1
BAB I PENDAHULUAN
Kenakalan remaja merupakan masalah yang sangat kompleks yang terjadi di berbagai kota di Indonesia. Masalah ini makin hari makin meluas
dan cukup
menggambarkan keadaan
sebagian remaja
yang memprihatinkan. Menurut berbagai penelitian kenakalan remaja
dilatarbelakangi oleh beragam faktor baik faktor internal maupun eksternal. Kecerdasan emosional dan keharmonisan keluarga menjadi
faktor yang penting untuk menekan tingkat kenakalan remaja. Dalam bab ini penulis menguraikan latar belakang dari penelitian ini untuk
memperjelas beberapa faktor yang memengaruhi kecenderungan kenakalan remaja yaitu kecerdasan emosional dan keharmonisan keluarga
dan penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 13 Ambon.
1.1 LATAR BELAKANG
Masa remaja merupakan salah satu periode dalam rentan kehidupan manusia yang memiliki beberapa keunikan tersendiri. Keunikan
tersebut bersumber dari kedudukan remaja pada periode transisional antara masa kanak-kanak dan masa dewasa Agustiani, 2006. Masa ini
merupakan periode penting dalam perkembangan seorang individu. Penting dalam arti terjadi proses perkembangan fisik dan perkembangan
psikologis. Perkembangan dan pertumbuhan terjadi dalam berbagai aspek dan bersifat universal seperti meningginya emosi dan intensitas perubahan
tubuh, perubahan minat dan pola perilaku.
2
Perubahan yang dialami remaja menunjukkan adanya keragaman dan perbedaan. Salah satunya disebabkan perbedaaan lingkungan tempat
remaja tumbuh Rifai, 1984. Interaksi dalam lingkungan sosial membawa berbagai dampak dalam perilaku remaja. Perubahan juga terdapat dalam
lingkungan seperti sikap orang tua atau anggota keluarga lain, guru, teman sebaya maupun masyarakat pada umumnya. Kondisi ini merupakan reaksi
terhadap pertumbuhan remaja. Remaja dituntut untuk mampu menampilkan tingkah laku yang dianggap pantas atau sesuai. Adanya
perubahan ini membuat kebutuhan remaja meningkat terutama kebutuhan sosial dan psikologisnya. Untuk memenuhi kebutuhan itu remaja
memperluas lingkungan sosial di luar keluarga, seperti lingkungan sekolah, lingkungan teman sebaya dan lingkungan masyarakat lain
Agustiani, 2006. Masa remaja juga merupakan masa mencari identitas. Menurut
Erikson 1968, dalam Santrock, 2011 selama periode ini masyarakat secara relatif membiarkan remaja bebas dari tanggung jawab dan bebas
mencoba berbagai identitas. Remaja yang berhasil mengatasi konflik identitas akan tumbuh dengan penghayatan mengenai diri yang dapat
diterima, sedangkan remaja yang tidak berhasil mengatasi krisis identitas menderita kebingungan identitas yang menggejala dengan menarik diri,
mengisolasi diri dari kawan sebaya dan keluarga atau meleburkan diri ke dalam dunia kawan sebaya dan kehilangan identitas. Lingkungan turut
menentukan pembentukan identitas pribadinya; bila lingkungan baik akan memungkinkan seseorang menjadi matang identitas dan pribadinya sedang
lingkungan yang buruk biasanya mendorong ke hal yang negatif. Kekaburan identitas membuat remaja terlibat dalam berbagai perilaku
menyimpang yang juga disebut dengan kenakalan remaja.
3
Kenakalan remaja sudah terjadi sejak dahulu dan kini fenomena itu semakin meluas. Masalah kenalan remaja seperti sebuah lingkaran hitam
yang tak pernah putus, sambung menyambung dari waktu ke waktu, dari masa ke masa, bahkan dari hari ke hari semakin rumit. Masalah ini
kompleks terjadi di berbagai kota di Indonesia. Sehingga masalah kenakalan remaja merupakan bagian dari masalah sosial yang dihadapi
oleh masyarakat Tambunan, 1982. Berbagai bentuk kenakalan dilakukan oleh para remaja. Menurut
data BKKBN http:ntb.bkkbn.go.id pada tahun 2013 kondisi remaja di Indonesia beragam dengan menikah di usia remaja, seks pra nikah dan
kehamilan tidak dinginkan, aborsi 2,4 juta dengan 700-800 ribu adalah remaja, HIVAIDS dengan 1283 kasus, 70 remaja terlibat miras dan
Narkoba. Fenomena kenakalan remaja dilakukan dengan berbagai bentuk
dan tingkatan mulai dari kenakalan biasa, kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan, juga kenakalan khusus Sunarwiyati 1985.
