PERSEPSI MASYARAKAT KOTA BANDAR LAMPUNG TERHADAP KEBIJAKAN WALIKOTA TENTANG PEMBERLAKUAN BUS RAPID TRANSIT (BRT)

(1)

(2)

ABSTRAK

PERSEPSI MASYARAKAT KOTA BANDAR LAMPUNG TERHADAP KEBIJAKAN WALIKOTA TENTANG PEMBERLAKUAN

BUS RAPID TRANSIT (BRT)

Oleh

SINDY NADIYA KARTIKA

Salah satu kebijakan yang tempuh oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam mengatasi kemacetan lalu lintas adalah dengan pemberlakuan Bus Rapid Transit (BRT), sebagai sarana transportasi masal bagi masyarakat Kota Bandar Lampung. Kebijakan pemberlakuan BRT dituangkan ke dalam Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah yaitu mengembangkan sistem transportasi perkotaan menggunakan sistem transportasi massal di pusat primer Tanjung Karang serta penyediaan Bus Rapid Transit (BRT) yang berimplikasi pada penyediaan fasilitas bagi pejalan kaki.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: ”Bagaimanakah Persepsi Masyarakat Kota Bandar Lampung Terhadap Kebijakan Walikota Tentang Pemberlakukan Bus Rapid Transit (BRT)?” Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Persepsi Masyarakat Kota Bandar Lampung Terhadap Kebijakan Walikota Tentang Pemberlakukan Bus Rapid Transit (BRT)


(3)

Pengumpulan data dilakukan dengan kuisioner dan dokumentasi. Data selanjutnya dianalisis dengan menggunakan rumus persentase dan interval.

Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa persepsi masyarakat terhadap kebijakan Walikota Tentang Pemberlakuan BRT yang terdiri dari persepsi terhadap kenyamanan BRT, tarif BRT, keamanan BRT dan keramahan pelayanan oleh Awak BRT masuk dalam kategori cukup baik. Hal ini ditunjukkan oleh data dari sebanyak 60 responden, sebanyak 33 (55.00%) responden yang memiliki persepsi dalam kategori cukup baik.


(4)

ABSTRACT

PUBLIC PERCEPTION TOWARD POLICY OF BANDAR LAMPUNG MAYOR IN ENFORCEMENT OF BUS RAPID TRANSIT (BRT)

By

SINDY NADIYA KARTIKA

One of policy of Bandar Lampung Government in addressing traffic congestion is the enforcement of Bus Rapid Transit (BRT), as a means of mass transportation for the city of Bandar Lampung. BRT implementation of policies poured into Bandar Lampung Mayor Regulation No. 10 Year 2011 about Spatial Plan is to develop urban transportation system using mass transportation system in primary central Cape Coral and the provision of Bus Rapid Transit (BRT), which has implications for the provision of facilities for pedestrians.

Formulation of the problem in this research is: "How is public perception toward policy of Bandar Lampung Mayor in enforcement of Bus Rapid Transit (BRT)?” The purpose of this research is to determine the public perception toward policy of Bandar Lampung Mayor in enforcement of Bus Rapid Transit (BRT).

This type of research is descriptive quantitative approach. The sample was 60 users BRT in Bandar Lampung. Data was collected by questionnaires and documentation. Data were then analyzed using percentage formula and interval.


(5)

comfort, BRT rates, BRT security and BRT hospitality service by the crew in the category quite well. This is demonstrated by data from 60 respondents, 33 (55.00%) of respondents who have a perception in the category quite well.


(6)

(7)

(8)

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Kegunaan Penelitian ... 6

II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A. Tinjauan Tentang Persepsi ... 8

1. Pengertian Persepsi ... 8

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi... 10

3. Pembentukan Persepsi ... 12

4. Teori Persepsi Kategori Sosial ... 14

B. Tinjauan Tentang Masyarakat ... 15

1. Pengertian Masyarakat... 15

2. Ciri-Ciri Masyarakat ... 17

C. Tinjauan Tentang Kebijakan ... 18

1. Pengertian Kebijakan ... 18

2. Ciri-Ciri Kebijakan ... 21

3. Proses Pembuatan Kebijakan ... 22

D. Transportasi ... 25

E. Kerangka Pikir ... 31

III METODE PENELITIAN ... 33

A. Tipe Penelitian ... 33


(10)

C. Definisi Operasional... 34

D. Populasi dan Sampel ... 34

E. Jenis Data ... 34

F. Skala Data dan Penentuan Skor ... 35

G. Teknik Pengumpulan Data ... 35

H. Teknik Pengolahan Data ... 35

I. Teknik Analisis Data ... 36

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN ... 37

A. Sejarah Singkat BRT Bandar Lampung ... 37

B. Trayek BRT Bandar Lampung ... 39

C. Fasilitas Pendukung BRT Bandar Lampung ... 42

D. Kendala-Kendala yang Dihadapi BRT Bandar Lampung ... 43

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 46

A. Hasil Penelitian ... 46

1. Identitas Responden ... 46

2. Persepsi Masyarakat Kota Bandar Lampung Terhadap Kebijakan Walikota Tentang Pemberlakuan Bus Rapid Transit (BRT) ... 49

3. Kategori Persepsi Masyarakat Kota Bandar Lampung Terhadap Kebijakan Walikota Tentang Pemberlakuan Bus Rapid Transit (BRT) ... 62

B. Pembahasan ... 64

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 82

A. Simpulan ... 82

B. Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(11)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan serta mempengaruhi semua aspek kehidupan bangsa dan negara. Pentingnya transportasi, baik darat, laut maupun udara, ini tercermin pada semakin meningkatnya kebutuhan akan jasa angkutan bagi mobilitas orang serta barang.

Menurut C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil (1995:104):

Transportasi berperan sebagai penunjang, pendorong dan penggerak bagi pertumbuhan suatu daerah, sehingga diperlukan jasa transportasi yang serasi dengan tingkat kebutuhan lalu lintas dan pelayanan angkutan yang memenuhi nilai-nilai ideal seperti ; ketertiban, keteraturan, kelancaran, keselamatan dan keamanan. Untuk mencapai nilai-nilai ideal tersebut, dituntut adanya suatu penataan dalam sistem pengaturan dan manajemen lalu lintas transportasi yang terpola, terpadu, terorganisasi, sistematis serta berasas pada kepentingan, keadilan dan kesejahteraan rakyat di daerah (provinsi, kabupaten/kota) yang bersangkutan

Demikian pula halnya dengan Kota Bandar Lampung, sebagai Ibu Kota Provinsi Lampung, secara otomatis Bandar Lampung menjadi pusat aktivitas pemerintahan, perekonomian, pendidikan, dan sosial budaya, sehingga sistem transportasi kota, khususnya sistem transportasi dan lalu lintas darat harus ditata


(12)

2

dengan pengaturan dan manajemen yang memenuhi kriteria nilai-nilai ideal sebagaimana telah disebutkan di atas.

Transportasi merupakan permasalahan yang mempunyai pengaruh penting dalam kehidupan masyarakat modern. Selain mempunyai dampak secara ekonomis, transportasi berdampak secara sosial dan budaya yaitu dengan membentuk gaya hidup dan dampak politik. Isu ini acap kali menduduki tempat terkemuka dalam pembahasan agenda politik. Permasalahan yang terjadi dalam transportasi kota adalah kemacetan lalu lintas. Di Bandar Lampung, kemacetan lalu lintas merupakan fenomena dan permasalahan strategis yang sehari-hari dapat dijumpai. Selanjutnya akan digambarkan pada dua pembahasan yaitu; peta kemacetan lalu lintas dan faktor penyebab kemacetan lalu lintas di Kota Bandar Lampung.

Karakteristik lalu lintas darat Kota Bandar Lampung pada dasarnya hampir sama dengan kota-kota lain di Indonesia. Apabila dilihat dari jaringan jalannya, terdapat bagian yang membentuk jaringan jalan dan area khusus pada daerah pusat kegiatan atau Central Business District (CBD). Terdapat pula jalan-jalan alternatif yang merupakan jalan lain untuk menuju tempat tujuan (Sumber: Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung Tahun 2012)

Selain itu Kota Bandar Lampung merupakan kota perlintasan bagi kendaraan pribadi maupun umum untuk angkutan orang dan angkutan barang yang akan menuju ke Pulau Jawa atau masuk ke Pulau Sumatera melalui Pelabuhan Bakauheni. Jalan yang dilintasi yaitu Jalan Soekarno Hatta yang merupakan jalan lintas trans Sumatera. Kemacetan lalu lintas disebabkan berbagai faktor yang kompleks, multidimensional dan saling berhubungan, sehingga pembahasan


(13)

mengenai masalah ini, tidak dapat dilakukan secara terpisah dan parsial tetapi dilakukan secara utuh dan menyeluruh (Sumber: Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung Tahun 2012).

Beberapa faktor penyebab kemacetan lalu lintas di Bandar Lampung adalah terkonsentrasinya berbagai aktivitas di pusat kota. Berbagai aktivitas masyarakat kota seperti; ekonomi (tempat perdagangan, perusahaan swasta), politik dan pemerintahan (perkantoran pemerintah), serta hiburan dan rekreasi secara dominan terkonsentrasinya di Tanjung Karang dan Teluk Betung. Sehingga pergerakan (mobilitas) orang dan barang yang menuju, melalui dan meninggalkan pusat-pusat kegiatan tersebut menjadi sangat tinggi. Hal inilah yang secara konsisten menjadi penyebab kemacetan lalu lintas. Selain itu besarnya jumlah angkutan umum seperti; mikrolet (angkot), bus kota dan taksi serta kendaraan pribadi (beroda dua atau empat) menjadi penyebab kemacetan lalu lintas kota Bandar Lampung. Belum lagi besarnya kendaraan pribadi beroda dua dan kendaraaan roda empat (Sumber: Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung Tahun 2012).

Oleh karena itu, untuk mengantisipasi pergerakan orang maupun barang maka diperlukan suatu pola transportasi yang diatur dalam suatu sistim jaringan transportasi. Sarana infrastruktur lalu lintas darat Kota Bandar Lampung yang berkaitan dengan sistem jaringan transportasi meliputi jalan, jembatan penyeberangan, perparkiran, dan terminal. Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung merupakan salah satu satuan kerja perangkat daerah yang memiliki


(14)

4

tugas pokok dan fungsi dalam bidang pengaturan dan penertiban lalu lintas di Kota Bandar Lampung.

Kebijakan untuk mengantisipasi kemacetan lalu lintas ini oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung dituangkan ke dalam suatu program kerja dengan memperhatikan berbagai aspek yang berkaitan dengan kebijakan tersebut. Pada dasarnya kebijakan ini diarahkan pada terciptanya kelancaran dan ketertiban lalu lintas baik untuk saat ini maupun untuk masa yang akan datang, selain harus secara terpola, terpadu, terorganisasi, sistematis serta berasas pada kepentingan, keadilan dan kesejahteraan rakyat, harus pula memberi ruang bagi keterlibatan publik berupa partisipasi dan peran serta seluruh komponen masyarakat secara luas.

