dengan pemberian gelar atau juluk adok. Dalam kedudukan setiap orang mendapat kesempatan untuk meningkatkan status adat, dengan melakukan cakak pepadun. Syaratnya adalah membayar sejumlah uang yang disebut dau dan sejumlah kerbau. Makin tinggi tingkat adat yang akan dicapai, makin banyak uang yang dibayarkan dan kerbau yang harus dipotong. Kalau seseorang menaikkan statusnya sebagai penyimbang atau pemimpin adat harus lebih dahulu disahkan dan diakui oleh penyimbang-penyimbang yang setingkat di lingkungan daerahnya (Pemerintah Provinsi Lampung Dinas Pendidikan, 2004: 2).


(34)

17

Masyarakat Lampung pepadun umumnya berdialek Nyo atau berlogat ”O” dan ada pula sebagian masyarakatnya menggunakan dialek bahasa Api atau berlogat ”A”. masyarakat lampung pepadun yang berdialek “Nyo” yaitu masyarakat lampung Marga Abung Sewo Mego, Mego Pak Tulang Bawang, sedangkan masyarakat lampung pepadun yang berdialek “Api” yaitu Pubian Telu Suku, Marga Bunga Mayang (Sungkai) dan Way Kanan.

6. Konsep Perkawinan

Perkawinan adalah kata benda turunan dari kata kerja dasar kawin; kata itu berasal dari kata jawa kuno ka-awin atau ka-ahwin yang berarti dibawa, dipikul, dan diboyong; kata ini adalah bentuk pasif dari kata jawa kuno awin atau ahwin (Wikipedia bahasa Indonesia). Menurut UU No. 1 Tahun 1974, perkawinan adalah ikatan lahir antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Herawati, 2009 : 20). Menurut agama Islam, perkawinan adalah salah satu bentuk ibadah yang kesuciannya perlu dijaga oleh kedua belah pihak baik suami ataupun istri. Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan sejahtera (Ma’ruf, 2006 : 11).

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa perkawinan adalah suatu perjanjian perikatan antara seorang pria dengan wanita yang diakui secara sah oleh masyarakat, hukum maupun agama dan mengandung seperangkat hak dan kewajiban suami istri dalam peranan baru yang dijalani, serta bertujuan membentuk keluarga.


(35)

18

7. Konsep Kebudayaan

Dilihat dari sudut bahasa Indonesia, kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta “ buddhayah” yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti akal atau budi. Sehingga kebudayaan dapat diartikan sebagai hal yang bersangkutan dengan budi atau akal. (Djoko Widaghdo, 1999 : 18). Sedangkan kebudayaan menurut Prof. MM. Djojodiguno dalam bukunya “Asas-asas sosiologi” mengatakan bahwa kebudayaan atau budaya adalah daya dari budi, yang berupa cipta, karsa dan rasa. Cipta yang berarti kerinduan manusia untuk mengetahui rahasia segala hal yang ada dalam pengalamannya, yang meliputi pengalaman lahir dan batin. Hasil cipta berupa berbagai ilmu pengetahuan. Karsa yang berarti kerinduan manusia untuk menginsyafi tentang hal “sangkan paran”. Dari mana manusia sebelum lahir (sangkan) dan ke mana manusia sesudah mati (paran). Hasilnya berupa norma-norma keagamaan atau kepercayaan. Timbulah bermacam-macam agama karena kesimpulan manusiapun bermacam-macam pula. Rasa berarti kerinduan manusia akan keindahan, sehingga menimbulkan dorongan untuk menikmati keindahan. Manusia merindukan keindahan dan menolak keburukan atau kejelekan. Buah perkembangan rasa ini terjelma dalam bentuk berbagai norma keindahan yang kemudian menghasilkan macam kesenian( 1999 : 20 ).

Dalam arti sempit, kebudayaan adalah pikiran, karya dan hasil karya manusia yang memenuhi hasrat akan keindahan sedangkan dalam pengertian yang luas, kebudayaan adalah total dari pikiran, karya dan hasil karya manusia yang tidak berakar pada nalurinya dan karena itu hanya bisa dicetuskan oleh manusia melalui proses belajar (Koentjaraningrat, 1974 : 1).


(36)

19

Definisi-definisi di atas berbeda-beda, namun semuanya berprinsip sama, yaitu mengakui adanya ciptaan manusia, meliputi prilaku dan hasil kelakuan manusia, yang diatur oleh tata kelakuan yang diperoleh dengan belajar yang semuanya tersusun dalam kehidupan bermasyarakat.

Jika dilihat lebih jauh lagi mengenai pengertian kebudayaan dapat dirinci sebagai berikut:

1. Bahwa kebudayaan adalah segala sesuatu yang dilakukan dan dihasilkan manusia. Karena itu meliputi kebudayaan material yang meliputi benda-benda ciptaan manusia, misalnya alat-alat perlengkapan hidup. Dan kebudayaan non material, yaitu semua hal yang tidak dapat dilihat dan diraba, misalnya religi, bahasa, dan ilmu pengetahuan.

2. Bahwa kebudayaan itu tidak diwariskan secara generatif (biologis), melainkan hanya mungkin diperoleh dengan cara belajar.

3. Bahwa kebudayaan itu diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Tanpa masyarakat akan sukarlah bagi manusia untuk membentuk kebudayaan. Sebaliknya tanpa kebudayaan tidak mungkin manusia baik secara individual maupun masyarakat, dapat mempertahankan kehidupannya.

4. Kebudayaan itu adalah kebudayaan manusia. Dan hampir semua tindakan manusia adalah kebudayaan, karena yang tidak perlu dibiasakan dengan cara belajar, misalnya tindakan atas dasar naluri (insting), gerak reflek. Sehubungan dengan itu kita perlu mengetahui perbedaan tingkah laku manusia dengan makhluk lainnya, khususnya hewan.


