ADAT MERWATIN PADA MASYARAKAT LAMPUNG PEPADUN DI KAMPUNG SRIMENATI KABUPATEN WAYKANAN

(1)

(2)

ABSTRAK

ADAT MERWATIN PADA MASYARAKAT LAMPUNG PEPADUN DI KAMPUNG SRIMENATI KABUPATEN WAYKANAN

Oleh: Satria Putra

Indonesia memiliki keanekaragaman kebudayaan suku bangsa yang merupakan aset dari kebudayaan nasional. Keanekaragaman kebudayaan ini, bagi bangsa Indonesia bukanlah menjadi penghalang untuk bersatu. Sesuai dengan semboyan yang dimiliki bangsa Indonesia yaitu Bhineka Tunggal Ika yang mengandung makna berbeda-beda namun tetap satu jua. Begitu juga yang ada di propinsi Lampung, adat istiadat pun banyak ragamnya contoh kecilnya adat merwatin Suku Lampung Pepadun yang ada di Kecamatan Negara batin yaitu di Kampung Srimenanti. Merwati merupakan suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh punyimbang adat (perwatin) dalam bermusyawarah adat baik dalam hal perkawinan, pengangkatan anak maupun khitanan.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah Proses pelaksanaan adat merwatin pada masyarakat adat Lampung pepadun di Kampung Srimenanti kabupaten Waykanan. Adapun tujuan dari Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui Bagaimana Proses Pelaksanaan Adat Merwatin Pada Masyarakat Lampung Pepadun di Kampung Srimenanti Kabupaten Waykanan.

Penelitian ini menggunakan teknik penggumpulan data Teknik Pengumpulan Data yaitu Teknik Observasi, Teknik Dokumentasi, Teknik Wawancara, Metode Angket. Pada penelitian ini penulis menggunakan teknik analisis data Kualitatif yang dapat memberikan penjelasan yang nyata dalam kehidupan kita sesuai dengan hal yang akan di teliti.

Hasil penelitian ini adalah proses kegiatan merwatin terdiri dari Pesiapan Merwatin yaitu terlebih dahulu memberitahu seluruh keluarga dan kerabat jauh dekat. Pelaksanaan Merwatin yaitu mengundang seluruh penyimbang adat dikediaman yang memiliki kerjaan untuk menyampaikan bahwa tuan rumah ada hajad dan menyerahkan kepada perwatin yang hadir untuk membina dan menyelesaikan seluruh masalah yang berhubungan dengan adat. Penutup kegiatan merwatin adalah mengambil keputusan untuk menetapkan seluruh biaya, kemudian pihak tuan rumah menyampaikan kepada keluarga keluarga besar.


(3)

(4)

(5)

(6)

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN ABSRAK

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah... 1

1.2.Identifikasi Masalah... 5

1.3.Pembatasan Masalah... 6

1.4.Perumusan Masalah... 6

1.5.Tujuan Penelitian... 6

1.6.Kegunaan Penelitian... 6

1.7.Ruang Lingkup Penelitian...7

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Konsep penyimbang Adat... 9

2.2. Konsep Sistem kekerabatan... 10

2.3 Pengertian Masyarakat Lampung Pepadun………...…... 12

2.4. Konsep Sistem Nilai Budaya……... 18

2.5. Konsep Perubahan Masyarakat Dan Kebudayaan... 21

2.6.Adat Perkawinan Merwatin... 23

2.7.Tata Cara Pelaksanaan Adat Perkawinan Merwatin... 25

2.8.Penyimbang Suku……….………...……….26

2.9.Susunan adok Atau Gelar…….………...…….26

2.10.Kerangka pikir………...…….27

2.11.Paradigma………...………28

III. METODE PENELITIAN 3.1. Metode Yang Digunakan... 29

3.2. Lokasi Penelitian…... 32

3.3. Variabel Penelitian, Definisi Oprasional Variabel dan Informan... 33

3.4. Teknik Pegumpulan data... 35

3.5.Teknik analisis Data………..………...…39

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum hasil Penelitian... 43

4.1.1.Sejarah Singkat kampung Srimenanti... 45

4.1.2.Struktur Organisasi Pemerintahan Kampung Srimenanti…….……... 46

4.1.3.Luas dan Batas Wilayah....………... 47


(7)

4.1.5. Komposisi Penduduk Kampung Srimenanti Menurut Etnis…………... 48

4.1.6. Komposisi Pendidikan Masyarakat Kampung Srimenanti………...49

4.1.7.Komposisi Penduduk Kampung Srimenanti Menurut Mata pencaharian………49

4.1.8. Komposisi Penduduk Kampung Srimenanti Menurut Agama………...50

4.2.Proses Persiapan Merwatin... 51

4.2.1.Ngejuk Pandai Ridik Sekelik (Keluarga)... 51

4.2.2.Pepung Keluarga………... 53

4.3.Proses Pelaksanaan Merwatin……… 55

4.3.1.Persiapan Merwatin………... 55

4.3.2.Pelaksaan Merwatin…..………... 57

4.3.3.Kegiatan Acara Merwatin………..………62

4.4.Penutup Acara Merwatin………..…………68

B. PEMBAHASAN 4.5. Proses Persiapan Merwatin... 71

4.5.1. Ngejuk Pandai Ridik Sekelik (Keluarga)... 71

4.5.2.Pepung Keluarga……….………71

4.6.Proses Plaksanaan Merwatin………….………... 73

4.6.1.Persiapan merwatin………. 73

4.6.2. Kegiatan Acara Merwatin ………... 74

4.7.Penutup Acara Merwatin………... 77

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan... 78

5.2. Saran... 79 DAFTAR PUSTAKA


(8)

Tabel Halaman

1. Ketua Adat/Perwatin Datang Untuk Melaksanakan Merwatin... 89

2. Perwatin/Penyimbang Adat Dalam Acara Merwatin... 90

3. Ketua Adat/Perwatin Mendapat Penghormatan Dari Pengantin... 91

4. Perwatin/Penyimbang Adat Dalam Acara Merwatin Sedang Mengikuti Penjelasan Ketua Adat ... 92

5. Perwatin Mengikuti Kegiatan Merwatin... 93

6. Perwatin Perempuan (Tulak Hanau) Dalam Acara Merwatin... 94


(9)

I. PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Indonesia memiliki keanekaragaman kebudayaan suku bangsa yang merupakan aset dari kebudayaan nasional adalah bersumber dari puncak-puncak terindah, terhalus, terbaik dari kebudayaan daerah. Begitu pentingnya kebudayaan sehingga pemerintah memandang perlu untuk melastarikannya.

Didalam Undang – Undang Dasar 1945 pasal 32 yang menyatakan bahwa :

Pemerintah memajukan kebudayaan Nasional. Kemudian dalam penjelasannya ditegaskan bahwa :

Kebudayaan bangsa Indonesia adalah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budinya rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan Lama dan asli yang terdapat sebagai puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju kearah kemajuan adat dan persatuan, dengan tidak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat dikembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri. Serta mempertinggi derajat kemanusian bangsa Indonesia ( UUD 1945: 1 : 2011 ).

Dengan demikian jelaslah bahwa pemerintah ikut memajukan, melastarikan dan mengembangkan atau memperkaya kebudayaan nasional Indonesia yang dijiwai Pancasila sebagai kebudayaan bangsa. Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola perilaku yang normatif, yaitu mencakup segala cara-cara atau pola pikir, merasakan dan bertindak. Dengan kata lain “ Kebudayaan

adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan serta kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota dari masyarakat “Soerjono Soekanto,


(10)

Keanekaragaman kebudayaan ini dapat dilihat dari adanya perbedaan suku bangsa, bahasa, makanan, mata pencaharian, agama,kesenian daerah, adat istiadat, dan lain-lain.Menurut Koentjaraningrat (1985:89) bahwa keanekaragaman kebudayaan tidak saja menyebabkan perbedaan dalam gaya dan pola hidup, tetapi juga menyebabkan perbedaan-perbedaan terhadap nilai-nilai, pengertian atau makna tentang peralihan tingkat. Peralihan tingkat yaitu peralihan di mana perkembangan anak dari masa balita, remaja, dewasa dan masa tua.

Sepanjang hidup yang dalam ilmu antropologi disebut stage a long the life cycle seperti masa bayi, masa penyapihan, masa remaja, masa pubertet, masa sesudah nikah, masa tua dan sebagainya. Jadi masa penyapihan itu adalah masa di mana si anak diajarkan tidak lagi menyusu ASI ibunya.

Berdasarkan pengertian di atas maka keanekaragaman budaya tidak melihat pola dan gaya hidupnya saja tetapi dapat dilihat dari perbedaan-perbedaan terhadap nilai-nilai atau peralihan tingkat yaitu peralihan di mana perkembangan anak dari masa balita, remaja, dewasa dan masa tua.

Manusia adalah mahluk sosial yang berarti bahwa manusia saling membutuhkan satu sama lainnya, begitu juga pada setiap manusia yang berlainan jenis kelamin saling membutuhkan untuk dijadikan teman hidupnya, dengan diwujudkan dalam satu ikatan perkawinan. Perkawinan dalam arti ini membentuk rumah tangga dalam masyarakat masing-masing suku bangsa berarti juga membentuk perbedaan dan persamaannya antara adat yang satu dengan adat yang lainnya.

Kebudayaan daerah Indonesia yang beranekaragam menjadi suatu kebanggaan sekaligus tantangan untuk mempertahankan serta mewariskan kepada generasi selanjutnya.Salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki beragam suku bangsa


(11)

3

dengan berbagai jenis adat istiadat dan kebudayaan adalah provinsi Lampung yang beribukota di Bandar Lampung. Ada banyak suku yang berdiam di daerah Lampung antara lain Suku Lampung beradat Pepadun dan Saibatin, Jawa, Sunda, Palembang, Padang, Bengkulu, Jambi, Aceh dan lain-lain.

