KOHESI DAN KOHERENSI WACANA JURNALISTIK PADA SURAT KABAR RADAR LAMPUNG EDISI APRIL 2014 DAN IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA

KOHESI DAN KOHERENSI WACANA JURNALISTIK PADA
SURAT KABAR RADAR LAMPUNG EDISI APRIL 2014 DAN
IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA
INDONESIA DI SMA

(Tesis)

Oleh
Ayu Setiyo Putri

MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2014

KOHESI DAN KOHERENSI WACANA JURNALISTIK PADA
SURAT KABAR RADAR LAMPUNG EDISI APRIL 2014 DAN
IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA
INDONESIA DI SMA


Oleh
Ayu Setiyo Putri

Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
Magister Pendidikan
pada
Program Studi Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2014

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL

ABSTRAK
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PERNYATAAN
RIWAYAT HIDUP
PERSEMBAHAN
MOTTO
SANWACANA
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................
1.1 Latar Belakang .......................................................................................
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ......................................................................

1

1
7
7
8
8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................
1.1 Wacana ...................................................................................................
1.1.1 Pengertian Wacana .....................................................................
1.1.2 Unsur-Unsur Wacana yang Baik .................................................
1.1.3 Jenis-Jenis Wacana......................................................................
1.1.4 Jenis Wacana pada Bahasa Indonesia .........................................
1.1.5 Tujuan Wacana ...........................................................................
1.2 Analisis Wacana .....................................................................................
1.3 Kohesi ....................................................................................................
1.4 Koherensi ..............................................................................................
1.5 Surat Kabar ............................................................................................
1.5.1 Pengertian Surat Kabar ................................................................
1.5.2 Pengertian Berita .........................................................................


10
10
10
13
16
19
26
27
29
33
44
44
44

1.5.3 Ragam Bahasa Jurnalistik ............................................................
1.5.4 Jenis-Jenis Berita .........................................................................
1.5.5 Struktur Penulisan Berita .............................................................
1.5.6 Nilai-Nilai Berita ..........................................................................
1.6 Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA) ....


46
50
53
54
55

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................
3.1 Rancangan Penelitian .............................................................................
3.2 Sumber Data ...........................................................................................
3.3 Teknik Pengumpulan Data .....................................................................
3.4 Wawancara ..............................................................................................
3.5 Teknik Analisis Data ..............................................................................

69
69
69
70
70
71


BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................
4.1 Hasil Penelitian .....................................................................................
4.1.1 Penggunaan Kohesi, Pemarkah Koherensi dan Koherensi Wacana
Jurnalistik Surat Kabar Radar Lampung .......................................
4.1.2 Hasil Wawancara .........................................................................
4.2 Bahasan Penelitian ................................................................................
4.2.1 Unsur Kohesi pada Teks Berita Surat Kabar Radar Lampung ....
4.2.1.1 Pronomina atau Kata Ganti ..............................................
4.2.1.2 Konjungsi .......................................................................
4.2.2 Pemarkah Koherensi pada Teks Berita Surat Kabar Radar
Lampung .......................................................................................
4.2.2.1 Penambahan atau Adisi ....................................................
4.2.2.2 Seri atau Rentetan ............................................................
4.2.3 Koherensi pada Teks Berita Surat Kabar Radar Lampung ..........
4.2.4 Implikasi terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA ......

76
76
77
82

86
86
86
97
105
105
109
111
120

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 132
5.1 Simpulan ................................................................................................. 132
5.2 Saran ....................................................................................................... 134

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman
Gambar 1. Struktur Penulisan Berita ........................................................... 54
Gambar 2. Komponen-Komponen Analisis Data Model Alir ..................... 72

DAFTAR TABEL

Tabel
Halaman
Tabel 1. Jenis-Jenis Wacana ........................................................................ 18
Tabel 2. Unsur-Unsur Pembentuk Kohesi ................................................... 33
Tabel 3. Indikator Koherensi pada Wacana Jurnalistik ............................... 73
Tabel 4. Unsur Koherensi pada Teks Berita ................................................ 77

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran
Lampiran 1. Kohesi dan Koherensi Teks Berita Surat Kabar Radar Lampung
Lampiran 2. Hasil Wawancara
Lampiran 3. Silabus Pembelajaran
Lampiran 4. Materi Pembelajaran

Lampiran 5. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Lampiran 6. Teks Berita Surat Kabar Radar Lampung
Lampiran 7. Data Informan Penelitian

MOTO

Kegagalan merupakan suatu pembelajaran yang mengajarkan kita agar tidak
mudah putus asa

“Allah telah melapangkan dadaku, meringankan bebanku dan meninggikan
derajatku, karena sesungguhnya setelah kesulitan itu pasti ada kemudahan”
(Q.S. Alam Nasyrah: 1—5)

PERSEMBAHAN

Seiring Doa dan Rasa Syukur Kehadirat Allah S.W.T. kupersembahakan karya
kecilku ini kepada
1. Bapakku tercinta Hi. Setyo Triwiarto, S.T.
Bapak akhirnya Ayu mampu menyelesaikan Program Magister Pendidikan,
semoga ini bisa membuat Bapak bangga ...

2. Emakku tersayang Hj. Roihana
Mak, akhirnya Ayu dapat menyelesaikan Program Magister Pendidikan, semua
itu berkat doa yang selalu Emak curahkan dalam Solat dan kesabaran untuk
menantikan keberhasilan Ayu diwaktu yang akan datang ...
3. Abangku Agung Hanatiyo, S.T. dan Desi Fitri Sakti, S.Kom.
yang selalu memberikan dorongan semangat, serta doa dan mereka yang selalu
mendambakan keberhasilanku ...
4. Abangku Akbar Hariyadi, S.P. dan Ayu Mei Wulandari, S.P.
yang selalu memberikan dorongan semangat, serta doa dan mereka yang selalu
mendambakan keberhasilanku ...

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandarlampung pada tanggal 12 Juli 1990, sebagai anak
ketiga dari tiga bersaudara, buah cinta dari Bapak Hi. Setyo Triwiarto, S.T. dan
Ibu Hj. Roihana.

Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) Perwanida Bandar Lampung diselesaikan
tahun 1996, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Negeri 2 Sumur Batu, Teluk
Betung pada tahun 2002, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 16 Bandar

Lampung diselesaikan pada tahun 2005, Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA
Negeri 4 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2008, dan Universitas
Lampung, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Pendidikan Bahasa
dan Seni, pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia/ Daerah
diselesaikan tahun 2012.

Tahun 2012, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan
Seni, Program Studi Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP
Unila pada gelombang pertama jalur seleksi penerimaan mahasiswa baru magister
Unila.