(37)

20

Kebudayaan seperti yang telah dijelaskan melekat pada segenap masyarakat, walaupun terdapat perbedaan, hanya menyangkut tingkat kesempurnaan dari kebudayaan yang mereka miliki atau tingkat peradabannya. Tidak mengherankan bila terdapat begitu banyak definisi kebudayaan. Soalnya, kebudayaan itu bersifat heterogen. Setiap suku bangsa yang ada di dunia ini memiliki kebudayaan dengan ciri khasnya masing-masing, sehingga pengertiannya pun bisa berlainan.

Menurut Rafael Raga Maran dalam bukunya Manusia dan Kebudayaan Dalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar ciri-ciri kebudayaan adalah:

1. Kebudayaan adalah produk manusia. Artinya kebudayaan adalah ciptaan manusia, bukan ciptaan Tuhan atau Dewa. Manusia adalah pelaku sejarah dan kebudayaannya.

2. Kebudayaan selalu bersifat sosial. Artinya kebudayaan tidak pernah dihasilkan secara individual, melainkan oleh manusia secara bersama. Kebudayaan adalah suatu karya bersama, bukan karya perorangan.

3. Kebudayaan diteruskan lewat proses belajar. Artinya, kebudayaan itu diwariskan dari generasi yang satu ke generasi lainnya melalui suatu proses belajar. Kebudayaan berkembang dari waktu ke waktu karena kemampuan belajar manusia.

4. Kebudayaan bersifat simbolik, sebab kebudayaan merupakan ekspresi, ungkapan kehadiran manusia. Sebagai ekspresi manusia, kebudayaan itu tidak sama dengan manusia. Kebudayaan disebut simbolik, sebab mengekspresikan manusia dan segala upayanya untuk mewujudkan dirinya.


(38)

21

5. Kebudayaan adalah sistem pemenuhan berbagai kebutuhan manusia. Tidak seperti hewan, manusia memenuhi segala kebutuhannya dengan cara-cara yang beradab atau dengan cara-cara manusiawi (Rafael Raga Maran, 2000 : 49-50).

Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia untuk memenuhi kehidupannya dengan cara belajar, yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat.

B. Kerangka Pikir

Kebudayaan merupakan warisan dari nenek moyang sebagai kesepakatan yang digunakan sebagai penanda atau ciri khas dari masing-masing suku. Kebudayaan muncul sebagai hasil cipta karsa manusia yang terus diwariskan kepada generasi penerus. Sehingga masih banyak tradisi-tradisi yang tetap dilestarikan oleh masyarakat di Indonesia. Salah satu tradisi yang masih dilestarikan hingga saat ini adalah tradisi cuak mengan. Tradisi cuak mengan merupakan suatu kegiatan yang dilaksanakan setelah akad nikah khususnya pada masyarakat adat Lampung Pepadun. Seperti yang masih dilaksanakan di Kampung Gedung Negara.

Dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan kemasyarakatan, banyak orang lalai dan tidak mengindahkan tradisi, sehingga kini orang kurang memahami hal ikhwal tata cara pelaksanaan kegiatan adat khususnya tradisi cuak mengan di Kampung Gedung Negara. Mereka yang memahami tradisi cuak mengan, sangat terbatas, sehingga dikhawatirkan tradisi yang memiliki nilai luhur ini secara berangsur-angsur akan bergeser oleh nilai luar yang tidak sesuai dengan


(39)

22

kebudayaan Indonesia. Dengan keterbatasan inilah sehingga sering timbul salah pengertian. Banyak masyarakat mengetahui tradisi cuak mengan hanya sekedar kegiatan makan-makan biasa, namun kurang memahami makna filosofi yang terkandung pada pelaksanaan tradisi cuak mengan.


(40)

23

C. Paradigma

Keterangan :

Garis Kegiatan Garis Tujuan

Perkawinan Adat Lampung

Pepadun

Tradisi Cuak Mengan

Kegiatan I (Tahapan Persiapan Cuak

Mengan)

Kegiatan III (Tahapan Sesudah Cuak

Mengan)

Kegiatan II (Tahapan Pelaksanaan Cuak


(41)

24

REFERENSI

Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta. Hlm 1208.

Mursal Esten. 1999. Kajian Transformasi Budaya. Percetakan Angkasa. Bandung. Hlm 21.

Soerjono Soekanto. 1987. Sosiologi Suatu Pengantar. CV. Rajawali. Jakarta. Hlm 13.

Muhammad Ali. 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pustaka Amani. Jakarta. Hlm 2.

Koentjaranigrat. 1980. Metode-metode Penelitian Masyarakat. PT Gramedia. Jakarta. Hlm 204.

Roeloef Van Dijk. 1979. Pengantar Hukum Adat Indonesia. Raja Grafindo. Jakarta. Hlm 5.

Sabarudin SA. 2012. Lampung Pepadun dan Saibatin. Buletin Way Limau. Jakarta. Hlm 74.

Ali Imron. 2005. Pola Perkawinan Saibatin. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Hlm 27.

Ibid. Hlm 69. Ibid. Hlm 70.

Ida Bagus Darmika. 1982. Psikologi Persepsi Masyarakat. PT Pembangunan. Jakarta. Hlm 116.

Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Rineka Cipta. Jakarta. Hlm 118.

Soerjono Soekanto. 1990. Budaya dan Pengetahuan. Rineka Cipta. Jakarta. Hlm 154.

P.J Bouman. 1957. Ilmu Masyarakat Umum, Terjemah Sujono. PT Pembangunan. Jakarta. Hlm 31.


(42)

25

Iskandar Syah. 2005. Hukum Adat Perkawinan. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Hlm 2.