Masalah yang melatarbelakangi penelitian ini adalah adanya kurangnya kenyamanan masyarakat pengguna angkutan kota (angkot) di Kota Bandar Lampung, di antaranya pelayanan awak angkot yang tidak sopan, praktik pemberlakuan tarif yang tidak sesuai dengan ketentuan, usia angkot yang sudah tidak layak beroperasi, sopir angkot yang tidak memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) atau dikenal dengan sopir tembak, perilaku sopir angkot yang tidak mengindahkan keselamatan penumpang . Berbagai permasalahan angkot tersebut tentunya memerlukan solusi dari Pemerintah Kota Bandar Lampung (Sumber: Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung Tahun 2012)

Solusi atas berbagai permasalahan angkot di Kota Bandar Lampung diarahkan pada pencapaian sistem transportasi darat yang memenuhi nilai-nilai ideal ketertiban, keteraturan, kelancaran, keselamatan dan keamanan. Oleh karena itu


(15)

diperlukan penyusunan rencana-rencana strategis oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung melalui instansi terkait, khususnya Dinas Perhubungan.

Upaya pengaturan dan penertiban lalu lintas di Kota Bandar Lampung tersebut dilaksanakan oleh Dinas Perhubungan dengan melaksanakan kebijakan untuk mengatasi kemacetan lalu lintas. Salah satu kebijakan yang ditempuh adalah pemberlakuan Bus Rapid Transit (BRT), sebagai sarana transportasi masal bagi masyarakat Kota Bandar Lampung.

Kebijakan pemberlakuan BRT dituangkan ke dalam Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2011-2030, Pasal 10 ayat (4) huruf (c) menyatakan bahwa untuk peningkatan penyediaan prasarana dan sarana kota secara terpadu yang berwawasan lingkungan maka dikembangkan sistem transportasi perkotaan menggunakan sistem transportasu missal di pusat primer Tanjung Karang serta penyediaan bus rapid transit (BRT) yang berimplikasi pada penyediaan fasilitas bagi pejalan kaki.

Kebijakan pemberlakuan BRT tersebut disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat terhadap angkutan umum yang mampu membawa penumpang dalam jumlah besar dibandingkan dengan angkutan kota. Oleh karena itu Pemerintah Kota Bandar Lampung melakukan penggantian sarana angkutan angkutan umum dari jenis angkutan kota (angkot) menjadi angkutan massal dengan mengoperasikan Bus Rapid Transit (BRT) yang akan melayani 7 (tujuh) trayek utama di Kota Bandar Lampung yaitu:


(16)

6

1) Rajabasa – Sukaraja 2) Rajabasa – Panjang 3) Rajabasa – Pasar Cimeng

4) Kemiling – Simpang Jl. Ir. Sutami 5) Kemiling – Sukaraja

6) Perum. Korpri – Sukaraja 7) Panjang - Lempasing

(Sumber: Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung Tahun 2012)

Pemberlakukan BRT tersebut tentunya mendapatkan tanggapan atau persepsi dari masyarakat selaku pengguna jasa transportasi BRT. Berdasarkan uraian di atas maka penulis akan melaksanakan penelitian dan menuangkannya ke dalam skripsi

yang berjudul: ”Persepsi Masayatakat Kota Bandar Lampung Terhadap Kebijakan

Walikota Tentang Pemberlakukan Bus Rapid Transit (BRT)”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: ”Bagaimanakah Persepsi Masyarakat Kota Bandar Lampung Terhadap Kebijakan Walikota Tentang Pemberlakukan Bus Rapid Transit (BRT)?”

C.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Persepsi Masyarakat Kota Bandar Lampung Terhadap Kebijakan Walikota Tentang Pemberlakukan Bus Rapid Transit (BRT)

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini meliputi kegunaan secara teoritis dan praktis, yaitu sebagai berikut:


(17)

1. Secara Teoritis

Kegunaan secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan referensi bagi kajian ilmu pemerintahan, khususnya yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah daerah di bidang transportasi masal.

2. Secara Praktis

Kegunaan secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai referensi bagi Pemerintah Kota Bandar Lampung dan Dinas Perhubungan pada khususnya dalam rangka memberlakukan BRT sebagai sarana transportasi di Kota Bandar Lampung dan dapat bermanfaat bagi peneliti lain di masa yang akan datang yang berminat melakukan penelitian mengenai persepsi publik terhadap kebijakan pemerintah daerah.


(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Persepsi

1. Pengertian Persepsi

Menurut Slamento (2005: 20), persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi ke dalam otak manusia yang terus menerus mengadakan hubungan dengan lingkungannya. Hubungan ini dilakukan lewat inderanya yaitu indera penglihatan, pendengaran, peraba, perasa, dan penciuman.

Pengertian di atas menunjukkan bahwa persepsi bukan hanya sebatas pada pengindraan terhadap obyek atau lingkungan saja, akan tetapi lebih luas seseorang yang mengalami atau mengamati terhadap obyek atau lingkungan yang memberikan kesan kepadanya, sehingga ia dapat memberikan suatu penilaian pandangan atau pendapat. Persepsi seseorang dapat berubah-ubah, misalnya dari baik menjadi buruk atau sebaliknya.

Persepsi itu terjadi melalui proses atau tahapan tertentu, seperti dikemukakan oleh Rakhmat (2003: 520):

Obyek yang menyentuh alat indera sehingga menimbulkan stimuli. Oleh alat penerima atau alat indera, stimuli ini akan diubah menjadi energi syaraf untuk disampaikan ke otak. Stimuli akan diproses, sehingga individu dapat memahami dan menafsirkan pesan atau obyek yang telah diterimanya maka pada tahap ini terjadi persepsi.


(19)

Menurut Mar’at (2004: 73):

Persepsi merupakan proses pengamatan seseorang yang berasal dari komponen kognisi. Aspek kognisi merupakan aspek penggerak perubahan karena informasi yang diterima akan menentukan perasaan dan kemauan untuk berbuat. Jadi komponen koqnisi akan berpengaruh terhadap prediposisi seseorang untuk bertindak senang atau tidak senang terhadap suatu obyek, yang merupakan jawaban atas pertanyaan apa yang dipikirkan atau dipersepsikan tentang obyek tersebut. Persepsi juga tersirat dalam bentuk sikap, sehingga lahirnya suatu proses yang dinamakan persepsi adalah lahirnya suatu sikap dari seseorang yang dapat bersifat positif (baik), biasa saja (cukup baik) atau negatif (tidak baik).

Menurut Thoha (2001: 126):

Persepsi meliputi proses yang dilakukan seseorang dalam memahami informasi mengenai lingkungannya. Proses pemahaman ini melalui penglihatan, pendengaran, dan penciuman. Dengan demikian persepsi merupakan suatu proses pengamatan terhadap sesuatu objek yang didalamnya menyangkut tanggapan kebenaran langsung, keyakinan terhadap objek tersebut yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap predisposisi seseorang untuk bertindak senang atau tidak senang yang merupakan jawaban atas pertanyaan apa yang dipersepsikan tentang suatu objek tersebut. Secara umum dan keseluruhan, persepsi dapat diartikan sebagai kesan-kesan, penafsiran seseorang terhadap objek tertentu yang didapat melalui panca inderanya.

Menurut Jalaluddin Rakhmat (2003: 51), memberikan penjelasan tentang persepsi sebagai suatu pengalaman tentang obyek, peristiwa atau hubungan- hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.

Berdasarkan beberapa penjelasan diatas dapat dinyatakan bahwa persepsi adalah suatu kesan atau tanggapan sebagai akibat dari adanya suatu proses pengamatan seseorang terhadap obyek tertentu. Persepsi sebagai suatu kesan atau tanggapan yang timbul sebagai akibat adanya suatu proses pengamatan seseorang terhadap obyek tertentu, menyebabkan persepsi seseorang tidak akan sama dengan orang lain.


(20)

10

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Setiap individu atau perorangan dalam memberikan tanggapan terhadap suatu objek, tentunya akan berlainan. Hal ini dikarenakan pandangan seseorang dipengaruhi oleh wawasan, pengalaman serta pengetahuannya terhadap suatu objek yang dihadapkan.

Menurut Mar’at (2004: 21):

Persepsi seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor pengalaman, proses belajar, cakrawala berfikir dan pengetahuannya. Faktor pengalaman, proses belajar atau sosialisasi memberikan bentuk dan struktur terhadap apa yang dilihat. sedangkan pengetahuan dan cakrawalanya memberikan arti terhadap objek psikologi tertentu.

Selanjutnya menurut Sarwono (2001: 43), yang mempengaruhi persepsi seseorang adalah sebagai berikut:

a) Relation. Seseorang biasanya tidak menangkap seluruh rangsangan yang ada disekitarnya sekaligus, tetapi akan memfokuskan perhatiannya terhadap satu atau dua objek sama. Dengan adanya memfokuskan perhatian tersebut maka akan terjadi persepsi antara mereka.

b) Set. Harapan seseorang akan rangsangan yang timbul, misalnya seorang pelari yang siap digaris start terdapat set bahwa akan terdengar pistol. c) Kebutuhan. Kebutuhan sesaat atau kebutuhan yang tetap pada diri

seseorang akan mempengaruhi persepsi orang tersebut.

d) Sistem nilai. Sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat berpengaruh pula terhadap persepsi seseorang.

Proses terbentuknya persepsi seseorang terhadap suatu objek lingkungannya didasarkan pada stimulus atau yang sedang dihadapinya. Berkenaan dengan itu Thoha (2001: 128), mengemukakan bahwa subproses persepsi dapat terdiri dari suatu situasi yang hadir pada seseorang, disini seseorang menghadapi kenyataan yang harus dilihat dan diartikan. Subproses terbentuknya persepsi ialah registrasi, interpretasi, dan umpan balik.


(21)

Sesuai dengan penjelasan tersebut maka setelah seseorang mengetahui keadaan lingkungannya semua itu didaftarkannya pada ingatan dan pikiran. Pada gilirannya nanti orang tersebut kemudian mengartikan atau menginterpretasikan tentang lingkungan yang dihadapinya. Jadi proses terakhirnya orang-orang tersebut akan memberikan umpan balik.

Menurut Krech dan Crutfield dalam Suwartinah (2001: 25), faktor yang menentukan persepsi seseorang adalah sebagai berikut:

a) Kebutuhan. Kebutuhan sesaat dan kebutuhan menetap pada diri seseorang akan mempengaruhi atau menentukan persepsi seseorang. Dengan demikian kebutuhan yang berbeda akan menyebabkan perbedaan persepsi.

b) Kesiapan Mental. Suasana mental seseorang akan mempengaruhi atau menetukan persepsi seseorang.

c) Suasana Emosi. Seseorang baik dia dalam keadaan sedih, senang maupun gelisah akan sangat mempengaruhi persepsi terhadap objek rangsangan. d) Latar Belakang Budaya. Latar belakang budaya dimana orang tersebut berasal

dan akan mempengaruhi dan menetukan persepsi orang tersebut terhadap suatu objek rangsangan

Dengan demikian ada banyak faktor yang mempengaruhi persepsi. baik faktor yang terdapat dalam diri maupun yang berasal dari luar diri individu. Faktor yang terdapat dalam diri individu dapat berupa pengetahuan yang merupakan hasil dari proses belajar yang menimbulkan wawasan berfikirnya. Pengalaman yang akan melahirkan cakrawalanya dan ciri kepribadian serta kebutuhan tertentu terhadap objek, sedangkan faktor yang berasal dari luar individu yaitu, dapat berupa sistem nilai, norma atau aturan yang ditetapkan alam lingkungan masyarakatnya, maupun hasil dari proses perubahan yang terjadi sehingga mempengaruhi persepsi.