69

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.
Rancangan ini digunakan penulis karena sesuai dengan tujuan penelitian yaitu
nendeskripsikan kohesi dan koherensi wacana jurnalistik pada surat kabar Radar
Lampung edisi April 2014. Selain itu, dalam teori Miles dan Huberman (1992: 15)
data yang dianalisis dalam penelitian deskriptif kualitatif berwujud kata-kata dan
bukan rangkaian huruf.

3.2 Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah teks berita yang bertema tentang
ekonomi dan politik yang terdapat pada surat kabar Radar Lampung edisi April
2014 yang berjumlah 16 berita. Sumber data digunakan sebagai bahan penelitian
untuk mencari data yang dibutuhkan peneliti. Data dalam penelitian ini yaitu
beberapa unsur kohesi dan koherensi pada berita suarat kabar Radar Lampung
edisi April 2014.

70

3.3 Teknik Pengumpulan Data
Prosedur penelitian dilakukan melalui strategi kualitatif dalam pengumpulan data
penelitian dilakukan dengan teknik dokumentasi. Teknik dokumentasi merupakan
teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dan dokumen yang diperlukan
sebagai bahan penelitian yang berwujud kata-kata, bukan rangkaian huruf. Bahan
dalam penelitian ini adalah teks berita yang bertema ekonomi dan politik pada
surat kabar Radar Lampung edisi April 2014.

3.4 Wawancara
Wawancara (Syamsudin dan Damaianti, 2006: 4) dipopulerkan sebagai interviu.
Interviu merupakan suatu proses tanya-jawab untuk menyelidiki pengalaman,
perasaan, motif, serta motivasi seseorang dengan cara berhadap-hadapan secara
fisik sehingga yang satu dapat melihat muka yang lain dan mendengarkan
suaranya sendiri dalam melakukan pengumpulan data. Melalui wawancara,
peneliti dapat menangkap aksi-reaksi seseorang dalam bentuk ekspresi ketika
proses tanya-jawab berlangsung. Wawancara merupakan alat pengumpul data
yang sekaligus dapat mengecek ketelitian dan kemantapan yang diperoleh.
Keterangan-keterangan verbal dapat dicek melalui ekspresi-ekspresi muka serta
gerak-gerik tubuh, sedang ekspresi dan gerak-gerik dicek dengan pertanyaanverbal.

Wawancara dapat dipandang sebagai metode pengumpulan data dengan tanyajawab yang dikerjakan secara sistematik dan berlandaskan kepada tujuan
penelitian. Untuk itu, kegiatan wawancara dalam penelitian ini dilakukan kepada
beberapa pihak, (1) guru inti bahasa Indonesia yang telah menerapkan

71

pembelajaran sesuai Kurikulum 2013, dan (2) guru inti bahasa Indonesia yang
telah mengetahui tentang penerapan implementasi Kurikulum 2013 tetapi tidak
mengajar di kelas, yang diposisikan sebagai pemberi masukan berupa opini
(distengtion opinion) terhadap pernyataan-pernyataan yang diberikan oleh
peneliti.

Guna mendapatkan data sesuai dengan tujuan penelitian, maka wawancara yang
dipilih adalah wawancara yang semi terstruktur, yakni wawancara yang
instrumennya sudah dipersiapkan terlebih dahulu, akan tetapi tidak menutup
kemungkinan

memberikan

keluasan

kepada

yang

diwawancarai

untuk

menerangkan agak panjang, pertanyaan tidak langsung ke fokus kebahasaan
(Elliott, 1991) dalam (Syamsuddin dan Damaianti, 2006: 239), kadang kala
diselingi dengan hal-hal yang membawa suasana keakraban. Untuk meyakinkan
data yang diperoleh sudah valid atau belum dilakukan check atau crosscheck.
Check adalah upaya mencari data dengan menggunakan metode tanya-jawab yang
substansi pertanyaan telah dipersiapkan terlebih dahulu. Instrumen wawancara
disajikan dalam lampiran (2). Crosschek adalah upaya mendapatkan data yang
valid dengan menanyakan kembali kepada subjek atau informan yang sama pada
waktu yang berlainan (Basrowi, 2006: 263).

1.5 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada teori
yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (1992: 18). Analisis dilakukan
secara bersamaan yang mencakup tiga kegiatan yaitu (1) reduksi data, (2)
penyajian data, dan (3) penarikan simpulan/verifikasi. Analisis data model ini

72

dinamai Miles dan Huberman data model alir. Untuk lebih jelasnya digambarkan
sebagai berikut.

Masa Pengumpulan Data
REDUKSI DATA

Antisipasi

Selama

Pasca

PENYAJIAN DATA

ANALISIS

Selama
PENARIAKAN SIMPULAN/ VERIFIKASI
Selama

Gambar 2. Komponen-Komponen Analisis Data Model Alir

Dari komponen-komponen analisis data model alir pada gambar di atas,
dijelaskan sebagai berikut.
1. Reduksi Data
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian dengan
penyerdehanaan pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari
catatan-catatan yang tertulis di lapangan. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan
penyerderhanaan data yaitu memilih berita-berita yang ditulis dalam bentuk
paragraf. Hal ini dilakukan sesuai dengan tujuan penelitian yaitu mendeskripsikan
koherensi yang muncul dalam teks berita pada surat kabar Radar Lampung edisi
April 2014. Selanjutnya, peneliti memusatkan perhatian terhadap unsur koherensi

73

dalam sebuah wacana, yang meliputi sarana koherensi paragraf dan sarana
keutuhan wacana dari segi makna yang terbentuk. Berikut ini disajikan indikator
yang digunakan peneliti.

Tabel 3. Indikator Kohesi dan Koherensi pada Wacana Jurnalistik
Indikator

Deskriptor

KOHERENSI
a.

b.
c.
d.
e.

f.

Hubungan alasan-akibat ditandai dengan adanya
paragraf yang menunjukan tentang alasan-alasan
Hubungan AlasanAkibat
yang dikemukan yang akhirnya mengakibatkan
sesuatu, baik berdampak positif maupun negatif.
Hubungan sarana-tujuan ditandai dengan adanya
Hubungan Saranasarana pendukung dalam teks yang memiliki
Tujuan
tujuan tertentu.
Hubungan SebabDitandai adanya sebab-sebab dan akibat yang
Akibat
bermakna dalam teks teks wacana
Ditandai dengan adanya identifikasi-identifikasi
Hubungan Identifikasi
yang bermakna dalam teks wacana.
Ditandai dengan sarana-sarana pendukung yang
Hubungan Sarana-Hasil menyatakan hasil dari sebuah tujuan yang
diinginkan.
Ditandai dengan syarat-syarat yang berhubungan
Hubungan Syarat-Hasil sehingga menghasilkan suatu tujuan yang ingin
dicapai dalam sebuah teks.