Zuraida Kherustika. 2008. Pakaian Upacara Adat Begawi Cakak Pepadun. Museum Negeri Propinsi Lampung Ruwa Jurai. Bandar Lampung. Hlm 14. Pemerintah Provinsi Lampung Dinas Pendidikan. 2004. Pakaian dan Perhiasan

Pengantin Tradisional Lampung. UPTD Museum Negeri Lampung Ruwa Jurai. Bandar Lampung. Hlm 2.

Herawati. 2009. Jeratan Nikah Dini, Wabah Pergaulan. Media Abadi. Jogjakarta. Hlm 20.

Ma’ruf Ma’sum. 2006. Panduan Istri-Suami yang Shalih. Smart Media. Solo. Hlm 11.

Djoko Widaghdho. 1999. Ilmu Budaya Dasar. Bumi Aksara. Jakarta. Hlm 18. Ibid. Hlm 20.

Rafael Raga Maran. 2000. Manusia dan Kebudayaan Dalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar. PT Asdi Mahasatya. Jakarta. Hlm 31.

Ibid. Hlm 49-50.

Sumber Lain

Wawancara

Toiba. 62 Tahun. Di Kampung Gedung Negara. 13 Maret 2015 Pukul 19.38. Di Rumah Kediaman Bapak Toiba.


(43)

III. METODE PENELITIAN

A.Metode yang Digunakan

Metode penelitian sangat dibutuhkan untuk mengukur keberhasilan dalam suatu penelitian. Menurut Maryaeni (2005 : 58) metode adalah cara yang ditempuh peneliti dalam menemukan pemahaman sejalan dengan fokus dan tujuan yang diterapkan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif menurut Winarno Surachmad (1984 : 139) adalah penyelidikan yang mengurutkan, menganalisis dan mengklasifikasikan penyelidikan dengan metode survei, teknik wawancara, angket observasi, analisis kualitatif, studi kasus, studi komparatif, studi gerak dan waktu, serta studi kooperatif atau operasional.

Menurut Muhammad Ali (1985 : 120) Metode deskriptif adalah metode yang digunakan untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi pada situasi sekarang yang dilakukan dengan menempuh langkah langkah pengumpulan data, klasifikasi data dan analisis pengolahan data, membuat gambaran tentang suatu keadaan secara objektif dalam suatu deskriptif.

Dengan demikian maka metode deskriptif adalah suatu metode yang digunakan untuk menjelaskan fakta-fakta dengan akurat, terpercaya dan sistematis untuk memecahkan masalah di wilayah yang diteliti.


(44)

25

Metode merupakan cara utama yang dipergunakan untuk mencapai suatau tujuan, misalnya untuk menguji serangkaian hipotesa dengan mempergunakan teknik serta alat-alat tertentu. Cara utama itu dipergunakan untuk memperhitungkan kewajarannya ditinjau dari tujuannya serta dari situasi. Karena pengertian dari metode deskriptif adalah pengertian yang luas, yang biasanya perlu dijelaskan lebih eksplisit di dalam setiap penyelidikan (Winarno : 1982 : 131).

Dilihat dari tujuannya, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui proses pelaksanaan tradisi Cuak Mengan pada masyarakat adat Lampung Pepadun di Kampung Gedung Negara Kecamatan Hulu Sungkai Kabupaten Lampung Utara.

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Kampung Gedung Negara Kecamatan Hulu Sungkai Kabupaten Lampung Utara. Adapun pemilihan lokasi penelitian ini berdasarkan atas pertimbangan sebagai berikut:

1. Di lokasi tersebut masyarakat Lampung masih melaksanakan tradisi cuak mengan

2. Di lokasi tersebut di diami oleh beragam suku seperti, suku Lampung, suku Jawa, Suku Padang, Suku Ogan, dan lain-lain. Oleh karena itu dikhawatirkan budaya asli masyarakat dapat terpengaruh oleh nilai nilai budaya masyarakat lain, baik itu secara asimilasi maupun akulturasi.

C. Variabel Penelitian, Definisi Operasional Variabel dan Teknik Pengumpulan Data

1. Variabel Penelitian

Variabel adalah segala sesuatu yang menjadi objek pengamatan penelitian tersebut (Sumardi Suryabrata, 1983 : 83). Menurut Koentjaraningrat variabel adalah ciri


(45)

26

atau aspek dari fakta yang mempunyai lebih dari satu nilai (Koentjaraningrat, 1997 : 55). Jadi, variabel adalah sesuatu yang akan dijadikan suatu objek penelitian yang akan diamati dan diambil datanya. Variabel dalam penelitian ini adalah variabel tunggal yakni masyarakat Lampung di Kampung Gedung Negara Kecamatan Hulu Sungkai Kabupaten Lampung Utara.

2. Definisi Operasional Variabel

Menurut Masri Singarimbun dan Sofian Effendi (Ed), definisi operasional variabel adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel. Dengan kata lain, definisi operasional variabel adalah semacam petunjuk pelaksanaan bagaimana caranya mengukur variabel (Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, 1989: 48).

Maka definisi operasional merupakan gambaran mengenai konsep penelitian sehingga dapat menjadi pijakan dan arah yang jelas bagi peneliti dalam penelitiannya sehingga dapat memberikan gambaran bagaimana suatu variabel akan diukur dan dituntut harus mempunyai pengertian yang sejelas-jelasnya. Maka definisi operasional dalam penelitian ini adalah proses pelaksanaan tradisi Cuak Mengan pada Masyarakat adat Lampung Pepadun di Kampung Gedung Negara Kecamatan Hulu Sungkai Kabupaten Lampung Utara.