(22)

12

3. Pembentukan Persepsi

Menurut Rakhmat (2003: 54), proses terbentuknya persepsi adalah sebagai berikut:

a. Stimulus atau Situasi yang Hadir

Awal mula terjadinya persepsi ketika seseorang dihadapkan pada stimulus atau situasi. Stimulus atau situasi tersebut biasa berupa stimulus penginderaan dekat dan langsung atau berupa lingkungan sosiokultural dan fisik yang menyeluruh dari stimulus tersebut.

b. Regristasi

Regristasi disini merupakan sesuatu gejala yang nampak yaitu mekanisme fisik yang untuk mendengar dan melihat sesuatu informasi maka mualailah orang tersebut mendaftar, mencerna dan menyerap semua informasi.

c. Interpretasi

Tahap selanjutnya setelah informasi tersebut terserap, emudian proses terakhirnya adalah penafsiran terhadap inforamsi tersebut. Interpretasi ini merupakan suatu aspek koqnitif dari persepsi yang amat penting karena proses tergantung pada cara pendalaman, motivasi dan kepribadian seseorang berbeda dengan orang lain sehingga interpretasi seseorang terhadap suatu informasi atau stimulus akan berbeda dengan orang lain.

d. Umpan Balik

Merupakan suatu proses yang terakhir, dimana setelah seseorang menafsirkan informasi tersebut, akan muncul reaksi yang baik atau mendukung, cukup baik dan tidak baik atau menolak maka akan muncul reaksi memberikan, apabila jawabannya bersifat menerima maka reaksi yang muncul akan berbentuk positif pula.

Persepsi suatu proses seorang individu memilih, mengorganisasikan dan menafsirkan masukan-masukan informasi untuk menciptakan gambar yang bermakna tentang dunia. Persepsi merupakan proses pengamatan atau pengetahuan mengenai suatu obyek atau kejadian tertentu dengan menggunakan alat-alat indera tertentu sebagai perantaranya.

Alasan penulis memilih persepsi sebagai kajian penelitian ini adalah karena persepsi terbentuk melalui tahapan yang saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Hal ini sesuai dengan proses terbentuknya persepsi menurut Joseph A. DeVitto (2004: 75-76), timbulnya suatu persepsi dapat terjadi melalui tiga


(23)

tahapan yang saling terkait, saling mempengaruhi, bersifat kontinyu, campur baur dan tumpang tindih antara satu dengan yang lain. Sebagaimana dapat dilihat pada gambar berikut:

Sumber: Joseph De Vito (2004: 75-76)

Gambar 1. Proses Persepsi

Penjelasan mengenai ketiga tahapan dalam proses persepsi tersebut adalah sebagai berikut:

a. Stimulasi pada alat indra (sensory stimulation)

Pada tahap ini, alat-alat indra distimulasi atau dirangsang akan keberadaan sesuatu hal, akan tetapi meskipun manusia memiliki kemampuan pengindraan untuk merasakan Stimulus, manusia tidak selalu menggunakannya, sebagai contoh pada saat seseorang melamun.

b. Stimulasi terhadap alat indra diatur.

Pada tahap kedua, rangsangan terhadap alat indra diatur menurut berbagai prinsip, salah satu prinsip yang digunakan adalah prinsip Proximitas atau kemiripan. Sebagai contoh kita mempersepsikan pesan yang datang segera setelah pesan yang lain sebagai satu unit dan menanggap bahwa keduanya tentu saling berkaitan. Prinsip lainnya adalah prinsip kelengkapan (closure). Manusia cenderung mempersepsikan gambar atau pesan yang dalam kenyataannya tidak lengkap sebagai gambar atau pesan yang lengkap, dengan melengkapi bagian-bagian gambar atau pesan yang tampaknya logis untuk melengkapi gambar ataupun pesan tersebut.

c. Stimulasi alat indra ditafsirkan-dievaluasi

Langkah ketiga adalah penafsiran-evaluasi kedua istilah tersebut digabungkan guna menegaskan bahwa keduanya tidak dapat dipisahkan. Langkah ketiga ini merupakan proses subyektif yang melibatkan evaluasi dari pihak penerima. Penafsiran tersebut tidak semata-mata didasarkan pada rangsangan luar, melainkan juga sangat dipengaruhi oleh pengalaman pada masa lalu, kebutuhan, keinginan, sistem nilai, keyakinan tentang yang seharusnya, keadaan fisik dan emosi pada saat tersebut dan lain sebagainya.

Terjadinya Stimulasi Alat indra Stimulasi Alat indra diatur Stimulasi Alat indra Dievaluasi - Ditafsirkan


(24)

14

4. Teori Persepsi Kategori Sosial

Menurut Melvin L. DeFleur dalam Mulyana (2005: 102-103), para teori kategori sosial menyatakan adanya perkumpulan- perkumpulan, kategori sosial pada masyarakat urban-industrial yang perikakunya ketika diterpa perangsang- perangsang (stimulus) tertentu hampir seragam. Asumsi dasar dari teori kategori sosial adalah teori sosiologis yang menyatakan bahwa meskipun masyarakat modern sifatnya heterogen, penduduk yang memiliki sejumlah ciri – ciri yang sama akan mempunyai pola hidup tradisional yang sama. Persamaan gaya, orientasi dan perilakuakan berkaitan pada suatu gejala seperti pada media massa dalam perilaku yang seragam.

Individu yang masuk dalam kategori sosial tertentu/sama akan cenderung memiliki prilaku atau sikap yang kurang lebih sama terhadap rangsangan-rangsangan tertentu. Pesan-pesan yang disampaikan media massa cenderung ditanggapi sama oleh individu yang termasuk dalam kelompok sosial tertentu. Penggolongan sosial ini berdasarkan usia, jenis kelamin, suku bangsa, pendidikan, ekonomi, agama dsb. Dengan adanya penggolongan sosial ini muncullah media massa yang sifatnya special atau khusus yang diperuntukan bagi kalangan tertentu, dengan mengambil segmentasi/pangsa pasar tertentu.

Komunikasi bukanlah sebuah pemindahan makna. Komunikasi terjadi dengan seperangkat komponen operasi di dalam sistem teoritis, konsekuensinya adalah isomorpis diantara internal penerima kepada seperangkat simbol, sumber dan penerima. Seseorang tergantung pada suatu media untuk memenuhi


(25)

kebutuhannya, maka media tersebut menjadi semakin penting untuk orang itu. Orang-orang dalam masyarakat urban telah menjadi bergantung pada komunikasi massa untuk membantu mereka dalam menerima informasi yang mereka butuhkan.

Besarnya ketergantungan seseorang pada media ditentukan dari dua hal, yaitu Pertama, individu akan condong menggunakan media yang menyediakan kebutuhannya lebih banyak dibandingkan dengan media lain yang hanya sedikit. Kedua, persentase ketergantungan juga ditentukan oleh stabilitas sosial saat itu. Sebagai contoh, bila negara dalam keadaan tidak stabil, anda akan lebih bergantung/ percaya pada koran untuk mengetahui informasi jumlah korban bentrok fisik antara pihak keamanan dan pengunjuk rasa, sedangkan bila keadaan negara stabil, ketergantungan seseorang akan media bisa turun dan individu akan lebih bergantung pada institusi - institusi negara atau masyarakat untuk informasi. Ketergantungan hubungan dalam teori ketergantungan sistem media, berjalan dua arah yaitu media sumber dapat menyesuaikan konten mereka berdasarkan pada hubungan ketergantungan penonton, dan penonton dapat menyesuaikan pilihan mereka dari sumber media.

B. Tinjauan Tentang Masyarakat

1. Pengertian Masyarakat

Menurut Koentjaraningrat (1999: 147), masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Masyarakat


(26)

16

merupakan sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama.

Menurut Soekanto (2002: 148), masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang melakukan ineraksi berdasarkan hubungan-hubungan tersebut serta pola-polanya sesuai dengan kepentingan manusia dan kelompoknya yang terlihat dari adanya suatu identitas bersama.

Selanjutnya Ralp Linton dalam Soekanto (2002: 27), berpendapat bahwa masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang hidup dan bekerja sama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas.

Menurut Weber dalam Soekanto (2002: 24):

Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Masyarakat adalah sistem dari kebiasaan atau tata cara dari wewenang dan kerjasama antara berbagai kelompok dan penggolongan, dan pengawasan tingkah laku serta kebebasan manusia, keseluruhan yang selalu berubah ini dinamakan masyarakat, masyarakat merupakan jalinan hubungan sosial dan masyarakat selalu berubah. Masyarakat merupakan suatu pergaulan hidup, oleh karena manusia itu hidup bersama. Masyarakat merupakan suatu sistem yang terbentuk karena hubungan dari anggotanya. Dengan kata lain bahwa masyarakat adalah sistem yang terwujud dari kehidupan bersama, yang lazim disebut kemasyarakatan. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan pengertian masyarakat adalah sekelompok manusia yang hidup bersama dan menempati suatu wilayah tertentu dan menjalankan hubungan diantaranya dengan menjalankan suatu fungsi-fungsi tertentu yang saling menentukan satu sama lain.


(27)

2. Ciri-Ciri Masyarakat

Masyarakat merupakan suatu kelompok manusia yang secara nyata ada maupun fiktif bertempat di wilayah tertentu, di mana anggota-anggotanya memiliki kepentingan tertentu, mempunyai suatu kesamaan perasaan bahwa hanya dengan hidup demikianlah maka kebutuhan-kebutuhan pokok untuk kelangsungan hidupnya dapat terpenuhi. Masyarakat juga dapat dimaknai sebagai hubungan antar manusia bersifat pribadi, kenal mengenal dengan akrab, sepahit-semanis, seduka-sesuka, disertai saling percaya mempercayai yang berakar pada kesatuan keturunan dan kesatuan keluarga, mempunyai kesatuan adat dan kepercayaan, sebagai bagian yang tidak terpisahkan.

Menurut Seokanto (2002: 150-151), ada beberapa unsur yang dapat dijadikan ciri suatu kelompok masyarakat, yaitu:

a. Seperasaan

Unsur perasaan akibat seseorang berusaha untuk mengidentifikasikan dirinya dengan sebanyak mungkin orang dalam kelompok tersebut, sehingga kesemuanya dapat menyebutkan dirinya sebagai “kelompok kami”, “perasaan kami” dan sebagainya.

b. Sepenanggungan

Setiap individu sadar akan perannya dengan kelompok dan masyarakat sendiri memungkinkan perannya, dalam kelompok dijalankan, sehingga dia mempunyai kedudukan yang pasti dalam darah dagingnya sendiri.

c. Saling memerlukan

Individu yang tergabung dalam masyarakat setempat merasakan dirinya tergantung pada komunitasnya yang meliputi kebutuhan fisik maupun kebutuhan psikologis.

Sementara itu menurut Koentjaraningrat (1998: 192), masyarakat merupakan sekelompok manusia yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu sebagai satu kesatuan hukum, terorganisir, memiliki lembaga baik formal maupun non formal, dan berkaitan dengan hukum dan pemerintahan, memiliki wewenang untuk


(28)

18

mengatur dan mengurus rumah tangganya dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Ada empat ciri penting dalam suatu kelompok yang bisa membentuk suatu masyarakat, yaitu sebagai berikut:

a. Interaksi

Interaksi dalam suatu kelompok merupakan faktor yang penting, karena melalui interaksi, individu dapat melihat perbedaan antara kelompok atau dengan istilah coact. Coact adalah orang yang secara serentak terikat dalam aktivitas yang sama namun tanpa komunikasi dengan lainnya.

b. Waktu

Sekumpulan orang yang berinteraksi dalam jangka waktu yang singkat dan tidak dapat digolongkan sebagai kelompok mempersyaratkan adanya interaksi dalam jangka waktu yang panjang, karena dengan ini ia akan memiliki karakteristik atau cirri ang tidak dimiliki oleh kumpulan sementara.

c. Ukuran atau jumlah partisipan dalam kelompok

Dalam hal ini tidak ada ukuran yang pasti mengenai jumlah anggota dalam suatu kelompok.

d. Tujuan

Mengandung pengertian bahwa keanggotaan dalam suatu kelompok akan membantu individu menjadi anggota kelompok tersebut dapat mewujudkan satu atau lebih tujuannnya.

