IMPLIKATUR PERCAKAPAN WACANA POJOK SURAT KABAR LAMPUNG POST EDISI JUNI 2012 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA

(1)

ABSTRAK

IMPLIKATUR PERCAKAPAN WACANA POJOK SURAT KABAR LAMPUNG POST EDISI JUNI 2012 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP

PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA

Oleh MUJIASIH

Penelitian ini untuk mendeskripsikan implikatur percakapan Pojok Lampung Post edisi Juni 2012 dan implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA. Metode penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Sumber data penelitian ini adalah wacana pojok Lampung Post. Data penelitian ini dianalisis dengan metode analisis heuristik berdasarkan kelangsungan dan keliteralan tuturan.

Wacana pojok Lampung Post mengandung implikatur percakapan dengan tindak tutur langsung tidak literal; tindak tutur tidak langsung literal; dan tindak tutur tidak langsung tidak literal. Tindak tutur tersebut digunakan untuk memperhalus kritikan, kecaman, permintaan, dan larangan terhadap kebijakan politik penguasa yang belum jelas terungkap kepada publik dan redaktur meyakini pembacanya mengetahui fakta tersebut dan tidak merasa kesulitan dalam memahami maksud yang hendak ia sampaikan.

Hasil penelitian ini dapat diimplikasikan ke dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA sebagai materi pembelajaran dalam setiap keterampilan berbahasa untuk melatih kepekaan rasa dan empati siswa serta bersikap santun dalam berinteraksi dengan lingkungan sosial dan pergaulan tempat keberadaannya.


(2)

IMPLIKATUR PERCAKAPAN WACANA POJOK SURAT KABAR LAMPUNG POST EDISI JUNI 2012 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA

(SKRIPSI)

OLEH MUJIASIH

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Labuhan Maringgai pada 08 Agustus 1988. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Sugimin dan Ibu Siti Paijah. Penulis pertama kali menempuh pendidikan di Sekolah Dasar (SD) Negeri 3 Sidomulyo pada 1995 dan selesai pada 2001. Setelah itu, penulis menyelesaikan studi tingkat sekolah menengah pertama (SMP) di SMP Negeri 3 Menggala pada 2004. Jenjang pendidikan selanjutnya yang ditempuh adalah sekolah menengah atas (SMA) di SMA Negeri 5 Bandarlampung, diselesaikan pada 2007. Tahun 2008 penulis terdaftar sebagai mahasiswa pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung melalui Seleksi Nasional Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Pengalaman mengajar penulis dapatkan ketika melaksanakan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) di SMP Negeri 1 Lambukibang, Tulangbawang Barat pada tahun pelajaran 2011/2012 dan dosen mata kuliah Agama Islam di DCC Bandarlampung kampus cabang Labuhanratu pada Tahun Akademik 2011/2012.

Semasa SMA, penulis aktif di organisasi Rohis SMA Negeri 5 Bandarlampung sebagai ketua bidang perpustakaan dan masjid pada 2005/2006. Penulis juga pernah aktif di organisasi kampus, HMJ PBS FKIP Unila pada 2008/2009 sebagai


(8)

anggota bidang kaderisasi. Sejak 2009 penulis mengenal Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Daerah Lampung, lalu aktif sebagai anggotanya pada 2012 dan menjadi Koordinator Dakwah Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI) chapter Unila pada 2013 hingga sekarang.

Selama aktif di MHTI, penulis beberapa kali berkesempatan menjadi narasumber program Mutiara Kalbu pada Radio Batara 98,4 FM. Karya-karya penulis berupa artikel tentang fenomena bahasa Indonesia beberapa kali diterbitkan oleh Lampung Post pada 2012 dalam kolom Laras Bahasa. Selain itu, artikel-artikel tentang Islam ideologis juga diterbitkan oleh media daerah tersebut.


(9)

MOTO

“Dan siapakah yang lebih benar perkataannya daripada Allah?” (Q.S. An-Nisa [4]: 122)

“Perkataanyang baik adalah sedekah.” (Mutafaq „Alaih)

“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.”

(Q.S. Ali Imran [3]: 110)

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.”

(Q.S. An-Nahl [16]: 125)

“Orang mukmin yang paling utama adalah orang yang baik akhlaknya. Orang mukmin yang paling cerdas adalah orang yang paling banyak mengingat

kematian dan paling baik persiapannya untuk menghadapi kematian. Mereka adalah orang-orang yang cerdas.”

(HR. Tirmizi)

“Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” (Q.S. Al-Insyirah [94]: 6)

“Kehidupan dunia adalah penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir.” (HR. Muslim)

“Aku tidak bangga atas keberhasilan yang tidak aku rancanakan sebagaimana aku tidak akan menyesal atas kegagalan di atas upaya maksimal.”

(Khalifah Harun Ar-Rasyid)

“Taat kepada Allah itu berisiko, tetapi lebih berisiko lagi bila tidak menaati-Nya.” “Bermaksiat itu memang menyenangkan, tapi berupaya taat itu menenangkan.”


(10)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, Pencipta, Pemilik, dan Pengatur alam semesta, manusia, dan kehidupan. Salawat dan salam tercurah kepada pemimpin

terbaik umat, pembawa risalah Islam, Nabi Muhammad beserta keluarga, para sahabat, dan para pengikut setia Beliau hingga akhir zaman.

Karya penuh perjuangan ini kupersembahkan kepada:

Orang Tuaku Tercinta

Ibunda Siti Paijah dan Ayahanda Sugimin yang senantiasa berjuang membesarkanku, mendidik, membimbing, menyemangati, dan mendoakan dengan

penuh cinta dan kasih sayang. Semoga Allah swt. membalas setiap hela napas kalian dengan ampunan, rahmat, dan rida-Nya.

Kakak dan Adikku Terkasih

Hartino dan Susilowati yang selalu memberikan keceriaan, semangat, motivasi, dan doa. Semoga Allah senantiasa menyayangi dan meridai kalian.

Dosen-dosenku

Dr. Nurlaksana Eko Rusminto, M.Pd. dan Drs. Iqbal Hilal, M.Pd. terima kasih telah membimbingku dengan sabar dalam menyelesaikan skripsi ini.

Almamaterku Tercinta

Universitas Lampung, di sini kuperoleh berbagai ilmu untuk menapaki kehidupan. Jaya selalu melahirkan insan berakhlak nan cendikia pembangun peradaban.


(11)

SANWACANA

Puji syukur kepada Allah SWT atas rida dan rahmat-Nya skripsi ini dapat terselesaikan. Penulis memberi judul skripsi ini “Implikatur Percakapan Wacana Pojok Surat Kabar Lampung Post Edisi Juni 2012 dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA”. Salawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad saw. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memeroleh gelar sarjana pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak berikut.

1. Dr. Nurlaksana Eko Rusminto, M. Pd., selaku dosen pembimbing satu dalam skripsi ini yang telah dengan sabar membimbing, mengarahkan, dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Drs. Iqbal Hilal, M. Pd., selaku dosen pembimbing dua atas perhatian, bimbingan, dan arahan dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Dr. Wini Tarmini, M. Hum., selaku dosen pembahas yang memberikan masukan dan saran yang membangun dalam mengerjakan skripsi ini.

4. Udo Z. Karzi, penanggung jawab kolom Pojok Lampung Post, yang telah turut membimbing penulis.


(12)

5. Chairil Anwar, S. Pd., staf bahasa Lampung Post, kakak pembimbing yang tak bosan membimbing, membantu, dan menyemangati penulis.

6. Ibu, Siti Paijah dan ayahku, Sugimin, yang tak pernah berhenti memberikan kasih sayang, mendoakan, memberi semangat, dan mendukungku dalam menyelesaikan skipsi ini.

7. Adik, kakak, dan kakak iparku (Susilowati, Hartino, dan Yuk Riska) yang telah memberikan semangat dan dukungan.

8. Sahabat-sahabatku Aini Rahmalia, Eli Sania, S. Pd., Evi Listyoningsih, Erlida Amnie, Suprihatin, Sri Bawani, Reni Mariana, Eliska Novita, S.Pd., Ima Suryani, Nurjayanti, S.Pd., Nurul Fadhila, Tri Adhitya, S.Pd., Indah Nurmalia Sari, S. Pd., Fortina Delana, S. Pd., Meinilwita Yulia, S.TP., M.Agr., Deasy Rosnawati, S.TP., Siska Mailana Sari, S.Pd., Novita Setiani, Yumna Cici Olivia, Tri Lestari, atas perhatian, semangat, cinta dan doa kalian.

9. Rekan-rekan Batrasia angkatan 2008 dan 2009 FKIP Universitas Lampung. 10.Almamater tercinta Universitas Lampung.

11.Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Semoga doa, semangat, dan cinta bapak, ibu, serta rekan-rekan menjadi bekal bagi penulis untuk semakin baik di masa yang akan datang. Semoga Allah meridai dan membalas dengan kebaikan yang lebih kepada bapak, ibu, dan rekan-rekan. Penulis berharap, skripsi ini bermanfaat bagi pendidikan, khususnya program studi Bahasa dan Sastra Indonesia.

Bandarlampung, November 2014 Penulis,


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

RIWAYAT HIDUP ... iv

MOTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

SANWACANA ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR SINGKATAN ... ix

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 7

II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pragmatik ... 8

2.2 Implikatur ... 9

2.3 Konteks ... 12

2.4 Tindak Tutur ... 14

2.4.1 Jenis-jenis Tindak Tutur ... 15

2.4.1.1 Jenis-jenis Tindak Tutur Menurut Austin ... 15

2.4.1.2 Jenis-jenis Tindak Tutur Menurut Wijana ... 18

2.4.2 Interaksi Berbagai Jenis Tindak Tutur ... 20

2.4.2.1 Tindak Tutur Langsung Literal ... 20

2.4.2.2 Tindak Tutur Langsung Tidak Literal ... 20

2.4.2.3 Tindak Tutur Tidak Langsung Literal ... 21

2.4.2.4 Tindak Tutur Tidak Langsung Tidak Literal ... 21


(14)

2.5.1 Prinsip Kerja Sama ... 22

2.5.1.1 Maksim Kuantitas ... 23

2.5.1.2 Maksim Kualitas ... 23

2.5.1.3 Maksim Relevansi ... 24

2.5.1.4 Maksim Pelaksanaan ... 25

2.5.2 Prinsip Kesantunan ... 25

2.5.2.1 Maksim Kebijaksanaan ... 26

2.5.2.2 Maksim Kedermawanan ... 26

2.5.2.3 Maksim Penghargaan ... 27

2.5.2.4 Maksim Kesederhanaan ... 27

2.5.2.5 Maksim Permufakatan ... 27

2.5.2.6 Maksim Simpati... 28

2.6 Wacana Pojok ... 28

2.7 Profil Lampung Post ... 30

2.8 Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas... 32

III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 34

3.2 Sumber Data ... 34

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 34

3.4 Teknik Analisis Data ... 35

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 38

4.2 Pembahasan ... 39

4.2.1 Bentuk Verbal Implikatur Percakapan Wacana Pojok Lampung Post Edisi Juni 2012 ... 39

4.2.1.1 Implikatur Percakapan Wacana Pojok dengan Tindak Tutur Langsung Tidak Literal ... 40

4.2.1.2 Implikatur Percakapan Wacana Pojok dengan Tindak Tutur Tidak Langsung Literal ... 43

4.2.1.3Implikatur Percakapan Wacana Pojok dengan Tindak Tutur Tidak Langsung Tidak Literal ... 83

4.2.2 Implikasi Hasil Penelitian pada Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA ... 90

V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 99

5.2 Saran ... 101

DAFTAR PUSTAKA ... 103


(15)

DAFTAR SINGKATAN

LP : Lampung Post


(16)

1

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Bahasa adalah alat yang dipakai manusia untuk membentuk pikiran, perasaan, keinginan, dan perbuatan-perbuatannya, serta sebagai alat untuk memengaruhi dan dipengaruhi (Samsuri dalam Rohmadi dan Wijana, 2009: 198). Oleh sebab itu, manusia tidak mampu melepaskan diri dari bahasa. Interaksi antarmanusia sangat didukung dengan peranan penting bahasa. Tanpa bahasa, manusia tidak akan mampu untuk mengungkapkan pikiran dan memengaruhi orang lain.

Fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi yang merupakan fungsi in-teraksional. Fungsi interaksional bahasa dipentingkan dalam peristiwa tutur yang digunakan untuk membentuk dan membina hubungan sosial. Interaksi manusia membentuk sistem sosial atau masyarakat.

Salah satu aplikasi bahasa sebagai alat komunikasi adalah penggunaan bahasa jurnalistik dalam semua media massa. Media massa yang memiliki frekuensi kemunculannya tinggi dan tersebar luas di masyarakat adalah media cetak. Hal ini karena beragamnya media massa cetak yang tersebar di masyarakat seperti surat kabar, majalah, tabloid, dan lain-lain.

Wujud konkret fungsi bahasa sebagai alat komunikasi dalam surat kabar dipakai dalam penulisan headline, reportase, artikel, rubrik, kolom, opini, tajuk, surat


(17)

2

pembaca, tulisan pojok, dan sebagainya. Surat kabar berisi informasi yang ditunggu oleh pembaca setiap hari. Surat kabar tidak hanya berisi berita-berita aktual untuk pembaca, tetapi juga mencakup kritik yang terselubung di balik sesuatu yang dinyatakan dalam percakapan, misalnya dalam wacana pojok.

Rohmadi dan Wijana (2010: 120) menyatakan bahwa wacana pojok adalah sebuah wacana kolom khusus yang terdapat di salah satu halaman pojok (sudut) sebuah surat kabar (harian atau mingguan). Pada umumnya wacana ini terdiri atas dua bagian, yaitu bagian situasi dan bagian sentilan.

Sumadirja (2008: 9) menyatakan wacana pojok merupakan kutipan singkat narasumber atau peristiwa tertentu yang dianggap menarik atau kontroversial untuk kemudian dikomentari oleh pihak redaksi dengan kata-kata atau kalimat yang mengusik, menggelitik, dan ada kalanya reflektif. Tujuan pojok yaitu untuk “mencubit”, mengingatkan, dan menggugat sesuatu dengan fungsi kontrol sosial yang dimiliki pers, kritis tetapi tetap etis.

Wacana pojok pada surat kabar merupakan kolom yang berisi kritik, baik tersurat maupun tersirat. Ada kalanya kritik pada wacana pojok disampaikan secara tersurat sehingga pembaca dapat langsung memahami maksud redaktur. Kadangkala terdapat percakapan yang menyatakan kritik secara tidak langsung atau tersirat disebut implikatur percakapan. Untuk memahami implikatur pada kolom ini, pembaca juga harus memahami konteks yang menyertainya. Hal ini merupakan salah satu bentuk edukasi kepada pembaca untuk peka terhadap isu-isu yang sedang terjadi di Indonesia. Humor juga ditekankan pada penggunaan bahasa di kolom ini. Sindiran-sindiran yang digunakan pada kolom ini sering


(18)

3

menjadi sebuah hal yang lucu. Hal ini pula yang membuat penulis tertarik mengadakan penelitian tentang implikatur percakapan wacana pojok.

Penulis mengamati bahwa surat kabar di Lampung yang memuat wacana pojok hanyalah surat kabar Lampung Post. Oleh karena itu, penulis memilih Lampung Post sebagai media surat kabar yang menjadi objek penelitian ini. Lampung Post merupakan surat kabar yang terbit di Lampung. Surat kabar tersebut memuat berbagai informasi regional, nasional, dan internasional. Dalam rangka pembinaan bahasa Indonesia, khususnya di Provinsi Lampung, diharapkan surat kabar Lampung Post menerapkan kaidah kebahasaan yang baik dan benar dalam setiap terbitannya. Lampung post menaati kaidah tata bahasa Indonesia ragam jurnalistik yaitu singkat, padat, sederhana, jelas, dan menarik dengan tetap menerapkan aturan yang tertuang dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD).

Pada salah satu kolom surat kabar Lampung Post terdapat suatu kolom bernama “Pak De Pak Ho” dan “Pojok” yang memberikan informasi dalam bentuk percakapan yang terdiri atas pernyataan singkat terkait berita yang sedang hangat dibicarakan media. Pernyataan tersebut kemudian dikomentari oleh redaktur. Kolom ini dapat disebut dengan wacana pojok.

Pembaca kerap menyempatkan membaca kolom ini sebelum membaca berita lainnya. Alasannya, untuk mendapatkan berita yang ringan, segar dan menghibur. Selain itu, dengan membaca wacana pojok, pembaca dapat mengetahui isu-isu yang sedang berkembang dan menikmati informasi aktual namun tidak melulu


(19)

4

dalam bentuk berita yang disampaikan secara lugas dan panjang sehingga membutuhkan energi lebih untuk dapat menikmatinya.

Penelitian sejenis yang pernah dilakukan terbatas pada implikatur percakapan oleh Debora Fransiska dalam skripsinya yang berjudul “Implikatur Percakapan Iklan Produk Makanan Ringan pada Stasiun Televisi SCTV dan Trans7 Periode Desember 2009-Juni-Juli 2010 dan Implikasinya pada Pembelajaran Bahasa dan Sastra di

SMA” dan “Implikatur Percakapan Antaranggota UKM KSR PMI Unit Unila dan

Implikasinya pada Pembelajaran di Sekolah Menengah Atas” oleh Zares Melia. Penelitian tersebut memfokuskan pada implikatur percakapan pada iklan produk makanan ringan dan percakapan antaranggota UKM KSR PMI Unit Unila, sedangkan fokus penelitian yang akan penulis lakukan adalah implikatur percakapan wacana pojok surat kabar Lampung Post.

Penelitian yang dilakukan oleh Debora di atas mengimplikasikan kepada siswa untuk dapat melatih ide dan gagasannya dalam menginterpretasikan maksud dan tujuan sebuah iklan. Penelitian yang dilakukan oleh Zares Melia mengimplika-sikan kepada siswa untuk memiliki kepekaan rasa dalam berinteraksi dengan sesamanya. Penelitian ini akan diimplikasikan kepada siswa untuk melatih kepekaan rasa dan empatinya dalam setiap keterampilan berbahasa.

Tampaknya penelitian terhadap wacana pojok dalam surat kabar di Lampung belum tergarap. Untuk itu, penulis tergerak untuk mengadakan penelitian tentang analisis wacana pojok Lampung Post edisi Juni 2012. Penelitian ini akan diimplikasikan kepada siswa di sekolah menengah atas untuk melatih kepekaan rasa dan empatinya dalam setiap keterampilan berbahasa, yaitu sebagai alternatif


(20)

5

materi pembelajaran Bahasa Indonesia pada setiap keterampilan berbahasa: menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.

Pada kurikulum 2013 atau sering disebut pendidikan karakter terdapat empat kompetensi inti yang harus dimiliki siswa. Kompetensi inti II yang menekankan kepada aspek sikap yang harus dimiliki siswa, yaitu menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya. Kompetensi inti tersebut salah satunya menuntut siswa memiliki kepekaan rasa dan empati sebagai wujud peduli (toleransi, gotong royong) serta santun dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya. Salah satu cara untuk melatih kepekaan rasa dalam berinteraksi dan menjaga sopan santun dalam berbahasa adalah dengan menggunakan implikatur percakapan.

Kompetensi dasar yang berkaitan dengan penelitian ini mencakup empat kompe-tensi inti kurikulum 2013 untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia yaitu men-syukuri anugerah Tuhan akan keberadaan bahasa Indonesia dan menggunakannya sebagai sarana komunikasi dalam memahami, menerapkan, dan menganalisis infor-masi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah, berita, iklan, editorial/opini, dan novel; menunjukkan perilaku tanggung jawab, peduli, dan santun dalam meng-gunakan bahasa Indonesia untuk memahami dan menyampaikan berita politik, ekonomi, sosial, dan kriminal; memahami struktur dan kaidah teks berita baik melalui lisan dan tulisan; dan menginterpretasi makna teks berita baik secara lisan maupun tulisan.


(21)

6

Dengan demikian, judul penelitian ini adalah “Implikatur Percakapan Wacana Pojok Surat Kabar Lampung Post Edisi Juni 2012 dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA”.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis kemukakan di atas, penulis dapat merumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: “Bagaimanakah implikatur percakapan wacana pojok surat kabar Lampung Post edisi Juni 2012 dan implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah menengah atas?”.

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan mendeskripsikan implikatur percakapan wacana pojok surat kabar Lampung Post edisi Juni 2012 dan implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA.

1.4Manfaat Penelitian

Manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah kajian pragmatik, khususnya tentang implikatur percakapan pada wacana pojok.

b. Manfaat Praktis

Manfaat praktis yang dapat diberikan oleh penelitian ini adalah sebagai berikut.


(22)

7

1. Bahan masukan bagi guru mata pelajaran Bahasa Indonesia pada SMA tentang implikatur percakapan untuk membelajarkan kepekaan rasa siswa dan memvariasikan media pembelajaran Bahasa Indonesia dengan me-manfaatkan wacana pojok dari surat kabar Lampung Post;

2. Bahan masukan bagi masyarakat, khususnya pembaca Lampung Post, untuk mengetahui implikatur dalam wacana pojok.

3. Bahan masukan bagi redaktur pembuat wacana pojok untuk mengkre-asikan elemen sentilan pada wacana pojoknya dengan menggunakan implikatur percakapan.

1.5Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Implikatur percakapan wacana pojok surat kabar Lampung Post edisi Juni 2012.

2. Implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah menengah atas (SMA).


(23)

8

II. KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pragmatik

Pragmatik merupakan cabang linguistik yang semakin penting dalam studi bahasa karena menguak penggunaan bahasa dan arti ungkapan berdasarkan situasi yang melatarbelakanginya. Hal ini dilandasi oleh semakin sadarnya para linguis, bahwa upaya untuk menguak hakikat bahasa tidak akan membawa hasil yang diharapkan tanpa didasari pemahaman terhadap pragmatik, yakni bagaimana bahasa itu digunakan dalam komunikasi (Leech, 1993: 1). Leech (1993: 8) juga mengartikan pragmatik sebagai studi tentang makna dalam hubungannya dengan situasi-situasi tutur (speech situations).

Pendapat tersebut didukung oleh Moore dalam Rusminto (2010: 16) yang menyatakan bahwa pragmatik adalah sebuah cara yang sistematis untuk menje-laskan penggunaan bahasa yang terjadi dalam konteks tertentu. Pragmatik men-coba menjelaskan aspek-aspek makna dalam kaitannya dengan konteks yang tidak dapat ditemukan dalam pengertian kata atau struktur seperti yang dijelaskan oleh kajian semantik.

Tarigan (2009: 30-31) mengemukakan pragmatik adalah telaah mengenai hubung-an hubung-antara bahasa dhubung-an konteks yhubung-ang tergramatisasikhubung-an atau dishubung-andikhubung-an dalam struktur suatu bahasa. Ia melanjutkan bahwa pada kondisi-kondisi kalimat yang


(24)

9

diucapkan, segala makna ucapan yang tidak dapat dijelaskan secara tuntas oleh referensi langsung, dapat ditelaah dalam pragmatik. Dengan kata lain, pragmatik menelaah mengenai segala aspek yang tidak tercakup dalam teori semantik. Tidak jauh berbeda dengan pendapat di atas, Levinson dalam Tarigan (2009: 31) memaparkan bahwa pragmatik adalah telaah mengenai relasi antara bahasa dan konteks yang merupakan dasar bagi suatu catatan atau laporan pemahaman bahasa, dengan kata lain telaah mengenai kemampuan pemakai bahasa menghu-bungkan serta penyerasian kalimat-kalimat dan konteks-konteks secara tepat. Rusminto (2010: 16) menyatakan bahwa secara umum pragmatik berhubungan dengan pemakaian bahasa, baik tulis maupun lisan, dalam situasi penggunaan bahasa yang sesungguhnya. Rusminto menegaskan bahwa kajian terhadap peng-gunaan bahasa dalam pragmatik memerhatikan konteks yang seutuh-utuhnya dan selengkap-lengkapnya.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat dikemukakan bahwa pragmatik berhu-bungan dengan bahasa yang dikomunikasikan baik tulis maupun lisan yang tidak dapat terlepas dari konteks. Kontekslah yang mendasari bentuk bahasa yang muncul dalam peristiwa komunikasi untuk menyampaikan maksud, pesan, atau makna.

2.2 Implikatur

Konsep tentang implikatur pertama kali dikenalkan oleh H.P. Grice (1975) untuk memecahkan masalah tentang makna bahasa yang tidak dapat diselesaikan dengan teori semantik biasa. Suatu konsep yang paling penting dalam ilmu pragmatik dan yang menonjolkan pragmatik sebagai suatu cabang ilmu bahasa ialah konsep


(25)

10

implikatur percakapan. Konsep implikatur ini dipakai untuk menerangkan perbedaan yang sering terdapat antara “apa yang diucapkan” dengan “apa yang diimplikasi”. Sebuah ujaran dapat mengimplikasikan proposisi, yang sebenarnya bukan merupakan bagian dari ujaran tersebut dan bukan pula merupakan konsekuensi logis dari ujaran. Dapat didefinisikan bahwa implikatur adalah maksud yang tersirat dalam sebuah ujaran. Kadang kala suatu ujaran sulit mendapat pengertian karena menyembunyikan suatu maksud tertentu.

Istilah implikatur diturunkan dari verba to imply yang berarti menyatakan sesuatu secara tidak langsung. Secara etimologis, to imply berarti membungkus atau menyembunyikan sesuatu dengan menggunakan yang lain. Oleh karena itu, implikatur percakapan adalah sesuatu yang disembunyikan dalam sebuah per-cakapan, yakni sesuatu yang secara implisit terdapat dalam penggunaan bahasa secara aktual (Mey dalam Rusminto, 2010: 19).

Dari pemaparan diatas, dapat dikemukakan bahwa implikatur adalah membung-kus suatu maksud dengan yang lain, atau adanya sesuatu yang disembunyikan dalam percakapan.

Levinson dalam Rusminto (2012: 72-73) mengemukakan ada empat kegunaan konsep implikatur, yaitu sebagai berikut.

1. Dapat memberikan penjelasan makna atau fakta-fakta yang tidak terjangkau oleh teori linguistik.

2. Dapat memberikan suatu penjelasan yang tegas tentang perbedaan lahiriah dari yang dimaksud si pemakai bahasa, seperti contoh percakapan berikut.


(26)

11

(1) A: Wah, sepertinya harga gula sedang murah ya, Bu? B: Maaf, tadi terlalu pedas.

Kedua kalimat di atas tidak berkaitan secara konvensional, namun jika perca-kapan tersebut terjadi antara seorang suami dan istrinya yang membuat masakan yang terlalu manis sedangkan sang suami tidak menyukainya, maka pembicara kedua (istri) sudah mengetahui bahwa pertanyaan yang diutarakan oleh pembicara pertama adalah bentuk protes bahwa masakan yang ia sajikan terlalu manis karena pembicara kedua terlalu banyak menambahkan gula ke dalam masakannya.

3. Dapat memberikan pemerian semantik yang sederhana tentang hubungan klausa yang dihubungkan dengan kata penghubung yang sama.

4. Dapat memberikan berbagai fakta yang secara lahiriah kelihatan tidak berkaitan, malah bermitraan (seperti metafora).

(2) A: Ribuan warga membakar kantor bupati Bima, Nusa Tenggara Barat. B: Dampak jika komunikasi elite dan masyarakat tersumbat.

Penggunaan implikatur dalam berbahasa bukan berarti sebuah ketidaksengajaan atau tidak memiliki fungsi tertentu. Penggunaan implikatur dalam berbahasa memiliki pertimbangan seperti untuk memperhalus tuturan, menjaga etika kesopa-nan, menyindir dengan halus (tak langsung), dan menjaga agar tidak menying-gung perasaan secara langsung. Dalam tuturan implikatif, penutur dan mitra tutur harus mempunyai konsep yang sama dalam suatu konteks. Jika tidak, akan terjadi suatu kesalahpahaman atas tuturan yang terjadi di antara keduanya. Dalam hubungan timbal balik pada konteks budaya kita, penggunaan implikatur terasa lebih sopan, misalnya untuk tindak tutur menolak, meminta, memberi nasihat,


(27)

12

menegur, dan lain-lain. Tindak tutur yang melibatkan emosi mitra tutur pada umumnya lebih diterima jika disampaikan dengan implikatur.

Kemampuan untuk memahami implikatur dalam sebuah tuturan bergantung pada kompetensi linguistik yang dikuasai seseorang. Seorang penutur tidak mungkin menguasai seluruh unsur bahasa karena kompetensi linguistik seseorang itu terbatas. Namun, dengan keterbatasan ini, seorang penutur mampu menghasilkan ujaran yang tidak terbatas.

2.3 Konteks

Konteks adalah sebuah dunia yang diisi orang-orang yang memproduksi tuturan-tuturan. Orang-orang yang memiliki komunitas sosial, kebudayaan, identitas pribadi, pengetahuan, kepercayaan, tujuan, dan keinginan, dan yang berinteraksi satu dengan yang lain dalam berbagai macam situasi yang baik yang bersifat sosial maupun budaya (Rusminto, 2010: 59).

Konteks adalah latar belakang pengetahuan yang sama-sama dimiliki oleh penutur dan mitra tutur yang memungkinkan mitra tutur untuk memperhitungkan tuturan dan memaknai arti tuturan dari si penutur (Grice, 1975 dalam Rusminto dan Sumarti, 2006: 54). Presto dalam Suparno (1988:48) menyatakan bahwa konteks adalah segenap informasi yang berada di sekitar pemakaian bahasa, bahkan juga termasuk pemakaian bahasa yang ada di sekitarnya, misalnya situasi, jarak, dan tempat.

Hymes dalam Rusminto dan Sumarti (2006: 56) menyatakan bahwa unsur-unsur konteks mencakup berbagai komponen yang disebutnya dengan akronim


(28)

13

SPEAKING, yang meliputi (1) Setting, yang meliputi waktu, tempat, atau kondisi fisik lain yang berada disekitar tempat terjadinya peristiwa tutur; (2) Participants, yang meliputi penutur dan lawan tutur yang terlibat dalam peristiwa tutur; (3) Ends, adalah tujuan atau hasil yang diharapkan dapat dicapai dalam peristiwa tutur yang sedang terjadi; (4) Act squences, yaitu bentuk dan isi pesan yang disampaikan; (5) Instrumentalities, yaitu saluran yang digunakan dan bentuk tuturan yang dipakai oleh penutur dan mitra tutur; (6) Keys, yaitu cara berkenaan dengan sesuatu yang harus dikatakan oleh penutur (serius, kasar, atau main-main); (7) Norms, yaitu norma-norma yang digunakan dalam interaksi yang sedang berlangsung; (8) Genres, yaitu register khusus yang dipakai dalam peristiwa tutur atau jenis bentuk penyampaian.

Peranan konteks dalam analisis wacana meliputi dua aspek, pertama, bagi penutur, yaitu untuk menentukan bentuk tuturan (kode) yang akan disampaikan kepada mitra tutur dengan tepat. Kedua, peranan konteks bagi mitra tutur yaitu untuk menentukan tindak tuturan apa yang disampaikan penutur dan mendapatkan pemahaman yang tepat dari tuturan si penutur. Besarnya peranan konteks bagi pemahaman sebuah tuturan dapat dibuktikan dengan adanya kenyataan bahwa sebuah tuturan dapat memiliki maksud yang berbeda jika terjadi pada konteks yang berbeda. Contohnya sebagai berikut.

(3) Aku belum membayar SPP.

Tuturan (3) dapat mengandung maksud meminta uang untuk membayar SPP, jika disampaikan oleh seorang anak kepada orang tuanya dalam konteks sudah masuk masa pembayaran SPP, atau sudah hampir terlambat. Akan tetapi, jika tuturan tersebut disampaikan seseorang kepada pacarnya dalam konteks biasanya mereka


(29)

14

selalu membayar SPP bersama-sama, maka maksud dari tuturan tersebut adalah meminta ditemani membayar SPP.

Pengguna bahasa harus memerhatikan konteks agar dapat menggunakan bahasa secara tepat dan menentukan makna secara tepat pula. Dengan kata lain, pengguna bahasa senantiasa terikat konteks dalam menggunakan bahasa.

Dalam menganalisis wacana sasaran utamanya bukan pada struktur kalimat tetapi pada status dan nilai fungsional kalimat dalam konteks, baik itu konteks linguistik ataupun konteks ekstralinguistik. Tiga manfaat konteks dalam analisis wacana adalah sebagai berikut.

