Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Keharmonisan Keluarga terhadap Kecenderungan Kenakalan Remaja pada Siswa SMP Negeri 13 Ambon T2 832013009 BAB I

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

Kenakalan remaja merupakan masalah yang sangat kompleks yang terjadi di berbagai kota di Indonesia. Masalah ini makin hari makin meluas dan cukup menggambarkan keadaan sebagian remaja yang memprihatinkan. Menurut berbagai penelitian kenakalan remaja dilatarbelakangi oleh beragam faktor baik faktor internal maupun eksternal. Kecerdasan emosional dan keharmonisan keluarga menjadi faktor yang penting untuk menekan tingkat kenakalan remaja. Dalam bab ini penulis menguraikan latar belakang dari penelitian ini untuk memperjelas beberapa faktor yang memengaruhi kecenderungan kenakalan remaja yaitu kecerdasan emosional dan keharmonisan keluarga dan penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 13 Ambon.

1.1 LATAR BELAKANG

Masa remaja merupakan salah satu periode dalam rentan kehidupan manusia yang memiliki beberapa keunikan tersendiri. Keunikan tersebut bersumber dari kedudukan remaja pada periode transisional antara masa kanak-kanak dan masa dewasa (Agustiani, 2006). Masa ini merupakan periode penting dalam perkembangan seorang individu. Penting dalam arti terjadi proses perkembangan fisik dan perkembangan psikologis. Perkembangan dan pertumbuhan terjadi dalam berbagai aspek dan bersifat universal seperti meningginya emosi dan intensitas perubahan tubuh, perubahan minat dan pola perilaku.


(2)

Perubahan yang dialami remaja menunjukkan adanya keragaman dan perbedaan. Salah satunya disebabkan perbedaaan lingkungan tempat remaja tumbuh (Rifai, 1984). Interaksi dalam lingkungan sosial membawa berbagai dampak dalam perilaku remaja. Perubahan juga terdapat dalam lingkungan seperti sikap orang tua atau anggota keluarga lain, guru, teman sebaya maupun masyarakat pada umumnya. Kondisi ini merupakan reaksi terhadap pertumbuhan remaja. Remaja dituntut untuk mampu menampilkan tingkah laku yang dianggap pantas atau sesuai. Adanya perubahan ini membuat kebutuhan remaja meningkat terutama kebutuhan sosial dan psikologisnya. Untuk memenuhi kebutuhan itu remaja memperluas lingkungan sosial di luar keluarga, seperti lingkungan sekolah, lingkungan teman sebaya dan lingkungan masyarakat lain (Agustiani, 2006).

Masa remaja juga merupakan masa mencari identitas. Menurut Erikson (1968, dalam Santrock, 2011) selama periode ini masyarakat secara relatif membiarkan remaja bebas dari tanggung jawab dan bebas mencoba berbagai identitas. Remaja yang berhasil mengatasi konflik identitas akan tumbuh dengan penghayatan mengenai diri yang dapat diterima, sedangkan remaja yang tidak berhasil mengatasi krisis identitas menderita kebingungan identitas yang menggejala dengan menarik diri, mengisolasi diri dari kawan sebaya dan keluarga atau meleburkan diri ke dalam dunia kawan sebaya dan kehilangan identitas. Lingkungan turut menentukan pembentukan identitas pribadinya; bila lingkungan baik akan memungkinkan seseorang menjadi matang identitas dan pribadinya sedang lingkungan yang buruk biasanya mendorong ke hal yang negatif. Kekaburan identitas membuat remaja terlibat dalam berbagai perilaku


(3)

Kenakalan remaja sudah terjadi sejak dahulu dan kini fenomena itu semakin meluas. Masalah kenalan remaja seperti sebuah lingkaran hitam yang tak pernah putus, sambung menyambung dari waktu ke waktu, dari masa ke masa, bahkan dari hari ke hari semakin rumit. Masalah ini kompleks terjadi di berbagai kota di Indonesia. Sehingga masalah kenakalan remaja merupakan bagian dari masalah sosial yang dihadapi oleh masyarakat (Tambunan, 1982).

Berbagai bentuk kenakalan dilakukan oleh para remaja. Menurut data BKKBN (http://ntb.bkkbn.go.id/) pada tahun 2013 kondisi remaja di Indonesia beragam dengan menikah di usia remaja, seks pra nikah dan kehamilan tidak dinginkan, aborsi 2,4 juta dengan 700-800 ribu adalah remaja, HIV/AIDS dengan 1283 kasus, 70% remaja terlibat miras dan Narkoba.