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang relevan dengan masalah yang diteliti, maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

3.1. Teknik Observasi

Pada dasarnya teknik observasi digunakan untuk melihat atau mengamati perubahan fenomena sosial yang tumbuh dan berkembang yang kemudian dapat


(46)

27

dilakukan penilaian atas perubahan tersebut. Menurut Suwardi Endraswara (2006 : 133) observasi adalah suatu penelitian secara sistematis dengan menggunakan kemampuan indera manusia, pengamatan ini dilakukan pada saat terjadi aktivitas budaya dengan wawancara mendalam. Teknik observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan secara langsung terhadap objek yang diteliti atau daerah lokasi yang menjadi pokok permasalah dalam penelitian ini sehingga data yang diperoleh sesuai dengan permasalahan (Nasution, 1996 : 107). Observasi bisa diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian (Hadari Nawawi, 1991 : 100).

Berdasarkan pendapat tersebut di atas bahwa observasi merupakan cara pengumpulan data dengan melakukan pengamatan dan pencatatan langsung secara sistematik terhadap suatu gejala pada objek penelitian. Observasi yang digunakan oleh peneliti adalah melihat secara langsung mengenai objek yang akan diteliti. Teknik observasi ini bertujuan untuk membantu peneliti dalam mengumpulkan data dengan mengadakan observasi langsung terhadap obyek masalah yang sedang diteliti sehingga mendapatkan data yang berkaitan dengan Proses Tradisi Cuak Mengan pada masyarakat adat Lampung Pepadun di Kampung Gedung Negara Kecamatan Hulu Sungkai Kabupaten Lampung Utara.

3.2. Teknik Wawancara

Menurut Jacob Vredenbregt wawancara adalah suatu proses interaksi dan komunikasi dalam mana sejumlah variabel memainkan peranan yang penting karena kemungkinan untuk mempengaruhi dan menentukan hasil wawancara (Jacob Vredenbregt, 1978 : 84). Sedangkan menurut Joko Subagyo wawancara


(47)

28

adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan informasi secara langsung dengan mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan pada responden (Joko Subagyo, 1997 : 39). Teknik ini untuk mencari keterangan secara lengkap, berdasarkan definisi tersebut maka peneliti melakukan teknik wawancara dengan tokoh tokoh adat dan masyarakat setempat yang memiliki pengalaman pribadi sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti.

Bentuk wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara terstruktur dan wawancara tidak berstruktur.

a. Wawancara Terstruktur

Dalam wawancara terstruktur pewawancara menyampaikan beberapa pertanyaan yang sudah disiapkan pewawancara sebelumnya. Jadi wawancara terstruktur yakni wawancara yang dilakukan dengan terlebih dahulu menyusun pertanyaan dalam bentuk dibatasi. Hal ini dilakukan agar ketika informan memberikan keterangan tidak melantur kemana-mana.

b. Wawancara Tidak Berstruktur

Wawancara tidak berstruktur dilakukan pada awal penelitian, karena terkadang informan memberikan keterangan kadang muncul jawaban yang tidak terduga yang tidak akan muncul pada saat wawancara terarah dilakukan, dan hal ini biasa menambah informasi yang diperoleh terkait informasi yang akan diteliti.

3.2.1. Informan

Pemahaman tentang informan ini penting karena peneliti budaya mau tidak mau akan berhadapan langsung dengannya. Informan adalah seseorang atau ketua adat


(48)

29

yang memiliki pengetahuan budaya yang akan diteliti (Suwardi Endraswara, 2006 : 119). Narasumber yang dipilih berdasarkan kriteria-kriteria tertentu karena itu perlu dipilih orang yang benar-benar mengetahui objek yang akan diteliti. Syarat-syarat seorang informan adalah jujur, taat pada janji, patuh pada peraturan, suka berbicara, tidak termasuk pada salah satu kelompok yang bertikai dalam latar belakang penelitian dan mempunyai pandangan tertentu tentang peristiwa yang terjadi.

Informan dalam penelitian ini dipilih secara purposive sampling(mengambil orang yang telah dipilih secara cermat oleh peneliti). Pemilihan informan didasarkan atas subjek yang menguasai permasalahan, memiliki data dan bersedia memberikan data dalam penelitian ini.

Kriteria informan dalam penelitian ini adalah: 1. Tokoh masyarakat atau tokoh adat.

2. Tokoh adat disini dimaksudkan adalah orang yang dianggap memahami secara mendalam tentang adat istiadat orang Lampung khususnya adat Lampung Pepadun.

3. Informan memiliki ketersediaan dan waktu yang cukup.

4. Dapat dipercaya dan bertanggung jawab atas apa yang dikatakannya. 5. Orang yang memahami objek yang diteliti.

Melalui informan, maka peneliti memilih beberapa informan yang terkait dengan masalah yang diamati, yaitu tradisi cuak mengan pada masyarakat adat Lampung Pepadun di Kampung Gedung Negara Kecamatan Hulu Sungkai Kabupaten Lampung Utara.


(49)

30

1. Memilih sampel awal (informasi kunci) 2. Memilih sampel lanjutan

3. Menghentikan pemilihan sampel lanjutan jika sudah tidak terdapat variasi informasi, di mana dalam melaksanakan ketiga tahapan ini umumnya menggunakan teknik Snowball Sampling (Burhan Burngin, 2007 : 54).

Dengan demikian teknik snowball sampling ini adalah peneliti memilih informasi awal yakni masyarakat setempat yang memiliki pengalaman pribadi dan pengetahuan yang luas mengenai tradisi cuak mengan, kemudian mereka akan menunjuk kepada individu lain yang cocok dijadikan informan lanjutan, begitu seterusnya hingga tidak lagi terdapat variasi informasi (jenuh). Dengan demikian, pada penelitian kualitatif tidak dipersoalkan jumlah sampel (Burhan Burngin, 2007 : 53)

3.3. Teknik Dokumentasi

Teknik dokumentasi menurut Komarudin (1997 : 50) adalah sesuatu yang memberikan bukti di mana dipergunakan sebagai alat pembukti atau bahan bahan untuk membandingkan suatu keterangan atau informasi penjelasan atau dokumentasi dalam naskah atau informasi tertulis. Menurut Suharsimi Ari Kunto, bahwa teknik dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya ( Ari Kunto, 2011:274).