Keanekaragaman kebudayaan ini, bagi bangsa Indonesia bukanlah menjadi penghalang untuk bersatu.Sesuai dengan semboyan yang dimiliki bangsa Indonesia yaitu Bhineka Tunggal Ika yang mengandung makna berbeda-beda namun tetap satu jua.Setiap suku bangsa dengan berbagai latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda tersebut mampu hidup berdampingan serta tumbuh dan berkembang dalam melangsungkan kehidupan.

Indonesia terkenal kaya akan budaya dan kekayaan alamnya begitu juga yang ada di propinsi lampung, adat istiadat pun banyak ragamnya contoh kecilnya hukum adat perkawinan Suku lampung Lampung Pepadun yang ada di Kecamatan Negara batin yaitu di Kampung Srimenanti. Di mana masyarakat asli orang Lampung yang menikahi wanita yang bukan Suku lampung atau Suku lain. Maka di anjurkan melakukan acara adat perkawinan merwatin, perkawinan merwatin yaitu perkawinan antara dua, antara seorang laki-laki dan seorang perempuan, untuk membentuk rumah tangga yang disyahkan berdasarkan ketentuan Agama, Negara, dan adat istiadat.Sedangkan merwatin itu salah satu rangkaian upacara adat lampung pepadun untuk memasukkan isteri ke dalam adat lampung atau cakak pepadun sekaligus menerangkan asal usul isteri maupun tempat tinggalnya. Begitu juga apabila masyarakat lampung yang menikah dengan orang lampung namun berbeda daerah atau marga adatnya maka dianjurkan pula melaksanakan


(12)

acara adat merwatin,dimaksudkan guna untuk menerangkan kepada masyarakat bahwa wanita yang di nikahi bukan Suku Lampung maupun bukan satu marga.

Apabila telah dilaksanakan acara adat perkawinan merwatin maka wanita tersebut mendapatkan pengakuan dari masyarakat Lampung Adat Pepadun yang ada di Kampung Srimenanti Kecamatan Negara Batin Kabupaten Waykanan sebagai Warga Lampung Adat Pepadun Kampung Srimenanti.

Jika adat perkawinan merwatin tidak dilaksanakan maka wanita tersebut tidak mendapat pengakuan sebagai masyarakat lampung Adat Pepadun Kampung Srimenanti, tidak mendapatkan gelar sebagaimana mestinya yang berlaku bagi masyarakat LampungPepadun Waykanan, Gelar itu diberikan pada waktu sebelum akad nikah yang dimusyawarahkan oleh para penyimbang adat. Sehingga pada saat Resepsi pernikahan kedua mempelai tidak diperkenankan memakai pakaian adat, jika mempelai tidak melaksanakan cakak pepadun atau merwatin. Ketika mempelai tetap menggunakan pakaian adat maka mempelai tersebut dikenakan sanksiatau denda sesuai dengan ketentuan adat yang berlaku di Kampung Srimenanti. .

Perkawinan merwatin juga memerlukan proses administrasi di mana hasil dari administrasi tersebut masuk ke kas adat, dan tidak ketinggalan ada juga syarat-syarat yang terdiri dari Tati-Titi Gumanti. Tata-Titi Gumanti adalah kelengkapan yang harus dipenuhi oleh mempelai yang akan melaksanakan pernikahan. Sehingga perlu kehadiran para penyimbang adat atau penyimbang marga untuk bermusyawarah, menghadirkan masyarakat sekitar seperti saudara, tetangga yang mencakup satu lingkungan perkawinan. Semuanya itu memerlukan biaya untuk


(13)

5

kelengkapan jamuan hidangan makanan ringan berupa kue-kue sampai makan berat berupa nasi, lauk pauknya dan pada umumnya dianjurkan memotong hewan berkaki empat seperti kerbau atauSapi, dan paling minimal kalau tidak mampu membeli kerbau atau sapi maka boleh memotong hewan yang akan dikurbankan sebagai pengganti kerbau atau sapi yaitu kambing.

Teriring dengan itu banyak hal yang membuat masyarakat tidak melaksanakan perkawinan merwatin yaitu memerlukan waktu dan tenaga, minimnya pemahaman masyarakat terhadap perkawinan merwatin, kurangnya tingkat kepedulian masyarakat lampung terhadap adat perkawinan merwatin dan terkadang timbul anggapan bahwasanya perkawinan adat merwatin atau cakak pepadun itu tidaklah terlalu penting.Di samping itu juga yang paling utama adalah faktor biayanya yang cukup tinggi. Maka dari itu berdasarkan latar belakang masalah inilah penulis tertarik dan merasa penting untuk lebih mengetahui “ Adat

Merwatin Pada Masyarakat Lampung Pepadun Di Kampung Srimenanti Kabupaten Waykanan “

1.2.Identifkasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut :

1. Persepsi Masyarakat Lampung Pepadun di Kampung Srimenanti Kabupaten Waykanan terhadap Adat Perkawinan Merwatin.

2. Proses pelaksanaan adat merwatin pada masyarakat Lampung Pepadun di Kampung Srimenanti Kabupaten Waykanan.

3. Tujuan pelaksanaan adat merwatin pada masyarakat Lampung Pepadun di Kampung Srimenanti Kabupaten Waykanan


(14)

1.3.Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah maka penelitian ini dibatasi pada “ Proses pelaksanaan adat merwatin pada masyarakat adat

Lampung pepadun di Kampung Srimenanti kabupaten Waykanan“

1.4.Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah.Maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah Proses pelaksanaan adat merwatin pada masyarakat adat Lampung pepadun di Kampung Srimenanti kabupaten Waykanan.

1.5.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari Penelitian ini dilakukan untuk ;

1. Untuk mengetahui dan menganalisis persepsi masyarakat Lampung Pepadun di Kampung Srimenanti Kabupaten Waykanan terhadap Adat Perkawinan Merwatin.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis proses pelaksanaan merwatin Masyarakat Lampung Pepadun di Kampung Srimenanti Kabupaten Waykanan Terhadap Adat Perkawinan Merwatin.

1.6.Kegunaan Penelitian

1. Sebagai salah satu pengetahuan bagi penulis untuk dapat mengetahui dan memahami mengenai pentingnya melaksanakan acara adat perkawinan merwatin di Kampung Srimenanti Kabupaten Waykanan.


(15)

7

2. Sebagai informasi kepada generasi muda untuk lebih mengetahui salah satu adat perkawinan Lampung Pepadun yang ada di Kampung Srimenanti Kabupaten Waykanan.

1.7.Ruang Lingkup Penelitian 1.7.1. Ruang Lingkup Ilmu

Penelitian ini termasuk dalam ruang Lingkup ilmu Pendidikan, khususnya Pendidikan Sejarah, karena penelitian ini berguna dalam mengkaji tentang kebudayaan daerah yang berkaitan dengan penyelenggaraan kebudayaan nasional.

1.7.2. Ruang Lingkup Subjek Penelitian

Ruang Lingkup subjek penelitian ini adalah masyarakat Lampung Adat Pepadun di Kampung Srimenanti Kecamatan Negara Batin Kabupaten Waykanan.

1.7.3. Ruang Lingkup Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah “Bagaimanakah Proses pelaksaan adat merwatin

Masyarakat Lampung Adat Pepadun terhadap Adat Perkawinan Merwatin di Kampung Srimenanti Kecamatan Negara Batin Kabupaten Waykanan”

1.7.4. Ruang Lingkup Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kampung Srimenanti Kecamatan Negara Batin Kabupaten Waykanan.


(16)

1.7.5. Ruang Lingkup Waktu Penelitian

Waktu penelitian dalam penelitian ini adalah setelah dikeluarkannya surat izin penelitian pendahuluan oleh Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung sampai dengan selesai.


(17)

II. TINJUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Penyimbang Adat.

Secara Etimologis kata Punyimbang berasal dari kata Pun dan Nyimbang, Pun berarti yang dihormati dan dituakan, sedangkan Nyimbang berarti mengimbang dan mewarisi. Jadi penyimbang berarti seseorang yang dihormati karena keturunan ( Junaiyah Hm, dkk, 1990 : 7 -15).

Punyimbang adalah pemimpin adat yang diperoleh secara turun temurun, Punyimbang seperti ini dianut oleh Ulun Lampung Saibatin, sedangkan Kepunyimbangan dalam arti kedudukan seseorang sebagai pemuka adat di samping urutan kedudukannya sebagai anak laki-laki tertua menurut garis hierarki keturunan Masing-Masing (Ali Imron, 2005 :100).

Punyimbang artinya orang yang dituakan dalam keluarga, kerabat atau kebuayan, dengan adanya Kepunyimbangan ini maka keluarga Lampung mempunyai pemimpin berdasarkan keturunan laki-laki atau patrilineal (Hilman Hadikusuma, 1989 : 17).

Menurut Rizani Puspawidjaja (2003 : 5) dalam Materi Pelatihan Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan Kampung Tua (PPEK-KT), pola kepemimpinan masyarakat adat Lampung Pepadun pada hakekatnya terpola dengan struktur pemimpin tetap dipegang anak laki-laki tertua, dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain.Penyimbang adalah“Seorang laki-laki“


(18)

Dengan demikian maka Penyimbang adalah pemimpin adat yang diperoleh setelah yang bersangkutan dapat menyelesaikan segala sesuatu yang berhubungan dengan masalah adat. Sehingga yang bersangkutan mempunyai kedudukan sebagai pemuka adat dan pada hakekatnya terpola dengan struktur tetap dipegang anak laki-laki tertua.

2.2.Konsep Sistem Kekerabatan

Sistem kekerabatan adalah hubungan berdasarkan pada model hubungan yang dipandang antara seorang ayah dengan anak serta seorang ibu dengan anak (Ali Imron, 2005 : 27). Hubungan kekerabatan masyarakat Lampung terdiri dari tiga kelompok kerabat menyanak, yaitu kelompok wari (saudara), adik wari (saudara adik beradik), dan apak kemaman (paman saudara-saudara bapak), yang sepertalian darah, kelompoklebu kelama (kerabat ibu sendiri dan kerabat ibu dari bapak), dan kelompok menulung kenubi (kerabat kemenakan dari saudara wanita sendiri atau dari bapak serta kerabat bersaudara ibu) (Hilman Hadikusuma 1989 : 141).