1. Penggunaan konteks untuk mencari acuan, yaitu pembentukan acuan berda-sarkan konteks linguistik.

2. Penggunaan konteks untuk menentukan maksud tuturan, yaitu bahwa mak-sud sebuah tuturan ditentukan oleh konteks wacana.

3. Penggunaan konteks untuk mencari bentuk tak terujar, yaitu bentuk yang memiliki unsur tak terujar atau bentuk eliptis adalah bentuk yang hanya da-pat ditentukan berdasarkan konteks.

2.4Tindak Tutur

Istilah tindak tutur pertama kali dikemukakan oleh Austin dalam bukunya yang berjudul How to Do Things with Words tahun 1962. Austin menyatakan bahwa aktivitas bertutur tidak hanya terbatas pada penuturan sesuatu, tetapi juga melakukan sesuatu atas dasar tuturan itu (Rusminto, 2010: 22).


(30)

15

2.4.1 Jenis-jenis Tindak Tutur

Jenis-jenis tindak tutur yang akan dikemukakan pada bagian ini adalah jenis-jenis tindak tutur menurut Austin dan Wijana.

2.4.1.1 Jenis-jenis Tindak Tutur Menurut Austin

Austin dalam Tarigan (2009: 34) mengklasifikasikan tindak tutur menjadi tiga jenis, yaitu tindak lokusi, tindak ilokusi, dan tindak perlokusi.

1. Tindak Lokusi

Tindak lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu (The Act of Saying Something). Tindak tutur ini hanya berkaitan dengan makna. Di dalam tindak lokusi yang diutamakan adalah isi dari tuturan yang diungkapkan oleh penutur, dengan kata lain, lokusi adalah tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam arti berkata atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami (Chaer, 2004: 53).

Hal yang sama dikemukakan secara ringkas oleh Leech dalam Tarigan (2009: 35) bahwa tindak lokusi adalah melakukan tindakan untuk menyatakan sesuatu. Dalam hal ini dapat digambarkan dengan Pa (pembicara) berkata kepada Pk (penyimak atau pembaca) bahwa X (kata-kata tertentu yang diucapkan dengan perasaan dan referensi atau acuan tertentu), contohnya sebagai berikut.

(4) Dies natalis Unila berlangsung meriah.

Makna kalimat Dies natalis Unila berlangsung meriah berdasarkan lokusinya merupakan makna yang sebenarnya, seperti yang dimiliki oleh komponen-komponen kalimatnya. Pada kalimat tersebut, penutur mengatakan kepada mitra tuturnya bahwa peringatan hari jadi Unila berlangsung dengan meriah.


(31)

16

2. Tindak Ilokusi

Sebuah tuturan, selain berfungsi untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu, dapat juga dipergunakan untuk melakukan sesuatu. Bila hal ini terjadi, tindak tutur yang terbentuk adalah tindak ilokusi yang disebut sebagai the act of doing something in saying something. Tindak ilokusi dapat diterangkan dengan dalam mengatakan X, Pa menyatakan bahwa P.

Leech dalam Tarigan (2009: 40-41) mengklasifikasikan tindak ilokusi berdasar-kan hubungan fungsi-fungsi tindak ilokusi dengan tujuan-tujuan sosial dalam menentukan dan memelihara rasa dan sikap hormat ke dalam empat jenis, yaitu (1) kompetitif (competitive), yakni tujuan ilokusi bersaing dengan tujuan sosial, seperti memerintah, meminta, menuntut, mengemis, dan sebagainya; (2) menye-nangkan (convivial), yakni tujuan ilokusi bersamaan dengan tujuan sosial, seperti menawarkan, mengundang, menyambut, menyapa, mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat; (3) bekerja sama (collaborative), tujuan ilokusi tidak mengacuhkan atau biasa-biasa terhadap tujuan sosial, seperti menuntut, memaksakan, melaporkan, mengumumkan, menginstruksikan, memerintahkan; dan (4) bertentangan (conflictive) seperti mengancam, menuduh, mengutuk, menyumpahi, menegur, mencerca, memarahi.

Contohnya:

(5) A. Lurah dipatok ular di ruang sidang DPRD Bandar Lampung. B. Apa? Ruang dewan menjadi sarang hewan?

Kalimat (5B) diutarakan bukan semata-mata untuk menanyakan bahwa ruang sidang DPRD Bandar Lampung telah berubah menjadi sarang hewan, namun


(32)

17

untuk memiliki ilokusi bahwa pada faktanya kelakuan anggota dewan kini menyerupai kelauan hewan yang hanya memikirkan diri sendiri, saling berebut kekuasaan, tidak mempedulikan kepentingan rakyat, seperti hewan yang berebut semaunya tanpa peduli kepada yang lain.

3. Tindak Perlokusi

Seseorang dalam melakukan tuturan sebenarnya mempunyai harapan bagaimana mitra tutur menangkap makna sebagaimana yang dimaksudkan. Tuturan tersebut mempunyai daya pengaruh atau efek bagi mitra tuturnya. Tindak tutur ini disebut tindak perlokusi atau The Act of Affecting Someone. Jadi, tindak perlokusi adalah efek atau dampak yang ditimbulkan oleh tuturan terhadap mitra tutur, sehingga mitra tutur melakukan tindakan berdasarkan isi tuturan (Rusminto, 2010:23). Leech menggambarkan, dengan mengatakan X, Pa meyakinkan Pk bahwa P.

Tindak perlokusi dapat dilihat dari contoh percakapan berikut. (6) A. Survei LSI: SBY makin loyo menghadapi korupsi.

B. Bersama kita bisa (korupsi).

Kalimat (6A) menginformasikan bahwa berdasarkan survei LSI, pemerintahan yang dipimpin oleh SBY belum mampu menyelesaikan kasus korupsi yang terjadi di Indonesia. Hal ini memperlihatkan kelemahan kinerja kabinet Indonesia Bersatu dalam memberantas korupsi. Situasi ini ditanggapi oleh (6B) dengan menggunakan jargon kabinet Indonesia Bersatu, yaitu Bersama Kita Bisa, namun ditambah dengan keterangan yang ditulis dalam tanda kurung, korupsi. Perlokusi yang disampaikan adalah untuk meyakinkan khalayak bahwa kasus korupsi akan


(33)

18

terus merajalela karena dilakukan oleh oknum yang terstruktur sehingga tidak akan pernah teratasi.

2.4.1.2Jenis-jenis Tindak Tutur menurut Wijana

Wijana membagi tindak tutur berdasarkan kelangsungan dan keliteralan tuturan. 1. Tindak Tutur Langsung dan Tidak Langsung

Secara formal, berdasarkan modusnya, kalimat dibedakan menjadi kalimat berita (deklaratif), kalimat tanya (introgatif), dan kalimat perintah (imperatif). Secara konvensional kalimat berita digunakan untuk memberitakan sesuatu (informasi), kalimat tanya untuk menanyakan sesuatu, dan kalimat perintah untuk menyatakan perintah, ajakan, permintaan, dan permohonan. Apabila kalimat berita difung-sikan secara konvensional untuk mengatakan sesuatu, kalimat tanya untuk bertanya, dan kalimat perintah untuk menyuruh, mengajak, dan memohon, maka tindak tutur yang terbentuk adalah tindak tutur langsung. Sementara itu, untuk berbicara secara sopan, perintah dapat diutarakan dengan kalimat berita atau kalimat tanya agar orang yang diperintah tidak merasa dirinya diperintah. Apabila hal ini terjadi, maka tindak tutur yang terbentuk adalah tindak tutur tidak langsung. Kalimat (7B) berikut merupakan pengungkapan tindak tutur tidak langsung bahwa ada atau tidak reshuffle, tidak penting bagi rakyat, masalah yang lebih penting adalah kesejahteraan dan keamanan rakyat.

(7) A. Akhirnya kabinet benar-benar ada reshuffle.

B. Yang penting bagi rakyat, negara aman, harga tidak naik.

(8) A. Kalangan pengusaha angkutan berpendapat, kalau harga BBM naik, tarif angkutan tidak ikut naik, itu namanya konyol.


(34)

19

Adapun kalimat (8B) berikut merupakan pengungkapan tidak langsung yang dimaksudkan bahwa rakyat yang akan lebih konyol jika harga BBM (Bahan Bakar Minyak) dinaikkan, dan ilokusi memerintahnya agar pemerintah jangan menaikkan harga BBM. Bila wacana (8) diungkapkan dengan cara bertutur secara langsung, maka implikatur tidak akan terbentuk karena penutur telah saling mengetahui bahwa rakyatlah yang lebih konyol jika pemerintah menaikkan harga BBM. Untuk itu dapat diperhatikan wacana (9) berikut.

(9) A. Kalangan pengusaha angkutan berpendapat, kalau harga BBM naik, tapi tarif angkutan tidak ikut naik, itu namanya konyol.

B. yang lebih konyol rakyat.

2. Tindak Tutur Literal dan Tindak Tutur Tidak Literal

Tindak tutur literal adalah tindak tutur yang maksudnya sama dengan makna kata-kata yang menyusunnya, sedangkan tindak tutur tidak literal adalah tindak tutur yang maksudnya tidak sama dengan atau berlawanan dengan makna kata-kata yang menyusunnya.

(10)Bagus sekali kamu pakai baju ini, cantik. (11)Bagus sekali bajumu, pakai ini saja setiap hari.

Kalimat (10) jika diutarakan untuk maksud memuji atau mengagumi baju yang dikenakan rekan yang diajak bicara, merupakan tindak tutur literal, sedangkan (11), penutur bermaksud menyampaikan bahwa baju yang dipakai rekannya sudah terlalu sempit sehingga bagian tubuhnya terlihat dan membuat orang yang memandang merasa tidak nyaman dengan mengatakan pakai ini saja setiap hari, merupakan tindak tutur tidak literal karena maksudnya adalah agar rekannya agar baju tersebut tidak dipakai lagi.


(35)

20

2.4.2 Interaksi Berbagai Jenis Tindak Tutur 2.4.2.1 Tindak Tutur Langsung Literal

Tindak tutur langsung literal adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus tuturan dan makna yang sama dengan maksud pengutaraannya. Maksud mem-beritakan disampaikan dengan kalimat berita, memerintah dengan kalimat perintah, dan menanyakan sesuatu dengan kalimat tanya.

(12)Orang itu sangat rajin. (13)Ambilkan tasku!

(14)Di mana kamu sekarang?

Tuturan di atas merupakan tindak tutur langsung literal bila secara berturut-turut dimaksudkan untuk memberitakan bahwa orang yang dibicarakan sangat rajin, menyuruh mitra tuturnya mengambilkan tasnya, dan menanyakan keberadaan mitra tuturnya saat itu melalui telepon. Maksud memberitakan diutarakan dengan kalimat berita (12), maksud memerintah dengan kalimat perintah (13), dan maksud bertanya dengan kailmat tanya (14).

