1
BAB I PENDAHULUAN
Kenakalan remaja merupakan masalah yang sangat kompleks yang terjadi di berbagai kota di Indonesia. Masalah ini makin hari makin meluas
dan cukup
menggambarkan keadaan
sebagian remaja
yang memprihatinkan.  Menurut  berbagai  penelitian  kenakalan  remaja
dilatarbelakangi  oleh  beragam  faktor  baik  faktor  internal  maupun eksternal.  Kecerdasan  emosional  dan  keharmonisan  keluarga  menjadi
faktor yang penting untuk menekan tingkat kenakalan remaja. Dalam bab ini  penulis  menguraikan  latar  belakang  dari  penelitian  ini  untuk
memperjelas  beberapa  faktor  yang  memengaruhi  kecenderungan kenakalan remaja yaitu kecerdasan emosional dan keharmonisan keluarga
dan penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 13 Ambon.
1.1 LATAR BELAKANG
Masa  remaja  merupakan  salah  satu  periode  dalam  rentan kehidupan manusia yang memiliki beberapa keunikan tersendiri. Keunikan
tersebut bersumber dari kedudukan remaja pada periode transisional antara masa  kanak-kanak  dan  masa  dewasa  Agustiani,  2006.  Masa  ini
merupakan  periode  penting  dalam  perkembangan  seorang  individu. Penting  dalam  arti  terjadi  proses  perkembangan  fisik  dan  perkembangan
psikologis. Perkembangan dan pertumbuhan terjadi dalam berbagai aspek dan bersifat universal seperti meningginya emosi dan intensitas perubahan
tubuh, perubahan minat dan pola perilaku.
2
Perubahan  yang  dialami  remaja  menunjukkan  adanya  keragaman dan  perbedaan.  Salah  satunya  disebabkan  perbedaaan  lingkungan  tempat
remaja tumbuh Rifai, 1984. Interaksi dalam lingkungan sosial membawa berbagai  dampak  dalam  perilaku  remaja.  Perubahan  juga  terdapat  dalam
lingkungan seperti sikap orang tua atau anggota keluarga lain, guru, teman sebaya maupun masyarakat pada umumnya. Kondisi ini merupakan reaksi
terhadap  pertumbuhan  remaja.  Remaja  dituntut  untuk  mampu menampilkan  tingkah  laku  yang  dianggap  pantas  atau  sesuai.  Adanya
perubahan ini membuat kebutuhan remaja meningkat terutama kebutuhan sosial  dan  psikologisnya.  Untuk  memenuhi  kebutuhan  itu  remaja
memperluas  lingkungan  sosial  di  luar  keluarga,  seperti  lingkungan sekolah,  lingkungan  teman  sebaya  dan  lingkungan  masyarakat  lain
Agustiani, 2006. Masa  remaja  juga  merupakan  masa  mencari  identitas.  Menurut
Erikson  1968,  dalam  Santrock,  2011  selama  periode  ini  masyarakat secara  relatif  membiarkan  remaja  bebas  dari  tanggung  jawab  dan  bebas
mencoba  berbagai  identitas.  Remaja  yang  berhasil  mengatasi  konflik identitas  akan  tumbuh  dengan  penghayatan  mengenai  diri  yang  dapat
diterima, sedangkan  remaja  yang tidak berhasil  mengatasi krisis identitas menderita  kebingungan  identitas  yang  menggejala  dengan  menarik  diri,
mengisolasi diri dari kawan sebaya dan keluarga atau meleburkan diri ke dalam  dunia  kawan  sebaya  dan  kehilangan  identitas.  Lingkungan  turut
menentukan pembentukan identitas pribadinya; bila lingkungan baik akan memungkinkan seseorang menjadi matang identitas dan pribadinya sedang
lingkungan  yang  buruk  biasanya  mendorong  ke  hal  yang  negatif. Kekaburan  identitas  membuat  remaja  terlibat  dalam  berbagai  perilaku
menyimpang yang juga disebut dengan kenakalan remaja.