C. Tinjauan Tentang Kebijakan

1. Pengertian Kebijakan

Menurut Hasibuan (2001: 64):

Kebijakan adalah adalah proses penyusunan secara sistematis mengenai kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kebijakan adalah memilih dan menghubungkan fakta dan membuat serta menggunakan asumsi-asumsi mengenai masa yang akan datang dengan jalan mengambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Pengertian di atas menekankan bahwa kebijakan melalui perencanaan manajemen yang baik, maka perusahaan dapat melihat keadaan ke depan, memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi, serta menjabarkan kegiatan dan membuat urutan prioritas utama yang ingin dicapai organisasi.


(29)

Menurut Mustopawijaya (2004: 16-17):

Kebijakan sebagai keputusan suatu organisasi, baik publik atau bisnis, yang dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan tertentu atau mencapai tujuan tertentu berisikan ketentuan-ketentuan yang berisikan pedoman perilaku dalam: (1) Pengambilan keputusan lebih lanjut yang harus dilakukan baik kelompok sasaran ataupun unit organisasi pelaksana kebijakan (2) Penerapan atau pelaksanaan dari suatu kebijakan yang telah ditetapkan, baik dalam hubungan dengan unit organisasi atau pelaksana maupun kelompok sasaran dimaksud.

Menurut Wahab (2001: 22), penggunaan istilah kebijakan dapat dikategorikan dalam dalam sepuluh kelompok, yaitu sebagai berikut:

1) Kebijakan sebagai label bagi suatu bidang kegiatan tertentu

Dalam konteks ini, kata kebijakan digunakan untuk menjelaskan bidang kegiatan pemerintahan atau bidang kegiatan di mana pemerintah terlibat di dalamnya, seperti kebijakan ekonomi atau kebijakan luar negeri

2) Kebijakan sebagai ekspresi mengenai tujuan umum/keadaan yang dikehendaki Di sini kebijakan digunakan untuk menyatakan kehenda dan kondisi yang dituju, seperti pernyataan tentang tujuan pembangunan di bidang SDM untuk mewujudkan aparatur yang bersih.

3) Kebijakan sebagai bidang proposal tertentu

Dalam konteks ini, kebijakan lebih berupa proposal, seperti misalnya usulan RUU di Bidang Keamanan dan Pertahanan atau RRU di Bidang Kepegawaian. 4) Kebijakan sebagai sebuah keputusan yang dibuat oleh pemerintah

Sebagai contoh adalah keputusan untuk melakakukan perombakan terhadap suatu sistem administrasi negara

5) Kebijakan sebagai sebuah pengesahan formal

Di sini kebijakan tidak lagi dianggap sebagai usulan, namun telah sebagai keputusan yang sah. Sebagai contohnya adalah UU Nomor 32 Tahun 2004 yang merupakan keputusan sah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. 6) Kebijakan sebagai sebuah program

Yang dimaksud dengan kebijakan di sini adalah program yang akan dilaksanakan. Sebagai contoh adalah peningkatan pendaya gunaan aparatur Negara, yang menjelaskan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan, termasuk cara pengorganisasiannya.

7) Kebijakan sebagai out put atau apa yang ingin dihasilkan

Yang dimaksud dengan kebijakan di sini adalah out put yang akan dihasilkan dari suatu kegiatan, seperti misalnya pelayanan yang murah dan cepat atau pegawai negeri sipil yang profesional.

8) Kebijakan sebagai out come

Kebijakan di sini digunakan untuk menyatakan dampak yang diharapkan dari suatu kegiatan, seperti misalnya pemerintahan yang efektif dan efesien.


(30)

20

9) Kebijakan sebagai teori atau model

Kebijakan di sini menggambarkan model atau suatu keadaan, dengan asumsi yang digunakan. Sebagai contoh, kalau pajak di naikkan x % maka revenue diperkirakan akan naik y % atau kalau x dilakukan maka yang terjadi adalah y 10)Kebijakan sebagai proses atau tahapan yang perlu dilaksanakan

Kebijakan di sini menggambarkan suatu proses atau tahapan yang akan dilalui untuk mencapai hasil yang diharapkan.

Menurut Wahab (2006: 16), kebijakan pemerintah adalah segala sesuatu yang dipilih oleh pemerintah, yang dikerjakan ataupun yang tidak dikerjakan Apabila pemerintah memilih untuk melakukan kebijakan publik, maka harus mengutamakan goal (objektifnya) dan merupakan tindakan keseluruhan bukan hanya perwujudan keinginan pemerintah atau pejabat pemerintah saja.

Selanjutnya Wahab (2006: 17), dalam mengimplemetasikan kebijakan publik yang telah dipilih, pemerintah harus melakukan hal-hal yang menyangkut:

a. Organizational, seperti pengorganisasian konflik dalam masyarakat b. Regulatif berupa pengaturan konflik dalam masyarakat

c. Diskriminatif melalui pemberian reward kepada masyarakat yang telah melaksanakan atau patuh dengan kebijakan yang dibuat dan pemberian pelayanan material kepada masyarakat

d. Ekstraktif yaitu pemungutan uang dari masyarakat melalui pajak.

Menurut Suripto (2004: 3) kebijakan pemerintah atau kebijakan publik adalah pengalokasian nilai-nilai kekuasaan untuk seluruh masyarakat yang keberadaannya mengikat. Sehingga cukup pemerintah yang dapat melakukan sesuatu dengan sah untuk masyarakat dan bentuk dari sesuatu yang dipilih oleh pemerintah tersebut merupakan pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat.


(31)

Menurut Putra (2001: 26-27):

Kebijakan publik atau kebijakan pemerintah adalah kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah. Implikasi dari pengertian kebijakan publik ini adalah: 1) Bahwa kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai tindakan-tindakan yang berorientasi pada tujuan; 2) Bahwa kebijakan tersebut berisi tindakan-tindakan pemerintah; 3) Bahwa kebijakan itu merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang masih dimaksudkan untuk dilakukan; 4) Bahwa kebijakan publik itu bisa bersifat positif dalam arti merupakan tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah tertentu, atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu; 5) Bahwa kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang positif didasarkan pada peraturan yang bersifat memaksa (otoritatif).

Berdasarkan beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan pemerintah adalah serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu untuk kepentingan seluruh masyarakat. Kebijakan pemerintah merupakan pengalokasian nilai-nilai kekuasaan untuk seluruh masyarakat yang keberadaannya mengikat. Sehingga cukup pemerintah yang dapat melakukan sesuatu dengan sah untuk masyarakat dan bentuk dari sesuatu yang dipilih oleh pemerintah tersebut merupakan pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat.

2. Ciri-Ciri Kebijakan

Menurut Azwar (2000: 23-24), kebijakan adalah upaya-upaya yang dilakukan dengan langkah-langkah secara logis untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan pada masa mendatang dengan mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi dan menggunakan sumber daya yang tersedia. Kebijakan yang baik mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:


(32)

22

1) Bagian dari sistim administrasi

Kebijakan adalah bagian dari fungsi administrasi yang sangat penting, sehingga kebijakan harus ditempatkan dalam kerangka administrasi, artinya kebijakan dibuat harus dilaksanakan dan dievaluasi.

2) Dilaksanakan secara berkesinambungan.

Kebijakan merupakan bagian dari siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) yang juga merupakan fungsi manajemen. Kebijakan akan kembali pada kebijakan berikutnya setelah langkah-langkah dalam siklus dilalui. Namun siklus tersebut bukan bersifat statis namun dinamis, sehingga akan berbentuk spiral siklus yang tidak mengenal titik akhir.

3) Berorientasi pada masa depan

Hasil kebijakan menghasilkan kebaikan bukan saja saat ini tapi juga pada masa yang akan datang.

4) Mampu menyelesaikan masalah

Siklus kebijakan adalah siklus pemecahan masalah artinya penyusunan kebijakan didasarkan pada masalah yang dihadapi dan penyusunan nya harus berdasarkan pada langkah-langkah siklus pemecahan masalah.

5) Mempunyai tujuan

Tujuan harus ditetapkan berdasarkan pada tujuan yang paling umum atau tujuan yang lebih berorientasi dampak (impact) dan hasil (out put) serta perlu dijabarkan kepada tujuan yang khusus atau yang berorientasi pada out put atau uraian yang lebih spesifik.

6) Bersifat mampu kelola

Kebijakan harus bersifat realistis, logis, objektif, runtut, fleksibel yang disesuaikan dengan sumber daya yang tersedia.

3. Proses Pembuatan Kebijakan

Menurut Wibawa (2002: 5), proses pembuatan kebijakan mensyaratkan pengetahuan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan kebijakan yang akan diambil. Pengetahuan tersebut harus dimiliki oleh aktor-aktor kebijakan atau pembuat kebijakan. Dalam membuat kebijakan, para pembuat kebijakan harus memahami atau memiliki pengetahuan sebagai berikut:

a. Preferensi nilai-nilai masyarakat dan kecenderungannya

b. Pilihan-pilihan atau alternatif-alternatif kebijakan yang tersedia c. Konsekuensi-konsekuensi dari setiap pilihan kebijakan

d. Rasio yang dicapai bagi setiap nilai sosial yang dikorbankan pada setiap alternatif kebijakan


(33)

Selanjutnya tahapan proses pembuatan kebijakan adalah sebagai berikut:

a. Penyiapan agenda, yang merupakan tahap untuk menetapkan issue mana saja yang akan direspon oleh pemerintah.

b. Formulasi alternatif, yang merupakan tahap untuk menentukan tujuan serta berbagai alternatif untuk mencapai tujuan.

c. Penetapan kebijakan, yang merupakan tahap untuk menentukan alternatif atau pilihan mana yang akan dilaksanakan.

d. Pelaksanaan kebijakan, yang merupakan tahap untuk melaksanakan pilihan yang diambil.

e. Tahap evaluasi, yang merupakan tahap untuk menilai sejauh mana upaya-upaya yang dilakukan sesuai dengan tujuan semula.

f. Penyempurnaan kebijakan, yaitu dengan mengoreksi pelaksnaan kebijakan g. Terminasi, merupakan tahap akhir untuk mengakhiri kebijakan, baik karena

tujuan yang sudah dicapai maupun yang disebabkan oleh kebijakan tersebut yang dirasakan tidak diperlukan lagi.

Kebijakan pemerintah merupakan sejumlah aktivitas pemerintah, baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Untuk melaksanakan kebijakan publik tersebut terdapat tahapan yaitu: (a) Adanya pilihan kebijakan atau keputusan yang dibuat oleh politisi, pegawai pemerintah atau yang lainnya yang bertujuan menggunakan kekuatan publik untuk mempengaruhi kehidupan masyarakat. Selain itu keputusan ini juga dibuat oleh anggota legislatif, Presiden, Gubernur, administrator serta pressure groups, pada level ini keputusan merupakan sebuah kebijakan terapan (b) Adanya output kebijakan. Kebijakan yang diterapkan pada level ini menuntut pemerintah untuk melakukan pengaturan, penganggaran, penentukan personil dan membuat regulasi dalam bentuk program yang akan mempengaruhi kehidupan masyarakat; (c) Adanya dampak kebijakan yang merupakan efek pilihan kebijakan yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.