PEMARKAH KOHERENSI
a. Penambahan/ Adisi

b. Seri/ Rentetan

Ditandai dengan penanda adisi.
 juga
 lagi
 pula
 dst
Ditandai dengan penanda seri.
 pertama, kedua, .....
 berikutnya ...
 kemudian .. selanjutnya..
 akhirnya ...

KOHESI
a. Pronomina

Ditandai dengan penanda pronomina atau kata
ganti.

74

b. Konjungsi

 kata ganti diri (aku, saya, kita, kami, engkau,
kamu, kau, kalian, anda, dia, mereka)
 kata ganti penunjuk (ini, itu, sini, sana, situ)
 kata ganti empunya (-ku, -mu, -nya)
 kata ganti penanya (apa, siapa, mana)
 kata ganti penghubung (yang)
 kata ganti tak tentu (siapa-siapa, masing-masing,
seseorang, para)
Ditandai dengan penanda konjungsu atau kata
hubung.
 konjungsi adversatif (tetapi, namun)
 konjungsi klausal (sebab, karena)
 konjungsi koordinatif (dan, atau, tetapi)
 konjungsi korelatif (entah/enyah, baik/maupun)
 konjungsi subordinatif (meskipun, kalau, bahwa)
 konjungsi temporal (sebelum, sesudah)
(Berdasarkan teori Frank J. D’ Angelo sesuai
dengan materi pembelajaran yang dibutuhkan pada
tingkat SMA)

2. Penyajian Data
Penyajian data sebagai sekumpulan informasi tersusun dan memberi kemungkinan
adanya penarikan simpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data dalam
penelitian ini lebih banyak mengacu pada teks naratif untuk memaparkan
informasi yang menjadi fokus penelitian. Prosesnya dilakukan dengan cara
memaparkan hasil penelitian yang disertai dengan contoh temuan, yang kemudian
dijelaskan dalam pembahasan.

3. Penarikan Simpulan/ Verifikasi
Untuk menarik simpulan dari unsur koherensi yang terdapat pada teks berita
dalam surat kabar Radar Lampung, peneliti menjumlah hasil penelitian setiap
unsurnya. Kemudian dari hasil yang didapatkan pada saat penelitian, maka unsur
yang paling mendominasi penggunaan unsur koherensi yang terdapat pada teks

75

berita surat kabar Radar Lampung edisi April 2014. Setelah mendapatkan jumlah
dari keseluruhan unsur-unsur yang mencakup dalam indikator penelitian
mengenai koherensi wacana, peneliti mengmplikasikan hasil peneitian tersebut ke
dalam pembelajaran bahasa Indonesia.

4. Validasi
Setelah mendapatkan simpulan dari analisis yang dilakukan mengenai koherensi
yang terdapat pada teks berita, penulis melakukan validasi dengan mewawancarai
dua orang informan (guru) untuk memperkuat hasil analisis yang telah diperoleh.
Wawancara tersebut dilakukan dengan tujuan memperoleh opini mengenai
koherensi dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMA.

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Sistem pendidikan nasional di Indonesia kembali mengalami perubahan
berdasarkan Permendikbud Nomor 69 Tahun 2013 tentang kerangka dasar dan
struktur kurikulum sekolah menengah atas/ madrasah aliah sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 menyebutkan bahwa kurikulum adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Berdasarkan pengertian
tersebut, ada dua dimensi kurikulum, yang pertama adalah rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, sedangkan yang kedua
adalah cara yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran.

Rambu-rambu yang digunakan dalam penyusunan kurikulum ini adalah kerangka
dasar kurikulum yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun
2013. Penyusunan dan pelaksanaan kurikulum operasional ini dilakukan oleh
masing-masing satuan pendidikan seperti yang diatur dalam Pasal 1 PP No. 81A
Tahun 2013 yang selanjutnya disebut sebagai Kurikulum 2013. Implementasi
kurikulum ini dilakukan secara bertahap mulai tahun ajaran 2013/2014.

2

Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar
memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman,
produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia. Untuk tercapainya
tujuan Kurikulum 2013, salah satu mata pelajaran yang menunjang dalam
ketercapaian tujuan dari kurikulum ini adalah Bahasa Indoesia sebab, siswa
dituntut untuk dapat berbahasa dengan baik dan benar, sesuai dengan kematangan
sosial emosional peserta didik.

Selain itu, salah satu komponen pembelajaran yang berpengaruh terhadap
peningkatan kualitas hasil belajar sebagai penunjang dalam kesuksesan
implementasi kurkikulum ini adalah bahan ajar, yaitu buku pelajaran atau buku
teks. Namun terkadang buku teks yang digunakan belum memenuhi standar dalam
memberikan contoh-contoh wacana sehingga pendidik diharuskan menjadi bahan
ajar tambahan untuk menunjang pembelajaran agar mencapai hasil yang baik.

Pembelajaran bahasa Indonesia pada implementasi Kurikulum 2013 saat ini
berbasis teks dan dilaksanakan dengan menerapkan prinsip bahwa (1) bahasa
hendaknya dipandang sebagai teks, bukan semata-mata kumpulan kata atau
kaidah kebahasaan, (2) penggunaan bahasa merupakan proses pemilihan bentukbentuk kebahasaan untuk mengungkapkan makna, (3) bahasa bersifat fungsional,
yaitu pengguna bahasa tidak dapat dilepaskan dari konteks karena bentuk bahasa
yang digunakan mencerminkan ide, sikap, nilai, dan ideologi penggunanya, dan
(4) bahasa merupakan sarana pembentukan kemampuan berpikir manusia.

3

Sesuai dengan silabus mata pelajaran Bahasa Indonesia tingkat SMA dan MA
yang lebih banyak menekankan tentang teks, salah satunya menginterpretasikan
makna teks eksposisi baik secara lisan maupun tulisan. Makna yang dimaksud
dalam materi ini terdiri atas makna kata, istilah, ungkapan, dan isi dalam teks
eksposisi. Teks eksposisi yang sesuai dengan tema dalam pembelajaran ini adalah
wacana berita. Berdasarkan observasi dan studi pustaka yang dilakukan, penulis
tertarik untuk menganalisis koherensi wacana yang terdapat dalam surat kabar
yaitu berita yang bertema tentang ekonomi dan politik sesuai dengan materi yang
terdapat pada pembelajaran III dalam buku teks Bahasa Indonesia Ekspresi Diri
dan Akademik untuk tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) Kelas X mengenai
Budaya Berpendapat di Forum Ekonomi dan Politik, sehingga guru memerlukan
bahan ajar tambahan sebagai penunjang dalam mencapai kompetensi yang
diharapkan. Bahan ajar tambahan yang dianjurkan untuk memenuhi kompetensi
tersebut adalah wacana jurnalistik dalam surat kabar.
Sesuai dengan tema yang terdapat dalam buku teks, wacana jurnalistik dalam
surat kabar sangat memenuhi syarat di bidang ekonomi maupun politik. Sebab di
dalam surat kabar terdapat banyak wacana jurnalistik yang bertemakan tentang
ekonomi maupun politik. Selain itu, surat kabar merupakan medium yang paling
tepat dalam pembinaan bahasa Indonesia. Bahasa yang digunakan dalam wacana
berita pun memiliki sifat yang khas yaitu, singkat, padat, sederhana, lancar, dan
jelas. Selanjutnya, bahasa jurnalistik tidak menggangap remeh kaidah-kaidah tata
bahasa, demikian juga dengan ejaan (Atar Semi, 1995: 113), sehingga dapat
menstimulus siswa untuk dapat berpendapat dengan baik.