Bagan 1. Kelompok Kerabat Menyanak, yaitu kelompok wari (saudara), adik wari (saudara adik beradik), dan apak kemaman (paman saudara-saudara bapak).

1 2 3 4

5 6 7 8 9 10 11 12 13 14


(19)

11

Keterangan:

1.Bakas / Datuk (Kakek) 9.Apak Kemaman(Paman) 2.Nyanyik(Nenek) 10.Apak Kemaman(Paman) 3.Bakas / Datuk (Kakek) 11.Apak Kemaman(Paman) 4.Nyanyik(Nenek) 12. Mak / Ibu

5.Apak Kemaman(Paman) 13.Apak Kemaman(Paman) 6.Apak Kemaman(Paman) 14.Keminan(Bibi)

7.Keminan(Bibi) 15. Ego

8. Ayah / Bapak 16.Adik Wari(Adik)

Bagan 2. Kelompok Lebu Kelama (kerabat ibu sendiri dan kerabat ibu dari bapak)

Ego

Kelama Lebu

Bagan 3. KelompokMenulung Kenubi

Hubungan kekerabatan yang positif ini terlihat pada pelaksanaan upacara adat yang dilakukan dengan carabersakai sembayan antara keluarga yang satu dengan keluarga yang lainnya dalam menghadapi masalah bersama baik dalam adat dan kehidupan lainnya.


(20)

Masyarakat di Kampung Srimenanti KecamatanNegara Batin Kabupaten Waykanan menganut prinsip sistem kekerabatan yang ditarik berdasarkan atas garis keturunan ayah atau patrilineal. Dengan struktur kekerabatan seperti ini sangat berpengaruh juga kepada sistem pewarisan harta, pusaka maupun gelar adat dimana penerus dan pengalihan hak penguasa atas harta dan tanggung jawab diberikan kepada anak laki-laki tertua.

2.3.Pengertian Masyarakat Lampung Pepadun

Masyarakat adalah sejumlah manusia yang merupakan satu kesatuan golongan yang berhubungan tetap dan mempunyai kepentingan yang sama seperti: Sekolah, keluarga, perkumpulan Negara semua adalah masyarakat.

Dalam ilmu sosiologi kita mengenal ada dua macam masyarakat, yaitu masyarakat paguyuban dan masyarakat petambayan.

Masyarakat paguyuban terdapat hubungan pribadi antara anggota-anggota yang menimbulkan suatu ikatan batin antara mereka.Kalau pada masyarakat patambayan terdapat hubungan pamrih antara anggota-angotanya.

Masyarakat adalah satu sistem dari suatu kebiasaan dan tata cara dari wewenang dan kejasama antara berbagai kelompok dan penggolongan dari pengawasan tingkah laku serta kebebasan-kebebasan manusia (Soerjono Soekanto,1990:24). Sedangkan menurut Selo Soemarjan (1982:24) masyarakat adalah yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan. Menurut Auguste Comtee dalam buku sosiologi sekematika, teori dan terapan yang diterjemahkan oleh abdul sani mengemukaakan bahwa masyarakat merupakan kelompok-kelompok mahluk hidup dengan realitas-realitas baru yang berkembang menurut hukum-hukumnya


(21)

13

sendiri dan berkembang menurut pola perkembangan sendiri (Abdul Sani,2002:32).

Unsur-unsur suatu masyarakat:

a. Harus ada perkumpulan manusia dan harus banyak

b. Telah bertempat tinggal dalam waktu lama disuatu daerah tertentu. c. Adanya aturan atau undang-undang yang mengatur masyarakat

untukmenuju kepada kepentingan dan tujuan bersama.

Berdasarkan beberapa pengertian masyarakat diatas bisa diambil kesimpulan bahwa masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling berinteraksi serta memiliki suatu ikatan yang kuat karena memiliki latar belakang yang sama, mempunyai ikatan batin yang sama antara mereka serta tata cara dari wewenang dan kejasama antara berbagai kelompok kemudian mempunyai hubungan timbal balik antar mereka.

Salah satu masyarakat yang ada di indonesia adalah masyarakat Lampung, masyarakat Lampung dibagi menjadi dua yaitu: Masyarkat Lampung Pepadun dan Masyarakat Lampung Saibatin, masyarakat Lampung Pepadun Waykanan, Pubian dan Saibatin menggunakan bahasa dialek (A) sedangkan masyarakat Lampung Pepadun Abung Siwo Miego dan Mego Pak Tulang Bawang menggunakan bahasa dialek (O), masyarakat Lampung Abung Siwo Miego dan Miego Pak Tulang Bawang dan masyarakat Lampung pepadun waykanantermasuk masyarakat Lampung Pepadun dan di dalam adat perkawinan adat terdapat kesamaan dan perbedaan yang tidak terlalu jauh.


(22)

Di dalam masyarakat Lampung Pepadun Waykanan dikenal dengan adat perkawinan merwatin di mana masyarakat Lampung Pepadun Waykanan di Kampung Srimenanti Kecamatan Negara Batin khususnya pria yang akan menikah dengan wanita di luar marga adat pepadun dianjurkan melaksanakan perkawinan adatmerwatinataucakak pepadun.

Semuanya atas permintaan pemuka adat atau ketua adat, agar dalam pengambilan gelar atau Adek untuk panggilan keluarga dapat diakui oleh pemuka adat atau dianggap syah oleh pemuka adat, serta istri yang dinikahi dianggap sebagai warga Srimenanti. Jika adat perkawinan merwatin tidak dilaksanakan maka tidak memperoleh Adek atau gelar dan istrinya tidak memperoleh pengakuan sebagai warga Lampung Srimenanti dan kegunaan acara adat perkawinan merwatin untuk memasukkan istrinya ke adat sekaligus menerangkan kepada masyarakat bahwa istri yang dinikahi berada diluar kecamatan atau diluar marga adat pepadun Srimenati. Maka dari itu perlu diadakan acara adat perkawinan untuk mengesahkan adek atau gelar, agar memperoleh pengakuan yang sah sebagai warga lampung Srimenanti kecamatan Negara Batin.

2.4.Konsep Kebudayaann.

Kata kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu Budhayah yang merupakan bentuk jamak dari kata budhi , yang berarti budi atau akal. Sehingga kebudayaan dapat diartikan sebagai hal yang bersangkutan dengan budi atau akal ( Soejono Soekanto, 1996 : 154).

Sedangkan kebudayaan menurut Koentjaraningrat adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 1996 : 154 ).


(23)

15

Menurut E.B. Taylor, kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum dan istiadat dan lain- lain kemampuan serta kebiasaan- kebiasaan yang didapat manusia sebagai anggota masyarakat ( Soerjono Soekanto, 1986 : 154 ).

Dari pendapat-pendapat diatas, maka kebudayaan dapat diartikan sebagai keseluruhan dari hasil kreasi cipta,rasa dan karsa manusia yang diperoleh dengan cara belajar.

Jika dilihat lebih jauh lagi mengenai pengertian kebudayaan,dapat di tinjau dari penjelasan Selo Seemardjan dan Soeleman Soemardi sebagai berikut:

Karsa akan menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan yang diperlukan oleh masyarakat untuk menguasai alam. Sedang rasa yang meliputi jiwa manuasia mewujudkan segala norma – norma dan nilai kemasyarakatan yang perlu untuk mengatur masalah–masalah kemasyarakatan dalam arti yang luas.

Selanjutnya cipta merupakan mental, kemampuan berfikir dari orang–orang yang hidup bermasyarakat (Selo Soemardjan dan Soeleman Soemardi, 1974 ; 113). Kebudayaan seperti yang telah dijelaskan, melekat pada segenap masyarakat, walaupun terdapat perbedaan, hanya menyangkut tingkat kesempurnaan dari kebudayaan yang mereka miliki atau tingkat keberadabannya.

Peradaban menurut S. Menno dan Mustamin Alwi adalah sebagai berikut:

Peradaban merupakan tingkat kemampuan seseorang atau masyarakat untuk menciptakan atau merumuskan ketentuan ketentuan bagi pengaturan tata kehidupannya dalam hubungnnya dengan lingkungan sosial maupun dengan lingkugan alam, serta kemampuan seseorang atau masyarakat itu untuk mematuhi dan mentaati ketentuan–ketentuan itu (S. Menno dan Mustamin Alwi, 1992;43).


(24)

Dari konsep peradaban diatas, maka dapat dikatakan bahwa semakin

mampu seseorang atau suatu masyarakat membuat ketentuan ketentuan dan aturan yang membatasi, menata dan mengatur tata hubungan diantara mereka, semakin tinggi peradaban yang mereka miliki.

Menurut Budi Radjab, peradaban manusia didunia ini mengalami tiga gelombang perubahan sebagai berikut:

Gelombang pertama (1) terjadi sekitar sepuluh ribu tahun yang lalu, yaitu dimana masyarakat menemukan sistem pertanian. Gelombang ke- dua (2) diawali dengan meletusnya Revolusi Industri.Sedang gelombang ke- tiga (3) tengah berlangsung hingga saat ini.Pada pertama, teknologi yang dipergunakan masih sangat sederhana (manual). Dalam gelombang pertama ini sistem sosial ekonomi masyarakat masih bersifat komunitas pertanian subsisten dan lokal. Pada gelombang kedua yang ditandai dengan Revolusi Industri, telah dapat mengubah secara mendasar kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Hal ini terutama ditandai dengan diketemukannya teknologi mekanik yang mampu dipergunakan dalam proses produksi secara massal. Pada gelombangan ketiga, terlebih dengan diketemukannya teknologi informatika, masyarakat tidak mampu lagi mengisolasikan diri nya dari dunia luar (Budi Radjab, 1992).