Maka berdasarkan pendapat tersebut, peneliti mengadakan penelitian berdasarkan dokumentasi yang ada berupa catatan-catatan buku yang berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti.


(50)

31

3.4. Teknik Kepustakaan

Menurut Koentjaraningrat teknik kepustakaan merupakan cara pengumpulan data dan informasi dengan bantuan bermacam-macam material yang terdapat di ruang kepustakaan misalnya koran, majalah-majalah, naskah, catatan-catatan, kisah sejarah, dokumen dan sebagainya yang relevan dengan penelitian (Koentjaraningrat, 1983 : 81).

Teknik studi kepustakaan dilaksanakan dengan cara mendapatkan sumber-sumber data yang diperlukan dari perpustakaan, yaitu dengan mempelajari literatur yang ada kaitannya dengan masalah yang akan diteliti.

4. Teknik Analisis Data

Pada penelitian ini penulis menggunakan teknik analisis data kualitatif karena data yang diperoleh bukan berupa angka angka sehingga tidak dapat diuji secara statistik. Selain itu analisis data kualitatif yang dapat memberikan penjelasan yang nyata dalam kehidupan kita sesuai dengan hal yang akan diteliti. Penelitian kualitatif adalah rangkaian kegiatan atau proses menjaring data yang bersifat sewajarnya mengenai suatu masalah dalam kondisi atau aspek kehidupan tertentu pada objeknya ( Muhammad Nazir, 1998 : 57).

Penelitian dengan pendekatan kualitatif sering kali juga disebut sebagai pendekatan yang humanistik, karena dalam pendekatan cara-cara hidup, cara-cara pandang ataupun ungkapan-ungkapan emosi dari warga masyarakat yang diteliti mengenai suatu gejala yang ada dalam kehidupan mereka justru yang digunakan sebagai data. Penelitian kualitatif dilakukan dengan menggunakan data subjektif (menurut perspektif pelaku yang diteliti). Dalam hal ini data atau bukti-bukti yang


(51)

32

diperoleh dari pelaku yang diteliti (Informan) diperlakukan sebagaimana adanya atau tidak dikurangi atau tidak ditambah atau tidak dirubah oleh si peneliti. Informasi atau fakta-fakta dari informan atau hasil pengamatan si peneliti di interpretasi oleh si peneliti dengan mengacu pada konsep-konsep dan teori-teori yang relevan untuk disimpulkan hakekatnya dan dikaitkan dengan kesimpulan mengenai gejala atau fakta-fakta lainnya untuk dibuatkan hipotesanya. Dengan menggunakan hipotesa ini si peneliti mengumpulkan data lainnya dan seterusnya. Hipotesa dalam penelitian kualitatif adalah hipotesa kerja. Dalam merencanakan sebuah penelitian, hanya sebuah hipotesa kerja yang dibuat. Hipotesa ini dibuat dengan menjawab pertanyaan, mengapa hubungan antara dua satuan atau dua variable menghasilkan suatu gejala.

Menurut Sayuti proses analisis data adalah usaha untuk menemukan jawaban atas pertanyaan perihal rumusan-rumusan dan pelajaran-pelajaran atau hal-hal yang kita peroleh dalam proyek penelitian (Sayuti Husin, 1989 : 32). Pada penelitian ini setelah data diolah kemudian ditarik kesimpulan induktif yaitu didasarkan fakta-fakta yang ada dan ditulis dalam bentuk tulisan yang mudah dimengerti. Pada dasarnya kegiatan untuk memanfaatkan data sehingga dapat diperoleh suatu kebenaran atau ketidakbenaran dari suatu hipotesa.

Langkah-langkah dalam menganalisis data dalam penelitian ini adalah : 4.1 Reduksi Data

Data-data yang sudat diperoleh dilapangan kemudian disusun dalam bentuk laporan kemudian mengubah data rekaman-rekaman disusun secara sistematis. Fungsi dari reduksi ini adalah menyeleksi data yang penting dan berguna untuk penelitian serta membantu pembuatan laporan. Data yang sudah direduksi akan


(52)

33

membantu peneliti dalam memberikan hasil pengamatan berupa laporan dan mempermudahkan peneliti untuk memcari informasi kembali jika data ada yang kurang mendukung penelitian.

4.2 Penyajian Data

Penyajian data dipergunakan untuk melihat gambaran dan menarik sebuah kesimpulan dari pengambilan tindakan. Dalam penelitian ini digunakan penyajian data yang berupa naratif disertai dengan foto atau gambar objek yang sedang diteliti. Penyajian data dalam penelitian ini dilakukan dengan memilih data yang lebih relevan dengan konteks penelitian disajikan dalam kalimat baku dan mudah dimengerti.

4.3 Pengambilan Kesimpulan dan Verifikasi

Setelah data direduksi dan penyajiannya dibuat deskriptif naratif kemudian langkah selanjutnya mencari kejelasan alur sebab akibat melalui menambahkan data-data yang relevan dari berbagai sumber buku. Selanjutnya menyeleksi data yang sudah diperoleh dari lapangan dan langkah terakhir menarik sebuah kesimpulan dalam bentuk tulisan yang lengkap, jelas dan dimengerti.

Adapun langkah-langkah yang akan dilakukan peneliti dalam mengambil suatu kesimpulan adalah :

a. Mencari data-data yang relevan dengan penelitian

b. Menyusun data-data dan menyeleksi data-data yang diperoleh dari sumber yang didapat di lapangan.

c. Setelah semua data diseleksi barulah ditarik kesimpulan dan hasilnya dituangkan dalam bentuk penulisan.