2.4.2.2 Tindak Tutur Langsung Tidak Literal

Tindak tutur langsung tidak literal adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus tuturan yang sesuai dengan maksud tuturan, dan kata-kata yang menyu-sunnya tidak memiliki makna yang sama dengan maksud penuturnya. Maksud memerintah disampaikan dengan kalimat perintah memberitakan dengan kalimat berita, menanyakan sesuatu dengan kalimat tanya, dan sebagainya.

(15)Masakanmu enak, kok.


(36)

21

Dengan tindak tutur langsung tidak literal, penutur dalam (15) bermaksud bahwa masakan mitra tuturnya tidak enak. Sementara (16) penutur menyuruh mitra tu-turnya untuk pulang lebih awal atau melarangnya pulang larut malam. Kalimat tanya tidak dapat digunakan untuk mengutarakan tindak tutur langsung tidak literal. 2.4.2.3Tindak Tutur Tidak Langsung Literal

Tindak tutur tidak langsung literal adalah tindak tutur yang diungkapkan dengan modus tuturan yang tidak sesuai dengan maksud pengutaraannya, dan makna kata-kata yang menyusunnya sesuai dengan apa yang dimaksudkan penutur. Dalam tindak tutur ini maksud memerintah diutarakan dengan kalimat berita atau kalimat tanya.

(17)Aku haus sekali.

(18)Sudah berapa hari kamu tidak menyapu kamarmu?

Kalimat di atas dalam konteks seseorang berkunjung ke rumah rekannya. Tuturan (17) tidak hanya sebuah informasi, tetapi juga bermaksud meminta diambilkan minum yang diungkapkan secara tidak langsung dengan kalimat berita. Begitu juga dengan kalimat (18) yang diutarakan seorang ibu kepada anaknya dengan maksud memerintah untuk menyapu kamarnya yang diungkapkan secara tidak langsung dengan kalimat tanya dan makna kata-kata yang menyusunnya sama dengan maksud yang dikandungnya.

2.4.2.4Tindak Tutur Tidak Langsung Tidak Literal

Tindak tutur tidak langsung tidak literal adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus tuturan dan makna kalimat yang tidak sesuai dengan maksud yang hendak diutarakan.


(37)

22

(19)Sopan sekali kamu.

(20)Sedikit sekali makanmu, bagianku kebanyakan.

(21)Apakah dengan makanan sedikit seperti itu cukup mengenyangkanmu? Kalimat (19) bila diungkapkan oleh seorang guru dengan nada tertentu adalah dimaksudkan untuk menyuruh siswanya berlaku lebih sopan. Demikian pula untuk meminta seorang teman membagi makanannya, penutur dapat meng-utarakannya dengan kalimat berita dan kalimat tanya pada contoh (20) dan (21) yang merupakan tindak tutur tidak langsung tidak literal.

2.5 Prinsip-prinsip Percakapan

Prinsip-prinsip percakapan digunakan untuk mengatur supaya percakapan dapat berjalan dengan lancar. Agar percakapan dapat berjalan dengan baik, maka pembicara harus menaati dan memerhatikan prinsip-prinsip yang ada di dalam percakapan. Prinsip yang berlaku dalam percakapan ialah prinsip kerja sama (cooperative prinsiple) dari teori Grice (1975) dan prinsip sopan santun (politness principle) dari teori Leech (1993).

2.5.1 Prinsip Kerja Sama

Di dalam berkomunikasi, seseorang akan menghadapi kendala-kendala yang mengakibatkan komunikasi tidak berlangsung sesuai dengan yang diharapkan. Agar proses komunikasi dapat berjalan dengan lancar penutur dan mitra tutur harus dapat saling bekerja sama. Prinsip kerja sama mengatur hak dan kewajiban penutur dan mitra tutur. Prinsip kerja sama berbunyi “buatlah sumbangan percakapan Anda sedemikian rupa sebagaimana yang diharapkan, berdasarkan tujuan dan arah percakapan yang sedang didikuti”.


(38)

23

Prinsip kerja sama dituangkan ke dalam empat maksim, yaitu maksim kuantitas (the maxim of quantity), maksim kualitas (the maxim of quality), maksim rele-vansi (the maxim of relevance), dan maksim pelaksanaan (the maxim of manner). Berikut adalah uraian maksim-maksim tersebut.

2.5.1.1 Maksim Kuantitas

Meksim kuantitas menyatakan “Berikan informasi dalam jumlah yang tepat”. Maksim ini terdari dua prinsip, yaitu sebagai berikut.

(1) Berikan informasi Anda secukupnya atau sejumlah yang diperlukan mitra tutur. (2) Bicaralah seperlunya saja, jangan mengatakan sesuatu yang tidak perlu.

Maksim kuantitas memberikan tekanan pada tidak dianjurkan pembicara untuk memberikan informasi lebih dari yang diperlukan. Hal ini didasari asumsi bahwa informasi lebih tersebut hanya akan membuang-buang waktu dan tenaga. Contoh maksim kuantitas adalah sebagai berikut.

(22)A. Pak, belikan aku bola voli.

B. Pak, belikan aku bola yang bulat untuk main voli.

Ujaran (22A) lebih ringkas dan tidak menyimpang dari nilai kebenaran. Semua orang pasti mengetahui bahwa bentuk bola tentulah bulat, jadi penggunaan kata yang bulat pada kalimat (22B) termasuk berlebihan dan menyimpang dari maksim kuantitas.

2.5.1.2 Maksim Kualitas

Maksim kualitas menyatakan “Usahakan agar informasi Anda sesuai dengan fakta”. Maksim ini terdiri atas dua prinsip, yaitu sebagai berikut.


(39)

24

(2) Jangan mengatakan sesuatu yang bukti kebenarannya kurang meyakinkan. Contoh:

(23)A. Dandanan kamu sederhana sekali, lipstik warna cerah, maskara, blush on dan perhiasan mewah, silakan duduk di bagian paling depan supaya perkuliahan kita bisa fokus.

B. Dandanan kamu terlalu berlebihan, tidak layak mengikuti perkuliahan saya! Tuturan (23A) dan (23B) di atas dituturkan oleh dosen kepada mahasiswanya yang datang terlambat pada perkuliahan dengan dandangan yang sangat ber-lebihan. Tuturan (23B) lebih memungkinkan terjadinya kerja sama antara penu-tur dan mitra tupenu-tur. Sementara tupenu-turan (23A) dikatakan melanggar maksim kua-litas karena penutur mengatakan sesuatu tidak sesuai dengan yang seharusnya dilakukan oleh seorang dosen.

2.5.1.3 Maksim Relevansi

Dalam maksim ini, dinyatakan agar terjalin kerja sama antara penutur dengan mitra tutur, masing-masing hendaknya dapat memberikan kontribusi yang relevan tentang sesuatu yang sedang dipertuturkan itu. Bertutur dengan tidak memberikan kontribusi yang demikian dianggap tidak mematuhi dan melanggar prinsip kerja sama, contohnya sebagai berikut.

(24)A. Aku lapar sekali.

B. Kemarin aku baru melunasi hutangku yang banyak, tidak ada sisa lagi. Percakapan (24) terjadi dalam konteks seseorang berkunjung ke rumah teman-nya. Biasanya setiap ia berkunjung selalu dijamu dengan banyak makanan. Tuturan (24B) tidak memiliki relevansi dengan apa yang dinyatakan oleh tuturan (24A) yang mengharapkan rekannya mengeluarkan makanan seperti biasanya. Dengan demikian tuturan di atas dapat dijadikan sebagai salah satu bukti bahwa


(40)

25

maksim relevansi dalam prinsip kerja sama tidak harus selalu dipenuhi dalam penuturan yang sesungguhnya. Hal seperti ini dapat dilakukan, khususnya apabila tuturan tersebut dimaksudkan untuk mengungkapkan maksud yang sifatnya khusus.

2.5.1.4 Maksim Pelaksananan

Maksim pelaksananaan mengharuskan setiap peserta pertuturan bertutur secara langsung, jelas dan tidak kabur. Maksim ini dapat diuraikan sebagai berikut.

(1) Hindari ketidakjelasan atau kekaburan ungkapan. (2) Hindari ambiguitas.

(3) Hindari kata-kata berlebihan yang tidak perlu. (4) Harus berbicara dengan teratur.

Contoh:

(25)Sales : Pak, akhir-akhir ini sering hujan.

Kolektor : Besok saya berikan honor dan insentifmu.

Percakapan di atas terjadi antara sales koran dan kolektor dari sebuah perusahaan penertbitan koran. Tuturan sales tersebut bukan hanya untuk memberi tahu kepada kolektornya bahwa akhir-akhir ini sering hujan, tetapi lebih dari itu, yaitu ia sedang membutuhkan uang karena seringnya hujan sehingga korannya hanya sedikit yang laku bahkan terkadang harus menomboki dan honor beserta insentif yang menjadi haknya belum ia terima.

2.5.2 Prinsip Kesantunan

Agar proses komunikasi antara penutur dan mitra tutur dapat berjalan dengan baik dan lancar, mereka haruslah saling dapat bekerja sama. Salah satunya adalah bekerja sama yang baik dalam proses bertutur, berperilaku sopan kepada pihak lain, tujuannya supaya terhindar dari kemacetan komunikasi. Leech (1993: 120)


(41)

26

mengemukakan bahwa prinsip kerja sama berfungsi mengatur apa yang dikatakan oleh peserta percakapan sehingga tuturan dapat memberikan sumbangan kepada tercapainya tujuan percakapan, sedangkan prinsip kesantunan menjaga keseim-bangan sosial dan keramahan hubungan dalam sebuah percakapan. Lecch dalam Rusminto dan Sumarti (2006: 84-91) mengemukakan prinsip sopan santun ke dalam enam butir maksim berikut.

2.5.2.1 Maksim Kebijaksanan

Maksim kebijaksanaan mengandung prinsip sebagai berikut: (1) buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin;

(2) buatlah keuntungan pihak lain sebesar mungkin.

Bila maksim ini dilaksanakan dengan baik, maka kesantunan dalam bertutur dapat dilakukan dengan baik pula.

Contohnya:

(26)A: Uangku Pakai saja dulu, aku belum mau memakainya.. B: Wah, saya jadi tidak enak. Terima kasih ya.

Tuturan tersebut dituturkan oleh seseorang kepada teman yang meminjam uangnya. Pada saat itu sudah jatuh tempo untuk membayar hutang, tetapi A belum akan memakai uang yang ia pinjamkan. Contoh di atas memperlihatkan bahwa apa yang dituturkan oleh A sungguh memaksimalkan keuntungan bagi rekannya. 2.5.2.2 Maksim Kedermawanan

Maksim ini mengandung prinsip sebagai berikut:

(1) buatlah keuntungan diri sendiri sekecil mungkin; (2) tambahi pengorbanan diri sendiri.


(42)

27

(27)Anak : Sepertinya ayah kelelahan, sini biar aku pijat punggung ayah. Ayah : Wah, boleh juga, Nak.