Fenomena kenakalan remaja dilakukan dengan berbagai bentuk dan tingkatan mulai dari kenakalan biasa, kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan, juga kenakalan khusus Sunarwiyati (1985). Kenakalan yang dilakukan mulai dari kenakalan biasa yang yang melanggar norma sosial, aturan sekolah sampai pada melanggar hukum yang mengarah pada tindakan kriminal. Fenomena kecenderungan kenakalan di lingkup sekolah di antaranya tidak memakai seragam sekolah sesuai dengan peraturan sekolah, membolos atau datang terlambat ke sekolah, berbicara kasar kepada teman, guru, merokok, kebut-kebutan di jalan, nilai yang kurang memuaskan, melakukan penyimpangan agama, serta berpacaran melebihi batas sehingga berdampak pada hamil di luar nikah dan sebagainya (Millatina et al., 2012).


(4)

Berdasarkan Data Badan Narkotika Nasional (BNN) (http://news.okezone.com) untuk tahun 2013, 22% pelajar merupakan pengguna narkoba yang tinggi setelah pekerja. Angka pelajar yang menjadi tersangka narkotika di Indonesia mencapai 695 orang pelajar. Angka-angka tersebut diprediksikan akan terus menanjak, seperti fenomena gunung es, tidak tampak di permukaan namun jika ditelusuri lebih dalam ternyata banyak ditemukan kasus kasus yang cukup mengejutkan.

Data dari Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) menunjukkan dalam tahun 2012 ada 147 kasus tawuran pelajar dan sebanyak 82 pelajar tewas sepanjang tahun itu (http://megapolitan.kompas.com). Pada tahun 2012 jumlah kasus meningkat menjadi 229 kasus dengan 19 pelajar yang tewas sia-sia sepanjang tahun (http://www.tribunnews.com/). Hal ini jelas terlihat ada peningkatan dalam dua tahun terakhir. Sementara dalam tahun 2014 sudah berbagai berita tentang kenakalan remaja yang dilakukan. Dalam pemberitaan salah satu media online (http://www.tempo.co/), beberapa bulan terakhir ini aksi para pelajar sungguh memprihatinkan. Pada Februari 2014, tawuran pelajar terjadi di Jalan Raya Kemang, yang memakan korban tewas seorang pelajar berusia 16 tahun karena sebuah celurit menancap di kepalanya. Dalam konvoi perayaan kelulusan pada bulan Mei 2014 lalu di Yogyakarta diwarnai tawuran antarpelajar yang saling menyerang dengan lemparan batu dan senjata tajam. Selain itu dalam tawuran pada 14 Agustus 2014 memakan satu korban tewas siswa SMK Adi Luhur Condet, Jakarta Timur karena sabetan celurit di bagian punggung dan kepala. (http://megapolitan.kompas.com).


(5)

Sementara itu, pada bulan Februari 2015, seorang siswa SMP yang berperilaku seperti orang dewasa yang “menyatakan perasaan suka” kepada siswi SD dan kemudian terlihat bermesraan di lingkungan sekolah (http://www.merdeka.com). Selain itu, di Banjarmasin, seorang remaja berusia 15 tahun setelah berpacaran seminggu, sudah melakukan hubungan seks bebas dengan pacarnya (http://www.jpnn.com/read). Pada bulan April 2015, 8 orang siswa SMP berurusan dengan polisi karena tertangkap tangan saat sedang melempari gedung SMP dengan batu. (http://www.soloposfm.com). Berberapa fenomena ini cukup menggambarkan sebagian keadaan remaja saat ini.

Selain berbagai bentuk tawuran pelajar yang ramai publik, di Jakarta Timur sejumlah pelajar terjaring razia karena berada di terminal dan di mall pada jam sekolah (http://news.liputan6.com). Hal yang sama terjadi di Tegal, Jawa Tengah, puluhan pelajar SMP dan SMA di razia petugas Satpol PP. Mereka kedapatan berada di pusat perbelanjaan dan tempat wisata, saat jam pelajaran sekolah, dalam tas pelajar juga ditemukan kondom.

Kenakalan remaja terjadi di sejumlah sekolah di berbagai kota di Indonesia, juga di Kota Ambon. Dalam suatu pemberitaan sejumlah siswa SMP dan SMA membolos dan kedapatan bermain bilyar di terminal. Selain itu mereka juga kedapatan menyimpan adegan video porno di telepon genggam beberapa siswa (www.indosiar.com). Dalam suatu kesempatan, Kepala Dinas Pendidikan Olahraga Kota Ambon, Benjamin Kainama menambahkan berdasarkan hasil survey Komisi Perlindungan Anak (KPA) terdapat 90% siswa SMP dan SMA yang melakukan seks bebas, 62,30% tidak perawan, dan 21,2% melakukan aborsi serta 93% sering bercumbu.