Kenakalan yang dilakukan mulai dari kenakalan biasa yang yang melanggar norma sosial, aturan sekolah sampai pada melanggar hukum
yang mengarah pada tindakan kriminal. Fenomena kecenderungan kenakalan di lingkup sekolah di antaranya tidak memakai seragam sekolah
sesuai dengan peraturan sekolah, membolos atau datang terlambat ke sekolah, berbicara kasar kepada teman, guru, merokok, kebut-kebutan di
jalan, nilai yang kurang memuaskan, melakukan penyimpangan agama, serta berpacaran melebihi batas sehingga berdampak pada hamil di luar
nikah dan sebagainya Millatina et al., 2012.
4
Berdasarkan Data
Badan Narkotika
Nasional BNN
http:news.okezone.com untuk tahun 2013, 22 pelajar merupakan pengguna narkoba yang tinggi setelah pekerja. Angka pelajar yang
menjadi tersangka narkotika di Indonesia mencapai 695 orang pelajar. Angka-angka tersebut diprediksikan akan terus menanjak, seperti
fenomena gunung es, tidak tampak di permukaan namun jika ditelusuri lebih dalam ternyata banyak ditemukan kasus kasus yang cukup
mengejutkan. Data dari Komisi Nasional Perlindungan Anak Komnas PA
menunjukkan dalam tahun 2012 ada 147 kasus tawuran pelajar dan sebanyak
82 pelajar
tewas sepanjang
tahun itu
http:megapolitan.kompas.com. Pada tahun 2012 jumlah kasus meningkat menjadi 229 kasus dengan 19 pelajar yang tewas sia-sia
sepanjang tahun http:www.tribunnews.com. Hal ini jelas terlihat ada peningkatan dalam dua tahun terakhir. Sementara dalam tahun 2014 sudah
berbagai berita tentang kenakalan remaja yang dilakukan. Dalam pemberitaan salah satu media online http:www.tempo.co, beberapa
bulan terakhir ini aksi para pelajar sungguh memprihatinkan. Pada Februari 2014, tawuran pelajar terjadi di Jalan Raya Kemang, yang
memakan korban tewas seorang pelajar berusia 16 tahun karena sebuah celurit menancap di kepalanya. Dalam konvoi perayaan kelulusan pada
bulan Mei 2014 lalu di Yogyakarta diwarnai tawuran antarpelajar yang saling menyerang dengan lemparan batu dan senjata tajam. Selain itu
dalam tawuran pada 14 Agustus 2014 memakan satu korban tewas siswa SMK Adi Luhur Condet, Jakarta Timur karena sabetan celurit di bagian
punggung dan kepala. http:megapolitan.kompas.com.
5
Sementara itu, pada bulan Februari 2015, seorang siswa SMP yang berperilaku seperti orang dewasa yang
“menyatakan perasaan suka” kepada siswi SD dan kemudian terlihat bermesraan di lingkungan sekolah
http:www.merdeka.com. Selain itu, di Banjarmasin, seorang remaja berusia 15 tahun setelah berpacaran seminggu, sudah melakukan
hubungan seks bebas dengan pacarnya http:www.jpnn.comread. Pada bulan April 2015, 8 orang siswa SMP berurusan dengan polisi karena
tertangkap tangan saat sedang melempari gedung SMP dengan batu. http:www.soloposfm.com.
Berberapa fenomena
ini cukup
menggambarkan sebagian keadaan remaja saat ini. Selain berbagai bentuk tawuran pelajar yang ramai publik, di
Jakarta Timur sejumlah pelajar terjaring razia karena berada di terminal dan di mall pada jam sekolah http:news.liputan6.com. Hal yang sama
terjadi di Tegal, Jawa Tengah, puluhan pelajar SMP dan SMA di razia petugas Satpol PP. Mereka kedapatan berada di pusat perbelanjaan dan
tempat wisata, saat jam pelajaran sekolah, dalam tas pelajar juga ditemukan kondom.