(34)

24

Menurut Wahab (2006: 21-22): dalam memecahkan masalah yang dihadapi kebijakan publik, terdapat beberapa tahapan yaitu sebagai berikut :

a. Agenda Setting

Merupakan tahap penetapan agenda kebijakan, yang harus dilakukan pertama kali adalah menentukan masalah publik yang akan dipecahkan. Suatu isu kebijakan dapat menjadi agenda kebijakan apabila memiliki efek yang besar terhadap masyarakat, membuat analog dengan cara mengumpamakannya dengan kebijakan yang telah ada, menghubungkannya dengan simbol-simbol nasional/politik, terjadinya kegagalan pasar (market failure) dan tersedianya teknologi untuk menyelesaikan masalah publik.

b. Policy Formulation

Formulasi kebijakan berarti pengembangan sebuah mekanisme untuk menyelesaikan masalah publik, pada tahap ini para analis mulai mengaplikasikan beberapa teknik untuk menjustifikasikan bahwa sebuah pilihan kebijakan merupakan pilihan yang terbaik dari kebijakan yang lain. Dalam menentukan pilihan kebijakan pada tahap ini dapat menggunakan analisis biaya manfaat dan analisis keputusan, dimana keputusan yang harus diambil pada posisi ketidakpastian dan keterbatasan informasi.

c. Policy Adoption

Tahap adopsi kebijakan merupakan tahap untuk menentukan pilihan kebijakan melalui dukungan stakeholders. Tahap ini dilakukan setelah melalui proses rekomendasi dengan langkah-langkah berikut yaitu:

1) Mengidentifikasi alternatif kebijakan (policy alternative) yang dilakukan pemerintah untuk merealisasikan masa depan yang diinginkan dan merupakan langkah terbaik dalam upaya mencapai tujuan tertentu.

2) Pengidentifikasian kriteria-kriteria untuk menilai alternatif yang akan direkomendasi.

3) Mengevaluasi alternatif – alternatif tersebut dengan menggunakan kriteria-kriteria yang relevan agar efek positif alternatif kebijakan tersebut lebih besar dari efek negatif yang akan timbul.

d. Policy Implementation

Pada tahap ini suatu kebijakan telah dilaksanakan oleh unit-unit administrasi tertentu dengan memobilisasikan sumber dana dan sumber daya lainnya, dan pada tahap ini monitoring dapat dilakukan. Implementasi berkaitan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan untuk merealisasikan program, pada posisi ini administrator mengatur cara untuk mengorganisir, menginterpretasikan dan menerapkan kebijakan yang telah diseleksi. Sehingga dengan mengorganisir, seorang administrator mampu mengatur sumber daya, unit-unit dan metode yang dapat mendukung pelaksanaan program, melakukan interpretasi berkaitan dengan istilah-istilah program ke dalam rencana dan petunjuk yang dapat diterima dan feasible serta dapat menerapkan penggunaan instrumen, melakukan pelayanan rutin atau merealisasikan tujuan program.


(35)

e. Policy Assesment

Tahap akhir adalah penilaian kebijakan. Dalam penilaian ini semua proses implementasi dinilai apakah sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya dan pada saat ini evaluasi dapat dilakukan.

Kebijakan pemberlakuan BRT dituangkan ke dalam Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2011-2030, Pasal 10 ayat (4) huruf (c) menyatakan bahwa untuk peningkatan penyediaan prasarana dan sarana kota secara terpadu yang berwawasan lingkungan maka dikembangkan sistem transportasi perkotaan menggunakan sistem transportasu missal di pusat primer Tanjung Karang serta penyediaan bus rapid transit (BRT) yang berimplikasi pada penyediaan fasilitas bagi pejalan kaki.

Pemerintah Kota Bandar Lampung melakukan penggantian sarana angkutan angkutan umum dari jenis angkutan kota (angkot) menjadi angkutan massal dengan mengoperasikan Bus Rapid Transit (BRT) yang akan melayani 7 (tujuh) trayek utama di Kota Bandar Lampung yaitu:

1) Rajabasa – Sukaraja 2) Rajabasa – Panjang 3) Rajabasa – Pasar Cimeng

4) Kemiling – Simpang Jl. Ir. Sutami 5) Kemiling – Sukaraja

6) Perum. Korpri – Sukaraja 7) Panjang - Lempasing

(Sumber: Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung Tahun 2012)

D. Transportasi

Transportasi diselenggarakan dengan tujuan untuk mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan dengan selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan


(36)

26

efisien, mampu memadukan modal transportasi lainnya, menjangkau seluruh pelosok wilayah daratan, untuk menunjang pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas sebagai pendorong, penggerak dan penunjang pembangunan nasional dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat.

Menurut Synder (1998), perencanaan transportasi merupakan proses panjang yang meliputi kebutuhan perjalanan, pembangunan fasilitas bagi pergerakan penumpang dan barang di antara kegiatan yang terpisah dalam ruang kota. Selanjutnya dalam penyusunan rencana-rencana strategis mengatasi kemacetan dan permasalahan transportasi.

Selanjutnya menurut Alan Black dalam Noviana (2005: 5), transportasi pada dasarnya adalah seperangkat masalah kompleks dan saling berhubungan. Secara garis besar, masalah transportasi dikelompokkan dalam tiga kategori utama yaitu: a. Kemacetan (congestion)

Kemacetan disebabkan oleh meningkatnya berbagai biaya pengangkutan barang dan orang, hilangnya waktu, kecelakaan, dan ketegangan psikologis (congestion causes increased costs for travelers and freight movement, loss of time, accident, and psychological strain). Adapun penyebab kemacetan transportasi secara umum adalah:

1) Urbanisasi (urbanization), dalam hal ini gambaran urbanisasi merupakan terkonsentrasinya orang-orang dan kegiatan ekonomi di wilayah kota. 2) Spesialisasi di dalam kota (specialization within cities), maksudnya tempat

kerja, perdagangan terpusat di area tertentu, dan tempat hiburan (rekreasi) atau perumahan terkumpul di area lain, tetapi orang-orang dan aktivitas ini saling memiliki ketergantungan sehingga interaksi dan pergerakan yang konsisten di antaranya menyebabkan kemacetan transportasi.

3) Waktu memulai dan mengakhiri pekerjaan/aktivitas keseharian masyarakat relatif sama (starting and ending the workdays at about the same time). 4) Persedian alat transportasi yang merangsang tingginya permintaan

masyarakat (supply vehicles of transportation often stimulates demand). b. Mobilitas (mobility)

Masyarakat cenderung mempunyai mobilitas yang lebih tinggi, sehingga akses pada alat transportasi secara otomatis akan lebih tinggi.


(37)

c. Dampak (impact)

Dampak sistem transportasi (eksternalitas) adalah aspek ketiga dari masalah transportasi, yang meliputi ; kecelakaan (accidents), konsumsi energi (energy consumption), dampak lingkungan (environmental impact) seperti polusi air dan udara dan suara gaduh, konsumsi tanah (land consumption), estetika (aesthetics), gangguan pabrik di daerah kota (disruption of the urban fabric) dan penggunaan lahan (land use).

Sarana transportasi darat menurut Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, adalah sebagai berikut:

a. Angkutan umum

Sarana transportasi berupa angkutan umum terdiri dari:

1) Bus Kota, sarana transportasi bus kota yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

2) Angkutan kota (angkot) atau angutan pedesaan, sarana transportasi angkot ini dikelola murni oleh swasta

3) Sepeda bermotor. Sarana transportasi jenis sepeda bermotor (kendaraan roda dua, atau biasa disebut dengan jasa ojek) ini merupakan angkutan non massal yang tidak resmi. Keberadaan jenis angkutan ini memang sangat diharapkan oleh penduduk karena memiliki keunggulan jangkauan pada daerah-daerah non kelas jalan. Daerah tersebut meliputi sekitar pemukiman yang tidak dilalui oleh kendaraan umum, serta daerah-daerah pemukiman yang penataan ruangnya kurang baik sehingga tidak memiliki jalan khusus pada daerah tersebut. Keterbatasan jenis angkutan ini adalah kapasitas daya angkut serta faktor keamanan yang sangat rendah.

4) Jenis sedan (taksi), Sarana transportasi jenis sedan ini merupakan salah satu jenis angkutan umum yang memiliki pelayanan khusus. Keunggulan jenis angkutan ini adalah faktor keamanan serta kenyamanan yang baik, tetapi kelemahannya adalah faktor kapasitas serta biaya pelayanan yang ditanggung oleh pengguna jasa lebih mahal dibandingkan jenis angkutan umum lainnya.

5) Jenis kendaraan roda tiga tidak bermotor (becak), sarana transportasi jenis ini terbatas dikarenakan kondisi topografi suatu daerah dan memiliki kelemahan lain yaitu karena tidak bermotor maka kekuatan serta daya tempuhnya tergantung pada man power penarik becak masing-masing. Kelebihannya adalah daya jelajah pada satu zona/karakter pemukiman dalam mengangkut orang/penumpang lebih dari satu disertai dengan barang bawaan penumpang serta sangat ramah lingkungan.

b. Angkutan khusus

Sarana transportasi berupa angkutan khusus merupakan angkutan yang yang dimiliki oleh institusi/lembaga tertentu, baik milik instansi/kantor/dinas pemerintahan maupun milik swasta/perusahaan. Misalnya bus yang khusus mengangkut pegawai atau karyawan instansi pemerintah atau swasta, mobil ambulans milik instansi rumah sakit dan bus milik lembaga pendidikan.


(38)

28

c. Angkutan pribadi

Sarana transportasi berupa angkutan pribadi terdiri dari kendaraan pribadi beroda dua maupun beroda empat yang dimiliki perseorangan misalnya seperti mobil pribadi, sepeda motor pribadi, milik pemerintah yang digunakan perseorangan misalnya mobil dinas dan sepeda motor dinas.

Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan penyelenggaraan dan pembinaan lalu lintas dan angkutan jalan dilaksanakan pemerintah berdasarkan ketentuan dalam undang-undang ini. Transportasi jalan sebagai salah satu moda transportasi nasional diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, adil dan merata, keseimbangan, kepentingan umum, keterpaduan, kesadaran hukum, dan percaya pada diri sendiri. Dalam Pasal 3 dinyatakan bahwa transportasi jalan diselenggarakan dengan tujuan untuk mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan dengan selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan efisien, mampu memadukan modal transportasi lainnya, menjangkau seluruh pelosok wilayah daratan, untuk menunjang pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas sebagai pendorong, penggerak dan penunjang pembangunan nasional dengan biaya terjangkau oleh daya beli masyarakat.

Lalu lintas dan angkutan jalan memiliki peranan yang sangat penting dan strategis sehingga penyelenggaraannya dikuasai oleh negara, dan pembinaannya diakukan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, aman dan efisien, mampu memadukan transportasi lainnya, menjangkau seluruh pelosok wilayah daratan, untuk menunjang pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas sebagai pendorong, penggerak dan penunjang pembangunan nasional dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat.