Kebudayaan merupakan suatu keseluruhan dari hasil cipta,Rasa dan karsa manuasia.Konsep yang demikian ini terasa sangat luas, sehingga untuk mempermudah didalam pengkajian dapat dipecah-pecah dalam beberapa unsur. Menurut Koentjaraningrat, unsur-unsur kebudayaan yang universal yang juga merupakan isi dari kebudayaan yang ada pada segenap masyarakat di dunia terdiri dari:


(25)

17

1. Sistem religi dan upacara keagamaan. 2. Sistem dan organisasi kemasyarakatan. 3. Sistem pengetahuan.

4. Bahasa. 5. Kesenian.

6. Sistem mata pencaharian hidup. 7. Sistem teknologi dan peralatan.

Ke-tujuh unsur universal tersebut masing-masing dapat dipecah lagi kedalam sub-unsur.Demikian ke-tujuh unsur kebudayaan universal tadi memang mencakup kebudayaan makhluk manusia dimanapun juga di dunia, dan menunjukkan lingkup dari kebudayaan serta isi dari konsepnya (Koentjaraningrat, 1984; 2). Dari unsur-unsur kebudayaan yang universal yang telah disebutkan, jelaslah bahwa kebudayaan itu mempunyai wujud.Mengenai wujud kebudayaan Koentjaraningrat berpendapat sebagai berikut:

Bahwa kebudayaan itu mempunyai paling sedikit tiga wujud, ialah:

1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari idee-idee, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya.

2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat.

3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia (Koentjaraningrat, 1984; 5).

Ketiga wujud kebudayaan di atas dalam kehidupan masyarakat tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan lainnya.

Sebagai ilustrasi tentang hubungan antara ketiga wujud kebudayaan dapat dilihat pada contoh berikut. Dalam suatu musyawarah desa, salah seorang anggota masyarakat mempunyai idee atau gagasan bahwa untuk menghadapi musim paceklik yang akan datang, agartidak terjadi kekurangan persediaan bahan


(26)

makanan, sebaiknya dibuat lumbung padi. Ternyata usul ini diterima oleh anggota masyarakat yang lain.

Dari ilustrasi di atas, jelasnya bahwa benda hasil karya manusia itu akan terwujud apabila didahului oleh adanya suatu idée atau gagasan yang

Kemudian dilanjutkan dengan aktivitas.Dengan demikian kebudayaan itu mempunyai daya guna (utility) yang sangat besar bagi kehidupan manusia, baik dalam pemenuhan secara ekonomi maupun sosial kemasyarakatan.

2.4.Konsep Sistem Nilai Budaya

Sistem nilai budaya merupakan tingkat paling abstrak dari adat.Sistem nilai budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran warga masyarakat mengenai hal-hal yang mereka anggap bernilai dalam hidup (Koentjaraningrat, 1984; 25).

Dari konsep sistem nilai budaya dalam semua kebudayaan di dunia itu sebenarnya mengenai masalah pokok dalam kehidupan manusia, yaitu:

1. Masalah mengenai hakikat dari hidup manusia (MK). 2. Masalah mengenai hakikat dari karya manusia (MK).

3. Masalah mengenai hakikat kedudukan dalam ruang dan waktu (MW). 4. Masalah mengenai hakikat dari hubungan manusia dengan alam

sekitarnya (MA).

5. Masalah mengenai hakikat dari hubungan manusia dengan sesamanya (Koentjaraningrat, 1984; 28)

Didalam membahas tentang sistem nilai budaya, tidak dapat dipisahkan dari istilah sikap mental dan mentalitas (orientasi sistem nilai budaya).


(27)

19

Sikap mental merupakan suatu keadaan mental seseorang untuk mengadakan respon terhadap lingkungan sekelilingnya.Sedangkan mentalitas merupakan keseluruhan dari isi serta kemampuan alam pikiran serta jiwa manusia dalam hal menanggapi lingkungannya (Koentjaraningrat, 1984; 28).

Dalam hubungannya dengan sistem nilai budaya secara umum perubahan-perubahan yang terjadi pada suatu masyarakat adalah sebagai akibat adanya kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat.Sehingga untuk dapat mengikuti perubahan yang terjadi diperlukan adanya suatu orientasi sistem nilai budaya yang dimiliki oleh masyarakat yang bersangkutan.Begitu juga yang berlaku bagi masyarakat petani dalam mengikuti perubahan yang terjadi, karena umumnya masyarakat petani itu memiliki mentalitas yang khas, yaitu mentalitas petani yang berbeda dengan masyarakat industri.

Menurut Koentjaraningrat, untuk mengubah beberapa nilai budaya masyarakat agrarais tradisional ke masyarakat agraris industri diperlukan adanya orientasi sistem nilai budaya (mentalitas) sebagai berikut:

1. Berpandangan positif terhadap makna hidup dan bersifat gigih dalam mencapai tujuan. Serta berani mengambil resiko dengan memilih jalan alternatif.

2. Berapandangan positif terhadap makna karya-karyanya, dalam arti mereka menikmati pekerjaan berkarya itu sendiri dan tidak hanya bekerja untuk makan, bekerja untuk memperoleh hadiah atau bekerja untuk memperoleh kedudukan.

3. Berorientasi ke masa depan, sehingga mereka dapat memperhatikan dengan secermat-cermatnya bencana yang mungkin dapat terjadi di masa


(28)

yang akan datang. Dana karena itu bersifat hemat, membiasakan diri untuk menyisihkan sebagian penghasilan untuk menghadapi kemungkinan bencana tersebut.

4. Mementingkan hubungan yang selaras dengan alam, yang sebenarnya juga ada dalam mentalitas agraris tradisional, bedanya jiwa manusia dalam masyarakat agraris industry yang berlandaskan pada sains dan teknologi lebih bersifat eksploratif dan ingin menyelami rahasia-rahasia alam.

5. Dalam hubungannya dengan sesamanya menilai tinggi kemandiran, keberanian dan bertanggung jawab sendiri. Dan tidak bertindak berdasarkan restu atau instruksi dari senior atau pemimpin, member penilaian positif atas karya orang lain yang bermutu tinggi tanpa iri hati. Serta mudah bekerjasama dengan orang lain, bersifat toleran terhadap orang lain, dan memiliki tenggang rasa (Koentjaraningrat, 1993).

2.5.Konsep Perubahan Masyarakat dan Kebudayaan

Setiap masyarakat selama hidupnya pasti mengalami perubahan. Perubahan-perubahan ini dapat mengenai nilai-nilai sosial, norma sosial, pola-pola prilaku, lapisan masyarakat, interaksi sosial dan sebagainya (Seorjono Seokanto, 1986; 234).

Dengan luasnya bidang-bidang yang mengalami perubahan, maka jika akan membuat uraian perubahan yang terjadi pada masyarakat, perlu adanya penegasan tentang apa saja yang akan menjadi objek (Selo Soemardjan dan Soeleman Soemardi, 1974; 487).


(29)

✁1

Menutur Phil Astrid S. Susanto, penyebab terjadinya perubahan masyarakat dan kebudayaan yaitu antara lain ilmu pengetahuan, kemajuan teknologi, komunikasi dan transportasi, urbanisasi dan adanya tuntutan manusia sendiri (Phil Astrid S. Susanto, 1983; 157).

Sedang Selo Soemardjan dan Soeleman Soemardi tentang penyebab terjadinya perubahan masyarakat dan kebudayaan berpendapat sebagai berikut:

penyebab terjadinya perubahan masyarakat dan kebudayaan mencakup dua faktor yaitu faktor ekstern dan intern. Faktor ekstern merupakan faktor yang datang dari masyarakat lain, sedang faktor intern meliputi bertambah dan berkurangnya penduduk, penemuan-penemuan baru, pertentangan antara golongan, dan pemberontakan di dalam masyarakat itu sendiri (Selo Soemardjan dan Soeleman Soemardi, 1974; 489).

Perubahan yang terjadi pada suatu masyarakat dapat berakibat positif dan negatif.Perubahan dalam arti positif, jika perubahan tersebut dapat bermanfaat bagi kelangsungan hidup manusia itu sendiri. Sedang perubahan dalam arti negatif, jika perubahan yang terjadi akan membawa bencana bagi kelangsungan hidup manusia.Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa perubahan dalam arti yang positif merupakan suatu upaya pembangunan (modernitas).

Modernitas menurut Jujun S. Suriasumantri adalah sebagai berikut:

Modernitas adalah suatu konsepsi kebudayaan yang tumbuh dalam peradaban manusia sebagai akibat dari kemajuan umat manusia. Sedang modernisasi adalah suatu proses pembaharuan masyarakat tradisional (konvensional) menuju suatu masyarakat yang maju dengan mengacu pada nilai-nilai kemasyarakatan (Jujun S. Suriasumantri, 1985; 49).


(30)

transformasi, suatu perubahan masyarakat dalam segala aspek-aspeknya (J. W. Schoorl, 1981; 1)

Dari kedua pengertian di atas, maka modernisasi adalah suatu upaya pembaharuan dalam kehidupan individu atau masyarakat, yang biasanya terjadi sebagai akibat adanya dua faktor penyebab, yaitu:

1. Perubahan persepsi tentang hidup dan kehidupan sebagai akibat meningkatnya kecerdasan individu.

2. Adanya keterkaitan dan ketergantungan (globalisasi) umat manusia secara universal.

2.6. Adat Perkawinan Merwatin

2.6.1. Sejarah Merwatin dan Kegunaan Merwatin

Merwatin muncul berdasarkan musyawarah bersama antara tokoh adat, penyimbang dan masyarakat dalam pembuatan adat merwatin yang mempunyai maksud dan tujuan berdasarkan kesepakatan bersama yaitu, tentang upacara adat yang sifatnya menerangkan kepada masyarakat.

Adat perkawinan merwatin sempat pasang surut menghilang dan muncul lagi di dalam masyarakat lampung gunung batin, seiring dengan perkembangannya hingga saat ini masih ada masyarakat yang tidak melaksanakan adat merwatin. Merwatin banyak kegunaannya yang berlaku untuk adat perkawinan, pengangkatan saudara, dan bagi pemuda yang mengganggu anak gadis orang lain. Itu semua dianjurkan melaksanakan musyawarah adat atau merwatin.


(31)

✄ ☎

a.Adat Perkawinan

Adat perkawinan adalah aturan-aturan hukum adat yang mengatur tentang bentuk-bentuk perkawinan, cara-cara pelamaran, upacara perkawinan dan putusnya perkawinan di indonesia.(Hilman Hadikusuma,1990:97).