Selain itu, melalui pembelajaran siswa diharapkan mampu memproduksi dan
menggunakan teks sesuai dengan tujuan dan fungsi sosialnya. Dalam

4

pembelajaran bahasa berbasis teks, bahasa Indonesia diajarkan bukan sekadar
sebagai pengetahuan bahasa, melainkan sebagai teks yang mengemban fungsi
untuk menjadi sumber aktualisasi diri penggunanya pada konteks sosial-budaya
akademis. Teks dimaknai sebagai satuan bahasa yang mengungkapkan makna
secara kontekstual apalagi dalam berpendapat di forum baik secara lisan maupun
tulisan.

Para ahli analisis wacana yang berorientasi pada struktur bahasa mendefinisian
teks atau wacana sebagai urutan kalimat-kalimat yang koheren, sedangkan wacana
yang berorientasi pada fungsi komunikatif mengembangkan definisi teks dengan
latar belakang pragmatik, yaitu pada teori tindak tutur. Oleh karena itu, teks atau
wacana merupakan satuan bahasa di atas tataran kalimat yang digunakan untuk
berkomunikasi dalam konteks sosial. Satuan bahasa itu dapat berupa rangkaian
kalimat atau ujaran. Wacana dapat berbentuk lisan atau tulis dan dapat bersifat
transaksional atau interaksional. Dalam peristiwa komunikasi secara lisan, dapat
dilihat bahwa wacana sebagai proses komunikasi antarpenyapa dan pesapa,
sedangkan dalam komunikasi secara tulis, wacana terlihat sebagai hasil dari
pengungkapan ide atau gagasan penyapa.

Penelitian ini, memfokuskan pada unsur pembentuk teks atau wacana untuk
memahami sebuah teks atau wacana tersebut. Kohesi dan koherensi adalah unsur
pembentuk teks atau wacana yang penting. Koherensi menjadi ciri yang sangat
penting dalam pemahaman sebuah wacana. Koherensi merupakan hubungan
konsepsional dalam sebuah teks atau wacana yang menandakan adanya
ketertarikan antara elemen-elemen kalimat (kata, kelas kata, predikat, konjungsi,

5

dsb.) dan makna. Sebuah teks atau wacana dapat dikatakan koheren apabila
kalimat-kalimat dalam teks tersebut mempunyai hubungan yang eksplisit
(morfologis-sintaksis) atau implisit (semantis). Koherensi dalam teks atau wacana
dapat dilihat dari alat-alat kohesinya.

Wacana yang digunakan pada penelitian ini adalah
menggunakan

bahasa

tulis

dalam

penyampaian

wacana jurnalistik yang
informasinya.

Dengan

menggunakan bahasa tulis artinya penulis tidak berhubungan langsung dengan
pembaca. Untuk itu, bahasa yang digunakan dalam surat kabar harus terang dan
jelas, lebih eksplisit karena dalam bahasa tulis tidak dapat disertai oleh gerak
isyarat, pandangan atau anggukan sebagai tanda penegasan dipihak penulis atau
pemahaman dipihak pembaca. Itulah sebabnya, keutuhan dalam sebuah wacana
berita harus dirancang sedemikian rupa agar pembaca dapat memahami maksud
dan tujuan dari berita yang terdapat pada wacana jurnalistik pada surat kabar
tersebut.

Widjono (2011: 32) mengemukakan ragam bahasa tulis ditandai oleh (1) penyajian materi/pesan yang bersifat mulia dan kebenaran yang bersifat universal, (2)
penggunaan fungsi-fungsi gramatikal secara eksplisit dan konsisten, (3) penggunaan bentuk lengkap, bentuk yang tidak disingkat, (4) penggunaan imbuhan
secara eksplisit dan konsisten, (5) penggunaan kata ganti resmi dan menghindari
kata ganti yang tidak resmi, (6) penggunaan pola frase yang baku, (7) penggunaan
ejaan yang baku pada bahasa tulis, dan lafal yang baku pada bahasa lisan, dan (8)
tidak menggunakan unsur tidak baku, misalnya unsur kedaerahan dan asing.

6

Bahasa tulis yang lazim dipakai media cetak berkala yakni surat kabar disebut
bahasa pers jurnalistik. Sebagai salah satu ragam bahasa, bahasa jurnalistik tunduk
kepada kaidah dan etika bahasa baku (Sumadiria, 2008: 53). Untuk itu, bahasa
dalam surat kabar harus menaati kaidah tata bahasa baku bahasa Indonesia, baik
surat kabar regional maupun surat kabar nasional. Salah satu surat kabar yang
beredar di provinsi Lampung adalah Radar Lampung dan merupakan surat kabar
yang digunakan dalam penelitian ini.

Radar Lampung merupakan surat kabar yang memuat informasi yang bersifat
internasional, nasional, dan regional (daerah), serta dibaca oleh sebagian besar
masyarakat Lampung, baik kalangan bawah, menengah, maupun kalangan atas.
Oleh karena itu, Radar Lampung mempunyai banyak peluang dalam pembinaan
dan pengembangan bahasa Indonesia sebagai media pembelajaran bagi para
pelajar di SD, SMP, dan SMA.
Selain itu, Radar Lampung merupakan anggota Media Group, salah satu usaha
penerbitan yang pernah mendapat penghargaan dari pusat bahasa karena
penggunaan bahasanya yang dinilai baik. Radar Lampung memuat berbagai
kolom berita, seperti berita utama, tajuk, artikel, iklan, dan sebagainya. Radar
Lampung selalu menyuguhkan informasi terhangatnya lewat kolom berita utama
untuk menarik perhatian pembaca.

7

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini
sebagai berikut.
1. Bagaimana kohesi wacana jurnalistik pada berita surat kabar Radar Lampung
edisi April 2014?
2. Bagaimana koherensi dan pemarkah koherensi wacana jurnalistik pada berita
surat kabar Radar Lampung edisi April 2014?
3. Bagaimana implikasinya dalam pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah
tingkat SMA?