2.5.2.3 Maksim Penghargaan

Maksim ini mengandung prinsip sebagai berikut: (1) kurangi cacian pada orang lain;

(2) tambahi pujian pada orang lain.

Maksim penghargaan terlihat pada contoh berikut.

(28)Anak : Bu, tadi aku yang memasak tumis kangkung untuk makan siang. Ibu : Oya, pantas ayah dan ibu tadi nambah makannya.

Tuturan ibu sangat baik dalam menanggapi pemberitahuan yang disampaikan anaknya. Sang ibu memberikan pujian dan penghargaan dengan santun.

2.5.2.4 Maksim Kesederhanaan

Maksim ini terdiri dari dua prinsip, yaitu sebagai berikut: (1) kurangi pujian pada diri sendiri:

(2) tambahi cacian pada diri sendiri. Contoh:

(29)A : Masakanmu enak sekali, aku jadi lahap. Besok aku ajak teman ke sini. B : Wah, itu hanya kebetulan saja kok.

Penutur (29B) bersikap rendah hati dengan cara mengurangi pujian terhadap dirinya sendiri. Apabila dalam bertutur seseorang selalu memuji dan meng-unggulkan dirinya sendiri maka akan dikatakan sombong dan congkak.

2.5.2.5 Maksim Permufakatan

Maksim ini terdiri atas dua prinsip, yaitu sebagai berikut:

(1) kurangi ketidaksesuaian antara diri sendiri dengan orang lain: (2) tingkatkan persesuaian antara diri sendiri dengan orang lain.


(43)

28

Maksim ini menekankan agar para peserta tutur dapat saling membina kecocokan atau kemufakatan di dalam kegiatan bertutur. Apabila terdapat kemufakatan di antara diri penutur dan mitra tutur dalam kegiatan bertutur, masing-masing dari mereka akan dapat dikatan bersikap santun. Berikut ini adalah contoh maksim permufakatan.

(30)Pak De: “Kasus Mesuji diindikasikan ada pelanggaran hukum” Pak Ho: “Ya, faktanya dah bicara ya Pak Ho.”

2.5.2.6 Maksim Simpati

Maksim ini mengandung prinsip sebagai berikut:

(1) kurangilah rasa antipati antara diri sendiri dan orang lain sekecil mungkin; (2) perbesar rasa simpati antara diri sendiri dan orang lain.

Tindak tutur yang mengungkapkan simpati misalnya ucapan selamat, ucapan bela sungkawa, dan ucapan lain yang menunjukkan penghargaan terhadap orang lain. Contohnya:

(31)A. Selamat atas kelahiran putramu.

B. Saya turut berduka atas musibah yang menimpa keluargamu.

Kalimat (31A) dan (31B) sama-sama memperlihatkan ungkapan simpati. Kalimat (31A) merupakan ungkapan simpati atas kebahagiaan seseorang, yaitu kebahagia-an atas kelahirkebahagia-an putrkebahagia-anya, dkebahagia-an kalimat (31B) merupakkebahagia-an ungkapkebahagia-an simpati duka.

2.6 Wacana Pojok

Wijana dan Rohmadi (2010: 120) menyatakan bahwa wacana pojok adalah sebuah wacana kolom khusus yang terdapat di salah satu halaman pojok (sudut) sebuah surat kabar (harian atau mingguan). Pada umumnya wacana ini terdiri dari dua


(44)

29

bagian, yaitu bagian situasi dan bagian sentilan. Dalam sekali terbitan, lazimnya terdapat tiga atau empat wacana yang berstruktur situasi dan sentilan yang satu sama lain umumnya tidak saling berhubungan. Di sudut kolom atas biasanya terpampang nama pojok, sedangkan di sudut kanan bawah tercantum nama penjaganya.

Lebih spesifik, Sumadirja (2008: 9) mengemukakan pojok merupakan kutipan singkat narasumber atau peristiwa tertentu yang dianggap menarik atau kontroversial untuk kemudian dikomentari oleh pihak redaksi dengan kata-kata atau kalimat yang mengusik, menggelitik, dan ada kalanya reflektif. Tujuan pojok yaitu untuk “mencubit”, mengingatkan, dan menggugat sesuatu dengan fungsi kontrol sosial yang dimiliki pers, kritis tetapi tetap etis.

Wacana Pojok surat kabar Lampung Post yang menjadi sumber kajian penelitian ini memiliki struktur wacana serupa di atas, contohnya sebagai berikut.

(32)Pak De Pak Ho

Pak De: DPR beli parfum ruangan seharga Rp1,6 miliar. Pak Ho: Makin gila saja kelakuan mereka.

POJOK

Listik sering padam, alat elektronik warga Krui rusak.

Mutu pelanggan bergantung dari siapa yang pegang tombol. Rosa sebut Anas Urbaningrum sebagai ketua besar.

Pasti banyak ketua kecil, seperti jaringan mafia.

Wacana (32) diatas terdiri atas nama pojok, inti wacana, dan nama penjaga pojok (pihak redaktur surat kabar yang bersangkutan). Wacana pojok di atas memiliki tiga penggal wacana yang satu sama lain tidak berhubungan. Setiap penggal inti wacana mengandung elemen situasi dan sentilan. Elemen situasi memberikan


(45)

30

latar belakang mengenai peristiwa aktual yang sedang terjadi, pendapat atau kebijakan pemerintah atau aparat, dan sebagainya. Sementara elemen sentilan merupakan pernyataan keprihatinan, simpati, persetujuan, ketidaksetujuan, kritikan, kecaman, saran dari redaktur penjaga pojok.

Demikian banyaknya fungsi yang diemban oleh bagian sentilan wacana pojok secara langsung mengakibatkan keberagaman aspek kebahasaan yang harus dimanfaatkan oleh redaktur penjaga pojok untuk mengkreasikan komentar-komentar. Misalnya dengan memanfaatkan hipogram bait lagu Melayu yang kemudian dijadikan penggalan sebuah reklame pasta gigi Pepsodent seperti contoh (33). Hal ini dilakukan dengan berbagai tujuan, misalnya agar komen-tarnya terasa lucu, memiliki nuansa estetis, dan sebagainya, sehingga ketajaman sentilan dapat diperlembut dan tidak terasa begitu menohok sasaran agresi atau keprihatinannya.

(33)Masyarakat mempertanyakan perasaan para pejabat yang dicopot dari jabatannya.

Katanya sih lebih sakit dari sakit gigi.

Kapolri mengaku didesak mundur. Memang bukan undur-undur.

Kejakgung bantah ada rekayasa Gus Dur tak terlibat Buloggate. Kalau ada rekayasa itu namanya Kejakgung (Kejaksaan Bingung)

2.7 Profil Lampung Post

Surat kabar harian Lampung Post merupakan salah satu surat kabar yang terbit di Lampung. Lampung Post terbit pertama kali pada tanggal 10 Agustus 1974, berdasarkan surat keputusan Menpen RI No: 0148 SK Dirjen P 6 SIT 1974.


(46)

31

Lampung Post diterbitkan oleh PT Masa Kini Mandiri dengan Surat Izin Usaha Penerbitan (SIUP) nomor 150/SK/MenPen/SIUP/a7/1986. Alamat redaksi Lampung Post di Jalan Soekarno Hatta Nomor 108, Rajabasa, Bandarlampung. Lampung Post berdiri berkat imbauan Menteri Penerangan Republik Indonesia.

Dengan motonya, “Teruji Tepercaya”, Lampung Post berkeinginan untuk menjadi surat kabar terdepan yang jujur, jernih, bermutu, dan paling berpengaruh di Provinsi Lampung. Oleh sebab itu, Lampung Post sejak awal berdiri sampai sekarang mengalami banyak perubahan, mulai dari sistem pengarsipan, informasi yang disuguhkan, sampai dengan jumlah produksi surat kabar setiap harinya. Saat ini, PT Masa Kini Mandiri telah mampu memproduksi surat kabar 30.000 eksemplar per harinya dengan 24 halaman dan terbit tujuh kali dalam seminggu. Surat kabar Lampung Post juga melayani percetakan dari luar perusahaan, seperti Dipasena dan Sumatera Post.

Lampung Post menyuguhkan berbagai macam berita. Berita aktual atau terkini yang terjadi di wilayah Provinsi Lampung, nasional, dan berita-berita mengenai peristiwa penting terjadi di luar negeri sering menghiasi wajah berita utama (headlines). Opini masyarakat tentang berbagai hal, terutama permasalahan aktual yang sedang hangat dibicarakan, secara khusus dimasukkan ke rubrik “Opini”. Tidak hanya peristiwa politik, kriminal, atau pun ekonomi yang dimuat oleh Lampung Post, berita olahraga, hiburan, ekonomi dan bisnis, pariwara hingga sastra juga menghiasi halaman Lampung Post. Lampung Post juga memuat kolom yang merupakan wacana pojok. Kolom ini diberi nama Pojok, adapun Pak De Pak Ho juga termasuk wacana pojok dengan disertai kartun.


(47)

32

2.8 Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas

Keberhasilan sistem pengajaran bahasa ditentukan oleh tujuan realistis yang dapat diterima oleh semua pihak, sarana dan organisasi yang baik, intensitas pengajaran yang relatif tinggi, serta RPP dan silabus yang tepat guna. Sistem pengajaran tersebut yang selama ini dikenal dengan istilah kurikulum.

Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan kegiatan atau pembelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedo-man penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan. Kurikulum yang ada disempurnakan secara berkesinambungan disesuaikan dengan perkembangan pengetahuan, masyarakat, teknologi, seni budaya, serta berdasarkan pertimbangan-pertimbangan para ahli di bidang pendidikan.

Di dalam Kurikulum 2013 diuraikan secara jelas tujuan pembelajaran secara umum, yang diimplementasikan dalam bentuk kompetensi inti dan kompetensi dasar, kemudian dijabarkan ke dalam silabus. Silabus merupakan rencana dan pengaturan kegiatan pembelajaran, pengelolaan kelas, dan penilaian hasil belajar. Silabus harus disusun secara sistematis dan berisikan komponen-komponen yang saling berkaitan untuk memenuhi target pencapaian kompetensi dasar.

Berdasarkan silabus bahasa Indonesia di sekolah menengah atas, tujuan umum mata pelajaran bahasa Indonesia adalah agar peserta didik memiliki kemampuan berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku. Secara tidak langsung, hal ini menyiratkan bahwa dalam membina kemampuan berkomunikasi, etika dalam komunikasi pun harus diperhatikan. Etika yang


(48)

33

dimaksudkan berkaitan dengan penggunaan kesantunan dalam berkomunikasi. Berkaitan dengan hal tersebut, guru bahasa Indonesia harus mampu membimbing dan mengarahkan peserta didik untuk mengembangkan kemampuannya dalam berkomunikasi.