Kenakalan remaja terjadi di sejumlah sekolah di berbagai kota di Indonesia, juga di Kota Ambon. Dalam suatu pemberitaan sejumlah siswa
SMP dan SMA membolos dan kedapatan bermain bilyar di terminal. Selain itu mereka juga kedapatan menyimpan adegan video porno di
telepon genggam beberapa siswa www.indosiar.com. Dalam suatu kesempatan, Kepala Dinas Pendidikan Olahraga Kota Ambon, Benjamin
Kainama menambahkan berdasarkan hasil survey Komisi Perlindungan Anak KPA terdapat 90 siswa SMP dan SMA yang melakukan seks
bebas, 62,30 tidak perawan, dan 21,2 melakukan aborsi serta 93 sering bercumbu.
6
Berdasarkan data dari Satuan Polisi Pamong Praja Satpol PP Kota Ambon, dalam beberapa kesempatan patroli ditemukan siswa sering
berkeliaran di jam sekolah. Para siswa yang ditangkap dibina dan dikembalikan ke sekolah. Siswa yang sering berkeliaran adalah siswa
SMP, SMA dan SMK. Sejalan dengan data di atas menurut Satuan Pembinaan Masyarakat Binmas Polres Pulau Ambon dan Pulau-pulau
Lease, untuk tahun 2013 dan 2014 jumlah siswa di Kota Ambon yang terjaring saat berkeliaran dan yang terlibat tawuran antar pelajar maupun
antar gang makin marak dan meningkat. Siswa yang tertangkap dibina, juga dikembalikan ke sekolah masing-masing.
SMP Negeri 13 Ambon merupakan salah satu sekolah di Kota Ambon yang sebagian siswa-siswinya sering menunjukan kecenderungan
perilaku nakal. Hal itu terlihat dari bahwa beberapa siswa pernah terlibat tawuran dengan siswa sekolah tetangga. Kecenderungan ini membuat
Kepala sekolah dengan tegas mengeluarkan peraturan kepada siapa saja yang terlibat tawuran akan dikeluarkan dari sekolah. Alhasil
kecenderungan kenakalan anak menjadi kurang di luar sekolah tetapi tetap marak di dalam lingkungan sekolah.
Menurut Kartono 2012 mayoritas pelaku kenakalan remaja berusia di bawah usia 21 tahun dengan angka tindak kenakalan ada pada
usia 15-19 tahun. Usia tersebut merupakan saat remaja menempuh pendidikan di bangku SMP dan SMA. Sehingga pembahasan mengenai
kecenderungan kenakalan remaja pada remaja yang sedang menduduki bangku SMP dinilai tepat.
7
Berdasarkan wawancara dengan guru Bimbingan Konseling BK pada bulan Januari 2015, didapatkan hasil bahwa sebagian siswa sering
menunjukkan kecenderungan berperilaku nakal dengan membolos dari sekolah, cenderung mencari masalah dengan teman, terlibat perkelahian
dengan teman di lingkungan sekolah, terlibat tawuran, mengeluarkan kata makian, pacaran di lingkungan sekolah, bersembunyi dalam toilet karena
tidak ingin mengikuti mata pelajaran tertentu, sering terlambat ke sekolah, merokok, berbohong atau memutarbalikkan kenyataan dengan tujuan
menipu orang atau menutup kesalahan dan sebagainya. Perilaku nakal ini dilakukan oleh siswa laki-laki maupun perempuan. Beragam perilaku
diatas dikategorikan dalam kenakalan remaja menurut Jensen 1985, dalam Sarwono, 2007. Bentuk perilaku ini memang belum melanggar
hukum dalam arti sesungguhnya karena yang dilanggar adalah status dalam lingkungan sekolah. Akan tetapi jika dibiarkan, kecenderungan
perilaku nakal akan tetap dipertahankan sampai beranjak dewasa dan dapat berkembang dalam bentuk yang lain.
Dalam wawancara dengan beberapa siswa SMP yang terlibat pelanggaran di sekolah pada bulan April 2015, terlihat pandangan mereka
tentang kenakalan yang dilakukan. Sebagian besar subjek mengatakan bahwa perilaku melanggar aturan di sekolah maupun di rumah pada
dasarnya adalah hal yang wajar. Mereka sadar bahwa melanggar peraturan adalah hal yang salah namun mereka tetap melakukannya. Beberapa
pandangan mereka, sebagai berikut: “Perkelahian itu wajar dan tidak akan terjadi selama tidak ada
pancingan dari orang lain. Selama tidak ada pancingan maka akan aman saja” YS, 15 tahun.