1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan sebagai berikut.
1. Mendesripsikan kohesi dan koherensi yang terdapat pada wacana jurnalistik
pada berita surat kabar Radar Lampung edisi April 2014 berdasarkan kriteria
wacana yang baik;
2. Mendesripsikan pemarkah koherensi yang terdapat pada wacana jurnalistik
pada berita surat kabar Radar Lampung edisi April 2014 berdasarkan kriteria
wacana yang baik;
3. Mendeskripsikan implikasi koherensi wacana jurnalistik terhadap pembelajaran
bahasa Indonesia di sekolah tingkat SMA.

8

1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun
secara praktis.

1 Manfaat Teoritis
Manfaat dari segi keilmuan diharapkan dapat mengembangkan ilmu terapan
bahasa, terutama disiplin ilmu wacana tulis khususnya mengenai koherensi
dalam teks wacana berita.

2 Manfaat Praktis
(a) Menginformasikan kepada pembaca mengenai kohesi dan koherensi yang
terdapat pada wacana jurnalistik pada surat kabar Radar Lampung edisi
April 2014.
(b) Menginformasikan kepada pembaca mengenai variasi penggunaan kohesi
dan pemarkah koherensi pada berita surat kabar Radar Lampung edisi April
2014.
(c) Menginformasikan kepada pembaca sebagai sumber bacaan dan media
penunjang pembelajaran bahasa Indonesia pada tingkat SMA.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini meliputi hal-hal sebaga berikut.
1. Subjek penelitian ini adalah teks berita dalam surat kabar Radar Lampung edisi
April 2014.

9

2. Objek penelitian ini adalah kohesi dan pemarkah koherensi pembentuk wacana
yang terdapat pada berita surat kabar Radar Lampung edisi April 2014, yaitu
a. Kohesi
i. Pronomina atau kata ganti
ii. Konjungsi
b. Pemarkah Koherensi
i. Penambahan atau adisi
ii. Seri atau rentetan

10

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Wacana
2.1.1 Pengertian Wacana
Secara etimologis istilah “wacana” berasal dari bahasa Sansekerta wac/wak/vak,
yang artinya “berkata” atau “berucap” (Douglas dalam Mulyana, 2005: 3). Kata
tersebut kemudian mengalami perubahan atau perkembangan menjadi wacana.
Bentuk ana yang muncul di belakang adalah suatu akhiran, yang berfungsi
membedakan (nominalisasi). Jadi, kata wacana dapat diartikan sebagai
“perkataan” atau “tuturan”.
Menurut Moeliono (2007), wacana adalah salah satu bahasa terlengkap yang
direalisasikan dalam bentuk karangan atau laporan utuh seperti novel, buku,
artikel, pidato, atau khotbah. Sedangkan menurut Samsuri (dalam Moeliono:
2007), wacana adalah rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa
komunikasi. Komunikasi itu dapat menggunakan bahasa lisan dan dapat pula
memakai bahasa tulisan.

Wacana sebagai rentetan kalimat yang berkaitan sehingga terbentuklah makna
yang serasi di antara kalimat-kalimat itu.

Dengan demikian sebuah rentetan

kalimat tidak dapat disebut wacana jika tidak ada keserasian makna. Sebaliknya,

11

rentetan kalimat membentuk wacana karena dari rentetan tersebut terbentuk
makna yang serasi (Hasan Alwi, 2000: 41). Fatimah Djajasudarma (1994: 1)
mengemukakan bahwa wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan,
menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lain, membentuk satu
kesatuan, proposisi sebagai isi konsep yang masih kasar yang akan melahirkan
pernyataan (statement) dalam bentuk kalimat atau wacana.

Wacana (discourse) adalah satuan bahasa terlengkap dalam hierarki gramatikal
merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana ini direalisasikan
dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku, seri ensiklopedia, dan
sebagainya), paragraf, kalimat atau kata yang membawa amanat yang lengkap
(Kridalaksana, 2008: 259).

Sumarlam (2009: 15) menyimpulkan dari beberapa pendapat bahwa wacana
adalah satuan bahasa terlengkap yang dinyatakan secara lisan seperti pidato,
ceramah, khotbah, dan dialog, atau secara tertulis seperti cerpen, novel, buku,
surat, dan dokumen tertulis, yang dilihat dari struktur lahirnya (dari segi bentuk
bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat
koheren, terpadu.

Sementara itu, Tarigan (1987: 27) mengemukakan bahwa wacana adalah satuan
bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa
dengan koherensi dan kohesi tinggi, berkesinambungan, mempunyai awal dan
akhir, jelas, dan dapat disampaikan secara lisan atau tertulis. Definisi di atas dapat
lebih jelas dengan memperhatikan apa yang dimaksud dengan kohesi dan
koherensi. Kohesi adalah keserasian hubungan antara unsur satu dan unsur yang

12

lain dalam wacana, sedangkan koherensi adalah kepaduan wacana sehingga
komunikatif mengandung suatu ide (Djajasudarman, 2010: 4). Jadi, suatu kalimat
atau rangkaian kalimat, misalnya dapat disebut sebagai wacana atau bukan
wacana bergantung pada keutuhan unsur-unsur makna dan konteks yang
melengkapinya.

Lebih lanjut dijelaskan wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan, yang
mengandung proposisi-proposisi yang berkaitan, dan membentuk satu kesatuan.
Dari pengertian itu, Djajasudarman (2010: 1) menjelaskan makna proposisi adalah
konfigurasi makna yang menjelaskan isi komunikasi (dari pembicaraan) yang
melahirkan statements (pernyataan kalimat).

Berdasarkan berbagai pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa wacana
adalah satuan bahasa lisan maupun tulis yang memiliki keterkaitan atau
keruntutan antarbagian (kohesi), keterpaduan

(coherent), dan bermakna

(meaningful), digunakan untuk berkomunikasi dalam konteks sosial. Berdasarkan
pegertian tersebut, persyaratan terbentuknya wacana adalah penggunaan bahasa
dapat berupa rangkaian kalimat atau rangkaian ujaran (meskipun wacana dapat
berupa satu kalimat atau ujaran). Wacana yang berupa rangkaian kalimat atau
ujaran harus mempertimbangkan prinsip-prinsip tertentu, prinsip keutuhan (unity)
dan kepaduan (coherent).

Wacana dikatakan utuh apabila kalimat-kalimat dalam wacana itu mendukung
satu topik yang sedang dibicarakan, sedangkan wacana dikatakan padu apabila
kalimat-kalimatnya disusun secara teratur dan sistematis, sehingga menunjukkan
keruntututan ide yang diungkapkan.Wacana dapat berwujud karangan, paragraf,

13

kalimat atau kata yang dapat menghasikan rasa kepaduan bagi penyimak atau
pembaca.