(39)

Menurut Kansil dan Kansil dalam buku Disiplin Berlalu Lintas di Jalan Raya (1995:162-163), maka diketahui bahwa penyediaan sarana transportasi oleh pemerintah kepada masyarakat harus memenuhi beberapa unsur sebagai berikut: a. Kenyamanan, yaitu sarana transportasi harus memberikan rasa nyaman kepada

masyarakat, kenyamanan yang disediakan tersebut dapat berupa fasilitas fisik yang menunjang operasionaliasi sarana transportasi.

b. Tarif, yaitu biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat untuk menggunakan sarana transportasi harus terjangkau dan sesuai dengan daya beli atau kemampuan masyarakat untuk membayar.

c. Keamanan, yaitu sarana transportasi harus memberikan rasa aman kepada masyarakat, baik keamanan dari potensi kejahatan ketika berada dalam sarana transportasi dan keamanan dari kemungkinan terjadinya kecelakaan lalu lintas sebagai akibat dari kelalaian awak angkutan.

d. Keramahan Pelayanan, yaitu para awak sarana transportasi harus mampu memberikan pelayanan yang baik dengan mengedepankan keramahan dan kesopansantunan kepada masyarakat sebagai pengguna jasa transportasi.

Pembinaan di bidang lalu lintas jalan yang meliputi aspek- aspek pengaturan, pengendalian dan pengawasan lalu lintas harus ditujukan untuk keselamatan, keamanan, ketertiban, kelancaran lalu lintas. Disamping itu, dalam melakukan pembinaan lalu lintas jalan juga harus diperhatikan aspek kepentingan umum atau masyarakat pemakai jalan, kelestarian lingkungan, tata ruang, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, hubungan internasional serta koordinasi antar wewenang pembinaan lalu lintas jalan di tingkat pusat dan daerah serta antar instansi, sektor dan unsur terkait lainnya.


(40)

30

Dalam rangka pembinaan lalu lintas jalan sebagaimana tersebut, diperlukan penetapan aturan-aturan umum yang bersifat seragam dan berlaku secara nasional serta dengan mengingat ketentuan-ketentuan lalu lintas yang berlaku secara internasional. Disamping itu, untuk dapat lebih meningkatkan daya guna dan hasil guna dalam penggunaan dan pemanfaatan jalan, diperlukan pula adanya ketentuan-ketentuan bagi Pemerintah dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan perencanaan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian lalu lintas dan juga dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan perencanaan, pengadaan, pemasangan, dan pemeliharaan fasilitas perlengkapan jalan di seluruh jaringan jalan primer dan sekunder yang ada di Tanah Air baik yang merupakan Jalan Nasional, Jalan Propinsi, Jalan Kabupaten, Jalan Kota , maupun Jalan Desa.

Menurut Kansil dan Kansil dalam buku Disiplin Berlalu Lintas di Jalan Raya (1995:166-171), manajemen lalu lintas meliputi:

1) Kegiatan perencanaan meliputi inventarisasi dan evaluasi permasalahan lalu lintas, penetapan pemecahan permasalahan lalu lintas dan penyusunan rencana dan program pelaksanaan perwujudannya

2) Kegiatan pengaturan meliputi penetapan kebijaksanaan lalu lintas pada jaringan atau ruas-ruas jalan tertentu. Termasuk dalam kegiatan pengaturan lalu lintas dalam adalah; penataan sirkulasi lalu lintas, penentuan kecepatan maksimum atau minimum, larangan penggunaan jalan, larangan dan atau perintah bagi pemakai jalan

3) Kegiatan pengawasan yang meliputi: pemantauan dan penilaian terhadap pelaksanaan kebijakan lalu lintas yang bertujuan untuk mengetahui efektivitas dari kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam masalah lalu lintas dan tindakan korektif terhadap pelaksanaan kebijakan lalu lintas yang bertujuan untuk menjamin tercapainya sasaran tingkat pelayanan.

4) Kegiatan pengendalian, meliputi pemberian arahan dan petunjuk dalam pelaksanaan kebijakan lalu lintas dan pemberian bimbingan dan penyuluhan kepada masyarakat mengenai hak dan kewajiban masyarakat dalam pelaksanaan kebijakan lalu lintas.


(41)

E. Kerangka Pikir

Kebijakan untuk mengantisipasi kemacetan lalu lintas ini oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung dituangkan ke dalam suatu program kerja dengan memperhatikan berbagai aspek yang berkaitan dengan kebijakan tersebut. Pada dasarnya kebijakan ini diarahkan pada terciptanya kelancaran dan ketertiban lalu lintas baik untuk saat ini maupun untuk masa yang akan datang. Upaya pengaturan dan penertiban lalu lintas di Kota Bandar Lampung tersebut dilaksanakan oleh Dinas Perhubungan dengan melaksanakan kebijakan untuk mengatasi kemacetan lalu lintas. Salah satu kebijakan yang ditempuh adalah pemberlakuan Bus Rapid Transit (BRT), sebagai sarana transportasi massal bagi masyarakat Kota Bandar Lampung.

Kebijakan pemberlakuan BRT tersebut disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat terhadap angkutan umum yang mampu membawa penumpang dalam jumlah besar dibandingkan dengan angkutan kota. Oleh karena itu Pemerintah Kota Bandar Lampung melakukan penggantian sarana angkutan angkutan umum dari jenis angkutan kota (angkot) menjadi angkutan massal dengan mengoperasikan Bus Rapid Transit (BRT) yang akan melayani 7 (tujuh) trayek utama di Kota Bandar Lampung yaitu: Rajabasa – Sukaraja, Rajabasa – Panjang, Rajabasa – Pasar Cimeng, Kemiling – Simpang Jl. Ir. Sutami, Kemiling – Sukaraja, Perum. Korpri – Sukaraja dan Panjang – Lempasing.

Pemberlakukan BRT tersebut akan mendapatkan tanggapan atau persepsi dari masyarakat selaku pengguna jasa transportasi BRT. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui Persepsi Masayatakat Kota Bandar Lampung Terhadap


(42)

32

Kebijakan Walikota Tentang Pemberlakukan Bus Rapid Transit (BRT), sebagaimana dapat dilihat pada bagan kerangka pikir di bawah ini:

Mmmmmmmmmmmm Objek Persepsi

Persepsi Masyarakat a. Kenyamanan BRT

b. Tarif BRT c. Keamanan BRT

d. Keramahan Pelayanan BRT Pemberlakuan BRT

di Kota Bandar Lampung

Gambar 2. Bagan Kerangka Pikir Penelitian Cukup

Baik

Baik Tidak


(43)

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Metode deskriptif adalah metode dalam penelitian status sekelompok manusia, suatu objek, set kondisi, sistem pemikiran ataupun kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, aktual dan akurat mengenai berbagai fakta, sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki (Nazir, 1998: 63).

B. Definisi Konsep

Menurut Singarimbun dan Effendi (2002: 121), definisi konsep adalah pemaknaan dari konsep yang digunakan, sehingga memudahkan peneliti untuk mengoperasikan konsep tersebut di lapangan. Berdasarkan definisi di atas maka definisi konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Persepsi adalah tanggapan atau penilaian yang diberikan oleh seseorang atau sekelompok orang terhadap suatu objek tertentu berdasarkan pengamatan atau pengalamannya, baik yang baik, cukup baik atau tidak baik.

2. Pemberlakukan Bus Rapid Transit adalah kebijakan yang ditempuh oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam menyediakan sarana transportasi massal kepada masyarakat Kota Bandar Lampung untuk memenuhi kebutuhan sarana transportasi.


(44)

34

C. Definisi Operasional

Menurut Singarimbun dan Effendi (2002:123), definisi operasional adalah petunjuk bagaimana suatu variabel diukur. Berdasarkan pengertian tersebut maka definisi operasional Persepsi Masayatakat Kota Bandar Lampung Terhadap Kebijakan Walikota Tentang Pemberlakukan Bus Rapid Transit (BRT) adalah sebagai berikut:

1. Persepsi Masyarakat Terhadap Kenyamanan BRT 2. Persepsi Masyarakat Terhadap Tarif BRT

3. Persepsi Masyarakat Terhadap Keamanan BRT

4. Persepsi Masyarakat Terhadap Keramahan Pelayanan oleh Awak BRT

D. Populasi dan Sampel

Menurut Singarimbun dan Effendi (2002: 56), populasi adalah jumlah keseluruhan unit analisis yang ciri-cirinya akan diduga. Berdasarkan definisi tersebut maka populasi dan sampel penelitian ini adalah masyarakat pengguna BRT di Kota Bandar Lampung yang ditentukan pada saat pelaksanaan penelitian (accidental sampling), dengan jumlah 60 orang pengguna BRT.

E. Jenis Data

Jenis data penelitian ini meliputi:

1. Data Primer, adalah data yang diperoleh langsung dari sumber penelitian atau lokasi penelitian.

2. Data Sekunder, adalah data tambahan yang diperoleh dari berbagai sumber yang terkait dengan penelitian, seperti buku, dokumen, arsip dan literatur lain.


(45)

F. Skala Data dan Penentuan Skor

Skala data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala interval. Menurut Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi (2001: 112), skala interval adalah skala yang jarak antar datanya bernilai sama. Penentuan skornya adalah:

1. Jawaban A diberi skor 3 (tiga) 2. Jawaban B diberi skor 2 (dua) 3. Jawaban C diberi skor 1 (satu)

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan:

1. Kuisioner. Dilakukan dengan memberikan daftar pertanyaan atau angket tertulis dengan menyertakan alternatif jawaban pilihan ganda.

2. Dokumentasi. Dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder dari berbagai sumber yang terkait dengan penelitian, seperti mencari data dari buku, dokumen, arsip dan literatur lainnya.

H. Teknik Pengolahan Data

Teknik pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan:

1. Editing. Adalah memeriksa kembali data yang telah diperoleh, mengenai kesempurnaan jawaban atau kejelasan penulisan.

2. Koding. Adalah memberi kode-kode tertentu pada jawaban di daftar pertanyaan untuk memudahkan pengolahan data.


(46)

36

3. Tabulasi. Adalah memasukkan data dalam tabel setelah diklasifikasikan berdasarkan kategori yang sama.

I. Teknik Analisa Data

Analisia data dalam dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan tabel tunggal yaitu menghitung frekuensi dan membuat persentase jawaban responden pada pertanyaan kuesioner yang diajukan, dengan menggunakan rumus:

F

P = X 100 % N

Keterangan: P = Persentase

F = Frekuensi Jawaban N = Jumlah Sampel (Sugiyono, 2003: 264)

Selanjutnya penentuan kategori persepsi masyarakat terhadap pemberlakukan BRT dilakukan dengan menggunakan rumus interval sebagai berikut:

I = K

NR NT

Keterangan

NT = Nilai Tertinggi NR = Nilai Terendah K = Kategori (Sugiyono, 2003: 275)


(47)

IV. GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

A. Sejarah Singkat BRT Bandar Lampung

Bus Rapid Transit (BRT) Bandarlampung dikelola oleh Konsorsium PT Trans Bandarlampung (PT TBL) yang merupakan gabungan 37 perusahaan angkutan di Bandarlampung. Sistem transportasi Trans Bandarlampung ini menghubungkan wilayah kota dalam jarak yang cukup jauh. Trans Bandarlampung dioperasikan oleh swasta mutlak dan merupakan yang pertama di Indonesia.