(6)

Berdasarkan data dari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Ambon, dalam beberapa kesempatan patroli ditemukan siswa sering berkeliaran di jam sekolah. Para siswa yang ditangkap dibina dan dikembalikan ke sekolah. Siswa yang sering berkeliaran adalah siswa SMP, SMA dan SMK. Sejalan dengan data di atas menurut Satuan Pembinaan Masyarakat (Binmas) Polres Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease, untuk tahun 2013 dan 2014 jumlah siswa di Kota Ambon yang terjaring saat berkeliaran dan yang terlibat tawuran antar pelajar maupun antar gang makin marak dan meningkat. Siswa yang tertangkap dibina, juga dikembalikan ke sekolah masing-masing.

SMP Negeri 13 Ambon merupakan salah satu sekolah di Kota Ambon yang sebagian siswa-siswinya sering menunjukan kecenderungan perilaku nakal. Hal itu terlihat dari bahwa beberapa siswa pernah terlibat tawuran dengan siswa sekolah tetangga. Kecenderungan ini membuat Kepala sekolah dengan tegas mengeluarkan peraturan kepada siapa saja yang terlibat tawuran akan dikeluarkan dari sekolah. Alhasil kecenderungan kenakalan anak menjadi kurang di luar sekolah tetapi tetap marak di dalam lingkungan sekolah.

Menurut Kartono (2012) mayoritas pelaku kenakalan remaja berusia di bawah usia 21 tahun dengan angka tindak kenakalan ada pada usia 15-19 tahun. Usia tersebut merupakan saat remaja menempuh pendidikan di bangku SMP dan SMA. Sehingga pembahasan mengenai kecenderungan kenakalan remaja pada remaja yang sedang menduduki bangku SMP dinilai tepat.


(7)

Berdasarkan wawancara dengan guru Bimbingan Konseling (BK) pada bulan Januari 2015, didapatkan hasil bahwa sebagian siswa sering menunjukkan kecenderungan berperilaku nakal dengan membolos dari sekolah, cenderung mencari masalah dengan teman, terlibat perkelahian dengan teman di lingkungan sekolah, terlibat tawuran, mengeluarkan kata makian, pacaran di lingkungan sekolah, bersembunyi dalam toilet karena tidak ingin mengikuti mata pelajaran tertentu, sering terlambat ke sekolah, merokok, berbohong atau memutarbalikkan kenyataan dengan tujuan menipu orang atau menutup kesalahan dan sebagainya. Perilaku nakal ini dilakukan oleh siswa laki-laki maupun perempuan. Beragam perilaku diatas dikategorikan dalam kenakalan remaja menurut Jensen (1985, dalam Sarwono, 2007). Bentuk perilaku ini memang belum melanggar hukum dalam arti sesungguhnya karena yang dilanggar adalah status dalam lingkungan sekolah. Akan tetapi jika dibiarkan, kecenderungan perilaku nakal akan tetap dipertahankan sampai beranjak dewasa dan dapat berkembang dalam bentuk yang lain.

Dalam wawancara dengan beberapa siswa SMP yang terlibat pelanggaran di sekolah pada bulan April 2015, terlihat pandangan mereka tentang kenakalan yang dilakukan. Sebagian besar subjek mengatakan bahwa perilaku melanggar aturan di sekolah maupun di rumah pada dasarnya adalah hal yang wajar. Mereka sadar bahwa melanggar peraturan adalah hal yang salah namun mereka tetap melakukannya. Beberapa pandangan mereka, sebagai berikut:

“Perkelahian itu wajar dan tidak akan terjadi selama tidak ada pancingan dari orang lain. Selama tidak ada pancingan maka


(8)

“Saya hanya iseng untuk menggangu teman lainnya, ketika ada yang terpancing maka kami dapat terlibat perkelahian” (AR, 15 tahun).

“Saya terlibat perkelahian karena saya duduk di tempat duduk seorang teman. Saya langsung dipukul oleh seorang teman dan dia dibantu oleh tiga teman lain, walaupun saya sendiri saya tetap

melawan” (YS, 15 tahun).