2.1.2 Unsur-Unsur Wacana yang Baik
Wacana merupakan satuan bahasa lisan maupun tulisan yang memiliki
keterkaiatan atau keruntutan antar bagian (kohesi), keterpaduan (coherent), dan
bermakna (meaningful), digunakan untuk berkomunikasi dalam konteks sosial.
Oleh sebab itu, sebuah wacana yang baik terdapat beberapa persyaratan yaitu
penggunaan bahasa dapat berupa rangkaian kalimat atau rangkaian ujaran
(meskipun wacana dapat berupa satu kalimat atau ujaran).

Wacana dikatakan utuh apabila memiliki unsur-unsur pendukung yang dapat
menjadikan wacana tersebut sebagai wacana yang baik. Oleh karena itu, wacana
dapat berwujud karangan, paragraf, kalimat, atau kata yang dapat menghasilkan
rasa kepaduan bagi penyimak atau pembacanya.

Dari uraian di atas, terdapat beberapa unsur-unsur penting dalam sebuah wacana
agar menjadi wacana yang baik. Unsur-unsur penting wacana itu diuraikan
sebagai berikut.
a. Satuan Bahasa
Kridalaksana (2008: 215) menyebutkan bahwa satuan adalah paduan bentuk
dan makna dari suatu sistem, tanpa atau dengan varian lahiriah yang berkontras
dengan paduan lain dalam sistem itu. Sedangkan bahasa adalah sistem lambang
bunyi yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja
sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. Jadi, satuan bahasa

14

merupakan paduan bentuk dan makna dari suatu sistem lambang bunyi yang
digunakan untuk berkomunikasi. Satuan bahasa terdiri atas fonem, morfem,
kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana.

b. Terlengkap dan Tertinggi atau Terbesar
Abdul Chaer (1994: 267) menyebutkan bahwa wacana adalah satuan bahasa
yang lengkap, sehingga dalam hirarkhi gramatikal merupakan satuan gramatikal
tertinggi atau terbesar.

Wacana dikatakan lengkap karena terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide
yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau
pendengar (dalam wacana lisan) tanpa keraguan apapun. Wacana dikatakan
tertinggi atau terbesar karena wacana dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat
yang memenuhi persyaratan gramatikal dan persyaratan kewacanaan lainnya
(syarat kekohesian dan kekoherensian). Kekohesian yaitu keserasian hubungan
antarunsur yang ada. Kekohesian akan menyebabkan kekoherensian (wacana
yang apik dan benar).

c. Di Atas Kalimat atau Klausa
A. Hamid Hasan Lubis (1994: 20) menyatakan kesatuan bahasa yang lengkap
sebenarnya bukanlah kata atau kalimat, sebagaimana dianggap beberapa
kalangan dewasa ini, melainkan wacana atau discourse

yang

merupakan

kesatuan bahasa yang lengkap tanpa menyebutkan bentuk wacana yang
bagaimana dan menyatakan bahwa kata dan kalimat bukanlah bentuk wacana.

15

d. Teratur atau Rapi atau Rasa Koherensi
Deese dalam Tarigan (1987: 25) wacana merupakan seperangkat proposisi yang
saling berhubungan untuk menghasilkan suatu rasa kepaduan atau rasa kohesi
bagi penyimak atau pembaca. Kohesi atau kepaduan itu sendiri harus muncul
dari isi wacana, tetapi banyak sekali rasa kepaduan yang dirasakan oleh
penyimak atau pembaca harus muncul dari cara pengutaraan atau pengutaraan
wacana itu.

e. Berkesinambungan atau Kontinuitas
Sebuah wacana memiliki tema yang dipadu melalui kalimat sehingga
membentuk sebuah kontinuitas.

f. Rasa Kohesi atau Rasa Kepaduan
Kekohesian yaitu keserasian hubungan antarunsur yang ada. Sedangkan
kekohesian akan menyebabkan kekoherensian (wacana yang apik dan benar).

g. Lisan dan Tulis
Wacana bisa terbentuk dari bahasa lisan ataupun bahasa tulisan yang memiliki
makna serta tujuan yang jelas.

h. Awal dan Akhir yang Nyata
Wacana yang baik dimulai dari sebuah awalan yang sesuai dengan tema dan
memiliki akhir atau simpulan yang jelas, sehingga tidak membuat ambigu
suatu makna dari sebuah wacana dan dapat dipertanggungjawabkan isinya
(Tarigan, 2009: 24).

16

Jadi, ada delapan unsur penting dalam membuat sebuah wacana agar menjadi
sebuah wacana yang baik dan sempurna.

2.1.3 Jenis-Jenis Wacana
Wacana dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara, bergantung dari sudut
pandang antara lain.
a. Berdasarkan tertulis atau tidaknya wacana.
b. Berdasarkan langsung atau tidaknya pengungkapan wacana.
c. Berdasarkan cara penuturan wacana.

Berdasarkaan apakah wacana disampaikan dengan media tulis atau media lisan,
maka wacana terdiri atas dua jenis,
a. wacana tulis,
b. wacana lisan.

Berdasarkan langsung atau tidaknya pengungkapan, wacana dapat diklasifikasikan
menjadi dua jenis,
a. wacana langsung,
b. wacana tidak langsung.

Berdasarkan cara menuturkannya, wacana dapat diklasifikasikan menjadi dua
jenis,
a. wacana pembeberan,
b. wacana penuturan.

17

Berdasarkan bentuknya, wacana dapat dibagi menjadi tiga jenis,
a. wacana prosa,
b. wacana puisi,
c. wacana drama.

Wacana tulis atau written discourse adalah wacana yang disampaikan secara
tertulis, melalui media tulis untuk menerima, memahami, atau menikmatinya
maka penerima harus membacanya. Wacana tulis terkadang dikaitkan dengan
written text yang mengimplikasikan non-interactive monologue atau monolog
yang tidak interaktif, yaitu monolog yang tidak saling memengaruhi. Hal ini
dikarenakan monolog (bicara sendiri) bersifat satu arah. Contoh wacana tulis
dapat ditemui dengan mudah dalam kehidupan sehari-hari, dalam koran, majalah,
bukun dan lain-lain. Wacana tulis berupa wacana tidak langsung, wacana
penuturan, wacana prosa, serta wacana puisi dan sebagainya.