3
Kenakalan remaja sudah terjadi sejak dahulu dan kini fenomena itu semakin  meluas.  Masalah  kenalan  remaja  seperti  sebuah  lingkaran  hitam
yang  tak  pernah  putus,  sambung  menyambung  dari  waktu  ke  waktu,  dari masa  ke  masa,  bahkan  dari  hari  ke  hari  semakin  rumit.  Masalah  ini
kompleks  terjadi  di  berbagai  kota  di  Indonesia.  Sehingga  masalah kenakalan  remaja  merupakan  bagian  dari  masalah  sosial  yang  dihadapi
oleh masyarakat Tambunan, 1982. Berbagai  bentuk  kenakalan  dilakukan  oleh  para  remaja.  Menurut
data BKKBN http:ntb.bkkbn.go.id pada tahun 2013 kondisi remaja di Indonesia  beragam  dengan  menikah  di  usia  remaja,  seks  pra  nikah  dan
kehamilan  tidak  dinginkan,  aborsi  2,4  juta  dengan  700-800  ribu  adalah remaja,  HIVAIDS  dengan  1283  kasus,  70  remaja  terlibat  miras  dan
Narkoba. Fenomena  kenakalan  remaja  dilakukan  dengan  berbagai  bentuk
dan tingkatan mulai  dari kenakalan biasa, kenakalan  yang menjurus pada pelanggaran  dan  kejahatan,  juga  kenakalan  khusus  Sunarwiyati  1985.
Kenakalan  yang  dilakukan  mulai  dari  kenakalan  biasa  yang  yang melanggar  norma  sosial,  aturan  sekolah  sampai  pada  melanggar  hukum
yang  mengarah  pada  tindakan  kriminal.  Fenomena  kecenderungan kenakalan di lingkup sekolah di antaranya tidak memakai seragam sekolah
sesuai  dengan  peraturan  sekolah,  membolos  atau  datang  terlambat  ke sekolah,  berbicara  kasar  kepada  teman,  guru,  merokok,  kebut-kebutan  di
jalan,  nilai  yang  kurang  memuaskan,  melakukan  penyimpangan  agama, serta  berpacaran  melebihi  batas  sehingga  berdampak  pada  hamil  di  luar
nikah dan sebagainya Millatina et al., 2012.
4
Berdasarkan Data
Badan Narkotika
Nasional BNN
http:news.okezone.com  untuk  tahun  2013,  22  pelajar  merupakan pengguna  narkoba  yang  tinggi  setelah  pekerja.  Angka  pelajar  yang
menjadi  tersangka  narkotika  di  Indonesia  mencapai  695  orang pelajar.  Angka-angka tersebut diprediksikan akan terus menanjak, seperti
fenomena  gunung  es,  tidak  tampak  di  permukaan  namun  jika  ditelusuri lebih  dalam  ternyata  banyak  ditemukan  kasus  kasus  yang  cukup
mengejutkan. Data  dari  Komisi  Nasional  Perlindungan  Anak  Komnas  PA
menunjukkan  dalam  tahun  2012  ada  147  kasus  tawuran  pelajar  dan sebanyak
82 pelajar
tewas sepanjang
tahun itu
http:megapolitan.kompas.com.  Pada  tahun  2012  jumlah  kasus meningkat  menjadi  229  kasus  dengan  19  pelajar  yang  tewas  sia-sia
sepanjang  tahun  http:www.tribunnews.com.  Hal  ini  jelas  terlihat  ada peningkatan dalam dua tahun terakhir. Sementara dalam tahun 2014 sudah
berbagai  berita  tentang  kenakalan  remaja  yang  dilakukan.  Dalam pemberitaan  salah  satu  media  online  http:www.tempo.co,  beberapa
bulan  terakhir  ini  aksi  para  pelajar  sungguh  memprihatinkan.  Pada Februari  2014,  tawuran  pelajar  terjadi  di  Jalan  Raya  Kemang,  yang
memakan  korban  tewas  seorang  pelajar  berusia  16  tahun  karena  sebuah celurit  menancap  di  kepalanya.  Dalam  konvoi  perayaan  kelulusan  pada
bulan  Mei  2014  lalu  di  Yogyakarta  diwarnai  tawuran  antarpelajar  yang saling  menyerang  dengan  lemparan  batu  dan  senjata  tajam.  Selain  itu
dalam tawuran pada 14  Agustus 2014 memakan  satu  korban  tewas siswa SMK  Adi  Luhur  Condet,  Jakarta  Timur  karena  sabetan  celurit  di  bagian
punggung dan kepala. http:megapolitan.kompas.com.