8
“Saya hanya iseng untuk menggangu teman lainnya, ketika ada yang terpancing maka kami dapat terlibat perkelahian” AR, 15
tahun. “Saya terlibat perkelahian karena saya duduk di tempat duduk
seorang teman. Saya langsung dipukul oleh seorang teman dan dia dibantu oleh tiga teman lain, walaupun saya sendiri saya tetap
melawan” YS, 15 tahun. Saya pernah memukul teman perempuan, karena dia sering
melaporkan saya kepada guru ketika saya merokok, karena laporan itu maka saya menghajarnya”HP, 16 tahun.
“Merokok, berkelahi, bolos merupakan hal yang biasa dan wajar dalam pergaulan remaja saat ini. Kalau tidak merokok kami
kelihatan tidak gaul”BS, 15 tahun. “Saya merokok ketika bersama teman-teman dan hal itu sering
saya lakukan” BM, 14 tahun. “Kata-kata kasar dan makian yang sering dipakai itu karena kami
sudah terbiasa memakainya di lingkungan pergaulan di sekolah
maupun di rumah”MD, 14 tahun. Dari petikan wawancara di atas terlihat bahwa bagi mereka perilaku nakal
merupakan hal yang biasa, wajar dan tidak terpisahkan dalam dunia remaja.
Dinamika perubahan
psikologis yang
tidak terkontrol
memungkinkan remaja terlibat kenakalan yang lebih beresiko. Kecerdasan emosional merupakan salah satu konstuk psikologis yang jika berkembang
dengan baik akan menurunkan potensi kenakalan remaja. Misalnya perkelahian remaja secara psikologis disebabkan konflik batin, frustrasi,
memiliki emosi yang labil, tidak peka terhadap perasaan orang lain, dan perasaan rendah diri Muawanah, et al. 2012.
9
Dalam berbagai penelitian ditemukan bahwa kenakalan remaja dilatarbelakangi oleh beragam faktor. Menurut Kartono 2012 kenakalan
remaja disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal adalah faktor yang bersumber dari individu yang bersangkutan, yang
diantaranya adalah rendahnya tingkat kecerdasan seseorang, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang bersumber dari luar individu, misalnya adalah
pengaruh lingkungan tempat tinggal sehari-hari.
Dari berbagai faktor internal, kecerdasan emosional merupakan salah satu faktor yang memengaruhi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
Rini, Hardjajani, dan Nugroho 2012 kecerdasan emosional mempunyai pengaruh yang penting dalam menentukan perilaku individu. Individu
dengan kecerdasan emosi tinggi dapat mengendalikan dan mengelola emosi sehingga dapat mengendalikan terjadinya perilaku negatif, misalnya
kenakalan remaja. Hal itu sejalan dengan penelitian Agung dan Matulesssy 2012, kecerdasan emosional berpengaruh pada tinggi
rendahnya kecenderungan berperilaku agresif. Penelitian Moskat dan Sorensen 2012 juga menyebutkan ketika individu yang memiliki
kecerdasan emosional yang tinggi maka individu akan lebih mampu menyesuaikan diri dengan norma-norma sosial yang terbentuk sebelumnya
sehingga perilaku nakal menjadi kurang. Penelitian Castillo et al. 2013 pada remaja di Spanyol menemukan sebuah hasil jika remaja memiliki
kecerdasan emosi yang baik akan membuat tingkat kenakalan menjadi rendah dan begitu pula sebaliknya. Pendapat yang serupa diutarakan oleh
Aprilia dan Herdina 2014 kecerdasan emosional berpengaruh pada perilaku tawuran remaja.
Kecerdasan emosional merupakan kemampuan mengatur emosi. Kemampuan yang rendah dapat menyebabkan gangguan perilaku, memilih
tindakan agresif sebagai stategi keluar dari masalah coping. Kondisi
10
kecerdasan emosi yang kurang baik mengakibatkan remaja kurang memahami orang lain sehingga cenderung berorientasi pada diri sendiri
dan cenderung menunjukkan perilaku yang tidak sesuai dengan norma yang ada. Goleman 1995, dalam Rini, et al., 2012 menjelaskan bahwa
kecerdasan emosional yang rendah ditandai dengan ketidakmampuan remaja dalam menjalin relasi antar pribadi.