Wacana lisan atau spoken discourse adalah wacana yang disampaikan secara
lisan, melalui media lisan untuk menerima, memahami, atau menikmatinya
wacana lisan ini maka penerima harus menyimak atau mendengarkannya. Dengan
kata lain, penerima adalah penyimak. Wacana lisan ini dikaitkan dengan
interactive discourse atau wacana interakif. Wacana lisan ini bersifat produktif
dalam sastra lisan di tanah air, juga dalam saran-saran televisi, radio, khotbah,
ceramah, pidato, kuliah, deklamasi, dan sebagainya. Rekaman-rekaman kaset pun
turut melestarikan wacana lisan karena setiap saat jika diingikan dapat diulangsimak oleh penerima. Oleh karena itu, wacana langsung atau direct discourse

18

adalah kutipan wacana yang sebenarnya dibatasi oleh intonasi atau pungtuasi
(Kridalaksana, 2008: 259)

Wacana tidak langsung atau indirect discourse adalah pengungkapan kembali
wacana tanpa mengutip harfiah kata-kata yang dipakai oleh pembicara dengan
mempergunakan konstruksi gramatikal atau kata tertentu, antara lain dengan
klausa subordibatif, kata bahwa, dan sebagainya (Kridalaksana, 2008: 259).
Wacana pembeberan atau explository discourse adalah wacana yang tidak
mementingkan waktu dan penuttur, berorientasi pada pokok pembicaraan, dan
bagian lainnya diikat secara logis (Kridalaksana, 2008: 259).

Wacana puisi adalah wacana yang disampaikan dalam bentuk puisi, baik secara
tertulis atapun lisan. Sedangkan wacana drama adalah wacana yang disampaikan
dalam bentuk drama, dalam bentuk dialog, baik secara tertulis maupun secara
lisan.

Berdasarkan uraian di atas, diperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai jenisjenis wacana terlihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Jenis-Jenis Wacana

Berdasarkan Bentuk
Berdasakan Media
Berdasarkan Pengungkapan
Berdasarkan Penempatan

Jenis Wacana
Wacana Prosa
Wacana Puisi
Wacana Drama
Wacana Tulis
Wacana Lisan
Wacana Langsung
Wacana Tidak Langsung
Wacana Pembeberan
Wacana Penuturan

19

2.1.4

Jenis Wacana pada Bahasa Indonesia

Wacana dalam pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah pun terdiri atas berbagai
jenis di antaranya.
a. Wacana Lisan dan Tulis
Berdasarkan saluran yang digunakan dalam berkomunikasi, wacana dibedakan
atas wacana tulis dan wacana lisan. Wacana lisan berbeda dari wacana tulis.
Wacana lisan cenderung kurang terstruktur (gramatikal), penataan subordinatif
lebih sedikit, jarang menggunakan piranti hubung (alat kohesi), frasa benda tidak
panjang, dan berstruktur topik-komen. Sebaliknya wacana tulis cenderung
gramatikal, penataan subordinatif lebih banyak, menggunakan piranti hubung,
frasa benda panjang, dan berstruktur subjek-predikat.

b. Wacana Monolog, Dialog, dan Polilog
Berdasarkan jumlah peserta yang terlibat pembicaraan dalam komunikasi, ada tiga
jenis wacana, yaitu wacana monolog, dialog, dan polilog. Bila dalam suatu
komunikasi hanya ada satu pembicara dan tidak ada balikan langsung dari peserta
yang lain, maka wacana yang dihasilkan disebut monolog. Dengan demikian,
pembicara tidak berganti peran sebagai pendengar. Bila peserta dalam komunikasi
itu dua orang dan terjadi pergantian peran (dari pembicara menjadi pendengar atau
sebaliknya), maka wacana yang dibentuknya disebut dialog. Jika peserta dalam
komunikasi lebih dari dua orang dan terjadi pergantian peran, maka wacana yang
dihasilkan disebut polilog.

20

c. Wacana Narasi, Deskripsi, Eksposisi, Argumentatif, dan Persuasi
Berdasarkan bentuk atau jenisnya, wacana dibedakan menjadi wacana narasi,
deskripsi, eksposisi, argumentatif, dan persuasi. Wacana narasi adalah cerita yang
didasarkan pada urut-urutan suatu kejadian atau peristiwa. Narasi bisa juga berisi
cerita khayal atau fiksi atau rekaan seperti yang biasanya terdapat pada cerita
novel atau cerpen, narasi seperti ini juga disebut dengan narasi imajinatif.
Kata deskripsi berasal dari bahasa Latin “discribere” yang berarti gambaran,
perincian,

atau

pembeberan.

Wacana

deskripsi

adalah

karangan

yang

menggambarkan suatu objek berdasarkan hasil pengamatan, perasaan, dan
pengalaman penulisnya. Tujuannya adalah pembaca memeroleh kesan atau citraan
sesuai dengan pengamatan, perasaan, dan pengalaman penulis sehingga seolaholah pembaca yang melihat, merasakan, dan mengalami sendiri objek tersebut.
Untuk mencapai kesan yang sempurna, penulis deskripsi merinci objek dengan
kesan, fakta, dan citraan.
Selanjutnya, kata eksposisi berasal dari bahasa Latin “exponere” yang berarti
memamerkan, menjelaskan, atau menguraikan. Wacana eksposisi adalah karangan
yang memaparkan atau menjelaskan secara terperinci (memaparkan) sesuatu
dengan tujuan memberikan informasi dan memperluas pengetahuan kepada
pembacanya. Karangan eksposisi biasanya digunakan pada karya-karya ilmiah
seperti artikel ilmiah, makalah-makalah untuk seminar, simposium, atau
penataran.

Wacana argumentasi adalah wacana yang berisi pendapat, sikap, atau penilaian
terhadap suatu hal yang disertai dengan alasan, bukti-bukti, dan pernyataan-

21

pernyataan yang logis. Tujuan wacana argumentasi adalah berusaha meyakinkan
pembaca akan kebenaran pendapat pengarang. Wacana argumentasi dapat juga
berisi tanggapan atau sanggahan terhadap suatu pendapat dengan memaparkan
alasan-alasan yang rasional dan logis. Sedangkan wacana persuasi adalah wacana
yang memang diciptakan untuk decoder (pembaca atau pendengar). Tujuannya
adalah untuk memengaruhi.