(53)

34

REFERENSI

Maryaeni. 2005. Metode Penelitian Kebudayaan. Bumi Aksara. Jakarta. Hlm 58. Winarno. 1982. Pengantar Penyelidikan Ilmiah. Tarsito. Bandung. Hlm 131. Koentjaraningrat. 1997. Metode Penelitian Masyarakat. Gramedia. Jakarta. Hlm

55.

Masri Singarimbun dan Sofian Effendi (Ed). 1989. Metode Penelitian Survai. LP3ES. Jakarta. Hlm 48.

Jacob Vredenbregt. 1978. Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat. Gramedia. Jakarta. Hlm 84

Joko Subagyo. 1997. Metode Penelitian (Dalam Teori dan Praktek). Rineka Cipta. Jakarta. Hlm 39.

Suwardi Endraswara. 2006. Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan. Pustaka Widyatama. Yogyakarta. Hlm 119.

Nasution. 1996. Metodologi Research. Bumi Aksara. Jakarta. Hlm 107.

Hadari Nawawi. 1991. Metode Penelitian Bidang Sosial. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Hlm 100.

Ibid. Hlm 133.

Burhan Burngin. 2007. Analisis Data Penelitian Kualitatif. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Hlm 54.

Ibid. Hlm 53.

Komarudin. 1997. Metode Penelitian Masyarakat. Gramedia. Jakarta. Hlm 50. Suharsimi Arikunto. 2011. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka

Cipta. Jakarta. Hlm 274.

Muhammad Nazir. 1998. Metode Penelitian Sosial. Ghalia Indonesia. Jakarta. Hlm 57.


(54)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pemaparan di atas, maka kesimpulan yang didapat dalam penelitian ini adalah:

1. Tahapan Sebelum Cuak Mengan

Proses sebelum cuak mengan dilakukan dengan cara terlebih dahulu memberitahu seluruh keluarga, baik yang jauh ataupun yang dekat, penyimbang atau perwatin dan memberitahu pihak sabbai (besan) tentang pihak tuan rumah akan melaksanakan cuak mengan. Setelah dua atau tiga hari pihak keluarga mempelai laki-laki mulai bekerja untuk persiapan akad nikah atau ngemulai rasan. Pihak tuan rumah mengundang tetangga atau saudara untuk membantu pekerjaan (betulung) dalam rangka resepsi pernikahan. Masing-masing orang yang membantu telah memiliki tugasnya sendiri-sendiri yang telah dibagi oleh ketua panitia yang telah ditunjuk oleh tuan rumah. Besapon (beres-beres) telah dikerjakan paling tidak satu atau dua hari menjelang resepsi pernikahan.

2. Proses Pelaksanaan Cuak Mengan

Pada tahap ini, pihak perwatin dan sabbai (besan) serta pengantin memasuki ruangan yang telah disiapkan yaitu tempat yang telah diberi alas


(55)

71

berupa tikar atau karpet. Kemudian acara cuak mengan atau makan adat dipandu oleh ketua adat atau perwatin dari pihak pengantin laki-laki yang mewakili tuan rumah untuk menyampaikan sepatah duapatah kata. Kemudian kepala adat menyerahkan uang adat yang mengandung angka 24 bisa dibayar dengan kelipatan Rp 24.000, Rp 240.000 dan Rp 2.400.000 kepada penyimbang atau perwatin dari mempelai wanita dan pihak yang mewakili menyampaikan beberapa patah kata. Usai penerimaan uang tersebut pemandu acara menutup dengan salam serta mempersilahkan semua yang hadir dalam ruangan tersebut untuk makan. 3. Tahapan Sesudah Cuak Mengan

Setelah makan adat selesai kedua belah pihak yang hadir dalam cuak mengan kembali duduk di luar atau di tenda yang telah disiapkan oleh tuan rumah untuk penyerahan sesan atau barang bawaan yang dibawa oleh pihak keluarga sabbai dari pihak pengantin perempuan.

B. Saran

1. Kepada tokoh adat maupun ketua adat Gedung Negara diharapkan untuk terus berpartisipasi aktif dalam mensosialisasikan kebudayaan lampung khususnya cuak mengan dan menghimbau masyarakat agar lebih peduli terhadap kebudayaan.

2. Kepada pengantin Lampung di Kampung Gedung Negara agar mampu memahami makna dan tujuan dari acara cuak mengan tersebut.

3. Kepada generasi muda khususnya masyarakat Lampung Pepadun untuk lebih mencintai dan peduli terhadap kebudayaan yang sudah ada sejak zaman nenek moyang kita, kalau kita tidak perduli terhadap kebudayaan


(56)

72

kita siapa lagi yang akan peduli terhadap kebudayaan, bukannya Indonesia terkenal akan keanekaragaman budayanya. Itu juga selama kebudayaan kita tidak melanggar norma-norma yang berlaku di masyarakat. Ayo mulai sekarang kita lestarikan sebagai ciri khas orang lampung dan ciri khas orang Indonesia.


(57)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pustaka Amani. Jakarta. Arikunto, Suharsimi. 2011. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

Rineka Cipta. Jakarta.

Bouman, P.J. 1957. Ilmu Masyarakat Umum, Terjemah Sujono. PT Pembangunan. Jakarta.

Burngin, Burhan. 2007. Analisis Data Penelitian Kualitatif. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Darmika, Ida Bagus. 1982. Psikologi Persepsi Masyarakat. PT Pembangunan. Jakarta.

Djik, Roeloef Van. 1979. Pengantar Hukum Adat Indonesia. Raja Grafindo. Jakarta.

Endraswara, Suwardi. 2006. Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan. Pustaka Widyatama. Yogyakarta.

Esten, Mursal. 1999. Kajian Transformasi Budaya. Percetakan Angkasa. Bandung.