Ketegangan emosi dalam diri remaja akibat perubahan-perubahan fisik dan psikologis dalam masa perkembangan. Ketegangan emosi yang
tinggi, dorongan emosi yang sangat kuat, dan emosi yang tidak terkendali membuat remaja lebih mudah meledakkan emosi dan bertindak tidak
rasional, sehingga tidak jarang keadaan emosi yang demikian membuat remaja berperilaku nakal. Menghadapi kehidupan emosi yang penuh
gejolak dan ketegangan emosi yang meninggi, remaja dituntut dapat cerdas secara emosi agar tidak terjerumus pada tindakan yang tidak
rasional. Sejauh penelitian penulis, dalam penelitian yang dilakukan Rini et
al. 2012 menyatakan adanya hubungan negatif yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan kenakalan remaja. Penelitian yang sejenis
dilakukan oleh Muawanah et al. 2012 yang menemukan adanya hubungan kematangan emosi dengan kenakalan remaja dengan semakin
matang emosi, semakin kecil kemungkinan remaja berperilaku nakal. Penelitian Moskat dan Sorensen 2012 menemukan kecerdasan emosional
dan agresivitas mempunyai hubungan negatif yang signifikan. Penelitian ini sejalan dengan Agung dan Matulesssy 2012 yang juga menemukan
kecerdasan emosional dan agresivitas remaja mempunyai hubungan n
egatif yang signifikan. Sejalan dengan itu penelitian
Castillo et al., 2013 kecerdasan emosional yang tinggi akan menurunkan tingkat kenakalan
11
remaja. Hasil yang sama juga dalam penelitian yang dilakukan oleh Aprilia dan Herdina 2014 yang menyatakan bahwa kecerdasan
emosional memiliki hubungan negatif signifikan dengan kenakalan remaja dalam bentuk tawuran pelajar. Beberapa hasil penelitian tersebut ternyata
berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Yulianto 2012, hasil penelitiannya menunjukan bahwa tidak ada hubungan negatif signifikan
antara kecerdasan emosi dengan kenakalan remaja pada siswa MTSN Puncu Kabupaten Kediri.
Selain kecerdasan emosional, faktor yang turut memengaruhi kenakalan remaja adalah keharmonisan keluarga. Individu yang terlibat
dalam tindakan kriminal, kenakalan remaja atau kenakalan yang belum melanggar hukum setelah diselidiki oleh para ahli ternyata banyak dari
mereka yang mengalami masalah keluarga. Keluarga dan suasana hidup keluarga sangat berpengaruh atas taraf-taraf permulaan perkembangan
anak dan banyak menentukan apakah yang kelak akan terbentuk, sikap keras hati atau sebaliknya sikap lemah lembut, tabah serta dasar-dasar
kepribadian lainnya
Gunarsa, 2003.
Suasana keluarga
yang menimbulkan rasa tidak aman dan tidak menyenangkan serta hubungan
keluarga yang kurang baik dapat menimbulkan bahaya psikologis bagi setiap usia terutama pada masa remaja. Kenakalan remaja sangat terkait
dengan hubungan yang tidak baik antara orang tua dan anak Ilahude 1983, dalam Sarwono, 1999 atau apa yang dilihatnya di rumah, sekolah
dan kalangan teman. Sejauh penelusuran penulis, penelitian yang dilakukan oleh
Darokah dan Safaria 2005 menyatakan bahwa anak dari keluarga yang tidak harmonis mempunyai resiko lebih tinggi untuk terlibat dalam
kenakalan remaja. Sejalan dengan itu penelitian Maria 2007 menyatakan
12
keharmonisan keluarga memberi pengaruh terhadap kecenderungan kenakalan remaja. Penelitian sejenis dilakukan Widayati, Lestari dan
Ramli 2014; Saputri dan Naqiah 2014 yang menyatakan adanya hubungan negatif signifikan antara keharmonisan keluarga dengan
perilaku agresif. Hasil penelitian yang berbeda ditemukan dalam penelitian Irmawati dan Kurniawan 2008, yang menyatakan tidak ada
hubungan negatif yang signifikan antara keharmonisan keluarga dan kecenderungan kenakalan remaja.
Melihat berbagai fenomena dan hasil penelitian di atas diketahui kenakalan remaja menjadi masalah yang cukup meresahkan. Dari hasil
penelitian sebelumnya ditemukan terdapat hasil penelitian yang pro dan kontra tentang kecerdasan emosional dan keharmonisan keluarga dengan
kecenderungan kenakalan remaja. Untuk alasan itu maka penulis merasa penting dan tertarik untuk meneliti pengaruh kecerdasan emosional dan
keharmonisan keluarga terhadap kecenderungan kenakalan remaja siswa SMP Negeri 13 Ambon.
1.2 RUMUSAN MASALAH