Saya pernah memukul teman perempuan, karena dia sering melaporkan saya kepada guru ketika saya merokok, karena

laporan itu maka saya menghajarnya”(HP, 16 tahun).

“Merokok, berkelahi, bolos merupakan hal yang biasa dan wajar dalam pergaulan remaja saat ini. Kalau tidak merokok kami kelihatan tidak gaul”(BS, 15 tahun).

“Saya merokok ketika bersama teman-teman dan hal itu sering

saya lakukan” (BM, 14 tahun).

“Kata-kata kasar dan makian yang sering dipakai itu karena kami

sudah terbiasa memakainya di lingkungan pergaulan di sekolah

maupun di rumah”(MD, 14 tahun).

Dari petikan wawancara di atas terlihat bahwa bagi mereka perilaku nakal merupakan hal yang biasa, wajar dan tidak terpisahkan dalam dunia remaja.

Dinamika perubahan psikologis yang tidak terkontrol memungkinkan remaja terlibat kenakalan yang lebih beresiko. Kecerdasan emosional merupakan salah satu konstuk psikologis yang jika berkembang dengan baik akan menurunkan potensi kenakalan remaja. Misalnya perkelahian remaja secara psikologis disebabkan konflik batin, frustrasi, memiliki emosi yang labil, tidak peka terhadap perasaan orang lain, dan perasaan rendah diri (Muawanah, et al. 2012).


(9)

Dalam berbagai penelitian ditemukan bahwa kenakalan remaja dilatarbelakangi oleh beragam faktor. Menurut Kartono (2012) kenakalan remaja disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang bersumber dari individu yang bersangkutan, yang diantaranya adalah rendahnya tingkat kecerdasan seseorang, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang bersumber dari luar individu, misalnya adalah pengaruh lingkungan tempat tinggal sehari-hari.

Dari berbagai faktor internal, kecerdasan emosional merupakan salah satu faktor yang memengaruhi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Rini, Hardjajani, dan Nugroho (2012) kecerdasan emosional mempunyai pengaruh yang penting dalam menentukan perilaku individu. Individu dengan kecerdasan emosi tinggi dapat mengendalikan dan mengelola emosi sehingga dapat mengendalikan terjadinya perilaku negatif, misalnya kenakalan remaja. Hal itu sejalan dengan penelitian Agung dan Matulesssy (2012), kecerdasan emosional berpengaruh pada tinggi rendahnya kecenderungan berperilaku agresif. Penelitian Moskat dan Sorensen (2012) juga menyebutkan ketika individu yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi maka individu akan lebih mampu menyesuaikan diri dengan norma-norma sosial yang terbentuk sebelumnya sehingga perilaku nakal menjadi kurang. Penelitian Castillo et al. (2013) pada remaja di Spanyol menemukan sebuah hasil jika remaja memiliki kecerdasan emosi yang baik akan membuat tingkat kenakalan menjadi rendah dan begitu pula sebaliknya. Pendapat yang serupa diutarakan oleh Aprilia dan Herdina (2014) kecerdasan emosional berpengaruh pada perilaku tawuran remaja.

Kecerdasan emosional merupakan kemampuan mengatur emosi. Kemampuan yang rendah dapat menyebabkan gangguan perilaku, memilih tindakan agresif sebagai stategi keluar dari masalah (coping). Kondisi


(10)

kecerdasan emosi yang kurang baik mengakibatkan remaja kurang memahami orang lain sehingga cenderung berorientasi pada diri sendiri dan cenderung menunjukkan perilaku yang tidak sesuai dengan norma yang ada. Goleman (1995, dalam Rini, et al., 2012) menjelaskan bahwa kecerdasan emosional yang rendah ditandai dengan ketidakmampuan remaja dalam menjalin relasi antar pribadi.

Ketegangan emosi dalam diri remaja akibat perubahan-perubahan fisik dan psikologis dalam masa perkembangan. Ketegangan emosi yang tinggi, dorongan emosi yang sangat kuat, dan emosi yang tidak terkendali membuat remaja lebih mudah meledakkan emosi dan bertindak tidak rasional, sehingga tidak jarang keadaan emosi yang demikian membuat remaja berperilaku nakal. Menghadapi kehidupan emosi yang penuh gejolak dan ketegangan emosi yang meninggi, remaja dituntut dapat cerdas secara emosi agar tidak terjerumus pada tindakan yang tidak rasional.

