Estimasi Jumlah Populasi Kunci Terdampak HIV Tahun 2012
11
Catatan: Prop_urban
: proporsi desa dengan status urban Prop_bioskop
: proporsi desa dengan bioskop beroperasi di suatu kabupatenkota Prop_diskotik
: proporsi desa dengan diskotik di sebuah kabupatenkota Prop_billiard
: proporsi desa dengan tempat bilyar di sebuah kabupatenkota Prop_narkotik
: proporsi desa dengan laporan kasus narkoba di sebuah kabupatenkota Prop_anak_jalanan
: proporsi desa dengan laporan kegiatan anak jalanan di sebuah kabupatenkota
Prop_industri : proporsi desa dengan industri manufaktur di sebuah kabupatenkota
Prop_hotel : proporsi desa dengan hotel beroperasi di sebuah kabupatenkota
Prop_jasa : proporsi desa dengan kegiatan industri jasa di sebuah kabupatenkota
Prop_warnet : proporsi desa dengan warnet beroperasi di suatu kabupatenkota
_laki-laki_usia_subur : Jumlah laki-laki usia 15-49 tahun di sebuah kabupatenkota Anak_jalanan
: jumlah desa dengan laporan kegiatan anak jalanan Perdagangan
: jumlah desa dengan kegiatan industry perdagangan Pergudangan
: jumlah desa dengan kegiatan industri pergudangan Jasa
: jumlah desa with kegiatan industri jasa
Ukuran-ukuran kesesuaian goodness of it, R
2
, dipaparkan dalam tabel 5 berdasarkan PKT. Ukuran-ukuran kesesuaian goodness of it mengukur seberapa baik variabel-
variabel prediktor dalam menjelaskan memprediksi hasil akhir yang teramati.
PKT Model Regresi
WPSL Y = 8.6 - 290.1Prop_urban + 4845.2Prop_bioskop + 802.7Prop_diskotik
+ 364.9Prop_billiard + 953.8Prop_narkotik + 476.9Prop_anak_jalanan + 1035.3Prop_industri + 0.001_laki-laki_usia_subur
WPSTL Y = 26.6 + 4676.1Prop_bioskop + 648.4Prop_diskotik + 410.7Prop_billiard +
0.0004_laki-laki_usia_subur Waria
Y = 20.4 - 63.7Prop_urban + 853.3Prop_bioskop + 194.6Prop_billiard + 114.5Prop_anak_jalanan + 58.9Prop_hotel + 157.7Prop_industri +
157.8Prop_jasa + 0.0002_laki-laki_usia_subur LSL
Y = -24.1 + 4603.6Prop_bioskop + 410.7Prop_warnet - 187.4Prop_industri + 0.001_laki-laki_usia_subur
PWID
Y = e3.8 + 0.03Anak_jalanan + 0.1Perdagangan + 0.4Pergudangan + 0.04Jasa
Tabel 4. Model regresi untuk setiap PKT
PKT R-kuadrat
WPSL 0.659
WPSTL 0.521
Waria 0.735
LSL 0.435
Penasun 0.706
Tabel 5. Ukuran kesesuaian goodness of it
Estimasi Jumlah Populasi Kunci Terdampak HIV Tahun 2012
12
2.3.5. Menyesuaikan estimasi jumlah PKT di tingkat provinsi dan nasional
Model regresi akhir untuk setiap PKT kemudian diterapkan di setiap kabupaten kota yang tidak memiliki data pemetaan, yaitu menggunakan nilai dari PODES
sebagai masukan, rumus regresi digunakan untuk menghasilkan prediksi estimasi jumlah PKT tingkat kabupatenkota. Set data ini kemudian digabungkan
dengan set data estimasi populasi kabupatenkota yang memiliki data pemetaan. Set data gabungan ini mencerminkan estimasi jumlah populasi untuk PKT di
setiap kabupatenkota di Indonesia. Estimasi dari masing-masing kabupaten kota kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan estimasi jumlah PKT tingkat
provinsi dan nasional.
2.4. Menyesuaikan estimasi untuk sub-populasi LSL dan penasun yang tersembunyi
Estimasi jumlah PKT selanjutnya disesuaikan dengan memperhitungkan sub populasi tersembunyi dari LSL dan PWID, yaitu mereka yang tidak teratur pergi
ke tempat-tempat umum untuk bertemu dengan pasangannya atau bersosialisasi dengan PKT lainnya. Diasumsikan bahwa perkiraan pemetaan yang ada
termasuk bagian dari populasi yang paling mungkin untuk dapat diakses dengan intervensi, yaitu orang-orang yang tercakup oleh upaya penjangkauan LSM. Pada
estimasi jumlah PKT tahun 2009, faktor inlasi yang diterapkan untuk semua kabupatenkota adalah 6 kali dari jumlah yang diperkirakan dari model regresi.
Untuk estimasi jumlah PKT 2012, data dari STBP digunakan untuk mengembangkan faktor inlasi untuk LSL penasun. Meskipun pemetaan
terbatas dengan proporsi penduduk yang datang ke tempat-tempat umum, akan tetapi STBP PKT pada penasun dan LSL menggunakan metodologi pengambilan
respondent driven sampling untuk merekrut responden dan dianggap lebih mewakili bagian tersembunyi populasi ini. Berdasarkan alasan ini, prediksi
dan estimasi jumlah berbasis pemetaan meningkat proporsinya untuk LSL dan penasun pada STBP dari mereka yang melaporkan TIDAK dihubungi oleh
petugas penjangkauan dalam 12 bulan terakhir.
8
Persentase tidak memaparkan intervensi yang berasal dari STBP PKT tahun 2009 dan 2011, karena survei
dilaksanakan di wilayah berbeda pada dua survei tersebut. Lokasi STBP 2011 dianggap daerah dengan epidemi HIV lebih berat, sedangkan lokasi STBP 2009
epidemi HIV sedang.