5
Sementara itu, pada bulan Februari 2015, seorang siswa SMP yang berperilaku  seperti  orang  dewasa  yang
“menyatakan  perasaan  suka” kepada siswi SD dan kemudian terlihat bermesraan di lingkungan sekolah
http:www.merdeka.com.  Selain  itu,  di  Banjarmasin,  seorang  remaja berusia  15  tahun  setelah  berpacaran  seminggu,  sudah  melakukan
hubungan  seks  bebas  dengan  pacarnya  http:www.jpnn.comread.  Pada bulan  April  2015,  8  orang  siswa  SMP  berurusan  dengan  polisi  karena
tertangkap  tangan  saat  sedang  melempari  gedung  SMP  dengan  batu. http:www.soloposfm.com.
Berberapa fenomena
ini cukup
menggambarkan sebagian keadaan remaja saat ini. Selain  berbagai  bentuk  tawuran  pelajar  yang  ramai  publik,  di
Jakarta  Timur  sejumlah  pelajar  terjaring  razia  karena  berada  di  terminal dan  di  mall  pada  jam  sekolah  http:news.liputan6.com.  Hal  yang  sama
terjadi  di  Tegal,  Jawa  Tengah,  puluhan  pelajar  SMP  dan  SMA  di  razia petugas  Satpol  PP.  Mereka  kedapatan  berada  di  pusat  perbelanjaan  dan
tempat  wisata,  saat  jam  pelajaran  sekolah,  dalam  tas  pelajar  juga ditemukan kondom.
Kenakalan  remaja  terjadi  di  sejumlah  sekolah  di  berbagai  kota  di Indonesia, juga di Kota Ambon. Dalam suatu pemberitaan sejumlah siswa
SMP  dan  SMA  membolos  dan  kedapatan  bermain  bilyar  di  terminal. Selain  itu  mereka  juga  kedapatan  menyimpan  adegan  video  porno  di
telepon  genggam  beberapa  siswa  www.indosiar.com.  Dalam  suatu kesempatan,  Kepala  Dinas  Pendidikan  Olahraga  Kota  Ambon,  Benjamin
Kainama  menambahkan  berdasarkan  hasil  survey  Komisi  Perlindungan Anak  KPA  terdapat  90  siswa  SMP  dan  SMA  yang  melakukan  seks
bebas,  62,30  tidak  perawan,  dan  21,2    melakukan  aborsi  serta  93 sering bercumbu.
6
Berdasarkan  data  dari  Satuan  Polisi  Pamong  Praja  Satpol  PP Kota Ambon, dalam beberapa kesempatan patroli ditemukan siswa sering
berkeliaran  di  jam  sekolah.  Para  siswa  yang  ditangkap  dibina  dan dikembalikan  ke  sekolah.  Siswa  yang  sering  berkeliaran  adalah  siswa
SMP,  SMA  dan  SMK.  Sejalan  dengan  data  di  atas  menurut  Satuan Pembinaan  Masyarakat  Binmas  Polres  Pulau  Ambon  dan  Pulau-pulau
Lease,  untuk  tahun  2013  dan  2014  jumlah  siswa  di  Kota  Ambon  yang terjaring  saat  berkeliaran  dan  yang  terlibat  tawuran  antar  pelajar  maupun
antar  gang  makin  marak  dan  meningkat.  Siswa  yang  tertangkap  dibina, juga dikembalikan ke sekolah masing-masing.
SMP  Negeri  13  Ambon  merupakan  salah  satu  sekolah  di  Kota Ambon  yang sebagian siswa-siswinya sering menunjukan kecenderungan
perilaku nakal.  Hal itu  terlihat  dari  bahwa beberapa siswa  pernah terlibat tawuran  dengan  siswa  sekolah  tetangga.  Kecenderungan  ini  membuat
Kepala  sekolah  dengan  tegas  mengeluarkan  peraturan  kepada  siapa  saja yang  terlibat  tawuran  akan  dikeluarkan  dari  sekolah.  Alhasil
kecenderungan kenakalan anak menjadi kurang di luar sekolah tetapi tetap marak di dalam lingkungan sekolah.
Menurut  Kartono  2012  mayoritas  pelaku  kenakalan  remaja berusia di  bawah usia 21 tahun dengan  angka tindak kenakalan ada pada
usia  15-19  tahun.  Usia  tersebut  merupakan  saat  remaja  menempuh pendidikan  di  bangku  SMP  dan  SMA.  Sehingga  pembahasan  mengenai
kecenderungan  kenakalan  remaja  pada  remaja  yang  sedang  menduduki bangku SMP dinilai tepat.