Berdasarkan pendapat diatas disimpulkan bahwa adat perkawinan adalah aturan-aturan, atau tata cara pelaksanaan upacara perkawinan yang berlaku di masyarakat setempat. Indonesia terkenal akan pluralis yang kaya akan budaya dan suku yang terdiri dari 33 propinsi. Sehingga aturan-aturan hukum adat perkawinan diberbagai daerah di indonesia berbeda-beda, dikarenakan sifat kemasyarakatan, adat istiadat, agama dan kepercayaan masyarakat yang berbeda-beda.

Contoh kecilnya adat perkawinan merwatin digunakan untuk upacara adat perkawinan yang mana di gunakan untuk masyarakat yang akan menikah dengan suku lain maupun dengan marga yang berbeda. Contoh orang Lampung pepadun menikah dengan orang jawa atau marga Lampung Pepadun Waykanan menikah dengan marga Pepadun Sungkai atau Tulang Bawang.

Marga adalah keluarga besar Kecamatan maupun Kampung, contohnya lampung Pepadun Waykanan sering juga disebutkan dengan Buway Lima Waykanan, yang meliputi wilayah :

• Buway Barasakti, lokasinya di daerah Barasakti / Tiyuh Telu. • Buway Semenguk, lokasinya di daerah Blambangan Umpu • Buway Baradatu, Lokasinya di daerah Baradatu.

• Buway Pemuka, Lokasinya di daerah Pakuanratu dan Negara Batin. • Buway Bahuga, Lokasinya di daerah Mesir Ilir.


(32)

Merwatin merupakan salah kegiatan upacara adat dalam pengangkatan saudara, saudara angkat maksudnya tidak satu rahim atau tidak satu bapak dan tidak satu ibu. Pengangkatan saudara yang dimaksud adalah ibu angkat, bapak angkat, kakak angkat, dan adek angkat.Itu semua harus dilaksanakan upacara adat merwatin yang digunakan untuk menerangkan kepada masyarakat setempat di mana acara merwatin dilaksanakan.

Pengangkatan saudara biasanya dilakukan, untuk dapat tetap mengikat dan

mempertahankan hubungan yang sudah ada, antara keduanya, sehingga tidak terputus, hanya pada satu generasi, tapi tetap terjalin dan harmonis untuk seterusnya” (Hasil wawancara dengan Abdurrahman Sutan Raja, Tgl

22 Juni 2013).

C. Pengangkatan Anak

Dalam hal pengangkatan anak, ada dua (2) macam tentang pengangkatan anak.

1. Pengangkatan anak, karena baik bapak dan ibu yang akan mengangkat anak memang tidak punya keturunan atau punya anak kandung, sehingga anak yang diangkat seolah-olah dalam hal adat sebagai atau seperti anak kandung sendiri.

2. Pengangkatan anak, hal dapat terjadi karena kebaikan antara bapak dan ibu yang mengangkat anak tersebut, dengan anak yang akan diangkat, atau anak yang akan diangkat memang mempunyai hubungan baik, dengan anak-anak bapak atau ibu yang mengangkat anak.


(33)

✞ ✟

Dalam masalah pengangkatan anak, baik mengangkat anak karena tidak punya keturunan, maupun karena kebaikan, biasanya ini dilakukan terlebih dahulu atas persetujuan kedua keluarga, yakni dari keluarga yang akan diangkat anaknya, maupun dari keluarga yang akan mengangkat. Setelah mendapat persetujuan baru kemudian dilaksanakan acara ” Merwatin

gunanya untuk menyelesaikan dan menerangkan masalah adatnya. 2.7.Tata Cara Pelaksanaan Perkawinan Adat Merwatin

Untuk melaksanakan cakak pepadun atau merwatin keluarga mempelai pria mengajukan permohonan kepada pemuka adat untuk melaksanakan acara adat perkawinan merwatin, kemudian ketua adat menerangkan tata-titi gumanti serta berapa macam dan nilainya. Tata-Titi Gumanti adalah syarat-syarat atau kelengkapan yang harus dipenuhi pada saat prosesi cakak pepadun (merwatin). Jika Tata-Titi Gumanti sudah lengkapmempelai pria mengundang sanak saudara tetangga untuk menghadiri acara adat. Setelah itu para penyimbang atau anak tuha dalam keluarga pria maupun keluarga wanita berkumpul bersama ketua adat dalam menentukan adek atau gelar yang mana gelar itu digunakan oleh kedua keluarga mempelai sebagai panggilan keluarga. Kemudian menentukan waktu pelaksanaan adat perkawinan merwatin. Biasanya acara adat merwatin dilaksanakan sebelum acara ijab kabul maka dari itu mempelai pria harus melengkapi syarat-syarat untuk melaksanakan acara perkawinan adat merwatin yang disebut Tata-Titi Gumanti

2.8. Penyimbang Suku

Di kampung Sri Menanti mempunyai ratusan penyimbang yang diwakili oleh Sembilan (9) penyimbang suku yaitu:


(34)

1. Suku Kampung Pandan 2. Suku Anak Tuha 3. Suku Bujung Liba 4. Suku Ruang Tengah 5. Suku Lematang Unggak 6. Suku Lawang Taji 7. Suku Pemuka 8. Suku Lebuh Dalam 9. Suku Handak Hati

Sumber : Ketua Adat Lampung Pepadun Kampung Srimenanti

Sembilan (9) susunan penyimbang suku yang tertera di atas adalah perwakilan dari seluruh penyimbang suku di mana penyimbang suku tersebut yang akan bermusyawarah dengan ketua adat untuk menentukan gelar.

2.9. Susunan Adok atau Gelar 1. Sutan

2. Tuan 3. Sunan 4. Minak 5. Pangeran 6. Raja, Ratu 7. Batin 8. Raden 10.Dalem.

Sumber : Ketua Adat Lampung Pepadun Kampung Srimenanti.

Sepuluh (10) susunan adok atau gelar yang tertera di atas yang nantinya akan diterima oleh kedua mempelai yang telah melaksanakan adat merwatin. gelar ini sesuai dengan jumlah saudaranya contoh mempelai laki-laki mempunyai 4 saudara beliau anak ketiga, anak pertama mendapatkan gelar Sutan, anak kedua mendapatkan gelar Tuan, anak ketiga mendapatkan gelar Sunan dan yang terakhir mendapatkan gelar Minak. Berlangsung terus sampai Dalem dan akhirnya kembali lagi ke gelar yang paling tinggi yaitu Sutan. Jadi dari 10 susunan gelar tersebut adalah panggilan gelar paling depan jadi masih ada nama gelar lagi setelah setan, contoh Sutan Permata Mega, Tuan Permata Bumi, Sunan Paksi


(35)

✡ ☛

Marga, Minak Mena Raja dan seterusnya. Sehingga gelar yang diberikan bukan sembarang gelar,dimana gelar tersebut mempunyai arti, maksud dan karakteristik dari orang yang akan mendapatkan gelar tersebut. Seperti Minak Mena Raja yang artinya Minak artinya baginda, Mena artinya duluan, Raja artinya pemimpin. Jadi baginda yang duluan menjadi raja, raja yang dimaksud biasanya yang duluan menjadi orang sukses.

2.10. Kerangka Pikir

Setelah dilakukan penguraian terhadap beberapa pengertian dan konsep yang akan membatasi penelitian ini, maka kerangka pikir merupakan instrumen yang memberikan penjelasan bagaimana upaya penulis memahami pokok masalah, maka penelitian ini akan membahas tentang persiapan , pelaksanaan serta penutup dari kegiatan merwatin, dimana merwatin itu sendiri adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh penyimpang atau perwatin dalam bermusyawarah adat, baik dalam hal perkawinan, pengangkatan anak maupun khitanan dan lainlain.

Kegiatan merwatin yang dibahas dalam penelitian ini, adalah kegiatan merwatin pada masyarakat Lampung Pepadun di Kampung Srimenanti Kecamatan Negara Batin Kabupaten Waykananterhadap Adat perkawinan Merwatin.


(36)

2.11. Paradigma

Merwatin

Persiapan

Proses

Penutup


(37)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Metode Yang Digunakan

Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif. Metode deskriptif menurut Winarno Surachmad (1984 : 139) adalah” peyelidikan yang mengurutkan, menganalisis dan mengklasifikasikan penyelidikan dengan meode survey, teknik wawancara, angket observasi, analisis kuantitatif, studi kasus, studi kompratif, studi gerak dan waktu, serta studi kooperatif atau operasional.

Menurut Muhammad Ali (1985 : 120), Metode desktiptif adalah” metode yang digunakan untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi pada situasi sekarang, yang dilakukan dengan menempuh langkah-langkah pengumpulan data, klasifikasi data dan analisis pengolahan data, membuat gambaran tentang suatu keadaan secara obyektif dalam suatu deskriptif.

Berdasarkan pendapat Muhammad Ali (1985: 120), maka penggunaan metode deskriptif dengan jenis penelitian ini sudah tepat, karena dalam penelitian ini peneliti berusaha untuk memberikan gambaran atau penjelasan tentang suatu keadaan yang secara faktual yaitu mengenai Bagaimanakah Proses Merwatin pada Masyarakat Lampung Adat Pepadun terhadap Adat perkawinan Merwatin di Kampung Srimenanti Kecamatan Negara Batin Kabupaten Waykanan.


(38)

Metode penelitian sangat dibutuhkan untuk mengukur keberhasilan dalam suatu penelitian. Menurut Maryaeni (2005 : 58), metode adalah cara yang ditempuh peneliti dalam menemukan pemahaman sejalan dengan fokus dan tujuan yang diterapkan.