Sejauh penelitian penulis, dalam penelitian yang dilakukan Rini et al. (2012) menyatakan adanya hubungan negatif yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan kenakalan remaja. Penelitian yang sejenis dilakukan oleh Muawanah et al. (2012) yang menemukan adanya hubungan kematangan emosi dengan kenakalan remaja dengan semakin matang emosi, semakin kecil kemungkinan remaja berperilaku nakal. Penelitian Moskat dan Sorensen (2012) menemukan kecerdasan emosional dan agresivitas mempunyai hubungan negatif yang signifikan. Penelitian ini sejalan dengan Agung dan Matulesssy (2012) yang juga menemukan kecerdasan emosional dan agresivitas remaja mempunyai hubungan negatif yang signifikan. Sejalan dengan itu penelitian Castillo et al., (2013) kecerdasan emosional yang tinggi akan menurunkan tingkat kenakalan


(11)

remaja. Hasil yang sama juga dalam penelitian yang dilakukan oleh Aprilia dan Herdina (2014) yang menyatakan bahwa kecerdasan emosional memiliki hubungan negatif signifikan dengan kenakalan remaja dalam bentuk tawuran pelajar. Beberapa hasil penelitian tersebut ternyata berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Yulianto (2012), hasil penelitiannya menunjukan bahwa tidak ada hubungan negatif signifikan antara kecerdasan emosi dengan kenakalan remaja pada siswa MTSN Puncu Kabupaten Kediri.

Selain kecerdasan emosional, faktor yang turut memengaruhi kenakalan remaja adalah keharmonisan keluarga. Individu yang terlibat dalam tindakan kriminal, kenakalan remaja atau kenakalan yang belum melanggar hukum setelah diselidiki oleh para ahli ternyata banyak dari mereka yang mengalami masalah keluarga. Keluarga dan suasana hidup keluarga sangat berpengaruh atas taraf-taraf permulaan perkembangan anak dan banyak menentukan apakah yang kelak akan terbentuk, sikap keras hati atau sebaliknya sikap lemah lembut, tabah serta dasar-dasar kepribadian lainnya (Gunarsa, 2003). Suasana keluarga yang menimbulkan rasa tidak aman dan tidak menyenangkan serta hubungan keluarga yang kurang baik dapat menimbulkan bahaya psikologis bagi setiap usia terutama pada masa remaja. Kenakalan remaja sangat terkait dengan hubungan yang tidak baik antara orang tua dan anak (Ilahude 1983, dalam Sarwono, 1999) atau apa yang dilihatnya di rumah, sekolah dan kalangan teman.

Sejauh penelusuran penulis, penelitian yang dilakukan oleh Darokah dan Safaria (2005) menyatakan bahwa anak dari keluarga yang tidak harmonis mempunyai resiko lebih tinggi untuk terlibat dalam kenakalan remaja. Sejalan dengan itu penelitian Maria (2007) menyatakan


(12)

keharmonisan keluarga memberi pengaruh terhadap kecenderungan kenakalan remaja. Penelitian sejenis dilakukan Widayati, Lestari dan Ramli (2014); Saputri dan Naqiah (2014) yang menyatakan adanya hubungan negatif signifikan antara keharmonisan keluarga dengan perilaku agresif. Hasil penelitian yang berbeda ditemukan dalam penelitian Irmawati dan Kurniawan (2008), yang menyatakan tidak ada hubungan negatif yang signifikan antara keharmonisan keluarga dan kecenderungan kenakalan remaja.

Melihat berbagai fenomena dan hasil penelitian di atas diketahui kenakalan remaja menjadi masalah yang cukup meresahkan. Dari hasil penelitian sebelumnya ditemukan terdapat hasil penelitian yang pro dan kontra tentang kecerdasan emosional dan keharmonisan keluarga dengan kecenderungan kenakalan remaja. Untuk alasan itu maka penulis merasa penting dan tertarik untuk meneliti pengaruh kecerdasan emosional dan keharmonisan keluarga terhadap kecenderungan kenakalan remaja siswa SMP Negeri 13 Ambon.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah kecerdasan emosional dan keharmonisan keluarga berpengaruh secara secara simultan dan signifikan terhadap kecenderungan kenakalan remaja siswa SMP Negeri 13 Ambon?