7
Berdasarkan  wawancara  dengan  guru  Bimbingan  Konseling  BK pada  bulan  Januari  2015,  didapatkan  hasil  bahwa  sebagian  siswa  sering
menunjukkan  kecenderungan  berperilaku  nakal  dengan  membolos  dari sekolah,  cenderung  mencari  masalah  dengan  teman,  terlibat  perkelahian
dengan teman di lingkungan sekolah, terlibat tawuran, mengeluarkan kata makian,  pacaran  di  lingkungan  sekolah,  bersembunyi  dalam  toilet  karena
tidak ingin mengikuti mata pelajaran tertentu, sering terlambat ke sekolah, merokok,  berbohong  atau  memutarbalikkan  kenyataan  dengan  tujuan
menipu orang atau menutup kesalahan dan sebagainya. Perilaku nakal ini dilakukan  oleh  siswa  laki-laki  maupun  perempuan.  Beragam  perilaku
diatas  dikategorikan  dalam  kenakalan  remaja  menurut  Jensen  1985, dalam  Sarwono,  2007.  Bentuk  perilaku  ini  memang  belum  melanggar
hukum  dalam  arti  sesungguhnya  karena  yang  dilanggar  adalah  status dalam  lingkungan  sekolah.  Akan  tetapi  jika  dibiarkan,  kecenderungan
perilaku  nakal  akan  tetap  dipertahankan  sampai  beranjak  dewasa  dan dapat berkembang dalam bentuk yang lain.
Dalam  wawancara  dengan  beberapa  siswa  SMP  yang  terlibat pelanggaran di sekolah pada bulan April 2015, terlihat pandangan mereka
tentang  kenakalan  yang  dilakukan.  Sebagian  besar  subjek  mengatakan bahwa  perilaku  melanggar  aturan  di  sekolah  maupun  di  rumah  pada
dasarnya adalah hal yang wajar. Mereka sadar bahwa melanggar peraturan adalah  hal  yang  salah  namun  mereka  tetap  melakukannya.  Beberapa
pandangan mereka, sebagai berikut: “Perkelahian  itu  wajar  dan  tidak  akan  terjadi  selama  tidak  ada
pancingan  dari  orang  lain.  Selama  tidak  ada  pancingan  maka akan aman saja” YS, 15 tahun.
8
“Saya  hanya  iseng  untuk  menggangu  teman  lainnya,  ketika  ada yang  terpancing  maka  kami  dapat  terlibat  perkelahian”  AR,  15
tahun. “Saya  terlibat  perkelahian  karena  saya  duduk  di  tempat  duduk
seorang teman. Saya langsung dipukul oleh seorang teman dan dia dibantu  oleh  tiga  teman  lain,  walaupun  saya  sendiri  saya  tetap
melawan” YS, 15 tahun. Saya  pernah  memukul  teman  perempuan,  karena  dia  sering
melaporkan  saya  kepada  guru  ketika  saya  merokok,  karena laporan itu maka saya menghajarnya”HP, 16 tahun.
“Merokok, berkelahi, bolos merupakan hal yang biasa dan wajar dalam  pergaulan  remaja  saat  ini.  Kalau  tidak  merokok  kami
kelihatan tidak gaul”BS, 15 tahun. “Saya  merokok  ketika  bersama  teman-teman  dan  hal  itu  sering
saya lakukan” BM, 14 tahun. “Kata-kata kasar dan makian yang sering dipakai itu karena kami
sudah  terbiasa  memakainya  di  lingkungan  pergaulan  di  sekolah
maupun di rumah”MD, 14 tahun. Dari petikan wawancara di atas terlihat bahwa bagi mereka perilaku nakal
merupakan  hal  yang  biasa,  wajar  dan  tidak  terpisahkan  dalam  dunia remaja.
Dinamika perubahan
psikologis yang
tidak terkontrol
memungkinkan remaja terlibat kenakalan yang lebih beresiko. Kecerdasan emosional merupakan salah satu konstuk psikologis yang jika berkembang
dengan  baik  akan  menurunkan  potensi  kenakalan  remaja.  Misalnya perkelahian  remaja  secara  psikologis  disebabkan  konflik  batin,  frustrasi,
memiliki  emosi  yang  labil,  tidak  peka  terhadap  perasaan  orang  lain,  dan perasaan rendah diri Muawanah, et al. 2012.