Di dalam Kurikulum 2013 terdapat Kompetensi dasar yang mengharapkan siswa mampu mensyukuri anugerah Tuhan akan keberadaan bahasa Indonesia dan menggunakannya sebagai sarana komunikasi dalam memahami, menerapkan, dan menganalisis informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah, berita, iklan, editorial/opini, dan novel; menunjukkan perilaku tanggung jawab, peduli, dan santun dalam menggunakan bahasa Indonesia untuk memahami dan menyam-paikan berita politik, ekonomi, sosial, dan kriminal; memahami struktur dan kaidah teks berita, baik melalui lisan dan tulisan; menginterpretasi makna teks berita baik secara lisan dan tulisan. Hal ini secara tidak langsung menuntut guru untuk dapat membimbing siswa menerapkan prinsip sopan santun dalam berkomunikasi.


(49)

34

III. METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan implikatur percakapan pada kolom pojok surat kabar Lampung Post edisi Juni 2012. Untuk itu, desain yang diguna-kan untuk mencapai tujuan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Deskriptif adalah prosedur pemecahan masalah dengan memaparkan keadaan objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampil sebagaimana adanya (Sukardi, 2008: 157). Penelitian ini bersifat kualitatif karena memaparkan, menjelaskan gejala yang ada pada data berupa kata-kata tanpa penjelasan angka. 3.2 Sumber Data

Sumber data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah wacana pojok pada surat kabar Lampung Post edisi Juni 2012 yang terdapat pada kolom “Pak De Pak Ho” dan “Pojok”.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah teknik observasi dan studi dokumentasi, yaitu membaca wacana-wacana pojok yang terdapat dalam surat kabar Lampung Post edisi Juni 2012 dan mendo-kumentasikan percakapan wacana pojok tersebut.


(50)

35

3.4 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis teks percakapan. Teknik tersebut merupakan teknik yang digunakan untuk men-deskripsikan implikatur dalam wacana pojok yang terdapat dalam surat kabar Lampung Post edisi Juni 2012.

Langkah-langkah yang dilakukan sebagai berikut. 1. Membaca wacana pojok edisi Juni 2012.

2. Mengelompokkan wacana pojok berdasarkan ada tidaknya implikatur perca-kapan pada elemen sentilannya.

3. Menganalisis implikatur percakapan yang terdapat dalam wacana pojok yang dijadikan objek dalam penelitian dengan menggunakan analisis heuristik sebagai berikut.

Dalam analisis heuristik, analisis berawal dari problem, dilengkapi proposisi, informasi latar belakang konteks, dan asumsi dasar bahwa penutur menaati prinsip-prinsip pragmatis, kemudian mitra tutur merumuskan hipotesis tujuan

1. Masalah

2. Hipotesis

3. Pemeriksaan

4a. Pengujian berhasil

5. Interpretasi Default

4b. Pengujian gagal


(51)

36

tuturan. Berdasarkan data yang tersedia, hipotesis diuji kebenarannya. Bila hipotesis sesuai dengan bukti-bukti kontekstual yang tersedia, berarti peng-ujian berhasil. Hipotesis diterima kebenarannya dan meng-hasilkan inter-pretasi baku yang menunjukkan bahwa tuturan mengandung satuan prag-matik. Jika pengujian gagal karena hipotesis tidak sesuai dengan bukti yang tersedia, maka mitra tutur perlu membuat hipotesis baru untuk diuji kembali dengan data yang tersedia. Proses pengujian ini dapat berlangsung secara berulang-ulang sampai ditemukan hipotesis yang berterima.

2. Hipotesis

1.Redaktur hanya menyatakan bahwa ada proyek yang berada di atas kepala (plafon) yang harus diawasi.

2.Redaktur menyindir pemerintah yang mengabaikan proyek-proyek penting dan memerintah untuk lebih ketat lagi dalam mengawasinya.

3. Pemeriksaan

1.Lampung Post, Sabtu, 9 Juni 2012 memberitakan bahwa plafon kantor ruang Komisi B dan C DPRD Tuba ambrol pada Jumat, 8 Juni 2012. 2.Ambrolnya plafon tersebut lantaran kontruksi plafon lebih berat dari

penyangga plafon. (Lampung Post, Senin, 9 Juni 2012). 3.Usia bangunan kantor DPRD Tuba tersebut baru lima tahun.

4.Anggaran untuk pembangunan dan rehab telah disediakan dalam jumlah yang besar. (Lampung Post, Senin, 9 Juni 2012).

1. Masalah (interpretasi tuturan)

Pak De: Plafon kantor ruang Komisi B dan C DPRD Tuba ambrol. Pak Ho: Proyek yang harus diawasi persis berada di atas kepala.

5. Interpretasi Default


(52)

37

Tuturan pada kalimat yang bercetak tebal dan miring di atas merupakan kalimat yang berupa pernyataan, namun setelah diperiksa dengan menggu-nakan analisis heuristik dengan memasukkan data-data, kalimat tersebut mengandung perintah tidak langsung. Maksud dari redaktur adalah menyindir pemerintah daerah Tulangbawang yang kurang ketat dalam mengawasi proyek pembangunan gedung DPRD setempat. Kualitas bangunan tidak se-suai dengan anggaran yang disediakan sehingga dapat membahayakan orang-orang yang berada di sekitarnya. Pada sentilannya ini redaktur juga secara tidak langsung memerintahkan kepada pemerintah agar mengawasi proyek-proyek penting dengan ketat. Hal ini diungkapkan redaktur dengan “persis di atas kepala”, yang dimaksudkan sebagai proyek yang sangat penting.

4. Menyimpulkan hasil penelitian.

5. Menentukan implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indone-sia di sekolah menengah atas (SMA).

6. Memeriksa kembali data yang ada. 7. Penarikan simpulan akhir.


(53)

99

V.SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Simpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut. Wacana pojok adalah sebuah wacana yang pada umumnya terdiri atas dua bagian, yaitu bagian situasi dan bagian sentilan. Implikatur adalah sesuatu yang disembu-nyikan dalam suatu percakapan, yakni sesuatu yang secara implisit terdapat dalam penggunaan bahasa secara aktual. Analisis implikatur percakapan wacana pojok dilakukan dengan menggunakan analisis heuristik.

Wacana pojok surat kabar Lampung Post edisi Juni 2012 dianalisis berdasarkan kelangsungan dan keliteralan elemen sentilannya. Wacana pojok tersebut ternyata mengandung implikatur percakapan. Sebuah implikatur terjadi apabila ada sesuatu yang disembunyikan di balik tuturan yang disampaikan. Untuk itu, wacana pojok yang mengandung implikatur adalah wacana yang pada elemen sentilannya menggunakan tindak tutur langsung tidak literal, tindak tutur tidak langsung literal, atau bahkan tindak tutur tidak langsung tidak literal. Jika tuturan pada elemen sentilan wacana pojok disampaikan dengan tindak tutur langsung literal, maka tidak ada sesuatu yang disembunyikan dalam tuturan tersebut. Dengan kata lain, tuturan tersebut tidak mengandung implikatur


(54)

100

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 78 percakapan pada wacana pojok yang dianalisis berdasarkan kelangsungan dan keliteralan elemen sentilannya, terdapat 70 percakapan yang pada elemen sentilannya mengandung implikatur percakapan dengan 2 data menggunakan tindak tutur langsung tidak literal; 61 data menggunakan tindak tutur tidak langsung literal; dan 7 data menggunakan tindak tutur tidak langsung tidak literal. Hasil tersebut memperlihatkan bahwa elemen sentilan wacana pojok Lampung Post dominan menggunakan implikatur dengan tindak tutur tidak langsung literal. Redaktur penjaga pojok lebih memilih menyampaikan kritikan atau kecaman dengan memanfaatkan implikatur daripada menyampaikan secara langsung karena untuk memperhalus kritikannya. Wacana pojok pada penelitian ini memperlihatkan bahwa kritikan dan sindiran merupakan substansi yang paling utama yang harus disampaikan di dalamnya. Redaktur penjaga pojok bermaksud dengan bertutur secara tersirat dalam meng-kreasikan sentilan akan mampu menyampaikan sindiran-sindiran yang tersimpan rapi di balik sebuah tuturan agar tidak terkesan vulgar dan kasar, tetapi tidak kalah daya sengatnya. Pemanfaatan implikatur juga didasari oleh anggapan redaktur akan khalayak pembaca wacananya yang tentu saja diperkirakan tidak mengalami kesulitan memahami maksud yang diutarakan secara tersirat tersebut. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa terdapat 8 data wacana pojok yang elemen sentilannya tidak mengandung implikatur atau dengan tindak tutur langsung literal. Redaktur menyampaikan komentarnya baik untuk mengkritik, meminta, melarang, dan sebagainya secara lugas pada elemen sentilan. Hal ini didasari oleh Lampung Post merupakan surat kabar yang terbit di Lampung dan dibuat oleh redaktur penjaga pojok berlatar belakang suku Lampung, sehingga


(55)

101

masih terpengaruh oleh budaya tutur masyarakat Lampung. Budaya Lampung mengedepankan pengutaraan maksud dalam percakapan secara langsung, tidak menyembunyikannya. Hasil penelitian ini dapat diimplikasikan ke sekolah menengah atas (SMA) karena dapat dijadikan alternatif materi pembelajaran Bahasa Indonesia pada setiap keterampilan berhahasa.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyarankan sebagai berikut.

1. Penelitian terbatas pada implikatur dalam wacana pojok berdasarkan kelangsungan dan keliteralan tuturan pada elemen sentilannya. Penulis menyarankan untuk peneliti selanjutnya dapat meneliti implikatur atau aspek pragmatik lain pada kolom lain dalam sebuah surat kabar, seperti kolom yang berbentuk feature dan sebagainya.

2. Guru mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA hendaknya mempergunakan implikatur dalam proses pembelajaran untuk melatih kepekaan siswa terhadap kondisi sekitar maupun orang lain dengan cara yang lebih bersahabat dibandingkan menyampaikan suatu maksud secara langsung yang membuat siswa merasa didikte oleh gurunya. Guru juga dapat memnafaatkan wacana pojok sebagai media belajar yang dapat memberikan variasi dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, terutama dalam pembelajaran memahami berita.

3. Bagi pembaca Lampung Post, untuk dapat memahami maksud yang hendak disampaikan redaktur dalam wacana pojok Lampung Post, pembaca harus mengetahui konteks yang mengiringi wacana pojok tersebut dengan melihat


(56)

102

berita Lampung Post pada satu atau dua hari sebelum wacana tersebut diter-bitkan atau isu-isu dari media lain yang sedang menjadi pembahasan publik. 4. Bagi pembuat wacana pojok, sebaiknya bagian sentilan lebih banyak

menggunakan implikatur percakapan dengan tindak tutur tidak langsung tidak literal agar ketajaman sentilan dapat diperlembut sehingga tidak terasa begitu menohok sasaran agresinya atau sasaran keprihatinannya. Redaktur penjaga pojok dapat mengkreasikan komentar-komentarnya dengan meman-faatkan homonimi, akronim, persamaan persajakan akhir, dan lain-lain agar komentarnya terasa lucu, memiliki nuansa estetis, dan menggelitik, namun tetap tajam daya sengatnya.