Sejak diperkenalkan secara resmi kepada masyarakat Kota Bandar Lampung oleh Walikota Bandar Lampung Drs. H. Herman HN, MM, pada 26 September 2011, Trans Bandar Lampung merupakan angkutan perkotaan pertama dengan konsep BRT di Kota Bandar Lampung. Di awal pengoperasiannya, Trans Bandar Lampung diujicobakan selama 4 hari pada 14-17 November 2011 dan secara resmi beroperasi pada 19 Desember 2011.

Pengoperasian Trans Bandar Lampung dilakukan oleh PT. Trans Bandar Lampung, yang merupakan konsorsium, gabungan dari 37 perusahaan angkutan di kota Bandar Lampung. Konsorsium PT. Trans Bandar Lampung (TBL) tersebut dipimpin oleh Tony Eka Chandra sebagai Komisaris Utama dan I Gede Jelantik sebagai Direktur Utama. Sejarah pembentukan Trans Bandar Lampung diawali oleh pertemuan antara Walikota Bandar Lampung, Drs. H. Herman HN, MM,


(48)

38

dengan para pengusaha angkutan umum di Kota Bandar Lampung atas undangan dan inisiatif walikota. Pertemuan tersebut digagas dengan tujuan menggugah pengusaha angkutan di Kota Bandar Lampung untuk turut berperan aktif membantu pembangunan kota Bandar Lampung dalam bidang angkutan umum.

Selain pembentukan Trans Bandar Lampung, hasil pertemuan tersebut berlanjut dengan dibuatnya kesepakatan bersama dalam bentuk Memorandum of Understanding (MoU) antara Pemerintah Kota Bandar Lampung dengan PT. Trans Bandar Lampung untuk pengoperasian Trans Bandar Lampung pada Desember 2011. Dalam MoU tersebut diatur kewajiban dan hak dari Pemerintah Kota Bandar Lampung sebagai regulator maupun PT. Trans Bandar Lampung sebagai operator. BRT Trans Bandar Lampung ini dioperasikan oleh swasta mutlak dan merupakan yang pertama di Indonesia,” tambahnya.

Walaupun sempat ada resistensi dari supir angkutan kota (angkot) di Kota Bandar Lampung. Hal tersebut adalah sesuatu yang wajar, dan biasa dihadapi oleh Bus Rapid Transit (BRT) di kota lain. Dalam perjalanannya kemudian dapat diredam. Angkot masih diperkenankan beroperasi di trayeknya. Salah satu strategi jangka panjang Pemerintah Kota, melalui Dinas Perhubungan untuk pengembangan BRT Trans Bandar Lampung kedepannya, adalah masa izin operasi trayek angkot tersebut tidak akan diperpanjang setelah habis masa berlakunya, sehingga nantinya yang beroperasi di dalam kota adalah Trans Bandar Lampung, dan angkot-angkot tersebut akan difungsikan dengan sebagai pengumpan (feeder) Trans Bandar Lampung.


(49)

Trans Bandar Lampung memiliki mesin armada yaitu mitsubishi FE 83BC 110PS, mitsubishi FE 84G 136PS dan Hino FB 130, sedangkan untuk karoseri menggunakan Karoseri Rahayu Santosa Vania, Rahayu Sentosa Virago, Trisakti, dan New Armada Magneto.

B. Trayek BRT Bandar Lampung

Berawal dari armada yang hanya sejumlah 40 unit bus (murni dibeli konsorsium) dan melayani dua koridor, yaitu: trayek Rajabasa–Sukaraja dan trayek KORPRI– Sukaraja, Trans Bandar Lampung hingga saat ini, telah memiliki armada sebanyak 250 unit bus dan melayani tujuh koridor di seputar kota Bandar Lampung, meliputi :

1. Koridor 1 : Rajabasa – Sukaraja 2. Koridor 2 : Korpri – Sukaraja 3. Koridor 3 : Kemiling – Sukaraja

4. Koridor 4 : Ir. Sutami – Tanjung Karang 5. Koridor 5 : Panjang – Citra Garden 6. Koridor 6 : Rajabasa – Citra Garden 7. Koridor 7 : Rajabasa – Panjang

Saat ini PT. Trans Bandar Lampung, operator Trans Bandar Lampung, berkantor di salah satu bangunan rumah toko (ruko) terdiri dari bangunan tiga lantai yang berlokasi di depan gerbang masuk Terminal Rajabasa. Walaupun masih sederhana dan berstatus masih menyewa, suasana kantor tersebut pada pagi hari cukup menggambarkan suasana kerja yang mencerminkan semangat kerja tinggi dari para karyawannya. Padahal ketika tim redaksi berkunjung, masih terhitung sangat


(50)

40

pagi sekitar pukul 07.00 WIB. Tentu ini adalah modal bagus bagi PT. Trans Bandar Lampung untuk eksis ke depan. Kondisi kondusif itu diamini Heru, salah seorang pegawai PT. Trans Bandar Lampung pada bagian supervisi ticketing yang mengungkapkan kenyamanannya selama bekerja di PT. Trans Bandar Lampung.

Adapun koridor dan rute BRT Bandar Lampung dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1. Koridor dan Rute BRT Bandar Lampung

Koridor Rute

Rajabasa - Sukaraja

Ke Sukaraja:

Rajabasa - Jl. ZA Pagar Alam - Jl. Teuku Umar - Jl. Kotaraja - Jl. Raden Intan - Tugu Adipura - Jl. P. Diponegoro - Jl. Slt. Hasannudin - Pasar Kangkung - Jl. Ikan Duyung - Jl. Wage Rudolf Supratman - Jl. Yos Sudarso - Sukaraja.

Ke Rajabasa:

Sukaraja - Jl. Yos Sudarso - Jl. Laks. Malahayati - Gudang Garam - Jl. Ikan Tenggiri - Jl. Pattimura - Jl. P. Diponegoro - Tugu Adipura - Jl. Ahmad Yani - Tugu Pengantin Sai Batin - Jl. Kartini - Jl. Teuku Umar - Jl. ZA Pagar Alam - Rajabasa. KORPRI -

Sukaraja

Ke Sukaraja:

Kompleks KORRI Sukarame - Jl. Ryacudu - Jl. Sultan Agung - Jl. Teuku Umar - Jl. Kotaraja - Jl. Raden Intan - Tugu Adipura - Jl. Ahmad Yani - Tugu Pengantin Sai Batin - Jl. Wolter

Monginsidi - Jl. Wage Rudolf Supratman - Jl. Pattimura - Jl. Slt. Hasannudin - Pasar Kangkung - Jl. Ikan Duyung - Jl. Wage Rudolf Supratman - Jl. Yos Sudarso - Sukaraja.

Ke KORPRI:

Sukaraja - Jl. Yos Sudarso - Jl. Laks. Malahayati - Gudang Garam - Jl. Ikan Tenggiri - Jl. Wolter Monginsidi - Tugu Pengantin Sai Batin - Jl. Kartini - Jl. Teuku Umar - Jl. Sultan Agung - Jl. Ryacudu - Kompleks KORPRI Sukarame.

Kemiling - Sukaraja

Ke Sukaraja:

Kemiling - Jl. Imam Bonjol - Bambu Kuning - Jl. Kartini - Jl. Kotaraja - Jl. Raden Intan - Tugu Adipura - Jl. Jend. Sudirman - Jl. Jend. Gatot Subroto - Lampu Merah Garuntang - Jl. Yos Sudarso - Sukaraja.

Ke Kemiling:

Sukaraja - Jl. Yos Sudarso - Lampu Merah Garuntang - Jl. Jend. Gatot Subroto - Jl. Jend. Sudirman - Tugu Adipura - Jl. Jend. Ahmad Yani - Tugu Pengantin Sai Batin - Jl. Kartini - Bambu Kuning - Jl. Imam Bonjol - Kemiling.


(51)

Tanjung Karang - Ir. Sutami

Ke Ir. Sutami:

Tanjung Karang - Jl. Raden Intan - Tugu Adipura - Jl. Jend. Sudirman - Lampu Merah Satelit - Jl. Gajah Mada - Jl. P. Antasari - Perempatan Kalibalok - Jl. Tirtayasa - Pertigaan Ir Sutami-Tirtayasa.

Ke Tanjung Karang:

Pertigaan Ir Sutami-Tirtayasa - Jl. Tritayasa - Perempatan Kalibalok - Jl. P. Antasari - Jl. Gajah Mada - Lampu Merah Satelit - Jl. Jend. Sudirman - Tugu Adipura - Jl. Ahmad Yani - Tugu Pengantin Sai Batin - Jl. Kartini - Jl. Kotaraja - Tanjung Karang.

Citra Garden - Panjang

Ke Panjang

Citra Garden - Jl. Setiabudi - Jl. Basuki Rahmat - Jl. Dr. Warsito - Jl. Slt. Hasannudin - Jl. Yos Sudarso - Pelabuhan Panjang - Jl. Teluk Ambon - Jl. Soekarno Hatta - Simpang Baruna - Jl. Yos Sudarso - Jl. Bahari - Panjang.

Ke Citra Garden

Panjang - Jl. Bahari - Jl. Yos Sudarso - Simpang Baruna - Jl. Soekarno Hatta - Jl. Teluk Ambon - Pelabuhan Panjang - Jl. Yos Sudarso - Jl. Laks. Malahayati - Gudang Garam - Jl. R.E.

Martadinata - Jl. Setiabudi - Citra Garden. Citra Garden -

Rajabasa

Ke Rajabasa

Citra Garden - Jl. Setiabudi - Jl. Basuki Rahmat - Jl. P. Emir. M. Noer - Jl. Cut Nyak Dien - Jl. KH Agus Salim - Jl. Raden Imba Kesuma Ratu - Jl. Tengku Cik Ditiro - Kemling - Jl. Pramuka - Jl. ZA Pagar Alam - Rajabasa.

Ke Citra Garden

Rajabasa - Jl. ZA Pagar Alam - Jl. Pramuka - Kemiling - Jl. Tengku Cik Ditiro - Jl. Raden Imba Kesuma Ratu - Jl. KH Agus Salim - Jl. Cut Nyak Dien - Jl. P. Emir. M. Noer - Jl. Basuki Rahmat - Jl. Dr. Warsito - Jl. Slt. Hasannudin - Jl. Laks.

Malahayati - Jl. R.E. Martadinata - Jl. Setiabudi - Citra Garden. Rajabasa -

Panjang Menyusuri Jl. Soekarno Hatta.

Sumber: PT Trans Bandarlampung (PT TBL) Tahun 2013

Sedangkan trayek rencana BRT Bandar Lampung sebagai perluasan trayek dapat dilihat pada tabel berikut:


(52)

42

Tabel 2. Rencana Koridor dan Rute BRT Bandar Lampung

Koridor Rute

Tanjung Karang - Bandara Radin Inten II

Ke Bandara:

Tanjung Karang - Jl. Teuku Umar - Jl. ZA Pagar Alam - Jalan Lintas Sumatera Hajimena - Bandara.

Ke Tanjung Karang:

Bandara - Jalan Lintas Sumatera Hajimena - Jl. ZA Pagar Alam - Jl. Teuku Umar - Tanjung Karang. Sumber: PT Trans Bandarlampung (PT TBL) Tahun 2013

C. Fasilitas Pendukung BRT Bandar Lampung

Fasilitas Pendukung BRT Bandar Lampung adalah sebagai berikut: 1. Interior Bus

Interior Bus Trans Bandar Lampung semuanya memiliki Air Conditioner, musik, kursi berhadap-hadapan sepetti BRT pada umumnya, dan gantungan pemegang untuk penumpang berdiri.