9
Dalam  berbagai  penelitian  ditemukan  bahwa  kenakalan  remaja dilatarbelakangi oleh beragam faktor. Menurut Kartono 2012 kenakalan
remaja disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal adalah  faktor  yang  bersumber  dari  individu  yang  bersangkutan,  yang
diantaranya adalah rendahnya tingkat kecerdasan seseorang, sedangkan faktor eksternal  adalah  faktor  yang  bersumber  dari  luar  individu,  misalnya  adalah
pengaruh lingkungan tempat tinggal sehari-hari.
Dari  berbagai  faktor  internal,  kecerdasan  emosional  merupakan salah satu faktor yang memengaruhi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
Rini,  Hardjajani,  dan  Nugroho  2012  kecerdasan  emosional  mempunyai pengaruh  yang  penting  dalam  menentukan  perilaku  individu.  Individu
dengan  kecerdasan  emosi  tinggi  dapat  mengendalikan  dan  mengelola emosi sehingga dapat mengendalikan terjadinya perilaku negatif, misalnya
kenakalan  remaja.  Hal  itu  sejalan  dengan  penelitian  Agung  dan Matulesssy  2012,  kecerdasan  emosional  berpengaruh  pada  tinggi
rendahnya  kecenderungan  berperilaku  agresif.  Penelitian  Moskat  dan Sorensen  2012  juga  menyebutkan  ketika  individu  yang  memiliki
kecerdasan  emosional  yang  tinggi  maka  individu  akan  lebih  mampu menyesuaikan diri dengan norma-norma sosial yang terbentuk sebelumnya
sehingga  perilaku  nakal  menjadi  kurang.  Penelitian  Castillo  et  al.  2013 pada  remaja  di  Spanyol  menemukan  sebuah  hasil  jika  remaja  memiliki
kecerdasan  emosi  yang  baik  akan  membuat  tingkat  kenakalan  menjadi rendah dan begitu pula sebaliknya. Pendapat  yang serupa diutarakan oleh
Aprilia  dan  Herdina  2014  kecerdasan  emosional  berpengaruh  pada perilaku tawuran remaja.
Kecerdasan  emosional  merupakan  kemampuan  mengatur  emosi. Kemampuan yang rendah dapat menyebabkan gangguan perilaku, memilih
tindakan  agresif  sebagai  stategi  keluar  dari  masalah  coping.  Kondisi
10
kecerdasan  emosi  yang  kurang  baik  mengakibatkan  remaja  kurang memahami  orang  lain  sehingga  cenderung  berorientasi  pada  diri  sendiri
dan  cenderung  menunjukkan  perilaku  yang  tidak  sesuai  dengan  norma yang  ada.  Goleman  1995,  dalam  Rini,  et  al.,  2012  menjelaskan  bahwa
kecerdasan  emosional  yang  rendah  ditandai  dengan  ketidakmampuan remaja dalam menjalin relasi antar pribadi.
Ketegangan  emosi  dalam  diri  remaja  akibat  perubahan-perubahan fisik  dan  psikologis  dalam  masa  perkembangan.  Ketegangan  emosi  yang
tinggi, dorongan emosi yang sangat kuat, dan emosi yang tidak terkendali membuat  remaja  lebih  mudah  meledakkan  emosi  dan  bertindak  tidak
rasional,  sehingga  tidak  jarang  keadaan  emosi  yang  demikian  membuat remaja  berperilaku  nakal.  Menghadapi  kehidupan  emosi  yang  penuh
gejolak  dan  ketegangan  emosi  yang  meninggi,  remaja  dituntut  dapat cerdas  secara  emosi  agar  tidak  terjerumus  pada  tindakan  yang  tidak
rasional. Sejauh penelitian penulis, dalam penelitian yang dilakukan Rini et
al.  2012  menyatakan  adanya  hubungan  negatif  yang  signifikan  antara kecerdasan  emosional  dengan  kenakalan  remaja.  Penelitian  yang  sejenis
dilakukan  oleh  Muawanah  et  al.  2012  yang  menemukan  adanya hubungan  kematangan  emosi  dengan  kenakalan  remaja  dengan  semakin
matang  emosi,  semakin  kecil  kemungkinan  remaja  berperilaku  nakal. Penelitian Moskat dan Sorensen 2012 menemukan kecerdasan emosional
dan agresivitas mempunyai hubungan negatif yang signifikan.  Penelitian ini  sejalan  dengan  Agung  dan  Matulesssy  2012  yang  juga  menemukan
kecerdasan  emosional  dan  agresivitas  remaja  mempunyai  hubungan n
egatif  yang  signifikan.  Sejalan  dengan itu  penelitian
Castillo et al., 2013 kecerdasan  emosional  yang  tinggi  akan  menurunkan  tingkat  kenakalan
11
remaja.  Hasil  yang  sama  juga  dalam  penelitian  yang  dilakukan  oleh Aprilia  dan  Herdina  2014  yang  menyatakan  bahwa  kecerdasan
emosional memiliki hubungan negatif signifikan dengan kenakalan remaja dalam bentuk tawuran pelajar. Beberapa hasil penelitian tersebut ternyata
berbeda  dengan  penelitian  yang  dilakukan  oleh  Yulianto  2012,  hasil penelitiannya  menunjukan  bahwa  tidak  ada  hubungan  negatif  signifikan
antara  kecerdasan  emosi  dengan  kenakalan  remaja  pada  siswa  MTSN Puncu Kabupaten Kediri.