(57)

DAFTAR PUSTAKA

Brown, Gillian dan Yule, George. 1996. Analisis Wacana. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Chaer, Abdul dan Leonie Austin. 1995. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.

Djajasudarma, F. 2012. Wacana dan Pragmatik. Bandung: PT. Refika Aditama. Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Karzi, Udo Z. 2012. Mamak Kenut, Orang Lampung Punya Celoteh. Bandarlampung: Indeph Publishing.

Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip-prinsip Pragmatik. Jakarta: Universitas Indonesia. Lubis, A. Hamid Hasan. 1994. Analisis Wacana Pragmatik. Bandung: Angkasa. Mulyana. 2008. Kajian Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Pusat Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2005. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Pembentukan Istilah. Bandung: Pustaka Setia.

Rusminto, Nurlaksana Eko dan Sumarti. 2006. Analisis Wacana Bahasa Indonesia. Bandarlampung: Universitas Lampung.

Rusminto, Nurlaksana Eko. 2010. Memahami Bahasa Anak-anak. Bandarlampung: Universitas Lampung.

Rusminto, Nurlaksana Eko. 2012. Analisis Wacana Sebuah Kajian Teoritis dan Praktis. Bandarlampung: Universitas Lampung.

Sukardi. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Sumadirja, Haris. 2008. Jurnalistik Indonesia, Menulis Berita dan Feature. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.


(58)

Suparno. 2004. Keterampilan Dasar Menulis. Jakarta. Pusat Penerbitan Universitas Terbuka

Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa.

Universitas Lampung. 2012. Format Penulisan Karya Ilmiah. Bandarlampung: Universitas Lampung.

Wijana, I Dewa Putu dan Rohmadi, Muhammad. 2009. Analisis Wacana Pragmatik, Kajian Teori dan Analisis. Jakarta: Yuma Pustaka.


(1)

V.SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Simpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut. Wacana pojok adalah sebuah wacana yang pada umumnya terdiri atas dua bagian, yaitu bagian situasi dan bagian sentilan. Implikatur adalah sesuatu yang disembu-nyikan dalam suatu percakapan, yakni sesuatu yang secara implisit terdapat dalam penggunaan bahasa secara aktual. Analisis implikatur percakapan wacana pojok dilakukan dengan menggunakan analisis heuristik.

Wacana pojok surat kabar Lampung Post edisi Juni 2012 dianalisis berdasarkan kelangsungan dan keliteralan elemen sentilannya. Wacana pojok tersebut ternyata mengandung implikatur percakapan. Sebuah implikatur terjadi apabila ada sesuatu yang disembunyikan di balik tuturan yang disampaikan. Untuk itu, wacana pojok yang mengandung implikatur adalah wacana yang pada elemen sentilannya menggunakan tindak tutur langsung tidak literal, tindak tutur tidak langsung literal, atau bahkan tindak tutur tidak langsung tidak literal. Jika tuturan pada elemen sentilan wacana pojok disampaikan dengan tindak tutur langsung literal, maka tidak ada sesuatu yang disembunyikan dalam tuturan tersebut. Dengan kata lain, tuturan tersebut tidak mengandung implikatur


(2)

100

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 78 percakapan pada wacana pojok yang dianalisis berdasarkan kelangsungan dan keliteralan elemen sentilannya, terdapat 70 percakapan yang pada elemen sentilannya mengandung implikatur percakapan dengan 2 data menggunakan tindak tutur langsung tidak literal; 61 data menggunakan tindak tutur tidak langsung literal; dan 7 data menggunakan tindak tutur tidak langsung tidak literal. Hasil tersebut memperlihatkan bahwa elemen sentilan wacana pojok Lampung Post dominan menggunakan implikatur dengan tindak tutur tidak langsung literal. Redaktur penjaga pojok lebih memilih menyampaikan kritikan atau kecaman dengan memanfaatkan implikatur daripada menyampaikan secara langsung karena untuk memperhalus kritikannya.

Wacana pojok pada penelitian ini memperlihatkan bahwa kritikan dan sindiran merupakan substansi yang paling utama yang harus disampaikan di dalamnya. Redaktur penjaga pojok bermaksud dengan bertutur secara tersirat dalam meng-kreasikan sentilan akan mampu menyampaikan sindiran-sindiran yang tersimpan rapi di balik sebuah tuturan agar tidak terkesan vulgar dan kasar, tetapi tidak kalah daya sengatnya. Pemanfaatan implikatur juga didasari oleh anggapan redaktur akan khalayak pembaca wacananya yang tentu saja diperkirakan tidak mengalami kesulitan memahami maksud yang diutarakan secara tersirat tersebut.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa terdapat 8 data wacana pojok yang elemen sentilannya tidak mengandung implikatur atau dengan tindak tutur langsung literal. Redaktur menyampaikan komentarnya baik untuk mengkritik, meminta, melarang, dan sebagainya secara lugas pada elemen sentilan. Hal ini didasari oleh Lampung Post merupakan surat kabar yang terbit di Lampung dan dibuat oleh redaktur penjaga pojok berlatar belakang suku Lampung, sehingga


(3)

masih terpengaruh oleh budaya tutur masyarakat Lampung. Budaya Lampung mengedepankan pengutaraan maksud dalam percakapan secara langsung, tidak menyembunyikannya. Hasil penelitian ini dapat diimplikasikan ke sekolah menengah atas (SMA) karena dapat dijadikan alternatif materi pembelajaran Bahasa Indonesia pada setiap keterampilan berhahasa.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyarankan sebagai berikut.

1. Penelitian terbatas pada implikatur dalam wacana pojok berdasarkan kelangsungan dan keliteralan tuturan pada elemen sentilannya. Penulis menyarankan untuk peneliti selanjutnya dapat meneliti implikatur atau aspek pragmatik lain pada kolom lain dalam sebuah surat kabar, seperti kolom yang berbentuk feature dan sebagainya.

2. Guru mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA hendaknya mempergunakan implikatur dalam proses pembelajaran untuk melatih kepekaan siswa terhadap kondisi sekitar maupun orang lain dengan cara yang lebih bersahabat dibandingkan menyampaikan suatu maksud secara langsung yang membuat siswa merasa didikte oleh gurunya. Guru juga dapat memnafaatkan wacana pojok sebagai media belajar yang dapat memberikan variasi dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, terutama dalam pembelajaran memahami berita.

3. Bagi pembaca Lampung Post, untuk dapat memahami maksud yang hendak disampaikan redaktur dalam wacana pojok Lampung Post, pembaca harus mengetahui konteks yang mengiringi wacana pojok tersebut dengan melihat


(4)

102

berita Lampung Post pada satu atau dua hari sebelum wacana tersebut diter-bitkan atau isu-isu dari media lain yang sedang menjadi pembahasan publik. 4. Bagi pembuat wacana pojok, sebaiknya bagian sentilan lebih banyak

menggunakan implikatur percakapan dengan tindak tutur tidak langsung tidak literal agar ketajaman sentilan dapat diperlembut sehingga tidak terasa begitu menohok sasaran agresinya atau sasaran keprihatinannya. Redaktur penjaga pojok dapat mengkreasikan komentar-komentarnya dengan meman-faatkan homonimi, akronim, persamaan persajakan akhir, dan lain-lain agar komentarnya terasa lucu, memiliki nuansa estetis, dan menggelitik, namun tetap tajam daya sengatnya.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Brown, Gillian dan Yule, George. 1996. Analisis Wacana. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Chaer, Abdul dan Leonie Austin. 1995. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.

Djajasudarma, F. 2012. Wacana dan Pragmatik. Bandung: PT. Refika Aditama. Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Karzi, Udo Z. 2012. Mamak Kenut, Orang Lampung Punya Celoteh. Bandarlampung: Indeph Publishing.

Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip-prinsip Pragmatik. Jakarta: Universitas Indonesia. Lubis, A. Hamid Hasan. 1994. Analisis Wacana Pragmatik. Bandung: Angkasa. Mulyana. 2008. Kajian Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Pusat Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2005. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang

Disempurnakan dan Pedoman Pembentukan Istilah. Bandung: Pustaka

Setia.

Rusminto, Nurlaksana Eko dan Sumarti. 2006. Analisis Wacana Bahasa Indonesia. Bandarlampung: Universitas Lampung.

Rusminto, Nurlaksana Eko. 2010. Memahami Bahasa Anak-anak. Bandarlampung: Universitas Lampung.

Rusminto, Nurlaksana Eko. 2012. Analisis Wacana Sebuah Kajian Teoritis dan Praktis. Bandarlampung: Universitas Lampung.

Sukardi. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Sumadirja, Haris. 2008. Jurnalistik Indonesia, Menulis Berita dan Feature. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.


(6)

Suparno. 2004. Keterampilan Dasar Menulis. Jakarta. Pusat Penerbitan Universitas Terbuka

Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa.

Universitas Lampung. 2012. Format Penulisan Karya Ilmiah. Bandarlampung: Universitas Lampung.

Wijana, I Dewa Putu dan Rohmadi, Muhammad. 2009. Analisis Wacana Pragmatik, Kajian Teori dan Analisis. Jakarta: Yuma Pustaka.


Dokumen yang terkait

Implikatur Percakapan pada Novel "99 Cahaya di Langit Eropa" Karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra serta Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

3 19 126

PENGGUNAAN EUFEMISME DAN DISFEMISME PADA TAJUK RENCANA SURAT KABAR HARIAN RADAR LAMPUNG DAN LAMPUNG POST SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA

3 25 56

KOHESI DAN KOHERENSI WACANA JURNALISTIK PADA SURAT KABAR RADAR LAMPUNG EDISI APRIL 2014 DAN IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA

3 21 102

AFIKS DALAM BERITA UTAMA SURAT KABAR LAMPUNG POST DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA

10 27 102

IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DI PASAR TRADISIONAL BAMBU KUNING BANDAR LAMPUNG DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA

6 74 79

KEEFEKTIFAN KALIMAT PADA TAJUK RENCANA SURAT KABAR HARIAN LAMPUNG POST EDISI MARET 2015 DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMK

1 68 64

TINDAK TUTUR ILOKUSI PADA WACANA POJOK SURAT KABAR KOMPAS EDISI Tindak Tutur Ilokusi Pada Wacana Pojok Surat Kabar Kompas Edisi November 2015 Diimplementasikan Dalam Pelajaran Bahasa Indonesia Sma/Smk Kelas X.

0 3 12

TINDAK TUTUR ILOKUSI PADA WACANA POJOK SURAT KABAR KOMPAS EDISI NOVEMBER 2015 DIIMPLEMENTASIKAN Tindak Tutur Ilokusi Pada Wacana Pojok Surat Kabar Kompas Edisi November 2015 Diimplementasikan Dalam Pelajaran Bahasa Indonesia Sma/Smk Kelas X.

0 3 12

Implikatur pojok Mang Usil dalam Surat Kabar Kompas edisi Juli - September 2011.

0 0 149

IMPLIKATUR DALAM WACANA POJOK “MR PECUT” PADA SURAT KABAR HARIAN JAWA POS.

0 5 225