Sedangkan menurut Winarno Surachmad (1982 : 111), metode adalah cara utama yang dipergunakan untuk mencapai tujuan, misalnya untuk menguji hipotesis dengan mempergunakan teknik dan alat-alat tertentu. Berdasarkan pengertian diatas, maka metode adalah cara untuk mencapai suatu tujuan dari penelitian. Salah satu bentuk penelitian adalah penelitian kebudayaan.Peneliti kebudayaan merupakan suatu kegiatan untuk membentuk dan mengabstrasikan pemahaman secara rasional empiris dari fenomena kebudayaan, terkait dengan konsepsi, nilai, kebiasaan, pola interaksi, aspek kesejarahan, pertunjukan, maupun berbagai bentuk fenomena budaya.Fenomena budaya dapat berbentuk tulisan, rekaman lisan, prilaku, pembicaraan yang membuat konsepsi, pemahaman, pendapat, ungkapan perasaan, angan-angan, gambaran pengalaman kehidupan dan lebih mengarah pada fenomena-fenomena yang terjadi didalam suatu masyarakat (Maryaeni, 2005: 23).

Dilihat dari tujuannya, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui Proses pelakasanaan Merwatin pada masyarakat Adat Lampung Pepadun Waykanan di KampungSrimenanti Kecamatan Negara Batin Kabupaten Waykanan.merupakan penelitian yang bersifat Fungsional Struktural. Fungsionalisme Struktural atau analisa sistem pada prinsipnya berkisar pada beberapa konsep, namun yang paling penting adalah konsep fungsi dan konsep struktur.


(39)

✍1 31

Dalam teori strukturalisme Levi Straus, struktur adalah model – model yang dibuat oleh para ahli untuk memahami atau menjelaskan gejala kebudayaan yang dianalisisnya (Levi Strauss 2005 : 375).

Cakupan strukturalisme yang sangat luas dapat menghasilkan variasi yang sangat besar bagi berbagai produk budaya (Inggrid Steven, 1996: 4).Levi Strauss menempatkan strukturalisme ini bersifat universal, yang dapat digunakan untuk menganalisa berbagai masalah budaya. Lebih lanjut Cantor (1988: 349) mengutip pernyataan Levi Strauss bahwa sifat sistem yang universal atau sistem kode yang berlaku di bahasa, mitos, seni dan berbagai hal yang lain, tidak perduli seberapa kompleksnya, dapat dianalisa menurut cara strukturalis (Inggrid Steven, 1996: 4).

Sedangkan menurut Talcott Persons Fungsional Struktural merupakan suatu sistem sosial masyarakat yang terdiri atas bagian-bagian atau elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan (www.scrind.com/teori-fungsional-struktural.wordpress.com).

Munculnya Fungsionalisme yang membukakan pintu pemahaman baru terhadap gejala sosial budaya merupakan revolusi dalam antropologi, asumsi dasarnya adalah bahwa segala sesuatu memiliki fungsi inilah yang menjelaskan keberadaan sesuatu, termasuk didalamnya sebuah unsur kebudayaan (Heddy Ahimsia Putra, 2008 : 11).

Menurut Kingsley Davis dan Wilbert Moore, dalam masyarakat pasti ada stratifikasi atau kelas, stratifikasi adalah keharusan fungsional, semua masyarakat memerlukan sistem seperti dan keperluan ini sehingga memerlukan


(40)

tidak mengacu pada stratifikasi individu pada sistem stratifikasi, melainkan pada sistem posisi (kedudukan).

Fungsional Struktural adalah sebuah sudut pandang luas dalam sosiologi dan antropologi yang berupaya menafsirkan masyarakat sebagai sebuah struktur dengan bagian-bagian yang saling berhubungan. Fungsionalisme menafsirkan masyarakat secara keseluruhan dalam hal fungsi dari elemen-elemen konstituennya terutama norma, adat, tradisi dan institusi.

Fungsional Struktural menganut beberapa prinsip, antara lain suatu masyarakat adalah suatu kesatuan dan berbagai bagian. Sistem sosial senantiasa terpelihara karena mempunyai perangkat dan mekanisme kontrol, perubahan terjadi secara berangsur-angsur dan integrasi sosial dicapai melalui kesepakatan mayoritas anggota masyarakat terhadap seperangkat nilai (Undsey, 1990 : 39).

Dengan demikian maka Metode Fungsional Struktural adalah suatu metode yang digunakan untuk menafsirkan masyarakat secara keseluruhan dalam hal fungsi dari elemen-elemen konstituennya terutama norma, adat, tradisi dan institusi. 3.2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Kampung Srimenanti Kabupaten Way Kanan. Lokasi ini dipilih berdasarkan “Teknik Purposive Sampling yaitu dilakukan dengan sengaja, cara penggunaan sample ini diantara populasi sehingga sample tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya.” (Suwardi Endraswara, 2006; 15)


(41)

✑✑

Selain itu pemilihan lokasi penelitian ini didasari oleh karena lokasi penelitian ini adalah tiyuh kelahiran peneliti dengan harapan peneliti akan dapat lebih mudah melakukan penelitian karena secara verbal peneliti dapat berkomunikasi dengan para responden yang rata-rata berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Lampung pepadun Way Kanan.

Menurut Suwardi Endraswara sample adalah salah satu cara pembatasan (penyempitan) wilayah yang akan digarap. Dengan kata lain sample adalah sumber dari informasi data itu sendiri. Sample dalam penelitian ini adalah masyarakat di Desa Srimenanti Kabupaten Way Kanan yang mengerti dan memahami tentang adat perkawinan merwatin di Desa Srimenanti Kabupaten Way Kanan .

3.3. Variabel Penelitian, Definisi Oprasional Variabel dan Informan 3.3.1.Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini merupakan konsep dari gejala yang bervariasi yaitu objek penelitian.Variabel adalah segala faktor yang menyebabkan aneka perubahan pada fakta-fakta suatu gejala tentang kehidupan (Ariyono Suyono, 1985: 431).

Sedangkan menurut pendapat yang lain dijelaskan bahwa variabel adalah himpunan sejumlah gejala yang memiliki beberapa aspek atau unsur di dalamnya yang dapat bersumber dari kondisi objek penelitian, tetapi dapat pula berada di luar dan berpengaruh pada objek penelitian (Hadari Nawawi, 1996: 55)

Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel adalah sesuatu yang menjadikan objek dalam penelitian. Variabel dalam penelitian


(42)

waykanan di Kampung Srimenanti Kabupaten Waykanan. 3.3.2. Definisi Oprasional Variabel

Menurut Muhammad Nazir definisi oprasional adalah suatu definisi yang diberikan pada suatu variabel atau konstrak dengan cara memberikan arti atau menspesifikasikan kegiatan ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur konstrak atau variabel tersebut (Moh. Nazir, 1985; 162).

Menurut Masri Singarimbun dan Sofian Efendi definisi oprasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel atau memberi petunjuk pelaksanaan bagaimana caranya mengukur suatu variabel (Masri Singarimbun dan Sofian Efendi, 1989; 40).

Dengan demikian maka definisi oprasional variabel adalah suatu petunjuk yang memberitahukan cara mengukur suatu variabel dengan cara memberukan arti atau menspesifikasikan kegiatan agar mudah diteliti.

3.3.3. Informan

Pemahaman tentang informan ini penting karena peneliti budaya mau tidak mau akan berhadapan langsung dengannya. Informan adalah seseorang atau ketua adat yang memiliki pengetahuan budaya yang diteliti (Suwardi Endraswara 2006; 119).

Narasumber yang dipilih berdasarkan kriteria-kriteria tertentu karena itu maka perlu dipilih orang yang benar-benar mengetahui objek yang akan diteliti. menurut Moloeng informan adalah orang yang mempunyai banyak pengetahuan tentang latar penelitian dan bersedia untuk memberikan


(43)

✔ ✕

informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian (Moloeng, 1998; 90). Syarat-syarat seseorang informan adalah jujur, taat pada janji, patuh pada peraturan, suka berbicara, tidak termasuk pada salah satu kelompok yang bertikai dalam latar belakang penelitian dan mempunyai pandangan tertentu tentang peristiwa yang terjadi.

Informan dalam penelitian ini dipilih secara purposive sampling (mengambil orang yang telah dipilih secara cermat oleh peneliti). Pemilihan informan didasarkan atas subjek yang menguasai permasalahan, memiliki data dan bersedia memberikan data dalam penelitian ini.

Informan yang dipilih berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Kriteria informan pada penelitian ini adalah :

1. Tokoh masyarakat atau tokoh adat

Tokoh adat dalam penelitian ini adalah orang yang dianggap memahami secara mendalam tentang adat istiadat orang Lampung pepadun Way Kanan dan penduduk asli setempat.

2. Informan memiliki ketersedian dan waktu yang cukup.

3. Dapat dipercaya dan bertanggung jawab atas apa yang dikatakannya. 4. Orang yang memahami objek yang diteliti.

3.4.Teknik Pengumpulan Data 3.4.1. Teknik Observasi

Pada dasarnya teknik observasi digunakan untuk melihat atau mengamati perubahan fenomena sosial yang tumbuh dan berkembang yang kemudian dapat dilakukan penilaian atas perubahan tersebut.Observasi adalah


(44)

pengamatan yang dilakukan secara senghaja, sistematis mengenai fenomena sosial dan gejala-gejala psikis untuk kemudian dilakukan penelitian.

Observasi menurut Mardalis ialah teknik yang digunakan dalam rangka mengumpulkan data dalam suatu penelitian, yang merupakan hasil perbuatan jiwa secara aktif dan penuh perhatian untuk menyadari adanya suatu rangsangan tertentu yang diinginkan.

MenurutSuwardi Endraswara (2006:133) observasi adalah suatu penelitian secara sistematis dengan menggunakan kemampuan indera manusia, pengamatan ini dilakukan pada saat terjadi aktivitas budaya dengan wawancara mendalam. Observasi yang digunakan oleh peneliti adalah melihat secara langsung mengenai objek yang akan diteliti.

Tehnik Observasi ini bertujuan untuk membantu peneliti dalam mengumpulkan data dengan mengadakan observasi langsung terhadap obyek masalah yang sedang diteliti sehingga mendapatkan data yang berkaitan dengan Proses Merwatin pada masyarakat Adat Lampung Pepadun Waykanan di Kampung Srimenanti Kecamatan Negara Batin Kabupaten Waykanan.