Herawati. 2009. Jeratan Nikah Dini, Wabah Pergaulan. Media Abadi. Jogjakarta. Imron, Ali. 2005. Pola Perkawinan Saibatin. Universitas Lampung. Bandar

Lampung.

Iskandar Syah. 2005. Hukum Adat Perkawinan. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Kherustika, Zuraida. 2008. Pakaian Upacara Adat Begawi Cakak Pepadun. Museum Negeri Propinsi Lampung Ruwa Jurai. Bandar Lampung.

Koentjaranigrat. 1980. Metode-metode Penelitian Masyarakat. PT Gramedia. Jakarta.

---. 1997. Metode Penelitian Masyarakat. Gramedia. Jakarta. ---. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Rineka Cipta. Jakarta. Komarudin. 1997. Metode Penelitian Masyarakat. Gramedia. Jakarta.


(58)

Maryaeni. 2005. Metode Penelitian Kebudayaan. Bumi Aksara. Jakarta. Ma’sum, Ma’ruf. 2006. Panduan Istri-Suami yang Shalih. Smart Media. Solo. Nasution, S. 1996. Metodologi Research. Bumi Aksara. Jakarta.

Nawawi, Hadari. 1991. Metode Penelitian Bidang Sosial. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Nazir, Muhammad. 1998. Metode Penelitian Sosial. Ghalia Indonesia. Jakarta. Pemerintah Provinsi Lampung Dinas Pendidikan. 2004. Pakaian dan Perhiasan

Pengantin Tradisional Lampung. UPTD Museum Negeri Lampung Ruwa Jurai. Bandar Lampung.

Raga Maran, Rafael. 2000. Manusia dan Kebudayaan Dalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar. PT Asdi Mahasatya. Jakarta.

Ranjabar, Jacobus. 2006. Sistem Sosial Budaya Indonesia. Ghalia Indonesia. Bogor.

SA, Sabarudin. 2012. Lampung Pepadun dan Saibatin. Buletin Way Limau. Jakarta.

Sayuti, Husin. 1989. Pengantar Metode Riset. Fajar Agung. Jakarta.

Sekretariat Jenderal MPR Republik Indonesia. 2012. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jakarta.

Singarimbun, Masri dan Effendi, Sofian (Ed). 1989. Metode Penelitian Survai. LP3ES. Jakarta.

Soekanto, Soerjono. 1990. Budaya dan Pengetahuan. CV. Rajawali. Jakarta. ---. 1987. Sosiologi Suatu Pengantar. CV. Rajawali. Jakarta. Subagyo, Joko. 1997. Metode Penelitian (Dalam Teori dan Praktek). Rineka

Cipta. Jakarta.

Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta.

Vredenbregt, Jacob. 1978. Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat. Gramedia. Jakarta.

Widaghdho, Djoko. 1999. Ilmu Budaya Dasar. Bumi Aksara. Jakarta. Winarno. 1982. Pengantar Penyelidikan Ilmiah. Tarsito. Bandung.


(1)

34

REFERENSI

Maryaeni. 2005. Metode Penelitian Kebudayaan. Bumi Aksara. Jakarta. Hlm 58. Winarno. 1982. Pengantar Penyelidikan Ilmiah. Tarsito. Bandung. Hlm 131. Koentjaraningrat. 1997. Metode Penelitian Masyarakat. Gramedia. Jakarta. Hlm

55.

Masri Singarimbun dan Sofian Effendi (Ed). 1989. Metode Penelitian Survai. LP3ES. Jakarta. Hlm 48.

Jacob Vredenbregt. 1978. Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat. Gramedia. Jakarta. Hlm 84

Joko Subagyo. 1997. Metode Penelitian (Dalam Teori dan Praktek). Rineka Cipta. Jakarta. Hlm 39.

Suwardi Endraswara. 2006. Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan. Pustaka Widyatama. Yogyakarta. Hlm 119.

Nasution. 1996. Metodologi Research. Bumi Aksara. Jakarta. Hlm 107.

Hadari Nawawi. 1991. Metode Penelitian Bidang Sosial. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Hlm 100.

Ibid. Hlm 133.

Burhan Burngin. 2007. Analisis Data Penelitian Kualitatif. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Hlm 54.

Ibid. Hlm 53.

Komarudin. 1997. Metode Penelitian Masyarakat. Gramedia. Jakarta. Hlm 50. Suharsimi Arikunto. 2011. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka

Cipta. Jakarta. Hlm 274.

Muhammad Nazir. 1998. Metode Penelitian Sosial. Ghalia Indonesia. Jakarta. Hlm 57.


(2)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pemaparan di atas, maka kesimpulan yang didapat dalam penelitian ini adalah:

1. Tahapan Sebelum Cuak Mengan

Proses sebelum cuak mengan dilakukan dengan cara terlebih dahulu memberitahu seluruh keluarga, baik yang jauh ataupun yang dekat, penyimbang atau perwatin dan memberitahu pihak sabbai (besan) tentang pihak tuan rumah akan melaksanakan cuak mengan. Setelah dua atau tiga hari pihak keluarga mempelai laki-laki mulai bekerja untuk persiapan akad nikah atau ngemulai rasan. Pihak tuan rumah mengundang tetangga atau saudara untuk membantu pekerjaan (betulung) dalam rangka resepsi pernikahan. Masing-masing orang yang membantu telah memiliki tugasnya sendiri-sendiri yang telah dibagi oleh ketua panitia yang telah ditunjuk oleh tuan rumah. Besapon (beres-beres) telah dikerjakan paling tidak satu atau dua hari menjelang resepsi pernikahan.