2. Halte

Halte BRT ini berada di jalan-jalan yang dilintasi Trans Bandar Lampung dan direncanakan akan ada 62 halte yang dibangun, namun pembangunan halte ini belum selesai seluruhnya. Halte ini memiliki tinggi yang sama dengan pintu masuk yang berada di tengah-tengah bus.

3. Jalan

Jalur Khusus Trans Bandar Lampung sejatinya memiliki jalur tersendiri seperti halnya Trans Jakarta, namun belum semua jalan-jalan protokol memadai lebarnya untuk membuat jalur tersebut, jadi sementara jalur khusus BRT ini baru berada di jalan yang lebar atau berjalur dua.


(53)

4. Perangkat Keselamatan

BRT ini memiliki unsur perangkat keselamatan wajib kendaraan umum seperti pintu darurat di sisi kanan bus, martil pemecah kaca, pintu di atap bus.

(Sumber: PT Trans Bandarlampung (PT TBL) Tahun 2013)

D. Kendala-Kendala yang Dihadapi BRT Bandar Lampung

Beberapa kendala yang dihadapi oleh BRT Bandar Lampung adalah sebagai berikut:

1. Aspek Perencanaan

Pembangunan BRT Trans Bandar Lampung ini lebih dalam perencanaan. Pembuatan jalur (koridor) tidak didasarkan pada hasil kajian akademis, tapi lebih kepada kekuasaan bahwa di jalur tersebut telah beroperasi moda angkutan umum sebelumnya dan pernah memiliki demand besar sebelum kemudian demand tersebut pindah ke sepeda motor. Akibat tidak didasarkan pada kajian tersebut, maka sejak enam bulan beroperasi, Trans Bandar Lampung belum memiliki jumlah penumpang yang signifikan. Load factor nya masih di bawah 30%.

Lemahnya aspek perencanaan itu juga terlihat dari minimnya prasarana. Sudah enam bulan beroperasi, tapi sampai sekarang Trans Bandar Lampung baru memiliki dua halte yang sudah jadi. Akibatnya, sampai sekarang penumpang masih turun di sembarang tempat, padahal konstruksi armadanya tinggi, sehingga naik turun tidak melalui pintu samping seperti yang terjadi pada BRT pada umumnya, tapi melalui pintu depan samping sopir yang lebih pendek. Meskipun prasarana belum lengkap, tapi pada Mei 2012 ditargetkan telah siap 500 bus. Ini


(1)

Tabel 2. Rencana Koridor dan Rute BRT Bandar Lampung

Koridor Rute

Tanjung Karang - Bandara Radin Inten II

Ke Bandara:

Tanjung Karang - Jl. Teuku Umar - Jl. ZA Pagar Alam - Jalan Lintas Sumatera Hajimena - Bandara.

Ke Tanjung Karang:

Bandara - Jalan Lintas Sumatera Hajimena - Jl. ZA Pagar Alam - Jl. Teuku Umar - Tanjung Karang. Sumber: PT Trans Bandarlampung (PT TBL) Tahun 2013

C. Fasilitas Pendukung BRT Bandar Lampung

Fasilitas Pendukung BRT Bandar Lampung adalah sebagai berikut: 1. Interior Bus

Interior Bus Trans Bandar Lampung semuanya memiliki Air Conditioner, musik, kursi berhadap-hadapan sepetti BRT pada umumnya, dan gantungan pemegang untuk penumpang berdiri.

2. Halte

Halte BRT ini berada di jalan-jalan yang dilintasi Trans Bandar Lampung dan direncanakan akan ada 62 halte yang dibangun, namun pembangunan halte ini belum selesai seluruhnya. Halte ini memiliki tinggi yang sama dengan pintu masuk yang berada di tengah-tengah bus.

3. Jalan

Jalur Khusus Trans Bandar Lampung sejatinya memiliki jalur tersendiri seperti halnya Trans Jakarta, namun belum semua jalan-jalan protokol memadai lebarnya untuk membuat jalur tersebut, jadi sementara jalur khusus BRT ini baru berada di jalan yang lebar atau berjalur dua.


(2)

43

4. Perangkat Keselamatan

BRT ini memiliki unsur perangkat keselamatan wajib kendaraan umum seperti pintu darurat di sisi kanan bus, martil pemecah kaca, pintu di atap bus.

(Sumber: PT Trans Bandarlampung (PT TBL) Tahun 2013)

D. Kendala-Kendala yang Dihadapi BRT Bandar Lampung

Beberapa kendala yang dihadapi oleh BRT Bandar Lampung adalah sebagai berikut:

1. Aspek Perencanaan

Pembangunan BRT Trans Bandar Lampung ini lebih dalam perencanaan. Pembuatan jalur (koridor) tidak didasarkan pada hasil kajian akademis, tapi lebih kepada kekuasaan bahwa di jalur tersebut telah beroperasi moda angkutan umum sebelumnya dan pernah memiliki demand besar sebelum kemudian demand tersebut pindah ke sepeda motor. Akibat tidak didasarkan pada kajian tersebut, maka sejak enam bulan beroperasi, Trans Bandar Lampung belum memiliki jumlah penumpang yang signifikan. Load factor nya masih di bawah 30%.

Lemahnya aspek perencanaan itu juga terlihat dari minimnya prasarana. Sudah enam bulan beroperasi, tapi sampai sekarang Trans Bandar Lampung baru memiliki dua halte yang sudah jadi. Akibatnya, sampai sekarang penumpang masih turun di sembarang tempat, padahal konstruksi armadanya tinggi, sehingga naik turun tidak melalui pintu samping seperti yang terjadi pada BRT pada umumnya, tapi melalui pintu depan samping sopir yang lebih pendek. Meskipun prasarana belum lengkap, tapi pada Mei 2012 ditargetkan telah siap 500 bus. Ini


(3)

menunjukkan betapa lemahnya perencanaan dalam pembangunan BRT di Kota Bandar Lampung.

2. Aspek Pelayanan

Buruknya aspek pelayanan terkait erat dengan perencanaan yang lemah. Oleh karena perencanaan lemah, maka masalah headway, waktu tempuh (travel time), naik turun penumpang, dan akses ke/dari halte bus sama sekali tidak mendukung keberadaan sistem BRT. belum dikontrol secara ketat, padahal, soal ketepatan waktu itu merupakan salah satu daya tarik orang untuk menggunakan angkutan umum.

3. Lemahnya Komunikasi Publik

Selain lemah dalam perencanaan dan pelayanan, pembangunan BRT Trans Bandar Lampung juga punya kelemahan dalam mengkomunikasikan perencanaan sehingga kemudian menimbulkan ketegangan antara masyarakat versus konsorsium maupun konsursium versus operator existing. Hal itu tampak jelas dari dinamika forum yang cukup tinggi. Masyarakat memprotes kebijakan pembangunan BRT yang akhirnya menggusur DAMRI dari jalur yang sudah dilayani selama 30 tahun. Peserta meyakini, bila DAMRI masih berjalan pada jalur yang sama dengan BRT, maka BRT Trans Bandar Lampung tidak akan mendapatkan penumpang. Hal itu disebabkan tarif Rp. 3.500,- untuk Trans Bandar Lampung dinilai terlalu tinggi dibandingkan dengan tarif DAMRI yang hanya Rp. 2.500,- untuk AC dan Rp. 1.500,- untuk regular.


(4)

45

Keberadaan BRT Trans Bandar Lampung tidak mematikan angkutan umum yang telah ada sebelumnya dan tetap memberikan pilihan bagi masyarakat untuk bertransportasi sesuai dengan kemampuan ekonominya. Sebab bila dengan adanya Trans Bandar Lampung tapi kemudian menyebabkan masyarakat kehilangan akses transportasi akibat tarifnya yang mahal, maka itu merupakan bentuk kegagalan mereformasi angkutan umum missal.

Pembangunan Halte Trans Bandar Lampung yang dinilai memakan trotor. Sejumlah peserta menilai, infrastruktur halte Trans Bandar Lampung yang berukuran 2x4 meter dan diletakkan di trotor, akan mengganggu aktivitas pejalan kaki. Peserta dari YLKI Lampung juga menegaskan bahwa Trans Bandar Lampung harus membenahi diri untuk memperbaiki sarana dan pepalayanannya. Sebab bagi warga, pembangunan Trans Bandar Lampung bukan solusi mengingat secara ekonomi lebih mahal tarifnya dari pada naik DAMRI. Salah satu tujuan BRT adalah sebagai alternatif pengurangan kemacetan, tetapi cara tersebut tidak harus dengan mematikan angkutan umum yang telah ada, karena penyebab kemacetan lebih di dominasi oleh kendaraan pribadi, bukan angkutan umum. Jasa angkutan umum yang ada tidak boleh dilupakan begitu saja. Seharusnya ada kebijakan yang adil bagi semua moda angkutan umum.

(Sumber: http://www.instran.org/index.php/in/ruang-berita/permasalahan-brt-di- bandar-lampung. Diakses 12 Mei 2013)


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2000. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Teori dan Praktik. Rineka Cipta, Jakarta.

Azwar, Azrul. 2000. Pengantar Administrasi, Binarupa Aksara, Jakarta.

Catanese, Anthony J. dan James C. Synder. 1988. Perencanaan Kota Edisi Kedua. Alih Bahasa oleh Wahyudi. Penerbit Erlangga. Jakarta.

DeVitto, Joseph A. 2004. Komunikasi Antar Manusia. Professional Books. Jakarta.

Hasibuan, Malayu S.P. 2001. Organisasi dan Manajemen. Rajawali Press. Jakarta.

Koentjaraningrat. 1999. Pengantar Ilmu Antropologi. Gramedia. Jakarta.

Mar’at. 2004. Sikap Manusia Perubahan dan Pengukurannya. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Mustopawijaya, 2004. Dasar-Dasar Administrasi dan Kebijakan Publik. Rineka Cipta. Jakarta.

Nazir, Mohammad. 1988. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Noviana, Mulianisa. 2005. Analisis Manajemen Transportasi Untuk Mengatasi Kemacetan Lalu Lintas di Kota Bandar Lampung. Makalah.

Rahmat, Jalaluddin. 2003. Psikologi Komunikasi. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.

Sarwono, Sarlito Wirawan. 2001. Pengantar Umum Psikologi. PT Bulan Bintang. Jakarta.

Slamento. 2005. Belajar dan Faktor Yang Mempengaruhinya. Rineka Cipta. Jakarta.


(6)

Singarimbun, Masri dan Sofyan Effendi, 2002. Metode Penelitian Survey. LP3ES. Jakarta

Soekanto, Soerjono. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Rajawali Press. Jakarta.

Sugiyono. 2003. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis, Bina Aksara, Jakarta.

Putra, Fadillah, 2001. Paradigma Kritis dalam Studi Kebijakan Publik, Pustaka Pelajar Offset, Yogyakarta.

Suripto, 2004. Strategi Kebijakan Daerah, Candra Press, Pati.

Suwartinah. 2001. Komunikasi Antar Manusia. Mandar Maju. Bandung.

Thoha, Miftah. 2001. Perilaku Organisasi, Konsep Dasar, dan Aplikasinya. Rajawali Press. Jakarta

Wahab, Arifin. 2001. Administrasi dalam Pembangunan Nasional. Gunung Agung. Jakarta.

Wahab, Solichin Abdul, 2006, Analisis Kebijaksanaan: Dari Formulasi Ke Implementasi Kebijaksanaan Negara, Bumi Aksara, Jakarta.