(13)

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosional dan keharmonisan keluarga terhadap kecenderungan kenakalan remaja siswa SMP Negeri 13 Ambon.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Sesuai tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini diharapkan memberikan manfaat baik yang bersifat teoritis maupun praktis sebagai berikut:

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pengembangan ilmu psikologi sehingga dapat memberikan informasi tentang kecenderungan kenakalan remaja melalui kecerdasan emosional dan keharmonisan keluarga.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi siswa, hasil penelitian ini dapat memberi sumbangsih pengembangan khasana ilmu pengetahuan khususnya pada remaja dengan berbagai permasalahannya dan memberi informasi mengenai pengaruh kecerdasan emosional dan keharmonisan keluarga terhadap kecenderungan kenakalan remaja.

2. Bagi pihak sekolah, hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi para guru sehingga sekolah diharapkan memerhatikan dan membantu siswa menjadi pribadi yang lebih baik.

3. Bagi penelitian selanjutnya, sebagai bahan reverensi bagi peneliti berikutnya dalam mengkaji masalah yang sama di masa yang akan datang.


(14)

1.5 SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika dalam penulisan terdiri dari lima bab, yaitu: Bab I, dalam bab ini penulis menguraikan latar belakang masalah penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

Bab II, dalam bab ini penulis menguraikan tinjauan pustaka, meliputi teori-teori yang berhubungan dengan permasalahan penelitian, yakni teori kecerderungan kenakalan remaja, teori kecerdasan emosional, dan teori keharmonisan keluarga, aspek-aspek dan faktor-faktor, kemudian mengemukakan hasil-hasil penelitian sebelumnya, dinamika hubungan antara peubah, model penelitian dan hipotesis.

Bab III, dalam bab ini penulis menguraikan tentang peubah penelitian, definisi operasional, metodologi pengumpulan data, populasi dan sampel, kemudian aspek dan indikator skala penelitian serta teknik analisis data.

Bab IV, dalam bab ini penulis menguraikan deskripsi tempat penelitian, karakteristik respoden, daya diskriminasi dan reliablitas alat ukur, hasil pengukuran peubah, uji statistik, dan diskusi tentang hasil penelitian.

Bab V, dalam bab ini penulis menguraikan tentang kesimpulan dan saran penelitian berisi kesimpulan peneliti dan saran peneliti juga rekomendasi kepada lembaga atau institusi yang berkaitan dengan hasil penelitian ini, serta rekomendasi untuk penelitian selanjutnya


(1)

Dalam berbagai penelitian ditemukan bahwa kenakalan remaja dilatarbelakangi oleh beragam faktor. Menurut Kartono (2012) kenakalan remaja disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang bersumber dari individu yang bersangkutan, yang diantaranya adalah rendahnya tingkat kecerdasan seseorang, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang bersumber dari luar individu, misalnya adalah pengaruh lingkungan tempat tinggal sehari-hari.

Dari berbagai faktor internal, kecerdasan emosional merupakan salah satu faktor yang memengaruhi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Rini, Hardjajani, dan Nugroho (2012) kecerdasan emosional mempunyai pengaruh yang penting dalam menentukan perilaku individu. Individu dengan kecerdasan emosi tinggi dapat mengendalikan dan mengelola emosi sehingga dapat mengendalikan terjadinya perilaku negatif, misalnya kenakalan remaja. Hal itu sejalan dengan penelitian Agung dan Matulesssy (2012), kecerdasan emosional berpengaruh pada tinggi rendahnya kecenderungan berperilaku agresif. Penelitian Moskat dan Sorensen (2012) juga menyebutkan ketika individu yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi maka individu akan lebih mampu menyesuaikan diri dengan norma-norma sosial yang terbentuk sebelumnya sehingga perilaku nakal menjadi kurang. Penelitian Castillo et al. (2013) pada remaja di Spanyol menemukan sebuah hasil jika remaja memiliki kecerdasan emosi yang baik akan membuat tingkat kenakalan menjadi rendah dan begitu pula sebaliknya. Pendapat yang serupa diutarakan oleh Aprilia dan Herdina (2014) kecerdasan emosional berpengaruh pada perilaku tawuran remaja.

Kecerdasan emosional merupakan kemampuan mengatur emosi. Kemampuan yang rendah dapat menyebabkan gangguan perilaku, memilih tindakan agresif sebagai stategi keluar dari masalah (coping). Kondisi


(2)

kecerdasan emosi yang kurang baik mengakibatkan remaja kurang memahami orang lain sehingga cenderung berorientasi pada diri sendiri dan cenderung menunjukkan perilaku yang tidak sesuai dengan norma yang ada. Goleman (1995, dalam Rini, et al., 2012) menjelaskan bahwa kecerdasan emosional yang rendah ditandai dengan ketidakmampuan remaja dalam menjalin relasi antar pribadi.