8
Pertanyaan spesiik dari STBP - untuk LSL: Apakah Anda pernah kontak dengan petugas lapangan dalam 12 bulan terakhir? – untuk Penasun: Apakah Anda pernah kontak dengan petugas lapangan?
Estimasi Jumlah Populasi Kunci Terdampak HIV Tahun 2012
13
Karena setiap lokasi STBP memiliki nilai yang berbeda untuk persentase paparan intervensi, oleh karena itu perlu mencocokkan kabupatenkota yang melaksanakan
STBP dan tidak melaksanakan STBP. Untuk keperluan perencanaan kegiatan GFATM, Kemenkes dan mitra-mitranya telah mengkategorikan kabupatenkota
sesuai dengan level epidemi, yaitu Kategori A untuk kabupatenkota dengan epidemi berat, Kategori B untuk kabupatenkota dengan epidemi sedang, dan
Kategori C untuk kabupatenkota dengan epidemi rendah dan juga daerah dengan tingkat cakupan pencegahan rendah.
9
Kategori GFATM juga disesuaikan dengan kabupatenkota yang ikut dalam putaran STBP yang berbeda, yaitu 23
dari 71 kabupatenkota Kategori A adalah lokasi STBP PKT 2011, sementara 9 kabupaten Kategori B adalah lokasi STBP PKT 2009. Penyesuaian lebih lanjut
dilakukan dengan cara berikut ini: • Kabupatenkota dengan data STBP – estimasi langsung dari data STBP
• Jika di kabupatenkota tidak dilakukan STBP, namun di kabupatenkota
lainnya di satu provinsi melakukan STBP, maka kabupatenkota tersebut menggunakan nilai rata-rata estimasi kabupatenkota dari provinsi yang
menjalankan STBP.
• Kabupatenkota GFATM Kategori A– disesuaikan dengan nilai rata-rata dari estimasi kotakabupaten STBP 2011
• Kabupatenkota GFATM Kategori B – disesuaikan dengan nilai rata-rata dari estimasi kotakabupaten STBP 2009
• Kabupatenkota GFATM Kategori C – disesuaikan dengan menggandakan faktor inlasi yang digunakan untuk kabupatenkota kategori B.
10
Faktor inlasi aktual yang diterapkan untuk setiap PKT dan kategori kabupaten kota ditunjukkan pada Tabel 6.
9
Kategori GFATM juga mencerminkan ketika kabupatenkota berada dalam tahapan program, kabupaten kotaprovinsi dengan tingkat epidemi yang lebih berat harus lebih diprioritaskan untuk layanan. Kabupaten
kota kategori A dipilih untuk usulan GF putaran 8 dan termasuk 71 kabupatenkota di 12 provinsi Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali,
Sulawesi Selatan, Papua dan Papua Barat Papua. Enam puluh lima kabupatenkota merupakan kategori B, yang dipilih berdasarkan beban penyakit yang tinggi diantara non kategori kabupaten A yang tersisa
dan kapasitas untuk melakukan program. Kabupatenkota kategori C dipilih diluar dari 12 provinsi awal, dengan fokus pada daerah di mana infeksi HIV telah didiagnosis di 21 provinsi lainnya. Sebagian besar
kabupatenkota tersebut perlu peningkatan kapasitas tambahan sebelum program dapat dimulai.
10
Penyesuaian ini didasarkan pada alasan bahwa PKT di kabupatenkota dengan beban terendah lebih tersembunyikurang untuk terjangkau program. Karena tidak ada STBP di kabupatenkotaprovinsi dengan
beban rendah, maka perlu untuk menerapkan penyesuaian dari kabupatenkota dengan beban moderat yang termasuk dalam STBP 2009.
Estimasi Jumlah Populasi Kunci Terdampak HIV Tahun 2012
14
Faktor inlasi LSL
Faktor inlasi Penasun
Kabupatenkota GFATM kategori A
5 kali 1.21 kali
Kabupatenkota GFATM kategori B
5.9 kali 1.44 kali
Kabupatenkota GFATM kategori C
11.8 kali 2.88 kali
Table 6. Faktor inlasi pada LSL dan Penasun
2.5. Mengestimasi jumlah pelanggan WPS dan Waria
Karena pemetaan dianggap bukan metode yang layak untuk mengestimasi jumlah populasi pelanggan WPS dan Waria, maka digunakanlah metode alternatif lainnya,
yaitu didasarkan pada:
1. Jumlah estimasi WPS dan Waria; 2. Jumlah pelanggan komersial selama suatu periode rujukan tertentu yang
diukur pada STBP 2009 dan 2011; 3. Jumlah hari kerja per bulan dan bulan kerja pada tahun sebelumnya untuk
WPS dan Waria; dan 4. Jumlah Waria dan WPS yang dikunjungi selama 12 bulan sebelumnya yang
diukur pada pria pelanggan dalam kategori pekerjaan tertentu. Rumus berikut ini digunakan:
pelanggan WPS = [ WPS Rata-rata pelangganhari rata-rata hari kerjabulan rata-rata bulan kerjatahun 1 - pelanggan asing] Rata-rata. WPS tahun
lalu di kalangan pelanggan
Rumus yang sama digunakan untuk mengestimasi jumlah pelanggan Waria. Pelanggan asing untuk WPS dan Waria disisihkan karena pelanggan jenis ini
disisihkan dari sampel laki-laki berisiko tinggi pada STBP 2009 dan 2011. Karena pelanggan asing hanya mencakup 0,44 dari pelanggan yang dilaporkan WPS
pada STBP 2011, maka dianggap proporsi pelanggan asing ini dapat diabaikan.