3.4.2. Teknik Dokumentasi

Tehnik dokumentasi menurut Komarudin (1997 ; 50) adalah sesuatu yang memberikan bukti dimana dipergunakan sebagai alat pembukti atau bahan-bahan untuk membandingkan suatu keterangan atau informasi penjelasan atau dokumentasi dalam naskah atau informasi tertulis.


(45)

✗ ✘

Menurut Suharsimi Arikunto, “ Teknik dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variable berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda, dan sebagainya (Suharsimi Arikunto, 1997 : 236).

Sedangkan menurut Hadari Nawawi mengatakan bahwa“ dokumentasi adalah cara atau pengumpulan data melalui peninggalan tertulis, terutama tentang arsip-arsip dan termasuk buku-buku lain yang berhubungan dengan masalah penyelidikan (Nawawi, 1991:133). Maka berdasarkan pendapat tersebut, peneliti mengadakan penelitian berdasarkan dokumentasi yang ada berupa catatan-catatan, buku yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti.

Berdasarkan pendapat diatas maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa teknik analisis data yang akan dipergunakan untuk mendapatkan informasi dan data tertulis maupun dalam bentuk gambar, foto, catatan, buku, surat kabar dan lain sebagainya yang memiliki hubungan dengan maslah yang akan diteliti.

3.4.3.Teknik Wawancara

Pada penelitian ini salah satu teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik wawancara. Wawancara atau metode interview, mencangkup cara yang dipergunakan seseorang untuk tujuan suatu tugas tertentu, mencoba mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan dari seorang responden, dengan bercakap-cakap berhadapan (Koentjaraningrat, 1973: 162).

Teknik ini untuk mencari keterangan secara lengkap, berdasarkan difinisi tersebut maka peneliti melakukan teknik wawancara dengan tokoh-tokoh adat


(46)

di Kabupaten Way Kanan yang mengerti dan memahami tentang KepunyimbanganAdatLampung Pepadun Waykanan di Kampung Srimenanti Kecamatan Negara Batin Kabupaten Waykanan .Bentuk wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara terstruktur dan wawancara tidak berstruktur.

a. Wawancara Terstruktur

Dalam wawancara terstruktur pewawancara menyapaikan beberapa pertanyaan yang sudah disiapkan pewawancara sebelumnya.(Esther Kuntjara, 2006: 168).

Jadi wawancara terstruktur yakni wawancara yang dilakukan dengan terlebih dahulu menyusun pertanyaan dalam bentuk dibatasi.Hal ini dilakukan agar ketika informan memberikan keterangan tidak melantur kemana-mana.

b. Wawancara Tidak Berstruktur

Wawancara tidak terstruktur dilakukan pada awal penelitian, karena terkadang informan memberikan keterangan kadang muncul jawaban yang tidak terduga yang tidak akan muncul pada saat wawancara terarah dilakukan, dan hal itu biasa menambah informasi yang diperoleh terkait informasi yang akan diteliti.

Berdasarkan pernyataan tersebut maka teknik wawancara digunakan dalam penelitian ini untuk mendapatkan informasi secara langsung melalui tanya-jawab dengan informan, sehingga mendapatkan informasi lebih jelas.


(47)

✚9 39

3.4.4. Metode Angket

Menurut Kartini Kartono mengemukakan bahwa “ Angket adalah Suatu penyelidikan mengenai suatu masalah yang umumnya banyak menyangkut kepentingan umum (orang banyak) dilakukan dengan jalan mengedarkan suatu daftar pertanyaan tertulis kepada sejumlah subjek untuk mendapatkan jawaban atau tanggapan sepeerlunya ( Kartini Kartono, 2008 “200 ).

Teknik angket digunakan dalam penelitian ini adalah teknik angket. Teknik angket ini akan disebarkan kepada masyarakat Lampung Adat Pepadun Di yang berada di Kampung Srimenanti Kecamatan Negara Batin Kabupaten Waykanan yang isinya adalah daftar pertanyaan yang diperlukan.

3.5. Teknik Analisis Data

Pada penelitian ini penulis menggunakan teknik analisis data Kualitatif karena data yang diperoleh bukan berupa angka-angka sehingga tidak dapat diuji secara statistik. Selain itu analisis data kualitatif yang dapat memberikan penjelasan yang nyata dalam kehidupan kita sesuai dengan hal yang akan di teliti.

Menurut Moleong analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Moleong, 1998 : 103).

Sedangkan Bogdan dan Totylor (dalam Lexy J. Moleong 2004 : 280) mendefinisikan analisis data sebagai proses yang merinci usaha secara formal untuk menentukan tema dan rumusan hipotesis (ide), seperti yang disarankan


(48)

oleh data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan hipotesis itu.

Langkah-langkah dalam penelitian menganalisis data dalam penelitian adalah sebagai berikut :

3.5.1. Reduksi Data

Data yang diperoleh di lapangan dituangkan dalam laporan atau uraian yang lengkap dan terperinci.Reduksi data merupakan bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang data yang tidak perlu dan mengorganisasikan sedemikian rupa, sehingga kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diferivikasi.Hasil wawancara dan dokomentasi digolongkan dalam fokus-fokus kajian penelitian.

3.5.2. Penyajian Data

Penyajian data ini dimaksudkan untuk memudahkan penelitian melihat data secara keseluruhan dan bagian-bagian penting. Bentuk penyajian data yang digunakan pada data kualitataif adalah bentuk teks naratif, oleh karena itu informasi yang kompleks akan disederhanakan kedalam bentuk tabulasi yang selektif dan mudah dipahami. Penyajian data dalam penelitian ini dilakukan dengan memilih data yang lebih relevan dengan konteks penelitian, disajikan dalam kalimat baku dan mudah dimengerti.

3.5.3. Pengambilan Kesimpulan dan Verifikasi

Setelah data direduksi dan memasukan data kedalam bentuk bagan, matrik, dan grafik maka tindak lanjut peneliti adalah mencari arti


(49)

✜1 41

pula, konfigurasi yang mungkin menjelaskan alur sebab akibat dan sebagainya.Kesimpulan harus senantiasa di uji selama penelitian berlansung.

Adapun langka-langkah yang akan dilakukan peneliti dalam mengambil suatu kesimpulan adalah :

a. Mencari data-data yang relevan dengan penelitian.

b. Menyusun data-data dan menyeleksi data-data yang diperoleh dari sumber yang didapat di lapangan.

c. Setelah semua data diseleksi barulah ditarik kesimpulan dan hasilnya dituangkan dalam bentuk penulisan.


(50)

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan diataskegiatan merwatin pada masyarakat Lampung Adat Pepadun Srimenanti Waykanan dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut :

1.Proses persiapan Merwatin dilakukan dengan cara terlebih dahulu memberitahu seluruh keluarga, kerabat jauh dekat, sanak dan family tentang pihak tuan rumah akan melaksanakan gawi (kerjaan), setelah keluarga kumpul maka dilaksanakan pepung keluarga (musyawarah keluarga) untuk membicarakan bentuk acara, waktu acara, dan biaya atau dana acara.

2.Proses Merwatin, dalam hal ini adalah mengundang seluruh penyimbang adat atau perwatin di tempat kediaman yang memiliki gawi (kerjaan) untuk menyampaikan bahwa tuan rumah ada hajad dan menyerahkan kepada perwatin yang hadir untuk membina dan menyelesaikan seluruh masalah yang berhubungan dengan adat (dau adat). Kemudian pihak perwatin yang melaksanakan merwatin melakukan musyawarah dan merumuskan tentang seluruh persyaratan yang harus didanai oleh tuan rumah, setelah itu tuan rumah menyelesaikan seluruh biaya-biaya (dau adat) berdasarkan hasil keputusan perwatin dalam acara merwatin kepada seluruh penyimbang yang ada.


(51)

✢ ✣

3.Proses penutup Merwatin, dalam kegiatan ini berhubung keputusan sudah diambil dan sudah ditetapkan seluruh biaya yang ditetapkan maka pihak tuan rumah menyampaikan kepada keluarga tentang waktu dan tempat serta biaya yang diperlukan. Sehingga kegiatan seterusnya dapat dilaksanakan.

5.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:

1). Kepada Tokoh Adat maupun Ketua Adat Srimenanti diharapkan untuk terus berpartisipasi aktif dalam mensosialisasikan kebudayaan Lampung khususnya Adat Merwatin dan menghimbau masyarakat adat agar lebih peduli terhadap kebudayaan.Sepertimemberi pemahaman kepada masayarkat adat agar lebih mencintai kebudayaan Lampung Pepadun yang sudah semestinya untuk dilestarikan,serta menghimbau masayarakat adat untuk ikut serta melaksanakan ketentuan adat, memberikan wawasan yang baik kepada masyarakat adat terhadap macam-macam kebudayaan Lampung.Khususnya Lampung pepadun agar masyarakat dapat turut serta melestarikan kebudayaan yang diberikan oleh leluhur atau pendahulu kita contoh kecilnya perkawinan Merwatin, oleh karena itu untuk melaksanakan adat merwatin memang memerlukan biaya yang tidak sedikit.Maka dari itu penulis mengharapkan untuk kesesuaian biaya terhadap masyarakat adat berdasarkan kemampuan masyarakat adat, agar kebudayaan kita tetap bisa dilaksanakan oleh lapisan masyarakat Lampung khususnya di


(52)

KampungSrimenanti, maka perlu adanya penyederhanaan biaya dan tidak menutup kemungkinan untuk tidak meninggalkan hal-hal pokok dari adat perkawinan merwatin tersebut. Sehingga kebudayaan adat perkawinan merwatin tetap bisa dilaksanakan dan di lestarikan oleh masyarakat Lampung Srimenanti dan itu semua diharapkan berdasarkan kemampuan individu masyarakat untuk biaya pelaksanaan adat.