2. Proses Pelaksanaan Cuak Mengan

Pada tahap ini, pihak perwatin dan sabbai (besan) serta pengantin memasuki ruangan yang telah disiapkan yaitu tempat yang telah diberi alas


(3)

71

berupa tikar atau karpet. Kemudian acara cuak mengan atau makan adat dipandu oleh ketua adat atau perwatin dari pihak pengantin laki-laki yang mewakili tuan rumah untuk menyampaikan sepatah duapatah kata. Kemudian kepala adat menyerahkan uang adat yang mengandung angka 24 bisa dibayar dengan kelipatan Rp 24.000, Rp 240.000 dan Rp 2.400.000 kepada penyimbang atau perwatin dari mempelai wanita dan pihak yang mewakili menyampaikan beberapa patah kata. Usai penerimaan uang tersebut pemandu acara menutup dengan salam serta mempersilahkan semua yang hadir dalam ruangan tersebut untuk makan. 3. Tahapan Sesudah Cuak Mengan

Setelah makan adat selesai kedua belah pihak yang hadir dalam cuak mengan kembali duduk di luar atau di tenda yang telah disiapkan oleh tuan rumah untuk penyerahan sesan atau barang bawaan yang dibawa oleh pihak keluarga sabbai dari pihak pengantin perempuan.

B. Saran

1. Kepada tokoh adat maupun ketua adat Gedung Negara diharapkan untuk terus berpartisipasi aktif dalam mensosialisasikan kebudayaan lampung khususnya cuak mengan dan menghimbau masyarakat agar lebih peduli terhadap kebudayaan.

2. Kepada pengantin Lampung di Kampung Gedung Negara agar mampu memahami makna dan tujuan dari acara cuak mengan tersebut.

3. Kepada generasi muda khususnya masyarakat Lampung Pepadun untuk lebih mencintai dan peduli terhadap kebudayaan yang sudah ada sejak zaman nenek moyang kita, kalau kita tidak perduli terhadap kebudayaan


(4)

72

kita siapa lagi yang akan peduli terhadap kebudayaan, bukannya Indonesia terkenal akan keanekaragaman budayanya. Itu juga selama kebudayaan kita tidak melanggar norma-norma yang berlaku di masyarakat. Ayo mulai sekarang kita lestarikan sebagai ciri khas orang lampung dan ciri khas orang Indonesia.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pustaka Amani. Jakarta. Arikunto, Suharsimi. 2011. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

Rineka Cipta. Jakarta.

Bouman, P.J. 1957. Ilmu Masyarakat Umum, Terjemah Sujono. PT Pembangunan. Jakarta.

Burngin, Burhan. 2007. Analisis Data Penelitian Kualitatif. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Darmika, Ida Bagus. 1982. Psikologi Persepsi Masyarakat. PT Pembangunan. Jakarta.

Djik, Roeloef Van. 1979. Pengantar Hukum Adat Indonesia. Raja Grafindo. Jakarta.

Endraswara, Suwardi. 2006. Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan. Pustaka Widyatama. Yogyakarta.

Esten, Mursal. 1999. Kajian Transformasi Budaya. Percetakan Angkasa. Bandung.

Herawati. 2009. Jeratan Nikah Dini, Wabah Pergaulan. Media Abadi. Jogjakarta. Imron, Ali. 2005. Pola Perkawinan Saibatin. Universitas Lampung. Bandar

Lampung.

Iskandar Syah. 2005. Hukum Adat Perkawinan. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Kherustika, Zuraida. 2008. Pakaian Upacara Adat Begawi Cakak Pepadun. Museum Negeri Propinsi Lampung Ruwa Jurai. Bandar Lampung.

Koentjaranigrat. 1980. Metode-metode Penelitian Masyarakat. PT Gramedia. Jakarta.

---. 1997. Metode Penelitian Masyarakat. Gramedia. Jakarta. ---. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Rineka Cipta. Jakarta. Komarudin. 1997. Metode Penelitian Masyarakat. Gramedia. Jakarta.


(6)

Maryaeni. 2005. Metode Penelitian Kebudayaan. Bumi Aksara. Jakarta.

Ma’sum, Ma’ruf. 2006. Panduan Istri-Suami yang Shalih. Smart Media. Solo.

Nasution, S. 1996. Metodologi Research. Bumi Aksara. Jakarta.

Nawawi, Hadari. 1991. Metode Penelitian Bidang Sosial. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Nazir, Muhammad. 1998. Metode Penelitian Sosial. Ghalia Indonesia. Jakarta. Pemerintah Provinsi Lampung Dinas Pendidikan. 2004. Pakaian dan Perhiasan

Pengantin Tradisional Lampung. UPTD Museum Negeri Lampung Ruwa Jurai. Bandar Lampung.

Raga Maran, Rafael. 2000. Manusia dan Kebudayaan Dalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar. PT Asdi Mahasatya. Jakarta.

Ranjabar, Jacobus. 2006. Sistem Sosial Budaya Indonesia. Ghalia Indonesia. Bogor.

SA, Sabarudin. 2012. Lampung Pepadun dan Saibatin. Buletin Way Limau. Jakarta.

Sayuti, Husin. 1989. Pengantar Metode Riset. Fajar Agung. Jakarta.

Sekretariat Jenderal MPR Republik Indonesia. 2012. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jakarta.

Singarimbun, Masri dan Effendi, Sofian (Ed). 1989. Metode Penelitian Survai. LP3ES. Jakarta.

Soekanto, Soerjono. 1990. Budaya dan Pengetahuan. CV. Rajawali. Jakarta. ---. 1987. Sosiologi Suatu Pengantar. CV. Rajawali. Jakarta. Subagyo, Joko. 1997. Metode Penelitian (Dalam Teori dan Praktek). Rineka

Cipta. Jakarta.

Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta.

Vredenbregt, Jacob. 1978. Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat. Gramedia. Jakarta.

Widaghdho, Djoko. 1999. Ilmu Budaya Dasar. Bumi Aksara. Jakarta. Winarno. 1982. Pengantar Penyelidikan Ilmiah. Tarsito. Bandung.