Ketegangan emosi dalam diri remaja akibat perubahan-perubahan fisik dan psikologis dalam masa perkembangan. Ketegangan emosi yang tinggi, dorongan emosi yang sangat kuat, dan emosi yang tidak terkendali membuat remaja lebih mudah meledakkan emosi dan bertindak tidak rasional, sehingga tidak jarang keadaan emosi yang demikian membuat remaja berperilaku nakal. Menghadapi kehidupan emosi yang penuh gejolak dan ketegangan emosi yang meninggi, remaja dituntut dapat cerdas secara emosi agar tidak terjerumus pada tindakan yang tidak rasional.

Sejauh penelitian penulis, dalam penelitian yang dilakukan Rini et al. (2012) menyatakan adanya hubungan negatif yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan kenakalan remaja. Penelitian yang sejenis dilakukan oleh Muawanah et al. (2012) yang menemukan adanya hubungan kematangan emosi dengan kenakalan remaja dengan semakin matang emosi, semakin kecil kemungkinan remaja berperilaku nakal. Penelitian Moskat dan Sorensen (2012) menemukan kecerdasan emosional dan agresivitas mempunyai hubungan negatif yang signifikan. Penelitian ini sejalan dengan Agung dan Matulesssy (2012) yang juga menemukan kecerdasan emosional dan agresivitas remaja mempunyai hubungan negatif yang signifikan. Sejalan dengan itu penelitian Castillo et al., (2013) kecerdasan emosional yang tinggi akan menurunkan tingkat kenakalan


(3)

remaja. Hasil yang sama juga dalam penelitian yang dilakukan oleh Aprilia dan Herdina (2014) yang menyatakan bahwa kecerdasan emosional memiliki hubungan negatif signifikan dengan kenakalan remaja dalam bentuk tawuran pelajar. Beberapa hasil penelitian tersebut ternyata berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Yulianto (2012), hasil penelitiannya menunjukan bahwa tidak ada hubungan negatif signifikan antara kecerdasan emosi dengan kenakalan remaja pada siswa MTSN Puncu Kabupaten Kediri.

Selain kecerdasan emosional, faktor yang turut memengaruhi kenakalan remaja adalah keharmonisan keluarga. Individu yang terlibat dalam tindakan kriminal, kenakalan remaja atau kenakalan yang belum melanggar hukum setelah diselidiki oleh para ahli ternyata banyak dari mereka yang mengalami masalah keluarga. Keluarga dan suasana hidup keluarga sangat berpengaruh atas taraf-taraf permulaan perkembangan anak dan banyak menentukan apakah yang kelak akan terbentuk, sikap keras hati atau sebaliknya sikap lemah lembut, tabah serta dasar-dasar kepribadian lainnya (Gunarsa, 2003). Suasana keluarga yang menimbulkan rasa tidak aman dan tidak menyenangkan serta hubungan keluarga yang kurang baik dapat menimbulkan bahaya psikologis bagi setiap usia terutama pada masa remaja. Kenakalan remaja sangat terkait dengan hubungan yang tidak baik antara orang tua dan anak (Ilahude 1983, dalam Sarwono, 1999) atau apa yang dilihatnya di rumah, sekolah dan kalangan teman.

Sejauh penelusuran penulis, penelitian yang dilakukan oleh Darokah dan Safaria (2005) menyatakan bahwa anak dari keluarga yang tidak harmonis mempunyai resiko lebih tinggi untuk terlibat dalam


(4)

keharmonisan keluarga memberi pengaruh terhadap kecenderungan kenakalan remaja. Penelitian sejenis dilakukan Widayati, Lestari dan Ramli (2014); Saputri dan Naqiah (2014) yang menyatakan adanya hubungan negatif signifikan antara keharmonisan keluarga dengan perilaku agresif. Hasil penelitian yang berbeda ditemukan dalam penelitian Irmawati dan Kurniawan (2008), yang menyatakan tidak ada hubungan negatif yang signifikan antara keharmonisan keluarga dan kecenderungan kenakalan remaja.

Melihat berbagai fenomena dan hasil penelitian di atas diketahui kenakalan remaja menjadi masalah yang cukup meresahkan. Dari hasil penelitian sebelumnya ditemukan terdapat hasil penelitian yang pro dan kontra tentang kecerdasan emosional dan keharmonisan keluarga dengan kecenderungan kenakalan remaja. Untuk alasan itu maka penulis merasa penting dan tertarik untuk meneliti pengaruh kecerdasan emosional dan keharmonisan keluarga terhadap kecenderungan kenakalan remaja siswa SMP Negeri 13 Ambon.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah kecerdasan emosional dan keharmonisan keluarga berpengaruh secara secara simultan dan signifikan terhadap kecenderungan kenakalan remaja siswa SMP Negeri 13 Ambon?