Selain  kecerdasan  emosional,  faktor  yang  turut  memengaruhi kenakalan  remaja  adalah  keharmonisan  keluarga.  Individu  yang  terlibat
dalam  tindakan  kriminal,  kenakalan  remaja  atau  kenakalan  yang  belum melanggar  hukum  setelah  diselidiki  oleh  para  ahli  ternyata  banyak  dari
mereka  yang  mengalami  masalah  keluarga.  Keluarga  dan  suasana  hidup keluarga  sangat  berpengaruh  atas  taraf-taraf  permulaan  perkembangan
anak  dan  banyak  menentukan  apakah  yang  kelak  akan  terbentuk,  sikap keras  hati  atau  sebaliknya  sikap  lemah  lembut,  tabah  serta  dasar-dasar
kepribadian lainnya
Gunarsa, 2003.
Suasana keluarga
yang menimbulkan  rasa  tidak  aman  dan  tidak  menyenangkan  serta  hubungan
keluarga  yang  kurang  baik  dapat  menimbulkan  bahaya  psikologis  bagi setiap  usia  terutama  pada  masa  remaja.  Kenakalan  remaja  sangat  terkait
dengan  hubungan  yang  tidak  baik  antara  orang  tua  dan  anak  Ilahude 1983,  dalam  Sarwono,  1999  atau  apa  yang  dilihatnya  di  rumah,  sekolah
dan kalangan teman. Sejauh  penelusuran  penulis,  penelitian  yang  dilakukan  oleh
Darokah  dan  Safaria  2005  menyatakan  bahwa  anak  dari  keluarga  yang tidak  harmonis  mempunyai  resiko  lebih  tinggi  untuk  terlibat  dalam
kenakalan remaja. Sejalan dengan itu penelitian Maria 2007 menyatakan
12
keharmonisan  keluarga  memberi  pengaruh  terhadap  kecenderungan kenakalan  remaja.  Penelitian  sejenis  dilakukan  Widayati,  Lestari  dan
Ramli  2014;  Saputri  dan  Naqiah  2014  yang  menyatakan  adanya hubungan  negatif  signifikan  antara  keharmonisan  keluarga  dengan
perilaku  agresif.  Hasil  penelitian  yang  berbeda  ditemukan  dalam penelitian  Irmawati  dan  Kurniawan  2008,  yang  menyatakan  tidak  ada
hubungan  negatif  yang  signifikan  antara  keharmonisan  keluarga  dan kecenderungan kenakalan remaja.
Melihat  berbagai  fenomena  dan  hasil  penelitian  di  atas  diketahui kenakalan  remaja  menjadi  masalah  yang  cukup  meresahkan.  Dari  hasil
penelitian  sebelumnya  ditemukan  terdapat  hasil  penelitian  yang  pro  dan kontra  tentang  kecerdasan  emosional  dan  keharmonisan  keluarga  dengan
kecenderungan  kenakalan  remaja.  Untuk  alasan  itu  maka  penulis  merasa penting  dan  tertarik  untuk  meneliti  pengaruh  kecerdasan  emosional  dan
keharmonisan  keluarga  terhadap  kecenderungan  kenakalan  remaja  siswa SMP Negeri 13 Ambon.
1.2 RUMUSAN MASALAH