2). Kepada masyarakat atau orang tua diharapkan untuk meningkatkan kepedulian bagi anak-anaknya terhadap ketentuan adat, serta mensosialisasikan ketentuan adat.sehinggaanak tersebut mempunyai pemahamanyang jauh lebih baik dari sebelumnya.Seperti memiliki pengetahuan, dan pemahaman yang luas terhadap ketentuan adat, tentang adat perkawinan merwatin.Sehingga masyarakat mampu berpartisipasi aktif dalam melaksanakan maupun melestarikan adat perkawinan merwatin dan bukan hanya adat merwatin saja, tetapi adat atau kebudayaan yang di miliki oleh Lampung pepadun.

3). Kepada aparatur desa diharapkan membantu pemuka adat untuk menghimbau masyarakat adat agar berpartisipasi melaksanakan ketentuan adat perkawinan merwatin, karena kebudayaan itu dibuat mempunyai maksud, tujuan, dan nilai sakral.Karena perkawinan adat merwatin sifatnya musyawarah adat, pemberian gelar dan yang lebih utama menerangkan kepada masyarakat adat supaya mempelai wanita dapat dikenal oleh masyarakat adat di mana memepelai wanita tersebut tingggal.


(53)

81

4). Kepada generasi muda khususnya masyarakat Lampung pepadun untuk lebih mencintai dan peduli terhadap kebudayaan yang sudah ada sejak jaman nenek moyang kita, kalau kita tidak peduli terhadap kebudayaan kita siapa lagi yang akan peduli terhadap kebudayaan, bukannya Indonesia terkenal akan keanekaragaman budayanya. Itujuga selama kebudayaan kita tidak melanggar norma-norma yang berlaku di masyarakat.Ayo mulai sekarang kita lestarikan sebagai ciri khas orang Lampung dan ciri khas orang Indonesia.


(54)

Aksara.

Ali, Muhammad. 1985.Penelitian Kependidikan dan Strategi. Bandung : Angkasa.

Arikunto, Suharsimi. 1986.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta : Bina Aksara.

Edward Raja Mega Achamd 1965,Adat Pepadun di Lampung, htt://mestaboh.com, 20 September 2011

Hadikusuma Hilman.2003.Hukum Perkawinan Adat dengan Adat Istiadat dan Upacara Adatnya. Bandung : Citra Aditya Bakti.

Hadi Sutrisno.1996.Metodologi Research. Jogjakarta : Gajah Mada University Press.

Jalalludin Rakhmat.1996. Sosiologi suatu pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Koentjaraningrat. 2003.Pengantar AntropologiJilid 1, cetakan kedua, Jakarta:

Rineka Cipta.

Mohammad Nasir, 1988, Prosedur Penelitian ilmiah.Bandung. Angkasa. Org.PengertianMasyarakat

http://organisasi.org/pengertian-masyarakat-unsur-dan-kriteria-masyarakat- dalam-kehidupan-sosial-antar-manusia. 20 September 2011 Pengertian masyarakat

http://shvoong.com/pengertianmasyarakat 20 September 2011

Shvoong.Definisi-Persepsi.

http://id.shvoong.com/social-sciences/psychology/1837978-definisi-persepsi/. 20 Januari 2011


(55)

83

Sarlito Wirawan Sarwono.1993. Sosiologi suatu pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Universitas Lampung. 2010.Format Penulisan Karya Ilmiah. Bandar Lampung: Universitas Lampung

Walgito, Bimo. 1993.Pengantar Psikologi Umum. Rajo Granfindo Persada. Jakarta


(1)

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan diataskegiatan merwatin pada masyarakat Lampung Adat Pepadun Srimenanti Waykanan dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut :

1.Proses persiapan Merwatin dilakukan dengan cara terlebih dahulu memberitahu seluruh keluarga, kerabat jauh dekat, sanak dan family tentang pihak tuan rumah akan melaksanakan gawi (kerjaan), setelah keluarga kumpul maka dilaksanakan pepung keluarga (musyawarah keluarga) untuk membicarakan bentuk acara, waktu acara, dan biaya atau dana acara.

2.Proses Merwatin, dalam hal ini adalah mengundang seluruh penyimbang adat atau perwatin di tempat kediaman yang memiliki gawi (kerjaan) untuk menyampaikan bahwa tuan rumah ada hajad dan menyerahkan kepada perwatin yang hadir untuk membina dan menyelesaikan seluruh masalah yang berhubungan dengan adat (dau adat). Kemudian pihak perwatin yang melaksanakan merwatin melakukan musyawarah dan merumuskan tentang seluruh persyaratan yang harus didanai oleh tuan rumah, setelah itu tuan rumah menyelesaikan seluruh biaya-biaya (dau adat) berdasarkan hasil keputusan perwatin dalam acara merwatin kepada seluruh penyimbang yang ada.


(2)

✢ ✣

3.Proses penutup Merwatin, dalam kegiatan ini berhubung keputusan sudah diambil dan sudah ditetapkan seluruh biaya yang ditetapkan maka pihak tuan rumah menyampaikan kepada keluarga tentang waktu dan tempat serta biaya yang diperlukan. Sehingga kegiatan seterusnya dapat dilaksanakan.

5.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:

1). Kepada Tokoh Adat maupun Ketua Adat Srimenanti diharapkan untuk terus berpartisipasi aktif dalam mensosialisasikan kebudayaan Lampung khususnya Adat Merwatin dan menghimbau masyarakat adat agar lebih peduli terhadap kebudayaan.Sepertimemberi pemahaman kepada masayarkat adat agar lebih mencintai kebudayaan Lampung Pepadun yang sudah semestinya untuk dilestarikan,serta menghimbau masayarakat adat untuk ikut serta melaksanakan ketentuan adat, memberikan wawasan yang baik kepada masyarakat adat terhadap macam-macam kebudayaan Lampung.Khususnya Lampung pepadun agar masyarakat dapat turut serta melestarikan kebudayaan yang diberikan oleh leluhur atau pendahulu kita contoh kecilnya perkawinan Merwatin, oleh karena itu untuk melaksanakan adat merwatin memang memerlukan biaya yang tidak sedikit.Maka dari itu penulis mengharapkan untuk kesesuaian biaya terhadap masyarakat adat berdasarkan kemampuan masyarakat adat, agar kebudayaan kita tetap bisa dilaksanakan oleh lapisan masyarakat Lampung khususnya di


(3)

KampungSrimenanti, maka perlu adanya penyederhanaan biaya dan tidak menutup kemungkinan untuk tidak meninggalkan hal-hal pokok dari adat perkawinan merwatin tersebut. Sehingga kebudayaan adat perkawinan merwatin tetap bisa dilaksanakan dan di lestarikan oleh masyarakat Lampung Srimenanti dan itu semua diharapkan berdasarkan kemampuan individu masyarakat untuk biaya pelaksanaan adat.

2). Kepada masyarakat atau orang tua diharapkan untuk meningkatkan kepedulian bagi anak-anaknya terhadap ketentuan adat, serta mensosialisasikan ketentuan adat.sehinggaanak tersebut mempunyai pemahamanyang jauh lebih baik dari sebelumnya.Seperti memiliki pengetahuan, dan pemahaman yang luas terhadap ketentuan adat, tentang adat perkawinan merwatin.Sehingga masyarakat mampu berpartisipasi aktif dalam melaksanakan maupun melestarikan adat perkawinan merwatin dan bukan hanya adat merwatin saja, tetapi adat atau kebudayaan yang di miliki oleh Lampung pepadun.

3). Kepada aparatur desa diharapkan membantu pemuka adat untuk menghimbau masyarakat adat agar berpartisipasi melaksanakan ketentuan adat perkawinan merwatin, karena kebudayaan itu dibuat mempunyai maksud, tujuan, dan nilai sakral.Karena perkawinan adat merwatin sifatnya musyawarah adat, pemberian gelar dan yang lebih utama menerangkan kepada masyarakat adat supaya mempelai wanita dapat dikenal oleh masyarakat adat di mana memepelai wanita tersebut tingggal.


(4)

81

4). Kepada generasi muda khususnya masyarakat Lampung pepadun untuk lebih mencintai dan peduli terhadap kebudayaan yang sudah ada sejak jaman nenek moyang kita, kalau kita tidak peduli terhadap kebudayaan kita siapa lagi yang akan peduli terhadap kebudayaan, bukannya Indonesia terkenal akan keanekaragaman budayanya. Itujuga selama kebudayaan kita tidak melanggar norma-norma yang berlaku di masyarakat.Ayo mulai sekarang kita lestarikan sebagai ciri khas orang Lampung dan ciri khas orang Indonesia.


(5)

Abdul Sani, 2002. Sosiologi Skematika, Teori dan Terapan. Jakarta: Bumi Aksara.

Ali, Muhammad. 1985.Penelitian Kependidikan dan Strategi. Bandung : Angkasa.

Arikunto, Suharsimi. 1986.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta : Bina Aksara.

Edward Raja Mega Achamd 1965,Adat Pepadun di Lampung, htt://mestaboh.com, 20 September 2011

Hadikusuma Hilman.2003.Hukum Perkawinan Adat dengan Adat Istiadat dan Upacara Adatnya. Bandung : Citra Aditya Bakti.

Hadi Sutrisno.1996.Metodologi Research. Jogjakarta : Gajah Mada University Press.

Jalalludin Rakhmat.1996. Sosiologi suatu pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Koentjaraningrat. 2003.Pengantar AntropologiJilid 1, cetakan kedua, Jakarta:

Rineka Cipta.

Mohammad Nasir, 1988, Prosedur Penelitian ilmiah.Bandung. Angkasa. Org.PengertianMasyarakat

http://organisasi.org/pengertian-masyarakat-unsur-dan-kriteria-masyarakat- dalam-kehidupan-sosial-antar-manusia. 20 September 2011 Pengertian masyarakat

http://shvoong.com/pengertianmasyarakat 20 September 2011 Shvoong.Definisi-Persepsi.

http://id.shvoong.com/social-sciences/psychology/1837978-definisi-persepsi/. 20 Januari 2011


(6)

83

Sarlito Wirawan Sarwono.1993. Sosiologi suatu pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Universitas Lampung. 2010.Format Penulisan Karya Ilmiah. Bandar Lampung: Universitas Lampung

Walgito, Bimo. 1993.Pengantar Psikologi Umum. Rajo Granfindo Persada. Jakarta