(5)

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosional dan keharmonisan keluarga terhadap kecenderungan kenakalan remaja siswa SMP Negeri 13 Ambon.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Sesuai tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini diharapkan memberikan manfaat baik yang bersifat teoritis maupun praktis sebagai berikut:

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pengembangan ilmu psikologi sehingga dapat memberikan informasi tentang kecenderungan kenakalan remaja melalui kecerdasan emosional dan keharmonisan keluarga.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi siswa, hasil penelitian ini dapat memberi sumbangsih pengembangan khasana ilmu pengetahuan khususnya pada remaja dengan berbagai permasalahannya dan memberi informasi mengenai pengaruh kecerdasan emosional dan keharmonisan keluarga terhadap kecenderungan kenakalan remaja.

2. Bagi pihak sekolah, hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi para guru sehingga sekolah diharapkan memerhatikan dan membantu siswa menjadi pribadi yang lebih baik.

3. Bagi penelitian selanjutnya, sebagai bahan reverensi bagi peneliti berikutnya dalam mengkaji masalah yang sama di masa yang akan datang.


(6)

1.5 SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika dalam penulisan terdiri dari lima bab, yaitu: Bab I, dalam bab ini penulis menguraikan latar belakang masalah penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

Bab II, dalam bab ini penulis menguraikan tinjauan pustaka, meliputi teori-teori yang berhubungan dengan permasalahan penelitian, yakni teori kecerderungan kenakalan remaja, teori kecerdasan emosional, dan teori keharmonisan keluarga, aspek-aspek dan faktor-faktor, kemudian mengemukakan hasil-hasil penelitian sebelumnya, dinamika hubungan antara peubah, model penelitian dan hipotesis.

Bab III, dalam bab ini penulis menguraikan tentang peubah penelitian, definisi operasional, metodologi pengumpulan data, populasi dan sampel, kemudian aspek dan indikator skala penelitian serta teknik analisis data.

Bab IV, dalam bab ini penulis menguraikan deskripsi tempat penelitian, karakteristik respoden, daya diskriminasi dan reliablitas alat ukur, hasil pengukuran peubah, uji statistik, dan diskusi tentang hasil penelitian.

Bab V, dalam bab ini penulis menguraikan tentang kesimpulan dan saran penelitian berisi kesimpulan peneliti dan saran peneliti juga rekomendasi kepada lembaga atau institusi yang berkaitan dengan hasil penelitian ini, serta rekomendasi untuk penelitian selanjutnya


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Keharmonisan Keluarga terhadap Kecenderungan Kenakalan Remaja pada Siswa SMP Negeri 13 Ambon T2 832013009 BAB II

8 33 45

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Keharmonisan Keluarga terhadap Kecenderungan Kenakalan Remaja pada Siswa SMP Negeri 13 Ambon T2 832013009 BAB IV

0 0 27

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Keharmonisan Keluarga terhadap Kecenderungan Kenakalan Remaja pada Siswa SMP Negeri 13 Ambon T2 832013009 BAB V

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Keharmonisan Keluarga terhadap Kecenderungan Kenakalan Remaja pada Siswa SMP Negeri 13 Ambon

0 1 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Keharmonisan Keluarga terhadap Kecenderungan Kenakalan Remaja pada Siswa SMP Negeri 13 Ambon

0 0 27

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Antara Keharmonisan Keluarga dengan Kenakalan Remaja Siswa Kelas VIII di SMP Negeri 2 Geyer Kabupaten Grobogan

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Antara Keharmonisan Keluarga dengan Kenakalan Remaja Siswa Kelas VIII di SMP Negeri 2 Geyer Kabupaten Grobogan T1 132007701 BAB I

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Antara Keharmonisan Keluarga dengan Kenakalan Remaja Siswa Kelas VIII di SMP Negeri 2 Geyer Kabupaten Grobogan T1 132007701 BAB II

0 0 24

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Antara Keharmonisan Keluarga dengan Kenakalan Remaja Siswa Kelas VIII di SMP Negeri 2 Geyer Kabupaten Grobogan

0 0 50

PERAN PERSEPSI KEHARMONISAN KELUARGA DAN KONSEP DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN KENAKALAN REMAJA

0 0 103