Dilihat dari sudut pandang tujuan berkomunikasi, dikenal ada wacana dekripsi,
eksposisi, argumentasi, persuasi, dan narasi. Wacana deskripsi bertujuan
membentuk suatu citra (imajinasi) tentang sesuatu hal pada penerima pesan,
contoh (1) wacana deskripsi.
Kamar Kos
Siang itu aku sedang duduk santai pada bangku kayu di dalam kamar
kosku yang baru saja direhap sambil menghembuskan asap rokok
Filter kesukaanku. Kamar kos yang seperti ini merupakan impianku
sejak baru pertama kali aku menjadi mahasiswa pada Universitas
Flores. Sekarang aku memandang puas pada hasil kerjaku. Aku bisa
lebih betah sekarang berada di dalam kamar sambil belajar dan
melahap buku-buku bacaan. Kos yang kelihatan lebih luas. Pada
dinding kamar aku gantungkan foto-fotoku semasa SMA dulu.
Kelihatan makin menarik apalagi setelah foto-foto itu aku tempatkan
sesuai dengan ukurannya masing-masing, dari atas ke bawah mulai
dari yang paling besar.
Pandanganku kemudian tertuju pada rak buku di pojok kamar yang
berisi buku-buku bacaan ilmiah yang kubeli dengan uang sisa
pembayaran SKS-ku setiap semester pada Toko Buku Nusa Indah.
Kuambil satu buku yang disampulnya tertulis Berpikir dan Berjiwa
Besar dari penerbit Binarupa Aksara. Setelah ku pandangi aku
tersenyum dan mengembalikannya ke tempat semula. Aku
memandang lagi secara keseluruhan kamar kosku, Sebuah tempat
tidur tak berkasur, hanya beralaskan sehelai tikar plastik tetapi cukup
nyaman. Atap yang terlampau dekat lantas aku batasi dengan kardus
bekas yang aku minta dari kios-kios terdekat untuk dijadikan plafon
sederhana. Memang kelihatan sangat simpel namun menarik sebab
plafon yang dari kardus sudah ditutupi dengan kertas putih sampai
seluruh dindingnya.

22

Aku merasa begitu puas sekarang, apalagi saat kupandang lantai
kamarku. Seperti lebih bersih dan licin. Di atasnya aku bentangkan
karpet plastik yang aku beli semeter seharga Rp. 12.000. Lantai kamar
yang persis disusun dari keramik-keramik berwarna. Sebuah tape
recorder tua merk Primo, aku letakkan di atas meja panjang dari
tripleks di dekat pintu masuk sedangkan speakernya aku posisikan di
bawah tempat tidurku. Agar kelihatan lebih menarik dan supaya
terkesan bahwa aku juga selalu mendengarkan musik, maka pada dua
buah speakerku itu ku tempelkan stiker bertuliskan “full musik’.
Aku telah mengakhiri semua tugasku dengan gemilang. Yang terakhir
yang baru saja kuselesaikan adalah menempel sebuah tulisan pada
daun pintu kamarku “welcome”
Selanjutnya aspek kejiwaan yang dapat mencerna wacana narasi adalah emosi.
Wacana narasi merupakan satu jenis wacana yang berisi cerita. Oleh karena itu,
unsur-unsur yang biasa ada dalam narasi adalah unsur waktu, pelaku, dan
peristiwa, contoh (2) wacana narasi.
Piknik yang Berkesan
Aku dan teman-temanku memulai perjalanan kami pada hari Minggu
ini dengan sangat suka cita. Rombongan kami semuanya berjumlah
delapan orang sehingga tidak kesulitan mencari kendaraan karena
pada kami terdapat empat buah sepeda motor. Kami memulai
perjalanan kami dari rumah teman kami di depan kampus I
Universitas Flores kurang lebih pukul 07.00 pagi selepas Misa
pertama. Berdua-dua, kami melewati Jalan Sam Ratulangi lalu
menyusuri Jalan Wirajaya, terus masuk ke Jalan Pahlawan lalu untuk
sementara mengucapkan selamat tinggal kota Ende setelah sepeda
motor kami melaju pelan di Jalan Umum Ndao.
Tujuan perjalanan kami hari ini adalah tempat wisata Nangalala. Kami
tiba di sana kira-kira pukul 07.30 pagi dan kebetulan sekali setibanya
di sana kami adalah orang yang pertama sehingga kami dapat memilih
tempat yang lebih bagus untuk kami dirikan kemah darurat dan
menyimpan semua perlengkapan kami. Sebuah rencana yang sangat
matang telah kami susun. Acara rekreasinya kami kemas sedikit lebih
lain dari biasanya.
Setelah kemah darurat kami buat, kami harus membuat sharing
Emaus, yang berarti berdua-dua menceritakan keadaan batin kami
masing-masing kepada teman yang boleh dipilih secara acak dari
antara kami. Sharing Emaus ini meniru kisah Kitab Suci tentang Dua

23

Murid yang berjalan ke Emaus. Selanjutnya sharing yang berjalan
selama satu jam kami plenokan di kemah darurat kami. Masingmasing menceritakan apa yang sudah diceritakan oleh temantemannya, menunjukan masalah-masalahnya dan selanjutnya kami
pecahkan secara bersama-sama jika memang ada masalah yang belum
terpecahkan dalam Sharing Emaus itu.
Setelah semua acara sharing dan bertukar pengelaman selesai maka
selanjutnya adalah kami beramai-ramai menceburkan diri ke laut.
Panas matahari rasanya terobati dengan merendam di dalam laut yang
dangkal. Kami begitu merasa lepas dari beban masing-masing setelah
sharing tadi sehingga saatnya sekarang kami bermain sepuas-puasnya.
Tanpa terasa matahari makin ke Barat. Jam telah menunjukan pukul
tiga sore. Kami segera mengemas perlengkapan kami masing-masing.
Saatnya kami harus pulang dan ketika matahari sudah benar-benar
pergi ke peraduannya, kami sudah berada di kos kami masing-masing
sambil membayangkan saat bahagia yang sudah dilewati.

Wacana eksposisi bertujuan untuk menerangkan sesuatu hal kepada penerima agar
yang bersangkutan memahaminya. Wacana eksposisi dapat berisi konsep-konsep
dan logika yang harus diikuti oleh penerima pesan. Oleh sebab itu, untuk
memahami wacana eksposisi diperlukan proses berpikir, contoh (3) wacana
eksposisi.
Pahlawan
Jika melihat kejadian beberapa hari kebelakang, banyak peristiwa
yang membuat bulu kuduk kita merinding dan hati pun bergetar, tanpa
terasa air mata kesedihan pun bercucuran. Kita pun sedih dan
menangis, begitu banyak bencana yang terjadi di bumi nusantara yang
kita cintai. Kejadian ini bukan hanya disaksikan di layar atau
mendengar dalam radio bahkan kita melihatnya dengan mata kepala
sendiri.
Di mulai dari bencana yang diakibatkan kecelakaan pesawat yang
mengakibatkan ratusan korban jiwa ditambah dengan kerugian materil
yang sangat luar biasa besar. Sementara itu, pemerintah menaikkan
harga BBM yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat dengan harga
yang sangat fantastis 120% kenaikannya. Kenaikan BBM ini juga
bertepatan dengan umat Islam yang mayoritas pendudukan Indonesia
memasuki bulan Ramadhan yang biasanya diikuti oleh harga-harga
kebutuhan pokok akan meningkat tajam.

24

Genaplah sudah penderitaan masyarakat. Sekali lagi air mata
kes